JOURNEY OF LOVE THE SERIES - Mysterious Sight Chapter 6 ( END )
Sora POV
Aku mendengus kesal saat akhirnya tanganku terlepas dari
genggamannya. Sungguh ini sudah kesekian kalinya aku mendapatkan perlakuan
seperti ini dari Tao. Menarik paksa lenganku, apa ia merasa senang dengan
kegiatan seperti itu?.
“ Tunggu apa lagi? Kau tidak ingin bermain?” aku menatapnya
sebal. Tapi ia malah berlalu seolah tak melakukan kesalahan apapun.
“ Ini!” aku langsung mengambil sebuah kartu voucher yang
biasa digunakan untuk bermain di area bermain ini. tanpa buang waktu aku langsung
menggesekkannya pada sebuah permainan balap motor, yang sialnya bersebelahan dengan
motor yang akan digunakan oleh Tao.
“ Lihat…siapa yang akan menang.” Aku meliriknya kesal. Kami
berduapun langsung naik dan duduk di jok motor masing-masing. Kemudian menatap
serius layar di depan, tak membiarkan sedikitpun raga ini lengah.
“ Kau pikir kau bisa melakukannya lebih baik daripada aku?”
ejekku. Jelas aku mengejeknya, toh kini posisiku berada jauh di depannya. Jadi
sombong sedikit tidak masalah bukan?.
“ Eeiii….semua bisa saja terjadi dalam pertarungan manusia
aneh!” lagi-lagi ia membuatku kesal. Membuat hati ini langsung terpancing untuk
mengalahkannya.
Tapi setelah pergulatan yang sudah aku lakukan, aku harus
menelan kekecewaan saat hasil akhirnya, pria tengil itu mengalahkanku. Ia
bersorak senang, kemudian tersenyum seolah sedang menertawai kekalahanku. Tak
ingin mendengar suaranya yang begitu mengganggu, aku langsung beralih menuju
sebuah permainan menembak.
Ku pegang erat-erat sebuah pistol besar, kemudian
mengarahkannya ke layar depan. Dengan sangat serius aku menembaki semua objek
yang terpampang di layar LCD. “ Kalau dalam keadaan kesal seperti itu, sampai
kapanpun kau tidak akan pernah menang. Percaya padaku.” Aku tak mempedulikan
ucapannya yang sedang mencoba menceramahiku.
“ Tao jelek! Tao jelek! Tao jelek! Tao jelek! Rasakan ini
manusia jelek!” umpatku pada objek yang berhasil ku tembak. Ku serukan namanya,
seolah aku sedang memusnahkan manusia bernama Tao.
“ Yaph! Mati kau!” teriakku lepas, ketika objek terakhir
berhasil ku musnahkan. Dengan perasaan bangga bercampur senang, aku langsung
berbalik badan melihat sosok yang masih mematung. “ Lihat? Kadang amarah yang
membara malah membuatmu berhasil mencapai apa yang kau inginkan.” Ucapku.
Sekarang aku bisa berjalan dengan penuh
rasa bangga.
“ Begitukah?” aku tak menanggapinya, aku terus berkeliling,
mencari mesin permainan lainnya.
Mataku seolah terjerat pada sebuah mesin berisi benda
warna-warni dengan berbagai bentuk, maksudku boneka. Seperti sudah tak sabar
untuk mengeruk habis semua benda dalam mesin itu, aku langsung menggesekkan
kartu elektriknya, kemudian mulai mengarahkan tongkat kendali yang mengontrol
pergerakan mesin pencapit untuk mengambil boneka itu.
Ku gerakkan ke kanan dan kiri setelah itu mengarahkannya
jauh ke bawah, mendekati boneka-boneka itu. mulut ini terkatup rapat, bahkan
semua raga ini seolah menegang saat mesin pencapit itu berhasil meraih sebuah
boneka beruang berwarna cokelat. Tak ingin kehilangan kesempatan emas ini,
dengan perlahan serta hati-hati aku membawa boneka itu agar tidak jatuh.
Tapi..yakh! belum sampai di lubangnya, boneka itu sudah terlanjur jatuh.
Membuatku mendecak kesal.
“ Lihat? Amarahmu itu tidak berguna sama sekali. Lihat ini!
kau harus memainkannya dengan tenang.” Aku menatap datar sosok Tao yang kini
sedang berdiri di depan mesin itu, ia sedang berusaha mengambil salah satu
benda di dalamnya. Baiklah…kita lihat seberapa besar kemampuan yang dari tadi
kau bangga-banggakan itu.
“Aha….aku mendapatkannya.” Ia bersorak heboh sambil
memamerkan boneka yang baru ia dapatkan. Pria itu tertawa begitu girang,
cihh…itu kan hanya boneka kenapa dia begitu senang?.
Aku melenggang membiarkan ia tertinggal di belakang, aku
terus menggerutu kesal. Kenapa semua orang di sekitarku sangat menyebalkan?.
Pertama eomma, kedua Soobin dan yang terakhir adalah makhluk menyebalkan di
belakangku.
Tak peduli ia terus memanggil namaku, aku tetap melanjutkan langkah
keluar dari area bermain tadi. Kini aku sudah berada di dekat eskalator,
bersiap untuk segera turun ke bawah lalu keluar dari tempat ini.
“ Sora-aa…” aku mendesah kesal, saat ia kembali menarik
paksa lenganku. Dasar pemaksa!.
“ Wae??” desakku dengan sengit. Jujur saja aku sedang tak
ingin bercanda, jadi kalau ia menarikku hanya untuk mengejekku lebih baik urungkan
saja.
“ Bagaimana kalau kita ke bioskop?”
Aku tak menjawab, justru malah membuang wajahku darinya.
Sebenarnya aku juga tak keberatan dengan
usulan Tao, hanya saja keadaan membuatku harus menolaknya. Yah keadaan, keadaan
yang membuatku tak bisa membeli apapun di mall ini. sisa uangku tinggal seribu
won, bisa membeli apa aku dengan jumlah uang segitu.
“ Ayolah…”
“ Tapi..”
“ Aishh…kau ini susah sekali. Aku kan hanya mengajakmu ke
bioskop, bukan ke neraka.”
“ Ya aku tahu! Hanya saja aku tidak punya uang bodoh!” ujarku setengah berteriak. Aku langsung diam tanpa berkata apapun, sama dengan Tao yang juga terdiam. Kini kami hanya menatap satu sama lain, kemudian menatap ke arah lain.
“ Hanya karena itu? dasar bodoh!”
******
Author POV
Rona bahagia terpancar dari wajah setiap orang yang baru
saja keluar dari gedung bioskop yang baru saja memutarkan sebuah film animasi
tiga dimensi. Begitupun dengan dua makhluk bernama Sora dan Tao. Dua makhluk
berlainan jenis itu kini saling bertukar pendapat setelah sebelumnya mereka
terus bertengkar, tapi untungnya selama film diputar, dua orang itu bisa
tenang, sehingga tak mengganggu penonton lainnya.
“ Apa kau lapar?” Sora diam tak menjawab pertanyaan Tao.
“ Aku traktir, bagaimana?” tawar Tao dengan senang hati,
namun wajah lesu malah dipertontonkan Sora membuat Tao mengerinyit heran.
“ Anggap saja kita sedang merayakan ulang tahunku.
Bagaimana?”
“ Ckk…sepertinya memang tak ada pilihan lain.” gumam Tao kehilangan
akal. Tanpa memikirkan penolakan dari gadis di belakangnya, ia langsung
menyeret gadis itu agar lekas mengikutinya.
******
Tao POV
Setelah menunggu lama, akhirnya pesanan kami datang. sebuah
pizza besar dengan topping daging asap, ada juga dua piring fettucini serta dua
gelas besar minuman soda. Rasanya benar-benar menggugah rasa lapar yang dari
tadi menyiksa perutku.
Aku langsung mengambil sepotong pizza dan melahapnya perlahan,
meski aku sedang sangat lapar, tapi aku tak lantas melupakan etika makan. Tapi
rahangku berhenti bergerak saat menyadari sosok di depanku masih diam tak
menyentuh sedikitpun makanan yang ada. Oh…ayolah! Apa aku harus menyuapinya
dulu agar ia mau makan?.
“ Makanlah… Kau tidak lapar?”
Bukannya menjawab, Sora malah berbalik menatapku kemudian
memutar bola matanya. Aku mendesah pelan, baiklah kalau begitu, sepertinya aku
memilih pilihan pertama. Sepotong pizza ku ambil dari tempatnya kemudian
mengarahkan makanan berbentuk segitiga itu pada Sora.
“ Aaaa…” ujarku menyuruhnya untuk membuka mulutnya.
“ Shirreo!!”
“ Aaaa…”
“ Ckkk..aku bisa melakukannya sendiri!” protesnya masih tak
ingin memakan pizza yang ku berikan.
“ Kalau begitu makanlah dengan tanganmu sendiri, atau tidak
aku yang akan memasukkan semua makanan ini ke dalam mulutmu!”
Dia melirikku kesal sambil terus menggerutu tak jelas,
mungkin ia sedang memaki atau bahkan sedang menyumpahiku. “ Kau lihat? Aku
memakannya, apa kau puas?” sengitnya sambil menunjukkan fettucini yang hendak
ia suapkan ke dalam mulutnya.
Aku hanya terkekeh melihat tingkahnya sambil melanjutkan
makanku. Cihh…sampai kapan gadis itu mempertahankan gengsinya? Apa seumur
hidupnya ia akan selalu mempertahankan gengsinya yang menurutku terlampau
konyol itu?. dia itu bertindak seolah dirinyalah yang harus membantu orang lain
bukan orang lain yang membantu dirinya. Apa salahnya jika kita menerima bantuan
dari orang lain? apa itu kelihatan begitu memalukan? Kurasa tidak. karena
manusia hidup membutuhkan manusia lainnya kan? Tidak ada satupun manusia yang
bisa mencukupi kebutuhannya seorang diri.
Tunggu…apa saja yang kukatakan…bukankah itu semua adalah
penjabaran betapa angkuhnya manusia bernama Huang Zitao? Cihh…tanpa sadar aku
telah menyebutkan semua sifat-sifatku. Bukankah aku selalu merasa bahwa aku tak
butuh bantuan orang lain? aku berpikir bahwa semua yang terjadi pada diriku
adalah mutlak urusanku, tanpa membiarkan orang lain mengulurkan tangannya. Yah
itulah aku.
“ Aku kenyang sekali..”
Aku kembali tersadar dari segala kebisuan yang dari tadi
membelenggu, kini aku tercengang hebat saat semua makanan telah habis. Di
depanku, gadis yang dari tadi menjunjung tinggi gengsinya itu, sekarang sedang
menyenderkan badannya. Duduk malas sambil memegangi perutnya. Ku rasa ia
kekenyangan.
“ Kau mau pulang sekarang?” ia membulatkan matanya dan tak
lama menggangguk cepat.
Aku langsung memanggil seorang pelayan guna membayar semua
tagihan dari makanan yang ku pesan, setelah selesai aku beranjak dari dudukku.
Bersiap untuk pergi dari tempat ini. begitupun dengan Sora, yang tanpa
diperintah langsung beranjak dan mengikuti langkahku.
“ Apa kau dijemput?” aku menoleh padanya.
“ Sepertinya tidak. Tuan Lee masih pergi bersama Soobin.”
Jawabnya tak bersemangat.
“ Kalau begitu kajja! Kita pulang bersama!” ajakku seraya
menarik lenganku. Tunggu… sudah berapa kali aku menarik lengannya hari ini?
sepertinya lebih dari dua kali.
Kaki ini terus melangkah membawaku dan tentunya Sora menjauh
bahkan benar-benar keluar dari mall tadi, sekarang kami sedang berjalan di
trotoar jalan. “ Biasanya kau selalu diantar supirmu.” Ucap Sora.
“ Aku sedang ingin pergi sendiri. setiap hari aku diantar
jemput saat pergi ke sekolah, apa hari liburpun aku harus diantar jemput? Itu
membosankan.” Aku menjawab agak sedikit berteriak karena bisingnya suara lalu
lintas sekarang ini. suara deru mesin mobil maupun motor sungguh mengganggu
pendengaran.
“ Jadi tadi kau naik bus?” ia melirik ke tempatnya sekarang
berada, yaph! Halte bus.
“ Begitulah.”
Tak lama, sebuah kendaraan besar yang dari tadi kunantikan
bersama beberapa orang yang sudah menunggu di Halte pun datang. masih dengan
menggenggam lengan kecil Sora, aku menuntunnya agar cepat naik ke dalam bus. Ku
persilahkan ia agar naik terlebih dulu, dan setelah itu giliranku.
Suasana dalam bus yang tak begitu penuh memudahkanku untuk
menemukan tempat duduk yang tepat. Seperti sebelumnya, aku menyuruh Sora duduk
terlebih dulu, membiarkan ia duduk dekat dengan jendela.
“ Kupikir kau takut dengan suasana bus.” Aku menoleh ke
arahnya yang sedang menatapku.
“ Aku memang punya kecemasan tersendiri pada keramaian, tapi
keramaian yang mengusikku. Yah…seperti membuatku merasa terancam. Akupun tak
bisa menjamin kalau phobiaku tak memiliki kesensitifan pada kondisi di dalam
bus, maka dari itu, aku hanya menumpangi bus yang tak terlalu ramai.” Jelasku
panjang. Sementara ia terus menganggukkan kepalanya, tapi kurasa ia belum puas,
bisa ku tebak jika sebentar lagi ia akan kembali bertanya.
“ Jadi…kondisi di aula kemarin, membuatmu merasa terancam?”
benar dugaanku, ia kembali bertanya.
“ Entah…yang jelas aku merasa ketakutan saat gadis-gadis itu
berteriak histeris. Aku langsung keringat dingin, membuatku semakin takut.”
Terangku sambil menatapnya yang juga sedang menatapku serius.
“ Pasti sangat berat jika dihadapkan dengan kondisi seperti
itu.” komentarnya. Ia lantas memalingkan wajahnya ke arah jendela. Terdiam
sambil menyaksikan kesibukan lalu lintas kota Seoul yang hingga kini tak
kunjung surut.
Kami berdua tak mengucapkan apapun, membiarkan perjalanan
terlalui dalam kebisuan. Tanpa terasa perjalanan telah berlangsung lama,
membawa bus ini berhenti di perhentian selanjutnya. tepatnya di perhatian
dimana aku dan Sora turun. “ Kajja.” Ucapku mengkomandoinya agar ia bangkit
dari kursinya.
******
Sora POV
Kami berdua berjalan kaki memasuki jalan masuk menuju
komplek rumahku. Sebenarnya aku sudah meminta Tao agar pulang saja, tidak usah
mengantarku sampai rumah. Tapi sayangnya aku sedang memohon pada orang keras
kepala, jadi sia-sia saja apa yang sudah kuucapkan.
“ Kau bisa pulang sekarang.” kini kami sudah berada tepat di
depan rumahku, jadi tidak salah bukan kalau aku menyuruhnya pulang.
“ Kau ingin melihatku masuk dulu baru kau pulang?” tekanku
agar dia cepat pergi dan kembali ke rumahnya. Tapi gelagat aneh malah ia
perlihatkan, ia terus menatapku tanpa berucap sedikitpun.
“ Baiklah…aku masuk.” Seruku sembari mendorong pintu pagar
rumahku.
“ Sora..” aku menoleh, membalik badanku supaya dapat melihat
dirinya.
“ Jika kau tak berhasil membuatku berubah, itu sungguh bukan
salahmu. Itu sepenuhnya salahku, jadi jangan paksakan dirimu.”
“ Tao..”
“ Aku pulang.”
******
Author POV
Hiruk pikuk kegiatan belajar mengajar di universitas Chung
Ang kembali terlihat setelah satu jam sebelumnya telah dihabiskan untuk waktu
istirahat. Kini para pelajar berbondong-bondong menuju kelas, tak berniat untuk
terlambat sedikitpun. Tentu mereka tahu benar konsekuensi yang akan mereka
terima jika mereka terlambat sampai ke kelasnya.
Di tengah-tengah ratusan bahkan ribuan pelajar yang sedang
hilir mudik, terselip tiga gadis yang sedang melakukan hal serupa seperti yang
lainnya. Mereka tak menyia-nyiakan waktu barang sedikitpun, kini tujuan mereka
adalah ruang ekonomi.
Memanfaatkan waktu yang tersisa, tiga gadis itu berbicara
sepuas mereka. karena jika sudah sampai di dalam kelas, belum tentu mereka bisa
bicara selepas sekarang, malah yang ada mereka akan diteriaki dan diusir keluar
oleh Park seosangnim.
“ Tao…” panggil seorang gadis yang kini menghampiri sosok
bernama Tao yang hampir saja masuk ke dalam kelasnya. Tapi terurung karena
gadis bernama Maeri itu memanggilnya. Tao langsung membalik tubuhnya, memandang
bingung Maeri yang tadi berlari untuk menghampiri dirinya.
“ Ada apa?” tanya Tao heran. Pasti ia heran, Maeri bukanlah
orang yang sangat ia kenal, atau bisa dibilang hanya kenal karena keadaan saja,
tapi gadis itu memanggilnya seperti ada keperluan yang sangat penting.
Melihat dari kejauhan apa yang terpampang di depan pintu
ruang ekonomi, langkah tiga gadis itu memelan. Tapi tetap bergerak walaupun tak
sesemangat tadi.
“ Igo!” Tao menatap bingung gadis di depannya yang sekarang
malah mengulurkan dua batang cokelat untuknya.
“ Katanya cokelat bisa membuatmu lebih tenang. Ambilah!” tak
ingin gadis itu salah paham, Tao langsung menerima cokelat itu. ia tersenyum
lembut, “ Gomawo.” Ucapnya tulus membuat gadis di depannya tersipu malu.
“ Oh ya! Kau harus ingat, aku akan terus mendukungmu untuk
tampil di pentas seni nanti. Fighting!” tutur gadis itu sambil mengepalkan
tangannya di udara kemudian pergi membawa senyum bahagia. Tentu ia sangat
senang bisa berinteraksi langsung dengan namja yang ia sukai.
******
Sora POV
Semua mata kuliah hari ini akhirnya usai juga, ah….sungguh
tidak sabar untuk cepat sampai di rumah. Tadi saja, saat Park seosangnim
menyudahi kuliahnya, aku langsung bergegas cepat seolah tak membiarkan
sedetikpun terbuang percuma.
“ Menurutmu, apa hari ini Jong Dae akan datang?” tanya
Nayoung. aku hanya mendesah pelan, kini minatku untuk pulang malah menyurut
saat mengingat nama itu.
Aku tak menjawab dan tak ingin menjawab, aku memutuskan
untuk terus berjalan tanpa mau menanggapi omongan teman-temanku.
“ Mungkin…soalnya sudah seminggu ini ia tidak datang.” jawab
Hara ragu.
“ Kim Sora!”
“ Kim Sora!”
Aku membalik tubuhku dengan malas, saat seseorang meneriaki
nama lengkapku. Setelah itu aku menemukan sosok pria yang sedang berlari kecil
untuk menghampiriku. Nafasnya begitu tersengal, membuatnya harus membungkukkan
badan dulu guna menormalkan sistem pernafasannya.
“ Kau habis dikerjar anjing?” aku melirik Cheonsa yang baru
saja berujar semaunya. Gadis itu memang tak pernah berpikir serius dengan apa
yang dikatakannya.
“ Sepertinya kau memiliki urusan penting dengan Sora.”
timpal Ji Eun santai. Urusan? Urusan apa?.
“ Aigoo…kenapa belakangan ini Sora tak bisa pulang bersama
kita? Pasti ada saja penghalangnya.” Ujar Nayoung bak sedang menyindir.
“ Hari ini aku memang ada urusan dengannya, kalian tidak
keberatankan?” aku menghela pelan, benar
kata Nayoung, kenapa belakangan ini banyak sekali yang mengusik kehidupanku?.
“ Yah…tidak. selesaikanlah urusan kalian.” Jawab Hara bijak,
tapi sama saja seperti mendorongku ke laut lepas.
“ Kalau begitu kami duluan. Sora…baik-baik bersama Tao.”
Ujar Gyuri.
Setelah itu, semua temanku pergi meninggalkanku. Cihh..teman
macam apa mereka?. kenapa mereka tidak pernah berusaha mencegah orang-orang
yang ingin membawaku?. Menyebalkan. Beralih pada rasa kesalku terhadap
teman-temanku, kini orang di depanku malah menarik lenganku. Persis seperti
yang biasa ia lakukan jika sedang memaksaku.
Berhubung ini di kampus, tempat menimba ilmu, aku menurut
saja ia mau membawaku kemana. Asal tidak mengajak ke neraka saja.
Ia membawaku menyusuri lorong-lorong yang menyambungkan
bangunan satu dengan bangunan lainnya. Melewati berbagai ruangan, dari
perpustakaan hingga laboratorium. Sesampainya di tempat yang ia maksud, aku
sedikit menarik lenganku agar terlepas dari cengkramannya, namun tak bisa
karena ia malah mempererat genggamannya.
“ Sebelum menunjukkannya pada banyak orang, kurasa aku harus
berlatih dulu.” Jelasnya menjawab segala tanya dalam benakku. Kini tangannya
tak lagi menggenggam lenganku, ia terus berjalan hingga ke tengah. Aku langsung
berjalan ke pinggir lapangan, menyaksikannya dari tempat yang tak begitu dekat.
Tak banyak hal yang dapat kulakukan selain diam sambil terus
memperhatikan dirinya yang belum juga bergeming. Sebenarnya bisa saja aku
berteriak agar ia cepat melakukannya, tapi mengingat ia butuh banyak keyakinan,
aku tak melakukannya.
Seolah diajak terhanyut dalam emosi yang bergejolak dalam
hatinya, aku merasakan bagaimana perasaan tegang yang dirasakan Tao. Merasakan
bagaimana itu perasaan harap-harap cemas. Duduk sendiri di kursi penonton
menunggu Tao. Dan hatiku tergugah begitu ia membentuk sikap siap. Tatapannya
yang pasti memulai seluruh pergerakkannya, dari mulai meninju, menendang,
berguling, hingga berputar di udara. Sampai akhirnya ia menyelesaikan
gerakkannya dengan kembali pada posisi siap.
Aku tersenyum sambil bernafas lega, kedua tangan ini
langsung bergerak membuat suara-suara meriah. Ia menoleh ke arahku yang kini
sedang berjalan menghampirinya. begitu banyak rasa yang tercampur dalam hatiku,
rasanya aku ingin meledak sekarang juga.
“ Charanda.” Ucapku sedikit tertahan, mungkin jika aku tak
punya kesadaran yang cukup, aku sudah berteriak histeris dan menumpahkan segala
yang ada dipikiranku.
“ Aku yakin kau bisa tampil minggu nanti.” ujarku lagi. Kali
ini ia tersenyum dan berjalan menghampiri tasnya yang berada di salah satu bangku
penonton. Ia duduk kemudian membuka tasnya, mengeluarkan sebotol air mineral.
Ia meneguk tetesan air yang mengalir dari botol miliknya, sepertinya ia sangat
kehausan.
“ Igo!”
Aku diam, tak menerima cokelat yang baru saja ia sodorkan
padaku. Alih-alih tak ingin menerima pemberiannya, aku mengangkat kepalaku dan
menghujaminya dengan tatapan kesal.
“ Kau memberikan cokelat yang orang lain berikan untukmu
kepadaku? Cihh…benar-benar tidak tahu terimakasih!” cibirku mengomentari
tindakannya. Harusnya ia menghargai pemberian orang , bukan malah memberikannya
pada orang lain.
“ Namanya Shin Maeri bukan orang lain.” ralatnya sambil
berdiri seraya menyampirkan tasnya pada kedua bahunya.
“ Mau atau tidak? kebetulan ia memberiku dua, jadi tidak
salahkan kalau aku membagi yang satunya pada orang lain?” tandasnya lagi
berusaha agar ia tak terpojok.
“ Namaku Kim Sora bukan orang lain!” cetusku. Dengan secepat
kilat ku ambil cokelat yang dari tadi ia sodorkan padaku, kemudian berjalan
mendahuluinya.
Ku tatap nanar cokelat batang dalam genggamanku, rasanya
ingin cepat-cepat kuhabisi benda ini, kemudian membuang bungkusnya ke tempat
sampah. Aku memang menyukai cokelat dan akan selalu bersemangat jika menyantap
penganan manis itu, tapi sekarang berbeda, aku ingin segera menghabiskannya
agar aku tidak melihat benda itu lagi di muka bumi ini.
Baru aku merobek bungkus cokelat itu. “ Belakangan ini aku
mendapat banyak kiriman cokelat, kalau kau mau aku bisa memberikannya
untukmu.”ujarnya dengan nada yang amat sangat menjengkelkan. Ingat! amat sangat menjengkelkan.
“ Berapa banyak gadis bodoh yang bersedia menyisihkan
uangnya untuk membelikanmu cokelat?” ketusku tak mempedulikan bagaimana
ekspresi wajahnya.
“ Eumm…banyak. Maeri, Woori, Kihyun, Saera, Seujong,
Sunyoung, Hyera, Sae Ah..hmmm..pokoknya masih banyak lagi. Kadang sehari aku
bisa mendapatkan sepuluh cokelat, sisanya ada yang membawakanku bekal.”
Tuturnya dengan bangga. Cihh…ia sedang berusaha untuk membuatku iri padanya?
Jangan harap!.
“ Oh begitu, baguslah…setidaknya kau bisa menghemat uang
sakumu.”
******
Author POV
Dua anak manusia itu terus bersiteru, ada saja yang mereka
perdebatkan. Pertama masalah cokelat, dan sekarang malah membicarakan kadar intelektual
masing-masing.
“ Kau bodoh atau idiot? Mereka semua menyukaimu.” Ujar Sora
kesal, mungkin sudah tak asing lagi untuk Sora merasa kesal saat berada di
sekitar Tao.
“ Aku tahu. Memangnya kenapa jika mereka menyukaiku? Apa aku
harus mengencani mereka semua?” jawab Tao santai. Memancing kekesalan yang
semakin menjadi pada benak Sora, namun gadis itu menahan dirinya. Membuatnya
bungkam dengan menelan kekesalannya seorang diri.
Tanpa disadari oleh kedua orang itu, di depan mereka telah
berdiri tiga orang pria yang tengah tersenyum sinis sambil menatap rendah ke
arah mereka. tiga orang itu tak lain adalah tiga orang senior tengil sok
berkuasa, Jaebum, Min Jun, dan Taesung.
“ Ckk..Ckk…aigoo..aigoo…rupanya dua anak sial tak punya
etika ini sedang bersama. pantaslah…kalian cocok satu sama lain. sama-sama
tidak punya sopan santun, dan mungkin sama-sama tidak punya otak.” Cibir Minjun
sambil menggelangkan kepalanya.
Dua orang yang dimaksud, Tao dan Sora hanya diam dan terus
melanjutkan pergerakan mereka tanpa ingin ambil pusing dengan apa yang baru
saja mereka dengar. Mereka melenggang seolah tak melihat keberadaan tiga orang
itu.
“ Heii…selain tak beretika, ternyata kalian sombong ya?”
kicau Taesung memagari jalan Sora dan Tao. Seperti sedang mencari perkara, tiga
orang itu malah menghalang-halangi Tao dan Sora.
“ Kalian masih ingat dengan kami bukan?” kini Jaebum angkat
bicara. Ia terlihat seperti seorang pria brengsek yang sedang berusaha
mengancam rakyat kecil.
“ Oh ya…kalau tidak salah, kau akan tampil di acara besok.
Benar begitu?” ucap MinJun sambil berlagak berpikir, kemudian ia tersenyum
kecut. Seperti sedang mengecilkan Tao, sorot matanya seolah sedang berusaha
menjatuhkan mental pria bernama lengkap Huang Zitao itu.
“ Kalau begitu sampai bertemu besok, anak manis. kita lihat
seberapa hebat kemampuanmu. Apa kau akan kembali pingsan di tengah lapangan
seperti waktu itu?”
“ Aisshh…sudahlah Taesung-aa, jangan mengganggu anak-anak
ini lagi. Besok kita lihat saja, bukan begitu jagoan?” lerai Jaebum kemudian
pergi berlalu diikuti dua dedengkotnya.
Rasa kesal, marah berkecamuk dalam relung Tao. Ia serasa
baru mendapat tamparan keras dari tiga orang tadi. Sejujurnya ia ingin
melampiaskan semua emosinya, tapi apa yang harus ia lakukan?. Haruskah ia
mengatakan pada mereka, jika dirinya tak sepayah yang mereka katakan, atau ia
harus mengatakan tenang saja, aku akan
melakukan yang terbaik besok? Begitukah? Tapi apa jaminannya? Bahkan
dirinya sendiri tak tahu apakah ia bisa melakukannya atau tidak.
“ Sudahlah Tao..jangan dihiraukan. Kau pasti bisa.”
Tao hanya diam, bahkan ia tak tahu mesti merespon Sora
seperti apa. karena bohong jika ia mengatakan bahwa dirinya tak mengambil
serius ucapan Jaebum dan kawan-kawannya tadi.
******
Tao POV
Aku termenung sambil terus memikirkan segala kemungkinan
yang bisa saja terjadi pada esok hari, salah satunya pingsan di tengah
lapangan. Walau sebenarnya aku merasa sudah cukup mampu mengatasi rasa panikku,
tapi tetap saja siapa yang bisa menjamin jika penampilanku besok akan berjalan
dengan lancar?
Drrtdrtt
Pandanganku beralih pada ponsel yang terletak tak jauh dari
tempatku berbaring. Ku raih benda kecil itu, kemudian membuka sebuah pesan yang
baru saja masuk. Aku tersenyum saat membaca isi pesan itu.
From: Sora
Seburuk-buruknya orang di muka bumi ini adalah orang yang takut untuk mencoba.
Maka seumur hidupnya ia akan terus dihantui rasa menyesal dan tidak berguna. Ku
harap kau tidak seperti itu. percayalah pada dirimu sendiri, kau sudah berlatih
dengan baik selama ini. cihh…ternyata kau latihan tanpa memberitahuku, kau
malah membiarkan fans-fans mu itu yang lebih tahu. Ya sudah…itu saja. aku
bingung ingin menuliskan apa lagi. Intinya kau harus percaya diri, ingat itu
bodoh!.
Tetap saja menghinaku, tapi…darimana dia tahu kalau aku
berlatih selama ini?. yah..beberapa waktu belakangan ini, aku berlatih ditemani
dengan Chanyeol dan Ki Hoon. Cuma karena Chanyeol bersikeras untuk menggunakan
metode yang sebelumnya pernah digunakan Sora, maka jadilah setiap aku berlatih,
banyak sekali gadis-gadis yang meneriaki namaku.
Sempat beberapa kali aku gagal karena suara mereka membuatku
takut, namun lambat laun aku terbiasa. Bukankah pada esok hari yang
menyaksikanku jauh lebih banyak? Dan pastinya suara teriakan yang ku dengar
juga lebih kencang dari yang biasa ku dengar.
Baiklah Huang Zitao…apapun yang akan terjadi besok itu
mutlak pilihanmu. Jika kau ingin semua berjalan dengan lancar, maka kau harus
berusaha sebaik mungkin, kau harus berjuang melawan rasa takutmu. Tapi jika kau
ingin semua berakhir dengan tatapan prihatin, silahkan saja menyerah pada
keadaan.
******
Author POV
Matahari telah terbit dari ufuk timur, menampakkan cahayanya
yang biasa memberikan penerangan pada seluruh makhluk di muka bumi. Begitupun
dengan sebuah kediaman yang biasa dihuni oleh empat orang yang terdiri dari
ayah, ibu, anak dan seorang asisten rumah tangga, tapi tidak untuk beberapa
bulan ini. beberapa bulan terakhir, penghuni rumah itu hanya berjumlah tiga
orang. Seorang kepala keluarga yang menyandang status sebagai suami serta ayah
itu sedang bertugas ke luar negeri, meninggalkan anak, istrinya dirumah.
Meski dengan jumlah penghuni yang tak bisa dibilang banyak
terkadang rumah megah itu terasa begitu sepi, tapi tidak dengan hari ini. dua wanita
dewasa sedang sibuk berlalu-lalang, mondar-mandir untuk memenuhi keperluan
orang yang sama, yaitu putra semata wayang keluarga Huang.
“ Ma…aku bisa melakukannya sendiri.” keluh anak, ah tidak!
usia dua puluh tahun seperti itu sudah tak bisa disebut sebagai anak-anak lagi.
Lebih tepatnya seorang pria muda.
Seorang wanita yang biasa dipanggil Ma atau Mama langsung
berbalik sambil menatap putranya dengan sungguh-sungguh. “ Mama tahu, tapi
untuk hari ini biarkan mama dan nyonya Im yang mengerjakannya untukmu.” Tandas
wanita berusia empat puluh tahun lebih itu.
Lagi-lagi pria muda itu hanya bisa menghela pasrah, kalau
sudah begini ia hanya bisa diam dan mengikuti keinginan ibunya. Dari memilihkan
sepatu yang cocok, baju, menyiapkan sarapan serta segelas susu bersamanya, tak
lupa merapihkan baju yang dikenakan anaknya telah nyonya Fei lakukan. setelah selesai merapihkan baju anaknya,
wanita itu menatap sosok anaknya dari atas sampai ke bawah dengan bangga. “
Anakku memang tampan.”
“ Baiklah…aku berangkat sekarang.” pamit Tao dengan sisa moodnya yang masih ada. Lagi-lagi ibunya
menatap dirinya sambil tersenyum bahagia. “ Lakukanlah yang terbaik. Mama
percaya kau pasti bisa.” Ujar sang ibu sambil mengelus wajah putranya.
“ Ini jangan lupa.” Seorang wanita paruh baya bergegas
memberikan tas pada Tao. “ Gamsahamnida nyonya Im.” Ucap Tao sambil tersenyum
ramah.
Setelah semuanya lengkap, Taopun keluar dari rumahnya dan
segera masuk ke dalam mobil yang dari tadi sudah menunggunya.
“ Ah..tak terasa Tao kecil telah tumbuh jadi seorang pria
tampan.” Gumam nyonya Im sembari menatapi kepergian bocah yang sejak kecil
berada dalam pengasuhannya.
“ Benar…rasanya dia mirip sekali ayahnya.” Timpal nyonya
Fei.
******
At Chung Ang
University
Menjelang detik-detik pembukaan acara, semua orang nampak
begitu sibuk mempersiapkan penampilan masing-masing. Bahkan yang tidak
tampilpun ikut sibuk serta panik sendiri, contohnya Sora dan beberapa temannya
yang lain.
Gadis muda itu terus melirik ke bawah melalui kaca jendela
kelasnya untuk memastikan kedatangan Tao. Tapi hingga kini sosok yang ia tunggu
belum kunjung datang, sementara acara akan dimulai sebentar lagi.
“ Kau yakin dia akan datang?” tanya Hara.
“ Mungkin sebentar lagi.” Jawab Chanyeol singkat. Meski ia
tak bisa menjamin jika Tao akan benar-benar datang , tapi setidaknya ia tak
ingin mengatakan sesuatu yang bisa mengacaukan perasaan yang sudah kacau.
“ Tao datang!” suara pemberitahuan yang terdengar sangat
histeris terdengar dari mulut Ki Hoon yang baru saja menampakkan dirinya di
balik pintu. Semua orangpun langsung bangkit dan mencurahkan perhatian mereka
ke arah pintu.
Tak lama sosok yang dari tadi ditunggupun tiba dengan
penampilan yang keren serta menawan seperti biasanya. Sosok itu berjalan
memasuki ruang ekonomi yang dijadikan teman-temannya sebagai ruang untuk menunggu
dirinya. Helaan nafas lega mengalir, setidaknya satu ke-khawatiran mereka telah
tuntas satu.
“ Kenapa lama sekali?” tanya Chanyeol yang kini sedang
merangkul sosok Tao.
“ Hanya ada kendala sedikit, kenapa? Kalian takut aku tidak
datang?”
Chanyeol hanya menggedikkan bahunya, kini pandangan Tao
beralih pada seorang namja imut yang sedang duduk di atas salah satu meja dari
sekian banyak meja di ruangan ini. “ Kau
membawa apa yang kupinta,kan?” tanya Tao.
“ Tenang saja. semua aman terkendali.” Jawab Ki Hoon dengan
begitu percaya diri sambil menunjuk ke arah bambu panjang di sudut ruangan.
Kemudian suara bising terdengar, suara riuh seiring dengan
suara pemandu acara yang juga terdengar. Acara sudah dimulai, kini semua mata
langsung mengarah pada satu objek yang sama. Tao.
“ Kalian cepatlah berkumpul di lapangan. Aku akan ke sana saat
giliranku tiba.” Ucap Tao.
Untung saja hari ini semua orang sedang dalam keadaan baik,
jadi tidak perlu ada pertumpahan darah untuk sekedar membuat mereka bergegas ke
lapangan. Tapi sebelum pergi meninggalkan Tao sendiri, Sora kembali menghampiri
Tao.
“ Kau pasti bisa. Lakukanlah yang terbaik.” Ucap Sora dengan
rasa gemetar dalam benaknya.
“ Iya aku tahu. Ibuku juga mengatakan hal yang sama tadi.”
Balas Tao yang malah nampak begitu santai.
“ Menyebalkan.” Umpat Sora sebelum akhirnya gadis itu
benar-benar keluar dari ruangan itu dan menyisakan Tao seorang diri di
dalamnya.
Kini barulah perasaan panik itu terasa, saat ia benar-benar
sendiri seolah sedang terjerembab dalam sebuah kebingungan seorang diri tanpa
ada seorangpun yang bisa membantu. Hanya satu orang yang bisa membantunya kali
ini, yaitu dirinya sendiri.
Pandangannya berpaling pada sebuah tongkat panjang, Toya, benda
yang ia pinta dari Ki Hoon. bagai sedang memupuk keyakinannya, Tao menggenggami
benda panjang itu dengan erat.
******
Tao POV
Setelah memutuskan untuk keluar dari kelas, aku segera
berkumpul di tempat yang sama dengan para penampil lainnya. Tepatnya aku berada
di tepi lepangan dekat pendopo ruang sastra. Dari sini aku bisa menyaksikan
penampilan yang sedang berlangsung sekarang, tak lama MC-pun datang
menginstruksikan penonton untuk memberikan tepuk tangan untuk penampilan tadi.
Tepuk yang meriah pun terdengar seiring dengan MC yang berancang-ancang untuk
memanggil penampilan selanjutnya. semua penampil termasuk aku pasti merasa
gugup dan cemas, biar bagaimanapun kami tidak dipanggil secara berurutan, jadi
tidak ada yang tahu sekarang giliran siapa dan nanti giliran siapa.
Suara tepuk tangan yang tadi begitu riuh kini mulai
menyurut, memberi kesempatan untuk MC memulai ucapannya. “ Baiklah…masih perlu
dilanjut? Keurae…tanpa menunggu lama kita sambut , ini dia penampilan bocah
asal Negeri Jet Li, Huang Zitao.”
Jlleebbb
Rasa gemetar langsung mengintrupsi seluruh raga ini,
membuatku berniat untuk berlari dan meninggalkan tempat ini. tapi salah seorang
panitia acara mendatangiku, memintaku agar segera tampil. Dengan berat hati ku
langkahkan kaki ini memasuki lapangan.
Tepuk tangan meriah terdengar, ada juga yang bersorak, tak
begitu jelas antara menyemangati dan mencaciku. Semua terdengar sama untukku,
sama-sama membuat seluruh sarafku menegang. Kini keringat dingin mulai
membanjiri kening serta badanku. Ayolah…jangan sekarang, kumohon.
Aku tertunduk lemas, menstabilkan udara yang masuk ke dalam
rongga paru-paruku. Tapi tanganku melemas, hingga toya yang daritadi ku genggam
erat, jatuh begitu saja. memecah keheningan, serta mengawali segala kemungkinan
yang bisa saja terjadi.
TREEKTEKTEK
******
Sora POV
TREEKTEKTEK
Bambu panjang yang ia pegang kini terlepas
dari genggamannya, menciptakan suara mencekam yang tentunya menghantui batinku.
Kini semua orang yang menonton terus mendesis, mempertanyakan kondisi Tao.
Hingga kini ia belum memulai penampilannya.
Rasa resah serta gelisah
benar-benar menyiksa perasaanku kini aku hanya bisa berharap agar Tao dapat menyelesaikan
semuanya. Tapi melihat bagaimana keadaannya saat ini, aku cuma bisa berharap
agar tidak ada hal buruk yang terjadi padanya.
“ Bagaimana ini?” desis
orang-orang di sebelahku, bahkan bisa ku dengar jelas bagaimana Chanyeol
menggumam seolah sedang mengirimkan pesan telepati pada Tao.
“ Sora..” aku menoleh pada Nayoung
yang kini tengah menggenggami lenganku, ia terlihat panik sama seperti diriku.
“ Entahlah…” desahku tak ingin banyak bicara.
Pandanganku kembali berfokus pada
sosok di tengah lapangan, ia masih menunduk. Namun langkah gontainya terlihat,
menjadi awal pergerakkannya. Tapi…apa, apa ia akan pingsan seperti waktu itu?
jujur saja keadaannya saat ini sama persis seperti saat ia pingsan di tengah
lapangan.
Dari bangku ini, hanya bisa
berharap cemas saja aku saat ini, ditambah dengan suara backsound khas musik
pertarungan pendekar china yang semakin membuat diriku resah.
Kaki-kaki panjangnya terus
bergerak, menapaki aspal lapangan dengan tidak pasti seperti sedang berputar.
Aigoo…apa kau mulai merasa pusing, Tao?. Tapi langkahnya itu berhenti saat
tubuhnya membentuk posisi siap dalam kungfu, hanya bedanya ia tidak terlihat
seperti orang waras. Tubuhnya tak menentu, seperti orang limbung. Bergerak ke
sana kemari dengan posisi tangan kiri di depan dan tangan kanan terletak dekat
perut.
Suara backsound semakin jelas
terdengar seirama dengan gerak langkahnya yang tak beraturan, hingga ada sebuah
bunyi gong, ia pun langsung meloncat kemudian kembali menapak dengan posisi
kaki melebar dan tubuh sedikit rendah.
Tiba-tiba ia berguling kemudian
kembali seperti awal dan berguling lagi, begitupun seterusnya. Hingga akhirnya
ia berusaha untuk berdiri, ia melangkah tak karuan. Apakah ini yang dimaksud
jurus dewa mabuk?.
Gerakan mengejutkan kembali ia tunjukan
saat ia melakukan gerakan seperti meninju dan menangkis pukulan, ia terlihat
begitu lihai seolah memang ada musuh di depannya. Ia kembali berguling,
kemudian kakinya berputar. Ia pun bangkit dengan kondisi yang masih limbung, ia
mengambil tongkat bambu miliknya.
Ia menggenggam erat benda panjang
itu kemudian kembali merendahkan posisi tubuhnya dengan kaki kanan sedikit
menekuk dan kaki kiri dibiarkan lurus. Tanpa kuduga sebelumnya ia berputar di
udara, persis seperti apa yang pernah diperlihatkannya padaku. Dengan cekatan
ia memutar-mutar bambu itu dengan satu tangan, kemudian menggerakkannya seolah
sedang memukul seseorang. Lanjut pada tendangan, kemudian memukul, berputar dan
akhirnya ia terjatuh, terjatuh dalam keadaan split. Tentu bukan jatuh dalam
keadaan pingsan, namun jatuh dalam posisi mengagumkan.
Suara decak kagum langsung
berkumandang indah menutup penampilan memukaunya, akupun ikut terlarut dalam
euphoria yang sedang berlangsung. Aku bernafas lega, sambil terus menepukkan
kedua tanganku. Tak lama, sosok itu berdiri kemudian membungkuk, memberi
penghormatan, ia langsung meninggalkan lapangan tanpa lupa membawa serta
bambunya.
******
Tao POV
Ku tatap baik-baik pantulan diriku
dalam cermin, aku tersenyum senang dan puas. Akhirnya semua bisa terselesaikan
dengan baik, meski awalnya aku hampir gagal. Yah…tadinya aku ingin menyerah
saja, membiarkan diriku jatuh tanpa melakukan apapun. Tapi tiba-tiba pesan
singkat yang dikirimkan Sora semalam melintas dalam pikiranku, belum lagi aku
teringat wajah-wajah orang yang selama ini membantuku. Di samping semua itu,
aku ingin mengakhiri semuanya, mengakhiri rasa takut tak beralasan yang ku
miliki ini.
Segera kututup keran air yang
tadinya kubuka untuk mencuci tangan serta membasahi wajahku. Aku langsung
bergegas meninggalkan toilet, tapi aku tersentak kaget. Bagaimana tidak kaget?
Baru saja aku keluar dari toilet, tiba-tiba ada suara melengking yang
menyerukan namaku. “ TAO!!” teriak gadis itu heboh, membuatku hampir jantungan.
Ia terlihat begitu bersemangat
sampai aku sendiri merasa tingkahnya itu sedikit mengerikan. Ia
menguncang-guncang tubuhku sambil berteriak senang, mengucapkan apa saja yang
membuatnya puas. “ Kau sudah melakukan yang terbaik. Bahkan itu lebih baik dari
yang pernah kau tunjukan saat latihan.”
Aku hanya tersenyum kaku, kaku
atau kikuk ya? Mungkin keduanya. “ Gomawo…ini juga berkat bantuanmu.” Balasku,
membuat senyumnya kembali melebar.
Tapi di sela-sela gadis ini
berkicau, mataku tak sengaja menangkap sosok yang hendak menghampiriku hanya ia
tak sadar kalau aku melihat dirinya. “ Tao…johaeyo.” Aku melongo hebat saat
tiba-tiba saja gadis ini mencipum pipiku. dan sialnya ia langsung pergi tanpa
meminta maaf terlebih dulu. Aku langsung memegangi pipi kiriku, kemudian menggosoknya
dengan kasar, berharap jejak bibir gadis tadi menghilang.
******
Author POV
“ Tao…johaeyo.”
Mata gadis itu melebar saat sosok
pria di depannya mendapatkan sebuah kecupan dari gadis di hadapannya. Dengan
perasaan tak menentu ia langsung meninggalkan tempat tadi dan terus menyendiri
di taman sekolah. Duduk seorang diri dengan pikiran yang terus berubah-ubah.
“ Kau menyukai Tao?” sontak gadis
itu, Sora, langsung menoleh ke asal
suara. Ia kaget bukan main saat mendapati sosok Jong Dae yang telah duduk di
sampingnya. Pria itu tak seperti biasanya, kini gimik wajahnya begitu serius, membuatnya
sulit untuk ditebak.
“ Jong Dae sejak kapan kau…”
“ Dari tadi aku mengikutimu.”
Selak pria itu kembali menunjukkan dirinya seperti biasa, tersenyum seolah
tidak memiliki beban atau sakit dalam hidupnya. Tanpa menunggu disuruh, pria
itu langsung mengambil tempat di samping Sora, duduk dengan posisi menyerong
menghadap gadis di sebelahnya.
“ Kau belum menjawabku, apa kau
menyukai Tao?” Sora kembali tertunduk, sudah dua orang yang menanyakan hal
serupa padanya. Pertama Soobin dan kedua Jong Dae.
Tak tahu harus menjawab bagaimana,
gadis yang rambut gelombangnya sedang beterbangan karena tertiup angin, diam
seribu bahasa. “ Kalau kau tidak menyukainya, kenapa berada disini? Harusnya
kau tetap menghampirinya sekalipun gadis tadi menciumnya.” Kini ia semakin
terpojok, terpojok oleh sebuah fakta yang dari tadi ia pertanyakan.
“ Bisakah berhenti menanyakan hal
itu? beralihlah pada topik yang lebih menyenangkan.” Ujar gadis itu datar. Tapi
pria di sebelahnya terus tersenyum, tapi kali ini senyumnya malah mengklamufasekan
kondisi hatinya yang sedang terluka. Ia sedang menelan kenyataan pahit yang
jelas-jelas sudah ia ketahui, sekalipun Sora tak menjawab pertanyaannya.
“ Tidak. aku butuh kepastian. Aku
memang tak pernah memintamu untuk menyukaiku, tapi aku butuh kejelasan.” Jawab
Jong Dae yang terdengar melirih.
Sora memejamkan matanya sembari
menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Ia
menoleh pada pria di sebelahnya yang kini sedang tertunduk lemas. “ Jong
Dae-aa..”
“ Aku baik-baik saja. Sora-aa, kau menyukainya. Akui itu, setidaknya kau harus jujur pada dirimu sendiri.” selak pria baik itu sambil mengulas senyumnya. Melihat senyum Jong Dae, hati Sora seolah teriris. Gadis itu merasa seperti gadis jahat yang tidak tahu diri. Bagaimana bisa ia menyia-nyiakan pria sebaik Jong Dae? Membuat pria itu terus berusaha dan menunggu agar ia bisa membuka hatinya. Tapi yang terjadi, sekarang malah jauh dari perkiraan. Hatinya sama sekali tak bisa terbuka, meskipun terbuka, itupun bukan untuk Jong Dae.
“ Kau..” desis Sora tertahan,
gadis itu mati-matian sedang menahan airmatanya.
“ Hhh…bukankah sudah kubilang,
kalau aku baik-baik saja. aku hanya perlu waktu, kemudian aku akan kembali
seperti biasanya. Aku jamin itu.” lagi dan lagi pria itu mengumbar senyumnya,
meski perih dalam hatinya terasa begitu menyakitkan.
“ Bisakah kau tinggalkan aku
sendiri? aku ingin menenangkan diriku sejenak.” Pinta Jong Dae, namun tatapan
lirih Sora menyiratkan betapa gadis itu enggan untuk angkat kaki dari tempat
itu. “ Jong Dae-aa…”
“ Percaya padaku. Aku hanya butuh
sedikit waktu.” Ujar Jong Dae meyakinkan. Tak lama gadis itu beranjak dari
kursinya dengan berat hati. Kini runtuh sudah pertahanannya. Airmata yang dari
tadi coba ia bendung kini mengalir deras membasahi pipinya. Ia masih belum
bergeming, ia terus memandangi sosok Jong Dae yang sedang terduduk di bangku
panjang.
“ Jong Dae-aa…”
“ Sora-aa, kenapa kau menangis?
Aku akan baik-baik saja.”
“ Apa kita masih bisa berteman?”
tanya Sora perlahan. Suaranya terdengar lemah.
“ Harusnya aku yang bertanya
seperti itu.” Jong Dae tersenyum, iapun bangkit dari duduknya.
Tak sedikitpun senyumnya pupus, ia
terus tersenyum meski faktanya hatinya telah hancur. “ Tentu…kita masih bisa
berteman.” Jong Dae mengusap airmata Sora dengan kedua ibu jarinya, lalu
menatap gadis itu dengan tegar.
“ Sekarang pergilah.” Ujar Jong
Dae. Berat, namun itulah yang diinginkan oleh Jong Dae. Dengan amat terpaksa
Sora mengangkat kakinya pergi dari tempat itu. setelah gadis itu tak terlihat,
Jong Dae menjatuhkan tubuhnya ke atas bangku. Ia tertunduk lemas, dengan tubuh
yang gemetar akibat suasana hatinya yang begitu rumit. Rasanya sakit, hingga
airmata yang dari tadi ia bendung langsung mengalir deras membasahi wajahnya.
Tangannya mengepal, menahan rasa sesak yang sedang ia rasakan.
“ Berhentilah menangis. Bukankah
kau bilang kau baik-baik saja? kau hanya butuh sedikit waktu, bukan?” ucap
seorang gadis yang kini berdiri di depan Jong Dae. Pria itu hanya bisa menelan
rasa sakitnya, meski sebenarnya ia membutuhkan sebuah sandaran saat ini.
******
Tao POV
Aku setengah berlari memasuki
ruang ekonomi, ruang tunggu yang digunakan oleh teman-temanku. disana terlihat
Chanyeol, Ki Hoon, Hara, Cheonsa, dan Nayoung. Aku tak menemukan sosok Ji Eun,
Gyuri maupun Sora. aku langsung menghampiri mereka yang baru menyadari
kedatanganku.
“ Sora eodisseo?”
“ Molla…setelah pentas selesai,
dia mencarimu. Ah…atau mungkin dia sedang pergi bersama Jong Dae, tadi Jong Dae
juga pergi mencari Sora.” Jawab Chanyeol sembari bangkit dari duduknya. kini
semua wajah nampak begitu serius. “ Aku akan mencarinya.” Langsung ku kenakan
tas punggung milikku, kemudian keluar dari tempat itu.
Pandanganku terus mengedar,
berusaha mencari sosok Sora. Jangan bilang kalau kali ini dia pergi lagi
bersama pria itu. tidak bisakah ia menolak ajakan pria itu? sebenarnya sedekat
apa hubungan yang terjalin antara mereka berdua? Aishh…kenapa aku begini?.
Rasanya sudah semua tempat ku
datangi, tapi kenapa aku tak kunjung menemukannya? Benarkah ia sedang bersama
Jong Dae?. Aku berhenti sejenak, mengatur nafasku yang mulai tersengal. Aku
kembali berjalan saat dirasa nafasku sudah kembali normal. Tadi…sebelum Kihyun
mencium pipiku, aku melihat jelas jika Sora berada tak jauh dari tempat
kuberada, tapi setelah itu ia sudah tak terlihat lagi. Pasti ia melihatnya,
pasti. Dan tujuanku mencarinya adalah untuk menjelaskan yang sebenarnya
terjadi. Meski sebenarnya ini tak penting untuknya, tapi ini sangat penting
untukku. Aku tidak ingin dia salah paham.
Mataku menyipit memperjelas
bayangan yang kulihat di depan. bukan bayangan, lebih tepatnya sosok manusia di
depanku. Sora. benar itu dia. Dia berjalan begitu pelan, hingga terlihat
seperti siput.
“ Sora.” aku berjalan
menghampirinya, sambil meneriaki namanya. “ Sora.” ia tetap tak berbalik, malah
terus berjalan seolah tak mendengar apapun.
“ Sora.” aku langsung meraih
lengannya, membuat tubuhnya berbalik.
Aku terkejut ketika melihat wajahnya
yang basah dan matanya begitu sembab. Dia terlihat begitu kacau, seperti habis
menangis.
“ Kenapa? Kenapa kau menangis?”
tanyaku mendesak, tapi ia hanya diam tak membuka mulutnya.
“ Tadi kau bertemu dengan Jong
Dae?” ia langsung mengangkat kepalanya, matanya mulai menatapku dengan lirih.
Namun setelah itu ia kembali tertunduk.
“ Apa yang telah dia lakukan?
Kenapa kau menangis?” bukannya menjawab, ia malah meronta agar aku melepaskan
lengannya.
Hampir saja ia pergi jika aku tak
menariknya kembali. Ia menatapku dengan nanar.
“ Tak bisakah kau tak membuatku harus memaksamu dulu agar kau mau
mendengarkanku?” ucapku setengah berteriak, entah kenapa aku jadi kesal.
“ Kalau begitu katakan. Katakan
yang ingin kau katakan.” Tandasnya dengan tegas, tanpa berteriak.
“ Tapi tidak di sini.” Aku
menuntunnya agar ia mengikuti kemana aku pergi.
******
Aku menyuruh tuan Kang agar pulang
menggunakan transportasi umum, dan membiarkan aku yang mengemudikan mobil.
Awalnya Sora sempat berontak, menurutnya tidak seharusnya aku menyuruh tuan
Kang pulang. Tapi aku tak mendengarkannya, semua berjalan sesuai keinginanku.
Ia tak banyak bicara sepanjang perjalanan, ia hanya diam dan menundukkan
kepalanya.
Ia menatapku saat aku membukakan
pintu untuknya. “ Turun.” Sesuai perintahku, ia akhirnya turun. Dan berjalan
mendahuluiku yang sedang menutup pintu mobil.
“ Cepat katakan. Jangan buang
waktuku.”
“ Cihh…jadi kau merasa aku telah
membuang waktumu? Terus apa yang selama ini kau lakukan bersama Jong Dae? Pergi
berkencan setelah pulang sekolah, apa itu tidak membuang waktu?”
“ Terserah. Sekarang katakan apa
yang ingin kau katakan.” Aku memalingkan
wajahku. Jelas-jelas aku merasa kesal dengan tingkahnya. Kenapa tingkahnya
mengingatkanku pada tingkahnya dulu.
“ Sora..”
“ Aku katakan tidak. jadi tidak, maaf Tao.” Ujarnya dingin.
“ Tapi aku ingin kau membantuku.”
“ Maaf aku tidak bisa. Kau cari orang lain saja yang bersedia
membantumu.” Tandasnya kemudian pergi tanpa membiarkan Tao kecil angkat bicara.
“ Kau menyukainya? Kau menyukai
Jong Dae? Sehingga kau merasa lebih senang pergi bersamanya daripada
bersamaku?” ia kembali menatapku dengan nanar. Tapi aku tidak peduli, jika
ucapanku tidak benar, seharusnya ia membantah bukannya marah.
“ Terserah kau saja.” ia kemudian
berlalu.
“ Berhenti pergi bersamanya. Aku
tidak menyukainya. Kau tidak boleh bersamanya.” Teriakku lantang hingga aku
terengah.
“ Johaeyo…”
“ Kim Sora! kau tuli? Kau
mendengarku kan? Johaeyo, neomu johaeyo!.” Teriakku dengan menggebu berharap
kali ini ia berbalik arah kemudian berjalan menghampiriku. Tapi tidak sama
sekali, jangankan berbalik, berhenti saja tidak.
“ Baiklah..kalau kau memang menyukai
Jong Dae. Kau bebas pergi bersamanya kapanpun kau mau.” Ujarku lagi.
“ Bisakah kau mengatakannya lain
kali?” aku mengerinyit heran. Saat suaranya tiba-tiba terdengar begitu angkuh,
tapi terasa sangat lemah.
Ia berbalik menghadapku. “ Kenapa
kau harus mengatakannya sekarang?” kali ini aku semakin tak mengerti dengan
maksudnya.
“ Hatiku sedang rumit, perasaan
sedang sangat kacau. Tapi kenapa kau malah membuatnya semakin rumit?”
“ Sora-aa…”
“ Bisakah kita pulang sekarang,
aku mohon. Untuk saat ini saja, dengarkan keinginanku.” Pintanya yang langsung
ku laksanakan.
******
Sora POV
Seminggu sudah aku merasakan
kegamangan ini berlarut-larut tanpa membiarkannya selesai dan menuntaskan
segala gundah dalam hatiku. Seminggu pula aku tak berinteraksi dengannya, tentu
kalian mengerti siapa yang sedang kumaksud. Sepanjang hari berlalu, setiap
waktuku yang terbuang di bangku perkuliahan mengkondisikan diriku untuk terus
bertemu dengannya, meski aku sudah berusaha keras untuk menghindar darinya. Tapi
tetap, aku tetap bertemu dengannya. Meski setiap kali bertemu kami bertingkah
seolah tak mengenal satu sama lain.
Dan tak ketinggalan, seminggu
tanpa kabar dari Jong Dae. Anak itu seperti menghilang tanpa jejak, sudah
berulang kali aku mengiriminya pesan tapi tak satupun yang mendapat balasan
darinya. Apa ia marah padaku?.
“ Noona..kelihatannya kau sangat
murung.” Kicau manusia kecil yang dari tadi tak berhenti bicara. Aku menatapnya
sebal yang malah dibalas dengan tatapan berdosa milknya. “ Ji Hoon-aa bisakah
kau diam? Aku sedang tidak ingin diganggu.”
“ Bicara terus Ji Hoon! memang apa
haknya menyuruhmu untuk diam? Itu namanya merampas hak bicaramu.” Aku mendengus
kesal saat suara menyebalkan yang tak ku harapkan malah terdengar. Siapa lagi
kalau bukan Kim Soobin?
Setelah itu suara berisik Ji Hoon
kembali terngiang di telingaku, ckk…sepertinya kau sudah puas Soobin.
“ Soobin onnie!!! Suamimu datang,
bahkan datang bersama ibunya!” aku tak begitu mempedulikan sosok yang baru saja
berteriak tadi, suasana rusuh pun terjadi di kamarku. Setelah ucapan Soyeon
yang sangat fenomenal tadi, Soobin langsung beranjak dari tempatnya dan dengan
cepatnya keluar dari kamarku.
Sekarang keluar sudah satu
pengganggu hidupku, hanya masih tersisa satu. Si jagoan kecil yang dari tadi
meracau sesuka hatinya. “ Noona...kenapa tak ikut keluar juga?”
“ Daripada aku yang keluar lebih
baik kau saja yang keluar.”
JEBLAKKK
Aku hanya bisa mengelus dada,
menenangkan hatiku yang kesal setelah pintu kamarku dihempas dengan begitu
kasar.
“ Sora onnie!! Calon suamimu ada
di bawah!” aku menatap malas Soobin yang tengah berdiri di depan pintu.
Ckk..ternyata gadis itu yang membuka pintu. Kenapa tak sekalian saja ia
hancurkan pintu kamarku?.
“ Onnie…cepat! Kau tak ingin
melewati kejadian penting ini bukan?” aku mengerang kesal. Kenapa orang gila di
rumahku semakin banyak? Setelah Soyeon, kenapa Soobin juga begitu?. Kenapa dua
gadis yang bahkan belum tahu benar arti menikah, terus saja mengungkit masalah
suami?,
“ Sudahlah Soobin, aku sedang
malas bermain. Besok saja.” aku kembali membaringkan tubuhku, tapi helaan nafas kecewa terlanjur keluar saat
kedua tanganku ditarik paksa.
“ Wae geurae? Kenapa kalian tak
senang melihatku senang sedikit sih? Untuk hari ini saja.” pintaku dengan nada
memohon.
“ Tidak bisa. Lebih baik kau
menderita hari ini, daripada kau menyesal seumur hidupmu.”
Aku hanya bisa pasrah sekarang,
sekujur tubuhku telah dikendalikan tiga bocah tengil yang entah sejak kapan
menyandang status sebagai adikku. Mereka menarik kedua lenganku serta mendorong
tubuhku.
“ Sekarang apa?” Tanyaku pada
mereka yang sekarang berhenti dan malah merunduk, di dekat tiang pembatas dekat
celah yang memungkinkanku untuk melihat kondisi di lantai bawah.
“ Ssstt..lihat sini!” mau tak mau
akupun ikut bergabung dengan tingkah kekanakan mereka. mengawasi ruang tamu
dari tempat ini.
“ Bukankah itu…”
“ Tao oppa.” Mulutku terkatup,
mataku langsung membulat. Entah kenapa aku jadi gemetar, sensasi aneh menguasai
tubuhku. untuk apa ia datang ke sini?
Aku langsung merapat pada tiga
bocah yang masih bertingkah sebagai agen SPY
itu, “ Katakan padaku, apa yang sebenarnya Tao lakukan disini?”
“ Entahlah yang jelas dari tadi
appa, eomma, Fei ahjumma dan Tao oppa kelihatan begitu serius. Bahkan tadi appa
hampir memarahi Tao oppa, tapi aku tidak tahu alasannya.” Jelas Soyeon pelan. “
Makanya kita dengarkan saja.” aku mengangguki usul Soobin, dan bersatu dengan
mereka untuk menguping pembicaraan orang di bawah.
“ Sejak kapan?” suara berat khas
appa terdengar, menciptakan suasana mencekam.
“ Aku tidak tahu kapan pastinya
ahjussi.” Kini suara Tao bisa ku dengar. Kenapa mereka semua terdengar begitu
serius?
Suasanapun hening, tak terdengar
lagi suara orang berbicara. Aigoo…sebenarnya ada apa? kenapa keadaan begitu
hening dan mencekam datang secara bergantian?.
“ Ahahahah….anakmu sangat lucu
Fei.” Seru appa dengan suara tawanya yang menggelegar. Tiba-tiba keheningan
pecah begitu saja saat suara tawa appa terdengar keras. Aisshh..ada apa sih
sebenarnya?.
“ Aku sudah menduganya sejak awal.
Kenapa bisa seperti itu?” kini berganti suara Fei ahjumma yang ikut tertawa dan
menambah volume tawa yang masuk ke dalam gendang telingaku. Aigoo…ada apa
dengan orang-orang dewasa di bawah? Apa mereka gila mendadak?.
“ Soyeon! Soyeon!” suara eomma berkumandang menyerukan nama Soyeon. aku langsung melirik Soyeon. “ Palli!” suruh Soobin.
Pandanganku langsung terarah pada
orang-orang di bawah terlebih saat Soyeon berada di tengah-tengah sana. Aku
melihat eomma memerintahkan sesuatu pada Soyeon, tak lama anak itu kembali naik
ke atas dengan terengah. Kami semua menatapnya dengan penasaran. “ Kalian semua
dipanggil eomma ke bawah.” Ucapnya tak beraturan.
Semua? Aku juga? Tapi…aku sedang
tidak ingin bertemu Tao. Aigoo…kenapa harus seperti ini?.
“ Aku ingin tidur, bilang saja
pada eomma kalau onnie sudah tidur, arra?”
“ Yak! Tidak bisa begitu! Kita
semua dipanggil berarti semuanya juga harus turun. Kajja!” tak ada pilihan lain
selain menurut, tanganku sudah terlanjur di tarik Soobin. Jika aku meronta
mungkin aku akan jatuh terguling.
Pandangan sumringah, -tapi terlihat
aneh untukku, menyambut kami berempat saat sampai di bawahnya. Ckk…kenapa
hawanya jadi tidak enak begini?. Sangat aneh dan membuatku gugup?. Langsung
kami berempat mendekat pada sofa tempat appa dan eomma duduk. Sekali lagi,
kenapa hawanya semakin tidak enak?.
Dan dengan begini aku bisa melihat
jelas bagaimana rupa Fei ahjumma dan tentunya orang di sebelahnya. Ia menatapku
dengan acuh tak acuk seolah tidak mengenalku. Oh…rupanya satu minggu telah
merubahnya jadi tak mengenalku? Baik kalau begitu, aku juga bisa bertingkah
seperti itu.
“ Baiklah…semuanya sudah di sini.
Jadi semua bisa mendengarkan keputusanku. Aku…aku mengizinkannya.” Ucap appa. Rona
bahagia langsung menghiasi wajah Fei ahjumma, senyum kecil juga terpampang pada
wajah eomma dan appa.
Aisshh….adakah seseorang yang
bersedia menjelaskan maksud dari semua ini? jujur aku sangat bingung dengan
mereka semua.
“ Ayo katakan, aku sudah
mengizinkanya.”
Taopun berdiri dari duduknya,
pandangan matanya tak menentu. Sebenarnya apa yang ingin ia lakukan?. Berulang kali ia berdehem pelan, kemudian
menundukkan kepalanya.
“ Sss…aisshh…” dia mengerang kesal
saat ucapannya tak bisa terlontar dengan baik.
“ Dengar! Aku menyukaimu, aku tahu
kau juga menyukaiku.” Aku terhenyak diam mencerna apa yang baru saja ku dengar.
“ Sora-aa, kau maukan menerima
Tao?” aku semakin tersentak saat eomma malah menanyaiku dengan pertanyaan semacam
itu.
“ Eomma…sebenarnya..”
“ Ia ingin kau jadi kekasihnya.”
Selak appa sambil tersenyum jahil, kenapa appa-ku berubah begini?.
“ Aku tidak bisa menolak bukan? jadi terserah saja.” tuturku menutupi segala
rasa yang bercampur dalam hatiku. Semua orang sekarang menatapku membuatku
semakin gugup, oh bisakah aku menghilang sekarang?.
“ Ah…aku….. Eomma, appa, ahjumma,
aku permisi tidur lebih dulu. Annyeong..” aku membungkuk, kemudian langsung
melesat menaiki setiap anak tangga.
******
Two days later
Aku terus menutup telinga kanan
kiriku karena tak ingin mendengar godaan dari penghuni rumah. Mereka selalu
mengungkit masalah yang sama, yaitu Tao. Oh ya..bicara tentang makhluk itu, ia
sekarang malah menjadi diam, saat bertemupun dia hanya menyapa teman-temanku.
sedangkan aku dibiarkan begitu saja. di satu sisi keluargaku terus menggodaku,
tapi di sisi lain aku tak merasa jika aku dan Tao berpacaran. Aishh…rasanya
janggal sekali menyebutnya seperti itu.
Bosan sekali, biasanya jika pulang
ada saja suara berisik teman-temanku, segala macam hal mereka bicarakan. Tapi
sekarang, khususnya hari ini, aku tak bisa pulang bersama mereka karena aku
mendapat jam tambahan bersama beberapa murid lainnya. Menyebalkan sekali.
Lihatlah…area kampus kini begitu sepi, hanya beberapa orang saja yang masih
tinggal.
“ Akhirnya kau keluar juga.” Aku
berjengit kaget ketika menyadari sosok di depanku yang tengah bersandar di
badan mobilnya.
“ Cepat masuk! Aku lelah
menunggumu dari tadi.”
Setelah selesai mengomel, ia
kemudian masuk ke dalam mobilnya.
TIIN..
“ Sampai kapan mau berdiri disitu?
Cepat masuk!” teriaknya melalui celah jendela mobilnya. Terpaksa, aku menyeret
kaki ini kemudian masuk ke dalam mobilnya. Tanpa banyak bicara, ia langsung
menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Sesekali aku meliriknya yang
begitu fokus dengan jalan di depan, ia sama sekali tak bicara. Apa ia marah?
Tapi marah kenapa? Dasar aneh.
Suasana terus berlangsung seperti
ini, membosankan dan menyebalkan. Setelah perjalanan yang kami tempuh, dari
macet hingga lalu lintas lancar, tak ada sepatah katapun yang terucap darinya.
Sebenarnya aku mau saja mengajaknya bicara, tapi melihat bagaimana raut
wajahnya sekarang, membuatku harus membuang niat itu jauh-jauh.
******
Author POV
“ Kenapa ke sini?” tanya Sora
bingung. Sepanjang pintu masuk sampai sudah masuk ke dalam restaurant hanya itu
yang ia tanyakan. Jelas semua orang tahu tujuan datang ke restaurant, apalagi
kalau bukan untuk mengisi perut yang lapar.
“ Aku lapar.” Jawab Tao yang sudah
duduk lebih dulu, Sorapun akhirnya duduk di meja yang sama dengan posisi
berhadapan-hadapan dengan Tao.
Seorang pelayan datang membawa
buku menu dan memberikannya pada dua orang itu. Tao mengambil satu dari dua
buku yang ada, kemudian membukanya dan membaliknya sampai ia menemukan makanan
yang ia inginkan. Sementara Tao masih serius dengan buku menunya, Sora malah
sedang serius memperhatikan orang di depannya. Kalau boleh jujur, gadis itu
juga lapar, tapi masalahnya apa ia juga dibolehkan untuk memesan?.
“ Hanya itu?” ulang sang pelayan
setelah Tao menyebutkan pesanannya.
“ Yak! Kau mau pesan apa?” seolah
baru tersadar dari lamunannya, Sora bergerak gugup.
“ Memangnya aku juga boleh
memesan?” Tanya Sora dengan begitu polos, tapi sayangnya Tao sekarang sedang
tak ingin bercanda. Jadi ia sama sekali tak menanggapi Sora dengan baik. “
Terserah kau sajalah.” Desis Tao.
“ Kalau begitu, aku pesan yang
sama dengannya ya?” sang pelayanpun mengangguk kemudian memberesi dua buku menu
yang tergeletak di meja Sora. setelah pelayan itu pergi, suasana mengerikanpun
dimulai.
Di satu sisi Tao sedang bermain
dengan ponselnya, di sisi lain Sora sedang menebak isi kepala Tao. “ Jangan
melihatku begitu!” seru Tao seolah mengetahui apa yang dilakukan Sora, meski
sebenarnya ia masih menatap layar ponselnya.
Sorapun menyenderkan punggungnya
ke badan kursi, menatap ke bawah entah apa, yang jelas bukan wajah Tao.
****
Tao POV
Setelah selesai makan, aku
langsung mengajaknya ke tempat lain. yah…ke taman. Tepatnya taman tempat dimana
kami sering bermain waktu kecil dulu. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, gadis
ini tak banyak berkomentar dan mengikuti apapun yang ku lakukan.
“ Sekarang kau bisu?”
Ia menoleh padaku yang duduk dengan
menghadapnya. “ Terus, kau ingin aku bicara apa?” tandasnya dengan datar.
Kepalanya kembali terarah lurus ke depan.
Dari posisi dudukku sekarang, aku
bisa melihat jelas wajahnya yang tersapu oleh helaian rambutnya yang tertiup
angin senja. Ia masih menatap lurus ke depan. membuatku bisa menikmati figur
wajahnya yang kecil.
“ Sora-aa…”
Kepalanya berputar membuatnya bisa
berhadapan denganku. “ Ada apa?”
“ Apa kau merasa terpaksa
bersamaku?” ia membulatkan matanya, namun tak lama ekspresinya kembali seperti
sebelumnya, datar. “ Aku tidak masalah jika kau bilang iya, katakan saja yang sejujurnya.”
Ucapku lagi, tapi kali ini ia menoleh dan menatapku dengan intens.
Tapi setelah itu, ia beranjak dari
duduknya, kemudian berjalan beberapa
langkah ke depan. karena tak mengerti dengan dirinya, aku langsung mengikuti
langkahnya, aku berdiri tepat di sebelahnya.
“ Perasaanku tak menentu, awalnya
aku merasa kesal entah apa yang kurasa. Yang jelas aku merasa sangat marah saat
Kihyun menciummu. Tapi kenapa? Itulah yang tidak ku mengerti, tapi di saat aku
sedang mencoba mengerti perasaanku, tiba-tiba Jong Dae datang. ia menanyakan
bagaimana perasaanku, ia mengatakan kalau aku menyukaimu, di saat bersamaan aku
jadi merasa bersalah. Rasanya aku sangat keterlaluan, dan setelahnya kau malah
bilang menyukaiku, disaat aku sedang merasa prihatin. Jujur itu sangat rumit
untukku, ak…” aku langsung merengkuhnya, membawanya masuk ke dalam pelukanku.
Membiarkan perasaan tenang menyelimutinya.
“ Maaf..aku tidak tahu jika seperti
itu. kalau aku tahu dari awal, mungkin aku tidak akan mendesakmu, bahkan sampai
meminta izin appamu untuk menjadikanmu kekasihku.” Ucapku sambil terus
mengeratkan pelukanku sambil mengelus kepalanya.
“ Tapi…apa tidak merasa aneh?” aku
langsung melepas pelukanku, dan baru ku sadari jika tubuhnya begitu gemetar. “
Ada apa?” tanyaku tak mengerti.
“ Jadi…kau menganggapku sebagai
kekasihmu?” aku mendesah pelan. “ Tentu, memangnya kau tidak?”
“ Aku tidak tahu, seminggu
terakhir ini kau terus diam, aku mana tahu harus bersikap seperti apa.”
“ Awalnya aku berpikir jika kau
terpaksa bersamaku, buktinya waktu itu kau hanya menjawab Aku tidak bisa menolak bukan? jadi terserah saja. jawaban macam apa
itu?” protesku tak mau ia menyalahkanku.
“ Terus aku harus menjawab apa?
saat itu ada orang tuaku dan juga ibumu. Aku masih punya malu untuk menjawab
dengan jawaban yang lebih baik.”
“ Ckk…sudahlah! Kenapa malah membahas
itu sih?” kesalnya tak ingin memperpanjang masalah yang sama.
“ Sora-aa..”
“ Eung…”
Aku menatapnya lekat begitupun
dengannya, namun matanya terus berpindah beralih dari satu titik ke titik lain.
semilir angin lembut menerpa kulitku menghadirkan sensasi nyaman, membuatku
terus mendekat padanya. Wajahku mendekati wajahnya, menuju sesuatu yang tak
pernah ku bayangkan. Hingga sepersekian detik berlalu, sensasi lembut kini
menyapu permukaan bibirku. Ia langsung menutup matanya, bahkan sebelumnya ia
memang sudah terpejam. Aku mengecupnya pelan. “ Saranghae.” Kembali ku cium
bibirnya dan menahannya terus di sana. Membiarkan semua yang ku rasakan
terluapkan dengan sendirinya, tanpa terburu-buru. Mempersilahkan sinar senja
menyinari muka bumi ini.
*****
Epilog Story
Author POV
At Chung Ang University
Kesibukan berlarut pada kepenatan
di dalam suara-suara rendah yang sedang mendiskusikan tugas masing-masing. Begitu
yang dilakukan oleh Sora, Tao, Ki Hoon, serta Nayoung. Keempat manusia itu
masih serius dengan referensi buku yang sedang mereka pegang, sesekali mereka
melirik orang di sebelahnya sekedar untuk menanyakan hal-hal yang kurang
dimengerti dari bacaan yang baru saja dibaca.
“
Akhirnya aku selesai juga.” Ujar Nayoung sambil menutup buku yang telah
selesai ia baca. Raut wajahnya yang tadi kusut, kini mulai tertata dengan baik
kembali. Suasana hati gadis itu mulai kembali baik, setelah buku-buku yang
menyita perhatiannya sejak beberapa jam lalu berhasil ia rampungkan.
Ia bangkit dari tempat duduknya
sambil memeluk erat buku-buku yang tadi ia baca, gadis itu berniat
mengembalikan buku-buku itu ke tempatnya. “ Sora-aa, kau sudah selesai belum?”.
Sora mengangkat kepalanya untuk menatap Nayoung yang telah berdiri, membuat
lehernya sedikit pegal.
“ Belum…kau duluan saja. nanti aku
akan segera keluar ketika sudah menyelesaikannya.” Jawab Sora kemudian kembali
memfokuskan dirinya pada buku yang sebelumnya sedang ia baca.
Nayoung sedikit terkekeh sambil
menatap jahil temannya itu. “ Ah…begitu memang. Kalau ditemani pujaan hati
rasanya benar-benar menyenangkan, meski di depan mata tengah dihadapkan dengan
setumpuk tugas memuakkan dan harus mendekam bosan di dalam perpustakaan.
Asalkan bersamanya rasanya tak masalah.” Goda Nayoung memicu Sora untuk
menolehkan kepalanya pada gadis itu. “ Baik..aku akan keluar sekarang juga.”
Tegas Sora yang hendak merapihkan buku-bukunya.
“ Eitss…aku hanya bercanda. Kau
ini cepat sekali marah.” Tahan Nayoung sambil menuntun Sora untuk kembali
duduk. Melihat hal itu, Tao serta Ki Hoon hanya menatap ke arah dua gadis itu
kemudian kembali beralih pada bukunya.
“ Ya sudah…aku duluan.” Ucap
Nayoung masih tersenyum jahil. Sora hanya mencebikkan bibirnya, “ Pergilah
secepatnya!” balas Sora sinis.
Tapi saat ingin membalik tubuhnya,
pandangan Nayoung beralih pada sosok di sebelah Tao, Ki Hoon. Sebuah rencana
langsung melintas dalam pikirannya, ia pun dengan segera menghampiri sosok itu
kemudian memaksanya untuk pergi dari perpustakaan.
“ Wae geurae?” protes Ki Hoon
dengan kesal bercampur heran. Ia tak mengerti kenapa gadis di depannya menarik
lengannya secara tiba-tiba. “ Kau ingin terus disini? Ayolah beri kesempatan
mereka untuk berdua. Selama ini kau terus mengintili Tao, kau tidak kasihan?
Pasti temanmu juga ingin bersama yeojachingunya.” jelas Nayoung.
Sontak saja, Sora dan Tao langsung
menoleh ke arah Nayoung. “ Yak…Kau!” geram Sora sambil memelototi temannya.
Tapi Nayoung tak menyurutkan
niatnya, ia terus memandangi Ki Hoon seolah mengintrupsi pria di depannya agar
mau menuruti apa yang ia perintahkan. Setelah berulang kali bertukar pandangan,
Ki Hoon mendesah pelan. Ia mengalah, apalagi saat ia melihat ke arah Sora dan
Tao. Ia tentu sadar jika dua orang itu jarang sekali punya waktu bersama. “
Ahhh..baiklah.”
Pada akhirnya Nayoung tersenyum
puas, apa yang direncanakannya berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Ki
Hoonpun langsung memberesi buku-bukunya, kemudian mengikuti langkah Nayoung
karena gadis itu masih menarik lengannya. “ Kau menyukaiku?” tanya Ki Hoon
sambil melirik tangan Nayoung yang masih menggenggam lengannya. Melihat itu,
Nayoung langsung melepasnya. “ Jangan banyak berharap, tuan!” lontar Nayoung
kemudian melenggang pergi. Ki Hoon langsung berjalan cepat mengikuti gadis yang
baru saja meninggalkannya.
Setelah dua orang itu benar-benar
pergi, Sora langsung memutar kepalanya setelah sebelumnya ia terus menyaksikan
tingkah dua temannya tadi. Ia terlonjak kaget, kemudian mendadak gugup saat ia
menemui mata Tao yang tengah memandangi dirinya. Gadis itu jadi tak bisa diam,
duduknya tak tenang, berulang kali ia menggaruk tengkuknya sambil berdehem tak
jelas.
Ia pun langsung menggenggam erat
bukunya, kemudian mencoba untuk mengalihkan perhatiannya pada buku itu. tapi
percuma saja, karena ia sama sekali tak bisa menyingkirkan perasaan gugupnya. “
Oh Ya, ini buku catatanmu.” Sora mendelik ke arah Tao, kemudian pada benda yang
baru saja diangsurkan pria itu, buku catatan miliknya. Tapi perhatiaannya
kemudian tercuri pada beberapa benda yang berserakan di dekat tas milik Tao
yang tergeletak di atas meja.
Berulang kali matanya menyipit,
memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Ingatannyapun ia paksa untuk bekerja,
untuk mencari ingatan-ingatan. “ Buku itu…” Tao langsung melirik Sora kemudian
mengikuti arah pandangan gadis itu.
“ Buku diarymu?” ulang Tao.
“ Kenapa bisa ada padamu?” tanya
Sora sedikit tertahan. ia masih mencoba mengingat-mengingat apa yang pernah
terjadi padanya sehingga buku itu bisa ada pada Tao.
Lelaki itu menatap Sora dengan
tidak percaya, dalam benaknya ia sedang mempertanyakan ingatan gadis itu. “ Kau
tidak ingat? Kau sendiri yang memberikan buku ini pada nyonya Im, dan nyonya Im
memberikannya padaku.” Urai Tao.
Sora mengangguk-anggukkan
kepalanya, kini ia sudah ingat apa yang terjadi. tapi kepalanya perlahan
berhenti saat sesuatu terlintas dalam pikirannya. Mimik gadis itu langsung
berubah menjadi tegang, membuat pria di depannya mengerinyit heran.
“ Ada apa?” tanya Tao.
“ Kau…apa kau sudah membaca
semuanya?”
Tao hanya mengangguk-anggukan
kepalanya pelan. “ Semuanya?” ulang Sora. gadis itu merasa telah kehilangan wajahnya
saat Tao kembali mengangguk, kini harga dirinya seolah sudah jatuh hingga ke jurang terdalam. Membuatnya terdiam, meratapi nasibnya.
Bagaimana pandangan Tao mengenai dirinya setelah membaca semua tulisannya dalam
buku itu.
“ Dari semua yang kau tulis, aku
tidak mengerti dengan bagian ini.” Tao mengambil diary itu, kemudian
membukannya pada halaman yang ia inginkan. Ia meletakkan buku itu di depan
gadisnya, berharap gadis itu mau menjelaskan semuanya.
Lalu aku
harus apa????? menangis? Berteriak? Atau mengadu? Kenapa harus seperti ini?
Isshh… aku menangis. Argghh…sepertinya aku mulai gila, bagaimana bisa aku
berpikir bahwa menulisnya di buku ini akan membuatku lebih tenang?
Gadis itu langsung mengangkat
kepalanya, memandangi Tao dalam kebingungan serta kebisuan yang malah menyedot
perhatian lebih dari pria itu. “ Bisa kau jelaskan ini?”.
Sora menunduk, matanya kembali
menemukan tulisan-tulisan itu sekilas. Pikirannya hilir mudik berganti, dari
tenang hingga sedikit resah. Ia pun kembali menatap pria di depannya dengan
setumpuk keraguan dalam matanya.
“ Aku…aishh bagaimana ya aku
mengatakannya?. Keurae…”
“ Saat itu aku kesal…kesal karena
aku tahu kau menyukai Hana. Dan kalian berdua saling menyukai, itu membuatku
terganggu. Aku kesal karena tak tahu harus berbuat apa. di satu sisi aku ingin
merasa senang, tapi apa daya? Aku malah merasa sangat kesal.”
Tao mengangguk pelan sambil
tersenyum simpul, tapi rasa bahagia dalam hatinya tidak sesimpul dan
sesederhana senyum yang diperlihatkannya. Bisa dibilang ia sangat senang saat
mendengar penjelasan dari mulut Sora. “ Kalau seperti itu, kenapa kau
bertingkah seolah-olah tidak terjadi apapun. Kau malah bersedia menjadi
perantara diantara aku dan Hana?. Kau sering sekali menyampaikan surat-surat
yang Hana tulis untukku.”
“ Dia teman baikku, mana bisa aku
menolaknya?” Sora merengut sebal. Perasaan gadis itu sekarang, sangat kesal dan
malu. Rasanya ia ingin membuang wajahnya dan menggantinya dengan wajah yang
baru.
“ Oh begitu ya..” gumam Tao sambil
terus mengangguk. Senyum jahil di wajahnya tak kunjung pupus, membuat gadis di
depannya semakin kesal.
“ Jadi sekalipun temanmu
menyukaiku, kau akan merelakanku dengannya? Tak peduli bagaimana perasaanmu?”
Suasana yang tadi sangat
menyebalkan, berubah kontras menjadi begitu mendebarkan. Entah kenapa, setelah
mendengar pertanyaan Tao, jantung Sora berdegup begitu kencang, membuatnya
sedikit sulit untuk mengatur sistem pernafasannya.
Lagi-lagi Tao tersenyum, tapi kali ini tak lagi mengejek melainkan tersenyum tulus. Menunjukkan senyum terbaik yang ia miliki. Ia pun mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Sora lebih dekat.
“ Meski kau akan melakukan hal
bodoh itu, aku tidak akan meninggalkanmu, meski kau menghindar dan menjauh
dariku. Ingat itu!” ujar Tao membuat degupan hati Sora kembali berpacu dengan
cepat. Membuat adrenalinnya seolah diajak bermain.
“ Asal kau tahu, aku tidak pernah
menyukai Hana.” Mata Sora membulat, gadis itu kehilangan kata-kata, meski dari
tadi ia belum berucap apapun.
“ Tapi…kau bilang, kau menyukai
gadis pintar dan cantik di kelas. Gadis itu begitu menawan, memiliki banyak
teman dan disenangi banyak orang. Bukankah Hana seperti itu?” Protes sora.
Mendengar ocehan gadis di depannya, Tao melenguh.
“ Apa hanya Hana? Ahh…kau tidak merasa kalau aku
sedang menjabarkan dirimu?” urai Tao frustasi.
Mulut Sora terkatup, menutup
seiring dengan keterkejutannya. Kenyataan yang selama ini berbanding terbalik
dengan pikirannya, sungguh membuat jantungnya terus dan semakin berdetak dengan
cepat. Ia menghela nafasnya, mencoba menjernihkan pikirannya. Memastikan bahwa
apa yang didengarnya barusan bukanlah sebuah kesalahan.
“ Tapi kenapa kau tidak membantah
saat semua teman-teman yang bilang kau menyukai Hana? Kau malah diam bertingkah
seolah semuanya benar dan membiarkan semua orang beranggapan seperti itu.”
tutur Sora.
“ Aku bisa saja mengatakan aku
tidak menyukainya, tapi aku teringat dengan ucapanmu. Kau bilang Hana adalah
gadis dengan hati yang mudah terluka, ia tidak sekuat kelihatannya. Kau pikir
aku tega melakukannya? Lagipula aku memikirkan bagaimana pandanganmu terhadapku
setelah itu, kau pasti menganggapku jahat jika benar-benar melakukan hal itu.”
Jelas Tao yang kembali membuat Sora kehilangan kata-kata.
“ Mungkin ini terdengar sangat
menggelikan, tapi ku rasa kau perlu mengetahui bahwa aku selalu berusaha untuk
bisa membuatmu bangga, tak peduli bagaimanapun caranya.” Lanjut Tao yang
benar-benar membuat Sora tak bergeming, bahkan ia hampir tak berkedip. Sebagai
seorang gadis normal, ia merasa begitu bahagia mendapati kenyataan yang baru
saja dikuak Tao.
Segala kata yang terus berlarian
dan berharap dapat terlontar keluar, kini tak dapat terkuak begitu saja. Dalam
situasi seperti ini, hanya mata yang menjadi alat komunikasi antara dua sejoli
ini.
“ Agar kau tidak salah paham lagi
untuk selanjutnya, aku akan mengatakan dengan jelas. Aku hanya menyukaimu,
bukan Hana ataupun gadis lain. ingat itu! kalau kau tidak yakin bisa
mengingatnya, aku akan mengatakannya setiap hari. bagaimana?”
“ Yak! Kau pikir ingatanku sekacau
itu!”
“ Mungkin saja.”
~~ END ~~
Ni hao??? Asikk…bahasanya!!
Wew aku balik lagi, setelah sebulan gak
nongol akhirnya muncul juga…tadinya mau publish sekitar tanggal 20-an lagian
kan internet di rumah lagi mati, namun berhubung internetnya udah nyalah
kembali jadi aku mutusin untuk publish sekarang.
Gimana? Akhirnya krik super garing yah?? Ok…bukan
ff-ku kalau gak garing ya kan? Karena ini part terakhir jadi maklum ya kalo ini
tuh super duper panjang. Semoga gak pada enek. Oh ya…karena Mysterious sight udh kelar… untuk
selanjutnya aku bakal bikin season baru dengan cast dan problema yang berbeda..
Jadi siapa giliran siapa ya selanjutnya?
Hara? Cheonsa? Gyuri? Ji Eun atau Nayoung?. Pkoknya tunggu aja, meski aku juga
belum tau mau publish bulan ini atau bulan depan. yang penting be patient aja!
Ok…itu aja dari aku. makasih udah baca^^
Zelo’s BFF
GSB
Comments
Post a Comment