Before Marriage part 8 (forgotten memories)
Chanyeol’s apartment
09:37 KST
Author POV
“kau yakin tak akan menyesal?” tanya Joon Myeon dari ambang
pintu.
Chanyeol yang sudah selesai memasukkan seluruh barangnya
kedalam koper lantas tersenyum. Melirik teman satu apartemennya itu dengan
tatapan tenang. “tidak” ucap Chanyeol enteng, ia menutup zipper kopernya
sembari berdiri. Dengan santai
menghembuskan nafas ringan dan mulai berjalan menyeret benda besar berwarna
hitam itu melewati Joon Myeon.
“kau bahkan tak mau pamit dulu pada Suzy?”
“kau bercanda?” sahut Chanyeol tak habis pikir. Ia
menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Joon Myeon.
“lalu bagaimana janjimu pada Seung Ho dan Suzy? Kau janji
akan datang kan?” Chanyeol mendecak, kemudian mengayun kakinya menuju sepatu
putih yang tergeletak asal didekat pintu. “sehebat apapun aku menyembunyikan
perasaanku, aku tak mungkin bisa melakukan itu” jawab Chanyeol sambil
mendudukkan diri di sofa dan mulai memakai sepatunya.
“kalau Suzy bertanya padaku, aku harus bilang apa?” Chanyeol
terdiam untuk beberapa saat, hingga Joon Myeon yang sedari tadi bersandar
ditembok itu mulai menghampirinya. Duduk disamping namja itu, dan mengulang
lagi pertanyaannya, “aku harus jawab apa?”
“bilang saja aku kabur dari apartemen dan tak mau bertemu
dengannya lagi. Buat saja dia membenciku! Apapun itu, kuserahkan padamu”
“a..ap..apa? kenapa aku harus bilang begitu?” tanya Joon
Myeon, setengah berteriak.
“aku harus membuatnya membenciku”
“wae?”
“bukankah itu terlalu jelas? Aku ingin membuatnya
melupakanku!”
“tapi tidak dengan cara ini Park Chanyeol”
“aku tak punya cara lain, Kim Joon Myeon” pria itu menjawab
dengan nada dan penekanan yang sama dengan Joon Myeon. Sukses membuat lawan
bicaranya itu langsung mendengus pelan. “jadi jam berapa keretamu berangkat?”
“sekitar jam 11 mungkin. Waeyo? Mau mengantarku?”
“mollayo…”
“ayo antar aku ke stasiun. Bisa jadi ini terakhir kalinya
kita bertemu”
“kau bicara apa sih? Kita pasti akan bertemu secepatnya!
Walaupun kau sudah tinggal di Daejeon, kau harus tetap berkunjung kesini.
Lagipula aku juga boleh kan bermain kesana sekali-kali?” ujar Joon Myeon dengan
nada yang ia buat seriang mungkin. Hanya usaha kecil untuk membuat suasana di
ruangan itu menjadi lebih nyaman. Mereka berdua sebenarnya tahu akan fakta yang
sebentar lagi terjadi. Mereka berdua sama-sama tahu jika sebenarnya sebentar
lagi mereka akan menghadapi perpisahan. Namun tetap bersikeras terlihat
‘baik-baik saja’ satu sama lain.
“ya.. kuharap begitu”
Tok Tok Tok Tok
Ketukan keras terdengar disela-sela perbincangan mereka,
membuat keduanya menoleh kearah pintu secara spontan. “buka sana! Sepertinya
penting!” suruh Chanyeol sambil mengedikan kepalanya.
“aku?”
“aku tidak boleh terlalu lelah, hyung. Nanti aku harus
melakukan perjalanan panjang menuju Daejeon” ucap Chanyeol melebih-lebihkan.
“cih…. Hyung?” desis Joon Myeon sambil berdiri. Setengah hati berjalan menuju
pintu masuk dan dengan malas membuka pintunya. Dan tepat saat itu………… Joon
Myeon benar-benar terperanjat melihat siapa yang ada dihadapannya.
“Kau!! Bukannya hari ini kau………………”
“dimana Chanyeol?”
………………………………….
Chanyeol POV
09:51 KST
Aku ikut berdiri begitu mendengar suara pintu yang baru saja
dibuka oleh Joon Myeon. “kau! Apa yang kau lakukan disini?” samar-samar
kudengar suara tak percaya yang jelas berasal dari namja itu. Dengan penasaran
aku beranjak. Berjalan lebih dekat
menuju pintu.
Dan didetik berikutnya langsung tercekat begitu melihat
siapa yang sebenarnya datang. Gadis itu! Bae Suji. Ia datang dengan penampilan
kacau dan wajah penuh air mata. “Chanyeol~aa” aku berdiri sekitar setengah
meter dibelakang Joon Myeon, cukup jauh sebenarnya untuk bisa terlihat oleh
orang diluar pintu yang hanya terbuka setengah. Namun tidak dengan Suzy. Ia
bisa melihatku dari balik bahu Joon Myeon dengan mudah, lantas tanpa perduli
akan namja didepannya, ia merangsek masuk dan langsung memposisikan diri
didepanku.
Gadis itu mulai menampakkan senyum disela-sela wajah
basahnya. “kau tau? Aku sudah menemukan Dae Hyun ku” Ujar Suzy serak. Aku tak
merespon, hanya balik menatapnya tanpa tahu apa yang harus kulakukan. Ya…. Aku
memang tak tahu harus melakukan apa, tapi aku cukup paham akan apa yang ia
bicarakan sekarang. Dae Hyun yang ia maksud adalah tokoh imajiner di teater
universitasku, Blue Wedding Day. Tapi…… selebihnya aku tak mengerti.
“aku setuju akan betapa hebatnya teater karyamu. Aku setuju
jika memilih satu dari dua orang itu sangatlah sulit, bahkan walaupun kau tahu
siapa yang sebenarnya benar-benar kau cinta”
“tolong! Jangan begini! Seharusnya kau tidak disini sekarang
kan?” aku menghembuskan nafasku dengan keras. Sudah kelewat pusing dengan apa
yang tengah kuhadapi sekarang. Kenapa sulit sekali menyuruh gadis ini memakai
akal sehat lebih banyak daripada hati? Jika kau sudah menemukan pria yang bisa
menjamin masa depanmu, persetan akan cinta.
“aniya…… kumohon dengarkan aku! Jika kau tak mau
mendengarkan aku sebagai Suzy, dengarkanlah aku sebagai seorang gadis yang baru
saja diberi kekuatan luar biasa oleh Tuhan. Kalau perlu….. anggap aku Young In
di teatermu”
“jangan bertele-tele! Ucapkan saja! Kau mau bilang apa?”
“buatlah ending Blue Wedding Day menjadi kenyataan untukku”
“MWORAGO? M..ma..maksudmu kau ingin aku menikahimu, begitu?”
“Setidaknya bawa aku pergi bersamamu. Kemanapun aku akan
ikut. Asalkan aku tidak menikah dengan Seung Ho. Aku sudah menentukan apa yang
kumau Chanyeol~a, dan yang kumau adalah kau” Suzy mulai menangis terisak-isak
sambil terus menatapku dengan tatapan menyakitkan.
“aniya! Ayo kuantar kau ke gereja tempat pernikahan kalian.
Kau tidak boleh egois begini, Suzy~a” dengan panik aku meraih lengannya, lantas
bergegas untuk membawa gadis ini keluar. Namun, Suzy menahan gerakanku. “aku
sudah jauh-jauh kesini, dan kau malah menyuruhku kembali? Kenapa kau tidak
mengerti juga, huh? Kau hanya harus membawaku pergi! Itu saja”
“jeongmal! Neo micheosso? Gunakan akal sehatmu! Tck….. ini
bukan sesuatu seperti naskah dramaku. Ini kehidupan nyatamu. Bisakah kau buka
mata lebar-lebar?”
“aku sudah membuka mataku lebar-lebar, dan satu-satunya hal
yang kulihat hanya kau!” balas Suzy tak mau kalah.
“kau ingat tidak? dulu siapa yang bilang kalau akhir dramaku
jelek? Kau sendiri yang bilang, jika kau menjadi Young In, kau akan tetap
memilih Jin Seok. Kau ingat? Kita bertengkar gara-gara berselisih paham tentang
itu” ujarku dengan nada yang lebih tenang. Sambil menyelipkan rambut panjang
yang menyelinap menutup wajah penuh air matanya. Wajah paling kacau yang pernah
kulihat dari Bae Suji adalah wajahnya hari ini.
“ Park Chanyeol~ssi. Penulis naskah yang terhormat, bisakah
kau ganti akhir ceritanya? Kasihan Jin Seok”
“kau? Masih memikirkan itu?”
“akhir yang buruk. Penulis naskahnya benar-benar harus banyak
belajar”
“heh… tau tidak? kau satu-satunya orang yang berkata seperti
ini tentang blue wedding day. Biasanya orang-orang tak akan memikirkan Jin
Seoknya. Mereka juga menangis, sama sepertimu. Tapi bedanya, mereka menangis
bahagia saat melihat pernikahan dramatis itu. Terharu karena Dae Hyun dan Young
In yang akhirnya bersatu. Bukannya menangis karena kasihan pada Jin Seok”
“tck…. Iya.. iya… mungkin aku memang punya sudut pandang yang
berbeda. Kalau aku jadi Young In, aku pasti akan tetap memilih Jin Seok. Aku
yakin sebenarnya Young In dan Jin Seok punya cinta yang tulus, tapi karena
saking lamanya mereka bersama, rasa bosan mulai datang. Bukankah itu biasa
dalam suatu hubungan?”
“lalu? Bagaimana dengan Dae Hyun? bukankah Young In lebih
mencintai Dae Hyun?”
“itu hanya karena Dae Hyun memberikan warna baru kepada hidup
Young In. Dan gadis itu terlalu cepat menyimpulkan bahwa itu cinta. Coba lihat
beberapa tahun lagi……. Kehidupan rumah tangga mereka pasti akan goyah”
“aigoo……. kau seperti paranormal saja. Jujur saja, aku ingin
sekali melihat kehidupan rumah tangga Dae Hyun dan Young In kedepannya, tapi
sayangnya………. ITU HANYA FIKSI, BODOH”
“YAAA!!!!!! KENAPA BERTERIAK?”
“HEH! KAU YANG KENAPA? AKU PENULIS NASKAHNYA, DAN AKU TAU
KEHIDUPAN DAE HYUN DAN YOUNG IN AKAN BAIK-BAIK SAJA. MEREKA AKAN MENJADI
KELUARGA YANG BAHAGIA”
“MALDO ANDWAE. 3 TAHUN LAGI MEREKA AKAN BERCERAI! LIHAT SAJA”
“BAGAIMANA CARA MELIHATNYA SIH? SEBENARNYA OTAKMU MASIH
BERFUNGSI TIDAK?”
“ayo! Jangan buat hidupmu sia-sia dengan mengambil keputusan
bodoh seperti ini” aku menggenggam tangan Suzy, mencoba membuatnya percaya
dengan ucapanku. “tidak bisa. Aku benar-benar tidak menginginkan pernikahan
ini” isak Suzy, dengan gelengan kepala lemah yang kembali mengundang tangis
kerasnya.
“kau hanya terlalu kebingungan, jadinya terburu-buru
menentukan sikap” ujarku, selembut mungkin mengusap puncak kepalanya, lantas
menarik pinggang gadis itu dan membiarkannya menangis didadaku. Mungkin iya.
Mungkin aku harus menggunakan kesempatan terakhirku untuk memeluknya. Karena
bisa dipastikan aku tak akan melakukan hal ini lagi padanya. Dengan perasaan
yang tak menentu aku mengeratkan pelukanku ditubuhnya, senada dengan tangan
Suzy yang semakin erat mengalung dileherku. Untuk beberapa saat kami tenggelam
dalam perasaan gila yang jelas-jelas salah. Tidak seharusnya begini. Tapi mau
bagaimana lagi? rasa ini terlalu sulit untuk dicampakkan.
“sekarang kita ke gereja ya..”
………………………….
Church
10:43 KST
Seung Ho POV
Sekitar 15 menit lagi acara pernikahanku dimulai. Semuanya
sudah siap. Pendetanya pun sudah datang dari setengah jam yang lalu, bahkan
lebih dari sebagian undangan juga sudah hadir. Gereja megah yang menjadi tempat
berlangsungnya acara ini sengaja didesain elegan dengan perpaduan warna emas,
perak dan lavender. Tiga warna yang dipilih langsung olehku dan calon
pengantinku.
Seharusnya saat ini aku menjadi pria paling bahagia didunia.
Ya.. tadinya memang begitu. Tadi, sebelum mendapat telfon dari Hyun Mi yang
berteriak histeris mengatakan Suzy kabur, aku masih berani-beraninya merasa
bahagia. Masih mengira kalau seorang Bae Suji tak mungkin bertingkah sejauh
itu. Tapi ternyata, seorang gadis sepenurut Suzy-pun bisa melakukan hal diluar
normal jika sudah berhadapan dengan cinta.
Detik ini, dengan setelan tuxedo hitam rapi aku berdiri
tegap didepan pintu masuk gereja. Masih mengharapkan keajaiban tepatnya, masih
berharap jika tiba-tiba saja Suzy datang dan melanjutkan pernikahan ini. Demi
Tuhan, ini perasaan paling menyeramkan yang pernah kurasa dalam hidup. Hatiku
teriris-iris setiap detiknya, tercabik-cabik melihat semakin banyaknya mobil
yang berhenti didepan, makin parah dengan kedatangan abouji dan kakek-nenek
Suzy yang baru saja turun dari mobil. Mereka datang kesini dengan harapan manis
yang besar, ingin melihat anak atau cucunya berjalan didepan altar. Menikah.
Tapi kalau sudah begini aku harus bagaimana?
“Calon menantu” seru appa Suzy dengan ramahnya. Ia
mengulurkan tangan yang langsung kusambut dengan hangat. “dimana cucuku? Pasti
dia terlihat cantik sekali ya..” ucap
nenek Suzy yang berdiri tepat disebelah abouji.
Aku tak berani
menjawab, hanya tersenyum kaku menghadap mereka. “ah.. baiklah. Lebih baik kita
bersabar dan menunggu anak itu hingga acaranya dimulai” melihat aku yang
terdiam, appa Suzy langsung mengambil kesimpulan sendiri dan berbicara dengan
antusias.
“kau tidak masuk, Seung Ho~a?”
“ya.. sebentar lagi aku masuk. Abouji masuk saja! Ada appa
didalam” ujarku sopan.
“ah.. baiklah….. kami masuk dulu! Jangan terlalu gugup!
Tanganmu dingin sekali” Abouji menepuk bahuku sambil tersenyum, seolah sedang
menyemangati. Ya.. aku memang sedang gugup, mungkin cemas lebih tepatnya. Tapi
bukan cemas menghadapi pernikahan, aku mencemaskan pengantin perempuannya.
Akankah si calon mempelai wanita itu benar-benar datang?
“YOO SEUNG HOOOOOOO” teriakan Hyun Mi terdengar dari arah
kanan. Aku menoleh, lantas menghembuskan nafas saat melihat penampilan frustasi
yang ditunjukkan gadis itu. “wae?” Sahutku tanpa semangat.
“aku tak tahu lagi harus bagaimana. Dia bahkan meninggalkan
ponselnya dikamar. Aku tak mengerti dengan anak itu. Sebenarnya apa yang ada
diotaknya?” Hyun Mi mengomel sambil menghentak-hentak lantai dengan kesal.
“eomma sudah tahu?” tanyaku pelan, sebisa mungkin berusaha terlihat tenang.
Melemparkan senyum ramah pada tamu undangan yang terus berdatangan.
“aniya…… aku tak bisa bayangkan apa yang akan terjadi pada
Suzy jika ibumu tahu dia kabur. Aku mengarang sedemikan rupa hingga akhirnya
ibumu mau kuajak datang duluan ke gereja”
“jadi sekarang eomma sudah didalam?”
“ne.. ibumu didalam. Gaun pengantin dan alat make up Suzy
juga sudah kubawa kesini. Tinggal pengantinnya saja yang entah kemana. Aish…..
10 menit lagi acaranya harus segera dimulai. Apa yang harus kita lakukan Seung
Ho~a?” racau gadis itu sepanik-paniknya.
“tenanglah! Sekarang kau rapikan saja riasanmu itu! aku akan
menunggu Suzy sebentar lagi. Jika ia tak datang juga, terpaksa……………………………. akan
kubatalkan semuanya”
“BATAL?” pekik Hyun Mi yang langsung mengundang perhatian.
“tch…. Jangan teriak-teriak. Sudah sana, masuk ke dalam” desisku dengan mimik
wajah yang kupaksa tetap terlihat tenang. Hyun Mi menoleh kesekeliling,
seketika meringis begitu menyadari tatapan-tatapan penasaran yang mengarah
lurus-lurus pada kami. Gadis itu pun langsung membungkuk cepat kearahku kemudian
segera berlalu ke dalam ruangan.
Setelah Hyun Mi pergi, aku kembali fokus menatap jalan.
Siapapun, bawalah Suzy kesini. Apakah dia benar-benar setega itu terhadapku?
Terhadap keluargaku dan keluarganya? Sejak tadi aku berusaha mati-matian untuk tetap
menarik nafas dengan benar, berusaha mati-matian menahan rasa perih luar biasa
yang menyerang mata juga berusaha mati-matian untuk tetap menopang tubuhku
diatas kaki yang amat lemas. Ini semua kulakukan demi dia. Demi Bae Suji. Demi
gadis yang kucintai dengan tulus. Tapi….. apa semua pengorbanan ini akan
sia-sia pada akhirnya?
Kumohon Suzy~a….. datanglah! Memang benar, aku yang kemarin
membebaskan kedatangannya ke acara pernikahan kami, tapi…. aku sama sekali tak
berpikir akan begini. Aku kembali melirik arlojiku, nyaris tak bisa menarik
nafas saat melihat jarum panjangnya sudah melewati angka 12. Itu berarti
sekarang sudah jam 11 lebih. Dan itu artinya pernikahanku sudah seharusnya
dimulai.
Hingga dari deret kursi gereja, seseorang memanggil “Seung
Ho~ya…. Sudah waktunya” panggil appa sambil mengetuk-ngetuk arlojinya. Aku
mengangguk, tersenyum miris melihat senyum sumringah keluarga kami dari
kejauhan. Disana Seung Na noona, kakak ipar, eomma, appa, calon mertua dan
kerabat dekat kami yang lain telah duduk nyaman ditempat duduknya. Mereka semua
tidak tahu, sama sekali tak tahu kalau sebenarnya mempelai wanitanya belum
datang.
Untuk yang terakhir kalinya aku melempar pandanganku kearah
jalan, masih mengharapkan satu keajaiban. Ayolah……… apa kau sedang
bersenang-senang bersama Chanyeol sekarang? Apa kau tak memikirkan bagaimana
mengerikannya hatiku yang teriris-iris ini? dengan pilu, aku membalik tubuhku,
sudah putus asa karena terlalu banyak berharap tanpa hasil. Berjalan dengan
detakan jantung yang tidak karuan menuju altar, tak perduli akan tatapan
orang-orang yang memandangku dengan senyum merekah. Ya.. aku berjalan. Menuju
altar. Tapi bukan untuk mengucapkan janji suci, melainkan untuk mengambil alih
microphone dan mengumumkan pembatalan pernikahan ini tanpa kujelaskan alasannya.
Microphone itu sudah berada digenggamanku, suasana didalam
gereja hening layaknya tempat kosong. Nyaris semua orang menahan napas
menantikan ucapan yang akan keluar dari mulutku. Mungkin mereka mulai menyadari
bahwa ada sesuatu yang ganjil dengan acara siang ini. Terlebih melihat mata
mempelai prianya yang sudah merah dan berkaca-kaca. Demi Tuhan rasanya sakit.
Aku tak punya daya lagi untuk menahannya. Rasa malu yang kurasa tak begitu
terpikir, justru rasa perihnya yang kelewatan menyiksa.
“terima kasih bagi
semua tamu undangan yang datang” ujarku, membuka keheningan. Membuat
berpasang-pasang mata itu makin lekat menatapku. Dengan segala rasa sesak, aku
menarik napas, hendak melanjutkan ucapan.
Namun ucapan yang sudah menggantung itu tertahan kala
seorang wanita yang amat kukenal tertangkap pandanganku, jauh diambang pintu
Hyun Mi mengibas-ngibaskan tangannya menyuruhku berhenti. Ia menunjuk-nunjuk
arah belakangnya sambil terus mengibas tangan. Dia setengah berlari kearah
samping, lalu menyeret seorang gadis yang langsung membuat mataku terbelalak.
Suzy. Dia ada disini.
Aku tak bisa menyembunyikan senyumku. Rasa lega itu
membludak hingga aku sendiri tak bisa mengendalikan nafas. “maaf….. acaranya
belum bisa dimulai sekarang. Mempelai wanitanya masih berhias. Tolong ditunggu
sebentar lagi” dengan suara yang jauh lebih baik aku bicara. Memberikan senyum
terbaikku sambil berulang kali menghembuskan nafas penuh syukur.
Aku lantas meninggalkan ruang utama gereja, setengah berlari
menuju tempat dimana Suzy sedang dirias oleh Hyun Mi. Dengan nafas yang tak
karuan aku mendorong pintu ruangan itu. Begitu pintu itu terbuka, aku mendapati
Suzy tengah duduk lemas sembari menatap bayangannya sendiri didepan kaca.
Tatapan matanya kosong. Tak perduli akan Hyun Mi yang tengah sibuk mengoleskan
berbagai macam alat make up ke wajahnya. Bahkan ia juga mengabaikanku, masih
melamun dengan raut putus asa yang membuatnya seperti setengah gila.
“Suzy~a” aku memberanikan diri untuk memanggil. Pelan-pelan
menghampirinya. Gadis itu tak menjawab, hanya melirik kesamping tanpa
sedikitpun membuka mulutnya.
“sebentar lagi selesai kok. Lebih baik kau tunggu diluar saja”
Suruh Hyun Mi. Aku menoleh pada gadis itu, mengangguk, lantas keluar dan
menutup pintunya.
Aku berdiri menyandar ditembok persis didepan pintu ruang
rias Suzy. Aku harus menemuinya dulu sebelum upacara pernikahan kami dimulai.
Pernikahan itu sekali seumur hidup. Aku tak mau ada yang merusak momen paling
istimewa dalam hidupku.
Hanya 5 menit menunggu, pintu didepanku terbuka. Dengan
spontan badanku menegak. Suzy yang tengah berjalan gontai bersama Hyun Mi
disebelahnya langsung menghentikan langkah melihatku. “hmmm…… aku ke dalam
duluan ya” ucap Hyun Mi yang langsung berjalan meninggalkan kami berdua.
Setelah Hyun Mi pergi, Suzy baru mengangkat kepalanya dan
menatapku. Tatapannya tetap begitu, tetap nanar. Aku kehilangan kata, hanya
balik menatapnya dengan perasaan yang tak menentu. Harus dengan cara apa lagi
aku memberitahunya bahwa aku mencintainya? kenapa sulit sekali untuknya
menerimaku?
“Suzy, aku………..”
“mianhae. Mianhae jeongmal” selanya. Tubuh gadis itu mulai
gemetar, berusaha sekuat mungkin untuk menahan tangisnya.
“aku yang harusnya…………………..”
“berhenti mengatakan hal seperti itu. Yang salah itu aku.
Jangan terus-menerus minta maaf dan membuatku merasa semakin bersalah” Suzy
menarik nafas dengan berat, menatapku dengan bola matanya yang bergetar. “aku
yang salah, Seung Ho oppa. Aku yang salah. Aku ini perempuan egois”
Aku benar-benar tak bisa membalas ucapannya, mendadak
kehilangan kemampuan untuk menyusun kata. Jadi, aku mulai berusaha menyampaikan
perasaanku dengan gerakan. Perlahan kugenggam tangannya. “jadi sekarang
bagaimana? Kalau kau terpaksa melakukan ini semua, lebih baik jangan dilakukan.
Aku tak mau kalau pada akhirnya kita berdua sama-sama sakit” akhirnya aku mulai
buka suara.
“aku tidak terpaksa. Aku sudah memikirkan semuanya”
“sungguh?”
“sungguh” Kami berdua sama-sama tersenyum. “Hei……. cepatlah!
Kalian mau menikah atau tidak? pendetanya kusuruh pulang ya!” seru Hyun Mi dari
ujung lorong. Membuatku dan Suzy saling berpandangan untuk sesaat. Apa dia
bilang? Pendetanya mau disuruh pulang? Dasar!
“kajja!” ajakku sambil meraih lengannya. “oppa” panggilnya
saat kami baru mulai melangkah. Aku berbalik dan langsung dikejutkan dengan
Suzy yang tiba-tiba saja mengecup pipiku. “aku mencintaimu” bisiknya, lantas
langsung berlalu cepat meninggalkanku yang terpaku.
…………………
Daejeon
13:55 KST
Chanyeol POV
Untung saja aku datang tepat waktu ke stasiun dan berhasil
masuk KTX. Kalau tidak, hanguslah 9000 wonku. Tadi aku memang harus mengantar
Suzy ke gereja dulu, jadinya agak telat sampai di stasiun. Hmmm…. Jam berapa
sekarang? jam dua kah? Berarti gadis itu sudah menjadi nona Yoo sekarang. Ya..
aku turut senang.
Selama perjalanan menuju gereja, Suzy tak henti-hentinya
menangis. Ia mengadukan segala macam rasa sesaknya padaku. Awalnya aku cuma
diam, kadang tersenyum mendengar nada kekanakan yang digunakannya, tapi saat
jarak menuju gereja itu semakin dekat, aku merasa lemah juga. Bahkan sempat
berpikir daripada mengembalikannya pada Seung Ho lebih baik kubawa kabur saja.
Tapi pikiran itu buru-buru kutepis jauh. Ya sudahlah…………….. intinya Suzy bukan
untukku. Setidaknya terima kasih telah mewarnai hidupku selama sebulan ini.
Terima kasih sudah mau menjadi tempat berdebat paling seru selama sebulan ini.
Terima kasih juga karena dengan bodohnya bisa jatuh cinta pada namja sepertiku
ini.
Detik ini kakiku tengah melangkah, menyusuri jalan setapak
sambil menyeret koper hitam yang tak begitu besar. Menuju rumah. Menuju tempat
yang sudah 6 tahun ini sama sekali tak kutengok. Walaupun aku baru bertemu halmeoni
sebulan yang lalu, tapi saat ini aku sudah sangat merindukannya. Aku juga
merindukan Heebyul-ku. Apa dia tumbuh dengan baik? Pasti dia sudah besar
sekali. Apa jangan-jangan dia sudah lebih tinggi dariku?
Dan wanita itu…. apa dia masih menyusahkan nenek? Ah sial.
Park Chanyeol, berhentilah memanggil ibumu sendiri dengan sebutan wanita itu.
Kakiku berhenti, tepat dihalaman sebuah rumah yang sama
sekali tak berubah. Senyum diwajahku langsung terbentuk, tanpa sadar kakiku
melangkah, mendekati seorang wanita yang tengah sibuk mengangkat
pakaian-pakaian dari jemuran.
Tanganku mengulur, bergerak menutup mata wanita itu dengan
kedua telapakku. Wanita itu langsung terlonjak, lantas memukul-mukulku dengan
ember merah besar yang ia bawa. “Halmeoni….. halmeoni…… ini aku…. Chanyeol”
seruku sambil mengaduh.
“Chanyeol?” syoknya yang langsung berbalik, bersamaan dengan
tanganku yang kujauhkan dari matanya pelan-pelan.
“merindukanku, nek?”
“EOMOONAAA…….. CHANYEOL” jerit nenek sehisteris mungkin. Ia
langsung menjatuhkan embernya dan memelukku seerat-eratnya.
“nenek….. bogoshipo”
“cih…. Apalagi nenek huh?” racau wanita itu. “ayo cepat!
Kita masuk ke dalam, nenek punya kue dan makanan-makanan kecil. Kau harus
menghabiskan semuanya” nenek langsung menarik lenganku, tak lagi memperdulikan
pakaiannya yang tercecer direrumputan.
“nek….. bajunya” ucapku sambil menunjuk arah belakang.
“biar saja” jawab nenek acuh, tetap mempertahankan langkah
cepatnya.
Pintu rumah terbuka, dan aku langsung disambut dengan seekor
binatang berbulu coklat yang langsung menggonggong.
“aish….. Heebyul! Kau tak mengingatku? Ini aku! Chanyeol.
Aku majikanmu heh!” seruku pada binatang yang masih menggonggong keras itu. Aku
lantas menghampirinya, duduk bersila tepat dihadapan anjing itu lalu
mengelus-ngelus bulu disekitar wajahnya. Eomoo…… halmeoni benar-benar
merawatnya dengan baik. “hei…. kau memakai baju?” aku menaikkan sebelah alisku.
“nenek yang memakaikannya. Bagus kan?” ujar nenek yang baru
saja kembali dari dapur.
“tck….. kenapa warna merah muda? Heebyul suka warna ungu.
Benar kan Heebyul?” anjing itu membalas ucapanku dengan gonggongan setuju. Ya..
mungkin. Entahlah……… aku cuma mengarang. Tapi aku senang melihatnya dengan
warna ungu. Jadi Heebyul harus suka dengan warna ungu. Lagipula majikannya
adalah aku, bukan halmeoni.
Aku mengajak anjing itu bicara, namun respon dari semua
pembicaraanku hanya gonggongan yang sama. Aish….. apa nenek tidak mengajarkannya
kosakata lain selain GUUKKK?
“Yeol~aa…… Kajja! Makan dulu!” teriak halmeoni dari meja
makan.
“ne….” aku balas berteriak. “aku makan dulu ya.. setelah itu
aku akan mengajakmu main” ucapku sebelum berdiri, dan seolah tak ada lelahnya Heebyul
kembali menggonggong.
Aku nyaris saja melangkah saat tiba-tiba aku teringat
sesuatu, membuatku lantas berbalik menatap Heebyul yang masih belum bergerak “eh
iya… terimakasih hadiahnya ya.. lain kali antarkan langsung padaku! Jangan
menyuruh nenek”
……………………………..
Dengan langkah ringan, aku berjalan keluar. Tanpa sadar tersenyum
begitu melihat begitu banyak bintang yang menghiasi langit malam ini.
Kuhembuskan nafasku, mencoba menghilangkan sesak yang nyaris membunuh. Pagi ini
aku sudah melakukan sesuatu yang benar-benar tidak masuk akal. Dengan kebesaran
hati yang entah kudapat dari mana, aku merelakan gadis yang kusayang untuk
menikah dengan orang lain. Sebenarnya bukan orang lain, sebenarnya justru akulah
yang orang lain. Maka dari itu aku tak punya hak untuk mengeluh, toh semuanya
memang sudah harus begini.
Suzy. Kau bahagia tidak? aniya….. aku tak mau dengar jawaban
lain selain iya. Harus. Kau harus bahagia. Aku sudah berkorban begini, kurang
ajar sekali jika kau berani menderita. Aku mencintaimu. Bolehkah aku bilang
begitu sekarang? tch….. kau benar-benar racun, tau tidak? aku sudah di Daejeon
begini tapi kau tetap saja menguasai nyaris ¾ otakku. Aku benar-benar harus
mendapatkan gadis lain secepatnya. Aku bisa gila karena terus menerus
memikirkan wanita bersuami.
“Chanyeol” refleks aku menoleh, langsung tersenyum begitu
melihat nenek diambang pintu.
“udara disini benar-benar segar ya” ucapku sambil menarik napas
dalam.
“kau tak mau menemui eommamu dulu?” mataku yang sedang
memejam tenang itu langsung terbuka. Menoleh pada nenek dan terdiam sesaat,
sebelum akhirnya menggeleng singkat. “tak perlu. Paling dia juga sudah lupa
punya anak sepertiku”
“Yeol~aa…… jangan begitu”
“geumanha. Nenek tenang saja. Disengaja ataupun tidak, aku
pasti akan tetap bertemu dengannya kok. Mustahil kan tinggal serumah tapi tidak
bertemu?” ucapku risih. Mendadak kehilangan minat pada taburan bintang diatas
sana.
“aku benar-benar lelah. Tidur duluan ya nek……. Selamat
malam”
……………………………………………
In car, Jeju island
17:11 KST
Suzy POV
“hei…. lihat kesini” seru Seung Ho dari samping. “kau mau
memotretku lagi?”
“ne.. ayo cepat lihat kesini”
“aish….. memangnya tak bosan? Coba lihat pemandangan di
luar! Kau foto pemandangan saja!” ucapku sambil menunjuk ke luar.
“aniya….. bagaimana kalau menurutku pemandangan paling indah
itu adalah kau?”
“mulai menggombal lagi, eh!”
“aku bicara fakta, chagiyaaa”
“chagiyaaaaa??? ah.... arasseo. Kau menang” ujarku mengalah,
dengan pasrah menatap lurus kearah kamera yang dipegang Seung Ho sambil
membengtuk V sign seadanya.
“hahaha……. Kenapa ekspresi wajahmu harus begini?” Seung Ho
menunjukkan hasil jepretannya padaku sambil tertawa. “aigooo…… dengan ekspresi
wajah seperti inipun aku tetap terlihat cantik” pujiku, tersenyum riang melihat
fotoku sendiri.
“hei….. sudah sore. Mau lihat matahari terbenam atau kembali
ke hotel saja?” tanya Seung Ho yang dengan sigap menyalakan mesin mobil
kembali. Ya.. hampir setengah jam kami diam didalam mobil, hanya mengobrol dan
bercanda berdua. Mungkin terdengar membosankan, tapi entah kenapa aku sama
sekali tak merasa bosan. Ia mengajakku bicara banyak hal, pembicaraan ringan
yang tak membuatku bingung. Ia juga melontarkan
kalimat-kalimat romantis yang justru malah membuatku tertawa terpingkal-pingkal.
Intinya aku mulai merasa nyaman dengannya. Entah aku yang sudah bisa
menyesuaikan, atau justru dia. Mungkin lebih tepatnya kami berdua.
“ke hotel saja. Kita sudah melihat matahari terbenam tiga
hari berturut-turut” ujarku bosan
Kami memang sudah berada di pulau ini selama kurang lebih
empat hari. Honeymoon. Itulah tujuan utama kami disini. Tepat setelah upacara
pernikahan berakhir, eomonim memberikan tiket pesawat menuju Jeju untuk kami
berdua malam itu juga. Awalnya aku menolak dengan alasan belum siap. Tapi
ternyata Hyun Mi sudah kompak dengan eomonim, ia menyiapkan semuanya untukku.
Menyenangkan. Selama disini kami banyak melakukan aktivitas
menyenangkan berdua, mengunjungi berbagai tempat menarik dan mengambil puluhan selca
bersama. Aku tak tahu kehidupanku setelah pernikahan justru malah
semenyenangkan ini. Kuakui aku sempat melakukan hal bodoh kemarin. Tanpa akal
sehat, aku kabur tepat beberapa jam sebelum pernikahanku dimulai. Untung saja
Chanyeol memaksaku kembali, kalau tidak, aku tak bisa bayangkan betapa sedihnya
keluargaku dan keluarga Seung Ho karena ulahku yang nyaris menggagalkan
pernikahan.
Ngomong-ngomong soal Chanyeol, setelah ia mengantarku ke gereja
kemarin, aku tak melihatnya lagi. Dia menghilang. Aku berusaha mencarinya
diantara tamu undangan gereja, tapi ia memang benar-benar tak ada. Mungkin
setelah mengantarku ia memang langsung kembali ke apartemen. Mollayo.
……………
Chanyeol POV
“Heebyul~aaa….. tangkap ini” seruku, lantas melempar bola
baseball yang kugenggam sekuat tenaga. Semuanya berlangsung menyenangkan, aku
tertawa-tawa bahagia sambil ikut berlari mengejar anjing itu dari belakang.
Sudah lama sekali aku tidak berlari-lari begini. Aku tergelak melihat dia
kesusahan mengambil bola di semak-semak, makin girang saat dia memaksakan diri
memasukinya. Anjingku benar-benar pemberani.
Tak lama kemudian Heebyul kembali dengan bola dimulutnya, ia
menggonggong, tak sabar menungguku melemparnya kembali. Aku mengangkat tanganku
tinggi-tinggi, bersiap melemparnya sejauh mungkin, kalau bisa sampai mengenai
kepala Joon Myeon di Seoul. “tangkap ini!” seruku dan……………….
Seketika senyuman lebar diwajahku menghilang, rasa bahagia
yang tadi menggebu itu lenyap. Bola yang kulempar justru malah masuk ke sebuah
kamar melalui celah jendela. Mungkin aku tidak akan serisih ini jika kamar itu
adalah kamar milik halmeoni, atau bahkan kamar tetangga. Tapi….. entah ini
karma atau apa, bola itu justru mendarat sempurna di kamar……………… eomma.
“Heebyul! Cepat ambil” suruhku. Dan hebatnya Heebyul tak
mau, ia tidak bergerak dari tempatnya berpijak dan justru merebahkan kepalanya
malas diatas rumput. Baik, itu artinya kau harus mengucapkan ‘selamat tinggal’ pada bola itu.
Aku langsung melangkah masuk, lantas membuat Heebyul kembali
bangkit dan mengekor dibelakangku. Sesekali ia menggonggong, membuatku
mendengus menyuruhnya berhenti. “wae? kau mau bolanya?” tanyaku sambil
meliriknya kesal.
“sampai mati tak akan kuambil” tandasku. Menjatuhkan diri
disofa dan langsung memejamkan mata. Namun Heebyul tak tinggal diam, ia terus
menggonggongiku seolah sedang berhadapan dengan maling. Demi Tuhan rasanya aku
benar-benar ingin balas menggonggong padanya. Anjing ini! bahkan dia lebih
berisik dari Joon Myeon.
“ara… ara…. Sekarang kau diam. Jika tidak, kau akan berakhir
dipanci besar nenek” ancamku sambil berdiri.
Aku berdiri, mendadak lemas hanya karena membayangkan siapa
yang akan kutemui dibalik ruangan itu. GUUKKK, Heebyul kembali menggonggong,
sukses membuatku makin geram. Akhirnya, setelah beberapa saat hanya berdiri
diam menatap pintu, aku melangkah juga. Menghampiri ruangan yang tertutup rapat
itu dan memutar kenopnya pelan-pelan. Seketika nafasku terhenti, sengaja
kutahan lebih tepatnya. Di ruangan itu, seorang wanita berambut panjang tengah
duduk dikursi rodanya, membelakangiku.
Bola mataku bergetar, tubuhku meremang, membuatku kehilangan
kendali atas ragaku sendiri. Entah bagaimana, kakiku melangkah, teratur mendekati
wanita itu. Namun, baru sebentar kumelangkah, seluruh kesadaranku kembali.
Membuatku menghentikan langkah dan terkejut sendiri melihat betapa dekatnya aku
dengan wanita itu, dengan ibuku.
Aku baru saja hendak mundur, saat tiba-tiba saja ia
menggerakkan kepalanya sedikit kesamping, seolah sadar akan kehadiranku. “aku
cuma mau mengambil bola. Sungguh” buru-buru aku menjelaskan, dengan tubuh
gemetaran. Mendengarku bicara, tubuh wanita itu langsung terlihat kaku seperti
papan. Mungkin risih mendengar suaraku, mungkin muak, mungkin benci, mungkin
jijik. Entahlah…….
Dengan cepat aku menunduk, membiarkan pandanganku menjelajah
ke sudut-sudut ruangan. Hingga akhirnya, bola baseball itu tertangkap mataku.
Tanpa buang waktu aku memungutnya, nyaris berbalik saat tiba-tiba saja tubuhku yang
sejak tadi gemetaran ini memanas tak tahan. Tanganku kukepal, mencoba menahan
buncahan rasa sakit yang menyesakkan dada “sebenarnya kau benar-benar ibuku apa
bukan?” seruku tanpa kendali, terengah-engah karena deru nafasku sendiri.
“kau bahkan tak mengatakan sepatah katapun padaku! Wae???
aku salah apa?” aku menjerit, tanpa terasa membuat air mataku meleleh.
“kau tau? Aku lelah seperti ini. Mungkin akulah satu-satunya
orang yang merasa mustahil mendengar panggilan ibunya sendiri” gigiku
bergemelatuk menahan kesal. “padahal ibunya itu masih hidup” lanjutku nyaris
berbisik.
“kalau begini, apa bedanya aku dengan para yatim piatu
diluar sana?” aku sudah terisak-isak tak karuan, mengambil dan menghembuskan
nafas tak beraturan, tapi wanita itu masih bergeming diposisinya. Masih enggan
untuk berbalik menghadapku. Baiklah. Aku tak kuat lagi sekarang. Terserah dia
mau apa.
Dengan cepat aku keluar, membanting pintu itu hingga
tertutup, lantas berlari menuju kamar.
………………………………………….
Joon Myeon apartment,
Seoul
10:20 KST
Suzy POV
Setelah mengetuk beberapa kali, akhirnya pintu didepanku
terbuka. “hai” sapaku pada Joon Myeon yang terlihat sangat terkejut.
“ei… hai…. Suzy, Sunbae” namja itu membungkuk sopan begitu
melihat Seung Ho oppa dibelakangku. “silahkan masuk” ucapnya ramah. Ya.. kami
sudah berada di Seoul kembali. Honeymoon-nya selesai. Liburan kami di Jeju cuma
berlangsung selama kurang lebih 5 hari. Selain karena Seung Ho yang tak bisa
meninggalkan pekerjaannya terlalu lama, aku-pun juga memiliki urusan lain yang
harus segera diselesaikan di Seoul. Apalagi kalau bukan menemui Chanyeol.
Aku ingin mengucapkan terima kasih karena telah menjadi
malaikat tanpa sayapku selama sebulan kemarin. Membuatku membuka mata akan
betapa sempurnanya hidupku, hingga akhirnya mendapat kehidupan yang luar biasa
mengagumkan seperti sekarang. Jika tak ada dia, bisa jadi perasaanku pada Seung
Ho saat ini pun masih sama seperti dulu. Masih ketakutan dan gugup setiap saat.
Masih tak menemukan kenyamanan.
“Chanyeol mana? Menemui penerbit lagi?” tanyaku begitu Joon
Myeon mempersilakan kami untuk duduk.
“chanyeol……………. dia……………” Namja itu bergerak gelisah,
menoleh tanpa fokus ke segala sisi.
“dia tak disini?” sambung Seung Ho.
“tch….. tidak bisa begini” tiba-tiba saja namja itu
mendecakkan lidah, mengacak rambutnya dengan gusar. Aku dan Seung Ho secara
refleks bertukar pandang, jelas tak paham akan sikap anehnya.
“kau kenapa sih? Chanyeol kemana?” seruku tak sabar.
“ada yang harus kubicarakan pada kalian” ucapnya serius,
lantas menatapku dengan tatapan bersalah. Membuatku yakin, apa yang kudengar
selanjutnya adalah sesuatu yang buruk. Ish…. Aku tak suka suasana ini. Tuhan
tolong! Jangan biarkan sesuatu terjadi padanya.
…………………………………………..
Daejeon
07:04 KST
Chanyeol POV
Aku memainkan bola baseball digenggamanku tanpa minat,
memantul-mantulkannya ke dinding kamar dan menangkapnya kembali, terus begitu
sejak tadi. Aku menatap hampa kedinding, sebenarnya tak betul-betul melihat
kesana, pikiranku sedang menerawang jauh. Saking jauhnya sampai-sampai aku tak
sadar kalau sejak tadi ada air bening yang keluar dari pelupuk mataku.
Entah kenapa aku jadi begini, jadi pria menyedihkan yang
cuma bisa menangis diam-diam. Aku merindukan ibuku, masih tetap rindu walau
faktanya aku sedang berada satu rumah dengan wanita itu. Aku benar-benar harus
mencari tahu semuanya, mencari tahu kenapa appa tak pulang, mencari tahu kenapa
eomma menjadi seperti sekarang. Aku tak tahan lagi dengan semuanya. Aku
benar-benar ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi anak normal sebentar
saja, setidaknya sebelum maut menjemputku beberapa minggu lagi. Waktuku tak
banyak. Mungkin.
“ahh..arghhh…. kepalaku….. jangan sekarang….. kumohon…… ck”
tiba-tiba saja rasa sakit dikepalaku kembali datang. Entah kenapa rasanya lebih
menusuk dari yang biasa. Aku menekan kepalaku terus menerus, berupaya sendiri
menghilangkan rasa sakit yang luar biasa menyiksa ini. “Eomoonaaa……. ARRRGGGHH”
eranganku semakin kencang, sama sekali tak bisa kukendalikan. Posisiku yang
sedang terduduk disisi ranjangpun tak bisa kupertahankan, tubuhku merosot ke
lantai. Seperti orang gila aku memeluk diriku sendiri yang tengah berbaring
miring, tak kuasa menahan siksaan ini. Maksudku…… aku seringkali demam tinggi
mendadak, berusaha sembuh sendirian. Mencoba terlihat normal dihadapan semua
orang. Aku juga sering kali mengalami lemah otot, tiba-tiba kehilangan
kemampuan untuk menggenggam, merasakan rasa nyeri yang hebat disekujur sendiku.
Ini gila. Aku tak kuat lagi. Aku mau mati saja. Sungguh.
Tapi…….. dengan tenaga yang masih tersisa aku berusaha
bangkit. Dibenakku kali ini, ada sejuntai kalimat penyemangat yang membuatku
memaksakan diri, ‘jika tidak hari ini,
mau kapan lagi? kau belum tentu punya hari esok, Park Chanyeol’, ya.. aku
harus pergi ke tempat appa dan eommaku bekerja dulu. Aku akan berusaha mencari
tahu semuanya. Aku akan menguak kenyataan yang bertahun-tahun telah mereka
sembunyikan dariku.
Setelah memakai jumper dan meminum vitamin tanpa dosis
pasti, aku keluar dari kamar, mengendap-mengendap menuju pintu. Saat hampir
saja aku menjangkau pintu itu, suara halmeoni terdengar. “kau mau kemana sepagi
ini?” mau tak mau langkahku terhenti. Setengah hati membalik badan dan
tersenyum kecut padanya. “aku butuh udara segar” jawabku asal, lantas membuka
pintu rumah dan hendak kembali melangkah.
“jangan mencoba berbohong pada nenek” suaranya terdengar
bergetar, membuatku tak punya daya untuk bersikap acuh. Akhirnya aku
mengurungkan niat, menghadapkan badanku sepenuhnya pada nenek.
“coba jelaskan padaku, nek! Sebenarnya eomma kenapa?”
tanyaku tertahan. Jujur saja aku ingin berteriak, tapi lagi-lagi aku harus
mengatakan aku tak berdaya dihadapannya.
Aku mencintainya lebih dari apapun. Dia yang sudah membesarkanku, satu-satunya
keluarga yang benar-benar perduli padaku. Aku tak bisa menyelanya.
“dan kemana appa? Kenapa dia tidak kembali? Dia selingkuh
dengan wanita lain? Lalu menelantarkan eomma, begitu?” kali ini nada bicaraku
semakin naik. Demi Tuhan aku tak bisa mengendalikannya lagi, rasa penasaranku
membuncah seolah sedang berlomba membobol dada. Dengan kasarnya aku berteriak
pada nenek, mengucapkan semua dugaan yang selama ini membayangi kepalaku. Tak
dipungkiri, walaupun aku selalu bersikap seolah aku tak perduli, aku tetap
memikirkan mereka. Memikirkan kedua orang tuaku. Ada sisi lain dalam tubuhku
yang memberontak tiap kali aku mengacuhkan mereka, ada sisi lain dalam tubuhku
yang bersikeras percaya bahwa mereka sebenarnya juga mencintaiku. Bukankah
semua akibat pasti ada sebab? Bukankah semua perbuatan selalu dilandasi dengan
alasan? Dan entah sejak kapan, aku mulai percaya akan hal itu.
“JAWAB NEK! KUMOHON!” teriakku, bersamaan dengan isakan yang
sama sekali tak bisa kutahan lagi. Aku memekik, menjerit, menangis layaknya bom
waktu yang meledak. “aku sudah cukup besar untuk mengetahui semuanya! Kau pasti
tau kan kenapa eomma bisa begitu? kumohon jangan buat aku terus-terusan
memendam rasa benci pada ibuku sendiri”
“tenangkan dirimu! Halmeoni akan ceritakan semuanya”
………………………………….
Seung Ho-Suzy’s temporary
apartment
Suzy POV
17:16 KST
“APA-APAAN BOCAH ITU! AKU TAK MAU TAU KITA HARUS KE DAEJEON
SEKARANG JUGA!” kami baru saja memasuki rumah dan tanpa basa-basi lagi, aku
langsung memekik sembari melempar tas tangan dan mantelku sembarangan. Seung Ho
yang mengikuti dari belakang mencoba menenangkan. “arasseo. Aku mengerti kau
kesal. Tapi tolong tenangkan dirimu dulu. Memang apa gunanya berteriak-teriak
disini? Chanyeol tak akan dengar”
“Seung Ho~aa…. Kita harus bertemu Chanyeol secepatnya! Anak
itu benar-benar harus diberi pelajaran. Dia sakit radang selaput otak dan tidak
memberitahuku? Seenak jidatnya menunggu kematian, dia pikir dia……….. hmmmphh”
Seung Ho membekap mulutku dengan tangannya. Kemudian melepasnya perlahan-lahan
saat dirasa aku sudah bisa berhenti mengoceh. “kita harus kesana” ucapku pelan
begitu tangannya benar-benar sudah membebaskan mulutku.
“ne.. kita kesana. Besok pagi. Eotte?”
“jinjja??” mataku langsung membulat saking kagetnya. Besok?
Yang benar saja! kukira dia akan menyuruhku menunggu hingga akhir pekan.
“wae? kau mau hari ini juga?”
“bukan begitu! maksudku….. pekerjaanmu bagaimana? Bukankah
besok…………..”
“aku CEO-nya! Kau belum sadar juga siapa yang kau nikahi?”
sela Seung Ho dengan nada sombong yang dibuat-buat. Membuatku mendesis tak
percaya, namun tersenyum miring didetik berikutnya. Ya.. benar. Aku baru saja
melupakan satu hal penting. Menikahi CEO dari salah satu perusahaan
telekomunikasi paling berpengaruh di Korea. Dia tinggal menjentikkan jari dan
segalanya tersedia. Ne.. aku harus membiasakan diri dengan semua hal tak masuk
akal ini.
“sekarang, kau tenanglah! Jangan teriak-teriak, aku mau
memperlihatkan sesuatu” Seung Ho tersenyum lembut saat meraih lenganku. Ia
mengajakku duduk di sofa lalu mengeluarkan amplop besar yang langsung menyita
perhatianku.
“ada apa didalamnya?”
“buka saja” aku langsung merobek bagian atas amplop itu dan
terkejut senang saat mendapati isinya. “ini foto-foto kita selama di Jeju” ujar
Seung Ho saat aku sibuk melihat setiap foto itu satu persatu.
“kau curang! Kenapa fotoku terlihat seperti gadis
kecil yang diajak liburan oleh orang tuanya sedangkan fotomu justru terlihat
seperti tengah pemotretan. Tidak adil” racauku.
“geurae” bukannya menghiburku, Seung Ho malah mengambil foto
yang sudah kulihat lalu mengangguk menyutujui ucapanku barusan.
“YAAA”
“hahaha……”
“tapi aku tetap cantik kok”
“memang kapan Bae Suji jelek?” lagi? dia mau menerbangkanku
lagi? Demi Tuhan, hidup bersama Seung Ho bisa membuatku lupa rasanya berpijak
ditanah.
……………………………….
A day later……………..
Daejeon
08:39 KST
Chanyeol POV
Tanpa semangat, aku mengalungkan tali rantai di leher
Heebyul. Aku sudah berada disini selama seminggu dan sekalipun aku belum pernah
membawa Heebyul jalan-jalan keluar. Jujur saja, aku sedang tidak memiliki mood
untuk melakukan apapun. Tapi mau bagaimana lagi? Ini sebenarnya bukan soal
mood, melainkan semangat hidup. Ne.. semangat hidupku sudah direnggut sejak
kemarin pagi. Lebih tepatnya saat halmeoni menjelaskan rentetan kejadian tak
masuk akal itu secara rinci.
Ia menjelaskan semuanya, benar-benar semuanya, membuatku
mengunci diri nyaris lima jam penuh didalam kamar. Ternyata…………… appa tidak
pulang ke rumah bukan karena ia tidak ingin pulang, melainkan karena sudah tak
lagi bisa pulang. Meninggal.
Ternyata appa memiliki musuh selama disana. Ia tak sengaja
bertemu dengan agen narkoba besar yang tengah menjadi buronan polisi. Tanpa
pikir panjang, appa melaporkannya pada pihak berwajib. Dan dalam sekejap mereka
semua tertangkap.
Semuanya berjalan baik setelahnya, hingga tanpa diduga
beberapa kawanan pecandu narkoba itu kabur dari penjara. Mereka mulai mengintai
appa, jelas ingin balas dendam. Appa dan eomma yang ketakutan lantas hendak
pergi ke kantor polisi untuk memohon perlindungan. Namun…… dalam perjalanan
kesana, appa dan eomma diculik oleh sekumpulan orang tak dikenal, yang tidak
lain adalah narapidana kabur itu. Appa dan eomma dibawa ke ruangan menakutkan
yang terlihat seperti gudang. Eomma hanya diikat dikursi dengan mulut yang
dibekap dengan kain, sedangkan appa digantung terbalik dilangit-langit ruangan
yang rendah.
Aku tak bisa membayangkan betapa mencekamnya suasana malam
itu. Tubuhku gemetaran hebat waktu nenek menceritakannya, terlebih nenek
bercerita sambil menangis-nangis histeris. Ceritanya belum selesai sampai disitu,
setelah digantung, appa disiksa dengan sadis sebelum akhirnya dibunuh…….
didepan eomma. Semenjak saat itu, eomma mengalami goncangan jiwa yang hebat.
Yah,…. Kelanjutannya bisa kalian bayangkan sendiri.
Setelah mendengar cerita nenek, seperti yang sudah kukatakan
sebelumnya, aku menenangkan diri di kamar sampai menjelang sore. Aku menangis
sejadi-jadinya, mengabaikan rasa sakit dikepalaku yang benar-benar membuatku
mau mati. Aku merasa bersalah karena sikapku yang tak bisa ditolerir. Tapi aku
juga kesal karena baru diberitahu mengenai kenyataan ini sekarang. Nenek
berkilah dengan mengatakan belum menemukan waktu yang tepat untuk bicara
padakku. Tapi…… ah jinjja.
Kemarin, tepat pukul 4 sore aku memberanikan diri memasuki
kamar eomma. Aku menangis –nangis dibawah kakinya sembari mengulang kata maaf
sampai langit diluar berubah kelam. Aku bicara banyak pada eomma, tapi
sekalipun ia tak menjawabku. Ia tak membuka mulutnya sedikitpun, dengan tatapan
kosongnya ia terus menerus menatap ke luar. Sama sekali tak perduli akan
hadirku. Tak perduli kakinya diguncang-guncang olehku. Tak perduli akan
tangisan kerasku.
Walaupun mendapat respon begitu, aku tak lagi marah seperti
sebelum-sebelumnya. Kali ini aku sudah bisa mengerti perasaan eomma. Maksudku……
siapa yang tidak gila jika disuguhkan dengan pemandangan sesadis itu? Orang
yang kau sayang dibunuh tanpa prikemanusiaan tepat didepan matamu. Kurasa jika
aku yang berada diposisi eomma, aku sudah mati lemas ditempat kejadian.
Ya Tuhan, apa yang harus kuperbuat untuk menebus rasa
bersalahku pada eomma? Haruskah aku balas dendam dan menghabisi nyawa pembunuh
biadab itu? Mereka memang sudah kembali mendekam dipenjara, tapi tetap saja
rasanya belum puas. Aku nyaris kehabisan nafas saking syoknya waktu mendengar cerita
itu dan mereka cuma dipenjara 15 tahun? Tidak adil. Mereka seharusnya mati.
Lalu mayatnya dibuang ke laut. Atau tidak dimutilasi saja, kemudian potongan
tubuhnya itu biar dibuang ke tempat sampah, lantas dimakan oleh binatang. Ah..
tidak. Binatang pun jijik memakannya. Biarlah. Biar membusuk ditempat sampah.
“HYYAAA!!!! PARK CHANYEOOOLLLLL”
“GUK GUK GUK GUK” lamunanku mendadak buyar. Secara refleks
langsung menoleh kearah pintu pagar. “heh….. Park Chanyeol! Kenapa kau pergi
kesini tanpa seiz…………. KYAA….. KYAA…… JAUHKAN ANJINGMU! YAA… CHANYEOLLLLL”
mataku membelalak, namun senyum diwajahku juga ikut terbentuk. Aku terkejut,
sekaligus senang. Yeoja itu. Yeoja yang sedang mengomel-ngomel tak jelas didekat
pagar. Bae Suji.
“Heebyul! Hei….. kemari” seruku, setengah berlari
menghampiri mereka semua.
Dengan sigap, aku menarik tali yang menyambung dengan kalung
rantai dileher Heebyul. Mencegahnya terus menerus menggonggong dan berlarian
disekeliling Seung Ho dan Suzy. “bagaimana bisa kalian disini?” tanyaku heran.
“heh! Aku tak percaya kau sebodoh ini! aku tau kau memang bodoh, tapi bukan
begini caranya” omel gadis itu tepat setelah aku selesai bicara, dan TAAKKK,
dengan enteng ia menjitak kepalaku dengan tas tangannya yang keras.
“aww! YAK! KAU KENAPA?”
“kau yang kenapa? Dasar bodoh!” sungutnya, terlihat kesal
sekali padaku. Tck,,,, aku salah apa?
“heh! Kau gila ya? Apa begini caramu bertamu? Sudah berapa
kali kau memanggilku bodoh menit ini!”
“HYYAAA!!!! Bukannya memberikan selamat atas pernikahanku
kau malah kabur ke Daejeon”
“aku tidak kabur”
“jelas kau kabur. Kau bahkan tak mengabariku ingin pergi”
“apa urusannya denganmu? Aku mau pergi kemana itu bukan
urusanmu”
“cish…. Park Chanyeol! Kenapa semakin lama kau semakin
menyebalkan”
“aku? menyebalkan? Bukannya kau yang………………..
Kami berdua tak henti mencecar satu sama lain, mendebatkan
hal-hal tak penting diiringi dengan gonggongan Heebyul yang ikut menyahut
disela-sela ucapan kami. Sementara itu Seung Ho yang berada disamping Suzy
hanya terdiam, meringis melihat sikap istrinya yang tak terkendali. “aish…….
Geumanha… kalian berdua kan baru bertemu, seharusnya tidak bertengkar begini
kan?” ucap Seung Ho pusing, terlihat jelas dari kerutan jengah diantara kedua
alisnya.
“ah.,. dia yang mulai Sunbae” aduku, dengan cepat menunjuk
perempuan didepanku yang langsung melotot.
“aku? kalau kau tak bertindak bodoh begini aku tak
akan……………….”
“HYYAAA!!!!! BAE SUJI! KENAPA KAU MENGATAIKU BODOH
TERUUUUSSS?”
“YA TUHAN…… SIAPA YANG BERTERIAK-TERIAK?” teriakan halmeoni
terdengar dari arah belakangku. Suzy melongokkan kepalanya dan langsung memberi
isyarat ‘ada wanita tua dibelakangmu’.
Aku menoleh, lantas mendapati nenek yang sedang membawa sapu ijuk tengah berjalan
kearahku.
“Jangan teriak-teriak! Yeol~a….. kau membuat nenekmu yang
sudah tua ini pusing” Omel halmeoni sambil memukulku dengan gagang sapu yang ia
bawa. Ya Tuhan, nenek kenapa kau mendadak jadi anarkis begini?
“ampun nek. Bukan aku” pekikku, sebisa mungkin berusaha
menghentikan aksi halmeoni.
“anyyeonghaseyo. Nenek, perkenalkan namaku Suzy dan ini
suamiku Seung Ho, kami berdua teman Chanyeol di Seoul”
“jinjjaro? Ya Tuhan kau punya teman selain Joon Myeon,
yeol~a?” ujar nenek dengan raut bahagia yang berlebihan. Aish…. Membuat malu
saja.
“cish….. aku penulis terkenal. Masa temannya cuma Joon
Myeon” aku menyahuti.
“eh.. ayo! Silahkan masuk!” kemudian nenek berbicara dengan
amat sangat ramah sambil menyingkir memberi jalan untuk mereka berdua.
“tidak usah nek. Sebenarnya kami kesini ingin membawa
Chanyeol kembali ke Seoul”
“membawa?” ulangku tak percaya. Dasar! Memangnya aku apa mau
dibawa-bawa?
“maksudnya mengajak” ralat Seung Ho sebelum aku sempat
mengimbuhkan kata-kata makian bagi istrinya.
“ada perlu apa memangnya? Apa sutradara Blue Wedding Day
yang menyuruh kalian?”
“tck….. anio” decak Suzy. “kau harus menjalani operasi untuk
kepalamu itu”
“OPERASI?” Ulang halmeoni dengan mata terbelalak. Aish…. Halmeoni
ini benar-benar, hanya mendengar kata operasi saja su…………………. Eh, CHANGKAM! Apa
katanya tadi? Operasi? Berarti Suzy sudah tahu tentang penyakitku? Selang
beberapa detik setelah halmeoni terbelalak syok, aku ikut terbelalak. Eomo…..
reaksiku benar-benar lamban.
“heh Suzy! Tutup mulutmu” aku mendesis. Mataku langsung awas
melirik halmeoni yang bersiap terkena serangan jantung.
“Ya Tuhan! Jangan bilang kau juga tidak memberitahu nenekmu
sendiri kalau kau sakit” Bukannya berhenti bicara, gadis berisik itu justru
membulatkan matanya dan berucap dengan intonasi naik.
“sebenarnya apa yang memenuhi otakmu huh? Kau pikir kau
hidup didunia ini sendiri?” omel Suzy tepat didepan wajahku. “PARK CHANYEOL! Aku
tak mau tahu. Kau harus ikut aku ke Seoul. Radang selaput otak itu bisa
disembuhkan asal mendapat perawatan yang benar”
“aku tahu dokter yang tepat” sambung Seung Ho yang sedari tadi
hanya diam dan mendengarkan. Suzy dan Seung Ho menatapku lurus, jelas menunggu
jawaban ‘iya’. Dengan jenuh aku
menarik napas, lantas balik menatap mereka setengah hati “shireo! Aku tak akan
meninggalkan eomma, nenek,dan Heebyul. Tidak lagi”
“ini untuk pengobatan, bodoh!”
“diam kau. Kau tak tahu apa-apa” sungutku pada Suzy.
“apa katamu? Aku tak tahu apa-apa? heh…. Aku punya banyak
teman dokter, tau!”
“sudahlah, tak usah merepotkan dirimu begitu. Untuk
penangananpun sudah terlalu terlambat untukku”
“aniya….. sungguh. Radang selaput otak itu bukan akhir dari
segalanya”
“tch…. Kalau tujuan kalian kesini hanya untuk memaksaku
kembali ke Seoul, lebih baik pulang saja. Aku tak akan berubah pikiran” ucapku
dengan ekspresi datar. Disaat yang bersamaan aku merasa kesal dan takut.
Benar-benar takut. Sebenarnya alasan kenapa aku tak mau dioperasi itu hanya
satu, yaitu takut gagal. Aku takut operasi itu gagal dan malah membuatku
menjadi cacat permanen. Sudah kubilang berapa kali kalau aku lebih memilih mati
daripada menjadi cacat? Dan logikanya begini, aku akan melakukan operasi di
bagian kepala, tepatnya otak. Coba bayangkan….. bagaimana mungkin tak ada efek
sampingnya?
“Chanyeol” panggil Suzy, tepat saat aku mulai membalik badan
dan bersiap meninggalkan mereka. “kumohon” lanjutnya amat lirih, namun masih
tak berhasil menghentikanku. Nenek yang entah sejak kapan telah membawa Heebyul
masuk kini berdiri tepat didepan pintu, jelas ingin menghalangi.
“kenapa kau tak pernah bilang pada nenek kalau kau sakit?”
mau tak mau aku mendengar suara parau nenek, suara yang terdengar bagai siksaan
ditelingaku. Demi Tuhan, aku membenci nada suara itu keluar dari mulut
halmeoniku. Aku tak mau ia sedih, dan sekarang justru akulah yang membuatnya
sedih.
“mianhae” aku tak mendebat, jelas karena akulah yang salah.
“kau tak menganggapku sebagai nenekmu, hmm?”
Aku termangu. Pelan-pelan menunduk, menyembunyikan wajahku
yang semakin kelam. “nek… permisi! Aku mau masuk ke dalam”
“lebih baik kau ikut mereka” halmeoni sama sekali tak
mendengarkanku, ia mengalihkan pandangannya pada Suzy dan Seung Ho yang
terlihat sedang berdebat disisi pagar. Entah mendebatkan apa.
“shireo” balasku datar.
“Aigoo….. jika ini demi keba……………….”
“Chanyeol” panggil seseorang dari arah dalam. Sukses
membuatku tersentak. Selain eomma, tak ada lagi orang didalam rumah. Detik itu
juga telapak tangan dan kakiku mendadak dingin. Suara itu. Suara seorang wanita
yang terdengar amat lemah, suara seorang wanita yang nyaris terlupa. Dan begitu
siluet tubuh orang yang memanggil itu tertangkap mataku, aku benar—benar merasa
semuanya terhenti. Nafas, pikiran, darah bahkan waktupun terasa berhenti.
Nenek pun tak kalah terkejutnya denganku, ia langsung
tercekat begitu membalik badan. Kedua tangannya secara refleks terangkat
menutupi mulutnya yang setengah terbuka. “eo……….mma” gumamku, masih terlalu
sulit untuk percaya.
“pergilah” ucapnya, dengan seulas senyum tipis yang tak
pernah ia perlihatkan untuk waktu yang sangat lama. Seketika tubuhku langsung
bergetar. Eomma bicara. Eomma memanggil namaku barusan. Ia bilang ‘Chanyeol’ kemudian setelahnya
mengatakan ‘pergilah’. Lantas apa
yang kutunggu? Wanita yang tak pernah bicara selama bertahun-tahun kini
memanggil dan memberiku perintah. Aku tak mungkin tak mematuhinya. Bahkan jika
perintah pertamanya adalah ‘bunuh
dirilah’ maka kupastikan nyawaku akan kucabut detik itu juga.
“arasseo” jawabku sesak, bersamaan dengan air mataku yang
jatuh, meliuk dipipi.
………………………….
Seoul Hospital
10:35 KST
Suzy POV
Chanyeol berhasil kami bujuk untuk melakukan operasi di
Seoul. Mungkin tepatnya bukan ‘kami’ melainkan ibunya, hanya dengan satu kata
wanita itu bisa merubah keputusan namja keras kepala sekelas Park Chanyeol.
Saat ini, namja yang baru kusebut namanya itu tengah berada diruang rumah
sakit. Terbaring tenang sambil bercanda dengan Joon Myeon. Seolah tak begitu
perduli kalau sebentar lagi ada operasi besar yang akan dihadapi olehnya.
Aku berdiri diluar. Hanya berani melihatnya dari balik kaca
satu arah. Namja yang tengah mengadakan temu kangen dadakan dengan Joon Myeon
itu tidak terlihat setegang selama diperjalanan, ia justru malah nampak begitu bahagia
berbaring disana. Yep.. keadaan berbalik. Aku yang selama perjalan dari Daejeon
ke Seoul bersikap santai kini malah berubah menjadi luar biasa tegang. Sungguh.
Saat kakiku mulai melangkah dikoridor rumah sakit, sekujur tubuhku mendadak
berhawa senyap. Semua pikiranku tertuju pada kelancaran operasi ini.
Sampai-sampai mengabaikan Seung Ho yang sedari tadi menyuruhku pulang
bersamanya.
Perlu digarisbawahi, ini radang selaput OTAK. Yang
akan dioperasipun bagian disekitar otaknya. Jika dipikir secara logis, apa
mungkin operasi semacam ini tak mendatangkan bahaya besar? Maksudku bagaimana
kalau operasinya tidak berha…………………..baiklah, lupakan yang satu itu. Sekarang,
misal operasi itu berhasilpun, apa mungkin tidak mengundang efek samping?
Ayolah….. OTAK? Salah satu organ paling vital ditubuh kita. Pusat pikiran,
gerak, ingatan. Coba ambil kemungkinan paling ringan, amnesia misalnya. Ah… Ya
Tuhan, aku benar-benar bisa bunuh diri jika ia melupakanku. Aku sama sekali tak
ingin itu terjadi.
Mataku kembali tertuju pada pria didalam sana. Pria itu
tengah tertawa lepas sambil sesekali meninju bahu Joon Myeon. Tanpa kusadari
aku tersenyum, hingga ~~~~~~~bagaimana
kalau yang Chanyeol lupakan justru Joon Myeon?~~~~~~ Kalimat itu berkelebat diotakku, seketika
membuat senyumku musnah dan berganti dengan raut khawatir.
………………………………………..
A day later………….
Seoul Hospital
Author POV
08:15 KST
Suzy berlarian disepanjang koridor rumah sakit, diikuti
dengan Seung Ho yang setengah berlari dibelakangnya. Namja itu sudah
berkali-kali berseru pada Suzy, memintanya untuk tidak berlarian seperti anak
kecil, tapi gadis itu mengabaikan. Seung Ho berusaha mengerti. Sejak mereka
berangkat dari rumahpun, Suzy memang sudah terus-menerus merengek memintanya
untuk melajukan mobil lebih cepat. Ia khawatir pada Chanyeol. Sangat. Bahkan ia
sempat menangis saat semalam Seung Ho tak mengizinkannya menunggui Chanyeol hingga
siuman. Sebenarnya Seung Ho bukan bermaksud menghalangi keperdulian istrinya
pada Chanyeol, hanya saja….. Suzy juga butuh istirahat, terlebih itu sudah
terlalu larut. Dia tak mau istrinya sakit hanya karena kelewatan memperdulikan
orang lain.
Langkah tergesa Suzy mendadak lenyap begitu pintu ruang
rawat Chanyeol ia buka. Seketika dua pasang mata tertuju padanya. Joon Myeon
dan Chanyeol. Gadis itu langsung mengeluarkan senyum getir begitu Chanyeol yang
sepertinya baru siuman itu mengernyitkan dahi menatapnya. Kau mengingatku! Aku Suzy. Kau ingat aku kan? ucapan itu
menggerayang dikepala Suzy. Tangannya sudah basah saking takutnya. Ia menatap
Chanyeol dengan harapan yang hanya tersisa setengah, pasalnya namja itu tak
kunjung bicara sejak tadi.
“kau sendiri?” nafas Suzy langsung tertahan begitu Chanyeol
bicara. Apa artinya ini? Apa dia masih
mengingatku? “mana Seung Ho sunbae?” imbuh namja itu kala melihat Suzy
membatu.
“S..Seung Ho…………” yeoja itu mencoba bicara, namun terhenti
saat pintu dibelakangnya kembali terbuka. Suzy menoleh, dan dilihatnya Seung Ho
tengah melempar senyum sembari menutup pintu itu kembali dengan sebelah
tangannya.
“sunbae” sapa Chanyeol sambil mengangguk ramah. “ Chanyeol
kau sudah siuman” Seung Ho berjalan mendekati namja itu dengan senyum yang
merekah, melewati Suzy yang masih bertahan dua puluh centi didekat pintu masuk.
Gadis itu ketakutan. Kenapa Chanyeol tak kunjung menyebutkan namanya? Jangan lupakan aku. Jangan. Jangan. Kumohon.
“coba sebutkan nama kami satu persatu” seolah tahu akan
perasaan resah Suzy, Joon Myeon berucap. Sejenak menginterupsi sapa-sapaan
Seung Ho-Chanyeol.
“kau meragukan ingatanku huh?”
“lakukan saja”
“geurae. Lihat ini! Kim Joon Myeon” mulai Chanyeol sambil
menunjuk pria yang ia sebut namanya itu. “teman satu apartemenku, sekarang
bekerja sebagai pekerja kantoran disebuah perusahaan besar. Dia menyebalkan,
hanya karena dia hyung-ku, aku sering diperlakukan seenaknya oleh pria ini. Dia
sering menyuruhku ini-itu jika sedang diapartemen. Tapi walaupun begitu ia
sangat penyayang, selama aku sakit dialah yang paling mengkhawatirkanku”
“saat itu memang hanya aku yang tahu penyakitmu. Jadi
bagaimana bisa orang lain khawatir?” dengus Joon Myeon, membuat Chanyeol
terkekeh. Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Seung Ho.
“Yoo Seung Ho sunbaenim. Sebenarnya waktu di universitas
Gwang Mun, kami berdua tak begitu akrab. Tapi sekarang, Seung Ho sunbaenim
adalah salah satu orang yang paling berjasa dalam mewujudkan impianku untuk
menjadi penulis naskah professional. Gamsahamnida sunbae”
“dan………….. ini istri sunbae, Bae Suji” tutup Chanyeol
sembari mengalihkan tatapannya pada Suzy. Hanya sebentar, bahkan tak sampai
satu detik menatap Suzy pria itu sudah beralih pandang lagi pada Joon Myeon.
“aku masih mengingat semuanya dengan baik, kan?”
“Ya Tuhan, jadi kau masih mengingatku? Kau tau aku takut
sekali sejak tadi. Coba pegang ini! tanganku sampai sebasah ini” Suzy yang
sedari tadi berdiri kaku didekat pintu langsung merangsek maju hingga tak
berjarak lagi dengan ranjang pasien. Saat mendengar namanya disebut, gadis itu
benar-benar merasa mau terbang saking senangnya. Tanpa pikir panjang ia mengomel
dihadapan Chanyeol sambil mengulurkan
tangan, menyuruh namja itu memegangnya.
“cepat pegang! Eh.,…. Jinjja! Kalau kau tak hilang ingatan
sama sekali seharusnya kau menyapaku duluan tadi. Kau tau seberapa khawatirnya
aku huh?” Suzy masih mengomel, belum sadar kalau Chanyeol tengah menampilkan
reaksi yang tak seperti biasanya. Namja itu mengernyit menatap Suzy, seolah
berkata ‘ada apa dengan gadis ini?’
“Park Chanyeol” Seru Suzy lagi, mulai kesal karena pria itu
tak kunjung meresponnya.
“mianhae…………… memangnya kita sedekat apa?” pertanyaan polos
itu sukses membuat seisi ruangan menahan nafas. Terlebih Suzy yang langsung
terhenyak. Gadis itu menatap Chanyeol tak percaya. “k..ki..kita sangat dekat,
Chanyeol~a” ujar Suzy bergetar. Serentak semua sel darahnya seolah menjerit
ditubuhnya, membuat Suzy lemas. Ingin mati. Benar-benar ingin mati.
“kita sering melakukan banyak hal bersama sebulan kemarin”
Suzy masih kekeh membuat Chanyeol ingat, namun…… “jinjjayo? Aku tak ingat
satupun” Chanyeol mengeluarkan ekspresi itu lagi, ekspresi tak mengerti
apa-apa. Ia terlihat mencoba mengingat, tapi tiba-tiba saja “argh” ia meringis
pelan memegangi kepala, secara refleks membuat Seung Ho menyuruhnya berhenti.
“jangan dipaksakan.Kau akan ingat dengan sendirinya” ucap Seung
Ho. Ia menoleh kearah Suzy yang masih menahan tangis. Gadis itu terisak sambil
berjalan mundur dengan tatapan tak percaya yang lurus pada Chanyeol. Chanyeol pun
balik menatapnya, dengan tatapan bingung yang malah membuat Suzy semakin
kesakitan.
Dan begitu sampai didekat pintu, gadis itu segera berbalik
membuka pintu itu dan berlari sekuat yang ia bisa. Seung Ho langsung berbalik,
ingin mengejar. “SUNBAE, AKU SAJA” tahan Joon Myeon. Ia berlari melewati Seung
Ho dan mengejar Suzy.
“memangnya kami sedekat apa?” Seung Ho berbalik saat
Chanyeol bertanya. “Jangan tanyakan padaku. Sampai detik inipun aku tak tahu
jawabannya”
…………………
Setelah 15 menit mencari, Joon Myeon akhirnya menemukan Suzy
dideretan kursi kosong. Namja itu berjalan pelan menghampiri Suzy, lantas
mengambil posisi duduk disebelah gadis itu.
“hei… apa yang kau tangisi? Bukankah Chanyeol masih
mengingatmu?”
“dia cuma tahu namaku, cuma mengenalku sebagai istri Seung
Ho. Tak lebih” Suzy bicara dengan serak. Jelas 15 menit itu ia habiskan hanya
untuk menangis.
“memangnya kau mau Chanyeol mengingat apa saja tentangmu?”
“semuanya” balas Suzy, nyaris terdengar seperti sedang
membentak.
“kenapa? Kau ingin Chanyeol berlarut-larut dalam
kesedihannya karena mengingatmu?” Joon Myeon tersenyum miring, lalu menoleh
pada Suzy yang langsung terhentak.
“b..bu..bukan begitu maksudku”
“geumanha. Kau punya Seung Ho untuk memulai hidup baru,
sedangkan Chanyeol?” Joon Myeon memberi jeda sebelum melanjutkan ucapannya.
“dia tak punya siapapun”
Suzy semakin bergeming diposisinya, hanya menatap lurus
kebawah sembari mendengarkan semua ucapan Joon Myeon dengan fokus. Ia sudah
mulai bisa menata emosi dan tangisnya. Sudah mulai bisa duduk diam dan menarik
napas dengan benar.
“yang menyakitkan itu bukan ‘selamat tinggal’-nya” Suzy
mengalihkan pandangan pada Joon Myeon. “tapi kenangan yang terbersit
setelahnya” imbuh pria itu.
“jadi bagus kan kalau ingatan itu hilang?..................
sekarang dia jadi tak punya apapun untuk dikenang. Tak lagi punya alasan untuk
merasa sakit”
“algessoyo? Kau akan berbesar hati untuk ini kan?” Suzy
mengulum senyumnya sembari menghapus air mata, tak dipungkiri rasa sesaknya
masih belum hilang, tapi…… dia tak mau menjadi
yeoja egois. Semua yang dikatakan Joon Myeon terdengar logis
ditelinganya, tak ada bagian yang salah dan harus diralat. Inilah yang paling
adil untuknya dan Chanyeol.“arasseo”
………………………………………………
5 months later……………..
Blue Wedding Day’s
movie launching, Yeouido Cinema
16:42 KST
Chanyeol POV
Sudah hampir pukul lima sore dan aku masih berdiri didepan
sebuah gedung bioskop. Apa yang kulakukan disini? Tentu saja aku harus disini.
Ini adalah acara launching film perdanaku, film pertama yang diadaptasi dari
naskahku. Acaranya berlangsung lancar dengan 120 penonton. Dihari yang
bersamaan novel dengan judul serupa-pun diterbitkan. Ya.. ini benar-benar hari
paling mengesankan untukku. Hari launching-nya Film dan novel Blue Wedding Day.
Ini gila! Aku tak bisa untuk tidak tersenyum sepanjang hari. Aish…. Kalau
begini terus wajahku bisa kaku.
“chukae….. aku tak menyangka responnya akan sebagus ini” PD
Han menyenggol lenganku. “ah..
gamsamnida PD-nim” aku buru-buru mengambil jarak dan membungkuk sopan
padanya. “ini karena tangan dingin anda. Aku cuma bagian kecil dari kesuksesan
ini”
“bagian kecil apanya?” pria itu menepuk-nepuk bahuku sambil
tertawa. “kita harus bekerja sama lagi ya..” ucapnya dengan nada rendah. “
geurae…….. harusnya aku yang bilang begitu”
“hahaha,…….. Pasti. Pasti” jawabnya diiringi tawa renyah.
“hmm….. sepertinya aku harus pergi dulu. Banyak produser film penting yang
datang. Kau ingin ikut aku menemui mereka?” tawar PD Han.
“aniya….. aku disini saja” tolakku langsung.
“ah.. baiklah, aku permisi dulu” namja itupun pergi setelah
sebelumnya menepuk bahuku beberapa kali.
Aku menengadah menatap langit yang masih terlihat sangat
cerah. Lantas memejam menarik nafas dalam. Baiklah, mungkin sudah saatnya aku
pulang. Udara luar memang baik tapi aku benar-benar ingin istirahat di
apartemen sekarang.“hei….” sapaan itu terdengar saat aku hendak berbalik pergi.
“eh,… anyyeong” balasku begitu melihat siapa yang datang.
“chukae”
“Daebak….neomu neomu joha…… “ ujar Seung Ho dan Suzy bergantian
memberiku selamat.
“kau belum mau pulang, Chanyeol~a?” tanya Seung Ho sembari
melirik arlojinya. “ne.. aku akan pulang sebentar lagi”
“kalau begitu kami duluan ya.. aku harus mengantar anak ini
ke dokter”
“dokter?”
“ne.. dokter”
“kau sakit apa Suzy~a?” aku langsung mengalihkan perhatianku
pada Suzy dengan khawatir.
“hahaha,….. tak usah cemas begitu. Aku tidak sedang sakit,
kok”
“ne.. aku mau mengantarnya ke dokter kandungan”
“mworago? Kau hamil Bae Suji??” ujarku kaget. Suzy
mengalihkan tatapannya pada Seung Ho lalu mengangguk dengan wajah yang memerah “ah..
ya Tuhan, chukhae” imbuhku sambil menjabat tangan keduanya.
“gomawo”
“aku benar-benar turut senang”
“ne.. jeongmal gomawo” mereka berdua saling melempar pandang
lalu tersenyum kepadaku. “kalau begitu kami pergi dulu ya..”
“ne.. terima kasih sudah datang” aku balas tersenyum. Sambil
menghela nafas ringan, aku menatap punggung kedua orang yang semakin menjauh
itu. Saat Seung Ho membukakan pintu mobil untuk Suzy, gadis itu menyempatkan
diri untuk menoleh padaku dan melambaikan tangan. Aku membalasnya seraya
tersenyum. Entah kenapa selalu ada rasa yang mengganjal setiap aku melihat
gadis itu tersenyum. Untuk ukuran istri orang, kurasa ia memberikan perhatian
yang terlalu berlebihan padaku. Apa karena aku sedang sakit? Ah… aniya, aku
tidak sakit, aku hanya sedang dalam proses penyembuhan. Sebentar lagi juga
sembuh kok. Sungguh.
…………………………..
Setelah menyelesaikan segala urusanku disini, aku mulai
berjalan keluar area bioskop. Badanku sudah lelah dan aku memang benar-benar
ingin kembali ke apartemen sekarang. Setelah sampai dipinggir jalan, aku segera
memberhentikan taksi. Masuk, menyerukan alamat dan langsung memejamkan mata
saking lelahnya.
Dulu, biasanya kalau sudah begini aku akan meringis-ringis
memegangi kepala. Akan tersiksa luar biasa karena rasa sakit parah dikepalaku.
Tapi sekarang, setelah operasi itu, aku jadi tidak semenderita lima bulan yang
lalu. Sebut saja operasiku berhasil. Ya.. aku tau selaput otak-ku masih radang,
dalam artian aku belum bisa dikatakan sembuh 100%. Aku masih harus sering pergi
ke rumah sakit guna penyembuhan lebih lanjut. Selain itu aku juga harus menjaga
pola hidupku lebih ketat dari sebelumnya. Ternyata sehat itu mahal. Sangat
mahal. Tapi intinya aku bersyukur. Setidaknya aku masih bisa menarik napas
detik ini. Bukankah aku sudah divonis mati? Bukankah seharusnya aku sudah mati
dua bulan yang lalu? Demi Tuhan, ini anugerah. Tapi sepertinya sesuatu itu
memang tak boleh ada yang terlalu sempurna. Dibalik keberhasilan operasiku, ada
sesuatu yang hilang. Ada sepenggal memori yang hilang dari otakku. Dan
sepertinya itu mengenai Suzy. Ia sering mengatakan hal-hal yang sama sekali tak
kuingat, ia tahu banyak tentangku tapi aku tak tahu apapun tentangnya. Aku cuma
tahu dia adalah istri Seung Ho. Hanya itu.
Aku tak mengerti kenapa dari sekian banyak ingatan harus
ingatan tentang gadis itu yang hilang. Apa kami adalah teman dekat dulu? Atau
adakah hubungan yang lebih? mantan pacar, mungkin? Entahlah….. aku tak mau
berlarut-larut memikirkan itu. Toh… jika Tuhan memang mengizinkan, ingatan
itu-pun akan kembali suatu hari.
Selain itu aku juga memutuskan untuk tinggal sedikit lebih
lama di Seoul, sebetulnya aku ingin tinggal di Daejeon saja, tapi eomma
memaksaku kembali kesini. Jadi, setelah operasi aku kembali ke Daejeon untuk
bertemu eomma. Saat aku datang, eomma sudah mulai mencoba lebih banyak bicara,
ia juga sudah mulai belajar berjalan lagi. Sudah bertahun-tahun ia hanya
berdiam diri dan sekarang saraf-sarafnya melemah. Semuanya harus dibiasakan
lagi dari awal. Ya.. eommaku mulai bangkit dari keterpurukannya. Dan aku yakin
dia pasti bisa. Eomma bicara pelan-pelan dan sedikit tak jelas, tapi intinya
dia menyuruhku fokus bekerja di Seoul saja. Baiklah….. jika itu yang eomma
ingin, aku akan lakukan. Demi Tuhan aku akan mengikuti apapun perintah eomma.
Apapun.
Mataku terpejam, nyaris saja tenggelam diantara mimpi saat……
BRAK BRAK BRAK BRAK
Didetik itu juga mataku melebar, menoleh kearah kanan dan mendapati seorang yeoja tengah membuka pintu dengan tergesa. “AJUSHIIII!!!!! ANTARKAN AKU KE AIRPORT” pekiknya. Yeoja itu langsung duduk disebelahku dan menjerit kepada sopir taksi yang nampak kebingungan. “ya Tuhan aku bisa dipenggal eomma jika begini caranya” gadis itu bergumam ngeri sambil berulang kali mengecek ponselnya dengan gusar. Raut panik terpeta jelas diwajahnya. Sangat jelas.
Saat sedang bergerak kalang kabut dikursinya, tak sengaja ia
menoleh padaku dan seketika seluruh udara disekelilingku tersedot habis.
Berhenti. Benar-benar berhenti. Semuanya berhenti. Bahkan darahku pun berhenti.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Kami berdua saling diam, hingga lidahku tak bisa lagi menahan untuk…………..“neoumu yeppeo”
END
Aku g tau harus ngomong apa. Pasti banyak yg kecewa sama endingnya ya..
ini akhir paling ga manis selama aku bikin ff *khusus genre romance ya*Tapi
beneran aku pengen semuanya fair, aku pengen semuanya bahagia. Terutama Seung
Ho. Entah kenapa selama aku ngetik BM *drpart1-8* aku justru malah lebih respect
sama Seung Ho. Aku tuh kadang suka keterusan kalo lg nyariin foto dia. Dan
hasilnya 60% folder foto BM di netbook aku itu Yoo Seung Ho semua. Dia masih
muda banget, masih 20 tahun tp udah wamil. Kl g salah kelahiran 93 kan?
Chanyeol sama Seung Ho juga lebih tua Chanyeol sebenernya.
Ya.. segini aja deh, sumpah akunya speechless sendiri. Mianhae jeongmal
kl mengecewakan. Makasih buat readersku yang udah baca sampe akhir…. yg baca BM
emang ga banyak sih sebenernya, ini tuh salah satu ff paling g laku di GIGSent
*nangis* makanya dipublish sebulan sekali. Aku g yakin ada orang yg nungguin
ini, tapi kl sampe ada MAKASIH.
and the last, HAPPY 1000TH DAY FOR TEEN TOP. Semoga bisa sampe 2000, 3000 dan seterusnya. Sebenernya bukan sekarang sih, kl g salah 4 April besok.
and the last, HAPPY 1000TH DAY FOR TEEN TOP. Semoga bisa sampe 2000, 3000 dan seterusnya. Sebenernya bukan sekarang sih, kl g salah 4 April besok.
Sekian dulu semuanya, babay^^
Comments
Post a Comment