Way To Love #end (and my choice is....)
Author POV
Teen Top’s Dorm
“aniyaaaa. Kalian tidak boleh ikut!” Chunji berteriak sambil
berusaha keluar dorm. Ia bergerak heboh melawan kelima namja yang dengan
kompaknya membangun barikade tepat didepan pintu.
“kalau kami tak boleh ikut, kau tak boleh keluar” seru
Ricky. Namja itu bersandar dipintu sambil mengeluarkan ekspresi angkuh. Bodoh!
Dia pikir itu berguna?
“heh! Berpikirlah! Kalian semua bisa dimarahi habis-habisan
oleh Manager Ahn”
“heh bodoh! Kau yang berpikir! Bersama atau tanpa kami, kau
tetap akan kena marah” ujar si maknae kurang ajar, sukses membuat rahangku
mengeras. Sial! Kenapa semakin hari tingkahnya semakin melunjak saja?
“setidaknya, kalau kita kena marah, kita akan kena marah
bersama” tambah Niel.
“beruntung jika hanya kena marah, bagaimana kalau kita semua
dikeluarkan dari Teen Top?”
“kalau begitu, buat saja grup baru. New Teen Top, eotte?”
sahut L.Joe enteng. Aigooo…… apa ia pikir semudah itu? Ah.. terserah. Walaupun
dalam hati Chunji sedikit banyak menyetujui ucapan mereka, namja itu tetap
tidak mau. Sejenak ia terdiam, memikirkan cara untuk membuat orang-orang
mengganggu didepannya menyingkir. Hingga………….
“baiklah! Aku tidak jadi pergi! Ini kan yang kalian
inginkan?”
“tch… ya sudah! Tidak usah pergi” balas Ricky ketus.
Dengan acting yang meyakinkan, pria itu berjalan malas ke
kursi disamping jendela, memelantingkan tubuh dengan ekspresi pasrah lalu………
“Aigoo……… lihat noona
itu! neomo yeoppoda!” serunya sambil
mengubah posisi secepat kilat. Melongokkan badan dijendela dengan raut terpukau
yang sangat meyakinkan. Benar-benar sukses membuat barikade didepan pintu
berhamburan ke jendela. Bagus!
Tanpa membuang waktu, Chunji segera menarik koper
menyedihkannya ~setengah terbuka dan
nyaris kosong~ lalu berlari keluar dorm secepat yang ia bisa.
“dimana hyung?”
“mana noona-nya? Ya Hyung! Kau bo…………… YAAA!!! Chunji hyung
kabur!” seru Changjo. Dengan cekatan, namja itu menarik kaus C.A.P yang tengah
berdiri disampingnya lalu berlari keluar dorm.
“ish! Kita dibohongi!” Niel lekas berlari, disusul oleh
L.joe dan Ricky yang masih berdebat didepan jendela. “Pabo gateun! Kenapa kau
percaya?” Umpat L.joe sambil mendorong dahi namja didepannya tanpa dosa lalu keluar menyusul yang lain.
“Ya! Kau juga percaya ya!” balas Ricky kemudian ikut berlari
tak mau kalah.
Adegan kejar-kejaran berlanjut hingga ke area parkir. Karena
kesusahan membawa koper, Chunji akhirnya kalah cepat dan dengan berat hati
membiarkan kelima manusia rusuh itu masuk kedalam Van-nya.
…………..
Chunji POV
In Van
Sekarang, semuanya sudah duduk manis didalam van. Aku tak
mungkin mengusir mereka turun. Bukan karena kasihan, tapi….. mengusir kelima
orang itu pasti akan membuang banyak waktuku. Aku tak boleh membuang waktu
lagi. Sambil menghela nafas, aku menoleh ke belakang “dengar! Satu-satunya
tujuanku ke Daegu adalah Yoo Hyun. Aku ingin mencari dan mendapatkannya
kembali. Ini serius. Bukan untuk berlibur. Jadi…. Kalau kalian tetap bersikeras
untuk ikut, jangan merepotkanku. Arasseo?”
“arasseooooooooooo” jawab mereka kompak. Dengan ekspresi
bahagia dan kepalan tangan yang diangkat. Berlebihan. Lagi-lagi aku menghela
nafas, kali ini sambil membenarkan posisi duduk dan menyalakan mesin mobil.
Yoo Hyun POV
Daegu
“Sung Won~a…… kenapa sikapmu menjadi dingin begini?”
“benarkah? Mungkin karena cuaca yang dingin” pria itu bicara
tanpa ekspresi lalu menoleh dan tersenyum tipis kearahku. Sial. Park Sung Won……
apa ini karenaku? Mianhae.
“apa aku masih bisa merubah jawabanku?”
“jangan menjadi gadis plin-plan. Aku memang mencintaimu
tapi……. kalau kau mencintai orang lain, apa boleh buat?”
“kau bisa membuatku berbalik arah dan mulai mencintaimu
mungkin”
“menurutmu itu mungkin?”
“tentu saja”
“sayangnya menurutku tidak. Bagaimana jika pria Seoul itu
kembali? Mungkinkah kau mengabaikannya? Mungkinkah kau tetap bersedia bertahan disampingku?”
Sung Won menatapku lekat, dengan mata berkaca-kaca yang sukses membuat hatiku
terhunus mengerikan. Sung Won~a…………. kenapa bicara begitu? Kenapa? Kau tau
tidak, akibat perkataanmu aku malah berpikir untuk mati. Sudah berapa kali aku
berpikir untuk mati? Ya… begitulah. Jika disuruh memilih antara melupakannya
atau mati, I’d rather to die. Sedalam
itukah? Tidak! lebih dari itu! Aku tak pernah berpikir kedatanganku ke Seoul
malah akan membuatku menjadi bodoh begini. Bukankah cinta itu adalah bagaimana
seseorang menjadi bodoh bersama? Tapi…. kenapa aku malah menjadi bodoh sendiri?
“tidak bisa menjawab kan?” Sung Won tersenyum, menarik nafas
lalu mengalihkan tatapannya jauh ke depan. Ke sekumpulan burung yang terbang
bergerombol. Bisakah aku disihir menjadi burung? Sepertinya menyenangkan.
“dia tak mungkin menyusulku. Dia pengecut” gumamku, cukup
keras untuk didengar Sung Won.
“ya.. kau cela dia dimulutmu tapi kau agungkan dia seperti
orang gila dihatimu”
“Sung Won! Tidak begitu!”
“kurasa lebih baik aku mencari gadis lain saja……. Atau
tidak, lebih baik aku menunggumu saja. Setidaknya, sampai kau mulai bisa
menatapku kembali. Menatapku sebagai seorang pria yang berhak kau cinta. Bukan
sekedar teman” nafasku langsung tercekat mendengarnya. Pria itu bicara tanpa
cela dan terdengar begitu tenang. Dia
bilang apa tadi? menungguku? Ya Tuhan, sampai kapan? Entah bagaimana, kakiku langsung
lemas. Mataku menjadi perih dan dadaku sesak. Seolah ada malaikat pencabut
nyawa yang sudah mengayunkan kapaknya disampingku.
“aku pusing. Kurasa aku harus pulang” ujarku serak. Mendadak
kehilangan konsentrasi untuk sekedar mengatur pita suara. Ish.. Yoon Yoo Hyun!
Kau sudah sangat jauh dari Seoul, kenapa masih begini juga? kenapa masih merasa
sakit juga?
“baiklah. Aku temani”
“Tidak. Rumah halmeoni disana, aku tinggal jalan sedikit.
Demi Tuhan aku akan baik-baik saja”
“jalanannya licin dan kau tidak terlihat baik. Kali ini
jangan membantahku!”
“aku tidak apa-apa. Sungguh. Aku bisa. Aku bisa sendiri”
“baiklah”
“kalau begitu, aku duluan. Sampai jumpa” ucapku sambil
tersenyum, lalu segera berbalik didetik selanjutnya.
Namun, begitu aku mulai melangkah “Yoo Hyun” Sung Won
memanggil dan secara refleks aku berhenti. “pria Seoulmu pasti akan datang.
Entah kenapa aku yakin itu. Bukankah cerita roman selalu begitu?” rasanya aku
ingin berbalik dan meneriakinya. Dia bodoh atau apa? Ini hidupku! Bukan kisah
roman. Bukankah biasanya kehidupan nyata jarang yang berakhir manis?
“aku tak berharap banyak” ujarku pelan dan pastinya takkan
terdengar. Kemudian, tanpa berniat membuang waktu lebih lama, kuayunkan langkah
menjauh. Pulang ke rumah dan segera membuat teh hangat. Ya.. pasti itu akan
membuatku lebih tenang. Akan membuat otakku yang dingin menjadi lebih hangat.
Chunji POV
Akhirnya, 6 jam melelahkanpun berakhir. 6 jam bergulat
dengan jalanan panjang yang tertutup salju tipis. Ya.. jalanannya memang
lancar, tapi aku tetap harus berhati-hati agar van ini tidak tergelincir
dijalanan yang licin. Kemampuan menyetirku memang belum bisa disebut sangat
baik, tapi melihat medan yang barusan kulewati, seharusnya aku mendapatkan
penghargaan. Iya kan? Bayangkan saja! Tulangku hampir remuk karena diam
diposisi yang sama selama berjam-jam. Menahan kantuk dan rasa sakit yang
mencengkram kepalaku. 6 jam penuh harus memperhatikan jalan dan berkonsentrasi.
6 jam nyaris tanpa pemberhentian. Nyaris? Sialnya begitu. Changjo bodoh
memintaku berhenti untuk membeli makan, katanya dia baru bangun tidur dan belum
sempat makan sejak tadi pagi. Lalu, apa urusanku? Itu salahnya kan? Namun,
berhubung aku masih punya hati dan masih mau mendengar (yang benar saja! Aku nyaris tuli mendengar rintihan empat orang lain
yang ikut-ikut meracau bilang kelaparan) akhirnya mau tak mau aku berhenti,
membeli makanan lalu meneruskan perjalanan. Hanya sebentar, karena dengan baik
hatinya C.A.P hyung menggantikanku menyetir. Yah….. setidaknya leader itu ada
gunanya juga. Lebih baik daripada empat orang di belakang yang bukannya diam,
malah bernyanyi lagu tamasya dengan riang. SIAPA YANG MAU TAMASYA, HUH?!!!???
Dan sekarang, aku sudah mengambil alih kemudi lagi. Ya…
seperti yang kubilang tadi, 6 jam berlalu dan sekarang kami sudah sampai di
Daegu.! Aku hanya harus mencari Yoo Hyun.
“jadi kita menginap di rumah Yoo Hyun?” pertanyaan Niel
memenuhi van yang saat ini sedang lengang. Merujuk pada juru rusuh yang telah
jatuh ke dalam dunia mimpi (Ricky).
“kalau aku tau dimana rumahnya, aku juga akan kesana”
“APA? Kalau kau tau? Itu berarti kau tidak tau?” dengan
cepat, L.joe menyembulkan kepalanya ke depan, keantara kursi yang kududuki dan
kursi penumpang yang diduduki C.A.P hyung, ia memperhatikanku dari samping
dengan ekspresi tak percaya.
“menurutmu bagaimana bisa aku mengetahui tempat tinggalnya
di Daegu huh? Aku belum pernah kesini” balasku sinis, sambil mendorong
kepalanya kebelakang dengan sebelah tangan.
“YAA!!! PABO! Jadi, bagaimana kalau kita tak menemukan Yoo
Hyun? Ah! Kau benar-benar menyusahkan! Harusnya kalau mau melakukan sesuatu itu
dipikir dulu! Jangan…..”
“heh….. memangnya siapa yang menyuruhmu ikut huh? Sudah
kubilang dari awal, aku ingin pergi sendiri” aku balas membentak, menyela
ucapan L.Joe yang terlampau berhasil membuat darahku mendidih. Jika bisa, aku
benar-benar ingin melemparnya keluar. Ah.. tidak. Lebih dari itu. Aku ingin
menendangnya ke neraka.
“berisik. Jadi…… bagaimana sekarang?” suara serak terdengar
dari belakang. Kursi paling belakang van ini.
“Ricky~a…. sejak kapan kau bangun?” seru Changjo yang
anehnya duduk bersebelahan dengannya. Bagaimana bisa ia tak tau?
“sejak kalian saling berteriak satu sama lain. Sudahlah,
sekarang bagaimana? kenapa kalian semua kekanakan sekali huh? Lebih baik kita
cari jalan keluarnya” ujarnya sok bijak. Yah…. Begitulah kalau manusia aneh
baru bangun. Biasanya otak dan kelakuan tidak sejalan.
Sambil menyetir, otakku berputar mencari jalan keluar.
Hingga akhirnya,……
“ige… ige….. cari lewat GPS” dengan sedikit terburu-buru aku
mengambil ponsel disaku kemejaku, lalu mengarahkannya kebelakang. “aku!
Aku saja! Aku saja!” suara melengking
khas bocah 5 tahun terdengar bersamaan dengan diambilnya ponselku. Tak harus
menjadi jenius untuk mengetahui situasi dibelakang. Tanpa harus melihat spion
tengahpun aku sudah bisa membayangkan. Ya.. ketika Niel atau L.Joe hendak
mengambilnya, Ricky dengan gaya rusuh andalannya merangsek ke kursi tengah dan
mengambil ponselku. Kemudian setelahnya,…… dia akan bersikap sok tau lalu
akhirnya salah dan digantikan orang lain. Benar! Aku sudah hapal benar!
“bagaimana caranya hyung?” teriak manusia rusuh itu. Lihat!
Aku benar kan?
“masukkan alamat e-mail Yoo Hyun dulu” dengan sabarnya
Changjo memberitau.
“aku sudah menyimpan e-mailnya di note! Coba buka note-nya
dulu!” seruku.
“bagaimana caranya hyung?” Ricky kembali berteriak
“YAYAYAYA!!!! Berikan pada yang lain!” teriakku frustasi dan
dengan cekatan, Changjo mengambil alih.
“kau punya fotonya kan? Coba tanyakan ke jalan-jalan” usul
C.A.P hyung.
“memangnya kau pikir Daegu sekecil apa, hyung? Lagipula Yoo
Hyun bukan orang hilang”
“lokasi Yoo Hyun dan kita terletak di titik yang sama.
Kurasa benar apa kata C.A.P hyung, lebih baik kau tanyakan ke jalan-jalan. Atau
tidak……”
“kau tau nama keluarganya? Tanyakan pada orang disekitar
sini” sahut Niel, menyambung ucapan Changjo yang masih serius menatap ponsel.
Sedangkan Ricky dan L.Joe malah bermain gunting kertas batu dibelakang.
Benar-benar tak mengerti situasi. Kenapa malah bermain disaat seperti ini?
“KYAAAA……… Aku menang! L.Joe~a sana keluar! Chunji hyung,
biar L.joe saja yang keliling menanyakan Yoo Hyun” seru Ricky tiba-tiba,
sejurus dengan ekspresi L.Joe yang mendadak muram. Oh.. jadi ini maksud
permainan mereka.
“Katakan saja kediaman keluarga Yoon! Kalau tidak salah keluarga
besar Gil Dong, atau Gi Dong? Atau Gae Dong? Yah… pokoknya begitulah. Tanyakan
saja semuanya. Fotonya ada diponselku”
“Ricky~a….. kau ikut! Cepat temani L.Joe!” C.A.P hyung
memberikan interuksi.
“yaa….. andwae! Niel hyung saja! Kalau aku juga ikut, apa
gunanya aku menang coba?”
“heh! Kalau leader sudah bicara, tak ada yang boleh
membantah” sahut L.joe penuh kemenangan. Tanpa hati nurani, namja itu menarik
rambut Ricky lalu memaksanya keluar. Dibantu oleh Changjo yang
mendorong-dorongnya kedepan. Sukses membuat fake maknae itu meronta seperti
anak kecil. Aish….. bisakah mereka tenang sedikit? Suasana didalam van saat ini
benar-benar gaduh. Seperti pasar tradisional yang sedang kebakaran, bisa
dibayangkan? “YA! Berisik! Cepat keluar” bentakku. Serentak membuat seisi van
hening. Dan dalam waktu singkat, namja pemilik kerusuhan itu melesat keluar.
…………………………………………………..
Yoo Hyun POV
“Jung Ha~ya….. aku mau ke halaman dulu. Tolong katakan pada
halmeoni dan harabeoji jika mereka mencariku” ucapku sambil menatap cermin dan
mengeratkan syal musim dingin yang sebelumnya sudah tersampir longgar disekitar
leher. Aku menatap pantulan bayanganku yang menyedihkan, lalu beralih ke pantulan
bayangan saudara sepupuku yang sedang mengamatiku sambil bersandar di dinding.
“mau ke makam oppa?” tanyanya
“iya”
“boleh ikut?”
“jangan! Aku ingin sendiri. Nanti setelahnya, aku akan
menemanimu jika kau mau”
“baiklah. Kalau begitu kirimkan saja salamku untuknya.
Katakan aku mencintainya” Jung Ha tersenyum manis.
“pasti” aku balas tersenyum. Setelah puas bercermin, aku
meraih bunga-bungaan didekat meja, lalu beranjak keluar kamar.
“eh.. Jung Ha!” aku berbalik, bersamaan dengan Jung Ha yang
hampir saja menutup pintu kamar. Ia menahan tangannya lalu menatapku seolah
berkata ‘apa?’
“kalau ada tamu, kau harus pastikan dulu kalau kau
mengenalnya. Baru boleh dibukakan! Arasseo?”
“aku sudah 17 tahun, eonnie!” rengeknya
“tetap saja kau masih kecil”
……………………………………………………..
Author POV
Chunji dan yang lainnya mengikuti L.Joe dan Ricky yang tanpa
permisi masuk ke pekarangan rumah orang. Pintu gerbang kayu yang bertugas
menjaga rumah itu agar tidak dimasuki orang asing telah terbuka setengahnya.
“aku yakin Yoo Hyun tinggal disini” ujar L.joe. Pria itu
berjalan dari jendela satu ke jendela lain, mencoba mengintip dari
celah-celahnya.
“jinjja yo? Besar sekali! Kita bisa menginap disini! Tak
perlu menyewa hotel” Niel menoleh. Lalu menatap Chunji yang masih tak bersuara.
“iya kalau benar. Bagaimana jika salah?” ujar Chunji lesu.
“tidak salah lagi. Semua orang yang kutanya menunjuk rumah
ini kok” jawab Ricky dengan ekspresi kelewat yakin.
“ya sudah sekarang ketuk pintunya cepat” suruh C.A.P.
Akhirnya, Chunji berjalan menuju pintu masuk lalu
mengetuknya sambil berharap. 7 ketukan tanpa jawaban, keenam namja itu sudah
mulai menunjukkan raut pasrah. “sepertinya tidak ada orang” Changjo
berkomentar, dan langsung saja disetujui oleh anggukan yang lain. “kau yakin
Yoo Hyun di Daegu?” tanya Changjo lagi. Pria yang ditanya langsung menatap pria
itu dengan tatapan tersadis yang dia punya. Bodoh! Dia tak mungkin nekat kesini
jika belum yakin. Pertanyaan idiot.
“sudahlah! Kembali ke Van! Sudah mulai gelap. Kita harus
mencari penginapan” daripada menjawab pertanyaan Changjo, Chunji lebih memilih
memberi arahan pada yang lain sambil berbalik. Namun,…… disaat keputus asaan
mereka sudah mencapai klimaks, tiba-tiba saja pintu terbuka dengan perlahan.
Menampakkan sesosok gadis muda dengan mata yang nyaris menutup, rambut
berantakan dan muka bantal yang terlalu jelas menggambarkan bahwa sebelumnya ia
tengah dikuasai alam bawah sadar yang menyenangkan.
“kalian? Barusan mengetuk?” ujar gadis itu langsung.
Berharap gerombolan namja yang baru saja membalik badan kembali dengan raut
kaget itu segera menjawab dan tidak terus-menerus menampilkan ekspresi yang
sama.
“kau mati didalam? Kami sudah mengetuk berkali-kali kenapa
baru dibuka sekarang?” maknae gila bersuara dan dengan kompaknya lima namja
lain membekap mulut pria itu dengan sigap. C.A.P dan Niel menahannya dibelakang
sedangkan Chunji segera mendekat kearah gadis itu.
“eum…. Permisi! Kami kesini ingin mencari…………………..”
“TEEN TOP! KALIAN TEEN TOP KAN? BENAR KAN? MENCARI EONNIE
YA? IYA KAN?” Tiba-tiba saja gadis itu berteriak keras, seiring dengan matanya
yang mulai dapat berfungsi normal. Ia kembali berteriak histeris sambil
menyebutkan member-membernya satu persatu, menjabat tangannya dengan heboh lalu
berteriak-teriak lagi memanggil eonni-nya.
“eomeo! Kau mengenalku?” ujar Ricky tak percaya. Matanya
berbinar penuh haru dengan raut senang yang berlebihan.
“tentu saja! Yoo Chang Hyun kan? Teen top Ricky! Yang terus
menerus mengatakan bahwa dirinya adalah maknae. Maknae palsu itu kan?” gadis
itu tetap berbicara dengan ceria, tidak cukup mengerti bahwa pria yang sedang
ia bicarakan langsung terhenyak dan tidak berekspresi. Tak pelak mengundang
tawa lepas dari kelima namja lain yang mendengarnya.
“heh! Tunggu dulu! Memangnya siapa nama eonniemu?” Changjo
kembali bicara dengan sinis. Aish….. dia kenapa sebenarnya?
“Changjo~ya….. kau kenapa sih?” bisik Niel
“dia berisik sekali hyung! Aku pusing” adu Changjo
“Yoo Hyun eonnie kan?”
“iya! Dimana dia sekarang? bisakah aku menemuinya?” tanya
Chunji, langsung begitu mendengar nama Yoo Hyun disebut.
“YOO HYUN EON…………… eh… aku lupa! Dia sedang pergi ke makam
oppa-nya”
“makam? Yang benar saja! Ini sudah nyaris gelap” Chunji
segera mengecek arlojinya dengan khawatir.
“makamnya ada dihalaman belakang kok! Kau bisa langsung ke
belakang lewat sana” gadis itu menunjuk jalan kecil tepat disamping rumahnya,
sebuah jalan setapak yang sudah tertutup salju.
“ah.. gamsahamnida” Chunji merasa benar-benar lega begitu
melihat jalan yang ditunjukkan gadis itu. Dibayangannya, jalan setapak itu
sudah ibarat jalan penuh cahaya yang menghubungkannya ke surga. Tanpa buang
waktu, Chunji segera berjalan melewati jalan itu. Membiarkan dadanya berdetak
diluar kendali. Bukan hanya dibiarkan, bahkan pria itu juga mencoba untuk
menikmatinya. Perasaan tidak biasa yang selalu timbul saat hendak bertemu Yoo
Hyun.
“eum….. kalian mau masuk?”
“bolehkah?” tanya C.A.P langsung.
“tentu saja!” jawab gadis itu bersemangat. Bagaimana tidak?
didepannya ada 5 orang namja dari sebuah grup idola paling dielu-elukan saat
ini.
“eh.. Hyung! Kita harus membeli keperluan dulu! Baju? Kita
tak bawa sama sekali kan?”
“tadi Chunji hyung bawa koper kok” ujar Niel
“iya! Dia bawa koper tapi tak ada isinya!” Changjo menjawab
sambil berkacak pinggang dengan ekspresi seolah dia tahu semua hal didunia.
“jinjja?”
“lihat saja sendiri! Tadi bajunya berserakan disepanjang
lorong dorm! Ritsleting kopernya tidak ditutup” Changjo kembali berkoar, masih
dengan ekspresi yang sama.
“coba periksa dulu!” L.Joe melirik Niel dan C.A.P yang
terlihat sama tidak yakinnya dengannya.
“aish! Tidak percaya sekali sih! Tadi aku duduk dibelakang
dan iseng membuka kopernya. Isinya Cuma satu baju warna hitam gambar tengkorak.
Kau ingat baju Manager Ahn yang ketinggalan di dorm? Itu bajunya! Cuma ada itu
saja! Kalian mau berbagi satu kaus untuk berenam dimusim dingin huh?”
“ini yang disebut maknae?” dengan suara pelan, gadis yang
masih setia berdiri disamping pintu masuk berbicara. Melirik Changjo sinis lalu
mendengus.
“Ya! Aku tidak bicara padamu! Ayo hyung, beli baju
sekarang!”
“ah.. Changjo~a…. sopan sedikit. Gadis ini yang punya rumah,
jika dia marah, kita mau tidur dimana huh?” bisik C.A.P.
“eum….. daritadi kita berbincang tapi aku tak tau namamu!
Bolehkah aku tau?” Ricky yang berjarak paling dekat dengan gadis itu segera
mengulurkan tangannya. “Jung Ha imnida. Aku saudara sepupunya Yoo Hyun eonnie”
“oh.. begitu! hmmm…. Jung Ha~ya… bolehkah malam ini kami
menginap? Sebentar lagi gelap dan kami belum mencari hotel” Tanpa berpikir,
Jung Ha segera mengangguk sambil tersenyum cerah. Dipikirannya, ia sama sekali
tak merasa bersalah. Toh, kata eonnie-nya tadi, ia hanya boleh membukakan pintu
untuk orang yang ia kenal. Dan ia memang sudah mengenal namja-namja itu dari
tv. “mana mungkin aku tidak mengizinkan?”
“eomeona….. gamsahamnida…! Gamsahamnida”
“neomu neomu neomu kamsahamnida Jung Ha~ya….” Niel, C.A.P,
L.joe dan Ricky langsung membungkuk-bungkuk sambil melontarkan ungkapan terima
kasih silih berganti. “ayo hyung! Kita harus membeli keperluan” tanpa
basa-basi, Changjo berbalik dan berjalan menuju van.
“kenapa sih orang itu?” bibir Jung Ha mulai mengerucut.
“dia memang maknae yang penuh emosi. Tolong maafkan dia”
“iya! Tenang saja. Kalian pergilah, aku akan menyiapkan
kamar untuk kalian”
………………………….
Yoo Hyun POV
Aku menatap gundukan kecil dibawah pohon, tempat dimana abu
oppa-ku dikebumikan. Keluargaku memang sengaja menguburkan abu pembakaran jasad
oppa disini, di halaman belakang rumah.
Ya Tuhan! Mataku menjadi perih lagi. Sambil berjongkok, aku mengambil setangkai
mawar dari rangkaian bunga yang kuapit dilengan, lalu meletakkannya dengan
perlahan diatas gundukan itu. Tanpa terasa, air mataku kembali berjatuhan tanpa
kontrol. “oppa…… aku merindukanmu”
“Jung Ha juga. Dia bilang dia mencintai oppa. Tadinya dia
juga mau ikut, tapi aku tak izinkan” aku terdiam sebentar, mengumpulkan nafasku
yang tiba-tiba saja terasa sesak.
“aku kesini mau bercerita” ucapku sedikit tertahan.
“oppa……. ada seorang pria” aku tersenyum, mengingat wajah
orang yang kumaksud. “Dia mirip sekali denganmu. Dia menyebalkan tapi aku
sangat mencintainya. Persis sekali kan denganmu? Kau menyebalkan tapi aku
mencintaimu. Dia juga memakai parfum yang sama denganmu. Campuran aroma lemon
dan bunga zaitun” aku terus menerus bicara sambil menggerakkan sebelah tanganku
disaku mantel, mengambil parfum lalu menuangkannya sedikit demi sedikit di
makam oppa.
“Dia manis. Dia lucu. Dia menyenangkan. Pokoknya aku
benar-benar menyukainya. Oppa, kau harus melihatnya! Dia member idol grup
terkenal. Dia benar-benar keren dan digilai banyak gadis” aku tersenyum dengan
uraian air mata, merasa senang dan sedih disaat yang bersamaan. “Tapi…..
bedanya dia tak bisa menjagaku dengan baik, dia tak bisa menjagaku sebagaimana
kau menjagaku. Dia mengambil hatiku, berjanji merawatnya tapi pada akhirnya
dikembalikan lagi padaku dalam keadaan terluka. Kau harus menghukumnya. Adikmu
satu-satunya dibuat terluka oleh seorang pria” raut wajahku saat ini sangatlah
serius, seolah didepanku sekarang benar-benar ada seorang lawan bicara. Padahal
nyatanya, aku hanya bicara pada tanah.
“Oppa tau? Sung Won memintaku menjadi kekasihnya” aku
menghapus air mataku kasar lalu kembali menatap makam oppa. “dan kau tau apa
jawabanku?........... Aku menolaknya”
aku mengalihkan tatapanku kearah lain dengan nanar. Tersenyum melihat cahaya
senja yang benar-benar indah, menarik nafas lalu bicara dengan lirih “aku sudah
sangat berubah ya? Kenapa aku tidak menerimanya saja saat itu? kenapa aku malah
memilih mempertahankan seseorang yang jelas-jelas tidak mencoba mempertahanku?”
aku kembali mengatupkan mulut dan membiarkan rasa dingin menyelimutiku. Dengan
telaten, aku mencabut rumput liar disekitar makam dan menyingkirkan bebatuan
disekitarnya. “aku kedinginan. Bisakah peluk aku oppa?” ucapku, bicara
sendirian seperti orang gila.
“huft…… aku benar-benar merindukannya. Bisakah kau beritau
pria itu aku sedang sangat merindukannya? Suruh dia kesini dan menggantikanmu
memelukku. Bisa tidak, oppa?”
“Hyun~a”
Author POV
“huft…… aku benar-benar merindukannya. Bisakah kau beritau
pria itu aku sedang sangat merindukannya? Suruh dia kesini dan menggantikanmu
memelukku. Bisa tidak, oppa?”
“Hyun~a” tepat setelah Yoo Hyun menyelesaikan ucapannya,
seseorang memanggil. Berhasil membuat gadis itu terdiam dengan jantung yang
berhenti berdetak. Ia bisa merasakan otot-otot tubuhnya mulai melemah dan
membuatnya tak mampu melakukan apapun, termasuk menoleh.
Dengan kekuatan yang tersisa sedikit, Yoo Hyun memutar
kepalanya sambil memejamkan mata. Dan…… “Channie~ya?” Mata Yoo Hyun terbelalak.
Pria yang sebelumnya ia bicarakan kini tengah berdiri tak jauh dari hadapannya.
Chunji langsung tersenyum lega dan berlari menghampiri Yoo Hyun yang masih
syok.
“bagaimana bisa kau kesini?”
“hei.... sudah gelap! Ayo masuk kedalam” bukannya menjawab,
Chunji malah langsung mengulurkan tangannya tepat didepan gadis itu. Yoo Hyun
tidak langsung menerimanya, ia mengalihkan tatapannya ke wajah namja itu lalu
mendorong tangannya menjauh. “mau apa kesini?” tanyanya sinis.
“apa lagi? Menemuimu dan minta maaf”
“minta maaf untuk apa?”
“semuanya. Kurasa kesalahanku terlalu banyak. Hmm…. Begini!
Jika kau mau memaafkanku, aku berjanji akan memperbaiki semuanya. Aku berjanji
akan menjagamu dengan baik. Aku berjanji tak akan melukai perasaanmu lagi. Aku
berjanji………….”
“CUKUP” pekik Yoo Hyun tak tahan. “jangan membuat janji yang
belum tentu bisa kau tepati. Kenapa berjanji terus sih? Kau harus belajar dari
pengalaman. Setiap kau berjanji ujung-ujungnya pasti akan membuatku…………….. ah
sial” Yoo Hyun kehabisan kata dan segera beranjak pergi. Namun belum sempat
gadis itu melangkah lebih jauh, Chunji mencekal lengannya. Meraih pergelangan
gadis itu dan menguncinya tetap disana. Ekspresi lelah tampak dari keduanya.
Yoo Hyun meronta sambil memanggil-manggil Jung Ha dengan kencang, sementara
Chunji malah diam dan hanya memperkuat genggamannya saja.
“aku merindukanmu. Bisa diam sebentar?” ujar Chunji. Terlalu
pelan dan terdengar menyakitkan. Cukup untuk membuat semua perlawanan Yoo Hyun
terhenti. Ia memandangi pria itu, dengan tatapan yang sama sakitnya.
“bogoshipo. Jeongmal bogoshipo” tak bisa berpura-pura kuat lagi, Yoo Hyun
akhirnya mengatakan apa yang dari tadi diteriakkan hatinya. “kenapa lama
sekali?” lanjutnya sambil menangis.
“maaf. Maafkan aku. Maaf” Chunji tak tau kata apa lagi yang
harus ia bilang selain ‘maaf’. Ia juga tak tau harus berbuat apa. Maksudnya,….
Untuk sekedar memelukpun ia tak punya cukup keberanian.
“aku merindukanmu”
“aku tau. Aku tau. Aku juga merindukanmu”
“bolehkan aku………… tch” Yoo Hyun yang sebelumnya mau minta
izin untuk memeluk, akhirnya memutuskan untuk melakukannya langsung. Ia memeluk
pria itu dan menenggelamkan kepala didadanya. Sukses membuat Chunji sedikit
tersentak ke belakang. Namja itu tak bergerak, ia masih terlalu takut untuk
balik melingkarkan tangannya di tubuh Yoo Hyun. Pikirannya terus menerus
menyudutkannya, saat ini ia merasa seolah semua benda-benda disekitarnya tengah
menghujatnya dan memanggilnya ‘namja pengecut’. Chunji tak sepenuhnya menolak, ia
memang merasa seperti seorang pecundang. Sebagai seorang pria, harusnya ia
berani memperkenalkan Yoo Hyun dihadapan media. Bukan dengan egoisnya menahan
yeoja itu tetap disampingnya tapi mengaku tak kenal dihadapan banyak orang.
“Hyun~a! sudah gelap. Kita masuk sekarang, ya?” Perlahan Yoo
Hyun menjauhkan tubuhnya, lalu mendongak menatap Chunji yang tampak lelah.
“baik”
……………..
Di teras belakang, Jung Ha sedang membolak-balik majalah
saat pintu belakang terbuka. Yoo Hyun dan Chunji segera masuk sambil
meniup-niup tangannya. “mau diambilkan selimut?” Jung Ha lekas berdiri dan
menutup majalahnya.
“boleh. Tolong ya” jawab Yoo Hyun sambil menutup pintu.
Sementara Chunji sudah duduk di tepi beranda kayu. “dimana yang lain?”
“siapa?” Yoo Hyun menatap Chunji tak mengerti lalu duduk
disebelahnya.
“eh? Apa aku belum bilang? Aku kesini bersama semua member”
“yang benar?” seru gadis itu tak percaya.
“benar. Tapi mereka sedang keluar, katanya membeli
keperluan. Entahlah, tadi aku hanya mendengar kata baju” jawab Jung Ha, ia baru
saja keluar dengan setumpuk selimut dan langsung masuk ke dalam percakapan.
Jung Ha meletakkan selimut itu ditengah-tengah Chunji dan Yoo Hyun lalu duduk
bersila dibelakangnya. “aku boleh duduk disini kan? Aku tidak mengganggu kok”
Yoo Hyun mengangguk, lalu melebarkan selimut itu hingga ketiganya bisa
memasukkan kaki dan tangan disana.
“aku tau musim dingin di Daegu memang tidak sedingin
ditempat-tempat lain, tapi…. apakah kau tidak bisa memakai baju yang lebih
tebal sedikit? Kenapa malah memakai kemeja?”
“iya, teman-temanmu yang lain juga hanya memakai baju lengan
pendek. Apa tidak dingin?” Jung Ha menimpali. “semuanya serba mendadak. Tidak
ada persiapan sama sekali” jawab Chunji, tak ingin memberi penjelasan lebih
jauh.
“Jung Ha, harabeoji dan halmeoni sudah pulang?”
“Mereka tidak pulang malam ini. Menginap dirumah bibi
mungkin”
“Begitu ya? Eung….. hei… kau berani mengambilkan baju hangat
kakek tidak?”
“ah.. eonnie! Shireo. Kakek bisa menggantungku di pohon jika
tau aku menyentuh barangnya” jawab Jung Ha ngeri.
“sudahlah. Aku tidak apa-apa” ujar Chunji tak enak.
“tapi…………” belum sempat Yoo Hyun bicara lebih, suara nada
deringnya yang baru menginterupsi.
“hei….kau mengganti nada deringnya” racau satu-satunya pria
ditempat itu. Ia mendecak tak suka sambil terus-menerus menatap Yoo Hyun yang
tampak bangga. “aku angkat telfonnya dulu. Kalian berdua, berbincanglah” ujar
gadis itu dengan ekspresi senang.
“ada apa sih? Memangnya nada dering sebelumnya bagaimana?”
Jung Ha yang tak mengerti apa-apa akhirnya bertanya.
“lupakan. Eum… namamu Jung Ha ya?”
“iya. Dan kau…… the power of Voice, Teen Top Chunji. Ia
kan?” Namja yang baru ia sebutkan namanya itu langsung girang bukan main.
“benar. Benar. Kau benar. Ternyata kau jauh lebih pintar dari sepupumu itu ya?
Geunde, sejak kapan kau suka Teen Top?”
“sejak Yoo Hyun eonnie memiliki skandal denganmu. Aku baru
tau saat itu” dalam sekejap, raut wajah Chunji berubah. “tau tidak? semua orang
disekolahku mengirimkan salam untuk member-member Teen Top padaku. Mereka pikir
aku mengenal kalian. Hahahaha…….”
“eh.. eh.. kita harus berfoto. Ini bisa jadi pembicaraan
baru disekolah” dengan cepat, Jung Ha mengambil ponselnya lalu tersenyum sambil
membentuk V sign disamping Chunji yang masih belum sempat bereaksi. Dan entah
bagaimana caranya, di ponsel Jung Ha saat ini sudah tersimpan 5 foto mereka. Kapan
gadis itu memotret saja Chunji tak tau. Sepertinya baru 3 detik lalu selesai.
Ah.. terserah.
“ternyata kau sama saja dengan Yoo Hyun. Bahkan kurasa
setingkat lebih heboh darinya”
“itu pujian?”
“bisa jadi”
“kalau begitu terima kasih”
………………………………………………
Yoo Hyun POV
Aku segera membuka pintu dan mengerahkan semua kehebatanku
dalam beracting. “Sung Won~a”
“cepat sekali membuka pintunya” ucap pria itu sambil
mengangkat sebelah alisnya.
“iya. Tadi aku memang sedang berada disekitar sini, jadinya
saat pintunya diketuk aku langsung bergegas membukanya” aku tersenyum, dalam
hati merutuk diriku sendiri yang sama sekali tak pandai berpura-pura. Bagaimana
bisa pilihan kataku menjadi sangat buruk untuk didengar?
“ini. kue dari eomma”
“gomawo” aku segera menerima toples kue yang ia sodorkan.
“dan ini……. baju-bajuku. Tunggu…. Kau yakin yang kakek minta
itu baju-bajuku? Bukan baju appa atau harabeojiku” tanya Sung Won sekali lagi.
Mencoba memastikan.
“aku yakin. Benar”
“hahahahaha”
“habislah aku” gumamku sambil memejamkan mata. Tepat saat
baju-baju ditangan Sung Won berpindah ke tanganku. Suara tawa riang gembira
dari mulut Jung Ha dan Channie oppa terdengar jelas dari belakang. Sukses
membuat Sung Won mengalihkan tatapannya padaku, menuntut penjelasan. “jika kau
tak menjelaskan juga, aku akan masuk ke dalam dan memastikannya sendiri” ucap
pria itu dingin.
“kau ada di rumah?”
“iya. Memangnya ada apa?”
“aku mau membawakan
kue untukmu dan Jung Ha”
“eum,…. Bagaimana ya? Kurasa……..”
“kau sedang tak mau
diganggu ya?”
“bukan begitu. Tentu saja boleh. Eungh…. Sung Won, kakek menyuruhku
meminta baju-bajumu. Aku tak tau untuk apa, tapi kakek menyuruhku begitu”
“bajuku? Semuanya?”
“tidak lah…. Kalau semua kau mau pakai apa huh?”
“untuk apa ya?”
“aku juga tidak tau”
“baiklah. Nanti kubawa
beberapa”
“ah.. bagus”
“apanya?”
“anie… maksudku terima kasih”
Mungkin aku terlalu lama melamun hingga tak sadar Sung Won
sudah tak ada lagi didepanku. Aku tak berlari untuk menyusulnya ke belakang.
Aku yakin itu tidak ada gunanya. Jadi, aku hanya menghela nafas lalu berjalan
pelan-pelan menyusul mereka. Mungkin sekarang, Sung Won sudah melihat Channie
oppa dan akan membenciku seumur hidup. Ish… padahal tadi hampir saja berhasil,
cih…. Sebenarnya apa yang mereka berdua tertawakan sih? Mengacaukan rencanaku
saja.
Aku berjalan tanpa semangat dan berhenti tepat di disamping
Sung Won. “kenapa berbohong?” tanya Sung Won, matanya masih tegas menatap
Channie oppa yang malah balik menatapnya sinis.
“dia siapa?” Chunji ikut-ikut bertanya.
“teman eonni. Namanya Park Sung Won” gumam Jung Ha, namun
cukup keras untuk bisa didengar yang lain.
“Jung Ha~ya……. Oppa membawakan kue untukmu. Sana…. Makanlah
sampai habis” Sung Won mengambil toples kue ditanganku lalu mengulurkannya pada
Jung Ha dengan ekspresi ‘pergilah’. “cara mengusirmu itu……. aish! Halus sekali
ya” Jung Ha tersenyum kecut lalu merebut toples kue ditangan Sung Won dengan
kasar. Ia lantas pergi sambil menghentak-hentakkan kakinya keras.
“Yoo Hyun. Aku ingin bicara pada namja ini. Bisa tinggalkan
kami sebentar?”
“ah.. eum…. Apa sebaiknya….”
“Hyun~a…….. tinggalkan saja” Channie oppa tersenyum dan
menatapku dengan tatapan lembut.
“jangan lakukan hal yang kekanakan” aku mengingatkan.
Kemudian perlahan-lahan meninggalkan mereka di teras belakang. Tck, sebenarnya mereka
mau apa?
…………………………….
Author POV
“Aku tak suka basa-basi. Langsung saja, kau serius
mencintainya atau hanya ingin main-main saja?”
“main-main?” ulang Chunji tak habis pikir.
“jawab saja” Sung Won memutar kepalanya, menatap pria itu
dengan tatapan dingin.
“aku tak mungkin hanya main-main dengannya. Aku
mencintainya. Sungguh”
“oh ya? Lalu kenapa kau tak pernah menganggapnya dihadapan
media? Kau malu?”
“tutup mulutmu. Kau tak mengerti konsekuensi menjadi seorang
public figure”
“intinya kau takut. Kau takut kehilangan penggemar dan
popularitas”
“aku tidak takut” teriak Chunji habis kesabaran.
“jangan hanya bicara. Bisa buktikan?”
“kau mau aku buktikan seperti apa huh?”
“bagaimana jika aku memberitahu wartawan mengenai
keberadaanmu. Menurutmu, apa yang akan kau lakukan?”
“kuperingatkan kau! Jangan lakukan hal bodoh seperti itu”
“tch…. Sebegitu takutnya kah?”
“heh…. Kau sama sekali tak tahu betapa berbahayanya mereka.
Saat ini, di Seoul, orang-orang masih mempertanyakan keberadaan Yoo Hyun yang
hilang tiba-tiba. Jangan sampai kau membahayakan keselamatannya”
“Ya Tuhan. Aku benar-benar takut mendengarnya” Sung Won
mencibir lalu tertawa keras setelahnya. Tawa penuh ejekan yang mampu membuat Chunji
geram setengah mati. Tangannya sudah mengepal disamping badan, gemetar tak
terkendali karena menahan emosi. Sial. Sebenarnya siapa pria ini.
“aku serius” Chunji menekankan ucapannya.
“setidaknya beri dia kepastian. Jangan terus menerus menjadi
pecundang. Kalau niatmu dari awal hanya untuk bermain-main, kurasa Yoo Hyun
bukanlah mainan yang tepat. Carilah gadis lain”
“SUDAH KUBILANG AKU TIDAK MAIN-MAIN” Chunji sudah kehilangan
kendali atas gerakan tubuhnya. Ia mencengkram kerah kemeja Sung Won dengan
nafas memburu.
“apa? Mau menghajarku? Memangnya namja manja sepertimu
berani melakukannya?” tanpa rasa takut, Sung Won memajukan wajahnya. Menantang
namja yang tengah menarik kerahnya itu untuk melakukan apa yang ia inginkan.
Tapi tidak,…… Chunji justru melepaskan cengkramannya lalu mundur beberapa
langkah.
“jadi sebenarnya apa yang kau inginkan huh?”
“aku tak tau apa yang Yoo Hyun suka dari namja sepertimu”
Chunji mendengus tak percaya mendengar ucapan Sung Won. Sial. Memangnya ia
namja seperti apa?
“tapi sayangnya, aku akan menghargai apapun keputusan yeoja
itu. Termasuk dalam hal ini. Jadi, aku akan berbaik hati menunggunya
meninggalkanmu atau….. menunggumu mengacuhkannya”
“kalau begitu katakan selamat tinggal pada Yoo Hyun. Ia tak
mungkin meninggalkanku dan aku tak mungkin mengacuhkannya” tandas Chunji sambil
tersenyum kearah lain. Merasa menang.
“kita lihat saja” Sung Won kembali memperlihatkan senyuman
sinisnya, lalu beranjak meninggalkan Chunji.
“changkaman. Berjanjilah kau tak akan memberitahu media
tentang keberadaanku dan Yoo Hyun”
“untuk yang satu itu, aku tak bisa berjanji”
“keparat kau”
…………………………
Chunji POV
Langit sudah benar-benar gelap dan udara menjadi semakin
dingin. Karena aku tak mau mati beku disini, makanya dengan berat hati aku
memutuskan untuk memakai baju milik pria yang aku tak ingat namanya itu. Aku,
Yoo Hyun dan saudara sepupunya, Jung Ha tengah duduk di ruang tamu sambil
menunggu kedatangan yang lain. Aigoo….. Sebenarnya mereka beli baju dimana?
Jepang? Cih….
Aku menghembuskan napas lalu menatap Yoo Hyun yang sedang
menaikkan ritsleting jaketnya sampai dagu. Lalu tatapanku beralih pada Jung Ha,
mungkin karena sudah terbiasa, gadis itu tak terlihat kedinginan sama sekali. Ia
bahkan hanya memakai celana pendek, blouse lalu ditutup cardigan. Saat ini,
kepala gadis itu sudah terantuk-antuk ke depan. Ia pasti sudah benar-benar
lelah dan mengantuk, tapi tetap memaksakan diri untuk menunggu yang lain. Jung
Ha masih menggenggam ponsel ditangannya, katanya ia ingin berfoto dengan yang
lain dulu baru mau tidur.
Aku bahkan sudah tak ingat berapa kali aku mengintip lewat
jendela saat ada mobil yang lewat. Setiap ada suara kendaraan, salah satu
diantara kami pasti akan refleks mengintip lalu menggeleng frustasi jika salah.
Sudah 5 menit penuh tak ada kendaraan apapun yang melintas diluar. Suara yang
tenang semakin mempengaruhiku untuk tidur. Demi Tuhan, jika diizinkan oleh Yoo
Hyun, aku ingin mengunci pintu rumah ini lalu pergi tidur. Biarkan saja mereka
diluar. Dulu aku juga pernah dikunci di luar dorm saat pulang larut.
Tiinnn Tiinnn
“kubunuh mereka”
desisku sambil berdiri. Disusul oleh Jung Ha yang tiba-tiba saja
bersemangat. Gadis itu berlari ke pintu depan lalu membukanya dengan antusias.
“aku pu…….”
“foto denganku, ya?” pinta Jung Ha, bahkan sebelum kelima
orang dengan mantel tebal itu masuk. Hei…. Kenapa mereka semua tampak seperti
beruang kutub?
“foto?” ulang C.A.P, terdengar seperti rintihan.
“iya! Satu persatu dulu foto bersamaku, lalu kalau sudah
baru semuanya. Eotte?” Jung Ha yang yakin permintaannya tak akan ditolak,
langsung mengatur kamera dan tersenyum disamping L.Joe yang sedang sibuk
membawa paper bag besar. Satu foto pertama tersimpan. Jung Ha yang tersenyum
lebar dan L.joe yang tak sadar difoto. Lalu sasaran berikutnya adalah Niel yang
untungnya bisa diajak kompromi dan ikut bergaya dengan baik. Kemudian…………..
“lebih baik cepat selesaikan dan pergi tidur” dengan nada dingin, Changjo merebut
ponsel Jung Ha lalu mendekatkan kepalanya disamping gadis yang tiba-tiba
membeku itu. Cepat sekali. Dan kali ini foto yang tersimpan agak berbeda dengan
foto-foto sebelumnya, jika sebelumnya Jung Ha tersenyum lebar disamping namja
yang tersenyum seadanya, untuk foto kali ini ia justru tak tersenyum, ia malah
menatap kamera dengan bingung sedangkan Changjo tersenyum mempesona. Setelah
itu, tanpa berkata apa-apa lagi, Changjo menyusul yang lain, pergi ke kamar
yang baru saja Yoo Hyun tunjukkan.
“YAA!!! Kalian darimana saja?” teriakku begitu mereka lewat
didepan.
“karaoke hyung” jawab Ricky tanpa berpikir. Berhasil,
membuat semua namja kecuali aku menatapnya seolah akan menelannya hidup-hidup.
“maksudku……. Beli baju” Ricky meralat ucapannya sambil menunduk.
“tch…. Kenapa malah karaoke sih? Kami menunggu kalian dari
tadi. Bahkan Jung Ha harus menahan kantuknya demi kalian” setelah aku bicara,
semua orang menatap Jung Ha tak yakin. Diraut wajah gadis itu, rasa lelah dan
kantuk sama sekali tak terlihat. Ia malah nampak seperti robot yang baru saja
di charge. Memperkuat keyakinan mereka kalau aku sedang berbohong. Sial. Aku
tidak bohong.
“terserah kalian mau percaya atau tidak” aku segera duduk
bersandar di sofa sambil melipat tangan, menampakan ekspresi tak acuh yang
justru malah dibalas dengan ekspresi yang sama oleh mereka. Dengan santainya,
kelima namja itu masuk kamar lalu menutupnya begitu saja.
“Jung Ha~ya…….. tidurlah. Sekarang sudah dapat foto semuanya
kan?” tanyaku
“harusnya masih ada satu foto lagi. Kita harus berfoto
bersama-sama. Pasti teman-temanku akan iri”
“aigoo…….. foto bersamanya besok saja, ya? Sekarang lebih
baik kau tidur. Ini sudah malam”
“baik” jawab Jung Ha tanpa semangat. Gadis itu berbalik,
bersamaan dengan Yoo Hyun yang baru datang dari dapur.
“kenapa dia menurut sekali padamu?” Yoo Hyun melirikku lalu
mengarahkan tatapannya pada Jung Ha yang baru masuk kamar. Aku hanya tersenyum
kecil sebagai jawaban.
“eum…. Kurasa aku juga harus tidur. Selamat malam”
“Hyun~a. Changkaman” saat Yoo Hyun baru mulai melangkah, aku
segera mencekal lengannya. Tanpa sengaja, mataku menangkap cahaya berkilauan di
jari manisnya. Sadar kemana arah pandanganku, Yoo Hyun segera menarik
tangannya.
“kau masih mengenakannya?”
“punyamu pasti sudah hilang ya?” Yoo Hyun balik bertanya.
“ini sudah berkarat. Jangan dipakai terus. Tanganmu bisa
sakit” aku tak mendengarkan ucapan Yoo hyun dan malah sibuk memperhatikan kulit
disekitar cincinnya yang memerah.
“aku tak bisa membukanya” jawab Yoo Hyun pelan. Meringis
saat aku mencoba menekan cincin itu keluar.
“sebentar” aku berdiri, berjalan ke sudut ruangan lalu
mengambil kotak p3k yang tergantung di tembok.
“duduklah” ucapku sambil mendorong bahunya sampai terduduk.
Kemudian segera berlutut didepannya.
Author POV
Yoo Hyun menghela napas, lalu menatap cincin di jari
manisnya. “duduklah” Chunji yang baru kembali dengan kotak p3k kini mendorong
bahunya sampai terduduk. “tch…. Kau mau apa?” tanya Yoo Hyun, mulai merasa
risih saat Chunji berlutut didepannya. “membuka cincinmu” Chunji membuka kotak
p3k dan mengambil oil.
“cincinmu sudah hilang, ya?” Yoo Hyun bertanya dengan suara
rendah. Merasa cukup tahu apa yang akan ia dengar selanjutnya. Yoo Hyun
menunduk, tak berani menatap Chunji yang kini tengah mengoleskan oil dijari
manisnya.
“menurutmu begitu?” Chunji justru balik bertanya,
menghentikan gerakan tangannya lalu menatap Yoo Hyun yang masih menunduk dengan
intens.
“tidak apa-apa kalau memang sudah hilang. Lagipula itu
memang tidak terlalu penting” Yoo Hyun memaksakan senyum walaupun canggung. Ia
mengatakan ‘tidak terlalu penting’ tapi ia sendiri justru memaksakan diri
memakainya sampai tak bisa dilepas dan membuat jarinya sakit. Apa bisa disebut
tidak terlalu penting?
“coba mendekat” Yoo Hyun mendongak, tak mengerti ‘mendekat’
kemana yang pria didepannya maksud. “ambil ini” Chunji mengarahkan kepalanya
sedikit keatas, memudahkan Yoo Hyun untuk memahami maksudnya tanpa berkata-kata.
Gadis itu mengulurkan tangan, menarik rangkaian rantai kalung dileher Chunji dengan
sedikit ragu dan………………………………… seketika gadis itu terdiam.
“aku tak mungkin memakainya di jari. Semua orang bisa
curiga” Chunji menjelaskan. Sejurus dengan cincin di jari Yoo Hyun yang ia
lepaskan dengan mudah. “sudah berkarat juga, ya? Sepertinya kita harus membeli
couple ring baru” Chunji berkomentar, namun Yoo Hyun masih enggan bersuara.
Jujur saja, lama-kelamaan ia bisa tenggelam jika terus menerus dibanjiri dengan
perlakuan romantis seperti ini. Chunji memang belum memintanya menjadi kekasih,
tapi…… ia sudah berkali-kali mengatakan bahwa ia mencintainya. Sudah
berkali-kali membuatnya kelimpungan karena pesonanya. Sudah berkali-kali
membuatnya harus menahan diri diantara perlakuan-perlakuan manis yang ia
berikan. Bagaimana caranya ia menolak pria itu kalau begini caranya?
Tiba-tiba saja Yoo Hyun berdiri. Sejenak kehilangan kontrol
tubuhnya dan menatap Chunji tak fokus. “aku hanya bisa menampungmu sampai
besok. Besok halmeoni dan harabeoji akan pulang, ia bisa memarahiku dan Jung Ha
jika melihat kalian disini” ucap Yoo Hyun dingin, lalu pergi begitu saja, meninggalkan
Chunji yang terpaku.
…………………………………
07:04 KST
Supermarket
Setelah semua barang didaftar belanjaan berhasil didapatkan,
Yoo Hyun mendorong trolinya menuju kasir. Ia menghela nafas, lalu memindahkan
barang-barang ditrolinya ke meja kasir. Sementara seorang petugas kasir
memasukkan belanjaannya ke paper bag, mata Yoo Hyun berpencar ke setiap sudut
supermarket. Sejak tadi, ia merasa ada seseorang yang membuntutinya. Ia merasa
tidak sendirian. Ia merasakan cahaya samar memantul disekitarnya selama
beberapa kali, lengkap dengan suara rendah yang terdengar menyertai cahaya itu.
Berulang kali ia menoleh kesana kemari, namun nihil yang ia dapat. Yoo Hyun
mulai merasa ketakutan, kali ini ia merasa dibalik stand perlengkapan sekolah,
ada seorang pria bertopi yang membawa kamera besar. Tak salah lagi, ia melihat
bayangan berkelebat tidak jauh disamping stand itu.
Yoo Hyun yang sudah tersengal-sengal kini membiarkan matanya
menjelajah lagi, kali ini jauh ke deretan meja kasir yang terletak bersisian.
Ia bisa melihat seorang wanita dengan name tag tengah memotretnya dengan
terang-terangan, sukses membuat mata Yoo Hyun terbelalak hebat.
“agashhi….. semuanya 20.000 won” Yoo Hyun yang merasa
terancam, tak mendengarkan ucapan petugas kasir didepannya. Gadis itu mundur
teratur dengan ekspresi ketakutan, lalu berbalik dan berjalan cepat menuju
pintu keluar. Wajahnya mendadak pucat, nafasnya semakin tersengal tidak karuan,
dan tangannya meremas mantelnya sendiri dengan perasaan takut. Belum lagi
keringat dingin yang mengucur, menambah rasa lemas yang sejak tadi menguasai
tubuhnya.
“agasshii….. agasshii” panggilan-panggilan yang dilontarkan
penjaga kasir sama sekali tak dapat Yoo Hyun dengar. Pikirannya kacau balau,
sorot matanya menyiratkan bahwa ia sedang merasa benar-benar terancam. Yoo Hyun
yang ketakutan setengah mati akhirnya semakin kesulitan untuk bernafas.
Nafasnya yang sedari tadi tersengal-sengal kini terasa berhenti. Beruntung saat
gadis itu berhasil keluar supermarket, sebuah taksi berhenti tepat didepannya.
Tanpa membuang waktu, Yoo Hyun memasuki taksi itu dan segera mengintruksikannya
untuk berjalan.
Ditengah rasa paniknya, Yoo Hyun masih memberanikan diri
menoleh ke belakang. Terperanjat begitu melihat mobil van berwarna hitam yang
kata Chunji dulu adalah mobil yang biasa paparazzi pakai tengah mengejarnya
dari belakang. Seketika dadanya langsung sesak, dengan uraian air mata ia
meminta si supir taksi untuk menambah kecepatan.
“baik agasshi. Baik” sahut supir taksi yang mendadak ikut
merasa panik. Terbawa oleh suasana mencekam yang dirasakan Yoo Hyun.
Dengan tangan yang gemetar, Yoo Hyun menyentuhkan jarinya di
layar ponsel dan segera menghubungi Chunji. “yeoboseo”
“oppaaa…..” Yoo
Hyun bicara dengan gemetaran. Berhasil membuat Chunji yang mengangkat telfon
sambil terpejam segera membelalakan matanya.
“Hyun~a…….. kau kenapa?”
“ada….. ada…. Ada
yang mengikutiku oppa”
“nugu?”
“naneun mollayo. Sepertinya
wartawan. Ya Tuhan, aku benar-benar takut” Yoo Hyun berulang kali menoleh
ke belakang selama menelfon. Suaranya masih terdengar begitu gemetar dan
ketakutan, sukses membuat Chunji yang masih berada di dalam kamar menjadi panik
tidak karuan “tenanglah. Dengarkan aku! kau dimana sekarang?”
“taksi”
“jangan terlalu kencang. Yang perlu kau lakukan bukan
menghindar dengan kebut-kebutan di jalan, sudah pasti mobil paparazzi itu akan
menang. Lebih baik, kau menunduk dan sembunyikan kepalamu”
“tapi…..”
“dengarkan aku Yoon Yoo Hyun. Jangan tambah kecepatannya.
Berbahaya. Jalanannya sedang sangat licin akibat salju”
“arasseo” Ucap
Yoo Hyun dengan suara bergetar
“tenang. Tenangkan
dirimu. Bernafaslah dengan benar”
“aku sedang
mencobanya. Ahhh………..bagaimana bisa mereka menemukanku?”
“…………………………. Kurasa aku tau siapa yang melakukannya” ujar
Chunji serius. Refleks membuat kening Yoo Hyun berkerut penasaran. “maksudmu?”
“sekarang tolong kirimkan aku nomor pria yang datang
semalam”
“Sung Won?”
“persetan dengan namanya. Cepat kirimkan”
“kau mau apa?”
“kau tak perlu tau! Sekarang kirimlah”
“ara”
Yoo Hyun mematikan sambungan
telfonnya dan lekas mengirimkan nomor ponsel Sung Won pada Chunji. Walaupun ia
sendiri tak yakin dengan apa yang ia lakukan, Yoo Hyun tetap menuruti
permintaan pria itu dengan patuh. Ia menggenggam ponselnya erat-erat, lalu
kembali menoleh ke belakang dengan cemas. “Ya Tuhan. Apa yang mereka inginkan?”
gumam Yoo Hyun sambil mengatur nafasnya yang kacau.
“percepat ahjussi. Percepat! Injak
gasnya lebih dalam” gadis itu memberi instruksi. Karena kelewat takut, ia sama
sekali tak ingat akan pesan Chunji tadi. Bukannya menunduk dan menyembunyikan
wajah, Yoo Hyun malah berteriak histeris kepada supir taksi untuk mempercepat
laju mobil.
“percepat ahjussi”
“percepat” Yoo Hyun kembali
berteriak sambil menangis-nangis keras. Semenjak kenal dengan paparazzi, ia
menjadi gadis yang takut akan banyak hal. Dibenaknya, masih terlalu jelas
bayangan wartawan-wartawan egois yang mendesaknya dengan pertanyaan yang tidak
ia mengerti, mengerumuninya tanpa ampun hingga ia tak bisa bernafas. Menginjak
kakinya dan menjambaknya dari belakang. Para wartawan berengsek yang membuatnya
seperti buronan selama berhari-hari. Membuat orang tuanya merasa terintimidasi
bahkan saat berada dirumahnya sendiri. Bisa dibilang, gadis itu mengalami
trauma parah karena pers.
“kumohon lebih cepat ahjussi” Yoo
Hyun meringis tak jelas sambil memegangi dadanya yang sesak.
“jalanannya licin, nona”
“injak gasnya………………..
ARRRRRGGGGHHHHHHHHHHH”
…………………………
“bajingan! Kau memberitahu media?”
semprot Chunji begitu panggilan tersambung. Sung Won yang sedang mengeruk salju
didepan rumahnya segera mengerutkan kening, ia mengenal suara itu.
“kalau ia memangnya kau mau apa?”
“pabo. Sekarang Yoo Hyun sedang
dikejar-kejar orang asing, dan aku berani bertaruh kalau orang itu adalah
wartawan. Kau benar-benar tak tahu diri ya..”
“Yoo Hyun? Kenapa Yoo Hyun yang
dikejar? Aku hanya memberitahu keberadaanmu saja. Sungguh”
“kau benar-benar tak punya otak”
Chunji membentak dengan kepala berkedut. Rasanya ia benar-benar akan meledak
sebentar lagi. Semenjak tadi, emosinya membuncah-buncah tak terkendali, ia
bicara mengeluarkan sumpah serapah pada Sung Won dengan gigi yang bergemertakan
menahan kesal. Berulang kali, ia mengatupkan bibir, menggigit bibir bagian
bawahnya sambil mendesah mendengar permintaan maaf Sung Won. Kenapa pria
bernama Park Sung Won itu kekanakan sekali? ia mengerti pria itu kesal karena
kalah saing, tapi…… tak bisakah ia bertindak lebih dewasa sedikit? Kenapa harus
mengikutsertakan media?
“Chunji oppa. Chunji oppa” omelan
Chunji terputus saat Jung Ha berteriak-teriak menyerukan namanya. Pria itu
masih tak bicara saat melihat Jung Ha yang tampak syok tengah menggenggam
wireless dengan gemetaran. Nafas Chunji mendadak melemah, ia yakin ini akan
menjadi berita yang buruk. Ponsel yang masih tersambung pada Sung Won belum
dimatikan, masih setia menempel ditelinganya sebelum…………….
“eonnie kecelakaan” Jung Ha berujar
dengan lirih, kemudian mengangkat wirelessnya kembali.
“dimana?.................... Seonan Hospital……… …….. algasseumnida………….. ye…ye…
kami segera kesana” gadis itu memutuskan sambungan lalu segera menatap Chunji
yang terlihat lemas. “kita harus segera kesana. Jung Ha~a…… bangunkan yang lain”
“oppa, kau duluan saja. Temani
eonni. Aku harus memberitahu harabeoji dan halmeoni” Chunji mengangguk, lekas
menarik jaket yang tergantung dibelakang pintu, lalu tanpa bicara melesat
keluar.
……………………………
Seonan Hospital
10:29 KST
Chunji POV
Aku baru saja sampai, terburu-buru
membuka pintu ruangan Yoo Hyun yang telah diberikan pertolongan pertama.
Seketika memperlambat gerakan saat suasana hening didalam ruangan menyergap.
Saat pintu terbuka, mataku langsung terfokus pada Yoo Hyun yang terbaring lemah
di ranjang rumah sakit. Perlahan-lahan menutup pintu dan menghampirinya, gadis
itu masih terpejam. Terlihat menyedihkan dengan perban disekeliling dahinya. Aku
menghela nafas, bersyukur karena lukanya tak terlalu serius. Bahkan Yoo Hyun
diperbolehkan pulang jika sudah siuman.
Dengan hati-hati, aku menyeret
kursi ke samping ranjang. Mendudukinya dan memperhatikan Yoo Hyun intens. Aku
mengulurkan tangan, menggerakkannya sepelan mungkin dipipi gadis itu. Ya Tuhan,
bagaimana ini? kapan keberanian itu muncul? Maksudku………… mengatakannya di
hadapan media. Mengatakan bahwa aku mengenal Yoon Yoo Hyun, bahkan lebih dari
itu, AKU MENCINTAINYA. Bisakah aku bicara begitu? Tapi……………….. bagaimana dengan
fansku? Apa mereka akan meninggalkanku? Lalu bagaimana jika Yoo Hyun justru tak
diterima dengan baik? Bagaimana jika ia malah menerima lebih banyak luka
setelahnya? Bagaimana jika……………….. ah sial. Bagaimana bisa kau dewasa jika
begini terus Lee Chan Hee?
“eungh” lamunanku lenyap begitu Yoo
Hyun mengerang lemah. Matanya terbuka perlahan seiring dengan jari-jarinya yang
bergerak.
“hai” sapaku lembut. Mengangkat
sebelah tangan sambil tersenyum miring. Gadis itu langsung balas tersenyum,
melepas tabung oksigen yang melekat dihidungnya begitu saja. Tunggu! Memangnya
boleh?
“aku baik-baik saja. Tak butuh alat
semacam ini” gadis itu langsung berucap, seolah bisa membaca pikiranku.
“iya” aku kembali tersenyum.
“eomma dan appa……………..”
“aku sudah menelfonnya”
“kau? Menelfon eomma dan appa?”
tanya Yoo Hyun tak percaya.
“iya”
“jinjja yo? Bukankah……………………. Eum….
Appa sangat……….. eung…. Membencimu?” Yoo Hyun bertanya dengan nada ragu, seolah
tak yakin dengan ucapannya sendiri.
“tidak juga. Bahkan mereka
menyuruhku menjagamu”
“jeongmal?”
“eumm” anggukku antusias. “mereka bilang
badai salju membuat penerbangan menuju Daegu tidak beroperasi. Mungkin tak akan
kesini dulu sampai beberapa hari kedepan. Tidak apa-apa kan?”
“tidak apa-apa. Eh, dimana Jung Ha
dan yang lain?”
“kau mencari Jung Ha atau Minsoo
hyung huh?” cibirku, namun Yoo Hyun malah tersenyum malu. “cih….. tadi sudah
datang, tapi kusuruh beli makan dulu. Kau belum makan kan?” gadis itu
menggeleng, lalu memijat kakinya yang diperban.
“supir taksinya bagaimana?” tanya
Yoo Hyun polos.
“molla. Sepertinya sama saja denganmu. Memangnya bagaimana
kecelakaannya?”
“bannya tergelincir, kehilangan
kontrol dan menabrak halte bus” jawab Yoo Hyun fasih. “keobwa! Sudah kusuruh
hati-hati juga”
“eung… Channie oppa, kapan aku
diperbolehkan pulang?”
“hari ini juga”
“benar?”
“benar”
“eum……… oppa, boleh aku bertanya?”
aku bergeming, menunggu kelanjutan kalimatnya. “sebenarnya aku mau bilang ini
dari kemarin, tapi sayangnya belum cukup berani. Dan sekarang,…….. kurasa aku
sudah siap untuk mengatakannya”
Author POV
“katakan saja”
“Bisa kau putuskan sekarang? eum….
Maksudku, hubungan kita…….. sebenarnya hubungan kita itu bagaimana? Jika kau
masih mau mempertahanku, sampai kapan kau akan menyembunyikanku? Jujur saja,
aku tak apa-apa jika kau lebih memilih meninggalkanku, kurasa itu keputusan
yang benar. Yah…… karirmu sedang menanjak dan kemungkinan besar, dengan adanya
kehadiranku, semua usaha yang telah kau bangun itu akan sia-sia. Bukankah para
idola yang sudah memiliki kekasih akan berkurang pamornya?” Yoo Hyun segera
menelan ludah, matanya menyusuri wajah Chunji yang mendadak kaku.
“aku……… aku ingin memberitahukannya
pada media tapi……………………” Yoo Hyun menahan nafasnya, menunggu kelanjutan kalimat
Chunji yang terpotong dengan mata yang berpendar. “aku belum siap melakukannya”
sambung pria itu pelan. Dengan backsound hembusan nafas Yoo Hyun yang terdengar
resah. Sebenarnya, Yoo Hyun sendiripun juga tak siap jika harus diperkenalkan
didepan orang-orang sebagai kekasih Chunji, tapi………… ia rasa ia tak bisa
menjalani hubungan macam ini lebih lama lagi. Ia butuh kepastian, antara
digenggam atau dilepas. Ia berjanji akan menerima keputusan pria itu dengan
lapang dada, tak mau menjadi egois.
“begini, beri aku kesempatan. Jika
aku membuatmu sakit sekali saja, aku rela melepasmu. Aku janji” Chunji
mengutarakan isi otaknya dengan serak, tak begitu setuju dengan pemikirannya
sendiri. Jika boleh egois, maka walaupun Yoo Hyun merasa sakit saat berada
disisinya, ia akan tetap menahan yeoja itu tanpa perduli. Yoo Hyun menghela
nafasnya dengan berat, mendadak kehilangan nafsu untuk sekedar menarik nafas
kembali. Sialnya, ia tak suka dengan keputusan pria itu. Sialnya ia malah lebih
bersedia ditahan dan dikurung agar tidak pergi. Bukan dilepas. Bukan.
Chunji POV
BRRAAAKKKK
“KAKAK IPAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRR”
Yoo Hyun yang kaget segera menoleh ke pintu masuk yang baru saja terjeblak
lebar, sedangkan aku hanya mendecak sambil menunduk frustasi. Cih…. Kenapa
mereka datang cepat sekali?
“Yoo Hyun! Kau sudah sadar?” tanya
Niel sok akrab. Dibarengi dengan keempat namja lainnya yang ikut mengerubung
disisi lain ranjang. Aigoo…… sebenarnya disini yang benar-benar mengenal Yoo
Hyun itu cuma aku. Mereka ikut-ikut ke Daegu paling juga hanya mau jalan-jalan
saja.
“eonnie. Tanganmu bisa digerakkan
tidak? sini aku suapi” Jung Ha yang sedang mengeluarkan makanan dari plastik
menghadap kearah Yoo Hyun.
“tangannya pasti sakit. Sini, aku
saja yang suapi” aku buru-buru berdiri lalu mengambil mangkuk ditangan Jung Ha.
…………………………………..
Author POV
12:01 KST
Yoo Hyun’s room, Seonan Hospital
Semua orang didalam ruangan tengah
bercanda dengan seru, berteriak-teriak dan tertawa keras sesuka hati,
entah lupa atau tidak perduli dimana
mereka sekarang. Maksudnya,…………… rumah sakit. Seharusnya mereka bisa lebih
sedikit tahu diri dan menurunkan volume suaranya kan? mungkin di ruangan itu
memang hanya ada satu orang saja yang sakit, dan syukurnya tidak begitu parah,
tapi……….. siapa yang bisa menjamin keadaan pasien di ruangan disebelah kanan kirinya?
Bisa saja diruangan sebelah, ada seseorang yang mendadak sekarat karena tak
tahan dengan suara berisik? Atau lebih dari itu, bagaimana jika ada yang
tiba-tiba meninggal begitu mendengar suara mereka?
Tok Tok Tok
Refleks seisi ruangan mengarahkan fokusnya
ke pintu masuk yang baru saja diketuk. Pintu itu perlahan terbuka dan
menampakkan seorang namja yang sukses membuat Chunji mendelik sinis. “apa yang
kau lakukan disini?” Chunji langsung bertanya tanpa basa-basi.
“Channie~aa” Yoo Hyun berusaha menenangkan.
“a..ak..aku mau menjenguk Yoo Hyun.
Selain itu, aku juga m..ma..mau………………..” namja itu, Sung Won, menggigit bibir
bawahnya, merasa terluka begitu melihat Yoo Hyun terbaring dengan perban
disana-sini……….. karenanya. “apa? Minta maaf?” L.Joe bicara dengan nada malas.
Lalu mengalihkan perhatiannya kembali pada keripik kentang yang tengah berada
pada kuasa Ricky sepenuhnya.
“iya. Aku minta maaf karena sudah
memberitahu paparazzi tentang keberadaan kalian”
“itu saja? Tak ada kalimat
pembelaan yang sedikit lebih seru huh?” seru C.A.P. Merasa bosan mendengar
ucapan Sung Won yang terdengar seperti seorang anak sekolah dasar yang dipaksa
membaca Koran.
Sung Won tak berniat menjawab atau
menjelaskan lebih jauh. Ia hanya menarik nafas penuh penyesalan, lalu menatap
orang-orang diruangan itu, terutama Yoo Hyun dan Chunji yang berdekatan.
Bukankah sudah jelas? Ia menelfon wartawan hanya karena iri dan tak terima
sudah kalah. Ia hanya merasa ini semua tidak adil untuknya.
“menurutmu apa minta maaf semudah
itu? kau sudah membuat Yoo Hyun celaka! Lagipula sekarang paparazzi itu sudah
tau, apa permintaan maafmu bisa membuat semuanya kembali semula?” racau Chunji,
lagi-lagi merasa akan meledak.
“sudahlah. Eum….. Sung Won~a………..
terimakasih sudah datang menjengukku” Yoo Hyun buru-buru mengarahkan suasana.
Jika didiamkan, ia yakin Chunji tak akan berhenti mengeluarkan omelan-omelan
pada pria itu.
“iya… cepatlah sembuh. Kurasa lebih
baik aku pulang”
“benar” sambung Chunji cepat.
“bisa berhenti bersikap kekanakan?”
Yoo Hyun mendesis disamping Chunji. Kesal juga dengan sikap pria yang tak
berhenti mengeluarkan dumelan tak jelas itu. Persis seperti ibu-ibu yang marah
karena tak kebagian barang diskon.
“Sung Won~a……………. aku juga mau
pulang. Kita bisa ke lobi bersama-sama mungkin?”
“disini sudah sangat ramai, kurasa
tanpaku juga tak apa-apa”
“hei…. bagaimana bisa begitu? Kau
kan teman terbaikku! Ayolah” Yoo Hyun merajuk. Sukses menghasilkan dua reaksi
berbeda. Sung Won yang tampak menimbang ulang dan Chunji yang langsung merengut
tak suka.
“kau benar-benar mau pulang
sekarang, noona? Ahhhh…… nanti saja. Aku masih mau bermain disini” Changjo
menatap Yoo Hyun sungguh-sungguh, berharap gadis itu berubah pikiran dan
memberikannya lebih banyak waktu untuk bersantai di ruang rawat yang menurutnya
menyenangkan. Ruangan yang bersih dan segar.
“heh! Siapa yang mengizinkanmu
memanggilku noona?” Yoo Hyun mendelik, lalu berusaha beranjak dari ranjangnya
dengan susah payah. “bisa tidak?” Chunji merangkul bahu gadis itu, membantunya
bergeser ke tepi ranjang. “kau yakin mau pulang sekarang? lebih baik besok pagi
saja” Ucap Chunji saat melihat Yoo Hyun meringis menahan rasa nyeri yang
berkedut-kedut dikakinya.
“iya…. Besok pagi saja. Kakimu
masih sakit begitu” Changjo menyetujui dengan semangat. Ikut berkoar begitu
merasa ada yang memihak padanya. “kau baru sekali ke rumah sakit ya?” Jung Ha
menatap Changjo dengan sebelah alis yang terangkat, tak mengerti kenapa pria
itu bahagia sekali, maksudnya…………. Ini rumah sakit. Tempat dimana orang-orang
sakit akan mengeluh merindukan rumah. Bukannya malah merajuk meminta tinggal
lebih lama.
“lebih baik di rumah saja. Lebih
nyaman” jawab Yoo Hyun pelan.
“hei….. jika kau mau sedikit
berguna, turunlah ke bawah dan beli tongkat untuk Yoo Hyun berjalan” dengan
nada sinis, Chunji memberikan instruksi pada pria yang tengah berdiri diam didekat
pintu masuk. Sung Won menoleh ke kanan dan kiri lalu menunjuk dirinya sendiri
dengan polos, “aku”
“tch…”
“baik” dengan patuh, pria itu
mengangguk lalu keluar sambil menghela nafas berat.
“kau keterlaluan! Jangan kasar
begitu padanya”
“dia sudah melakukan tindakan
bodoh”
“tapi tidak begitu cara
menghukumnya. Ia tak tahu apa-apa. Kau tau? Dia sudah banyak berkorban untukku.
Aku tak mau kau membuatnya sakit hati” Chunji menatap Yoo Hyun, nanar. lalu
menghembuskan nafas kasar dan melepaskan rangkulannya. Ia beranjak mendekati
lima namja yang tengah asik bermain kartu dan seorang yeoja yang hanya
memperhatikan karena tak mengerti cara bermainnya. “rapikan barang-barangnya.
Ayo pulang, sekarang” Chunji berseru sambil menendang Ricky yang tengah
setengah duduk sampai terjungkal menubruk Niel.
“Ahww…. RICKY~AAA” Niel mengelus punggungnya
sambil menatap Ricky kesal.
“CHUNJI HYUNG” dengan cepat, Ricky
menunjuk Chunji yang masih berdiri sambil bertolak pinggang dibelakangnya.
“GAWAATTT………….. haahh…. Haaah…..
GAWAT……..” Tiba-tiba saja, dari pintu masuk yang memang sebelumnya sedang
terbuka, Sung Won muncul sambil terengah. Dengan mudah menjadi pusat perhatian
karena sikapnya yang mengundang penasaran.
“ada apa?” C.A.P berdiri, disusul
oleh yang lain, tak kalah penasarannya.
“dibawah…… dibawah….. haahh…..
dibawah”
“iya….. iya…… dibawah ada apa?”
Jung Ha yang tidak sabar akhirnya merangsek maju dan menggoyang-goyangkan bahu
Sung Won.
“banyak orang. Wartawan. Berkumpul”
ujarnya susah payah. Walaupun terpisah-pisah dan tidak jelas. Tapi
penjelasannya barusan, sudah cukup untuk membuat semua orang diruangan itu
mengerti.
“sial” desis Chunji sambil mengacak
rambutnya.
“kita harus berpencar. C.A.P,
Chunji, Changjo Lewat pintu belakang. Jung Ha dan L.Joe lewat pintu depan, aku
dan Ricky lewat pintu samping kanan, kemudian Sung Won dan Yoo Hyun lewat pintu
samping kiri. Tak ada yang boleh membantah, semuanya sudah kuatur sedemikian
rupa supaya tidak membuat orang curiga. Pokoknya, Chunji dan Yoo Hyun tidak
boleh keluar bersama” Niel bicara dengan fokus, menjelaskan rencana yang baru
ia buat sepersekian detik setelah Chunji berdesis frustasi. Terlihat keren dan
berpendidikan saat matanya menyorot semua orang diruangan itu satu persatu,
seolah-olah sedang berada dalam misi penangkapan teroris yang mendebarkan.
Masih tetap keren sebelum……………………. “rencanamu benar-benar keren Niel~a…….. tapi
sayangnya tak ada pintu belakang, tak ada pintu samping kanan dan tak ada pintu
samping kiri. Kalau mau buat rencana itu dipikir dulu yang benar” seru L.Joe
dengan nada awal yang serius nan halus lalu dipertengahan berubah geram dan
mengejek. Sukses membuat semua orang diruangan yang sebelumnya tengah
mendengarkan dengan serius langsung bersorak sarat penghinaan dengan kompak.
“setidaknya aku sudah berbagi ide”
Niel membela diri.
“Iya….. tapi tak berguna” lagi-lagi
tanpa berpikir, Ricky berkomentar. Mengundang hadiah jitakan menarik oleh pria
pemilik ide itu.
“sepertinya kita harus menunda
waktu pulang” Changjo kembali duduk. Entah merasa ikut frustasi atau malah
senang.
“dan membiarkan kumpulan orang
didepan lebih banyak?” Sung Won menyela dengan nada final.
“tch…. Dia benar. Baiklah, yang
harus kita lakukan hanya menghindar dan menyembunyikan wajah sebisa mungkin.
Apa lagi yang bisa kita lakukan?” dengan berat hati, Chunji menyetujui ucapan
Sung Won.
Yang lain menghela nafas, seolah
berkata ‘apa boleh buat?’ dengan ekspresi masing-masing. Chunji lantas
mendekati Yoo Hyun dan membantu gadis itu ke pintu. “Jung Ha~ya…” serunya dan
kali ini gantian Jung Ha yang memapah Yoo Hyun. Merangkul gadis yang berjalan
tertatih-tatih sambil meringis itu untuk melangkah dengan benar dan seimbang.
Ruang rawat sudah sepi, hanya menyisakan Sung Won yang memang memutuskan untuk
jalan belakangan dan Chunji yang tak melanjutkan langkahnya.
“apa?” Sung Won bertanya. Yakin
bahwa tujuan utama namja bermarga Lee itu tak melanjurkan langkahnya adalah
dia.
Chunji menarik nafas, lalu menoleh
menatap Sung Won yang masih tampak menyesal. “maaf” Chunji berucap dengan
volume terkecil yang mungkin didengar oleh Sung Won.
“iya. Aku juga minta maaf”
jawabnya, malah ikut menggunakan volume suara yang sama. Seolah berbisik jarak
jauh.
“eum….. tadi aku membentakmu seenak
hati. Kau? Teman baiknya Yoo Hyun kan? maaf, aku benar-benar emosi jika sudah
berkaitan dengan gadis itu. Maksudku, aku sudah terlalu banyak menyakitinya
dan………….. sebisa mungkin aku akan melindunginya. Jadi…. Sekali lagi, aku
benar-benar minta maaf” Chunji menggaruk tengkuknya, tak biasa mengucapkan
hal-hal seperti ini. Sedangkan Sung Won hanya menjadi pendengar yang baik
didepannya.
“iya. Setidaknya, aku bisa lebih
tenang mendengar kau bicara begini. Setidaknya, aku tau kau benar-benar
mencintainya. Ternyata, bukan seperti yang kupikirkan. Dari awal sudah kubilang
kan? kukira kau hanya main-main saja dengannya. Baguslah jika aku salah” Sung
Won tiba-tiba saja mengulurkan tangannya. “pertemanan mungkin?”
“tentu saja” tanpa ragu, Chunji
menyambut uluran tangan Sung Won dan menjabatnya sambil tersenyum.
“hei….. bawa mobil kan?”
“i…. ya” Chunji mengerutkan kening
sambil menatap Sung Won tak mengerti
“dibawah banyak sekali orang, pasti
kau akan tertahan disana selama beberapa saat. Aku kan tak mungkin mereka tahan
juga, jadi mungkin aku bisa lebih cepat ke area parkir dan mengambil van-mu
disana. Nanti aku bawa mobilnya ke depan. Jadi kalian semua bisa langsung
masuk” jelas Sung Won. “ah.. benar” Chunji merogoh saku celananya lalu
memberikan kunci van-nya pada Sung Won.
“Ehm…. Dan Sung Won~a…… terimakasih
banyak”
…………………………………………………………………………………
Chunji POV
Dengan refleks, Jung Ha menoleh
begitu aku menyentuh bahunya. Mengerti hanya dengan melihatku tersenyum. Ia
menyingkir dan memberikan lengan Yoo Hyun yang masih berbalut perban itu
padaku. Dengan senang hati aku merangkulnya, memapahnya pelan-pelan dan memastikan
gadis itu tetap melangkah dengan benar. Yoo Hyun menoleh, memberikan tatapan ‘habis darimana kau?’ dengan sinis.
“membeli perban dan obat luka. Kata dokter, kau boleh pulang setelah mengganti
perbanmu. Yah…. Tapi tak apalah, aku bisa menggantikannya di rumah” ucapku,
tersenyum menatapnya yang masih tetap saja mempesona walau kepalanya berbalut
perban.
“aku tak tau bagaimana caranya kau
selamat dari sana hyung” Niel bicara dengan nada pasrah. Aku menoleh ke depan
dan tersentak begitu melihat kerumunan wartawan yang berdesak-desakan di pintu
keluar. Bertepatan dengan pintu otomatis yang terbuka, L.joe, Ricky, Changjo
dan Jung Ha keluar. Kemudian, tanpa sempat melangkah lebih jauh, mereka sudah
langsung diserbu oleh pertanyaan-pertanyaan dan diminta memberi komentar. Niel
kemudian menyusul dan mendapat cukup banyak sorotan, pria itu hanya tersenyum
sambil mengangkat sebelah tangannya kearah kamera. Tak bicara sama sekali.
Kini yang tersisa hanya aku dan Yoo
Hyun, berjalan pelan-pelan menuju pintu keluar. Oh…. Dan Sung Won? Pria itu
sudah berjalan lebih dulu tadi. Mungkin sekarang ia sudah berada di area parkir
dan sibuk mencari van-ku di parkiran.
Aku bisa merasakan tangan Yoo Hyun
yang basah dan gemetar. Lengkap dengan langkah kakinya yang semakin berat. Aku
tau gadis ini ketakutan. Melihat banyaknya orang didepan yang seolah-olah siap
menendang kami ke neraka, kurasa ketakutan yang ia rasakan saat ini bisa
disebut wajar. Terlebih sikap bungkam gadis ini yang malah membuatku sedikit
ragu untuk melangkah. Maksudku………… apakah dia baik-baik saja? Oh.. Ya Tuhan.
Ottokhae? Aku harus bilang apa? Apa aku juga harus diam seperti yang lain?
Memberikan hak penuh kepada mereka untuk menulis dan mengarang berita sesuka
hati? Lagi?
Akhirnya, dalam kebisuan, aku dan
Yoo Hyun sama-sama melangkah. Sama-sama tak tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya. Dan bahkan sama-sama tak tahu apakah bisa melewati kerumunan
wartawan-wartawan buas itu hidup-hidup atau tidak? cih… Sung Won. Melihat
wartwan-wartawan didepan, aku jadi ingin menelan bocah itu bulat-bulat. Kenapa
harus memberitahu media, PARK SUNG WON?
Tanpa sadar, kami berdua sudah
sampai di pintu depan yang langsung terbuka otomatis. Serentak membuat suara
riuh menyerang telinga kami tanpa ampun. Aku mengeratkan rangkulanku di pundak
Yoo Hyun, berusaha mencari celah untuk berjalan menghindari kilatan-kilatan
lampu blitz kamera yang mulai beraksi. Tangan Yoo Hyun meremas tanganku dengan
kuat, aku bisa mendengar suara rintihannya yang pelan ditengah-tengah suara wartawan-wartawan
cerewet yang berlomba-lomba mengajukan pertanyaan. Sial. Ada apa dengan mereka
semua?
Author POV
“Chunji~a…………..
bisa jelaskan siapa sebenarnya wanita ini?”
“jadi
berita mengenai hubungan anda selama ini memang benar?”
“apakah
pengasingan diri Yoo Hyun di Daegu memang sudah direncanakan oleh anda?”
“nona!
Bisa berikan komentar?”
“apakah
ini artinya press conference yang TOP Media buat waktu itu adalah kebohongan
publik?”
Chunji mendecakkan lidahnya karena
tak kunjung mendapat celah. Ia terus-menerus menunduk hingga………..
“DASAR GADIS SIALAN! BISAKAH KAU
BERHENTI MENGGODA OPPA KAMI?” Sekelompok remaja yang menerobos ke depan kini
mulai meneriaki Yoo Hyun dengan geram, tanpa belas kasihan. Yoo Hyun yang
mendengar, hanya mampu menunduk sambil menahan rasa sesaknya. Ya… semenjak
beberapa bulan yang lalu, ia merasa terbiasa mendapat cemoohan. Jadi….
Sejujurnya, cacian gadis-gadis labil itu tak terlalu berpengaruh padanya. Tapi
disisi lain, Chunji yang baru mendengar penghinaan sekejam itu ditujukan pada
gadisnya, langsung naik darah dan tidak habis pikir. Ia menarik lengan Yoo Hyun
kebelakang, membuat langkah gadis itu terseret dan akhirnya kini berdiri
dibelakangnya.
“KALIAN SEMUA MUNDURLAH SATU
LANGKAH” teriak Chunji tak tahan. Namun tak ada satupun yang benar-benar
mendengar. “KUBILANG MUNDUR! AKU JANJI AKAN BICARA! TAPI KUMOHON MUNDURLAH! APA
KALIAN TAK LIHAT ADA YANG SEDANG SAKIT?” dalam sekejap, keraguannya untuk
bicara menghilang. Ia sama sekali tak kuat membiarkan Yoo Hyun terus-menerus
dihina karenanya. Ia benar-benar tak suka Yoo Hyun dibenci mendadak oleh banyak
orang tanpa punya salah.
Setelah Chunji berteriak untuk yang
kedua kalinya, gerombolan orang didepan mereka mulai diam dan sedikit memberi
ruang untuk keduanya. Memberikan Yoo Hyun sedikit rasa lega karena mulai bisa
bernafas dengan benar setelah sebelumnya terdesak sana-sini.
“aku masih bisa memaafkan kalian
jika hanya sedikit mengumpat, tetapi ketika kalian sudah mulai berani bicara
kata-kata seperti itu kepada Yoo Hyun, aku benar-benar tak bisa tinggal diam”
Chunji membuka pengakuannya dengan rangkaian kalimat yang cukup sukses membuat
beberapa wartawan tertegun sesaat lalu setelahnya baru sibuk menyoret-nyoret
buku catatan masing-masing.
“aku senang memiliki banyak fans.
Tapi bukan fans yang tak tahu etika dalam bicara, bukan fans yang dengan mudah
melontarkan kata-kata ancaman kepada gadis yang bahkan mereka tak benar-benar
kenal”
“dan untuk para wartawan yang
terhormat. Kuharap kalian bisa menjejalkan fakta untuk dimasukkan ke dalam
berita. Jangan terus menerus berbohong untuk meraih keuntungan pribadi” Chunji
mendesis lalu menarik Yoo Hyun kedepan, lebih tepatnya kesampingnya.
“dan sekarang, kuharap kalian
benar-benar menulis sebuah fakta. Fakta bahwa yeoja disampingku adalah Yoon Yoo
Hyun. Yeoja yang kucintai, yeoja yang waktu di mini concert dulu kucari-cari
seperti orang gila, yeoja yang berusaha kulindungi namun sialnya gagal karena
situasi yang tidak tepat. Namun sekarang, camkan baik-baik dan tak perlu
bertanya lagi setelahnya. Gadis disampingku saat ini, yeoja yang biasa kusebut
Hyun~a......... akan tetap menjadi milikku. Walau nantinya aku akan dikeluarkan
dari grupku, akan dibenci banyak orang dan kehilangan popularitas, aku siap”
“mungkin ini gila, tapi inilah
pilihan. Hidup itu pilihan dan ini pilihanku. Aku tak mau terus-menerus menjadi
anak kecil yang tak bisa membuat keputusan. Aku bisa, kan? dan ya…… saat itu
aku berbohong. Isi press conference itu semuanya bohong”
“Baiklah. Sekarang aku tekankah
sekali lagi. Aku-mengenal-gadis-ini” tanpa memberi kesempatan bagi wartawan
untuk mengajukan pertanyaan, Chunji segera memapah Yoo Hyun dan berjalan lurus
kearah Van yang baru datang. Mengabaikan ucapan-ucapan manusia disekelilingnya
yang bicara nyaris berbarengan, terdengar tak jelas dan hanya membuat pusing.
Keduanya memasuki van dengan cepat,
dan baru sadar jika van itu sudah sesak oleh tujuh orang lain yang entah kenapa
bukannya masuk ke mobil yang satunya malah ikut-ikut duduk disana. Chunji ingin
membentak, tapi cukup sadar bahwa dibelakangnya ada banyak orang haus berita yang
bisa saja menerkamnya tanpa ampun.
“cih…. Kenapa semuanya disini?
Bukankah tadi kalian naik mobil kakeknya Yoo Hyun?” tanya Chunji begitu mobil
melaju.
“aku malas menyetir” C.A.P menjawab
dengan santai, menyender dengan tenang dikursi penumpang paling depan.
“lalu mobilnya bagaimana?” seru Yoo
Hyun panik.
“nanti Sung Won akan mengambilnya,
bukankah begitu Park Sung Won?” Sung Won yang sedang menyetir bergeming, serba
salah. Seingatnya, ia tak pernah menawarkan diri untuk kembali ke rumah sakit
dan mengambil mobil. Tapi ya.. apa boleh buat? Bukankah jika ia menolak ia akan
diserbu oleh rentetan kata seputar ‘menebus
kesalahan’ oleh yang lain?
“ ia.. mungkin begitu”
“daripada merepotkan, lebih baik
kau turun hyung. Ambil mobilnya dan kendarailah”
“kubilang aku malas, kenapa tidak
kau saja?” C.A.P mulai geram dan menoleh kebelakang, lebih tepatnya kearah
Chunji yang duduk dikursi tengah.
“kalau aku keluar,
wartawan-wartawan itu akan mengejarku! Aku kan sangat terkenal, dan kau kan
agak sedikit kurang terkenal” ucap Chunji, memilih kata yang ia gunakan sebagus
mungkin. Setidaknya, menurutnya begitu.
“tch…. Sialan kau!” akhirnya,
dengan berat hati, C.A.P memberi arahan pada Sung Won untuk menepikan mobil, kemudian
turun dengan ekspresi kesal. Membiarkan Niel mengambil alih kursi depan dengan
senang.
“cih…. Tadi apa katamu? Agak
sedikit kurang terkenal?” Yoo Hyun yang selama ini membangga-banggakan diri
sebagai fansnya nampak tidak terima. Melirik Chunji yang duduk disampingnya
dengan tatapan tersadis yang mampu ia tunjukkan.
…………………………………………
Sebuah van berhenti tepat didepan
sebuah rumah. Bertepatan dengan seorang wanita lanjut usia yang baru membuka
pintu depan. “ah, nenek sudah pulang Jung Ha~ya?” Yoo Hyun bicara sambil
menatap neneknya dari kaca van yang gelap. Jung Ha mengikuti arah tatapan Yoo
Hyun lalu mengangguk.
“kalian harus mencari penginapan
baru” respon Jung Ha sambil membuka pintu, berselang sepersekian detik sebelum
yang lain ikut membuka pintu dan keluar dari van.
……………………………………………
“hyung! Hyung! Manager Ahn” Ricky
menyodorkan ponselnya tepat dimuka Chunji.
“manager Ahn?” gumamnya, lalu
mengambil ponsel Ricky dan menatap layarnya. Ya.. videocall. Dan saat ini, di
layar itu, gambar managernya yang sedang memakai syal tebal terpampang jelas.
“hai hyung! Apa kabar?” Chunji
bicara dengan canggung. Dalam hati ketakutan setengah mati kalau-kalau pria itu
meneriakinya dan memberikan sumpah serapah padanya. Cih,,,.. apa beritanya sudah
terdengar? anigoya! Mana mungkin secepat itu? tapi….. bukankah wartawan memang
selalu bergerak cepat?
“menurutmu bagaimana?”
“eh?”
“kenapa ‘eh?’”
“apa………… apa beritanya sudah
sampai?”
“sudah”
“benar?”
“iya”
“memangnya berita apa?” tanya
Chunji, menguji kebenaran pria itu. Jangan-jangan ia hanya mau membuatnya
nampak bodoh dan pada akhirnya menceritakan kejadian itu sendiri.
“pernyataanmu tentang gadis itu
kan? didepan rumah sakit? Kau tau? Saat ini, dilayar tv-ku ada kau yang sedang
berteriak-teriak dan seorang gadis penuh perban yang berlindung dibelakangmu.
Hahahaha…………………”
“tck….. itu tidak lucu, hyung”
“bagiku itu lucu”
“lalu bagaimana? Mau mengeluarkanku
dari Teen Top?” Chunji yang sudah pasrah akhirnya malah bertanya tentang
kepastian pengeluaran dirinya.
“kau gila? Bagaimana bisa aku
mengeluarkanmu? Hei…. tau tidak? hanya dalam 5 menit, ponselku sudah berdering
6 kali. Kau dapat 3 kontrak iklan, 1 tawaran variety show dan 2 wawancara
eksklusif. Aku belum mengambil satupun dari tawaran-tawaran itu, kurasa kau
bisa memilih mana yang lebih menarik untukmu” Chunji melongo menatap manager
Ahn yang tengah menjelaskan, ia benar-benar merasa oksigen disekitarnya
menghilang tiba-tiba. Gila! Apa pria itu sedang bercanda? Sial, kalau tau
begini, seharusnya ia bicara begitu didepan kamera dari awal.
“Chunji~a….. kau mendengarku kan?”
“eh? Iya… iya… aku dengar”
“malam ini, ada penerbangan menuju
Seoul dan aku sudah membelikan tiketnya untuk kalian berenam. Pulanglah malam
ini juga.”
“a..ap..apa? bukankah pesawat dari
dan menuju Daegu selama beberapa hari ini tidak bisa beroperasi karena cuaca
ekstrim?”
“iya. Tadi memang sempat tertunda,
tapi sekarang semuanya sudah normal kembali. Begitu sampai di bandara Incheon,
Wook Chan akan menjemput kalian dan langsung membawa kalian semua ke dorm”
“m..ma..malam ini juga, hyung?
Benar harus malam ini?”
“ish…. Iya! Ya Tuhan, tidak mau
berpisah dari gadis perban itu huh?”
“YAA!!! HYUNGG!!!”
“hahahaha”
“aish… hyung! Aku kesini bawa van,
van-nya bagaimana?”
“tinggalkan saja disana. Nanti aku
yang urus”
………………………………
Chunji mengecek jam digital
diponselnya lalu berjalan pelan ke ruang tamu. Semuanya sudah siap,
maksudnya………. Semua barang sudah masuk ke dalam koper. Siap berangkat. Chunji
dan yang lainpun sudah memakai mantel masing-masing, mereka hanya tinggal
berpamitan dan pergi ke airport.
“sudah mau jalan, ya?” Yoo Hyun
yang sedang digantikan perban oleh Jung Ha segera menoleh. Menatap Chunji yang
sudah siap berangkat dengan tatapan miris.
“aku saja” Chunji menyentuh bahu
Jung Ha yang langsung berdiri. Serah terima perban lalu menggantikan posisi
Jung Ha yang sebelumnya tengah berlutut dihadapan Yoo Hyun yang duduk di sofa.
Ia meraih pergelangan kaki Yoo Hyun lalu meletakkannya di atas lututnya. Berkonsentrasi
melilitkan perban disekeliling pergelangan kaki gadis itu yang tampak memar.
“kau akan kembali ke Seoul kan?”
“aku tidak tahu” Yoo Hyun berucap
dengan lemah. Jauh didalam hatinya, ia benar-benar tak terima jika harus
berpisah lagi dengan pria itu. Ayolah, mereka baru bertemu kemarin sore dan
sekarang pria itu sudah harus pulang?
“kembalilah ke Seoul. Kau bilang
mau kuliah disana kan?”
“aku tidak tahu” Yoo Hyun mengulang
ucapannya dengan bibir bergetar. Karena tak bisa menyembunyikan getaran itu, ia
menggigit bibirnya, mencoba menahannya.
“wae? sakit?” Chunji mendongak dan
memperhatikan Yoo Hyun yang tampak pucat.
“jangan pergi”
“kenapa cepat sekali?” gadis itu
melanjutkan ucapannya, terdengar seperti memohon. Chunji menghela nafas sambil
mengikat perban dan menggunting ujungnya. Lalu setelah itu baru memperhatikan
Yoo Hyun dengan serius. “aku harus”
“tapi aku masih sakit” Yoo Hyun
mencari-cari alasan
“aku punya pekerjaan yang tak bisa
ditinggalkan disana” namja itu berusaha menjelaskan. Tangannya bergerak menyeka
jejak basah yang entah sejak kapan ada dipipi Yoo Hyun.
“aku tak yakin bisa ke Seoul lagi”
“kenapa?”
“aku takut”
“apa yang harus ditakutkan?”
“kamera, fans-fansmu, wartawan. Aku
benar-benar tak kuat lagi”
“aku akan menjagamu dari mereka
semua” tanpa keraguan, Chunji berkata. Menjadi kalimat terakhir sebelum
akhirnya ia dan yang lain benar-benar pergi.
………………………………………..
A
month later…………
Seorang gadis berjalan pelan
ditepian sungai, menyusuri jalanan beraspal di sore hari. Akhirnya, ia mengalah
juga. Menekan rasa takutnya dan memutuskan untuk kembali ke Seoul, ke tempat
dimana hidupnya mulai berubah. Tempat dimana ia melakukan hal-hal yang bahkan
tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Gadis itu mendesah, menghentikan langkahnya
dan menatap langit sore yang mempesona. Menyandarkan lengannya di tiang
penyangga dan menatap lurus-lurus ke depan. Hingga….
“Hyun~a” tiba-tiba saja seseorang
memanggil, dengan panggilan yang sudah sebulan ini ia tak dengar. Yoo Hyun tak
langsung menoleh. Masih belum sepenuhnya mempercayai pendengarannya.
“kau datang?” seseorang dibelakang
kembali bicara. Kali ini cukup sukses membuat Yoo Hyun berbalik badan dan
benar-benar kehilangan akalnya. OKE! LEE CHAN HEE! Ia baru ditinggal sebulan
dan bagaimana bisa sekarang namja itu terlihat jutaan kali lebih mempesona dari
biasanya? Cih…. Kenapa sinar matahari tenggelam itu malah ikut menyiram
wajahnya? Memberikan kesan yang benar-benar tak dapat digambarkan. Seorang
namja tampan tengah berdiri memandangnya dengan siraman cahaya sunset yang memukau. Yoo Hyun tak dapat
menyembunyikan wajah terpukaunya, sejurus dengan tubuhnya yang mendadak tegap.
Kaku. Menatap fokus ke wajah kelewat sempurna tepat didepan.
Masih tetap tak beranjak sampai
akhirnya tanpa diduga namja itu menarik pinggang Yoo Hyun lalu memeluknya
dengan erat. Membenamkan wajah tersenyumnya di bahu gadis yang masih bergeming
itu. Yoo Hyun tak mampu berkata-kata, sekedar merubah ekspresi wajahpun tidak
bisa. Ia hanya bisa membulatkan mata, mencerna semuanya perlahan-lahan hingga
akhirnya merasa nyaman dan ikut membenamkan diri, memeluk namja itu dengan
posisi ternyaman. Belum mau berganti posisi sampai akhirnya namja itu
melepasnya sendiri.
“ikut aku”
“hum?”
“kajja” tanpa menunggu persetujuan,
pria itu menarik lengan Yoo Hyun dan membawanya ke mobil.
“mau kemana?” tanya Yoo Hyun,
setengah meringis.
“nanti juga kau tau”
……………………………….
Yoo Hyun POV
Aku menoleh ke arah Channie oppa
yang sedang berusaha memintaku mengikutinya masuk ke ruang konser. Cih… yang
benar saja? Dia mau aku mati dibunuh fans-fansnya?
“kau gila”
“jebal. Ikutlah masuk!” Pintanya.
“tch… mau apa sih?”
“hanya dibelakang panggung, kok”
“kau? Ini konser Teen Top kan?
kenapa kau malah disini? Bukannya konser kalian sudah mulai dari 30 menit yang
lalu?”
“itu masalahnya. Aku minta izin
untuk menjemputmu dulu”
“APA?”
………………….
“EOMO….EOMO……kumohon jangan Chan
Hee~aa….. aku takut. Sumpah” akhirnya, dengan berat hati aku mengikutinya
masuk. Tadi dia bilang, cuma ke belakang panggung kan? tapi….. saat ini ia
justru malah memohon-mohon dihadapanku untuk ikut naik ke panggung. Demi apapun
dia benar-benar sudah tidak waras. Haaa……… dia mau apa sih?
“kau! Mau kuseret atau kugendong?”
“apa? Tch…. Aku tak mau dua-duanya.
Aku tak mau naik kesana dan menjadi sasaran keamukan fans-fansmu”
“kau tak tau respon fans-fansku
setelah pernyataan dirumah sakit kemarin?” tanyanya tak percaya. “aku tak
berani menyalakan tv atau membuka internet. Pasti mereka semua makin
membenciku, ya?”
“aish…. Kau ini bicara apa?”
Channie oppa mendesah lalu menatapku lekat-lekat. “percayalah padaku” ujarnya
lembut. Dengan tatapan mata yang selalu berhasil membuatku merasa tak normal.
Membuat mataku terkunci dimatanya dan membiarkan pria itu meraih tanganku. Lalu
dengan mudahnya membuatku berjalan dengan pasrah ke atas panggung. Ah… sial!
Sepertinya tubuhku belum kebal dengan pesonanya.
Aku berjalan mengikutinya sambil
menunduk, dengan langkah gontai dan mata tertutup rapat. Masih berharap agar tiba-tiba
saja ruang konser yang disesaki 2000 fans itu kosong mendadak. Aigoo…. mana
mungkin? Heh, Yoon Yoo Hyun! kalau mau berharap itu yang lebih normal sedikit.
Bagaimana bisa dikabulkan jika harapanmu terus menerus diluar batas?
Seketika nafasku sesak begitu
mendengar teriakan riuh yang menyeramkan. Aku tak begitu mendengar mereka
bicara apa, yang pasti aku takut. Sebelumnya, C.A.P oppa, L.Joe oppa dan Niel menyanyikan
lagu first kiss kemudian begitu selesai, Channie oppa langsung membawaku naik
dan membuat teriakan histeris yang berpotensi besar membuatku tuli terdengar
disegala sudut. Berisik. Berisik sekali.
Aku membuka mata dengan perlahan,
bersamaan dengan Channie oppa yang melepaskan genggaman tangannya. Ia tersenyum
lalu mengambil mic yang disodorkan L.Joe. kenapa? Dia mau apa? Jangan. Jangan
katakan apapun. Jangan. Kalau kau masih mau hidup, kumohon tutup mulutmu.
“kalian tau siapa gadis ini?” aku
nyaris menangis begitu mendengar ucapannya. Kenapa dia malah menanyakan itu
dihadapan fans-fansnya?
“Hyun~a”
“NUGU?”
“Hyun~a” jawab ribuan orang didepan
kompak.
“malam ini, aku mau mengulang
kembali apa yang sudah kulakukan di mini concert Teen Top yang dulu. Ada yang
ingat?”
“nde.. kesalahanku dimulai dari
situ. Saat aku memanggil ‘Hyun~a’ dan menyuruhnya naik keatas panggung. Aku
benar-benar tak menyangka jika dampaknya akan begitu besar. Sampai-sampai masuk
tv dan majalah. Ya.. itu memberikan dampak yang sangat besar bagiku, tapi……
dampak yang lebih besar diterima oleh gadisku. Yoon Yoo Hyun” namja itu
mengakhiri ucapannya dengan kedipan sebelah mata kearahku. Sial! Kalau kau
tidak melakukannya dihadapan banyak orang, aku pasti akan tersenyum tapi
ini…………….. bagaimana aku bisa tersenyum coba? Disekitarku, pasti ada
berpasang-pasang mata yang menatapku dengan iri.
“baiklah. Mungkin, aku akan berbagi
cerita tentang gadis ini. Aku bertemu dengannya dengan cara yang tak biasa,
aku………….. hampir menabraknya” layaknya instruksi, suara ‘aaaaaaaa’ terdengar.
Seolah, apa yang ia ceritakan benar-benar seru. Memangnya itu bagus?
Maksudku,…… hampir menabrak? Kurasa itu bukan jenis pertemuan yang patut
dibanggakan, terlebih diceritakan dihadapan ribuan orang.
“dia pingsan dan aku hendak
membawanya ke rumah sakit. Tapi….. tiba-tiba saja dia bangun dan berteriak
menyuruhku mengantarnya pulang. Cih… dia pikir aku supir pribadinya? Ah..
cukup! Kalau diceritakan begitu, kapan selesai?” kemudian, kini suara ‘ah…
oppaa!!! Lanjutkan’ terdengar silih berganti. Kecewa sekali sepertinya. Aigoo….
sumpah! Itu tidak seru.
“hmm…… oke! Aku lanjutkan! Aku
mulai jatuh cinta padanya dihari kedua. Saat kami tersesat setelah
dikejar-kejar paparazzi, saat mobilku kehabisan bensin dan memaksa kami harus
berjalan. Baru 15 menit berjalan, ia kelelahan dan aku menawarkan diri untuk
menggendongnya” ‘kyaaaaaaaa’ kurang lebih teriakan macam itu yang terdengar.
“dan saat itulah aku mulai menyukainya. Saat ia tertidur dipunggungku, saat aku
merasakan detak jantungnya yang tenang dari belakang. Saat jantungku berdetak
diluar kendali” tanpa sadar aku tersenyum, menatapnya yang sedang berbicara
lurus kedepan dengan tatapan menerawang. Sialnya, semua kata yang keluar dari
mulutnya mudah sekali kurefleksikan dalam bentuk bayang-bayang nyata, membuatku
tak sanggup untuk menahan senyum. Entah kenapa, rasanya senang sekali. Rasa
gugup yang tadi sudah luluh, digantikan dengan perasaan senang dan tak habis
pikir.
“Yoon Yoo Hyun itu bukan fansku.
Bahkan diawal pertemuan kami, ia tak mengenalku. Ia menyanyikan lagu Teen Top
dengan heboh tapi tak tau bahwa orang disampingnya adalah penyanyi aslinya.
Bahkan ia bertanya ‘kau suka Teen Top?’ padaku” seketika suara tawa menyembur
dari satu ruangan maha besar itu. Termasuk member-member Teen Top lainnya yang
entah sejak kapan berada dibelakangku. Tapi…… kalau dipikir-pikir, ini aneh
juga. Maksudku,…….. Channie oppa
visualnya, seharusnya aku mengenalnya. Setidaknya tahu-lah.
“Yoo Hyun adalah penggemar fanatik
C.A.P hyung dan jujur saja aku cemburu dengan yang satu itu” aku tersenyum.
Cemburu? Hahaha….. oke. Aku suka kata itu. Aku menoleh kebelakang, melihat
C.A.P oppa yang terlihat salah tingkah sedang mengusap tengkuknya sambil
tersenyum.
“oh…. Dan soal press conference,
disini aku mau minta maaf pada Yoo Hyun dan kalian semua. Maafkan aku karena sudah
berbohong. Aku belum bisa mengambil keputusan yang tepat saat itu. Sekali lagi,
maafkan aku. Maafkan Teen Top maksudnya”
“hmmm……….. sekarang, seperti yang
sudah kubilang diawal. Aku akan melakukan apa yang kulakukan di mini concert
dulu. Bukankah semua pusat masalahnya dimulai saat itu? kalau begitu, aku akan
menghentikan masalahnya dikejadian yang sama” namja itu mengakhiri ucapannya
sambil berlutut dihadapanku, sukses besar membuat para angel berteriak iri.
Author POV
“Hyun~a…….. aku tak tau bagaimana
lagi caranya mengatakan ‘aku mencintaimu’. Yang pasti, kau satu-satunya gadis
yang sejauh ini membuatku kehilangan akal, membuat hatiku sesak oleh cinta.
Satu-satunya gadis yang kuinginkan untuk menghabiskan waktu bersama. Aku tak
menjanjikan kehidupan yang akan selalu bahagia jika bersamaku, tapi setidaknya
aku akan melindungimu sekuat yang aku bisa. Mencintaimu sebisaku. Hyun~a…………
jadilah pacarku” Yoo Hyun belum mampu menjawab. Ia masih luar biasa syok
mendengar rentetan kalimat manis yang seolah membuatnya terbang. Sampai-sampai
tak mendengar kalau satu ruang konser telah meneriaki kata ‘terima’ dengan
kompak. Begitu pula dengan 5 namja dibelakang yang ikut-ikut menyuruhnya untuk
segera menerima tawaran menyenangkan Chunji.
“iya” Yoo Hyun akhirnya menjawab
sambil menutup mata. Menahan rasa bahagia, malu dan tak percaya yang nyaris
membuatnya pingsan.
“bicaralah lebih kencang”
“IYA. Aku mau menjadi pacarmu. Iya.
Iya” Yoo Hyun terus-menerus mengatakan iya sampai menangis. Akhirnya, perasaan
bahagianya berubah jadi air mata senang yang turun perlahan-lahan. Sontak,
membuat teriakan senang memenuhi ruang konser yang besar. Oke……, setiap hal
baru pasti menuai pro kontra, dan untuk urusan ini, hubungan Chunji dan Yoo
Hyun yang awalnya tak disukai sebagian besar fans akhirnya mulai diterima. Mulai
dianggap sebagai pasangan manis dan bahkan memiliki fans tersendiri.
Bukankah memang begitu? Ibarat
bola. Bola yang dipantulkan dengan keras akan balik memantul tinggi keatas.
Begitu pula dengan hubungan mereka, awalnya terpuruk dan berbenturan keras
dengan masalah, lalu akhirnya beranjak naik hingga akhirnya mencapai puncak.
Kehidupan manis yang tak terbayang ini setidaknya bisa lebih terdengar nyata
saat mengetahui bahwa ada saja orang yang tetap tak suka dan tak setuju.
Tapi…….. tak apalah. Toh, semua orang bebas berkomentar. Yang menjalani
hubungan ini adalah Chunji dan Yoo Hyun bukan mereka.
END
Comments
Post a Comment