Way To Love #end (and my choice is....)



Author POV
Teen Top’s Dorm



“aniyaaaa. Kalian tidak boleh ikut!” Chunji berteriak sambil berusaha keluar dorm. Ia bergerak heboh melawan kelima namja yang dengan kompaknya membangun barikade tepat didepan pintu.


“kalau kami tak boleh ikut, kau tak boleh keluar” seru Ricky. Namja itu bersandar dipintu sambil mengeluarkan ekspresi angkuh. Bodoh! Dia pikir itu berguna?



“heh! Berpikirlah! Kalian semua bisa dimarahi habis-habisan oleh Manager Ahn”
“heh bodoh! Kau yang berpikir! Bersama atau tanpa kami, kau tetap akan kena marah” ujar si maknae kurang ajar, sukses membuat rahangku mengeras. Sial! Kenapa semakin hari tingkahnya semakin melunjak saja?


“setidaknya, kalau kita kena marah, kita akan kena marah bersama” tambah Niel.
“beruntung jika hanya kena marah, bagaimana kalau kita semua dikeluarkan dari Teen Top?”
“kalau begitu, buat saja grup baru. New Teen Top, eotte?” sahut L.Joe enteng. Aigooo…… apa ia pikir semudah itu? Ah.. terserah. Walaupun dalam hati Chunji sedikit banyak menyetujui ucapan mereka, namja itu tetap tidak mau. Sejenak ia terdiam, memikirkan cara untuk membuat orang-orang mengganggu didepannya menyingkir. Hingga………….


“baiklah! Aku tidak jadi pergi! Ini kan yang kalian inginkan?”
“tch… ya sudah! Tidak usah pergi” balas Ricky ketus.


Dengan acting yang meyakinkan, pria itu berjalan malas ke kursi disamping jendela, memelantingkan tubuh dengan ekspresi pasrah lalu………


“Aigoo………  lihat noona itu! neomo yeoppoda!”  serunya sambil mengubah posisi secepat kilat. Melongokkan badan dijendela dengan raut terpukau yang sangat meyakinkan. Benar-benar sukses membuat barikade didepan pintu berhamburan ke jendela. Bagus!


Tanpa membuang waktu, Chunji segera menarik koper menyedihkannya ~setengah terbuka dan nyaris kosong~ lalu berlari keluar dorm secepat yang ia bisa.


“dimana hyung?”
“mana noona-nya? Ya Hyung! Kau bo…………… YAAA!!! Chunji hyung kabur!” seru Changjo. Dengan cekatan, namja itu menarik kaus C.A.P yang tengah berdiri disampingnya lalu berlari keluar dorm.


“ish! Kita dibohongi!” Niel lekas berlari, disusul oleh L.joe dan Ricky yang masih berdebat didepan jendela. “Pabo gateun! Kenapa kau percaya?” Umpat L.joe sambil mendorong dahi namja didepannya tanpa  dosa lalu keluar menyusul yang lain.


“Ya! Kau juga percaya ya!” balas Ricky kemudian ikut berlari tak mau kalah.


Adegan kejar-kejaran berlanjut hingga ke area parkir. Karena kesusahan membawa koper, Chunji akhirnya kalah cepat dan dengan berat hati membiarkan kelima manusia rusuh itu masuk kedalam Van-nya.



…………..



Chunji POV
In Van



Sekarang, semuanya sudah duduk manis didalam van. Aku tak mungkin mengusir mereka turun. Bukan karena kasihan, tapi….. mengusir kelima orang itu pasti akan membuang banyak waktuku. Aku tak boleh membuang waktu lagi. Sambil menghela nafas, aku menoleh ke belakang “dengar! Satu-satunya tujuanku ke Daegu adalah Yoo Hyun. Aku ingin mencari dan mendapatkannya kembali. Ini serius. Bukan untuk berlibur. Jadi…. Kalau kalian tetap bersikeras untuk ikut, jangan merepotkanku. Arasseo?”


“arasseooooooooooo” jawab mereka kompak. Dengan ekspresi bahagia dan kepalan tangan yang diangkat. Berlebihan. Lagi-lagi aku menghela nafas, kali ini sambil membenarkan posisi duduk dan menyalakan mesin mobil.



Yoo Hyun POV
Daegu



“Sung Won~a…… kenapa sikapmu menjadi dingin begini?”
“benarkah? Mungkin karena cuaca yang dingin” pria itu bicara tanpa ekspresi lalu menoleh dan tersenyum tipis kearahku. Sial. Park Sung Won…… apa ini karenaku? Mianhae.


“apa aku masih bisa merubah jawabanku?”
“jangan menjadi gadis plin-plan. Aku memang mencintaimu tapi……. kalau kau mencintai orang lain, apa boleh buat?”


“kau bisa membuatku berbalik arah dan mulai mencintaimu mungkin”
“menurutmu itu mungkin?”
“tentu saja”
“sayangnya menurutku tidak. Bagaimana jika pria Seoul itu kembali? Mungkinkah kau mengabaikannya? Mungkinkah kau tetap bersedia bertahan disampingku?” Sung Won menatapku lekat, dengan mata berkaca-kaca yang sukses membuat hatiku terhunus mengerikan. Sung Won~a…………. kenapa bicara begitu? Kenapa? Kau tau tidak, akibat perkataanmu aku malah berpikir untuk mati. Sudah berapa kali aku berpikir untuk mati? Ya… begitulah. Jika disuruh memilih antara melupakannya atau mati, I’d rather to die. Sedalam itukah? Tidak! lebih dari itu! Aku tak pernah berpikir kedatanganku ke Seoul malah akan membuatku menjadi bodoh begini. Bukankah cinta itu adalah bagaimana seseorang menjadi bodoh bersama? Tapi…. kenapa aku malah menjadi bodoh sendiri?


“tidak bisa menjawab kan?” Sung Won tersenyum, menarik nafas lalu mengalihkan tatapannya jauh ke depan. Ke sekumpulan burung yang terbang bergerombol. Bisakah aku disihir menjadi burung? Sepertinya menyenangkan.


“dia tak mungkin menyusulku. Dia pengecut” gumamku, cukup keras untuk didengar Sung Won.
“ya.. kau cela dia dimulutmu tapi kau agungkan dia seperti orang gila dihatimu”
“Sung Won! Tidak begitu!”
“kurasa lebih baik aku mencari gadis lain saja……. Atau tidak, lebih baik aku menunggumu saja. Setidaknya, sampai kau mulai bisa menatapku kembali. Menatapku sebagai seorang pria yang berhak kau cinta. Bukan sekedar teman” nafasku langsung tercekat mendengarnya. Pria itu bicara tanpa cela dan terdengar begitu tenang.  Dia bilang apa tadi? menungguku? Ya Tuhan, sampai kapan? Entah bagaimana, kakiku langsung lemas. Mataku menjadi perih dan dadaku sesak. Seolah ada malaikat pencabut nyawa yang sudah mengayunkan kapaknya disampingku.


“aku pusing. Kurasa aku harus pulang” ujarku serak. Mendadak kehilangan konsentrasi untuk sekedar mengatur pita suara. Ish.. Yoon Yoo Hyun! Kau sudah sangat jauh dari Seoul, kenapa masih begini juga? kenapa masih merasa sakit juga?


“baiklah. Aku temani”
“Tidak. Rumah halmeoni disana, aku tinggal jalan sedikit. Demi Tuhan aku akan baik-baik saja”
“jalanannya licin dan kau tidak terlihat baik. Kali ini jangan membantahku!”
“aku tidak apa-apa. Sungguh. Aku bisa. Aku bisa sendiri”
“baiklah”
“kalau begitu, aku duluan. Sampai jumpa” ucapku sambil tersenyum, lalu segera berbalik didetik selanjutnya.



Namun, begitu aku mulai melangkah “Yoo Hyun” Sung Won memanggil dan secara refleks aku berhenti. “pria Seoulmu pasti akan datang. Entah kenapa aku yakin itu. Bukankah cerita roman selalu begitu?” rasanya aku ingin berbalik dan meneriakinya. Dia bodoh atau apa? Ini hidupku! Bukan kisah roman. Bukankah biasanya kehidupan nyata jarang yang berakhir manis?


“aku tak berharap banyak” ujarku pelan dan pastinya takkan terdengar. Kemudian, tanpa berniat membuang waktu lebih lama, kuayunkan langkah menjauh. Pulang ke rumah dan segera membuat teh hangat. Ya.. pasti itu akan membuatku lebih tenang. Akan membuat otakku yang dingin menjadi lebih hangat.



Chunji POV



Akhirnya, 6 jam melelahkanpun berakhir. 6 jam bergulat dengan jalanan panjang yang tertutup salju tipis. Ya.. jalanannya memang lancar, tapi aku tetap harus berhati-hati agar van ini tidak tergelincir dijalanan yang licin. Kemampuan menyetirku memang belum bisa disebut sangat baik, tapi melihat medan yang barusan kulewati, seharusnya aku mendapatkan penghargaan. Iya kan? Bayangkan saja! Tulangku hampir remuk karena diam diposisi yang sama selama berjam-jam. Menahan kantuk dan rasa sakit yang mencengkram kepalaku. 6 jam penuh harus memperhatikan jalan dan berkonsentrasi. 6 jam nyaris tanpa pemberhentian. Nyaris? Sialnya begitu. Changjo bodoh memintaku berhenti untuk membeli makan, katanya dia baru bangun tidur dan belum sempat makan sejak tadi pagi. Lalu, apa urusanku? Itu salahnya kan? Namun, berhubung aku masih punya hati dan masih mau mendengar (yang benar saja! Aku nyaris tuli mendengar rintihan empat orang lain yang ikut-ikut meracau bilang kelaparan) akhirnya mau tak mau aku berhenti, membeli makanan lalu meneruskan perjalanan. Hanya sebentar, karena dengan baik hatinya C.A.P hyung menggantikanku menyetir. Yah….. setidaknya leader itu ada gunanya juga. Lebih baik daripada empat orang di belakang yang bukannya diam, malah bernyanyi lagu tamasya dengan riang. SIAPA YANG MAU TAMASYA, HUH?!!!???


Dan sekarang, aku sudah mengambil alih kemudi lagi. Ya… seperti yang kubilang tadi, 6 jam berlalu dan sekarang kami sudah sampai di Daegu.! Aku hanya harus mencari Yoo Hyun.


“jadi kita menginap di rumah Yoo Hyun?” pertanyaan Niel memenuhi van yang saat ini sedang lengang. Merujuk pada juru rusuh yang telah jatuh ke dalam dunia mimpi (Ricky).


“kalau aku tau dimana rumahnya, aku juga akan kesana”
“APA? Kalau kau tau? Itu berarti kau tidak tau?” dengan cepat, L.joe menyembulkan kepalanya ke depan, keantara kursi yang kududuki dan kursi penumpang yang diduduki C.A.P hyung, ia memperhatikanku dari samping dengan ekspresi tak percaya.


“menurutmu bagaimana bisa aku mengetahui tempat tinggalnya di Daegu huh? Aku belum pernah kesini” balasku sinis, sambil mendorong kepalanya kebelakang dengan sebelah tangan.


“YAA!!! PABO! Jadi, bagaimana kalau kita tak menemukan Yoo Hyun? Ah! Kau benar-benar menyusahkan! Harusnya kalau mau melakukan sesuatu itu dipikir dulu! Jangan…..”


“heh….. memangnya siapa yang menyuruhmu ikut huh? Sudah kubilang dari awal, aku ingin pergi sendiri” aku balas membentak, menyela ucapan L.Joe yang terlampau berhasil membuat darahku mendidih. Jika bisa, aku benar-benar ingin melemparnya keluar. Ah.. tidak. Lebih dari itu. Aku ingin menendangnya ke neraka.


“berisik. Jadi…… bagaimana sekarang?” suara serak terdengar dari belakang. Kursi paling belakang van ini.


“Ricky~a…. sejak kapan kau bangun?” seru Changjo yang anehnya duduk bersebelahan dengannya. Bagaimana bisa ia tak tau?


“sejak kalian saling berteriak satu sama lain. Sudahlah, sekarang bagaimana? kenapa kalian semua kekanakan sekali huh? Lebih baik kita cari jalan keluarnya” ujarnya sok bijak. Yah…. Begitulah kalau manusia aneh baru bangun. Biasanya otak dan kelakuan tidak sejalan.


Sambil menyetir, otakku berputar mencari jalan keluar. Hingga akhirnya,……


“ige… ige….. cari lewat GPS” dengan sedikit terburu-buru aku mengambil ponsel disaku kemejaku, lalu mengarahkannya kebelakang. “aku! Aku  saja! Aku saja!” suara melengking khas bocah 5 tahun terdengar bersamaan dengan diambilnya ponselku. Tak harus menjadi jenius untuk mengetahui situasi dibelakang. Tanpa harus melihat spion tengahpun aku sudah bisa membayangkan. Ya.. ketika Niel atau L.Joe hendak mengambilnya, Ricky dengan gaya rusuh andalannya merangsek ke kursi tengah dan mengambil ponselku. Kemudian setelahnya,…… dia akan bersikap sok tau lalu akhirnya salah dan digantikan orang lain. Benar! Aku sudah hapal benar!


“bagaimana caranya hyung?” teriak manusia rusuh itu. Lihat! Aku benar kan?
“masukkan alamat e-mail Yoo Hyun dulu” dengan sabarnya Changjo memberitau.
“aku sudah menyimpan e-mailnya di note! Coba buka note-nya dulu!” seruku.
“bagaimana caranya hyung?” Ricky kembali berteriak
“YAYAYAYA!!!! Berikan pada yang lain!” teriakku frustasi dan dengan cekatan, Changjo mengambil alih.
“kau punya fotonya kan? Coba tanyakan ke jalan-jalan” usul C.A.P hyung.
“memangnya kau pikir Daegu sekecil apa, hyung? Lagipula Yoo Hyun bukan orang hilang”
“lokasi Yoo Hyun dan kita terletak di titik yang sama. Kurasa benar apa kata C.A.P hyung, lebih baik kau tanyakan ke jalan-jalan. Atau tidak……”


“kau tau nama keluarganya? Tanyakan pada orang disekitar sini” sahut Niel, menyambung ucapan Changjo yang masih serius menatap ponsel. Sedangkan Ricky dan L.Joe malah bermain gunting kertas batu dibelakang. Benar-benar tak mengerti situasi. Kenapa malah bermain disaat seperti ini?


“KYAAAA……… Aku menang! L.Joe~a sana keluar! Chunji hyung, biar L.joe saja yang keliling menanyakan Yoo Hyun” seru Ricky tiba-tiba, sejurus dengan ekspresi L.Joe yang mendadak muram. Oh.. jadi ini maksud permainan mereka.


“Katakan saja kediaman keluarga Yoon! Kalau tidak salah keluarga besar Gil Dong, atau Gi Dong? Atau Gae Dong? Yah… pokoknya begitulah. Tanyakan saja semuanya. Fotonya ada diponselku”


“Ricky~a….. kau ikut! Cepat temani L.Joe!” C.A.P hyung memberikan interuksi.
“yaa….. andwae! Niel hyung saja! Kalau aku juga ikut, apa gunanya aku menang coba?”
“heh! Kalau leader sudah bicara, tak ada yang boleh membantah” sahut L.joe penuh kemenangan. Tanpa hati nurani, namja itu menarik rambut Ricky lalu memaksanya keluar. Dibantu oleh Changjo yang mendorong-dorongnya kedepan. Sukses membuat fake maknae itu meronta seperti anak kecil. Aish….. bisakah mereka tenang sedikit? Suasana didalam van saat ini benar-benar gaduh. Seperti pasar tradisional yang sedang kebakaran, bisa dibayangkan? “YA! Berisik! Cepat keluar” bentakku. Serentak membuat seisi van hening. Dan dalam waktu singkat, namja pemilik kerusuhan itu melesat keluar.



…………………………………………………..



Yoo Hyun POV



“Jung Ha~ya….. aku mau ke halaman dulu. Tolong katakan pada halmeoni dan harabeoji jika mereka mencariku” ucapku sambil menatap cermin dan mengeratkan syal musim dingin yang sebelumnya sudah tersampir longgar disekitar leher. Aku menatap pantulan bayanganku yang menyedihkan, lalu beralih ke pantulan bayangan saudara sepupuku yang sedang mengamatiku sambil bersandar di dinding.


“mau ke makam oppa?” tanyanya
“iya”
“boleh ikut?”
“jangan! Aku ingin sendiri. Nanti setelahnya, aku akan menemanimu jika kau mau”
“baiklah. Kalau begitu kirimkan saja salamku untuknya. Katakan aku mencintainya” Jung Ha tersenyum manis.


“pasti” aku balas tersenyum. Setelah puas bercermin, aku meraih bunga-bungaan didekat meja, lalu beranjak keluar kamar.


“eh.. Jung Ha!” aku berbalik, bersamaan dengan Jung Ha yang hampir saja menutup pintu kamar. Ia menahan tangannya lalu menatapku seolah berkata ‘apa?’


“kalau ada tamu, kau harus pastikan dulu kalau kau mengenalnya. Baru boleh dibukakan! Arasseo?”
“aku sudah 17 tahun, eonnie!” rengeknya
“tetap saja kau masih kecil”



……………………………………………………..



Author POV



Chunji dan yang lainnya mengikuti L.Joe dan Ricky yang tanpa permisi masuk ke pekarangan rumah orang. Pintu gerbang kayu yang bertugas menjaga rumah itu agar tidak dimasuki orang asing telah terbuka setengahnya.


“aku yakin Yoo Hyun tinggal disini” ujar L.joe. Pria itu berjalan dari jendela satu ke jendela lain, mencoba mengintip dari celah-celahnya.


“jinjja yo? Besar sekali! Kita bisa menginap disini! Tak perlu menyewa hotel” Niel menoleh. Lalu menatap Chunji yang masih tak bersuara.


“iya kalau benar. Bagaimana jika salah?” ujar Chunji lesu.
“tidak salah lagi. Semua orang yang kutanya menunjuk rumah ini kok” jawab Ricky dengan ekspresi kelewat yakin.


“ya sudah sekarang ketuk pintunya cepat” suruh C.A.P.


Akhirnya, Chunji berjalan menuju pintu masuk lalu mengetuknya sambil berharap. 7 ketukan tanpa jawaban, keenam namja itu sudah mulai menunjukkan raut pasrah. “sepertinya tidak ada orang” Changjo berkomentar, dan langsung saja disetujui oleh anggukan yang lain. “kau yakin Yoo Hyun di Daegu?” tanya Changjo lagi. Pria yang ditanya langsung menatap pria itu dengan tatapan tersadis yang dia punya. Bodoh! Dia tak mungkin nekat kesini jika belum yakin. Pertanyaan idiot.


“sudahlah! Kembali ke Van! Sudah mulai gelap. Kita harus mencari penginapan” daripada menjawab pertanyaan Changjo, Chunji lebih memilih memberi arahan pada yang lain sambil berbalik. Namun,…… disaat keputus asaan mereka sudah mencapai klimaks, tiba-tiba saja pintu terbuka dengan perlahan. Menampakkan sesosok gadis muda dengan mata yang nyaris menutup, rambut berantakan dan muka bantal yang terlalu jelas menggambarkan bahwa sebelumnya ia tengah dikuasai alam bawah sadar yang menyenangkan.


“kalian? Barusan mengetuk?” ujar gadis itu langsung. Berharap gerombolan namja yang baru saja membalik badan kembali dengan raut kaget itu segera menjawab dan tidak terus-menerus menampilkan ekspresi yang sama.


“kau mati didalam? Kami sudah mengetuk berkali-kali kenapa baru dibuka sekarang?” maknae gila bersuara dan dengan kompaknya lima namja lain membekap mulut pria itu dengan sigap. C.A.P dan Niel menahannya dibelakang sedangkan Chunji segera mendekat kearah gadis itu.


“eum…. Permisi! Kami kesini ingin mencari…………………..”
“TEEN TOP! KALIAN TEEN TOP KAN? BENAR KAN? MENCARI EONNIE YA? IYA KAN?” Tiba-tiba saja gadis itu berteriak keras, seiring dengan matanya yang mulai dapat berfungsi normal. Ia kembali berteriak histeris sambil menyebutkan member-membernya satu persatu, menjabat tangannya dengan heboh lalu berteriak-teriak lagi memanggil eonni-nya.


“eomeo! Kau mengenalku?” ujar Ricky tak percaya. Matanya berbinar penuh haru dengan raut senang yang berlebihan.


“tentu saja! Yoo Chang Hyun kan? Teen top Ricky! Yang terus menerus mengatakan bahwa dirinya adalah maknae. Maknae palsu itu kan?” gadis itu tetap berbicara dengan ceria, tidak cukup mengerti bahwa pria yang sedang ia bicarakan langsung terhenyak dan tidak berekspresi. Tak pelak mengundang tawa lepas dari kelima namja lain yang mendengarnya.


“heh! Tunggu dulu! Memangnya siapa nama eonniemu?” Changjo kembali bicara dengan sinis. Aish….. dia kenapa sebenarnya?


“Changjo~ya….. kau kenapa sih?” bisik Niel
“dia berisik sekali hyung! Aku pusing” adu Changjo
“Yoo Hyun eonnie kan?”
“iya! Dimana dia sekarang? bisakah aku menemuinya?” tanya Chunji, langsung begitu mendengar nama Yoo Hyun disebut.


“YOO HYUN EON…………… eh… aku lupa! Dia sedang pergi ke makam oppa-nya”
“makam? Yang benar saja! Ini sudah nyaris gelap” Chunji segera mengecek arlojinya dengan khawatir.
“makamnya ada dihalaman belakang kok! Kau bisa langsung ke belakang lewat sana” gadis itu menunjuk jalan kecil tepat disamping rumahnya, sebuah jalan setapak yang sudah tertutup salju.


“ah.. gamsahamnida” Chunji merasa benar-benar lega begitu melihat jalan yang ditunjukkan gadis itu. Dibayangannya, jalan setapak itu sudah ibarat jalan penuh cahaya yang menghubungkannya ke surga. Tanpa buang waktu, Chunji segera berjalan melewati jalan itu. Membiarkan dadanya berdetak diluar kendali. Bukan hanya dibiarkan, bahkan pria itu juga mencoba untuk menikmatinya. Perasaan tidak biasa yang selalu timbul saat hendak bertemu Yoo Hyun.


“eum….. kalian mau masuk?”
“bolehkah?” tanya C.A.P langsung.
“tentu saja!” jawab gadis itu bersemangat. Bagaimana tidak? didepannya ada 5 orang namja dari sebuah grup idola paling dielu-elukan saat ini.


“eh.. Hyung! Kita harus membeli keperluan dulu! Baju? Kita tak bawa sama sekali kan?”
“tadi Chunji hyung bawa koper kok” ujar Niel
“iya! Dia bawa koper tapi tak ada isinya!” Changjo menjawab sambil berkacak pinggang dengan ekspresi seolah dia tahu semua hal didunia.


“jinjja?”
“lihat saja sendiri! Tadi bajunya berserakan disepanjang lorong dorm! Ritsleting kopernya tidak ditutup” Changjo kembali berkoar, masih dengan ekspresi yang sama.


“coba periksa dulu!” L.Joe melirik Niel dan C.A.P yang terlihat sama tidak yakinnya dengannya.
“aish! Tidak percaya sekali sih! Tadi aku duduk dibelakang dan iseng membuka kopernya. Isinya Cuma satu baju warna hitam gambar tengkorak. Kau ingat baju Manager Ahn yang ketinggalan di dorm? Itu bajunya! Cuma ada itu saja! Kalian mau berbagi satu kaus untuk berenam dimusim dingin huh?”


“ini yang disebut maknae?” dengan suara pelan, gadis yang masih setia berdiri disamping pintu masuk berbicara. Melirik Changjo sinis lalu mendengus.


“Ya! Aku tidak bicara padamu! Ayo hyung, beli baju sekarang!”
“ah.. Changjo~a…. sopan sedikit. Gadis ini yang punya rumah, jika dia marah, kita mau tidur dimana huh?” bisik C.A.P.


“eum….. daritadi kita berbincang tapi aku tak tau namamu! Bolehkah aku tau?” Ricky yang berjarak paling dekat dengan gadis itu segera mengulurkan tangannya. “Jung Ha imnida. Aku saudara sepupunya Yoo Hyun eonnie”


“oh.. begitu! hmmm…. Jung Ha~ya… bolehkah malam ini kami menginap? Sebentar lagi gelap dan kami belum mencari hotel” Tanpa berpikir, Jung Ha segera mengangguk sambil tersenyum cerah. Dipikirannya, ia sama sekali tak merasa bersalah. Toh, kata eonnie-nya tadi, ia hanya boleh membukakan pintu untuk orang yang ia kenal. Dan ia memang sudah mengenal namja-namja itu dari tv. “mana mungkin aku tidak mengizinkan?”


“eomeona….. gamsahamnida…! Gamsahamnida”
“neomu neomu neomu kamsahamnida Jung Ha~ya….” Niel, C.A.P, L.joe dan Ricky langsung membungkuk-bungkuk sambil melontarkan ungkapan terima kasih silih berganti. “ayo hyung! Kita harus membeli keperluan” tanpa basa-basi, Changjo berbalik dan berjalan menuju van.


“kenapa sih orang itu?” bibir Jung Ha mulai mengerucut.
“dia memang maknae yang penuh emosi. Tolong maafkan dia”
“iya! Tenang saja. Kalian pergilah, aku akan menyiapkan kamar untuk kalian”



………………………….



Yoo Hyun POV



Aku menatap gundukan kecil dibawah pohon, tempat dimana abu oppa-ku dikebumikan. Keluargaku memang sengaja menguburkan abu pembakaran jasad oppa disini,  di halaman belakang rumah. Ya Tuhan! Mataku menjadi perih lagi. Sambil berjongkok, aku mengambil setangkai mawar dari rangkaian bunga yang kuapit dilengan, lalu meletakkannya dengan perlahan diatas gundukan itu. Tanpa terasa, air mataku kembali berjatuhan tanpa kontrol. “oppa…… aku merindukanmu”


“Jung Ha juga. Dia bilang dia mencintai oppa. Tadinya dia juga mau ikut, tapi aku tak izinkan” aku terdiam sebentar, mengumpulkan nafasku yang tiba-tiba saja terasa sesak.


“aku kesini mau bercerita” ucapku sedikit tertahan.
“oppa……. ada seorang pria” aku tersenyum, mengingat wajah orang yang kumaksud. “Dia mirip sekali denganmu. Dia menyebalkan tapi aku sangat mencintainya. Persis sekali kan denganmu? Kau menyebalkan tapi aku mencintaimu. Dia juga memakai parfum yang sama denganmu. Campuran aroma lemon dan bunga zaitun” aku terus menerus bicara sambil menggerakkan sebelah tanganku disaku mantel, mengambil parfum lalu menuangkannya sedikit demi sedikit di makam oppa.


“Dia manis. Dia lucu. Dia menyenangkan. Pokoknya aku benar-benar menyukainya. Oppa, kau harus melihatnya! Dia member idol grup terkenal. Dia benar-benar keren dan digilai banyak gadis” aku tersenyum dengan uraian air mata, merasa senang dan sedih disaat yang bersamaan. “Tapi….. bedanya dia tak bisa menjagaku dengan baik, dia tak bisa menjagaku sebagaimana kau menjagaku. Dia mengambil hatiku, berjanji merawatnya tapi pada akhirnya dikembalikan lagi padaku dalam keadaan terluka. Kau harus menghukumnya. Adikmu satu-satunya dibuat terluka oleh seorang pria” raut wajahku saat ini sangatlah serius, seolah didepanku sekarang benar-benar ada seorang lawan bicara. Padahal nyatanya, aku hanya bicara pada tanah.


“Oppa tau? Sung Won memintaku menjadi kekasihnya” aku menghapus air mataku kasar lalu kembali menatap makam oppa. “dan kau tau apa jawabanku?...........  Aku menolaknya” aku mengalihkan tatapanku kearah lain dengan nanar. Tersenyum melihat cahaya senja yang benar-benar indah, menarik nafas lalu bicara dengan lirih “aku sudah sangat berubah ya? Kenapa aku tidak menerimanya saja saat itu? kenapa aku malah memilih mempertahankan seseorang yang jelas-jelas tidak mencoba mempertahanku?” aku kembali mengatupkan mulut dan membiarkan rasa dingin menyelimutiku. Dengan telaten, aku mencabut rumput liar disekitar makam dan menyingkirkan bebatuan disekitarnya. “aku kedinginan. Bisakah peluk aku oppa?” ucapku, bicara sendirian seperti orang gila.


“huft…… aku benar-benar merindukannya. Bisakah kau beritau pria itu aku sedang sangat merindukannya? Suruh dia kesini dan menggantikanmu memelukku. Bisa tidak, oppa?”


“Hyun~a”



Author POV



“huft…… aku benar-benar merindukannya. Bisakah kau beritau pria itu aku sedang sangat merindukannya? Suruh dia kesini dan menggantikanmu memelukku. Bisa tidak, oppa?”


“Hyun~a” tepat setelah Yoo Hyun menyelesaikan ucapannya, seseorang memanggil. Berhasil membuat gadis itu terdiam dengan jantung yang berhenti berdetak. Ia bisa merasakan otot-otot tubuhnya mulai melemah dan membuatnya tak mampu melakukan apapun, termasuk menoleh.


Dengan kekuatan yang tersisa sedikit, Yoo Hyun memutar kepalanya sambil memejamkan mata. Dan…… “Channie~ya?” Mata Yoo Hyun terbelalak. Pria yang sebelumnya ia bicarakan kini tengah berdiri tak jauh dari hadapannya. Chunji langsung tersenyum lega dan berlari menghampiri Yoo Hyun yang masih syok.


“bagaimana bisa kau kesini?”
“hei.... sudah gelap! Ayo masuk kedalam” bukannya menjawab, Chunji malah langsung mengulurkan tangannya tepat didepan gadis itu. Yoo Hyun tidak langsung menerimanya, ia mengalihkan tatapannya ke wajah namja itu lalu mendorong tangannya menjauh. “mau apa kesini?” tanyanya sinis.


“apa lagi? Menemuimu dan minta maaf”
“minta maaf untuk apa?”
“semuanya. Kurasa kesalahanku terlalu banyak. Hmm…. Begini! Jika kau mau memaafkanku, aku berjanji akan memperbaiki semuanya. Aku berjanji akan menjagamu dengan baik. Aku berjanji tak akan melukai perasaanmu lagi. Aku berjanji………….”


“CUKUP” pekik Yoo Hyun tak tahan. “jangan membuat janji yang belum tentu bisa kau tepati. Kenapa berjanji terus sih? Kau harus belajar dari pengalaman. Setiap kau berjanji ujung-ujungnya pasti akan membuatku…………….. ah sial” Yoo Hyun kehabisan kata dan segera beranjak pergi. Namun belum sempat gadis itu melangkah lebih jauh, Chunji mencekal lengannya. Meraih pergelangan gadis itu dan menguncinya tetap disana. Ekspresi lelah tampak dari keduanya. Yoo Hyun meronta sambil memanggil-manggil Jung Ha dengan kencang, sementara Chunji malah diam dan hanya memperkuat genggamannya saja.


“aku merindukanmu. Bisa diam sebentar?” ujar Chunji. Terlalu pelan dan terdengar menyakitkan. Cukup untuk membuat semua perlawanan Yoo Hyun terhenti. Ia memandangi pria itu, dengan tatapan yang sama sakitnya. “bogoshipo. Jeongmal bogoshipo” tak bisa berpura-pura kuat lagi, Yoo Hyun akhirnya mengatakan apa yang dari tadi diteriakkan hatinya. “kenapa lama sekali?” lanjutnya sambil menangis.


“maaf. Maafkan aku. Maaf” Chunji tak tau kata apa lagi yang harus ia bilang selain ‘maaf’. Ia juga tak tau harus berbuat apa. Maksudnya,…. Untuk sekedar memelukpun ia tak punya cukup keberanian.


“aku merindukanmu”
“aku tau. Aku tau. Aku juga merindukanmu”
“bolehkan aku………… tch” Yoo Hyun yang sebelumnya mau minta izin untuk memeluk, akhirnya memutuskan untuk melakukannya langsung. Ia memeluk pria itu dan menenggelamkan kepala didadanya. Sukses membuat Chunji sedikit tersentak ke belakang. Namja itu tak bergerak, ia masih terlalu takut untuk balik melingkarkan tangannya di tubuh Yoo Hyun. Pikirannya terus menerus menyudutkannya, saat ini ia merasa seolah semua benda-benda disekitarnya tengah menghujatnya dan memanggilnya ‘namja pengecut’. Chunji tak sepenuhnya menolak, ia memang merasa seperti seorang pecundang. Sebagai seorang pria, harusnya ia berani memperkenalkan Yoo Hyun dihadapan media. Bukan dengan egoisnya menahan yeoja itu tetap disampingnya tapi mengaku tak kenal dihadapan banyak orang.


“Hyun~a! sudah gelap. Kita masuk sekarang, ya?” Perlahan Yoo Hyun menjauhkan tubuhnya, lalu mendongak menatap Chunji yang tampak lelah.


“baik”



……………..



Di teras belakang, Jung Ha sedang membolak-balik majalah saat pintu belakang terbuka. Yoo Hyun dan Chunji segera masuk sambil meniup-niup tangannya. “mau diambilkan selimut?” Jung Ha lekas berdiri dan menutup majalahnya.


“boleh. Tolong ya” jawab Yoo Hyun sambil menutup pintu. Sementara Chunji sudah duduk di tepi beranda kayu. “dimana yang lain?”


“siapa?” Yoo Hyun menatap Chunji tak mengerti lalu duduk disebelahnya.
“eh? Apa aku belum bilang? Aku kesini bersama semua member”
“yang benar?” seru gadis itu tak percaya.
“benar. Tapi mereka sedang keluar, katanya membeli keperluan. Entahlah, tadi aku hanya mendengar kata baju” jawab Jung Ha, ia baru saja keluar dengan setumpuk selimut dan langsung masuk ke dalam percakapan. Jung Ha meletakkan selimut itu ditengah-tengah Chunji dan Yoo Hyun lalu duduk bersila dibelakangnya. “aku boleh duduk disini kan? Aku tidak mengganggu kok” Yoo Hyun mengangguk, lalu melebarkan selimut itu hingga ketiganya bisa memasukkan kaki dan tangan disana.


“aku tau musim dingin di Daegu memang tidak sedingin ditempat-tempat lain, tapi…. apakah kau tidak bisa memakai baju yang lebih tebal sedikit? Kenapa malah memakai kemeja?”


“iya, teman-temanmu yang lain juga hanya memakai baju lengan pendek. Apa tidak dingin?” Jung Ha menimpali. “semuanya serba mendadak. Tidak ada persiapan sama sekali” jawab Chunji, tak ingin memberi penjelasan lebih jauh.


“Jung Ha, harabeoji dan halmeoni sudah pulang?”
“Mereka tidak pulang malam ini. Menginap dirumah bibi mungkin”
“Begitu ya? Eung….. hei… kau berani mengambilkan baju hangat kakek tidak?”
“ah.. eonnie! Shireo. Kakek bisa menggantungku di pohon jika tau aku menyentuh barangnya” jawab Jung Ha ngeri.


“sudahlah. Aku tidak apa-apa” ujar Chunji tak enak.
“tapi…………” belum sempat Yoo Hyun bicara lebih, suara nada deringnya yang baru menginterupsi.
“hei….kau mengganti nada deringnya” racau satu-satunya pria ditempat itu. Ia mendecak tak suka sambil terus-menerus menatap Yoo Hyun yang tampak bangga. “aku angkat telfonnya dulu. Kalian berdua, berbincanglah” ujar gadis itu dengan ekspresi senang.


“ada apa sih? Memangnya nada dering sebelumnya bagaimana?” Jung Ha yang tak mengerti apa-apa akhirnya bertanya.


“lupakan. Eum… namamu Jung Ha ya?”
“iya. Dan kau…… the power of Voice, Teen Top Chunji. Ia kan?” Namja yang baru ia sebutkan namanya itu langsung girang bukan main. “benar. Benar. Kau benar. Ternyata kau jauh lebih pintar dari sepupumu itu ya? Geunde, sejak kapan kau suka Teen Top?”


“sejak Yoo Hyun eonnie memiliki skandal denganmu. Aku baru tau saat itu” dalam sekejap, raut wajah Chunji berubah. “tau tidak? semua orang disekolahku mengirimkan salam untuk member-member Teen Top padaku. Mereka pikir aku mengenal kalian. Hahahaha…….”


“eh.. eh.. kita harus berfoto. Ini bisa jadi pembicaraan baru disekolah” dengan cepat, Jung Ha mengambil ponselnya lalu tersenyum sambil membentuk V sign disamping Chunji yang masih belum sempat bereaksi. Dan entah bagaimana caranya, di ponsel Jung Ha saat ini sudah tersimpan 5 foto mereka. Kapan gadis itu memotret saja Chunji tak tau. Sepertinya baru 3 detik lalu selesai. Ah.. terserah.


“ternyata kau sama saja dengan Yoo Hyun. Bahkan kurasa setingkat lebih heboh darinya”
“itu pujian?”
“bisa jadi”
“kalau begitu terima kasih”



………………………………………………



Yoo Hyun POV



Aku segera membuka pintu dan mengerahkan semua kehebatanku dalam beracting. “Sung Won~a”
“cepat sekali membuka pintunya” ucap pria itu sambil mengangkat sebelah alisnya.
“iya. Tadi aku memang sedang berada disekitar sini, jadinya saat pintunya diketuk aku langsung bergegas membukanya” aku tersenyum, dalam hati merutuk diriku sendiri yang sama sekali tak pandai berpura-pura. Bagaimana bisa pilihan kataku menjadi sangat buruk untuk didengar?


“ini. kue dari eomma”
“gomawo” aku segera menerima toples kue yang ia sodorkan.
“dan ini……. baju-bajuku. Tunggu…. Kau yakin yang kakek minta itu baju-bajuku? Bukan baju appa atau harabeojiku” tanya Sung Won sekali lagi. Mencoba memastikan.


“aku yakin. Benar”
“hahahahaha”
“habislah aku” gumamku sambil memejamkan mata. Tepat saat baju-baju ditangan Sung Won berpindah ke tanganku. Suara tawa riang gembira dari mulut Jung Ha dan Channie oppa terdengar jelas dari belakang. Sukses membuat Sung Won mengalihkan tatapannya padaku, menuntut penjelasan. “jika kau tak menjelaskan juga, aku akan masuk ke dalam dan memastikannya sendiri” ucap pria itu dingin.



“kau ada di rumah?”
“iya. Memangnya ada apa?”
“aku mau membawakan kue untukmu dan Jung Ha”
“eum,…. Bagaimana ya? Kurasa……..”
“kau sedang tak mau diganggu ya?”
“bukan begitu. Tentu saja boleh. Eungh…. Sung Won, kakek menyuruhku meminta baju-bajumu. Aku tak tau untuk apa, tapi kakek menyuruhku begitu”
“bajuku? Semuanya?”
“tidak lah…. Kalau semua kau mau pakai apa huh?”
“untuk apa ya?”
“aku juga tidak tau”
“baiklah. Nanti kubawa beberapa”
“ah.. bagus”
“apanya?”
“anie… maksudku terima kasih”



Mungkin aku terlalu lama melamun hingga tak sadar Sung Won sudah tak ada lagi didepanku. Aku tak berlari untuk menyusulnya ke belakang. Aku yakin itu tidak ada gunanya. Jadi, aku hanya menghela nafas lalu berjalan pelan-pelan menyusul mereka. Mungkin sekarang, Sung Won sudah melihat Channie oppa dan akan membenciku seumur hidup. Ish… padahal tadi hampir saja berhasil, cih…. Sebenarnya apa yang mereka berdua tertawakan sih? Mengacaukan rencanaku saja.


Aku berjalan tanpa semangat dan berhenti tepat di disamping Sung Won. “kenapa berbohong?” tanya Sung Won, matanya masih tegas menatap Channie oppa yang malah balik menatapnya sinis.


“dia siapa?” Chunji ikut-ikut bertanya.
“teman eonni. Namanya Park Sung Won” gumam Jung Ha, namun cukup keras untuk bisa didengar yang lain.


“Jung Ha~ya……. Oppa membawakan kue untukmu. Sana…. Makanlah sampai habis” Sung Won mengambil toples kue ditanganku lalu mengulurkannya pada Jung Ha dengan ekspresi ‘pergilah’. “cara mengusirmu itu……. aish! Halus sekali ya” Jung Ha tersenyum kecut lalu merebut toples kue ditangan Sung Won dengan kasar. Ia lantas pergi sambil menghentak-hentakkan kakinya keras.


“Yoo Hyun. Aku ingin bicara pada namja ini. Bisa tinggalkan kami sebentar?”
“ah.. eum…. Apa sebaiknya….”
“Hyun~a…….. tinggalkan saja” Channie oppa tersenyum dan menatapku dengan tatapan lembut.
“jangan lakukan hal yang kekanakan” aku mengingatkan. Kemudian perlahan-lahan meninggalkan mereka di teras belakang. Tck, sebenarnya mereka mau apa?



…………………………….



Author POV



“Aku tak suka basa-basi. Langsung saja, kau serius mencintainya atau hanya ingin main-main saja?”
“main-main?” ulang Chunji tak habis pikir.
“jawab saja” Sung Won memutar kepalanya, menatap pria itu dengan tatapan dingin.
“aku tak mungkin hanya main-main dengannya. Aku mencintainya. Sungguh”
“oh ya? Lalu kenapa kau tak pernah menganggapnya dihadapan media? Kau malu?”
“tutup mulutmu. Kau tak mengerti konsekuensi menjadi seorang public figure”
“intinya kau takut. Kau takut kehilangan penggemar dan popularitas”
“aku tidak takut” teriak Chunji habis kesabaran.
“jangan hanya bicara. Bisa buktikan?”
“kau mau aku buktikan seperti apa huh?”
“bagaimana jika aku memberitahu wartawan mengenai keberadaanmu. Menurutmu, apa yang akan kau lakukan?”


“kuperingatkan kau! Jangan lakukan hal bodoh seperti itu”
“tch…. Sebegitu takutnya kah?”
“heh…. Kau sama sekali tak tahu betapa berbahayanya mereka. Saat ini, di Seoul, orang-orang masih mempertanyakan keberadaan Yoo Hyun yang hilang tiba-tiba. Jangan sampai kau membahayakan keselamatannya”


“Ya Tuhan. Aku benar-benar takut mendengarnya” Sung Won mencibir lalu tertawa keras setelahnya. Tawa penuh ejekan yang mampu membuat Chunji geram setengah mati. Tangannya sudah mengepal disamping badan, gemetar tak terkendali karena menahan emosi. Sial. Sebenarnya siapa pria ini.


“aku serius” Chunji menekankan ucapannya.
“setidaknya beri dia kepastian. Jangan terus menerus menjadi pecundang. Kalau niatmu dari awal hanya untuk bermain-main, kurasa Yoo Hyun bukanlah mainan yang tepat. Carilah gadis lain”


“SUDAH KUBILANG AKU TIDAK MAIN-MAIN” Chunji sudah kehilangan kendali atas gerakan tubuhnya. Ia mencengkram kerah kemeja Sung Won dengan nafas memburu.


“apa? Mau menghajarku? Memangnya namja manja sepertimu berani melakukannya?” tanpa rasa takut, Sung Won memajukan wajahnya. Menantang namja yang tengah menarik kerahnya itu untuk melakukan apa yang ia inginkan. Tapi tidak,…… Chunji justru melepaskan cengkramannya lalu mundur beberapa langkah.


“jadi sebenarnya apa yang kau inginkan huh?”
“aku tak tau apa yang Yoo Hyun suka dari namja sepertimu” Chunji mendengus tak percaya mendengar ucapan Sung Won. Sial. Memangnya ia namja seperti apa?


“tapi sayangnya, aku akan menghargai apapun keputusan yeoja itu. Termasuk dalam hal ini. Jadi, aku akan berbaik hati menunggunya meninggalkanmu atau….. menunggumu mengacuhkannya”


“kalau begitu katakan selamat tinggal pada Yoo Hyun. Ia tak mungkin meninggalkanku dan aku tak mungkin mengacuhkannya” tandas Chunji sambil tersenyum kearah lain. Merasa menang.


“kita lihat saja” Sung Won kembali memperlihatkan senyuman sinisnya, lalu beranjak meninggalkan Chunji.


“changkaman. Berjanjilah kau tak akan memberitahu media tentang keberadaanku dan Yoo Hyun”
“untuk yang satu itu, aku tak bisa berjanji”
“keparat kau”



…………………………



Chunji POV



Langit sudah benar-benar gelap dan udara menjadi semakin dingin. Karena aku tak mau mati beku disini, makanya dengan berat hati aku memutuskan untuk memakai baju milik pria yang aku tak ingat namanya itu. Aku, Yoo Hyun dan saudara sepupunya, Jung Ha tengah duduk di ruang tamu sambil menunggu kedatangan yang lain. Aigoo….. Sebenarnya mereka beli baju dimana? Jepang? Cih….


Aku menghembuskan napas lalu menatap Yoo Hyun yang sedang menaikkan ritsleting jaketnya sampai dagu. Lalu tatapanku beralih pada Jung Ha, mungkin karena sudah terbiasa, gadis itu tak terlihat kedinginan sama sekali. Ia bahkan hanya memakai celana pendek, blouse lalu ditutup cardigan. Saat ini, kepala gadis itu sudah terantuk-antuk ke depan. Ia pasti sudah benar-benar lelah dan mengantuk, tapi tetap memaksakan diri untuk menunggu yang lain. Jung Ha masih menggenggam ponsel ditangannya, katanya ia ingin berfoto dengan yang lain dulu baru mau tidur.


Aku bahkan sudah tak ingat berapa kali aku mengintip lewat jendela saat ada mobil yang lewat. Setiap ada suara kendaraan, salah satu diantara kami pasti akan refleks mengintip lalu menggeleng frustasi jika salah. Sudah 5 menit penuh tak ada kendaraan apapun yang melintas diluar. Suara yang tenang semakin mempengaruhiku untuk tidur. Demi Tuhan, jika diizinkan oleh Yoo Hyun, aku ingin mengunci pintu rumah ini lalu pergi tidur. Biarkan saja mereka diluar. Dulu aku juga pernah dikunci di luar dorm saat pulang larut.


Tiinnn Tiinnn
“kubunuh mereka”  desisku sambil berdiri. Disusul oleh Jung Ha yang tiba-tiba saja bersemangat. Gadis itu berlari ke pintu depan lalu membukanya dengan antusias. “aku pu…….”


“foto denganku, ya?” pinta Jung Ha, bahkan sebelum kelima orang dengan mantel tebal itu masuk. Hei…. Kenapa mereka semua tampak seperti beruang kutub?


“foto?” ulang C.A.P, terdengar seperti rintihan.
“iya! Satu persatu dulu foto bersamaku, lalu kalau sudah baru semuanya. Eotte?” Jung Ha yang yakin permintaannya tak akan ditolak, langsung mengatur kamera dan tersenyum disamping L.Joe yang sedang sibuk membawa paper bag besar. Satu foto pertama tersimpan. Jung Ha yang tersenyum lebar dan L.joe yang tak sadar difoto. Lalu sasaran berikutnya adalah Niel yang untungnya bisa diajak kompromi dan ikut bergaya dengan baik. Kemudian………….. “lebih baik cepat selesaikan dan pergi tidur” dengan nada dingin, Changjo merebut ponsel Jung Ha lalu mendekatkan kepalanya disamping gadis yang tiba-tiba membeku itu. Cepat sekali. Dan kali ini foto yang tersimpan agak berbeda dengan foto-foto sebelumnya, jika sebelumnya Jung Ha tersenyum lebar disamping namja yang tersenyum seadanya, untuk foto kali ini ia justru tak tersenyum, ia malah menatap kamera dengan bingung sedangkan Changjo tersenyum mempesona. Setelah itu, tanpa berkata apa-apa lagi, Changjo menyusul yang lain, pergi ke kamar yang baru saja Yoo Hyun tunjukkan.


“YAA!!! Kalian darimana saja?” teriakku begitu mereka lewat didepan.
“karaoke hyung” jawab Ricky tanpa berpikir. Berhasil, membuat semua namja kecuali aku menatapnya seolah akan menelannya hidup-hidup.


“maksudku……. Beli baju” Ricky meralat ucapannya sambil menunduk.
“tch…. Kenapa malah karaoke sih? Kami menunggu kalian dari tadi. Bahkan Jung Ha harus menahan kantuknya demi kalian” setelah aku bicara, semua orang menatap Jung Ha tak yakin. Diraut wajah gadis itu, rasa lelah dan kantuk sama sekali tak terlihat. Ia malah nampak seperti robot yang baru saja di charge. Memperkuat keyakinan mereka kalau aku sedang berbohong. Sial. Aku tidak bohong.


“terserah kalian mau percaya atau tidak” aku segera duduk bersandar di sofa sambil melipat tangan, menampakan ekspresi tak acuh yang justru malah dibalas dengan ekspresi yang sama oleh mereka. Dengan santainya, kelima namja itu masuk kamar lalu menutupnya begitu saja.


“Jung Ha~ya…….. tidurlah. Sekarang sudah dapat foto semuanya kan?” tanyaku
“harusnya masih ada satu foto lagi. Kita harus berfoto bersama-sama. Pasti teman-temanku akan iri”
“aigoo…….. foto bersamanya besok saja, ya? Sekarang lebih baik kau tidur. Ini sudah malam”
“baik” jawab Jung Ha tanpa semangat. Gadis itu berbalik, bersamaan dengan Yoo Hyun yang baru datang dari dapur.


“kenapa dia menurut sekali padamu?” Yoo Hyun melirikku lalu mengarahkan tatapannya pada Jung Ha yang baru masuk kamar. Aku hanya tersenyum kecil sebagai jawaban.


“eum…. Kurasa aku juga harus tidur. Selamat malam”
“Hyun~a. Changkaman” saat Yoo Hyun baru mulai melangkah, aku segera mencekal lengannya. Tanpa sengaja, mataku menangkap cahaya berkilauan di jari manisnya. Sadar kemana arah pandanganku, Yoo Hyun segera menarik tangannya.


“kau masih mengenakannya?”
“punyamu pasti sudah hilang ya?” Yoo Hyun balik bertanya.
“ini sudah berkarat. Jangan dipakai terus. Tanganmu bisa sakit” aku tak mendengarkan ucapan Yoo hyun dan malah sibuk memperhatikan kulit disekitar cincinnya yang memerah.


“aku tak bisa membukanya” jawab Yoo Hyun pelan. Meringis saat aku mencoba menekan cincin itu keluar.


“sebentar” aku berdiri, berjalan ke sudut ruangan lalu mengambil kotak p3k yang tergantung di tembok.
“duduklah” ucapku sambil mendorong bahunya sampai terduduk. Kemudian segera berlutut didepannya.



Author POV



Yoo Hyun menghela napas, lalu menatap cincin di jari manisnya. “duduklah” Chunji yang baru kembali dengan kotak p3k kini mendorong bahunya sampai terduduk. “tch…. Kau mau apa?” tanya Yoo Hyun, mulai merasa risih saat Chunji berlutut didepannya. “membuka cincinmu” Chunji membuka kotak p3k dan mengambil oil.


“cincinmu sudah hilang, ya?” Yoo Hyun bertanya dengan suara rendah. Merasa cukup tahu apa yang akan ia dengar selanjutnya. Yoo Hyun menunduk, tak berani menatap Chunji yang kini tengah mengoleskan oil dijari manisnya.


“menurutmu begitu?” Chunji justru balik bertanya, menghentikan gerakan tangannya lalu menatap Yoo Hyun yang masih menunduk dengan intens.


“tidak apa-apa kalau memang sudah hilang. Lagipula itu memang tidak terlalu penting” Yoo Hyun memaksakan senyum walaupun canggung. Ia mengatakan ‘tidak terlalu penting’ tapi ia sendiri justru memaksakan diri memakainya sampai tak bisa dilepas dan membuat jarinya sakit. Apa bisa disebut tidak terlalu penting?


“coba mendekat” Yoo Hyun mendongak, tak mengerti ‘mendekat’ kemana yang pria didepannya maksud. “ambil ini” Chunji mengarahkan kepalanya sedikit keatas, memudahkan Yoo Hyun untuk memahami maksudnya tanpa berkata-kata. Gadis itu mengulurkan tangan, menarik rangkaian rantai kalung dileher Chunji dengan sedikit ragu dan………………………………… seketika gadis itu terdiam.


“aku tak mungkin memakainya di jari. Semua orang bisa curiga” Chunji menjelaskan. Sejurus dengan cincin di jari Yoo Hyun yang ia lepaskan dengan mudah. “sudah berkarat juga, ya? Sepertinya kita harus membeli couple ring baru” Chunji berkomentar, namun Yoo Hyun masih enggan bersuara. Jujur saja, lama-kelamaan ia bisa tenggelam jika terus menerus dibanjiri dengan perlakuan romantis seperti ini. Chunji memang belum memintanya menjadi kekasih, tapi…… ia sudah berkali-kali mengatakan bahwa ia mencintainya. Sudah berkali-kali membuatnya kelimpungan karena pesonanya. Sudah berkali-kali membuatnya harus menahan diri diantara perlakuan-perlakuan manis yang ia berikan. Bagaimana caranya ia menolak pria itu kalau begini caranya?


Tiba-tiba saja Yoo Hyun berdiri. Sejenak kehilangan kontrol tubuhnya dan menatap Chunji tak fokus. “aku hanya bisa menampungmu sampai besok. Besok halmeoni dan harabeoji akan pulang, ia bisa memarahiku dan Jung Ha jika melihat kalian disini” ucap Yoo Hyun dingin, lalu pergi begitu saja, meninggalkan Chunji yang terpaku.



…………………………………



07:04 KST
Supermarket



Setelah semua barang didaftar belanjaan berhasil didapatkan, Yoo Hyun mendorong trolinya menuju kasir. Ia menghela nafas, lalu memindahkan barang-barang ditrolinya ke meja kasir. Sementara seorang petugas kasir memasukkan belanjaannya ke paper bag, mata Yoo Hyun berpencar ke setiap sudut supermarket. Sejak tadi, ia merasa ada seseorang yang membuntutinya. Ia merasa tidak sendirian. Ia merasakan cahaya samar memantul disekitarnya selama beberapa kali, lengkap dengan suara rendah yang terdengar menyertai cahaya itu. Berulang kali ia menoleh kesana kemari, namun nihil yang ia dapat. Yoo Hyun mulai merasa ketakutan, kali ini ia merasa dibalik stand perlengkapan sekolah, ada seorang pria bertopi yang membawa kamera besar. Tak salah lagi, ia melihat bayangan berkelebat tidak jauh disamping stand itu.


Yoo Hyun yang sudah tersengal-sengal kini membiarkan matanya menjelajah lagi, kali ini jauh ke deretan meja kasir yang terletak bersisian. Ia bisa melihat seorang wanita dengan name tag tengah memotretnya dengan terang-terangan, sukses membuat mata Yoo Hyun terbelalak hebat.


“agashhi….. semuanya 20.000 won” Yoo Hyun yang merasa terancam, tak mendengarkan ucapan petugas kasir didepannya. Gadis itu mundur teratur dengan ekspresi ketakutan, lalu berbalik dan berjalan cepat menuju pintu keluar. Wajahnya mendadak pucat, nafasnya semakin tersengal tidak karuan, dan tangannya meremas mantelnya sendiri dengan perasaan takut. Belum lagi keringat dingin yang mengucur, menambah rasa lemas yang sejak tadi menguasai tubuhnya.


“agasshii….. agasshii” panggilan-panggilan yang dilontarkan penjaga kasir sama sekali tak dapat Yoo Hyun dengar. Pikirannya kacau balau, sorot matanya menyiratkan bahwa ia sedang merasa benar-benar terancam. Yoo Hyun yang ketakutan setengah mati akhirnya semakin kesulitan untuk bernafas. Nafasnya yang sedari tadi tersengal-sengal kini terasa berhenti. Beruntung saat gadis itu berhasil keluar supermarket, sebuah taksi berhenti tepat didepannya. Tanpa membuang waktu, Yoo Hyun memasuki taksi itu dan segera mengintruksikannya untuk berjalan.


Ditengah rasa paniknya, Yoo Hyun masih memberanikan diri menoleh ke belakang. Terperanjat begitu melihat mobil van berwarna hitam yang kata Chunji dulu adalah mobil yang biasa paparazzi pakai tengah mengejarnya dari belakang. Seketika dadanya langsung sesak, dengan uraian air mata ia meminta si supir taksi untuk menambah kecepatan.


“baik agasshi. Baik” sahut supir taksi yang mendadak ikut merasa panik. Terbawa oleh suasana mencekam yang dirasakan Yoo Hyun.


Dengan tangan yang gemetar, Yoo Hyun menyentuhkan jarinya di layar ponsel dan segera menghubungi Chunji. “yeoboseo”


“oppaaa…..” Yoo Hyun bicara dengan gemetaran. Berhasil membuat Chunji yang mengangkat telfon sambil terpejam segera membelalakan matanya.


“Hyun~a…….. kau kenapa?”
“ada….. ada…. Ada yang mengikutiku oppa”
“nugu?”
“naneun mollayo. Sepertinya wartawan. Ya Tuhan, aku benar-benar takut” Yoo Hyun berulang kali menoleh ke belakang selama menelfon. Suaranya masih terdengar begitu gemetar dan ketakutan, sukses membuat Chunji yang masih berada di dalam kamar menjadi panik tidak karuan “tenanglah. Dengarkan aku! kau dimana sekarang?”


“taksi”
“jangan terlalu kencang. Yang perlu kau lakukan bukan menghindar dengan kebut-kebutan di jalan, sudah pasti mobil paparazzi itu akan menang. Lebih baik, kau menunduk dan sembunyikan kepalamu”


“tapi…..”
“dengarkan aku Yoon Yoo Hyun. Jangan tambah kecepatannya. Berbahaya. Jalanannya sedang sangat licin akibat salju”


“arasseo” Ucap Yoo Hyun dengan suara bergetar
 “tenang. Tenangkan dirimu. Bernafaslah dengan benar”
“aku sedang mencobanya. Ahhh………..bagaimana bisa mereka menemukanku?”
“…………………………. Kurasa aku tau siapa yang melakukannya” ujar Chunji serius. Refleks membuat kening Yoo Hyun berkerut penasaran. “maksudmu?”


“sekarang tolong kirimkan aku nomor pria yang datang semalam”
“Sung Won?”
“persetan dengan namanya. Cepat kirimkan”
“kau mau apa?”
“kau tak perlu tau! Sekarang kirimlah”
“ara”                       



Yoo Hyun mematikan sambungan telfonnya dan lekas mengirimkan nomor ponsel Sung Won pada Chunji. Walaupun ia sendiri tak yakin dengan apa yang ia lakukan, Yoo Hyun tetap menuruti permintaan pria itu dengan patuh. Ia menggenggam ponselnya erat-erat, lalu kembali menoleh ke belakang dengan cemas. “Ya Tuhan. Apa yang mereka inginkan?” gumam Yoo Hyun sambil mengatur nafasnya yang kacau.


“percepat ahjussi. Percepat! Injak gasnya lebih dalam” gadis itu memberi instruksi. Karena kelewat takut, ia sama sekali tak ingat akan pesan Chunji tadi. Bukannya menunduk dan menyembunyikan wajah, Yoo Hyun malah berteriak histeris kepada supir taksi untuk mempercepat laju mobil.


“percepat ahjussi”
“percepat” Yoo Hyun kembali berteriak sambil menangis-nangis keras. Semenjak kenal dengan paparazzi, ia menjadi gadis yang takut akan banyak hal. Dibenaknya, masih terlalu jelas bayangan wartawan-wartawan egois yang mendesaknya dengan pertanyaan yang tidak ia mengerti, mengerumuninya tanpa ampun hingga ia tak bisa bernafas. Menginjak kakinya dan menjambaknya dari belakang. Para wartawan berengsek yang membuatnya seperti buronan selama berhari-hari. Membuat orang tuanya merasa terintimidasi bahkan saat berada dirumahnya sendiri. Bisa dibilang, gadis itu mengalami trauma parah karena pers.


“kumohon lebih cepat ahjussi” Yoo Hyun meringis tak jelas sambil memegangi dadanya yang sesak.
“jalanannya licin, nona”
“injak gasnya……………….. ARRRRRGGGGHHHHHHHHHHH”





…………………………



“bajingan! Kau memberitahu media?” semprot Chunji begitu panggilan tersambung. Sung Won yang sedang mengeruk salju didepan rumahnya segera mengerutkan kening, ia mengenal suara itu.


“kalau ia memangnya kau mau apa?”
“pabo. Sekarang Yoo Hyun sedang dikejar-kejar orang asing, dan aku berani bertaruh kalau orang itu adalah wartawan. Kau benar-benar tak tahu diri ya..”


“Yoo Hyun? Kenapa Yoo Hyun yang dikejar? Aku hanya memberitahu keberadaanmu saja. Sungguh”
“kau benar-benar tak punya otak” Chunji membentak dengan kepala berkedut. Rasanya ia benar-benar akan meledak sebentar lagi. Semenjak tadi, emosinya membuncah-buncah tak terkendali, ia bicara mengeluarkan sumpah serapah pada Sung Won dengan gigi yang bergemertakan menahan kesal. Berulang kali, ia mengatupkan bibir, menggigit bibir bagian bawahnya sambil mendesah mendengar permintaan maaf Sung Won. Kenapa pria bernama Park Sung Won itu kekanakan sekali? ia mengerti pria itu kesal karena kalah saing, tapi…… tak bisakah ia bertindak lebih dewasa sedikit? Kenapa harus mengikutsertakan media?


“Chunji oppa. Chunji oppa” omelan Chunji terputus saat Jung Ha berteriak-teriak menyerukan namanya. Pria itu masih tak bicara saat melihat Jung Ha yang tampak syok tengah menggenggam wireless dengan gemetaran. Nafas Chunji mendadak melemah, ia yakin ini akan menjadi berita yang buruk. Ponsel yang masih tersambung pada Sung Won belum dimatikan, masih setia menempel ditelinganya sebelum…………….


“eonnie kecelakaan” Jung Ha berujar dengan lirih, kemudian mengangkat wirelessnya kembali. “dimana?.................... Seonan Hospital……… …….. algasseumnida………….. ye…ye… kami segera kesana” gadis itu memutuskan sambungan lalu segera menatap Chunji yang terlihat lemas. “kita harus segera kesana. Jung Ha~a…… bangunkan yang lain”


“oppa, kau duluan saja. Temani eonni. Aku harus memberitahu harabeoji dan halmeoni” Chunji mengangguk, lekas menarik jaket yang tergantung dibelakang pintu, lalu tanpa bicara melesat keluar.



……………………………



Seonan Hospital
10:29 KST
Chunji POV



Aku baru saja sampai, terburu-buru membuka pintu ruangan Yoo Hyun yang telah diberikan pertolongan pertama. Seketika memperlambat gerakan saat suasana hening didalam ruangan menyergap. Saat pintu terbuka, mataku langsung terfokus pada Yoo Hyun yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Perlahan-lahan menutup pintu dan menghampirinya, gadis itu masih terpejam. Terlihat menyedihkan dengan perban disekeliling dahinya. Aku menghela nafas, bersyukur karena lukanya tak terlalu serius. Bahkan Yoo Hyun diperbolehkan pulang jika sudah siuman.


Dengan hati-hati, aku menyeret kursi ke samping ranjang. Mendudukinya dan memperhatikan Yoo Hyun intens. Aku mengulurkan tangan, menggerakkannya sepelan mungkin dipipi gadis itu. Ya Tuhan, bagaimana ini? kapan keberanian itu muncul? Maksudku………… mengatakannya di hadapan media. Mengatakan bahwa aku mengenal Yoon Yoo Hyun, bahkan lebih dari itu, AKU MENCINTAINYA. Bisakah aku bicara begitu? Tapi……………….. bagaimana dengan fansku? Apa mereka akan meninggalkanku? Lalu bagaimana jika Yoo Hyun justru tak diterima dengan baik? Bagaimana jika ia malah menerima lebih banyak luka setelahnya? Bagaimana jika……………….. ah sial. Bagaimana bisa kau dewasa jika begini terus Lee Chan Hee?


“eungh” lamunanku lenyap begitu Yoo Hyun mengerang lemah. Matanya terbuka perlahan seiring dengan jari-jarinya yang bergerak.


“hai” sapaku lembut. Mengangkat sebelah tangan sambil tersenyum miring. Gadis itu langsung balas tersenyum, melepas tabung oksigen yang melekat dihidungnya begitu saja. Tunggu! Memangnya boleh?


“aku baik-baik saja. Tak butuh alat semacam ini” gadis itu langsung berucap, seolah bisa membaca pikiranku.


“iya” aku kembali tersenyum.
“eomma dan appa……………..”
“aku sudah menelfonnya”
“kau? Menelfon eomma dan appa?” tanya Yoo Hyun tak percaya.
“iya”
“jinjja yo? Bukankah……………………. Eum…. Appa sangat……….. eung…. Membencimu?” Yoo Hyun bertanya dengan nada ragu, seolah tak yakin dengan ucapannya sendiri.


“tidak juga. Bahkan mereka menyuruhku menjagamu”
“jeongmal?”
“eumm” anggukku antusias. “mereka bilang badai salju membuat penerbangan menuju Daegu tidak beroperasi. Mungkin tak akan kesini dulu sampai beberapa hari kedepan. Tidak apa-apa kan?”


“tidak apa-apa. Eh, dimana Jung Ha dan yang lain?”
“kau mencari Jung Ha atau Minsoo hyung huh?” cibirku, namun Yoo Hyun malah tersenyum malu. “cih….. tadi sudah datang, tapi kusuruh beli makan dulu. Kau belum makan kan?” gadis itu menggeleng, lalu memijat kakinya yang diperban.


“supir taksinya bagaimana?” tanya Yoo Hyun polos.
“molla. Sepertinya  sama saja denganmu. Memangnya bagaimana kecelakaannya?”
“bannya tergelincir, kehilangan kontrol dan menabrak halte bus” jawab Yoo Hyun fasih. “keobwa! Sudah kusuruh hati-hati juga”


“eung… Channie oppa, kapan aku diperbolehkan pulang?”
“hari ini juga”
“benar?”
“benar”
“eum……… oppa, boleh aku bertanya?” aku bergeming, menunggu kelanjutan kalimatnya. “sebenarnya aku mau bilang ini dari kemarin, tapi sayangnya belum cukup berani. Dan sekarang,…….. kurasa aku sudah siap untuk mengatakannya”



Author POV



“katakan saja”
“Bisa kau putuskan sekarang? eum…. Maksudku, hubungan kita…….. sebenarnya hubungan kita itu bagaimana? Jika kau masih mau mempertahanku, sampai kapan kau akan menyembunyikanku? Jujur saja, aku tak apa-apa jika kau lebih memilih meninggalkanku, kurasa itu keputusan yang benar. Yah…… karirmu sedang menanjak dan kemungkinan besar, dengan adanya kehadiranku, semua usaha yang telah kau bangun itu akan sia-sia. Bukankah para idola yang sudah memiliki kekasih akan berkurang pamornya?” Yoo Hyun segera menelan ludah, matanya menyusuri wajah Chunji yang mendadak kaku.


“aku……… aku ingin memberitahukannya pada media tapi……………………” Yoo Hyun menahan nafasnya, menunggu kelanjutan kalimat Chunji yang terpotong dengan mata yang berpendar. “aku belum siap melakukannya” sambung pria itu pelan. Dengan backsound hembusan nafas Yoo Hyun yang terdengar resah. Sebenarnya, Yoo Hyun sendiripun juga tak siap jika harus diperkenalkan didepan orang-orang sebagai kekasih Chunji, tapi………… ia rasa ia tak bisa menjalani hubungan macam ini lebih lama lagi. Ia butuh kepastian, antara digenggam atau dilepas. Ia berjanji akan menerima keputusan pria itu dengan lapang dada, tak mau menjadi egois.


“begini, beri aku kesempatan. Jika aku membuatmu sakit sekali saja, aku rela melepasmu. Aku janji” Chunji mengutarakan isi otaknya dengan serak, tak begitu setuju dengan pemikirannya sendiri. Jika boleh egois, maka walaupun Yoo Hyun merasa sakit saat berada disisinya, ia akan tetap menahan yeoja itu tanpa perduli. Yoo Hyun menghela nafasnya dengan berat, mendadak kehilangan nafsu untuk sekedar menarik nafas kembali. Sialnya, ia tak suka dengan keputusan pria itu. Sialnya ia malah lebih bersedia ditahan dan dikurung agar tidak pergi. Bukan dilepas. Bukan.



Chunji POV



BRRAAAKKKK
“KAKAK IPAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRR” Yoo Hyun yang kaget segera menoleh ke pintu masuk yang baru saja terjeblak lebar, sedangkan aku hanya mendecak sambil menunduk frustasi. Cih…. Kenapa mereka datang cepat sekali?


“Yoo Hyun! Kau sudah sadar?” tanya Niel sok akrab. Dibarengi dengan keempat namja lainnya yang ikut mengerubung disisi lain ranjang. Aigoo…… sebenarnya disini yang benar-benar mengenal Yoo Hyun itu cuma aku. Mereka ikut-ikut ke Daegu paling juga hanya mau jalan-jalan saja.


“eonnie. Tanganmu bisa digerakkan tidak? sini aku suapi” Jung Ha yang sedang mengeluarkan makanan dari plastik menghadap kearah Yoo Hyun.


“tangannya pasti sakit. Sini, aku saja yang suapi” aku buru-buru berdiri lalu mengambil mangkuk ditangan Jung Ha.



…………………………………..



Author POV
12:01 KST
Yoo Hyun’s room, Seonan Hospital



Semua orang didalam ruangan tengah bercanda dengan seru, berteriak-teriak dan tertawa keras sesuka hati, entah  lupa atau tidak perduli dimana mereka sekarang. Maksudnya,…………… rumah sakit. Seharusnya mereka bisa lebih sedikit tahu diri dan menurunkan volume suaranya kan? mungkin di ruangan itu memang hanya ada satu orang saja yang sakit, dan syukurnya tidak begitu parah, tapi……….. siapa yang bisa menjamin keadaan pasien di ruangan disebelah kanan kirinya? Bisa saja diruangan sebelah, ada seseorang yang mendadak sekarat karena tak tahan dengan suara berisik? Atau lebih dari itu, bagaimana jika ada yang tiba-tiba meninggal begitu mendengar suara mereka?


Tok Tok Tok
Refleks seisi ruangan mengarahkan fokusnya ke pintu masuk yang baru saja diketuk. Pintu itu perlahan terbuka dan menampakkan seorang namja yang sukses membuat Chunji mendelik sinis. “apa yang kau lakukan disini?” Chunji langsung bertanya tanpa basa-basi.


“Channie~aa” Yoo Hyun berusaha menenangkan.
“a..ak..aku mau menjenguk Yoo Hyun. Selain itu, aku juga m..ma..mau………………..” namja itu, Sung Won, menggigit bibir bawahnya, merasa terluka begitu melihat Yoo Hyun terbaring dengan perban disana-sini……….. karenanya. “apa? Minta maaf?” L.Joe bicara dengan nada malas. Lalu mengalihkan perhatiannya kembali pada keripik kentang yang tengah berada pada kuasa Ricky sepenuhnya.


“iya. Aku minta maaf karena sudah memberitahu paparazzi tentang keberadaan kalian”
“itu saja? Tak ada kalimat pembelaan yang sedikit lebih seru huh?” seru C.A.P. Merasa bosan mendengar ucapan Sung Won yang terdengar seperti seorang anak sekolah dasar yang dipaksa membaca Koran.


Sung Won tak berniat menjawab atau menjelaskan lebih jauh. Ia hanya menarik nafas penuh penyesalan, lalu menatap orang-orang diruangan itu, terutama Yoo Hyun dan Chunji yang berdekatan. Bukankah sudah jelas? Ia menelfon wartawan hanya karena iri dan tak terima sudah kalah. Ia hanya merasa ini semua tidak adil untuknya.


“menurutmu apa minta maaf semudah itu? kau sudah membuat Yoo Hyun celaka! Lagipula sekarang paparazzi itu sudah tau, apa permintaan maafmu bisa membuat semuanya kembali semula?” racau Chunji, lagi-lagi merasa akan meledak.


“sudahlah. Eum….. Sung Won~a……….. terimakasih sudah datang menjengukku” Yoo Hyun buru-buru mengarahkan suasana. Jika didiamkan, ia yakin Chunji tak akan berhenti mengeluarkan omelan-omelan pada pria itu.


“iya… cepatlah sembuh. Kurasa lebih baik aku pulang”
“benar” sambung Chunji cepat.
“bisa berhenti bersikap kekanakan?” Yoo Hyun mendesis disamping Chunji. Kesal juga dengan sikap pria yang tak berhenti mengeluarkan dumelan tak jelas itu. Persis seperti ibu-ibu yang marah karena tak kebagian barang diskon.


“Sung Won~a……………. aku juga mau pulang. Kita bisa ke lobi bersama-sama mungkin?”
“disini sudah sangat ramai, kurasa tanpaku juga tak apa-apa”
“hei…. bagaimana bisa begitu? Kau kan teman terbaikku! Ayolah” Yoo Hyun merajuk. Sukses menghasilkan dua reaksi berbeda. Sung Won yang tampak menimbang ulang dan Chunji yang langsung merengut tak suka.


“kau benar-benar mau pulang sekarang, noona? Ahhhh…… nanti saja. Aku masih mau bermain disini” Changjo menatap Yoo Hyun sungguh-sungguh, berharap gadis itu berubah pikiran dan memberikannya lebih banyak waktu untuk bersantai di ruang rawat yang menurutnya menyenangkan. Ruangan yang bersih dan segar.


“heh! Siapa yang mengizinkanmu memanggilku noona?” Yoo Hyun mendelik, lalu berusaha beranjak dari ranjangnya dengan susah payah. “bisa tidak?” Chunji merangkul bahu gadis itu, membantunya bergeser ke tepi ranjang. “kau yakin mau pulang sekarang? lebih baik besok pagi saja” Ucap Chunji saat melihat Yoo Hyun meringis menahan rasa nyeri yang berkedut-kedut dikakinya.


“iya…. Besok pagi saja. Kakimu masih sakit begitu” Changjo menyetujui dengan semangat. Ikut berkoar begitu merasa ada yang memihak padanya. “kau baru sekali ke rumah sakit ya?” Jung Ha menatap Changjo dengan sebelah alis yang terangkat, tak mengerti kenapa pria itu bahagia sekali, maksudnya…………. Ini rumah sakit. Tempat dimana orang-orang sakit akan mengeluh merindukan rumah. Bukannya malah merajuk meminta tinggal lebih lama.


“lebih baik di rumah saja. Lebih nyaman” jawab Yoo Hyun pelan.
“hei….. jika kau mau sedikit berguna, turunlah ke bawah dan beli tongkat untuk Yoo Hyun berjalan” dengan nada sinis, Chunji memberikan instruksi pada pria yang tengah berdiri diam didekat pintu masuk. Sung Won menoleh ke kanan dan kiri lalu menunjuk dirinya sendiri dengan polos, “aku”


“tch…”
“baik” dengan patuh, pria itu mengangguk lalu keluar sambil menghela nafas berat.
“kau keterlaluan! Jangan kasar begitu padanya”
“dia sudah melakukan tindakan bodoh”
“tapi tidak begitu cara menghukumnya. Ia tak tahu apa-apa. Kau tau? Dia sudah banyak berkorban untukku. Aku tak mau kau membuatnya sakit hati” Chunji menatap Yoo Hyun, nanar. lalu menghembuskan nafas kasar dan melepaskan rangkulannya. Ia beranjak mendekati lima namja yang tengah asik bermain kartu dan seorang yeoja yang hanya memperhatikan karena tak mengerti cara bermainnya. “rapikan barang-barangnya. Ayo pulang, sekarang” Chunji berseru sambil menendang Ricky yang tengah setengah duduk sampai terjungkal menubruk Niel.


“Ahww…. RICKY~AAA” Niel mengelus punggungnya sambil menatap Ricky kesal.
“CHUNJI HYUNG” dengan cepat, Ricky menunjuk Chunji yang masih berdiri sambil bertolak pinggang dibelakangnya.


“GAWAATTT………….. haahh…. Haaah….. GAWAT……..” Tiba-tiba saja, dari pintu masuk yang memang sebelumnya sedang terbuka, Sung Won muncul sambil terengah. Dengan mudah menjadi pusat perhatian karena sikapnya yang mengundang penasaran.


“ada apa?” C.A.P berdiri, disusul oleh yang lain, tak kalah penasarannya.
“dibawah…… dibawah….. haahh….. dibawah”
“iya….. iya…… dibawah ada apa?” Jung Ha yang tidak sabar akhirnya merangsek maju dan menggoyang-goyangkan bahu Sung Won.


“banyak orang. Wartawan. Berkumpul” ujarnya susah payah. Walaupun terpisah-pisah dan tidak jelas. Tapi penjelasannya barusan, sudah cukup untuk membuat semua orang diruangan itu mengerti.


“sial” desis Chunji sambil mengacak rambutnya.
“kita harus berpencar. C.A.P, Chunji, Changjo Lewat pintu belakang. Jung Ha dan L.Joe lewat pintu depan, aku dan Ricky lewat pintu samping kanan, kemudian Sung Won dan Yoo Hyun lewat pintu samping kiri. Tak ada yang boleh membantah, semuanya sudah kuatur sedemikian rupa supaya tidak membuat orang curiga. Pokoknya, Chunji dan Yoo Hyun tidak boleh keluar bersama” Niel bicara dengan fokus, menjelaskan rencana yang baru ia buat sepersekian detik setelah Chunji berdesis frustasi. Terlihat keren dan berpendidikan saat matanya menyorot semua orang diruangan itu satu persatu, seolah-olah sedang berada dalam misi penangkapan teroris yang mendebarkan. Masih tetap keren sebelum……………………. “rencanamu benar-benar keren Niel~a…….. tapi sayangnya tak ada pintu belakang, tak ada pintu samping kanan dan tak ada pintu samping kiri. Kalau mau buat rencana itu dipikir dulu yang benar” seru L.Joe dengan nada awal yang serius nan halus lalu dipertengahan berubah geram dan mengejek. Sukses membuat semua orang diruangan yang sebelumnya tengah mendengarkan dengan serius langsung bersorak sarat penghinaan dengan kompak.


“setidaknya aku sudah berbagi ide” Niel membela diri.
“Iya….. tapi tak berguna” lagi-lagi tanpa berpikir, Ricky berkomentar. Mengundang hadiah jitakan menarik oleh pria pemilik ide itu.


“sepertinya kita harus menunda waktu pulang” Changjo kembali duduk. Entah merasa ikut frustasi atau malah senang.


“dan membiarkan kumpulan orang didepan lebih banyak?” Sung Won menyela dengan nada final.
“tch…. Dia benar. Baiklah, yang harus kita lakukan hanya menghindar dan menyembunyikan wajah sebisa mungkin. Apa lagi yang bisa kita lakukan?” dengan berat hati, Chunji menyetujui ucapan Sung Won.


Yang lain menghela nafas, seolah berkata ‘apa boleh buat?’ dengan ekspresi masing-masing. Chunji lantas mendekati Yoo Hyun dan membantu gadis itu ke pintu. “Jung Ha~ya…” serunya dan kali ini gantian Jung Ha yang memapah Yoo Hyun. Merangkul gadis yang berjalan tertatih-tatih sambil meringis itu untuk melangkah dengan benar dan seimbang. Ruang rawat sudah sepi, hanya menyisakan Sung Won yang memang memutuskan untuk jalan belakangan dan Chunji yang tak melanjutkan langkahnya.


“apa?” Sung Won bertanya. Yakin bahwa tujuan utama namja bermarga Lee itu tak melanjurkan langkahnya adalah dia.


Chunji menarik nafas, lalu menoleh menatap Sung Won yang masih tampak menyesal. “maaf” Chunji berucap dengan volume terkecil yang mungkin didengar oleh Sung Won.


“iya. Aku juga minta maaf” jawabnya, malah ikut menggunakan volume suara yang sama. Seolah berbisik jarak jauh.


“eum….. tadi aku membentakmu seenak hati. Kau? Teman baiknya Yoo Hyun kan? maaf, aku benar-benar emosi jika sudah berkaitan dengan gadis itu. Maksudku, aku sudah terlalu banyak menyakitinya dan………….. sebisa mungkin aku akan melindunginya. Jadi…. Sekali lagi, aku benar-benar minta maaf” Chunji menggaruk tengkuknya, tak biasa mengucapkan hal-hal seperti ini. Sedangkan Sung Won hanya menjadi pendengar yang baik didepannya.


“iya. Setidaknya, aku bisa lebih tenang mendengar kau bicara begini. Setidaknya, aku tau kau benar-benar mencintainya. Ternyata, bukan seperti yang kupikirkan. Dari awal sudah kubilang kan? kukira kau hanya main-main saja dengannya. Baguslah jika aku salah” Sung Won tiba-tiba saja mengulurkan tangannya. “pertemanan mungkin?”


“tentu saja” tanpa ragu, Chunji menyambut uluran tangan Sung Won dan menjabatnya sambil tersenyum.


“hei….. bawa mobil kan?”
“i…. ya” Chunji mengerutkan kening sambil menatap Sung Won tak mengerti
“dibawah banyak sekali orang, pasti kau akan tertahan disana selama beberapa saat. Aku kan tak mungkin mereka tahan juga, jadi mungkin aku bisa lebih cepat ke area parkir dan mengambil van-mu disana. Nanti aku bawa mobilnya ke depan. Jadi kalian semua bisa langsung masuk” jelas Sung Won. “ah.. benar” Chunji merogoh saku celananya lalu memberikan kunci van-nya pada Sung Won.


“Ehm…. Dan Sung Won~a…… terimakasih banyak”



…………………………………………………………………………………



Chunji POV



Dengan refleks, Jung Ha menoleh begitu aku menyentuh bahunya. Mengerti hanya dengan melihatku tersenyum. Ia menyingkir dan memberikan lengan Yoo Hyun yang masih berbalut perban itu padaku. Dengan senang hati aku merangkulnya, memapahnya pelan-pelan dan memastikan gadis itu tetap melangkah dengan benar. Yoo Hyun menoleh, memberikan tatapan ‘habis darimana kau?’ dengan sinis. “membeli perban dan obat luka. Kata dokter, kau boleh pulang setelah mengganti perbanmu. Yah…. Tapi tak apalah, aku bisa menggantikannya di rumah” ucapku, tersenyum menatapnya yang masih tetap saja mempesona walau kepalanya berbalut perban.


“aku tak tau bagaimana caranya kau selamat dari sana hyung” Niel bicara dengan nada pasrah. Aku menoleh ke depan dan tersentak begitu melihat kerumunan wartawan yang berdesak-desakan di pintu keluar. Bertepatan dengan pintu otomatis yang terbuka, L.joe, Ricky, Changjo dan Jung Ha keluar. Kemudian, tanpa sempat melangkah lebih jauh, mereka sudah langsung diserbu oleh pertanyaan-pertanyaan dan diminta memberi komentar. Niel kemudian menyusul dan mendapat cukup banyak sorotan, pria itu hanya tersenyum sambil mengangkat sebelah tangannya kearah kamera. Tak bicara sama sekali.


Kini yang tersisa hanya aku dan Yoo Hyun, berjalan pelan-pelan menuju pintu keluar. Oh…. Dan Sung Won? Pria itu sudah berjalan lebih dulu tadi. Mungkin sekarang ia sudah berada di area parkir dan sibuk mencari van-ku di parkiran.


Aku bisa merasakan tangan Yoo Hyun yang basah dan gemetar. Lengkap dengan langkah kakinya yang semakin berat. Aku tau gadis ini ketakutan. Melihat banyaknya orang didepan yang seolah-olah siap menendang kami ke neraka, kurasa ketakutan yang ia rasakan saat ini bisa disebut wajar. Terlebih sikap bungkam gadis ini yang malah membuatku sedikit ragu untuk melangkah. Maksudku………… apakah dia baik-baik saja? Oh.. Ya Tuhan. Ottokhae? Aku harus bilang apa? Apa aku juga harus diam seperti yang lain? Memberikan hak penuh kepada mereka untuk menulis dan mengarang berita sesuka hati? Lagi?


Akhirnya, dalam kebisuan, aku dan Yoo Hyun sama-sama melangkah. Sama-sama tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan bahkan sama-sama tak tahu apakah bisa melewati kerumunan wartawan-wartawan buas itu hidup-hidup atau tidak? cih… Sung Won. Melihat wartwan-wartawan didepan, aku jadi ingin menelan bocah itu bulat-bulat. Kenapa harus memberitahu media, PARK SUNG WON?


Tanpa sadar, kami berdua sudah sampai di pintu depan yang langsung terbuka otomatis. Serentak membuat suara riuh menyerang telinga kami tanpa ampun. Aku mengeratkan rangkulanku di pundak Yoo Hyun, berusaha mencari celah untuk berjalan menghindari kilatan-kilatan lampu blitz kamera yang mulai beraksi. Tangan Yoo Hyun meremas tanganku dengan kuat, aku bisa mendengar suara rintihannya yang pelan ditengah-tengah suara wartawan-wartawan cerewet yang berlomba-lomba mengajukan pertanyaan. Sial. Ada apa dengan mereka semua?



Author POV



“Chunji~a………….. bisa jelaskan siapa sebenarnya wanita ini?”
“jadi berita mengenai hubungan anda selama ini memang benar?”
“apakah pengasingan diri Yoo Hyun di Daegu memang sudah direncanakan oleh anda?”
“nona! Bisa berikan komentar?”
“apakah ini artinya press conference yang TOP Media buat waktu itu adalah kebohongan publik?”


Chunji mendecakkan lidahnya karena tak kunjung mendapat celah. Ia terus-menerus menunduk hingga………..


“DASAR GADIS SIALAN! BISAKAH KAU BERHENTI MENGGODA OPPA KAMI?” Sekelompok remaja yang menerobos ke depan kini mulai meneriaki Yoo Hyun dengan geram, tanpa belas kasihan. Yoo Hyun yang mendengar, hanya mampu menunduk sambil menahan rasa sesaknya. Ya… semenjak beberapa bulan yang lalu, ia merasa terbiasa mendapat cemoohan. Jadi…. Sejujurnya, cacian gadis-gadis labil itu tak terlalu berpengaruh padanya. Tapi disisi lain, Chunji yang baru mendengar penghinaan sekejam itu ditujukan pada gadisnya, langsung naik darah dan tidak habis pikir. Ia menarik lengan Yoo Hyun kebelakang, membuat langkah gadis itu terseret dan akhirnya kini berdiri dibelakangnya.


“KALIAN SEMUA MUNDURLAH SATU LANGKAH” teriak Chunji tak tahan. Namun tak ada satupun yang benar-benar mendengar. “KUBILANG MUNDUR! AKU JANJI AKAN BICARA! TAPI KUMOHON MUNDURLAH! APA KALIAN TAK LIHAT ADA YANG SEDANG SAKIT?” dalam sekejap, keraguannya untuk bicara menghilang. Ia sama sekali tak kuat membiarkan Yoo Hyun terus-menerus dihina karenanya. Ia benar-benar tak suka Yoo Hyun dibenci mendadak oleh banyak orang tanpa punya salah.


Setelah Chunji berteriak untuk yang kedua kalinya, gerombolan orang didepan mereka mulai diam dan sedikit memberi ruang untuk keduanya. Memberikan Yoo Hyun sedikit rasa lega karena mulai bisa bernafas dengan benar setelah sebelumnya terdesak sana-sini.


“aku masih bisa memaafkan kalian jika hanya sedikit mengumpat, tetapi ketika kalian sudah mulai berani bicara kata-kata seperti itu kepada Yoo Hyun, aku benar-benar tak bisa tinggal diam” Chunji membuka pengakuannya dengan rangkaian kalimat yang cukup sukses membuat beberapa wartawan tertegun sesaat lalu setelahnya baru sibuk menyoret-nyoret buku catatan masing-masing.


“aku senang memiliki banyak fans. Tapi bukan fans yang tak tahu etika dalam bicara, bukan fans yang dengan mudah melontarkan kata-kata ancaman kepada gadis yang bahkan mereka tak benar-benar kenal”


“dan untuk para wartawan yang terhormat. Kuharap kalian bisa menjejalkan fakta untuk dimasukkan ke dalam berita. Jangan terus menerus berbohong untuk meraih keuntungan pribadi” Chunji mendesis lalu menarik Yoo Hyun kedepan, lebih tepatnya kesampingnya.


“dan sekarang, kuharap kalian benar-benar menulis sebuah fakta. Fakta bahwa yeoja disampingku adalah Yoon Yoo Hyun. Yeoja yang kucintai, yeoja yang waktu di mini concert dulu kucari-cari seperti orang gila, yeoja yang berusaha kulindungi namun sialnya gagal karena situasi yang tidak tepat. Namun sekarang, camkan baik-baik dan tak perlu bertanya lagi setelahnya. Gadis disampingku saat ini, yeoja yang biasa kusebut Hyun~a......... akan tetap menjadi milikku. Walau nantinya aku akan dikeluarkan dari grupku, akan dibenci banyak orang dan kehilangan popularitas, aku siap”


“mungkin ini gila, tapi inilah pilihan. Hidup itu pilihan dan ini pilihanku. Aku tak mau terus-menerus menjadi anak kecil yang tak bisa membuat keputusan. Aku bisa, kan? dan ya…… saat itu aku berbohong. Isi press conference itu semuanya bohong”


“Baiklah. Sekarang aku tekankah sekali lagi. Aku-mengenal-gadis-ini” tanpa memberi kesempatan bagi wartawan untuk mengajukan pertanyaan, Chunji segera memapah Yoo Hyun dan berjalan lurus kearah Van yang baru datang. Mengabaikan ucapan-ucapan manusia disekelilingnya yang bicara nyaris berbarengan, terdengar tak jelas dan hanya membuat pusing.


Keduanya memasuki van dengan cepat, dan baru sadar jika van itu sudah sesak oleh tujuh orang lain yang entah kenapa bukannya masuk ke mobil yang satunya malah ikut-ikut duduk disana. Chunji ingin membentak, tapi cukup sadar bahwa dibelakangnya ada banyak orang haus berita yang bisa saja menerkamnya tanpa ampun.


“cih…. Kenapa semuanya disini? Bukankah tadi kalian naik mobil kakeknya Yoo Hyun?” tanya Chunji begitu mobil melaju.


“aku malas menyetir” C.A.P menjawab dengan santai, menyender dengan tenang dikursi penumpang paling depan.


“lalu mobilnya bagaimana?” seru Yoo Hyun panik.
“nanti Sung Won akan mengambilnya, bukankah begitu Park Sung Won?” Sung Won yang sedang menyetir bergeming, serba salah. Seingatnya, ia tak pernah menawarkan diri untuk kembali ke rumah sakit dan mengambil mobil. Tapi ya.. apa boleh buat? Bukankah jika ia menolak ia akan diserbu oleh rentetan kata seputar ‘menebus kesalahan’ oleh yang lain?


“ ia.. mungkin begitu”
“daripada merepotkan, lebih baik kau turun hyung. Ambil mobilnya dan kendarailah”
“kubilang aku malas, kenapa tidak kau saja?” C.A.P mulai geram dan menoleh kebelakang, lebih tepatnya kearah Chunji yang duduk dikursi tengah.


“kalau aku keluar, wartawan-wartawan itu akan mengejarku! Aku kan sangat terkenal, dan kau kan agak sedikit kurang terkenal” ucap Chunji, memilih kata yang ia gunakan sebagus mungkin. Setidaknya, menurutnya begitu.


“tch…. Sialan kau!” akhirnya, dengan berat hati, C.A.P memberi arahan pada Sung Won untuk menepikan mobil, kemudian turun dengan ekspresi kesal. Membiarkan Niel mengambil alih kursi depan dengan senang.


“cih…. Tadi apa katamu? Agak sedikit kurang terkenal?” Yoo Hyun yang selama ini membangga-banggakan diri sebagai fansnya nampak tidak terima. Melirik Chunji yang duduk disampingnya dengan tatapan tersadis yang mampu ia tunjukkan.



…………………………………………



Sebuah van berhenti tepat didepan sebuah rumah. Bertepatan dengan seorang wanita lanjut usia yang baru membuka pintu depan. “ah, nenek sudah pulang Jung Ha~ya?” Yoo Hyun bicara sambil menatap neneknya dari kaca van yang gelap. Jung Ha mengikuti arah tatapan Yoo Hyun lalu mengangguk.


“kalian harus mencari penginapan baru” respon Jung Ha sambil membuka pintu, berselang sepersekian detik sebelum yang lain ikut membuka pintu dan keluar dari van.



……………………………………………



“hyung! Hyung! Manager Ahn” Ricky menyodorkan ponselnya tepat dimuka Chunji.
“manager Ahn?” gumamnya, lalu mengambil ponsel Ricky dan menatap layarnya. Ya.. videocall. Dan saat ini, di layar itu, gambar managernya yang sedang memakai syal tebal terpampang jelas.


“hai hyung! Apa kabar?” Chunji bicara dengan canggung. Dalam hati ketakutan setengah mati kalau-kalau pria itu meneriakinya dan memberikan sumpah serapah padanya. Cih,,,.. apa beritanya sudah terdengar? anigoya! Mana mungkin secepat itu? tapi….. bukankah wartawan memang selalu bergerak cepat?


“menurutmu bagaimana?”
“eh?”
“kenapa ‘eh?’”
“apa………… apa beritanya sudah sampai?”
“sudah”
“benar?”
“iya”
“memangnya berita apa?” tanya Chunji, menguji kebenaran pria itu. Jangan-jangan ia hanya mau membuatnya nampak bodoh dan pada akhirnya menceritakan kejadian itu sendiri.


“pernyataanmu tentang gadis itu kan? didepan rumah sakit? Kau tau? Saat ini, dilayar tv-ku ada kau yang sedang berteriak-teriak dan seorang gadis penuh perban yang berlindung dibelakangmu. Hahahaha…………………”


“tck….. itu tidak lucu, hyung”
“bagiku itu lucu”
“lalu bagaimana? Mau mengeluarkanku dari Teen Top?” Chunji yang sudah pasrah akhirnya malah bertanya tentang kepastian pengeluaran dirinya.


“kau gila? Bagaimana bisa aku mengeluarkanmu? Hei…. tau tidak? hanya dalam 5 menit, ponselku sudah berdering 6 kali. Kau dapat 3 kontrak iklan, 1 tawaran variety show dan 2 wawancara eksklusif. Aku belum mengambil satupun dari tawaran-tawaran itu, kurasa kau bisa memilih mana yang lebih menarik untukmu” Chunji melongo menatap manager Ahn yang tengah menjelaskan, ia benar-benar merasa oksigen disekitarnya menghilang tiba-tiba. Gila! Apa pria itu sedang bercanda? Sial, kalau tau begini, seharusnya ia bicara begitu didepan kamera dari awal.


“Chunji~a….. kau mendengarku kan?”
“eh? Iya… iya… aku dengar”
“malam ini, ada penerbangan menuju Seoul dan aku sudah membelikan tiketnya untuk kalian berenam. Pulanglah malam ini juga.”


“a..ap..apa? bukankah pesawat dari dan menuju Daegu selama beberapa hari ini tidak bisa beroperasi karena cuaca ekstrim?”


“iya. Tadi memang sempat tertunda, tapi sekarang semuanya sudah normal kembali. Begitu sampai di bandara Incheon, Wook Chan akan menjemput kalian dan langsung membawa kalian semua ke dorm”


“m..ma..malam ini juga, hyung? Benar harus malam ini?”
“ish…. Iya! Ya Tuhan, tidak mau berpisah dari gadis perban itu huh?”
“YAA!!! HYUNGG!!!”
“hahahaha”
“aish… hyung! Aku kesini bawa van, van-nya bagaimana?”
“tinggalkan saja disana. Nanti aku yang urus”



………………………………



Chunji mengecek jam digital diponselnya lalu berjalan pelan ke ruang tamu. Semuanya sudah siap, maksudnya………. Semua barang sudah masuk ke dalam koper. Siap berangkat. Chunji dan yang lainpun sudah memakai mantel masing-masing, mereka hanya tinggal berpamitan dan pergi ke airport.


“sudah mau jalan, ya?” Yoo Hyun yang sedang digantikan perban oleh Jung Ha segera menoleh. Menatap Chunji yang sudah siap berangkat dengan tatapan miris.


“aku saja” Chunji menyentuh bahu Jung Ha yang langsung berdiri. Serah terima perban lalu menggantikan posisi Jung Ha yang sebelumnya tengah berlutut dihadapan Yoo Hyun yang duduk di sofa. Ia meraih pergelangan kaki Yoo Hyun lalu meletakkannya di atas lututnya. Berkonsentrasi melilitkan perban disekeliling pergelangan kaki gadis itu yang tampak memar.


“kau akan kembali ke Seoul kan?”
“aku tidak tahu” Yoo Hyun berucap dengan lemah. Jauh didalam hatinya, ia benar-benar tak terima jika harus berpisah lagi dengan pria itu. Ayolah, mereka baru bertemu kemarin sore dan sekarang pria itu sudah harus pulang?


“kembalilah ke Seoul. Kau bilang mau kuliah disana kan?”
“aku tidak tahu” Yoo Hyun mengulang ucapannya dengan bibir bergetar. Karena tak bisa menyembunyikan getaran itu, ia menggigit bibirnya, mencoba menahannya.


“wae? sakit?” Chunji mendongak dan memperhatikan Yoo Hyun yang tampak pucat.
“jangan pergi”
“kenapa cepat sekali?” gadis itu melanjutkan ucapannya, terdengar seperti memohon. Chunji menghela nafas sambil mengikat perban dan menggunting ujungnya. Lalu setelah itu baru memperhatikan Yoo Hyun dengan serius. “aku harus”


“tapi aku masih sakit” Yoo Hyun mencari-cari alasan
“aku punya pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan disana” namja itu berusaha menjelaskan. Tangannya bergerak menyeka jejak basah yang entah sejak kapan ada dipipi Yoo Hyun.


“aku tak yakin bisa ke Seoul lagi”
“kenapa?”
“aku takut”
“apa yang harus ditakutkan?”
“kamera, fans-fansmu, wartawan. Aku benar-benar tak kuat lagi”
“aku akan menjagamu dari mereka semua” tanpa keraguan, Chunji berkata. Menjadi kalimat terakhir sebelum akhirnya ia dan yang lain benar-benar pergi.



………………………………………..



A month later…………



Seorang gadis berjalan pelan ditepian sungai, menyusuri jalanan beraspal di sore hari. Akhirnya, ia mengalah juga. Menekan rasa takutnya dan memutuskan untuk kembali ke Seoul, ke tempat dimana hidupnya mulai berubah. Tempat dimana ia melakukan hal-hal yang bahkan tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Gadis itu mendesah, menghentikan langkahnya dan menatap langit sore yang mempesona. Menyandarkan lengannya di tiang penyangga dan menatap lurus-lurus ke depan. Hingga….


“Hyun~a” tiba-tiba saja seseorang memanggil, dengan panggilan yang sudah sebulan ini ia tak dengar. Yoo Hyun tak langsung menoleh. Masih belum sepenuhnya mempercayai pendengarannya.


“kau datang?” seseorang dibelakang kembali bicara. Kali ini cukup sukses membuat Yoo Hyun berbalik badan dan benar-benar kehilangan akalnya. OKE! LEE CHAN HEE! Ia baru ditinggal sebulan dan bagaimana bisa sekarang namja itu terlihat jutaan kali lebih mempesona dari biasanya? Cih…. Kenapa sinar matahari tenggelam itu malah ikut menyiram wajahnya? Memberikan kesan yang benar-benar tak dapat digambarkan. Seorang namja tampan tengah berdiri memandangnya dengan siraman cahaya sunset yang memukau. Yoo Hyun tak dapat menyembunyikan wajah terpukaunya, sejurus dengan tubuhnya yang mendadak tegap. Kaku. Menatap fokus ke wajah kelewat sempurna tepat didepan.


Masih tetap tak beranjak sampai akhirnya tanpa diduga namja itu menarik pinggang Yoo Hyun lalu memeluknya dengan erat. Membenamkan wajah tersenyumnya di bahu gadis yang masih bergeming itu. Yoo Hyun tak mampu berkata-kata, sekedar merubah ekspresi wajahpun tidak bisa. Ia hanya bisa membulatkan mata, mencerna semuanya perlahan-lahan hingga akhirnya merasa nyaman dan ikut membenamkan diri, memeluk namja itu dengan posisi ternyaman. Belum mau berganti posisi sampai akhirnya namja itu melepasnya sendiri.


“ikut aku”
“hum?”
“kajja” tanpa menunggu persetujuan, pria itu menarik lengan Yoo Hyun dan membawanya ke mobil.
“mau kemana?” tanya Yoo Hyun, setengah meringis.
“nanti juga kau tau”



……………………………….



Yoo Hyun POV



Aku menoleh ke arah Channie oppa yang sedang berusaha memintaku mengikutinya masuk ke ruang konser. Cih… yang benar saja? Dia mau aku mati dibunuh fans-fansnya?


“kau gila”
“jebal. Ikutlah masuk!” Pintanya.
“tch… mau apa sih?”
“hanya dibelakang panggung, kok”
“kau? Ini konser Teen Top kan? kenapa kau malah disini? Bukannya konser kalian sudah mulai dari 30 menit yang lalu?”


“itu masalahnya. Aku minta izin untuk menjemputmu dulu”
“APA?”



………………….



“EOMO….EOMO……kumohon jangan Chan Hee~aa….. aku takut. Sumpah” akhirnya, dengan berat hati aku mengikutinya masuk. Tadi dia bilang, cuma ke belakang panggung kan? tapi….. saat ini ia justru malah memohon-mohon dihadapanku untuk ikut naik ke panggung. Demi apapun dia benar-benar sudah tidak waras. Haaa……… dia mau apa sih?


“kau! Mau kuseret atau kugendong?”
“apa? Tch…. Aku tak mau dua-duanya. Aku tak mau naik kesana dan menjadi sasaran keamukan fans-fansmu”


“kau tak tau respon fans-fansku setelah pernyataan dirumah sakit kemarin?” tanyanya tak percaya. “aku tak berani menyalakan tv atau membuka internet. Pasti mereka semua makin membenciku, ya?”


“aish…. Kau ini bicara apa?” Channie oppa mendesah lalu menatapku lekat-lekat. “percayalah padaku” ujarnya lembut. Dengan tatapan mata yang selalu berhasil membuatku merasa tak normal. Membuat mataku terkunci dimatanya dan membiarkan pria itu meraih tanganku. Lalu dengan mudahnya membuatku berjalan dengan pasrah ke atas panggung. Ah… sial! Sepertinya tubuhku belum kebal dengan pesonanya.


Aku berjalan mengikutinya sambil menunduk, dengan langkah gontai dan mata tertutup rapat. Masih berharap agar tiba-tiba saja ruang konser yang disesaki 2000 fans itu kosong mendadak. Aigoo…. mana mungkin? Heh, Yoon Yoo Hyun! kalau mau berharap itu yang lebih normal sedikit. Bagaimana bisa dikabulkan jika harapanmu terus menerus diluar batas?


Seketika nafasku sesak begitu mendengar teriakan riuh yang menyeramkan. Aku tak begitu mendengar mereka bicara apa, yang pasti aku takut. Sebelumnya, C.A.P oppa, L.Joe oppa dan Niel menyanyikan lagu first kiss kemudian begitu selesai, Channie oppa langsung membawaku naik dan membuat teriakan histeris yang berpotensi besar membuatku tuli terdengar disegala sudut. Berisik. Berisik sekali.


Aku membuka mata dengan perlahan, bersamaan dengan Channie oppa yang melepaskan genggaman tangannya. Ia tersenyum lalu mengambil mic yang disodorkan L.Joe. kenapa? Dia mau apa? Jangan. Jangan katakan apapun. Jangan. Kalau kau masih mau hidup, kumohon tutup mulutmu.


“kalian tau siapa gadis ini?” aku nyaris menangis begitu mendengar ucapannya. Kenapa dia malah menanyakan itu dihadapan fans-fansnya?


“Hyun~a”
“NUGU?”
“Hyun~a” jawab ribuan orang didepan kompak.
“malam ini, aku mau mengulang kembali apa yang sudah kulakukan di mini concert Teen Top yang dulu. Ada yang ingat?”


“nde.. kesalahanku dimulai dari situ. Saat aku memanggil ‘Hyun~a’ dan menyuruhnya naik keatas panggung. Aku benar-benar tak menyangka jika dampaknya akan begitu besar. Sampai-sampai masuk tv dan majalah. Ya.. itu memberikan dampak yang sangat besar bagiku, tapi…… dampak yang lebih besar diterima oleh gadisku. Yoon Yoo Hyun” namja itu mengakhiri ucapannya dengan kedipan sebelah mata kearahku. Sial! Kalau kau tidak melakukannya dihadapan banyak orang, aku pasti akan tersenyum tapi ini…………….. bagaimana aku bisa tersenyum coba? Disekitarku, pasti ada berpasang-pasang mata yang menatapku dengan iri.


“baiklah. Mungkin, aku akan berbagi cerita tentang gadis ini. Aku bertemu dengannya dengan cara yang tak biasa, aku………….. hampir menabraknya” layaknya instruksi, suara ‘aaaaaaaa’ terdengar. Seolah, apa yang ia ceritakan benar-benar seru. Memangnya itu bagus? Maksudku,…… hampir menabrak? Kurasa itu bukan jenis pertemuan yang patut dibanggakan, terlebih diceritakan dihadapan ribuan orang.


“dia pingsan dan aku hendak membawanya ke rumah sakit. Tapi….. tiba-tiba saja dia bangun dan berteriak menyuruhku mengantarnya pulang. Cih… dia pikir aku supir pribadinya? Ah.. cukup! Kalau diceritakan begitu, kapan selesai?” kemudian, kini suara ‘ah… oppaa!!! Lanjutkan’ terdengar silih berganti. Kecewa sekali sepertinya. Aigoo…. sumpah! Itu tidak seru.


“hmm…… oke! Aku lanjutkan! Aku mulai jatuh cinta padanya dihari kedua. Saat kami tersesat setelah dikejar-kejar paparazzi, saat mobilku kehabisan bensin dan memaksa kami harus berjalan. Baru 15 menit berjalan, ia kelelahan dan aku menawarkan diri untuk menggendongnya” ‘kyaaaaaaaa’ kurang lebih teriakan macam itu yang terdengar. “dan saat itulah aku mulai menyukainya. Saat ia tertidur dipunggungku, saat aku merasakan detak jantungnya yang tenang dari belakang. Saat jantungku berdetak diluar kendali” tanpa sadar aku tersenyum, menatapnya yang sedang berbicara lurus kedepan dengan tatapan menerawang. Sialnya, semua kata yang keluar dari mulutnya mudah sekali kurefleksikan dalam bentuk bayang-bayang nyata, membuatku tak sanggup untuk menahan senyum. Entah kenapa, rasanya senang sekali. Rasa gugup yang tadi sudah luluh, digantikan dengan perasaan senang dan tak habis pikir.


“Yoon Yoo Hyun itu bukan fansku. Bahkan diawal pertemuan kami, ia tak mengenalku. Ia menyanyikan lagu Teen Top dengan heboh tapi tak tau bahwa orang disampingnya adalah penyanyi aslinya. Bahkan ia bertanya ‘kau suka Teen Top?’ padaku” seketika suara tawa menyembur dari satu ruangan maha besar itu. Termasuk member-member Teen Top lainnya yang entah sejak kapan berada dibelakangku. Tapi…… kalau dipikir-pikir, ini aneh juga. Maksudku,……..  Channie oppa visualnya, seharusnya aku mengenalnya. Setidaknya tahu-lah.


“Yoo Hyun adalah penggemar fanatik C.A.P hyung dan jujur saja aku cemburu dengan yang satu itu” aku tersenyum. Cemburu? Hahaha….. oke. Aku suka kata itu. Aku menoleh kebelakang, melihat C.A.P oppa yang terlihat salah tingkah sedang mengusap tengkuknya sambil tersenyum.


“oh…. Dan soal press conference, disini aku mau minta maaf pada Yoo Hyun dan kalian semua. Maafkan aku karena sudah berbohong. Aku belum bisa mengambil keputusan yang tepat saat itu. Sekali lagi, maafkan aku. Maafkan Teen Top maksudnya”


“hmmm……….. sekarang, seperti yang sudah kubilang diawal. Aku akan melakukan apa yang kulakukan di mini concert dulu. Bukankah semua pusat masalahnya dimulai saat itu? kalau begitu, aku akan menghentikan masalahnya dikejadian yang sama” namja itu mengakhiri ucapannya sambil berlutut dihadapanku, sukses besar membuat para angel berteriak iri.



Author POV



“Hyun~a…….. aku tak tau bagaimana lagi caranya mengatakan ‘aku mencintaimu’. Yang pasti, kau satu-satunya gadis yang sejauh ini membuatku kehilangan akal, membuat hatiku sesak oleh cinta. Satu-satunya gadis yang kuinginkan untuk menghabiskan waktu bersama. Aku tak menjanjikan kehidupan yang akan selalu bahagia jika bersamaku, tapi setidaknya aku akan melindungimu sekuat yang aku bisa. Mencintaimu sebisaku. Hyun~a………… jadilah pacarku” Yoo Hyun belum mampu menjawab. Ia masih luar biasa syok mendengar rentetan kalimat manis yang seolah membuatnya terbang. Sampai-sampai tak mendengar kalau satu ruang konser telah meneriaki kata ‘terima’ dengan kompak. Begitu pula dengan 5 namja dibelakang yang ikut-ikut menyuruhnya untuk segera menerima tawaran menyenangkan Chunji.


“iya” Yoo Hyun akhirnya menjawab sambil menutup mata. Menahan rasa bahagia, malu dan tak percaya yang nyaris membuatnya pingsan.


“bicaralah lebih kencang”
“IYA. Aku mau menjadi pacarmu. Iya. Iya” Yoo Hyun terus-menerus mengatakan iya sampai menangis. Akhirnya, perasaan bahagianya berubah jadi air mata senang yang turun perlahan-lahan. Sontak, membuat teriakan senang memenuhi ruang konser yang besar. Oke……, setiap hal baru pasti menuai pro kontra, dan untuk urusan ini, hubungan Chunji dan Yoo Hyun yang awalnya tak disukai sebagian besar fans akhirnya mulai diterima. Mulai dianggap sebagai pasangan manis dan bahkan memiliki fans tersendiri.


Bukankah memang begitu? Ibarat bola. Bola yang dipantulkan dengan keras akan balik memantul tinggi keatas. Begitu pula dengan hubungan mereka, awalnya terpuruk dan berbenturan keras dengan masalah, lalu akhirnya beranjak naik hingga akhirnya mencapai puncak. Kehidupan manis yang tak terbayang ini setidaknya bisa lebih terdengar nyata saat mengetahui bahwa ada saja orang yang tetap tak suka dan tak setuju. Tapi…….. tak apalah. Toh, semua orang bebas berkomentar. Yang menjalani hubungan ini adalah Chunji dan Yoo Hyun bukan mereka.



END


Comments

Popular Posts