JOURNEY OF LOVE THE SERIES : Mysterious Sight - Chapter 2
Cast :
- · Kim Sora ( OC )
- · Huang Zitao ( Tao )
- · Kim Jong Dae ( Chen )
- · Park Gyuri
- · Cho Nayoung
- · Lee Hara
- · Han Ji Eun
- · Jung Cheonsa
- · Park Chanyeol ( Chanyeol )
~***~
“ Apa kau
bilang? Manusia aneh?”
Dengan cepat
sosok itu memutar balik tubuhnya sambil menghujani lawan bicaranya dengan
tatapan kesal. Lagi-lagi ia hanya bisa menghela napas kesal. Dadanya penuh
dengan berbagai macam perasaan, membuatnya sulit untuk menentukan sikap.
Berbeda dengan
kedua orang di depan mereka, kelima gadis yang tak lain adalah Hara, Nayoung,
Gyuri, Ji Eun dan Cheonsa hanya bisa menjadi penonton setia. Mereka semua
memang begitu senang menggoda Sora dengan alasan Tao, namun kali ini lebih dari
itu, karena sekarang mereka merasa begitu penasaran dengan hubungan Sora dan
Tao yang sebenarnya.
“ Kajja! Jangan banyak bicara! Appa-mu
akan memarahimu bukan, kalau kau telat sampai di rumah?”
Seperti mendapat
berita mengenai perdamaian Israel dengan Palestina yang kendengarannya begitu
mustahil, kelima gadis yang hingga kini masih setia menyaksikan kedua orang di
depannya, hanya bisa membelalakkan mata mereka. Kelimanya memalingkan pandangan
mereka, secara bergantian memandangi satu sama lain. Pasalnya, tidak ada pria
yang pernah mengajak atau lebih tepatnya memaksa seorang Kim Sora pulang
bersama, apalagi sampai menyeret gadis itu. Sungguh kejadian langka.
“ Aku akan
pulang bersama Nayoung! Jadi aku tak butuh tumpangan darimu!” pekik Sora. Ia
meronta agar laki-laki di depannya melepaskan tangannya.
Pria berambut
hitam itu membalik tubuhnya, ia memandangi gadis di depannya dengan wajah datar
namun sedikit berdecak sedikit setelahnya. Tangannya masih sama seperti
sebelumnya, masih menggenggam tangan Sora dengan erat.
“ YAK! Tidak sopan!”
Perasaan tidak
terima membuat Sora, gadis yang dikenal jarang berteriak, kini berteriak kesal
sesaat setelah kening mulusnya menjadi sasaran jentikkan jari Tao. Tangannya
mengusap kasar keningnya sambil memaki Tao di dalam hati.
“ Aku sudah tahu
isi otakmu manusia aneh! Pasti kau ingin pergi lagi bersama temanmu. Aku sangat
tahu isi kepalamu,” Ujar Tao mengejek. Sora hanya mencebikkan bibirnya dengan
membuang pandangannya dari Tao, gadis itu merasa kesal.
Keterkejutan
lima gadis itu semakin menjadi, terlebih melihat apa yang baru saja terjadi. Melihat
seorang Kim Sora berinteraksi dengan makhluk bernama pria, tentu bukanlah hal
yang lumrah bagi mereka. Kim Sora tidak pernah terlihat seakrab itu dengan pria
manapun.
Dengan cepat
arah pandangan gadis-gadis itu tak menentu sejurus dengan pandangan Tao yang
tengah mengarah pada mereka. Tak ada yang bisa mereka lakukan, kecuali diam.
Tatapan mata Tao seperti memiliki kekuatan tersendiri hingga mematahkan semua
keberanian dalam diri kelima gadis itu.
“ Tidak
masalahkan, kalau hari ini Sora pulang bersamaku?” kesan gelap dan menyeramkan,
serentak hilang saat senyum ramah mengembang di wajah Tao.
Tidak ada
satupun dari gadis itu yang menjawab pertanyaan Tao. Menggaruk tengkuk,
memandang ke arah yang lainnya atau tak jarang juga melirik Sora yang tengah
memasang peringatan bagi mereka semua. “ Ahh…. Hmmm… sepertinya…” Tao
menggedikkan kepalanya untuk memberikan fokus lebih pada Ji Eun yang sedang
berusaha menjawab.
“ Bawa saja dia!
Kami tidak masalah! Sungguh!”
Sontak semua mata
tertuju pada Nayoung, ekspresi ‘mengapa kau melakukan itu?’ tak luput menjadi
reaksi atas apa yang telah dilakukannya. Frustasi tentu saja menyelimuti
perasaan gadis-gadis itu, khususnya Sora. Gadis itu tak menyangka jika Nayoung
akan mendorongnya ke dalam jurang, yah meskipun mengatakan ‘Bawa saja dia! Kami
tidak masalah! Sungguh!’ tak seburuk masuk ke dalam jurang. Tapi seandainya ia
bisa memilih, Sora pasti akan memilih untuk mendorong Nayoung ke jurang
terlebih dulu. Namun terlambat, karena dirinnya sudah masuk ke dalam jurang.
“ Kau dengar?
Sekarang cepatlah!” rasa kesal atau apapun itu sama sekali tak berguna sekarang
ini, karena nyatanya Sora harus menerima kenyataan jika hari ini ia pulang
bersama Tao.
“ Kami duluan.
Hati-hati di jalan semua,” kata Tao berpamitan. Kelima gadis itu hanya bisa
menggangguk pelan, yang entah mereka sadari atau tidak.
Perasaan
mencekam dan terancam tiba-tiba saja muncul dalam benak mereka, saat Sora mengepalkan
tangannya yang bebas dari genggaman Tao. Gadis itu memasang ekspresi ‘awas saja
kalian!’.
******
At 18.20 KST
Delikan kesal,
pasrah dan frustasi terpancar dari sorot mata Sora saat berbalik dan memandang
Tao yang tengah mengekorinya saat ingin membuka pagar rumahnya. Ia menghela
pelan, sekedar untuk mencari ruang tenang dalam otaknya. Tapi sayangnya tidak
ada lagi ruang kosong untuknya berpikir tenang, terlebih saat wajah tak berdosa
orang di depannya tertangkap oleh retina matanya.
“ Kenapa? Kau
ingin masuk?” tanya Sora yang terdengar seperti mendesak. Ia juga tak berniat
mengajak pria ini masuk, hanya ia ingin menyindir secara tidak langsung. Namun
Tao malah mengangguk dengan semangat sambil tersenyum puas, membuat Sora
melongo lemas. Ia tak menyangka jika ucapannya sendiri malah mengantarkan
dirinya pada neraka dan juga mengantarkan Tao masuk ke dalam rumahnya.
Suara nyaring
khas wanita usia lima puluh tahun ke atas terdengar begitu Sora masuk, namun
suara itu kian nyaring saat melihat sosok yang datang bersama Sora. Sontak Sora
hanya bisa menunduk dan lagi-lagi membuatnya kembali merutuki perbuatannya
sendiri.
“ Selamat malam,
ahjumma.” Mata wanita itu berbinar memandangi sosok Tao, ia menghampiri Tao
dengan perasaan takjub dan tak percaya.
“ Kau kah? Tao?
Tao kecil yang sering datang kemari?” Tao mengangguk pelan serta
mempersembahkan senyum terbaiknya. Wanita yang tak lain adalah eomma Sora
langsung mencengkram erat kedua sisi tubuh Tao, seolah sedang menegaskan apa
yang sedang ia lihat.
Eomma Sora
tersenyum senang saat ia yakin bahwa sosok di hadapannya adalah seorang bocah
laki-laki yang dulunya sangat sering datang ke rumahnya, bermain bersama
anak-anaknya, khususnya Sora.
Wanita itu
mengamit lengan Tao dengan bangga, seolah sedang menggandeng orang paling
tampan di dunia. Dengan ramah, ia menggiring Tao untuk menjelajahi sudut
rumahnya. Sesekali ia menanyakan keadaan kedua orang tua Tao dan tentunya
keadaan Tao sendiri. untuk sesaat, nyonya Kim menganak tirikan anaknya sendiri
dengan membiarkan putri sulungnya tertinggal di belakang dan memilih untuk
beriringan dengan seorang pria muda di sampingnya.
Kehebohan tak
berhenti sampai di situ, karena keadaan bertambah heboh saat eomma Sora
membimbing Tao memasuki ruang keluarga yang tengah dihuni oleh ketiga adik
Sora. Tentu reaksi terkejut menyambut kedatangan pria itu.
“ Soo bin
eonnie… akhirnya suamimu kembali!” teriak riang salah satu anak perempuan
berusia sebelas tahun. Wajahnya sangat girang, benar-benar menunjukkan betapa
senangnya ia dengan kedatangan sosok tampan Tao. Tapi kegirangan gadis itu
terhenti sejenak saat bantal sofa melayang mengenai kepalanya, membuat gadis
kecil itu terhuyung.
“ Diam kau!”
seorang gadis usia enam belas tahun melirik tajam pada adiknya, menyuruh
makhluk kecil itu untuk menutup mulutnya.
“ Aishh… aku kan
hanya menyemarakkan suasana saja. Apa aku tak boleh ikut senang suamimu datang?
Aku hanya ingin merasakan kebahagiaan yang kau rasakan,” Balas gadis kecil itu
tak terima dengan perlakuan kakaknya.
Sementara kedua
adiknya sedang bertengkar, Sora memilih untuk melenyap dari tempat itu dengan
segera melesat memijaki anak-anak tangga yang menyambungkan lantai bawah dengan
lantai atas. Tentunya ia ingin segera sampai di kamarnya, energinya terkuras
habis setelah seharian berada di kampus, belum lagi dengan minat hidupnya yang
sudah terperosok ke tingkat terendah.
Langsung saja
gadis itu mengempaskan tubuhnya ke atas ranjang empuk nan nyaman miliknya.
Untuk sejenak matanya terpejam menikmati rasa nyaman dan tenang. Sekejap, penat
serta lelah yang menderanya hilang begitu saja. Berganti dengan kedamaian serta
ketenangan begitu kedua matanya perlahan menutup.
******
Kegiatan jalan
bersama, melepas rasa lelah dengan pergi bersama di akhir pekan, melupakan
sejenak tugas-tugas menumpuk, mungkin seperti itulah gambaran kegiatan
menyenangkan Sora hari ini. Tapi bagaimanapun bentuk kesenangannya, tetap saja
tak membuat hatinya senang.
Berulang kali ia
mengayunkan kaki seperti sedang menendang kaleng soda kosong di pinggir jalan. Suasana
hatinya jelas sedang tidak berada pada kondisi baik. Bagaimana suasana hatinya
tidak luluh lantah? Dibangunkan dari tidur nyenyak di saat ia sangat
membutuhkannya. Bukankah sangat menjengkelkan? Begitulah yang dirasakan gadis
dengan celana jeans panjang dipadu dengan hoodie abu-abu serta sneakers
andalannya.
Hanya satu yang
mampu mempertahankan sisa-sisa semangat hidupnya saat ini, apalagi kalau bukan
menyumpal kedua telinganya dengan lagu-lagu Super junior. Tak jarang mulutnya
bergerak pelan menyenandungkan lagu yang ia dengar.
“ Yak! Onnie!”
tapi nampaknya dewa kesialan tengah berpihak pada dirinya. Suasana hati yang
mulai membaik, hancur begitu seseorang menarik paksa salah satu headset yang
tengah ia kenakan. Sora menghela pelan, tubuhnya bergetar sejurus dengan amarah
yang tengah mati-matian sedang ia tahan. Tentu ia tidak membiarkan amarahnya
terlampiaskan begitu saja, apalagi di pusat perbelanjaan yang begitu ramai
dengan banyak pengunjung.
“ Kau…bisakah
lebih sopan padaku?” geram Sora tertahan.
“ Dari tadi aku
sudah memanggilmu secara baik-baik, tapi sayangnya kau tidak mendengarku. Jadi
jangan salahkan aku,” Sahut gadis bernama Soo bin dengan tak acuh. Ia terus
berjalan dan membiarkan kakaknya tertinggal beberapa langkah di belakangnya.
Lagi dan lagi
Sora hanya mampu mengelus dada, menampung segala kesabaran yang ia punya.
Menimpali perlakuan saudara perempuannya bukan membuatnya merasa semakin baik,
ia malah akan merasa terjerembab pada sudut ruangan paling gelap dan suram. Singkatnya,
sampai kapanpun ia tak akan bisa menang dari adiknya yang pandai sekali
berkilah.
Dari belakang ia
terus mengikuti kemana adiknya melangkah, hingga tanpa sadar ia sudah berada di
dalam sebuah toko buku, tepatnya berada pada deretan novel. Sora menatap
sekilas satu persatu novel yang berjajar rapih di rak-raknya, berbeda dengan
adiknya yang sedang serius menentukan buku pilihannya.
Sungguh Sora
benar-benar tidak berminat pada buku manapun, mungkin jika ia sedang dalam
suasana hati yang baik, pasti ia akan bersemangat memilih cerpen-cerpen dari
penulis favoritnya. Tapi sekali lagi, karena masalah mood, tak ada satupun yang menarik hatinya.
Ia terus
berjalan mengitari rak-rak buku dari berbagai macam genre sampai ia tiba di
bagian pernak-pernik kebutuhan sekolah. Tak jarang ada beberapa dompet yang
terpajang di dekat rak tas sekolah. Warna lembut yang memikat siapapun yang melihatnya,
berhasil menarik minat Sora untuk memfokuskan matanya pada benda-benda itu.
Secara bergantian ia memastikan dompet-dompet itu, namun perhatiannya tertuju
pada sebuah dompet berwarna cokelat pastel yang sungguh manis. Tangannya
bergerak meraih benda kecil itu dan siap mengambil alih, tapi tangannya
tertahan saat ada tangan lain yang juga menarik dompet cantik itu.
Dengan frustasi
Sora menolehkan pandangannya kepada pemilik tangan itu, dalam hati ia berjanji
tidak akan menahan kesabarannya lagi. Kali ini ia akan memperjuangkan apa yang
ia inginkan, tak peduli jika harus ada pertumpahan darah terjadi.
Sora mendengus
sejenak, kemudian menatap orang sebelahnya, tapi..” Kau…” mata gadis itu
melebar ke level paling maksimal. Misi yang tadi telah ia rencanakan, secara
otomatis terurung begitu melihat siapa sosok di hadapannya. Tiba-tiba ia
merasakan detak jantungnya melemah, padahal seingat gadis itu ia tidak memiliki
kelainan jantung, seperti lemah jantung misalnya.
Bibirnya terus
membisu, tak ada yang bisa ia katakan, bahkan saat orang itu membelikan dompet
berwarna cokelat tadi untuknya. Pikiran gadis itu begitu kacau, hingga ia sulit
untuk berinteraksi dengan sekitarnya, tak terkecuali adiknya yang dari tadi tak
berhenti mengeluh padanya.
******
Sora POV
At breaktime
Aku terus
mengaduk-aduk jjajangmyeon di depanku dengan tak bersemangat, rasanya pikiranku
begitu kosong, entahlah aku bingung. Intinya aku sedang sangat tidak
bersemangat, rasanya lelah sekali dan yang aku inginkan hanya pulang kemudian
tidur. Kulirik benda warna cokelat di samping lengan kananku, ah…benda ini
sangat cantik, tapi rasanya aku ingin membuangnya kalau mengingat bagaimana
caraku mendapatkannya.
“ Yak! Untuk apa
kau membelinya kalau hanya untuk diaduk-aduk seperti itu?” aku menghentikan gerak sumpitku,
mengangkatnya dan mengemut ujungnya, melirik Gyuri sejenak.
Aku tahu pasti
aku terlihat sangat mengkhawatirkan, apalagi dari dua hari yang lalu aku terus
bersikap seperti ini.
“ Sebenarnya ada
apa?” kuletakkan sumpit dalam genggamanku, dan beralih menatap orang di depanku,
Hara. Aku terdiam sejenak untuk sekedar menghirup udara, kemudian kembali
menatap orang-orang di meja yang sama denganku.
“ Entahlah!
Mungkin hanya lelah.”
Aku tahu pasti
tidak ada seorangpun dari mereka yang percaya dengan jawabanku, tapi haruskah
aku menjawab sejujurnya? Kurasa belum waktunya, lagipula ini tidak penting
untuk mereka ketahui.
“ Benarkah? Kurasa
kau sedang berbohong Sora-ssi,” Ujar Cheonsa datar tanpa ekspresi.
“ Katakan jika
kau sedang memiliki masalah,” Tambah Gyuri. Aku hanya menatapnya dengan diam,
kemudian beralih pada mangkuk di depanku. Masalah? Apakah ini termasuk masalah?
Kurasa tidak juga.
“ Hei!” aku
kembali menghela napas panjang saat melihat siapa yang baru saja datang.
Yah…siapa lagi kalau bukan Tao? Semenjak aku memperkenalkan ia dengan kelima
temanku, ia jadi sering bersama kami meski tidak selalu begitu.
Kembali pada
sosok tinggi itu lagi, sekarang ia mengambil tempat di kursi kosong di
samping Hara.
Matanya
menjelajah memperhatikan kami semua, aku tahu pasti dia sedang mencari tahu apa
yang telah terjadi. Pandanganku beralih saat ia melirikku, rasanya aku malas
melihatnya untuk saat ini.
“ Ada apa ini? kenapa
kalian diam seperti ini? Apa ada masalah?” ia menoleh pada Hara dan Gyuri
secara bergantian.
“ Tanyakan saja
pada manusia aneh itu.”
Aku terbelalak
kaget. Tak kusangka di saat seperti ini, Gyuri masih bisa menghinaku. Tapi karena
aku sangat penyabar, aku hanya diam. Berbeda sekali dengan makhluk misterius di
samping Hara yang sedang terkekeh senang, sepertinya itu sangat lucu untuknya.
Teruslah tertawa Tao!
******
Sepertinya
semangat hidupku telah tersedot habis sehingga sekarang aku tak lagi
memilikinya. Bahkan sekedar berjalan untuk pulang saja rasanya begitu berat,
padahal waktu pulang adalah waktu dimana semua semangatku bangkit. Tapi berbeda
dengan beberapa hari belakangan ini, rasanya datang dan pulang kuliah tidak ada
bedanya, sama-sama melelahkan.
“ Sora-aa…
sekarang jujurlah! Ada apa sebenarnya?”
Aku berhenti
sejenak dan menoleh Ji Eun yang kelihatannya sudah sangat gemas padaku. Aku
tahu ia atau lebih tepatnya mereka semua tak ingin melihatku seperti ini, tapi
haruskah aku menceritakan semuanya? Apa itu penting? Sejujurnya itu tidaklah
penting, aku saja yang berlebihan.
Aku tersenyum
samar, “ Aku baik-baik saja, hanya bosan saja.” Ji Eun hanya mendesah tanpa
membrondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin bisa memuaskan rasa
penasarannya.
Kami berenam
terus berjalan menyusuri halaman kampus yang begitu luas, rasanya aku butuh
kursi roda sekarang ini. Aku sudah tidak sanggup untuk berjalan lagi, annie! Lebih tepatnya aku sudah malas untuk
melanjutkan perjalanan.
“ Kim Sora!” langkahku kembali terhenti. Kupaksakan tubuhku
untuk sedikit memutar untuk menjangkau keberadaan pemilik suara yang barusan
memanggilku.
“ KAU…” Pekikku
spontan. Seperti sedang tak bertenaga kemudian disentak dengan bunyi bom yang
menggelegar, begitulah aku sekarang.
Kesiapanku belum
matang untuk menyambut kedatangannya, namun sosok itu dengan percaya diri
berjalan ke arahku. Ia tersenyum ramah seperti biasanya, menunjukkan tampilan
imut serta tampan secara bersamaan. Aku yakin siapapun yang melihatnya pasti
akan sulit berkedip karena tak ingin melewatkan mahakarya Tuhan yang satu ini.
Bisa kurasakan seseorang
tengah mencengkram bahuku, ah ternyata Nayoung. Aku memandangnya sekilas
kemudian kembali memandang sosok yang kini berada beberapa langkah di depanku.
Perasaan ngeri, senyap dan khawatir menguar bahkan saat jelas-jelas sosok itu
sedang tersenyum padaku.
“ Sesore inikah
kau pulang? Aigoo..pasti kau sangat
lelah.”
Lagi-lagi ia
tersenyum, membuatku mau tak mau ikut tersenyum meski tak bisa juga dibilang
tersenyum. Lebih tepatnya meringis.
Ia terkekeh
pelan, “ Aku betul-betul senang bisa bertemu denganmu hari ini.” Aku terkekeh
pelan menanggapi ucapannya sambil menggaruk kulit kepala belakangku.
Aku menoleh ke
belakang saat kudengar suara dehaman seseorang. Cepat-cepat aku kembali
menghadap ke depan, saat ku tahu bahwa pemilik suara itu tak lain adalah Tao. Sejurus
dengan tatapan tajam yang tadi diperlihatkan oleh Tao, kini aku disuguhkan
dengan tatapan mata berbinar sosok di depanku.
“ Oh ya, kalian
juga kuliah disini? Aigoo…kalian ini
begitu kompak,” Tandasnya yang menuai berbagai macam reaksi.
“ Tidak juga.”
Ku hirup udara sebanyak-banyaknya saat suara Cheonsa terdengar. Aku tengah
mempersiapkan mentalku untuk mendengar ungkapan-ungkapan Cheonsa selanjutnya,
belum lagi Nayoung yang mungkin saja ikut menambahi.
“ Sebenarnya
siapa dia?” Entah karena suara Ji Eun yang terlalu kencang atau kualitas
pendengaranku yang begitu baik, aku bisa mendengar suara bisikan Ji Eun.
“ Aku teman Sora
saat SMA, Kim Jong Dae.” Pria ini lagi-lagi tersenyum dengan riangnya, walau
sebenarnya dari tadi ia memang tak berhenti tersenyum.
Aku sedikit
memutar tubuhku. Bisa kulihat berbagai macam reaksi yang ditunjukkan
orang-orang di belakangku. Ada yang tersenyum ramah, ada yang begitu muak, ada
yang biasa saja, dan ada juga yang sedang memandang Jongdae serius. Tanpa kusebut
namanya pun, pasti semua sudah tahu siapa yang kumaksud.
“ Aku Tao teman
sekolah dasarnya.”
Tubuhku
menegang, sesaat setelah Tao memperkenalkan dirinya dan mengulurkan tangannya.
Dengan antusias Jongdae menyambut tangan Tao, menjabatnya dengan semangat. Dua
aura berseberangan begitu kontras terlihat, rasanya aku seperti sedang melihat
pancaran cahaya neraka dan surga.
“ Senang
berkenalan denganmu.” Tao hanya menarik
salah satu sudut bibirnya. Kemudian menyudahi jabatan tangannya.
******
Berulang kali
aku menghela napas secara hati-hati, bahkan kelewat hati-hati seolah menghela napas
adalah salah satu tindak kriminal. Dan yang anehnya aku melakukan hal seperti
itu saat berada di rumahku sendiri. Tapi jika tahu siapa orang yang duduk tak
jauh di samping kananku, pasti kalianakan mengerti.
Merasa tersudut,
begitulah yang aku rasakan. Aku tak tahu mengapa, yang jelas aku merasakannya
saat di kampus tadi tiba-tiba ia menarik lenganku dan membawaku masuk ke dalam
mobilnya. Sepanjang perjalanan dia bungkam, hanya satu yang ia lakukan yaitu
memandangku sejenak dengan tatapan tajamnya, dan itupun hanya sekali. Bahkan ia
mengekoriku hingga masuk ke dalam rumahku, sesungguhnya aku risih, tapi apa
daya tatapannya itu sungguh mengerikan.
“ Oppa…kau tahu
kepergianmu itu sangat menyusahkanku!” aku melirik ke samping kananku, tepatnya
melirik Soyeon yang sedang bergelayut manja di depan Tao. Cishh…anak ini
sungguh memuakkan!
Ekspresiku
berubah dengan sangat cepat saat pandanganku beralih pada Tao, ia mengelus
puncak kepala Soyeon sambil tersenyum. Aigoo….ekspresi
macam apa itu? Ia terlihat sangat manis di depan gadis kecil tengik itu dan
berekspresi menyeramkan padaku. Sungguh dunia tidak adil.
“ Memangnya
kenapa? Ah…aku tahu! Pasti kau sangat merindukanku, bukan?” matanya menyipit
dan senyumnya terus mengembang menghiasi wajahnya, benar-benar sangat
menakjubkan.
“ Isshh! Bukan
aku tapi onnie!” gadis kecil tengik yang lebih tepatnya adalah adik perempuanku
itu menyilangkan kedua tangan di depan dadanya sambil menggelang tegas.
Anak itu
sepertinya sangat berniat menarik perhatian Tao, cissh!! Tapi model tatapanku
kini berubah, dari sinis menjadi tercekat. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja mata
itu menginterupsi dan mengisolasiku. Membuat sistem peredaran darahku berhenti.
Aku mengerutkan
keningku, sebisa mungkin aku mengirimkan sinyal baginya untuk menghentikan
tatapannya yang kelewat tajam. Tak lama berselang, ia kembali menatap Soyeon
sambil menggerakkan kepalanya, kemudian Soyeon menggelang cepat searah dengan
gerak tanganya. Mereka berdua tak bersuara, namun tetap berkomunikasi dengan
bahasa tubuh.
“ Bukan Sora
onnie, tapi Soobin onnie!” gadis kecil itu kembali berbicara hingga membuat Tao
mengganguk pelan, kemudian mengelus kepala anak itu lagi? Yah…lagi.
Aku terus diam
menyaksikan acara televisi yang tersuguhkan di depanku, sedangkan dua orang,
annie! Lebih tepatnya tiga orang setelah perusuh kecil lainnya datang, siapa
lagi kalau bukan si bungsu Kim Ji Hoon? Mereka bertiga bergurau bersama, dan
juga bersama-sama mengasingkan diriku. Aku berada di tempat yang sama dengan
mereka, tapi mereka menganggap tidak ada siapa-siapa lagi kecuali mereka
bertiga. Menyebalkan!
“ Aku pulang!”
Tanpa menolehpun aku tahu siapa yang datang, memangnya siapa lagi yang memiliki
gaya bicara seperti manusia frustasi selain Kim Soo bin?
Gerasak gerusuk
terjadi pada ketiga orang di sebelahku. Dari ekor mataku, bisa terlihat mereka
sedang berbisik kemudian mengangguk bersama. “ Soo bin onnie!” suara terikan
antusias terlontar dari mulut bocah terkecil di ruangan ini, Ji Hoon.
Tak lama sosok
bernama Soo bin datang dengan memasang wajah datar. “ Aku tidak tuli! Jadi
tidak us…ah…. berteriak.” Suaranya yang tadi terdengar mengomel, berangsur
lemah seiring dengan matanya yang terbelalak lebar. Tentu aku tahu apa yang
membuatnya sekaget itu, siapa lagi kalau bukan Tao?
Tubuh gadis itu
sama sekali bergeming, mematung di tempatnya. Ekspresi langka yang pernah kulihat
dari seorang Soo bin, enam belas tahun hidup bersama, aku jarang melihatnya
berekspresi selain ekspresi marah, kesal, dan frustasi. Jadi melihatnya
tercekat, gugup, dan mungkin gemetar merupakan salah satu keajaiban, setidaknya
untukku.
Gadis kecil
tengik, maksudku Soyeon kini menghampiri Soo bin, menarik lengan kakaknya itu
secara paksa. Aku melihat raut keterpaksaan dari wajah Soo bin, membuat ide
jahil muncul dalam pikiranku. Kini aku beranjak dari tempatku, menghampiri dua
gadis di depanku.
“ Suamimu telah
menunggu dari tadi, cepat temui dia.” Gadis belia di depanku membulatkan
matanya, aku hanya terkekeh pelan kemudian meninggalkannya yang masih sibuk
dengan keterkejutannya.
“ SOYEON!!! Kau
menceritakan semuanya?” dari kejauhan bisa kudengar suara teriakan Soo bin yang
penuh emosi. Hahaha… akhirnya ada juga yang membuatnya merasa malu.
******
Dengan antusias
aku menuruni anak-anak tangga, aku baru saja selesai mandi dan sekarang ingin
kembali ke ruang keluarga. Mataku menjelajah ke setiap sudut ruangan saat aku
tak menemukan sosok Tao diantara ketiga adikku. Bukankah sebelum aku ke kamar,
ia masih berada di sini? Apa dia sudah pulang?
Kulirik Soo bin
yang sedang sibuk dengan ponselnya, “ Dimana Tao?” anak itu, maksudku Soo bin
mendelik sesaat kemudian kembali berkutat pada ponselnya. Apa dia tak memiliki
ekspresi lain, ekspresinya begitu datar, bahkan saat berinteraksi dengan
kakaknya sendiri. Dasar tidak sopan!
“ Apa kau melihatnya
di sekitar sini?” aku mengembuskan nafasku berat, sembari menahan rasa kesal
pada makhluk tak berhati itu. Aku tadi bertanya padanya, lalu kenapa dia malah
balik bertanya?
“ Dia sudah
pulang?”
“ Kalau sudah
tahu jawabannya, kenapa masih bertanya sih?” tanganku mengepal erat, aku
benar-benar sangat emosi dengan anak ini. Hanya saja aku malas untuk
meluapkannya, karena meluapkan emosiku sama saja dengan melakukan tindakan
idiot. Aku tidak pernah menang melawan Soobin.
Aku membalikkan
tubuhku, lagipula untuk apa berlama-lama berada di tempat ini? Aku hanya akan
semakin naik darah kalau masih di sini. “ Sora onnie!” aku mendesah pelan
sambil membalik tubuhku.
Aku tak salah
dengarkan? Tadi Soo bin memanggilku kan? Tapi kenyataannya ia tidak bertindak
seperti habis memanggil orang lain, ia sama sekali tak menatapku. Ia masih
sibuk dengan ponselnya, sungguh tak beretika. Biar bagaimanapun aku ini
kakaknya, orang yang lebih tua darinya. Tidak bisakah dia bersikap lebih sopan
padaku?
“ Ada apa?”
desakku tak sabar. Setelah memanggilku dia malah diam, benar-benar membuatku
ingin mencekiknya. Baik…kalau memang kau tak mau bicara, aku akan benar-benar
pergi.
Aku berjalan
meninggalkannya, “ Onnie..” aku menghela nafas berat. Makhluk menyebalkan itu
kembali memanggilku, membuatku lagi-lagi berhenti di tempat. “ …. Apa kau
menyukai Tao oppa?”
“ Tentu tidak.
lagipula mana mungkin aku menyukai suami adikku sendiri.”
******
AUTHOR POV
Beberapa
bukul tebal karangan para pakar ekonomi, tengah terbuka lebar menjadi bahan
bacaan bagi Sora, Gyuri, dan Nayoung. Ketiganya begitu serius dengan buku
masing-masing, tak jarang salah satu diantara ketiga gadis itu mengetikkan
beberapa kalimat yang mereka anggap perlu pada laptop milik Nayoung yang
dibiarkan menyala dari tadi. Tidak ada yang berbicara, kecuali ada beberapa hal
yang mereka anggap kurang jelas dan perlu didiskusikan.
Merasa
cukup bosan dan pegal dengan posisi duduknya, Nayoung menegakkan duduknya
sambil meregangkan otot-otot lehernya yang mulai menegang. Kepalanya memiring
sejurus dengan memastikan penglihatannya, Bukankah itu Tao? Pikir gadis itu
dalam hatinya. Tapi tak lama, pandangan
gadis itu teralih dari sosok Tao, saat salah satu diantara dua temannya
berbicara.
“
Sepertinya begini sudah cukup. Bagaimana menurut kalian?” Nayoung mengangguki
pendapat Gyuri yang juga diamini oleh Sora. Ketiganya mulai membereskan serta
membawa buku-buku yang berserakan di atas meja.
******
Sora POV
Mataku
terus mengarah memandangi sosok Tao yang sedang memberesi barang-barangnya,
perbedaan auranya sangat bisa kurasakan. Dari tadi pagi, ia kelihatannya memang
sudah dalam kondisi yang kurang baik, tapi perubahan mood-nya kini semakin
buruk saat ia terpilih menjadi salah satu pengisi acara untuk pentas seni.
Memang
tadi ada beberapa orang dari organisasi
semacam organisasi kemahasiswaan datang ke kelas untuk mendata siapa saja yang
menjadi perwakilan kelas untuk acara itu. Dari kelas kami sudah diutus Hye Ah
dan teman-temannya, namun Park seosangnim malah menambahkan nama Tao di
dalamnya. Ia bilang Tao sangat berbakat dalam martial art, hingga akhirnya seisi kelaspun menyerukan nama Tao.
Mau tak mau Tao hanya bisa menerima apa yang sudah diputuskan bukan?
Tapi
sayangnya ia tak begitu senang dengan keputusan tersebut, melihat bagaimana
ekspresinya sekarang, begitu muram. Tapi kurasa ia seperti itu bukan karena ia
tak mampu, karena yang aku tahu ia sudah mendalami kung fu sejak kecil, jadi
tidak mungkin karena alasan itu kan?
Mataku
melebar, tiba-tiba saja aku menjentikkan jariku. Benar… tidak salah lagi! Tao,
ia seperti itu karena ia paling benci tampil di depan banyak orang. Saat
sekolah dasar dulu saja ia bahkan jarang mau berpartisipasi dalam kegiatan
lomba, itulah kenapa aku sering memanggilnya anak manja. Biasanya ia akan
melarikan diri saat salah satu guru menyuruhnya maju ke depan untuk pengambilan
nilai bernyanyi. Aku tidak tahu jelas alasan ia begitu, yang aku pikirkan
selama ini, dia hanya merasa tidak percaya diri untuk tampil di depan orang
banyak.
Aku
mengalihkan pandangan, refleks, saat ada merasa ada yang menyenggol tanganku, “
Kau tidak mau pulang?” Gyuri mengarahkan ibu jarinya ke pintu. Aku langsung
bergegas dan beranjak dari kursiku.
“
Kau melamun, apa ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Gyuri.
“
Annio,” Jawabku pelan. Aku sedang tidak berminat untuk bicara banyak, karena
sekarang ini mataku sedang mengekori sosok tinggi yang tengah berjalan keluar
dari ruangan ini.
“
Issh…kau ini tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Jelas…dia sedang memikirkan
Jongdae.”
“
Yak….”
“
Akui saja Kim Sora-ssi, kurasa bukan hal yang memalukan kalau kau
memikirkannya.” Aku mendengus kesal, benar-benar tak ingin memperpanjang urusan
dengan gadis itu.
******
Aku menatap heran kelima
gadis yang tengah melihatku dengan tatapan mengintrogasi, benar-benar
menjengkelkan. Aku tahu mereka ingin tahu, tapi bisakah tidak hari ini? Sunggu,
jika mereka menanyakannya pada lain waktu, aku akan menjawabnya. Tapi jika hari
ini, aku benar-benar sedang tidak berminat untuk membicarakan hal itu.
“ Aishh..jawab kami Sora! Apa
saja yang ia katakan saat mengirimu pesan tadi malam?” tanya Cheonsa tak
sabaran.
Baiklah, sepertinya jika aku
terus diam, mereka akan terus membrondongiku dengan pertanyaan yang
macam-macam. Tanganku bergerak merogoh sesuatu di dalam saku celanaku, setelah
itu menyodorkan benda itu ke atas meja. Seperti wartawan yang begitu haus akan
berita, dengan beringas mereka memperebutkan ponselku. Aigoo…sepertinya aku harus meminta ganti pada mereka kalau ponselku
rusak setelah ini.
Akhirnya ponselku jatuh pada
satu tangan, yaitu Hara. Seperti tak mempunyai kekuatan untuk merebut benda itu
dari Hara, tanpa banyak keributan, mereka mengerubungi Hara untuk melihat isi
pesan di ponselku. Aku hanya bisa diam sambil terus menghela napas pasrah, tak
ingin mengusik mereka yang begitu bising dengan berbagai ekspresi, seperti
bersorak , terkejut, dan heboh, yah…pokoknya ekspresi-ekspresi tidak terduga.
Memang semalam Jongdae
mengirimiku beberapa pesan, isinya tak lebih seperti apa kau sudah makan?, Belajarlah
dengan baik, fighting!, apa aku boleh menemuimu lagi? Yah…semacam itulah isi pesannya. Awalnya aku
tidak tahu siapa pengirim pesan-pesan menggelikan itu, tapi akhirnya ia
menyebutkan namanya, jadi terpaksa aku meladeninya dengan terus membalas pesan
darinya.
Rasanya seperti buah
simalakama, aku merasa serba salah. Jujur aku sangat terganggu dengan
pesan-pesannya, tapi di satu sisi aku merasa tidak enak kalau tidak
menaggapinya. Toh…waktu itu tepatnya saat ia datang ke kampus, aku sendiri yang
bersedia memberikan nomor ponselku padanya.
“ Kau ini bagaimana sih?
Kenapa balasanmu hanya ‘oh iya, terimakasih, tentu’? Apa kau tidak bisa
menjawabnya dengan lebih baik?” lagi-lagi aku mengerang, menahan kesal saat
Nayoung menyuarakan protesnya.
“ Memangnya aku harus
menjawab seperti apa?” gadis itu terlihat kesal dan sedikit frustasi, mungkin?
“ Ckk…percuma bicara
denganmu!” terserah apa katamu Cho Nayoung. Memang benar, percuma saja bicara
denganku, karena sampai kapanpun aku tidak akan mengerti apa yang kau katakan.
“ Siapa suruh bicara
denganku!” dumelku.
“ Keurae…lupakan
masalah pesan ini.Hmm…adakah diantara kalian yang merasa aneh dengan sikap Tao
hari ini? Tadi aku bertemu dengannya, entah perasaanku saja atau bagaimana, dia
terlihat begitu terburu-buru dan sangat gelisah. Apa ada masalah dengannya?”
perasaan kesal yang tadi menggelayuti batinku, kini terabaikan dengan rasa
penasaran yang timbul karena ucapan Ji Eun barusan.
“ Bukankah aneh memang jati
dirinya?” semua mata melirik Cheonsa tak terkecuali aku, merasa sedang
diperhatikan, gadis itu mengubah posisi duduknya.
“ Entahlah…di kelaspun dia
begitu diam. Meskipun biasanya ia memang tak banyak bicara, tapi biasanya ia
akan menoleh ke belakang untuk sekedar bercanda dengan kami. Tapi tadi dia
tidak seperti itu, kurasa dia sedang ada masalah.” Aku mengangguk pelan
menyetujui pemaparan Gyuri.
“ Benarkah?”
“ Heuh?”
Aku memutar bola mataku,
kemudian menatap mereka ragu. “ Apa kau tahu sesuatu tentangnya?” tanya Hara.
Menggaruk tengkuk belakang, hanya itu yang mampu ku lakukan saat pertanyaan
Hara meluncur, membuatku seperti orang tolol yang dipaksa mengerjakan soal
olimpiade matematika.
“ Ckk…sepertinya dia tidak
tahu apa-apa! Percuma saja bertanya dengannya!” aku menghela napas berat
sembari memupuk kesabaran yang mulai raib. Mendengar ucapan Nayoung barusan
benar-benar memompa aliran panas dalam darahku hingga ke suhu paling tinggi.
Aku tahu selain bermain dengannya semasa kecil, tidak ada lagi yang ku ketahui
tentang Tao. Tapi haruskah gadis itu mengungkapkan hal semacam itu? Benar-benar
membuatku merasa tidak berguna saja.
Setelah berpikir lama, aku
membuka mulutku “ Bukan seperti itu! Aku hanya tidak ingin mencampuri urusan
orang lain.”
Perubahan ekspresi dari
beberapa diantara mereka kontras terlihat, apalagi decakkan serta ulasan senyum
kecut dari salah satu dari lima yeoja ini. “ Setelah sekian lama berteman
dengannya, kau masih menganggap Huang Zitao sebagai orang lain? Huftt…kasihan
sekali dia,” Ungkap Cheonsa terkesan agak menyindir.
Aku merasa kesal tapi yang ia
katakan memang benar, menyadari hal itu membuatku berada dalam posisi gamang.
Aku ingin melemparkan pembelaan, tapi di satu sisi aku bingung, apa yang harus
aku bela? Bagian mana yang harus kukoreksi?
Aku menunduk lemas tak tahu
harus berbuat apa lagi, “ Yak! Jung Cheonsa! Haruskah kau bicara seperti itu?”
Terdengar suara Hara yang tengah menegur Cheonsa, jelas ia sedang berbicara
serius dengan gadis itu. Mamun, aku sama sekali tak berminat untuk menambahi
atau sekedar menimpalinya dengan opiniku saat yang lainnya mulai menyuarakan
suaranya menasihati Cheonsa.
~ TBC ~
Aku balik lagi!!!!
Senengnya….akhirnya bisa publish part 2-nya
juga. Menurut kalian gimana? Menarik gak? Perlu dilanjut gak?. Emang sih sejauh
ini belum ada konflik, tapi aku harap kalian tertarik dengan kelanjutannya yah…
Ok deh…itu aja. Terimakasih yang udah baca,
saran dan kritik kalian aku tunggu.
Thanks
GSB
Comments
Post a Comment