JOURNEY OF LOVE THE SERIES - Painfully Smile Part 3
Tes
Tes
Tes
Hujan deras masih mengguyur kota Seoul, membuat banyak orang
berhilir mudik untuk menyelematkan diri agar tidak kehujanan. Mereka berlari
sembari menghalangi hujan agar tidak jatuh ke atas kepala mereka dengan
menggunakan apa yang mereka punya, entah buku atau jaket sekalipun. Tapi
suasana seperti itu tak terjadi di sebuah ruangan berisi banyak manusia yang
tengah menuntut ilmu ditambah seorang guru yang menjadi pusat perhatian mereka
semua. Derasnya hujan di luar sama sekali tak mengganggu aktivitas belajar mengajar di Universitas
Chung Ang, semua berjalan seperti biasa.
Begitu juga dengan ruangan ini sekarang. Semua mata mengarah
pada satu titik fokus yang sama, yaitu seorang wanita setengah baya yang sedang
menyampaikan kuliahnya. Sesekali wanita itu menghentikan penjelasannya,
kemudian bertanya pada salah satu anak didiknya. Jika sudah seperti itu neraka
pun datang, mengundang hawa panas di tengah suhu dingin karena hujan di luar.
Matanya yang begitu awas, membuat semua yang terjadi di
ruang kelas tersebut tak luput dari penglihatannya. Langkahnya yang terus
berpindah, menjadikan ruang kelas itu benar-benar kondusif. Semua murid tenang
terjaga, walau ada beberapa yang hanya memandang ke depan meski pikirannya
melayang entah kemana.
Wanita itu, sebut saja Jang Ri In, atau yang biasa dipanggil
Ri In seosangnim, wanita itu memicingkan matanya. Ia tengah menegaskan
penglihatannya pada satu objek yang sebentar lagi akan menjadi mangsa
omelannya. Ia menghela nafas berat membuat ekspresi wajahnya mengeras.
“ Park Gyuri!.”
Panggilnya dengan nada tegas. Matanya menyorot tajam pada seorang gadis
yang duduk di barisan ketiga yang dari tadi hanya terhanyut dengan pikirannya
sendiri.
Perhatian semua murid pun teralih dan tercurah pada seorang
gadis yang sama, Park Gyuri yang hingga kini belum sadar jika namanya
dipanggil. Jelas hal itu mengundang amarah Ri In seosangnim yang dikenal
sebagai orang yang tak mentolerir jika ada mahasiswanya tidak menghargainya.
Dan yang dilakukan Gyuri sekarang masuk ke dalamnya. Gadis itu tak
memperhatikan kuliah yang disampaikan Ri In seosangnim.
“ Gyuri-aa..” desis Nayoung dari kursinya berusaha menyelamatkan
kawannya dari amukan Ri In seosangnim.
“ Gyuri-aa…” ulangnya lagi.
Ia mendesah karena Gyuri yang tak kunjung tersadar dari
lamunannya. Tak lama matanya tercengang ketika mendapati sosok Ri Ini
seosangnim yang mulai mendekat ke tempat Gyuri. Kini tinggal berdoa saja agar
tidak mendapat masalah besar. Pikir Nayoung.
BUG
Gebrakan keras terdengar memecah suasana tegang dalam kelas
menjadi suasana menyeramkan. Baru saja seorang wanita paruh baya menggebrak
salah satu meja, tepatnya meja Gyuri. Mau tak mau sang pemilik meja, Gyuri,
langsung tersadar dari alam bawah sadarnya. Batinya tersentak, matanya terbuka
lebar saat mendapati siapa yang ada di depannya, Ri In seosangnim, dosen yang
memiliki karakter sebelas-duabelas dengan Park seosangnim.
Sudah mengerti dengan keadaan semacam apa yang sedang
menderanya, Gyuri hanya bisa menunduk sambil berulang kali menghembuskan
nafasnya dengan perlahan. Ia benar-benar tidak berani menatap orang di depannya
yang jelas-jelas sedang menatap dirinya dengan murka. Ah….Gyuri…apa lagi ini? aigooo…mati aku, batin Gyuri.
“ Bagaimana? Sudah melamunnya? HAH?” omel Ri In seosangnim
dengan nada tinggi.
Tidak ada jawaban dari Gyuri, ia terus menunduk tanpa ingin
memperpanjang masalah. Gadis itu meringis pelan saat bentakan Ri In seosangnim
menyentaknya, seumur-umur baru kali ini dia dibentak oleh guru. Tak bisa
dipungkiri jika ia sedang gemetaran, hatinya yang dari awal sudah tak tertata kini
semakin tak beraturan.
“ Sekarang keluar dari kelasku!” ujar Ri In seosangnim
seraya menunjuk ke arah pintu keluar. Semua insan yang ada dalam ruangan itu
tersentak, mereka tak menyangka jika seorang Park Gyuri yang biasanya tak
banyak ulah kini malah diusir dari kelas.
Tak kalah kaget dengan yang lainnya, kepala Gyuri langsung
terangkat. Matanya membelalak tak percaya. Kini tubuhnya serasa melemas,
nyawanya seperti akan tercabut dari raganya.
“ Tapi seosangnim….”
“ Keluar! Untuk hari ini kau tidak perlu mengikuti kelasku.”
Selak Ri In seosangnim. Dosen ini benar-benar tipikal dosen killer, dia bukan
dosen yang senang mendengar kalimat rajukan dari anak didiknya. Jadi sekali dia
sudah memutuskan, sulit untuk mengubahnya lagi.
Gyuri mendesah berat membuat bahunya turun seraya dengan
keyakinannya yang ikut luluh lantah. Ia memejamkan mata sejenak sebelum
akhirnya ia memberesi buku-bukunya, kemudian bangkit dari tempat duduknya. “
Permisi seosangnim.” Pamit Gyuri sebelum melangkah keluar dari ruang kelasnya.
Semua mata menuju padanya, memandangnya dengan rasa iba.
Pasti semua orang sedang memikirkan hal yang sama, yaitu bagaimana bisa seorang
mahasiswi yang biasanya sangat rajin dan juga pintar diusir keluar dari kelas.
Rasanya sulit sekali untuk dipercaya. Tapi semustahil apapun itu kedengarannya,
tetap saja hal itu sudah terjadi. ia diusir keluar dari kelas karena tak
mengikuti kuliah dengan baik.
Suara deheman mencekam terdengar membuat semua mata kembali berbalik
ke depan, menuju wanita yang entah sejak kapan sudah berada di sana. Semua
insan di dalam kelas langsung membenarkan posisi duduknya, mempersiapkan diri
mereka dalam keadaan sebaik mungkin. Mereka hanya melakukan antisipasi agar
tidak mendapatkan hal yang sama dengan Gyuri.
“ Jika ada yang mau keluar, lebih baik keluar dari
sekarang.”
******
Jongdae POV
At Korea national
university of arts
Mataku terus memperhatikan setiap kata yang ditulis Seulong
seosangnim. Hari ini dia sedang menjelaskan tentang Melody n Soul,
yah…begitulah ia menyebutnya. Sebenarnya Melody n Soul adalah sebuah bimbingan
dimana para murid diajarkan bagaimana cara membuat lirik yang bisa menyatu
dengan emosi dari sebuah instrument lagu. Dengan menekuni materi ini,
diharapkan para murid tidak hanya bisa membuat lagu, tapi dapat menciptakan
lagu yang bisa menguasai perasaan orang ketika mendengarkannya.
Aku dan mungkin semua murid di ruangan ini tertawa ketika ia
mulai melanjutkan penjelasannya. Bagaimana tidak? ia memulai ucapannya sambil
menggerakkan tangannya, mengangkatnya ke atas dengan perlahan kemudian menatap
sendu lampu kelas.
“ Oh…rembulan…sesulit itulah aku menggapaimu.” Suaranya
terus mengalun melanjutkan lirik lagu buatannya. Bukan hanya suaranya yang
dibuat dramatis, ia juga membuat gerak tubuhnya menjadi lebih hidup,
yah…seolah-olah ia sedang ingin menangkap bulan.
“ Nah…kurang lebih seperti itu. aku harap kalian bisa mulai
menulis lirik kalian sendiri.” ucapnya.
“ Ne seosangnim.” Jawab semua murid tak terkecuali aku.
Selepas itu aku menutup buku catatanku kemudian
memasukkannya ke dalam tas. Kuliah Seulong seosangnim sudah selesai, jadi aku
ingin cepat-cepat menuju ke studio musik. Setelah semua sudah masuk ke dalam tas,
aku langsung beranjak dari kursiku.
“ Jongdae..”
“ Nde seosangnim?” ku hampiri Seulong seosangnim yang tengah duduk di kursinya. ia menengadahkan kepalanya untuk melihatku yang sudah berdiri di depannya.
“ Bagaimana dengan tugas akhir yang diberikan Jun
seosangnim?”
“ Aku sudah membuatnya, hanya saja….”
“ Hanya saja aku belum membuat liriknya seosangnim.”
Lanjutku sambil meringis pelan.
“ Jangan berandai yang terlalu sulit ketika kau menulis
lirik, cukup tulis apa yang ingin kau sampaikan. Entah itu pemikiranmu atau
perasaanmu. Sebenarnya menulis lirik itu sama seperti membuat catatan di buku
diary, Jong Dae.” Ucapnya dengan tenang.
Aku terdiam sejenak, berusaha merekam baik-baik apa yang
baru Seulong seosangnim katakan. Ku rasa ucapannya sangat penting untuk ku
ingat. Yah….setidaknya, mungkin aku bisa menulis sebaris lirik setelah ini.
“ Akan ku coba seosangnim. Kamsahamnida.”
******
At Music Studio
Tanganku masih memutar bolpoin hitam yang dari tadi ku
biarkan terbuka. Sesekali tanganku bergerak, hendak menuliskan sesuatu di atas
secarik kertas yang berada di hadapanku sekarang. tapi kepalaku kembali
menggelang, menolak usulan yang baru saja melintas dalam benak.
Aigoo…sepertinya ini sepuluh kali lebih sulit daripada menulis buku diary. ini
sama sekali tidak mudah. Lihat saja banyaknya coretan di kertas yang baru
sepuluh menit kugunakan ini. sekarang lebih mirip seperti kertas coret-coretan
untuk menyelesaikan soal matematika.
Aku mendesah pelan kemudian meletakkan bolpoin ini ke atas
meja. Ah…otakku serasa kering. Benar-benar tidak ada yang bisa ku tulis,
sekalinya mendapat sesuatu yang bisa ku tulis, ujung-ujungnya aku malah menulis
karangan bebas.
Ku biarkan kepalaku terbenam sejenak kemudian mengangkatnya
perlahan sambil memandangi kertas putih yang sekarang sudah tidak putih lagi.
Tanganku bergerak mengambil kertas itu. dengan kepala masih bersandar di meja,
ku baca kembali beberapa kata yang telah ku tulis di atas kertas itu.
Senyum…bahkan aku tak membutuhkan senyummu untuk membuatku bahagia.
Berada di sisimu, membuatmu bahagia sudah merupakan kebahagiaan yang
tak ternilai harganya.
Dapat melihatmu dalam jarak pandangku sudah cukup, meski sekarang tak
bisa lagi ku lakukan.
kau bukanlah untukku. Kau memilihnya, bahkan kau sudah memilihnya jauh
sebelum kau menyadari perasaanmu.
Aku tahu itu…tapi semua tak bisa berubah semudah yang kubayangkan.
Walau dalam hati selalu aku tegaskan jika diri ini baik-baik saja, tapi
aku tak sebaik yang bisa dilihat.
Cokelat…hanya hal itu yang bisa membuatku merasa berada di dekatmu.
Oh tuhan….kenapa aku menulis sampai sejauh ini? kalau
seperti ini bukan lirik namanya tapi lebih pantas disebut curahan hati.
Yah…awalnya aku tak berpikir akan menuliskan hal seperti itu, tapi ketika aku
mengingat nasihat Seulong seosangnim tadi, inspirasi itu mengalir begitu deras
tanpa ada hambatan. Rasanya mudah sekali, aku tak perlu berpikir untuk
menulisnya sampai sepanjang itu. tapi saat aku menyadari apa yang telah ku
tulis, aku mendengus. Segera ku elakkan pikiran aneh serta perasaan senyap yang
sempat menderaku selama satu bulan belakangan.
Ku hembuskan nafas panjang lalu menatap kembali kertas di
depanku. Ah…aku tidak boleh menulis ini. aku bukannya takut. Tapi aku tidak
ingin mengungkit apa yang telah terjadi, aku sudah berjanji pada diriku sendiri
untuk tak membahas masalah itu lagi. Jadi…yah…aku akan berusaha untuk menulis
yang lain saja, walaupun sulit. Aku tak akan menulisnya, mengungkitnya,
membahas apapun tentang Sora.
******
Author POV
Tiga orang gadis sebaya tengah menikmati waktunya, semua
mata kuliah ini sudah usai. Alasan mereka masih berada di area sekitar kampus
adalah karena terlalu asyik mengobrol hingga lupa bahwa waktu pulang telah
tiba.
“ Lama sekali anak itu. Biasanya nona Lee Hara akan keluar
dari kelasnya dengan sangat express.”
Gerutu seorang gadis yang sedang mengedarkan pandangannya. Ia mendecak pelan
karena sosok yang ia tunggu belum kunjung datang. Lee Hara, gadis yang biasanya
tidak senang berlama-lama di dalam kelas, kini lama sekali hingga ia harus
menunggunya selama beberapa waktu.
“ Ckkk…kau gelisah sekali Han Ji Eun. Lagipula Sora dan
Nayoung juga belum keluar dari kelasnya.” Balas seorang gadis lainnya tanpa
mengalihkan matanya dari ponsel hitam di hadapannya. Gadis itu, Cheonsa juga
sedang duduk di meja yang sama dengan Ji Eun dan juga Gyuri.
Bicara tentang gadis bernama Gyuri, seharusnya gadis itu
masih berada di kelasnya sama seperti Nayoung ataupun Sora, tapi kejadian tadi
siang tak membuatnya lupa, kalau ia diusir dari kelas. Ia tak diizinkan
mengikuti semua mata kuliah pada hari ini. tadinya ia ingin pulang saja karena untuk
apa juga ia tetap berada di tempat itu? tapi…karena waktu itu hujan masih
deras, ditambah ia memang tak membawa motornya jadi lebih baik ia menunggu
sampai hujan reda. Dan hujan baru reda beberapa menit yang lalu.
Mendengar ucapan Cheonsa barusan membuat Gyuri terdiam, ia
ingat sesuatu. Ah…ia ingat. Gadis itu langsung membuka tasnya, mencari-cari
sesuatu hingga sebuah amplop berwarna putih kecokelatan ia temukan menyelip
diantara buku-bukunya. Ia mengambil benda itu, lalu menatapnya dengan dalam.
“ Igo…tolong berikan
pada Sora.”
“ Tolong berikan
padanya ya. Kau teman dekatnya kan?”
“ Oh ya.. kalau Sora
menanyakan siapa yang memberikannya, bilang saja dari pengagum rahasia. Otte?”
Perasaan aneh kembali menyergapnya, perasaan cemas, takut
dan marah yang bersatu kini menguasai dirinya. Bayang-bayang Luhan terus saja
terputar dalam pikirannya, tak bisa dielakkan jika ia cemburu. Terlebih ketika
Luhan menitipkan amplop itu padanya. Bukankah sangat kejam kalau tahu orang
kita sukai menyukai sahabat kita sendiri?. sampai kapanpun tak akan ada yang
menginginkan posisi seperti itu.
Gyuri menggelang, meski suasana hatinya berada pada kondisi
yang tidak baik, ia masih berusaha untuk mengendalikannya. sebisa mungkin ia
mendorong akal sehatnya untuk muncul kala pikiran aneh itu datang
menghantuinya. Sekarang pandangannya beralih pada dua gadis di depannya, lalu
kembali menatap amplop dalam genggamannya.
“ Chingu-ya…” panggil Gyuri dengan nada memelas.
Dua gadis yang dari tadi sedang asyik dengan dunianya
masing-masing, kini meninggalkan kegiatannya. Mereka berdua memandang Gyuri
dengan tatapan tanda tanya. Meski sebenarnya mereka sudah biasa jika temannya
yang satu itu menggunakan aksen memelas, tapi tetap saja mereka merasa aneh.
“ Waeyo?” Tanya Ji Eun.
“ Igo! Berikan pada Sora.” Gyuri mengangsurkan amplop itu ke
atas meja, kemudian mendorongnya ke tengah.
Cheonsa dan Ji Eun hanya menatap amplop kecil itu dengan
bingung. Yang membuat mereka semakin bingung adalah kenapa Gyuri tak
memberikannya langsung pada Sora, bukankah mereka satu kelas? Ah…bukan itu
saja, kalau memang gadis itu mempunyai hal penting untuk dibicarakan harusnya
ia tidak perlu menulisnya di sebuah surat.
“ Bilang saja dari pengagum rahasianya, otte?. Keurae…aku
pulang duluan. Aku masih punya banyak tugas yang harus diselesaikan.” Ujar
Gyuri seraya menjawab keheranan kedua temannya. Gadis itu langsung bangkit dari
kursinya, kemudian berjalan menjauhi Cheonsa dan Ji Eun.
“ Gyuri!” panggil Cheonsa.
“ Aku buru-buru, besok saja kita bicarakan lagi.” Sahut
Gyuri tanpa membalik badannya.
Sebenarnya ia tak benar-benar berniat untuk pulang duluan,
tapi membayangkan situasi saat ia memberikan amplop itu pada Sora, membuatnya
harus memutuskan untuk pulang lebih dulu. Ia takut…ia takut tidak bisa menjawab
kalau Sora menanyakan siapa pengirim surat itu. Meski ia sudah tahu apa yang
harusnya ia katakan, tapi tetap saja. ia bukanlah orang yang bisa bersandiwara
dengan baik.
******
Gyuri POV
ku biarkan tubuh ini menyender santai, sudah selayaknya aku
mendapat waktu istirahat setelah selama tiga jam lebih terbelenggu dengan
tugas-tugas yang menumpuk. Ada saja yang mesti ku kerjakan entah itu makalah
atau tugas merangkum. Sepertinya semua dosen di kampus menginginkan muridnya
segera mati. bayangkan saja, sekalinya memberikan tugas, mereka akan memberikan
tugas yang begitu berat, belum lagi dengan jumlahnya yang benar-benar tak berkeprimanusiaan.
DRRTTDDRRTTT
Pandanganku beralih menatap ponsel berwarna hitam yang
tengah berdering, langsung ku sambar benda kecil itu. aku menelan ludah sejenak
ketika melihat siapa yang sedang menelponku. Sora… yah dia. Walau aku dan dia
tak memiliki masalah tapi sudah satu minggu ini aku selalu menghindar darinya.
Mungkin berlebihan, tapi biar saja begitu. Setidaknya biarkan aku terus
bersikap seperti ini sampai aku bisa melupakan semuanya.
“ Ne…waeyo?” tanyaku kaku.
Aku terdiam sebentar untuk memikirkan ajakannya. Yah…dia dan
teman-temanku yang lain mengajakku pergi bersama, sepertinya menonton film
baru.
“ Mianhae…aku tidak bisa Sora. aku sedang mengerjakan tugas.
Mianhae…” jawabku seusai berpikir. Aku
cukup menyesali keputusan itu, tapi ya sudahlah….lagipula aku masih sangat
lelah karena mengerjakan tugas seharian.
“ Ne.” ucapku sembari mengakhiri perbincangan. Ku letakkan
ponselku ke atas meja. Menghembuskan nafas berat, sebenarnya aku ingin ikut
mereka. tapi…entahlah. Mungkin kalau yang mengajakku tadi bukan Sora aku akan
meng-iyakan ajakannya, ya itu baru mungkin ya.
Sudahlah…aku lapar. Ayo kita lihat apa yang bisa ku temukan
di dapur. Maklum semua keluargaku pergi ke Cheonan, menjenguk bibiku yang baru
saja melahirkan, jadi aku hanya sendirian di rumah. Makanya aku ragu kalau ada
makanan yang bisa ku makan.
DRTDRRTTDRTT
Baru saja aku ingin melangkah keluar dari kamar, ponselku
malah kembali berdering. Akupun membalik tubuhku, langsung menyambar benda
kecil yang dari tadi menggemakan suara berisik. Mataku terbuka lebar,
J..J..Jongdae? mau apa dia menelponku?
“ Yeobseyeo.” Sapaku seramah mungkin.
“ Nde? Tapi….”
“ arghh…baiklah. Kau tunggu aku di sana saja.”
“ Ne.”
Aku mendesah pelan sambil memejamkan mata sejenak.
Hah…kenapa tiba-tiba sekali? Yah…ini benar-benar mengejutkan karena ia
menelponku kemudian mengajakku makan siang bersama. tunggu! Jangan-jangan dia
ingin aku mengembalikan novelnya?. Ah…benar! Pasti dia ingin menagih novelnya.
Aishh…kenapa kau bisa lupa park Gyuri?.
******
Author POV
At 15.40 KST
Hyundai Centre Mall
Sepasang kaki jenjang Gyuri tengah berlari menuju pintu
masuk sebuah pusat perbelanjaan. Langkahnya semakin cepat ketika matanya
menangkap sesosok pria yang sedang berdiri di depan pintu masuk. Deru nafasnya
semakin menggebu kala kedua kakinya menaiki undakan anak tangga yang
menghubungkan pelataran lobby dengan lantai dasar.
“ Maaf aku telat..hahh…” ujar Gyuri terengah. Ia tak banyak
bicara, ia benar-benar sangat lelah sekarang.
“ Gwenchana..aku juga baru datang. kajja!” balas pria di depannya dengan penuh
kemakluman.
Pria itu tersenyum kemudian mengkomandoi Gyuri untuk segera
memasuki pusat perbelanjaan itu. hawa dingin langsung membelai kulit Gyuri,
membawa rasa nyaman yang tiada tara untuknya. Terlebih gadis itu habis
berlarian, membuat tubuhnya penuh dengan peluh.
Sensasi menyenangkan tentu tak bisa ditolak gadis itu
sepanjang kakinya menyusuri tempat perbelanjaan yang luasnya hampir seluas
istana negara. Selain hawa sejuk dari pendingin ruangan, pemandangan di
sekitarnya juga membuatnya merasa semakin senang. Rasa penat dan lelah yang ia
rasakan seolah menghilang bersamaan dengan matanya yang menemukan berbagai
macam pemandangan menyenangkan. Mulai dari baju-baju dengan diskon menarik,
sepatu keluaran terbaru serta aroma makanan yang menguar dari beberapa food court di dalam mall itu.
“ Maaf…karena tiba-tiba memintamu datang kesini.” Suara
tenang terdengar memecahkan imaginasi Gyuri tentang barang-barang menggoda iman
yang berada di depannya. Ia langsung keluar dari dunia khayalnya, gadis itu
menoleh pada orang di sebelahnya. Ah…hampir saja ia lupa kalau sekarang ia
sedang bersama orang lain.
“ Nde?..ah…annie…gwenchanayo.” sergah Gyuri santai. Gadis
itu membalikkan pandangannya, kembali pada gerai-gerai baju, sepatu, dan tas.
Dua orang itu kembali diam, melanjutkan langkahnya
masing-masing. Meski jalan berdampingan, kedua orang itu tak saling mengacuhkan
satu sama lain. Gyuri dengan khayalannya akan barang-barang mentereng di
sekelilingnya, sedangkan Jongdae…entahlah, tak ada hal khusus yang sedang ia
pikirkan.
“ Bagaimana kalau kita makan?” tanya Jongdae tiba-tiba.
Gyuri terdiam sejenak, ia sedang bingung antara menerima
tawaran itu atau malah menolaknya. Dalam pikirnya, Gyuri merasa tidak enak hati
pada Jongdae. Pasalnya ia bukanlah orang yang sudah mengenal lelaki itu sejak
lama, ia bisa mengenal Jongdae saja dari
Sora. tapi…ia tak bisa mengelak kalau perutnya butuh makanan, ia harus makan
sekarang juga.
“ Ku rasa kau tidak keberatan.” Desis Jongdae menyimpulkan
ekspresi gadis depannya. Walau Gyuri tidak menunjukkan indikasi menyetujui
ajakannya, ia tahu dengan sangat baik kalau gadis di depannya hanya merasa
canggung untuk menerimanya.
Tanpa menunggu respon dari Gyuri, Jongdae langsung mengambil
langkah. Kalau dari tadi kegiatan mereka hanya berkeliling tidak jelas, sekarang
mulai berubah karena Jongdae sudah menetapkan tempat tujuannya.
******
“ Kau tidak makan?” tanya Jongdae sambil menghentikan
makannya. Ia beralih menatap gadis yang duduk di hadapannya. Gadis yang hingga
kini belum kunjung menyentuh makanan di sisinya.
“ Ah….”
“ Makanlah… kau membutuhkannya. Karena setelah ini kita akan
berpetualang, maka dari itu makanlah, kau membutuhkan banyak energi.”
“ Nde? Berpetualang? Memangnya kita mau kemana?” tanya Gyuri
gelagapan. Jujur saja gadis itu merasa terkejut, terancam, dan bingung secara
bersamaan. Terlebih saat kata berpetualang keluar dari mulut Jongdae.
Berpetualang? Berpetualang mencari harta karun? Atau jangan – jangan
berpetualang mengitari hutan belantara?. Aigooo…hanya karena sebuah kata saja,
pikiran gadis itu mulai dipenuhi begitu banyak kemungkinan. Dan yang parahnya,
semua kemungkinan itu adalah kemungkinan-kemungkinan tidak beralasan.
Jongdae hanya tersenyum simpul tanpa menjelaskan apa-apa, ia
malah melanjutkan makannya dengan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Situasi
ini membuat Gyuri semakin takut, gadis itu benar-benar khawatir kalau yang akan
terjadi nanti adalah hal buruk. Tapi…tidak! Jongdae bukan orang semacam itu,
dia bukan pria maniak yang kekurangan etika serta budi pekerti. Tidak…tidak
mungkin.
“ Kau akan segera mengetahuinya jika kau menghabiskan
makananmu secepatnya.” Ucap Jongdae di tengah makannya.
Gyuri langsung mengulum bibirnya, ia berpikir sejenak
kemudian kembali menatap pria di hadapannya. Baik….ia akan menghabiskan
makanannya. Benar saja, gadis itu langsung meraih sumpit dan segera menyuapkan
makanan ke dalam mulutnya.
Awalnya ia masih terlihat canggung dan terkesan terpaksa,
tapi setelahnya, gadis itu mulai lupa dengan rasa canggung ataupun gengsinya.
Semuanya seolah pupus karena rasa laparnya yang semakin menggila, terlebih saat
rasa lezat daging asap menyapa indera pengecapnya. Ah..tuhan…sepertinya gadis
itu benar-benar sudah tak bisa mengendalikan dirinya.
Helaan nafas bahagia terdengar dari mulut Gyuri. Gadis itu
baru menghabiskan makanan di piringnya, benar-benar habis tanpa sisa. Melihat pemandangan di depannya batin Jongdae
tergelitik, tapi demi menjaga suasana baik yang sedang tercipta, pria itu hanya
diam tanpa berekspresi apapun.
“ Jadi apa maksud petualangan yang kau bicarakan tadi? Apa
kau ingin mengajakku berburu harta karun?” tanya Gyuri dengan semangat,
wajahnya kelihatan begitu berseri.
Jongdae yang baru membayar makanan, hanya tersenyum ramah.
Ia menatap gadis itu dengan tenang. “ Kau kelihatan tidak sabar sepertinya.
Baiklah…aku juga bukan orang yang senang membuat orang lain penasaran. Jadi…aku
akan mengajakmu berkeliling, mengunjungi banyak tempat, dan……”
“ Dan apa?”
“ Bantu aku membuat lirik.”
“ MWO?”
*******
At the same place and the same time
Bisik-bisik terdengar membicarakan dua orang yang duduk di
bangku yang cukup jauh dari keberadaan mereka. mereka yang dimaksud adalah
Nayoung, Hara, Sora, Ji Eun , dan Cheonsa. Kelima gadis itu tengah membicarakan
Gyuri dan Jongdae. Tadi…secara tak sengaja mereka menyadari jika mereka berada
di restaurant yang sama dengan dua orang itu. oleh karena itu, sekarang ini
mereka sedang memperhatikan gerak-gerik orang-orang itu.
“ Lihat, lihat! Mereka pergi! Kira-kira mereka mau kemana
ya? Aigoo…kenapa tidak kita ikuti saja.” racau Ji Eun tak berkesudahan. Matanya
yang awas terus mengekori Gyuri serta Jongdae yang sedang berjalan keluar dari
restaurant tersebut.
“ Jangan. Tidak perlu!.” Balas Hara yang sekarang kembali
menyantap makanannya setelah sebelumnya ikut memata-matai Gyuri.
Semua tatapan beralih padanya, pada Hara yang nampak begitu
dingin dan tenang. Gadis itu kelihatan sedikit jengkel, apalagi kalau bukan
karena Gyuri. Ia merasa kalau Gyuri telah berbohong dengan mengatakan kalau Ia
sedang mengerjakan tugas padahal jelas-jelas ia sedang pergi bersama orang
lain.
“ Waeyo?” tanya Cheonsa mendesak. Jujur saja, ia dan
teman-temannya lain merasa begitu penasaran dengan kedekatan Gyuri dan Jongdae.
Terlebih dengan sikap aneh Gyuri selama beberapa waktu belakangan ini. seperti
ada sesuatu yang sedang disembunyikan gadis itu.
“ Untuk apa? sudahlah! Membuang waktu saja. kita datang
kesini bukan untuk mengurusinya, lagipula untuk apa mengurusi gadis itu? Apa
dia memikirkan kita?” tandas Hara dengan teramat dingin. Ekspresi kesal serta
datarnya membuat yang lain terdiam, tak berani menyuarakan protesnya.
******
Meski sudah mencoba untuk mengenyampingkan rasa canggungnya,
tapi tetap saja Gyuri tidak bisa bersikap seleluasa mungkin. Gadis itu tetap
kikuk dan tak tahu harus berkata apa pada Jongdae. Dari tadi pria itu yang berusaha
membuatnya bicara, tapi setelah pria itu berhenti bertanya, Gyuri pun akan
kembali diam. Benar-benar seperti orang yang baru bertemu pertama kali.
Merasakan apa yang dirasakan Gyuri, Jongdae menghela
nafasnya. Ternyata membuat seorang Park Gyuri bicara sangatlah sulit. Gadis itu
begitu pemalu dan canggung. Dan ia baru tahu kalau gadis yang biasa dipanggil
Gyuri itu, tidak menatap lawan bicaranya jika sedang berbicara. Yah…mungkin
karena ia belum begitu akrab, yah….intinya gadis itu sangat kaku. Cukup sulit
untuk bisa akrab dengannya.
“ Gyuri-aa, bagaimana kalau kita ke taman bermain?” tanya
Jongdae dengan sumringah.
Kebetulan dua orang itu sedang berada di sebuah arena
bermain. Tempat dimana banyak orang tua dan anaknya menghabiskan waktu libur
mereka, tak hanya bersama keluarga, ada yang datang bersama teman dan juga
pacar. Yah…walau tidak menutup kemungkinan kalau ada juga yang datang seorang
diri.
Gyuri menatap arena bermain itu, arena bermain yang terletak
di lantai ketiga Mall Hyundai. Gadis itu melihat banyak orang berlalu lalang
dari dalam sana. Ada yang baru datang dan ada yang baru keluar. Semua yang
datang ke tempat itu terlihat begitu antusias.
Gadis itu kembali menatap Jongdae yang sepertinya sedang
menunggu persetujuan darinya. Lagi-lagi ia menghembuskan nafas lelah, kenapa
hari ini dia harus banyak berpikir? Kenapa hari ini dia dihadapkan dengan
banyak sekali pilihan?. Sebenarnya ia tidak keberatan, hanya saja seperti
alasan sebelum-sebelumnya. Ia merasa masih canggung dengan Jongdae. Walaupun
pria itu baik, tapi tetap saja Gyuri tak bisa cepat beradaptasi. Karena pada
dasarnya gadis itu bukan tipikal gadis yang mudah bergaul, terlebih dengan
lawan jenis. Bisa dihitung berapa banyak teman pria yang ia miliki. Pertama Ki
Hoon, kedua Tao dan terakhir Chanyeol,
itupun karena ketiga pria tersebut merupakan teman dari sahabat-sahabatnya.
“ Kau terlalu banyak berpikir.” Ucap Jongdae. Dengan penuh
keberanian pria itu langsung menggenggam lengan Gyuri, menuntun gadis itu agar
mengikutinya.
Tak ada penolakan dari Gyuri walau sebenarnya ia agak risih
karena Jongdae menarik lengannya, cuma karena ia merasa tidak enak, ia tidak
mengeluarkan protes apapun. Sampai di dalam arena bermain pun Gyuri hanya bisa
mengikuti kemana Jongdae membawanya. Tapi entah karena hati Gyuri yang mulai
luluh atau karena gadis itu lupa jika orang yang bersama dengannya adalah
Jongdae, Gyuri mulai menikmati suasana ramai di dalam sana.
Ia mencoba berbagai macam permainan, mulai dari Boom
Shooter, bola keranjang, rat hammer dan masih banyak lagi. Ia berpindah dari
satu permainan ke permainan lainnya. Ia benar-benar menikmati waktu bermainnya.
Tak hanya itu saja, saat ia menghampiri permainan bola
keranjang, Gyuri langsung memasukkan bola-basket yang ada ke dalam keranjang.
Kira-kira sudah lima bola yang ia lempar tapi hanya dua yang berhasil masuk,
membuat gadis tu mengeluh kesal. Melihat bagaimana ekspresi Gyuri sekarang,
Jongdae pun ikut tenggelam dengan gelak tawa keduanya. mereka berduapun
berusaha melempar bola itu secara bergantian. Kadang mereka berhigh five ria
jika bola yang mereka lempar masuk ke dalam keranjang, namun mereka juga
menunjukkan kekecewaan mereka ketika bola tidak berhasil masuk ke dalam
keranjang.
“ Ini bola terakhir.” Gumam Jongdae.
“ Kau saja yang lempar.” Suruh Gyuri dengan yakin.
“ Tapi sekarang giliranmu.”
“ Tidak! kau saja! memangnya kau tidak lihat kalau dari tadi
aku gagal terus.” Keluh Gyuri sudah menyerah, dari sekian banyak bola yang ia
lempar, hanya lima bola saja yang bisa masuk ke dalam keranjang.
“ Aku tidak peduli seberapa banyak kau gagal, yang penting
bagaimana kau mencoba. Gagal bukan masalah serius. Ayolah…” balas Jongdae
dengan bijak.
Dengan amat terpaksa Gyuri beranjak dari tempatnya kemudian
berancang untuk menyusun strategi agar lemparannya kali ini masuk ke dalam
keranjang. Tidak bisa dipungkiri gadis itu tidak banyak berharap pada dirinya,
entahlah….rasanya ia benar-benar merasa tidak memiliki kemampuan dalam hal
seperti itu.
Digenggam benda bulat itu dengan erat, gadis itu menyorot
keranjang dengan serius. Ia berlagak seolah ia salah seorang pemain NBA yang
sedang mengikuti kejuaraan internasional. Oh…ayolah.. gadis itu cuma bermain
bola keranjang dan itu pun di arena bermain, bukan di lapangan. Haruskah ia
memasang tampang seserius itu?.
“ Ayo! Shoot it!” seru Jongdae dari belakang. Pria itu
sekarang sudah seperti pemandu sorak untuk Gyuri, dari tadi ia terus
menyemangati Gyuri.
Gyuri menghela nafas panjang, kini semua konsentrasinya
berkumpul menjadi satu beriringan dengan tangannya yang mulai berayun untuk
melempar bolanya. Tidak begitu keras, namun meyakinkan, begitulah kesan
lemparan Gyuri kali ini. matanya menatap serius kala bola yang baru ia lempar
sedang berputar di pinggiran keranjang. Ada dua kemungkinan kalau sudah begini,
antara bola itu masuk atau bola itu akan jatuh diluar keranjang.
“ YEAHHHH…..JONGDAE AKU BISA!!! LIHAT AKU BISA!!!” seru
Gyuri ketika bola itu jatuh di dalam keranjang, dalam artian lain, ia berhasil.
Rasanya senang bukan main, ia merasa ada sesuatu yang
menyenangkan. Ia langsung berteriak girang, sosok pendiamnya kini berubah
menjadi sosok gadis biasa yang kekanakan. Lihat saja bagaimana gadis itu
berteriak senang sambil menarik-narik lengan orang sebelahnya. Gadis itu
berjingkrak-jingkrakan untuk merayakan keberhasilannya. Melompat-lompat seolah
tak peduli pada pandangan pengunjung lain yang sedang melihatnya.
“ Wah…aku senang sekali! Kau tahu? Aku
senaaaaaannnnnggggg……sekali!! Aigoo…huft…”
Jongdae terkekeh, ikut terlarut dalam kebahagian yang
dirasakan Gyuri. Ia benar-benar menjadi pendengar yang baik ketika Gyuri
berceloteh girang dengan berbagai macam ekspresi. Tentu pria itu merasa ikut
senang, seolah keberhasilan Gyuri membawa dampak positif bagi kemajuan
perekonomian Negara.
“ Keurae…bagaimana kalau kita pergi ke tempat lain?”
“ Hmmm? Kemana?”
“ Aku juga tidak tahu. Nanti akan ku pikirkan sambil kita
berjalan.”
Gyuri pun mengangguk, menyetujui usulan Jongdae tanpa banyak
berpikir seperti sebelumnya. aneh…tapi seperti itulah keadaannya sekarang.
benteng yang dari tadi dibangun Gyuri seolah roboh, yang membuka ruang luas
untuk Jongdae masuki. Gadis itu sudah tak keberatan jika Jongdae mengajaknya ke
sana kemari, entah kenapa ia merasa nyaman, ia merasa bahagia, dan lega.
******
At Music Studio, Korea National University Of Arts
Pandangan takjub terus ditunjukkan Gyuri selama ia
berkeliling di studio musik bergaya American classic, studio itu begitu luas
serta dilengkapi dengan berbagai macam alat musik. Mulai dari alat-alat band,
hingga alat musik pengiring orkestra ada di dalam sana. Rasa antusias tentu tak
bisa ia elakkan. Membuatnya terus melangkah tenang yang kemudian membawanya
menyusuri tiap jengkal ruangan luas itu.
“ Aku tidak tahu kalau kau sekolah disini.” Ujar gadis itu
masih sibuk memperhatikan barang-barang di sekitarnya.
Ia terus mengelilingi tempat itu hingga ia menemukan sesuatu
yang menarik sebagian besar minatnya. Piano. Ya…gadis baru saja menemukan
sebuah piano klasik berwarna hitam. Dengan langkah antusias gadis itu menghampiri
salah satu alat musik yang masuk ke dalam jenis alat musik harmonis.
Seperti orang yang baru pertama kali melihat piano, gadis
itu langsung duduk di sebuah bangku kecil depan alat musik besar itu. ia
menatap deretan tuts mulai dari yang putih hingga yang hitam dengan penuh decak
kagum. Walau sebenarnya ia sudah sering kali melihat piano, tapi baru kali ini
ia bisa duduk sedekat ini, duduk di depan piano. Sebenarnya Gyuri bukan orang
yang pandai bermain piano, tidak hanya piano, alat musik yang lain juga. Meski
ia tahu, itupun hanya sekedar dasar-dasarnya saja, bisa dibilang hanya sebatas
permainan anak sd. Maklum…keluarganya lebih mengarahkannya pada pendidikan
formal daripada menguasai seni.
“ Kau bisa memainkannya?” Gyuri mengalihkan pandangannya
dari benda bunyi itu, kemudian menoleh ke arah Jongdae yang entah sejak kapan
duduk di sebelahnya.
“ Aniya…kau bisa? Aissh…pertanyaan bodoh! Jelas-jelas kau
itu mahasiswa seni musik.”
“ Aku juga masih belajar. Mau dengar sesuatu?”
“ Kau ingin memainkan sebuah lagu?”
“ Ya…dan kau orang kedua yang mendegarkan lagu ini.”
“ Ini lagu buatanmu? Jeongmalyo? Lalu siapa yang pertama?”
“ ya…bisa dibilang seperti itu, hmm…appa-ku orang yang
pertama.”
Gyuri menganggukkan kepalanya, ia juga mulai berhenti
bertanya. Sekarang ia memberikan kesempatan sepenuhnya pada Jongdae untuk
memulai permainannya. Gadis itu memerhatikan dengan serius jemari lentik milik
Jongdae ketika menari di atas tuts-tuts piano. Sejurus dengan itu, melodi indah
menyeruak masuk ke dalam sistem pendengarannya. Entah berlebihan atau memang
karena permainan Jongdae yang hebat, Gyuri merasa begitu menikmati setiap nada
yang keluar.
Sungguh ia baru tahu rasanya menyaksikan konser piano secara
langsung. Biasanya ia hanya melihat di internet atau di majalah saja, tapi
sekarang ia bisa menyaksikannya sendiri. bahkan yang ia dapatkan jauh lebih
ekslusif daripada yang lainnya. Bayangkan saja jika biasanya penonton duduk di
bangku penonton, Gyuri malah duduk sebangku dengan pemainnya. Bukankah ia
benar-benar beruntung?.
Jemari Jongdae perlahan berhenti yang menandakan bahwa lagu
yang ia mainkan telah selesai. Ia terkekeh malu kala orang di sampingnya
memberikan tepuk tangan untuk dirinya. Orang itu memasang wajah senang
sekaligus kagum dengan penampilan dirinya, bahkan tak bisa dielakkan kalau
gadis itu terpesona.
“ Kau memang hanya membuat instrument? Maksudku sejenis lagu
tanpa lirik seperti lagu klasik yang biasa digunakan untuk meningkatkan kadar
kecerdasan?” Tanya Gyuri dengan serius. Dalam kepalanya sudah banyak sekali
pertanyaan yang menumpuk. Mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling
rumit. Memang sejak kecil ia memang tertarik untuk belajar musik, tapi sayang
kedua orang tuanya tak begitu suka dengan hal itu. jadi ya sekarang, gadis itu
hanya bisa menyenangi sekedar senang. Seperti makan sekedar makan tanpa mau
tahu bagaimana cara membuat makanannya.
“ Bukan…aku memang belum menulis liriknya.” Jawab jongdae
sambil menaikkan bahunya. Ia kembali memainkan sebuah melodi ringan yang mirip
seperti backsound unik yang terdengar menarik.
“ Oh…begitu. Ah ya…aku sampai lupa!”
Gyuri merogoh tas selempangnya, mengobrak-ngabrik tasnya
hingga sebuah buku berukuran sedang ia dapatkan. “ Igo! Maaf aku baru
mengembalikannya sekarang.” gyuri memberikan novel milik Jongdae yang pernah
dipinjamkan pria itu padanya.
“ Kau sudah selesai membacanya?”
Jongdae mengambil novel itu lalu membalik lembarannya,
membaca sekilas buku yang hampir dua minggu menginap di rumah Gyuri.
“ Belum…bahkan aku sama sekali tak membacanya.”
“ Jadi terimakasih karena sudah mengerjakan tugasku.” Lanjut
Gyuri kembali cangggung. Sekarang ia jadi teringat dengan kejadian tempo hari
saat ia mengumpulkan laporannya.
“ Tidak usah sungkan. Bukankah kita harus saling membantu?”
******
Gyuri POV
At cafeteria, Chung Ang University
Aku menyesap orange juice pesananku dalam diam, tak banyak
kata yang aku ucapkan. Semua topik yang dibicarakan teman-temanku serasa tak
penting dan membosankan untukku. Padahal jika sedang berkumpul seperti ini, aku
merasa paling semangat. Membahas apa saja, sekalipun hanya lelucon konyol dan
tidak masuk akal. Tapi tidak dengan sekarang, sekarang aku merasa ingin segera
beranjak dari tempat dudukku setelah menghabiskan makananku. Entah kenapa
semenjak tahu Luhan sunbae memiliki perasaan pada Sora, aku merasa canggung
terlebih pada Sora. tapi sayangnya aku tidak bisa menunjukkan rasa tidak
suka-ku, apa kata yang lainnya jika aku seperti itu?.
“ Gyuri kau diam saja? waeyo?” aku memalingkan wajahku pada
Ji Eun. Aku hanya tersenyum seperlunya tanpa menjawab apapun. Karena ku yakin
tanpa dijawabpun ia sudah tahu kalau aku sehat-sehat saja.
Aku melanjutkan kegiatan makanku, menyantap apa yang
tersedia di atas piringku. Aneh…itulah yang aku rasakan. Entah kenapa aku
merasa asing saat bersama teman-temanku sendiri, yah….mungkin hanya perasaanku
saja. tapi tetap saja aku merasakan ada yang sedang mereka sembunyikan dariku.
Kecurigaanku semakin besar saat aku menyadari bagaimana cara Hara dan Nayoung
menatapku. Dingin dan tidak bersahabat. Mereka menyorotku seolah aku baru saja
melakukan kesalahan.
“ Hmm…Gyuri-aa, kau belum memberitahu siapa yang memberikan
surat untuk Sora. kau tahu belakangan ini Sora mendapat surat yang serupa di
dalam lokernya, ku kira itu dari orang yang sama. Ayolah Gyuri…beritahu kami.”
Tutur Cheonsa yang sedang memandangku dengan penuh harap. Tak hanya Cheonsa,
yang lainnya pun begitu. Tapi tidak dengan Hara ataupun Nayoung, mereka berdua
kelihatan seperti acuh tak acuh.
Aku menghembuskan nafas berat, ternyata benar, sekuat apapun
aku berusaha untuk merahasiakannya pasti saat ini akan tiba juga. “
Huft…dia…dia pengagum rahasia Sora. yah…begitulah.” Akhirnya aku pun menjawab
meski sedikit ragu dan terbata.
“ Ya…tapi siapa? Kau pasti bertemu langsung dengannya, kalau
tidak bagaimana bisa surat itu ada padamu?” tanya Ji Eun.
Kini keringat dingin mulai membanjiri dahiku, tiba-tiba aku
merasakan hawa panas. Panas…yah padahal sekarang masih musim gugur. Aku tak
dapat menyangkal kalau aku gugup, benar-benar tak tahu harus melakukan apa.
benar yang dikatakan Ji Eun, sangat benar sampai-sampai aku tak bisa bekutik
lagi.
“ Eungh…kalau sudah waktunya kalian juga pasti tahu.” Ujarku terbata.
Tiba-tiba aku merasa kerongkonganku begitu kering, sedikit
sakit. Mungkinkah gugup membuat kerongkonganku sakit?. Tak ingin berlama-lama
tak jelas seperti ini, aku kembali menyesap orange juice milikku. Setiap
tetesnya membasahi kerongkonganku, mendinginkan rasa perih yang terasa. Tapi
sayangnya itu sama sekali tidak bisa menghilangkan rasa gugupku. Malah perasaan
itu semakin menjadi saja dengan detakan jantungku yang terus bergerak dengan
cepat.
“ Kau kelihatan pucat Gyuri…kau baik-baik saja?” aku menoleh
ke arah Nayoung.
Melihat matanya yang tengah menatapku, benar-benar membuat
semua keberanianku menciut dan tak bersisa sedikitpun. Entah kenapa suaranya
begitu menakutkan, mencekam batinku. Ia seperti bukan Nayoung biasanya, ia
menatapku seperti sedang menatap orang paling keji di dunia. Aku merasa ia
sedang mencemoohku.
Aku tak bisa menatapnya terlalu lama, delikan matanya serta
seringaiannya terasa menjatuhkan harga diriku. Tidak…lebih baik aku beralih
pada makanan di piringku. Tak peduli dengannya yang sedang bertanya, aku
kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut.
“ Pencuri yang hampir tertangkap basah pasti akan merasa
gugup. Menyibukkan dirinya dengan melakukan hal lain agar menghilangkan rasa
gugupnya. Sebisa mungkin ia akan menyembunyikan rasa takutnya. Jadi tidak akan
ada orang yang mencurigainya, bukankah begitu?” papar Hara tiba-tiba. Sengaja
atau tidak, kebetulan atau bukan, sepertinya kalimatnya itu ditujukan untukku.
Tapi…tidak! mungkin hanya aku saja yang terlalu panik!. Biasa saja Park Gyuri…
Aku terus melanjutkan makanku, hanya dentingan sendok dan
piring yang terdengar karena tak ada seorangpun diantara kami yang bicara. Hawa
aneh dan senyap yang harusnya enyah, entah kenapa semakin terasa. Membuat
dadaku bergemuruh tanpa sebab, membuatku menggeretakkan gigiku saking gemetarnya
tubuh ini.
“ Hara..kau tahu? Berawal dari mana pencuri itu?” aku
mengangkat kepalaku, memperhatikan Nayoung yang tengah berbincang dengan Hara.
Mereka berdua…entah kenapa seperti mempunyai hal aneh yang sedang
disembunyikan.
Hara tersenyum kecut kemudian mencondongkan tubuhnya lebih
dekat ke meja. Wajahnya begitu datar, persis sekali dengan ekspresinya jika
sedang membenci seseorang. “ Dari berbohong bukan?”
CKKK
Nayoung menjetikkan jarinya, membenarkan jawaban Hara. “
Benar! Jadi orang yang berbohong pada temannya hanya karena ingin berkencan
dengan seorang pria, apa menurutmu juga bisa?” balas Nayoung dengan nada yang
terkesan sedang menjatuhkan dan anehnya aku merasa terintimidasi dengan
pernyataannya itu.
Ku buang nafasku perlahan, membuang semua kekhawatiran serta
pikiran buruk yang mulai mendominasi kepalaku. Harusnya aku tidak merasa
tersindir!. Mereka tidak sedang membicarakanku, bukan aku orang yang mereka
maksud… jadi…tidak ada yang perlu ku takuti. Ya benar….berlaku seperti biasanya
saja Gyuri..
“ Ya…itu bisa. Semua bermulai dari hal-hal kecil. Dari
berbohong hingga menjauh pasti akan dia lakukan. kalau sudah begitu tinggal
lihat saja kebohongan apa lagi yang akan ia katakan, bukankah begitu Gyuri?”
Nafasku tercekat, rasanya seperti baru disudutkan ke dinding
dengan sangat keras. Aku…aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba Hara bicara
seperti itu. ia juga tersenyum sinis padaku. Benar-benar memojokkan perasaanku.
Aku tak menjawab, lebih tepatnya tidak bisa menjawabnya.
Lidahku kelu untuk sekedar digerakkan, terlebih ketika matanya menyorotku
dengan tegas.
“ Kenapa? Kau ketakutan? Kau merasa bersalah karena telah
berbohong?” tandas Hara yang semakin mengintimidasiku hingga aku tak berani
mengangkat kepalaku.
“ Alasan karena mengerjakan tugas, ternyata pergi bersama
seorang pria. Benar-benar tidak terduga!”
BRAAKKK!!
“ Geumanhae…” kesalku. Amarah, kesal serta jengkel sudah tak
bisa ku tahan lagi. Semuanya sudah terlalu banyak, kesabaranku ada batasnya.
Dan sekarang semuanya sudah habis, kesabaranku sudah habis.
Tanpa sadar aku telah menggebrak meja dan berdiri dari
kursi. Tak ku hiraukan pengunjung lain yang melihat ke arahku. Tak peduli apa
yang akan mereka katakan, yang penting aku ingin semuanya selesai.
Tak lama berselang Nayoung bangkit dari duduknya kemudian
menghujaniku dengan tatapan sengit. Ia terus menatapku seakan aku sudah
melakukan banyak kesalahan. Dan itu membuatku semakin kesal, membuat deru
nafasku semakin terengah. Membuat tanganku mengepal hanya karena tatapan
matanya.
“ Wae? Ada yang salah?” tanyanya dengan menantang. Cihh…dia
masih bertanya seperti itu?. ah..jinjja!.
Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian menghelanya dengan
kasar, ku tatap balik gadis di hadapanku tanpa ketakutan seperti sebelumnya.
Entah kenapa semua rasa takut seperti menghilang dan terganti dengan amarah
yang bergejolak.
“ Hah? Apa jangan-jangan kau merasa tersinggung? Ah..maaf
kalau begitu aku tidak bermaksud menyindirmu.” Ucapnya dengan menjengkelkan.
Dia minta maaf tapi wajahnya tidak menunjukkan etika orang yang sedang meminta
maaf, ia malah lebih terlihat seperti mencemoohku.
“ Ya…kalian berhenti…” aku tak menghiraukan leraian Ji Eun.
Aku hanya meliriknya sekilas, kemudian menghempaskan tangannya yang sedang menggenggam
lenganku. Dalam kondisi seperti ini aku tak akan berhenti, sudah cukup semuanya
aku tidak bisa menahannya lagi.
“ Aku tidak berbohong! Terserah jika kalian menganggapku
telah berbohong! Tapi itu tidak seperti yang kalian pikirkan.” Sergahku dengan
lantang dan penuh amarah.
Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya demi memenuhi pasokan
udara dalam paru-paruku, rasanya nafasku sangat terengah setelah teriak seperti
tadi. Tanpa ingin memperpanjang masalah dengannya, aku langsung mengambil tasku
kemudian beranjak meninggalkan mereka.
“ Gyuri-aa..” panggil Sora.
Aku tak menoleh, bahkan aku mencoba untuk tidak
mendengarnya. Semua akses pendengaran ku tutup rapat-rapat. Aku tak ingin
kembali, jadi biarkan aku teguh dengan keputusan ini. biarkan aku terus
melangkah, berjalan menjauh hingga semuanya membaik.
“ Gyuri-aa…”
Aku mendecak sebal sambil mendengus kasar kala mereka mampu
mengejarku, mereka yang ku maksud adalah Sora dan Cheonsa. Nafasku terus
menderu ketika mata Sora menatapku dengan penuh tanya.
“ Ada apa hah?”
tanyaku dengan mendesak.
“ Kau ini kenapa? Sudah beberapa waktu belakangan ini terus
menghindar dan sekarang…”
“ KENAPA? KALIAN INGIN MENGATAKAN BAHWA AKU BERBOHONG? PERLU
KALIAN TAHU, AKU SAMA SEKALI TIDAK BERBOHONG!!” teriakku memotong kalimat
Cheonsa.
Helaan nafas panjang keluar dari mulutku. rasa marah serta
kesal semakin menggerogotiku, hingga tubuhku menjadi gemetar. Bahkan otakku
juga sudah tak befungsi dengan benar, bagaimana bisa aku membentak orang yang
bahkan tidak melakukan kesalahan apapun.
“ Gyu…”
“ Sudahlah!” ku hempaskan tangan Sora yang hendak menyentuh
bahuku. Ia terlihat begitu kaget dengan reaksiku. Tak bisa terelekkan dari
ekspresi wajahnya yang terkejut dengan mata yang membulat serta mulut yang terbuka.
“ Kenapa kau kasar seperti itu? apa dia melakukan kesalahan?
Kau boleh marah, tapi jangan tumpahkan kekesalanmu pada orang yang tak
bersalah!” protes Cheonsa dengan cepat.
Aku hanya tersenyum sinis, cihh!. “ Diam kau! apa yang kau
tahu?” ujarku pelan. Ku putar langkah kakiku, kemudian kembali berjalan.
Menjauh dari mereka semua. Tapi baru beberapa tapak kaki, aku kembali menoleh
ke belakang, menoleh pada Cheonsa dan Sora.
“ Luhan sunbae….bukankah kau ingin tahu siapa pengirim surat
itu?” ucapku kemudian berbalik ke depan. Kali ini aku benar-benar pergi,
beranjak dari tempat itu. melangkah kemanapun kaki ini membawa.
TBC
I'm Back!!!! Bener" part yg panjang...smoga gak bikin bosen yah...
hoo.....akhirnya balik lagi....gimana pada sehat? masih pd puasa?
hehehe....setelah lama menghilang dan smpet kepikiran buat resign dri dunia ff, akhirnya aku bisa publish lgi.... sbnrnya untuk part ini mau aku publish bulan kmrn, yah...cuma aku lgi bosen dan males bgt, terlebih laptop juga rusak jdi makin aja deh....
untuk part ini dan part" slnjutnya emang panjang bgt...sumpah deh panjang bgt!! tpi smoga narasi dan durasi cerita yg panjang g mengurangi isinya itu sendiri yah..oh ya....aku lagi krisis nih..entahlah tpi aku mang lg males nulis...jdi buat yg nungguin ff" lain yg belum kelar, sabar ya...kayak passion ambition, itu aku gak tau kpn dilanjutin trus LNE *masih ada yg inget?*, aku rencananya mang g nerusin ff itu lagi krna beberapa kendala, tpi blkangan ini aku mikir kayaknya sayang bgt klau gak dikelarin, apalagi aku udh bikin covernya. yah...pokoknya apapun yg bkl terjadi ama ff aku, kalian nikmati aja....mungkin kedengerannya aku g tanggung jawab bgt...cuma yah mau gimana lgi?.
oke....sebelum pamit aku mau ngucapin selamat menjalankan ibadah puasa buat readers yg menjalankan*aduh telat bgt ini mah*. hehhehe...oh yah...*masih belum puas* udh ada yg liat teasernya BAP-Bad Man? uhhh....sumpah itu keren bgt!!!*fangirling mode on* kalau kalian perhatiin pas bagiannya Zelo, aku yakin pasti bkal engeh sama bulu kakinya dia. ckckck..bulu kakinya zelo udh kaya bulu kakinya pemain bola...wkwkwk....okeoke.....gosipin bulu kakinya zelo sampe sini dulu yah...gak baik gosip di bulan puasa....Bye...
Good Girl
GSB
Comments
Post a Comment