Another Cinderella Story - Chapter 6








Cast : Jung Cheonsa
           Kris Wu
           Park Hayeon
           Byun Baekhyun
           Park Chanyeol

Genre : Romance, friendship, family

Rating : PG 15 








3 years later…
Tokyo, Japan





Angin musim dingin berhembus lembut mencoba untuk mengusik kulit-kulit berbalut mantel tebal. Namun itu sama sekali tidak mengusik seorang wanita berusia duapuluh enam tahun yang tengah mengulas senyumnya pada salah seorang rekan kerjanya. Wanita itu berjalan melewati beberapa kubikel yang masih ditempati oleh pemiliknya. Kepalanya mengangguk seiring dengan senyum tipisnya yang tersungging indah begitu berpapasan dengan orang lain.



Ia terus berjalan hingga keluar dari dalam kantornya. Langit mulai gelap dan itu berarti ia harus segera kembali ke rumah sebelum salju turun tidak terduga seperti beberapa hari yang lalu. Ia terlihat tenang menyurusi bahu jalan yang juga dilalui oleh para pejalan kaki yang sibuk.



Beruntung tempat tinggalnya berada cukup dekat dengan kantornya, ia hanya perlu berjalan selama limabelas menit untuk sampai di sebuah bangunan super tinggi yang menjadi hunian ribuan orang.  Ia menghela napas panjang sebelum menyusuri undakan menuju pintu masuk.




“ Sudah lama tidak bertemu, Jung Cheonsa.” sebuah suara menghentikan langkahnya.




Gejolak dalam hatinya seolah mendapat panggilan untuk kembali menggila begitu suara itu membangunkan ingatan masa lampaunya.




Ia membalikkan tubuhnya hingga kemudian napasnya nyaris hilang. Seorang pria tinggi dengan balutan jas hitam serta mantel panjang selutut berdiri di sana. Pria itu mengulas senyum singkat sambil melambaikan tangannya. Demi segala sesuatu yang telah berlalu, ia menarik napasnya dalam-dalam  sebelum membalas senyum pria itu.




Sensasi aneh yang selama tiga tahun ini terlupakan kini muncul kembali ketika pria itu melangkah ke arahnya. Lagi-lagi pria itu menatap lurus ke arah kedua matanya. “ Hei….Kris..” sapanya pelan.




Lidahnya kelu, seluruh sel dalam tubuhnya seakan lumpuh hingga ia tak mampu mengatakan sesuatu yang lebih baik dari sekedar ucapan ‘Hei.. Kris’. Ia mengerjapkan matanya, berusaha menetralisir pikirannya.




“ Sedang apa kau di sini?” tanyanya yakin.



“ Menunggumu.” Jawab pria itu santai.





Pria itu masih sama seperti terakhir kali ia melihatnya. Pria itu masih Kris yang selama ini hanya melintas di mimpinya. Pria itu masih dengan sikap tenang, namun mampu membuatnya berdebar hingga ingin meledak.




“ Kau tidak ingin mengajakku masuk?” Cheonsa masih diam. Ia masih menilik mata hitam di depannya dengan pikiran tak menentu, namun ia segera menarik dirinya sebelum benar-benar tenggelam . Ia mengangguk pelan. Langkahnya berputar dan kakinya kembali melanjutkan perjalanannya menuju apartemennya.




Ia sama sekali tidak membuka sebuah percakapan atau mungkin berniat untuk mencairkan suasana diantara dirinya dan Kris. Ia terus membiarkan suasana aneh dan canggung itu berlangsung hingga ia berhasil membuka pintu apartemennya. Cheonsa berpikir sejenak sebelum akhirnya mendorong pintu itu lebih lebar agar Kris juga bisa masuk ke dalam. Ia pikir tidak ada salahnya jika ia membiarkan pria itu masuk.




Suasana apartemennya begitu sunyi terlebih saat seluruh lampu di dalamnya berada dalam keadaan mati. Cheonsa langsung berjalan mendahului Kris, wanita itu bergerak cepat menyalakan semua lampu dan kembali lagi ke ruang tengah dimana Kris tengah menunggunya. Pria itu masih duduk santai di sofa ruang tengah sambil mengamati keadaan di sekitarnya.




“ Kau ingin minum apa?” tanya Cheonsa yang sedang melepas mantelnya kemudian menggantungkannya di sebuah gantungan baju di dekat dapur.



Kris mengalihkan pandangannya. “ Apa saja. Kalau bisa cokelat hangat.” Jawabnya sambil mengangguk pelan. Pria itu kembali mengalihkan pandangannya pada sebuah figura kecil yang berjejer rapi bersama dengan beberapa benda lainnya.



“ Ah…cokelat hangat dengan camilan manis juga tidak masalah.” Ucap pria itu lagi sambil menoleh ke arah Cheonsa.




Cheonsa menggeleng heran, namun tidak berkomentar apapun. Ia berjalan meninggalkan Kris yang masih sibuk mengamati foto dalam figuranya yang berada di sebuah meja kecil di samping sofa. Ia bergerak mengambil dua cangkir dari rak piringnya. Tangannya disibukkan dengan segala hal untuk membuat cokelat hangat pesanan Kris.





“ Aku kan hanya menawarinya minum.” Desisnya begitu mengeluarkan beberapa penganan ringan dari kulkasnya. Ia menghela pelan sambil menata minuman serta makanan di atas nampan sebelum membawanya ke ruang tengah.




Kehadiran Cheonsa yang baru saja kembali membuat Kris terpaksa mengalihkan perhatiannya. Ia mengamati wanita yang tengah meletakkan makanan dan minuman di atas meja. Matanya tak berhenti memperhatikan wanita yang kini tengah menyeruput cokelat hangatnya. Dan secara tidak sengaja pandangan mereka bertemu. Suasana semakin sunyi begitu kedua pasang mata hanya saling memandang. Masih enggan untuk menyuarakan hati masing-masing.




Cheonsa segera meletakkan cangkirnya dan memperbaiki posisi duduknya. Ia berdehem pelan. “ Sebenarnya ada urusan apa kau di sini?” tanyanya dengan santai dan bersahabat. Setidaknya ia berusaha untuk kelihatan ramah.




Ada jeda beberapa detik sebelum Kris menjawabnya. Pria itu menyeruput minumannya terlebih dahulu sebelum kembali menatapnya. “ Pekerjaan.” Jawab pria itu singkat.




Hanya anggukan yang mampu Cheonsa berikan. Jawaban Kris terlalu singkat dari apa yang ia harapkan, jadi ia memutuskan untuk tidak bersuara. Ia kembali menyeruput cokelat hangatnya begitu menyadari suasana tidak menyenangkan dalam rumahnya mampu membunuhnya secara perlahan.




Di lain sisi Kris pun sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Terlalu banyak dugaan yang berkeliaran di kepalanya mengenai foto dalam figura tadi.




“ Uhmmm…memangnya kau bekerja dimana?” Akhirnya Cheonsa memberanikan diri untuk kembali bersuara. Ia berusaha untuk kelihatan sebaik mungkin. Dan berhasil, tentu ia belajar dengan baik hal itu dari Hayeon.




“ Wu Corp.” jawab Kris santai sambil menggerakkan kedua tangan yang bertumpu di atas pangkuannya. Seperti biasa, Kris paling tidak suka seseorang membahas dimana ia bekerja.




Bukan salahnya jika ia tidak senang membahas hal itu. Terlalu banyak alasan hingga ia malas untuk mengingatnya, yang jelas hubungan ia dan ayahnya tidak sebaik yang orang-orang pikirkan. Mereka memang nampak seperti sepasang ayah dan anak yang saling mendukung satu sama lain, tapi itu hanya saat mereka berada di kantor. Kris tahu bagaimana cara untuk bersikap, ia tentu menjaga sikapnya di depan para kolega dan karyawan perusahaan. Namun di luar itu ia tetaplah seorang anak yang menyesali keputusan ayahnya. Ia masih tidak bisa menerima perlakuan buruk yang sering ayahnya lakukan terhadap ibunya ketika mereka masih bersama. Ia tidak bisa melupakan semuanya, seolah semua ingatan itu bagai tato permanen yang akan terus menjadi bagian dalam hidupnya sampai ia mati.





Keheningan dan kecanggungan terasa semakin lekat, begitu Kris membungkam mulutnya. Cheonsa melenguh pelan, mencoba untuk memahami ekspresi kurang baik di wajah Kris. “ Bukankah itu perusahaan milik ayahmu?” kali ini Cheonsa hanya memastikan. Ia bukannya ingin membahas sesuatu yang Kris benci. Biar bagaimanapun ia hanya ingin memastikan kalau Wu Corp itu milik ayah kandung Kris.




“ Itu milik Tuan Wu.”




“ Ya dan Tuan Wu itu ayahmu.” Balas Cheonsa tidak mau kalah, namun rencananya untuk mendebat Kris sirna begitu pria itu menatapnya tajam. Pria itu terlihat benar-benar kesal.




Ia menghembuskan napas panjang. “ Baiklah.” Memang bukan keputusan yang tepat jika ia memilih untuk melanjutkan perbincangan tadi. Ia kembali berpikir hingga ia teringat akan suatu hal.



“ Bagaimana bisa kau tahu alamat rumahku?” tanyanya penuh penasaran.




Matanya menatap Kris penuh tanya dan rasa ingin tahu. Ia menilik sepasang mata yang kini menatapnya dengan santai. Cheonsa ingin tahu namun rupanya Kris tidak ingin wanita itu mengetahuinya dengan mudah. Alih-alih menjawab pertanyaan Cheonsa, ia malah mengeluarkan ponsel hitam miliknya. Ia menekan beberapa pilihan dalam layar hingga tak lama sebuah dering ponsel terdengar. Cheonsa melirik ke belakang, tepatnya pada mantelnya yang telah tergantung di gantungan pakaian. Ia bergerak cepat kemudian mengambil ponselnya.




Tatapannya tertuju lurus pada rangkaian kombinasi angka yang muncul di layar ponselnya kemudian kepalanya menoleh ke arah Kris yang tengah menempelkan ponselnya ke telinga. Mulutnya menganga begitu ia mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Ia beranjak dari tempatnya dan kembali duduk di depan Kris. Ia menatap pria itu dengan curiga.




“ Baekhyun dan Chanyeol.” Ungkap Kris datar. Pria itu kembali menyeruput minumannya sambil mencuri pandangan ke arah Cheonsa yang tengah terdiam dengan wajah bodoh.



“ Kami bersekutu dengan baik.” ucap Kris lagi sambil membalas tatapan kosong Cheonsa.




Di dalam hatinya Cheonsa terus mengutuk perbuatan kedua temannya itu. Bagaimana bisa mereka memberitahu nomor ponsel dan alamat rumahnya pada Kris. Astaga….huft… akhirnya Cheonsa kembali menatap Kris yang tengah menyicipi biskuit cokelat.



“ Oh ya.. apa kau hanya tinggal sendiri?” tanya Kris.



“ Tidak. Biaya sewanya sangat mahal, jadi tidak mungkin aku tinggal sendirian.”



Kris mengangguk, satu pertanyaan dalam benaknya telah terjawab. Namun itu tak lantas membuatnya berpuas hati, karena nyatanya ia masih memiliki beberapa pertanyaan yang terus mengusik batinnya. Ia kembali menatap Cheonsa, bersiap untuk menanyakan pertanyaan selanjutnya.



“ Lalu apa dia seorang wanita atau mungkin…”




“ Menurutmu?” Cheonsa menatap jahil begitu menyadari ke arah mana dugaan Kris bergerak. Ia hanya tersenyum singkat membiarkan pria itu menegang dengan pikiran-pikiran anehnya. Cheonsa nyaris tergelak begitu ekspresi wajah Kris mulai menegang. Pria itu terlihat membulatkan matanya, menatapnya dengan waspada bersamaan dengan mulutnya yang terbuka.




Kris bergerak resah. Ia terus berusaha menolak seluruh pikiran aneh yang berkeliaran di dalam kepalanya. Ia berusaha untuk mengenyahkan bayangan berbahaya yang tercipta berkat imajinasinya yang begitu liar. Ia membayangkan Cheonsa dengan gaun malam yang seksi tengah mengerling pada seorang pria yang mulai tersenyum mesum ke arah wanita itu dan…




“ Tidak.” gumamnya pelan dengan mata terpejam. Kris segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia kembali menggeleng dan terus begitu hingga bayangan itu menghilang. Tidak mungkinkan Cheonsa seperti itu? pikirnya sambil melirik Cheonsa.



“ Dia seorang wanita, oke? Jadi berhenti membayangkan hal aneh seperti itu Kris.”



Pria itu menghela lega begitu pernyataan Cheonsa menghilangkan semua pikiran buruknya. Menetralisir imajinasi liar yang nyaris membuat seukujur tubuhnya gatal. Jujur membayangkan Cheonsa seperti itu bukan sesuatu yang menyenangkan, ia merasa kepalanya ingin pecah.



“ Lalu..bagaimana dengan penampilannya? Maksudku…kau tidak keberatan kan menunjukkan wajahnya padaku? Biar bagaimanapun aku penasaran dengan penampilan seseorang yang bisa berteman denganmu, karena seingatku kau hanya berteman dengan Baekhyun, Chanyeol dan Jaekyung.”




Menangkap rasa ingin tahu yang terpendam dalam mata Kris, Cheonsa pun bangkit dari duduknya. Ia berdiri kemudian menyuruh Kris untuk mengikutinya. Ia membiarkan pria itu berada di belakangnya sambil mengamati tiap sudut dalam rumahnya. Ia pun berhenti di dekat meja televisi dimana disana tedapat beberapa figura.




“ Lihatlah…wanita cantik itu, namanya Himawari. Dialah yang tinggal bersamaku di sini. Kau tahu? Dia itu primadona di kampus saat kami masih sama-sama berkuliah. Aku benar-benar tidak percaya bisa berteman dengan orang sepertinya.” Jelasnya yang membuat Kris mengangguk. Pria itu terus menatap deretan foto dirinya bersama Himawari yang juga terpajang di sana.








“ Ku rasa dia tidak lebih cantik daripada wanita di sebelahnya.” Ujar Kris sebelum berlalu.




Pria itu berlalu begitu saja menuju sofa ruang tengah untuk menyeruput cokelatnya. Cheonsa yang masih berdiri di depan meja televisi hanya bisa mendengus sambil menggelengkan kepalanya. “ Menyebalkan.” Ia pun berlalu sambil mencoba menahan senyumnya. Bagaimana ia tidak tersenyum? Pria itu baru saja memujinya! Ia bukannya ingin terlalu percaya diri, tapi memang begitulah kenyataannya. Hanya ada dua orang wanita dalam foto itu, hanya Himawari dan dirinya.




“ Apa kau sudah memiliki kekasih?” Cheonsa menoleh dan mendapati Kris tengah menatap serius ke sebuah figura di atas meja kecil. Ia berjalan mendekat menuju sofa kemudian menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa.




Ia melipat tangannya sambil tersenyum puas mendapati ekspresi wajah Kris. Ia kembali mengikuti arah pandangan Kris hingga akhirnya pandangan mereka bertemu, bertaut bersamaan dengan rasa ingin tahu yang besar. Cheonsa mengalihkan pandangannya, ia meneliti kuku-kuku jarinya. Ia merasa sedikit tidak kuasa untuk menahan sensasi kuat yang terus menyerangnya sejak tadi. Rasa rindu yang mungkin tak bisa tersampaikan begitu saja, membuatnya sedikit rikuh. Ia ingin bersikap biasa, namun ia tidak bisa saat di satu sisi ia merasakan sesuatu yang tidak biasa. Bertemu dengan cinta lamanya, beradu pandang, melempar kata yang tak seharusnya. Itu sulit untuknya.




“ Hei…”




Ia kembali menatap Kris yang begitu menunggu jawabannya. “ Ehmm…apa aku harus menjawabnya?” ia memandang Kris, mencoba untuk menulusuri isi hati yang tersembunyi dalam diri pria itu. Apa yang sebenarnya ada dalam pikiran pria itu?.




Lagi-lagi Kris terjebak dalam perasaan serta tatapan Cheonsa yang terasa menelanjangi dirinya. Ini tidak adil karena wanita itu mengintimidasinya, berusaha menggali perasaannya, sedangkan ia sama sekali tidak melakukan hal yang sama.




“ Tidak juga.” Ucapnya rikuh. Ia membenci saat ucapannya menghianati perasaannya. Ia benar-benar mengutuk mulutnya karena tidak bisa mengungkapkan keinginannya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? apa ia harus mencoba tidak peduli dan mengatakan semuanya begitu saja? tidak mungkin…ia tidak mungkin membiarkan hatinya kembali terluka. Jauh sebelum memutuskan untuk menemui gadis itu, ia sudah berulang kali meyakinkan dirinya untuk tidak masuk terlalu dalam. Jadi ia terus menahan dirinya, menolak getaran yang membuatnya serba salah.




“ Kalau begitu siapa namanya?” mulutnya kembali bicara, ia kembali bersuara untuk menuntaskan rasa resah dalam hatinya.




“ Siapa yang kau maksud?”



“ Pria di foto itu.”



Cheonsa kembali melihat foto yang dari tadi menyita perhatian Kris. Ia tidak tahu kalau fotonya dengan pria itu benar-benar membuat Kris penasaran.



“ Hiro.”




“ Namanya sama dengan nama anjing tetanggaku.” Kris tidak sungguh-sungguh mengatakan hal itu. karena pada kenyataannya tetangganya tidak memiliki anjing.




Untuk sejenak Cheonsa tersenyum sambil menghela pelan. “ Ku harap kau mengatakan hal itu di depannya langsung dan kemudian ia akan meledakkan kepalamu dengan pistolnya.” Ia tidak bisa menahan kekehan pelannya.



“ Aku tidak takut.”




“ Yah…aku percaya. Aku hanya ingin memberitahumu kalau dia seorang anggota militer Jepang.” Senyumnya semakin lebar begitu Kris terdiam seolah terhipnotis dan kehilangan kesadarannya.





Ia meninggalkan Kris yang masih terkejut dengan wajah bodohnya, matanya melirik jam dinding yang melekat di tembok rumahnya. “ Kalau kau mau, kau bisa menemuinya sebentar lagi.” Ia menemukan wajah tercekat Kris.




“ Yah…biasanya dia akan datang jam tujuh nanti.”



Kris terlihat panik ia langsung melirik jam tangannya dan mendengus kasar begitu tahu ia hanya memiliki waktu tigapuluh menit untuk berada di situ. Ia tidak mungkin tetap di sana dan melihat betapa mesranya Cheonsa dengan pacarnya yang namanya sama dengan ….sama dengan salah satu aggota militer Jepang.




“ Kau mau menunggunya?” tanya Cheonsa.



“ Lain kali saja. Lagipula aku masih memiliki tumpukan berkas yang belum ku kerjakan.” Kris bangkit dari duduknya.




Ia merapikan pakaiannya yang sedikit kusut kemudian berbalik menatap Cheonsa yang telah berdiri di samping pintu. Hah…sepertinya wanita itu benar-benar ingin ia cepat keluar dari sini. Ia pun berjalan ke arah pintu tanpa mengucapkan apapun.



Langkahnya terhenti begitu desiran lembut membelai hati yang belakangan ini beku. Tarikan napasnya menjadi dua kali lebih panjang ketika sensasi itu kembali membuat sel di sekujur tubuhnya menggila. Kris berusaha untuk mengendalikan dirinya, menahan semua rasa yang hampir meruntuhkan pertahanannya.



“ Makan malam bersamaku besok.” Ucapnya datar. Ia mencoba untuk tak bereaksi berlebihan, ia mencoba untuk menampakkan sisi kuatnya ketika sepasang mata itu masih menyorotnya.




“ Aku tidak bisa.” Tolak Cheonsa.




Kris berdehem pelan. “ Aku tidak peduli kau bisa atau tidak, aku akan menjemputmu besok. Jadi…bersiaplah!” Kris tak menanggapi penolakan Cheonsa yang masih terdengar hingga ia selesai memakai kedua sepatunya.




“ Aku tetap tidak mau! Jadi jangan datang kemari besok!” peringat Cheonsa yang sedang melipat tangan di depan dada.




Ia kembali mengabaikan perangai Cheonsa yang membuat ingatan masa lalu kembali. Bukan sesuatu yang buruk memang mengingat itu semua, bukan sebuah kesalahan juga jika ia terbawa cerita masa lalu. Tapi bukan salahnya juga kalau ia mencegah hal itu terjadi. Ia hanya mencoba untuk bersikap realistis, ia hanya berjaga-jaga, ia tidak ingin kembali kecewa. Ia tidak ingin kembali menjadi Kris muda yang berharap jika suatu saat nanti bisa bahagia bersama Cheonsa, kini ia hanya pria dewasa yang mencoba untuk hidup apa adanya, ia tidak ingin menyakiti dirinya sendiri. Ia belum siap untuk itu.





“ Jangan terlalu sering membawa pria masuk ke dalam rumah. Entah itu Hiro, Takashi, Sasuke, Naruto, siapapun itu.” ucapnya kemudian berbalik memunggungi Cheonsa. Tangannya bergerak menyentuh knop pintu.





“ Kalau begitu kau juga tidak boleh datang ke sini besok. Kau masih seorang pria, kan?” ujar Cheonsa dingin. Wanita itu nampak menekan emosinya. Ia terus menggigit bibir bawahnya begitu gejolak aneh dalam hatinya mengusik akal sehatnya.




Cheonsa berharap Kris akan berbalik dan menatapnya. Mengucapkan sesuatu untuk mendebatnya, setidaknya ia ingin mendengar pria itu bicara. Namun kali ini Kris tak berbalik padanya, kali ini Kris memutuskan untuk pergi begitu saja.



“ Aku pergi.”




Satu hal yang Cheonsa ketahui setelah pintu itu tertutup kembali, ia masih menyimpan perasaan itu dengan baik. Namun sayangnya ia tetap Jung Cheonsa yang tidak mau mengakui perasaannya. Ia masih tetap seseorang yang menganggap bahwa cinta membuatnya lemah.







*****







Cheonsa baru saja keluar dari kamarnya setelah selama seharian menikmati waktu santainya di dalam sana. Hari ini akhir pekan, jadi tidak ada salahnya bukan kalau ia menggunakan waktunya untuk sekedar bermalas-malasan setelah lima hari berturut-turut terus disibukkan dengan pekerjaannya.




Ia berjalan menuju ruang tengah sambil meregangkan tangannya ke atas. “ Hima…”panggilnya begitu tidak menemukan sosok Himawari dalam jangkuannya. Ia hanya mengangkat bahunya kemudian berjalan menuju dapur, namun baru sampai di depan dapur tubuhnya berjengit pelan. Matanya melotot lebar dengan mulut yang menganga. Ia tidak salah lihatkan? Kris sedang duduk di meja makannya.




Ia melirik ke berbagai arah, memastikan kalau ia benar-benar tidak bermimpi dan sayangnya ia memang sedang tidak bermimpi. Mulutnya terbuka begitu saja seiring dengan jarinya yang menunjuk sosok Kris.




“ Hei…akhirnya kau keluar juga. Aku baru saja ingin memanggilmu.” Cheonsa menoleh ke asal suara di belakangnya. Itu Himawari yang baru saja keluar dari kamar mandi di dekat dapur.




Wanita berdarah Jepang itu terlihat santai melewati Cheonsa yang masih mematung dan terus menatapnya dengan kesal. Ia memasuki dapur kemudian mematikan kompor yang masih menyala. Tangannya bergerak cekatan menuangkan air panas yang baru saja mendidih ke dalam sebuah cangkir berisikan bubuk cokelat di dalamnya.




Sementara Himawari masih sibuk dengan kegiatan mengaduknya, Cheonsa terus mendengus-denguskan napasnya kemudian berjalan mendekati Himawari. “ Kenapa kau membiarkan dia masuk? Kita kan sudah sepakat untuk tidak membawa pria manapun ke dalam rumah ini! Entah itu Hiro kekasihmu atau pria manapun! Tapi…kenapa kau malah membiarkan dia masuk?” protes Cheonsa. Ia masih tidak terima dengan pelanggaran yang dilakukan oleh temannya itu, padahal mereka baru membuat perjanjian itu kemarin malam.




Seperti sebelumnya, Himawari tetap tenang. Ia sama sekali tidak tertekan dengan suara bawel Cheonsa yang terus terdengar selagi ia meletakkan cangkir cokelat  hangat di atas meja makan.



Selagi Cheonsa mengomel, Kris terus memerhatikan wajah kesal dan rengutan wanita itu. Ia masih kelihatan kekanakan saat marah, bahkan ia menghentak-hentakkan kakinya ke lantai begitu Himawari terus mengabaikannya.




“ Hima!”




Akhirnya Himawaripun berhenti, lama-lama ia juga lelah mendengar ocehan Cheonsa yang membuat telinganya panas. Ia berbalik menatap temannya yang tengah merengut sebal sambil melipat tangan di depan dada.





“ Tadinya aku juga tidak ingin membuka pintunya. Tapi saat dia menyebutkan namanya, aku langsung menyuruhnya masuk. Dia Kris kan? Bukankah dia pria yang ka-mmpphh..” belum tuntas penjelasannya, Himawari harus terima jika Cheonsa membekap mulutnya dan menariknya masuk ke dalam kamar.




Tak lama setelah itu Cheonsa kembali menemui Kris yang masih setia menunggunya di kursi meja makan. Pria itu sedang menikmati minumannya dan hanya menanggapi tatapan tajam Cheonsa dengan santai.




“ Apa yang terjadi? kau membunuhnya?” tanya Kris.




Cheonsa mendecakkan lidahnya kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. “ Apa maumu?” ia sama sekali tidak menatap Kris.





“ Menjemputmu.” Lagi-lagi ia mendengus kesal setelah beberapa detik yang lalu baru saja melakukannya. Ia menatap Kris lekat-lekat, mencoba untuk memberi peringatan pada pria yang bahkan tidak terpengaruh oleh tatapan tajamnya.





“ Ganti bajumu!.” Perintah Kris yang masih menatapnya. Cheonsa tak lantas bergerak untuk masuk ke dalam ke kamarnya. Ia tetap berdiri di tempatnya sambil melipat kedua tangannya dengan bosan.




“ Ganti atau aku akan menyuruh Himawari memaksamu!.” Cheonsa menganga lebar begitu mendengar gertakan Kris. Ia benar-benar kehabisan akal untuk mendebat pria itu. “ Apa yang Himawari katakan sebelum aku datang?” tanyanya menuntut.




Kris mengubah posisi duduknya yang terasa kurang nyaman, ia pun kembali menatap Cheonsa yang masih menuntut sebuah jawaban dari mulutnya. Ia menghembuskan napasnya pelan. “ Menurutmu dia mengatakan sesuatu yang penting? Sekalipun iya aku juga tidak akan mengerti apa yang dia katakan. Aku tidak bisa berbahasa Jepang dan kemampuan bahasa inggris Himawari juga tidak baik, jadi apa yang kau harapkan? Sekarang cepat ganti bajumu!”tutur Kris cepat. Pria itu kembali menyeruput minumannya sementara Cheonsa mematung dengan pikiran kosong.




Kris tidak bisa bahasa jepang!! Harusnya ia tidak perlu khawatir Himawari akan mengatakan sesuatu yang aneh pada pria itu! Dan seharusnya ia tidak perlu membekap mulut Himawari tadi! Astaga…. Ia menegakkan kepalanya sebelum akhirnya berjalan menuju kamarnya. Ia merasa benar-benar bodoh sekarang.





*****  






Sebenarnya ia tidak pernah berencana untuk pergi makan malam bersama Kris, ia bahkan berencana untuk terus berada di dalam rumah daripada berkeliaran di tengah angin musim dingin yang membuat tubuhnya menggigil. Ia tidak ingin melakukan apapun di luar rumah, apapun itu terlebih bersama Kris.




Namun sebuah kebohongan besar jika ia mengatakan, ia tidak menikmati kebersamaan yang tengah dilewatinya. Berjalan menyusuri jalan pedestrian dengan  berdampingan, merasakan kehadiran satu sama lain hingga dinginnya angin tak lagi masalah karena ia merasa hangat saat ini. Tapi Cheonsa memilih untuk tidak menggantungkan impian indahnya. Ia hanya membuka matanya lebar-lebar jika jauh di luar sana, Kris bisa mendapatkan wanita yang lebih baik darinya. Ia hanya mencoba untuk berpikir bahwa tidak ada yang abadi di muka bumi ini, termasuk hati manusia. Ia tidak yakin jika Kris masih menyimpan perasaan untuknya sebagaimana ia menyimpannya selama tiga tahun ini. Terlebih ia masih mengingat bagaimana sikapnya dulu pada pria itu. Semuanya jauh dari kata baik.





“ Kau ingin makan di sini?” Cheonsa terperangah begitu sampai di sebuah restoran bintang tiga di depannya. Selama ia hidup di Jepang ia tidak pernah datang ke restoran semacam itu karena harga makanan di sana sepuluh kali lipat lebih mahal daripada restoran biasa.




Ia menoleh pada Kris yang hanya membalas pertanyaannya dengan sebuah anggukan yakin. “ Makan di sini sangat mahal, kalau kau tetap ingin masuk makan di tempat ini, kau harus membayar makananku juga, mengerti?”




“ Apa kau perlu bicara seperti itu? aku yang mengajakmu ke sini! Kau benar-benar meremehkan kemampuan ekonomiku.”




Setelah perdebatan kecil di pintu masuk, mereka berduapun memutuskan untuk segera masuk ke dalam sebelum petugas keamanan di depan pintu menyeret mereka keluar. Sesampainya di dalam, suasana tradisional menyambut mereka. Ornamen-ornamen tradisional terlihat menghiasi tempat itu. Beberapa orang pelayan wanita berbaju geisha menghampiri mereka dan memandu mereka menuju sebuah ruangan khusus.





Pelayan itu membungkuk hormat sebelum akhirnya beranjak meninggalkan Kris dan Cheonsa yang masih terdiam di depan pintu dorong khas jepang. Tak lama setelah itu Kris pun mendorong pintu itu lalu masuk ke dalamnya yang kemudian diikuti oleh Cheonsa yang masih terlihat bingung dan takjub. 




“ Ayo.” Kris menatap ke belakang, menoleh ke arah Cheonsa. Memandu wanita itu agar terus mengikutinya.





Mereka menjelajahi ruangan besar itu lebih dalam sebelum akhirnya sebuah meja makan yang sudah lengkap dengan makanan serta lilin-lilin di atasnya terlihat. Beberapa orang pelayan pria dan wanita membungkukkan tubuhnya begitu melihat Kris. Setelah pria itu tersenyum singkat, kini gilirannya membungkukkan tubuhnya pada seorang pria tua yang sudah duduk di meja makan itu selama beberapa menit.





“ Kau gila? Kau menyewa ruangan khusus seperti ini hanya untuk…..” Cheonsa menggantungkan kalimatnya begitu matanya menangkap sosok tak asing di meja makan sana. Ia baru saja menghampiri Kris setelah sebelumnya sibuk mengagumi interior ruangan tempatnya berada. Ia baru saja ingin mengajukan protes pada Kris, tapi semua kalimatnya seakan tertelan kembali sebelum ia bisa menuntaskannya.





Rasa perih yang coba ia lupakan selama tiga tahun ini. Rasa kecewa yang selama ini ia pendam dengan kebahagiaan semunya, kini kembali muncul dengan mudahnya seolah semua usahanya selama ini hanya sebuah lelucon yang bahkan tidak lucu. Gejolak panas yang menghantam dadanya membuat genangan air di matanya melonjak hingga ia tidak bisa menjamin mampu menahannya.





Bibirnya gemetar seolah luka itu terkorek lebih dalam. Semua kata-katanya menghilang hingga ia hanya bisa diam sambil menatap nanar pria tua yang sedang menatapnya dengan penuh kerinduan. Ia menundukkan kepalanya, menghindari kontak mata dengan pria tua yang tak lain adalah ayahnya. Pria yang ia cintai, pria yang ia rindukan, pria yang telah membuangnya.





“ Cheonsa…kau datang.” ucap Tuan Jung dengan senyum lembutnya. Selama tiga tahun ia merindukan putri kecilnya, selama itu ia menyesali keputusannya dan selama itu pula ia menerima hukumannya. Ia kehilangan permata hatinya, kehilangan mataharinya,  dan ia hanya sendiri meski banyak orang yang berdiri di sekelilingnya.




Tuan Jung merasa hidupnya hampa begitu sebagian besar dunianya hilang. Ia menyayangi putrinya lebih besar daripada ia menyayangi dirinya sendiri. Seharusnya ia tidak pernah membiarkan putrinya pergi, harusnya ia tahu kalau hidupnya akan kosong seolah tidak berarti. Sekarang ia merasa sangat bahagia bisa melihat putrinya telah tumbuh menjadi seorang wanita hebat yang mandiri. Ia merasa napasnya jauh lebih teratur saat wajah cantik putrinya kini terlihat secara langsung.





“ Kau membohongiku…” desis Cheonsa tajam. Ia menatap Kris dengan penuh kebencian seolah pria itu telah melakukan kesalahan besar yang tak termaafkan. Yah…pertemuan itu memang merupakan momen paling mengharukan jika saja Cheonsa mau melapangkan hatinya. Yah…jika saja ia bisa berbesar hati untuk memaafkan ayahnya, tapi sayang hatinya tak sebesar itu. Ia hanya manusia biasa. 



“ Tetaplah di sini.” Ucap Kris.




Cheonsa menahan airmatanya yang mulai meleleh, untuk saat ini ia tidak akan membiarkan setetespun keluar. “ Terimakasih untuk makan malamnya Tuan Wu. Aku pergi.” ia berbalik namun Kris menangkap lengannya dengan cepar. Pria itu menariknya secara paksa. “ Lepaskan! Aku sudah kenyang!” Cheonsa meronta hingga akhirnya Kris melepasnya, membiarkan dirinya pergi.




Wanita itu berlari meninggalkan ruangan itu. Ia terus berlari tanpa melihat ke belakang, tak peduli jika di tempat lain Kris sedang membungkuk lama dengan segala penyesalannya. “ Maafkan aku ahjushi.” Ucap Kris tanpa berani menatap langsung Tuan Jung yang terlihat kecewa dan sedih.





“ Kau sudah melakukan yang terbaik Kris, terimakasih.” Balas Tuan Jung. Meski pahit, ia mencoba untuk tidak menunjukkannya. Ia sudah terlalu merepotkan Kris. Ia sudah meminta banyak bantuan pada pemuda itu dan kini ia tidak ingin membuatnya merasa bersalah.





“ Aku akan mengejarnya, permisi.” Kris membungkuk singkat sebelum akhirnya keluar dari tempat itu dengan cepat.





Sama seperti Tuan Jung yang merasa kecewa, ia pun begitu. Ia merasa bertanggung jawab atas semua ini, ia sudah berjanji untuk membawa Cheonsa pada Tuan Jung. Ia sudah berjanji akan membiarkan pria itu memeluk putrinya, tapi ia gagal.





Ia terus berlari hingga akhirnya menemukan seorang wanita berpakaian sama dengan Cheonsa. Tanpa ragu ia langsung menarik wanita itu. Memaksa wanita itu untuk berbalik menghadapnya. Wanita itu bukan hanya berpakaian sama dengan Cheonsa, tapi wanita itu memang benar-benar Cheonsa. Dia Jung Cheonsa, tapi dia bukan Jung Cheonsa yang tadi datang bersamanya. Dia Jung Cheonsa yang kini sedang menangisi hidupnya. 




Napasnya berhembus kacau begitu wanita itu berbalik dengan wajah tidak suka. “ Kenapa pergi begitu saja? Apa kau tidak ingin melihatnya? Apa kau tidak ingin memeluknya?” Kris terdengar hati-hati. Ia paham betul jika saat ini ia tidak bisa berbicara terlalu keras pada wanita itu. Ia paham jika Cheonsa tak bisa menerima semuanya begitu saja.




“ Tidak. Sekarang lepaskan aku!” balas Cheonsa lemah. Ia benar-benar kehilangan gairah untuk bertengkar, ia sedang tidak ingin mendebat pria itu. Ia hanya ingin pulang dan menangis di dalam kamarnya.




Cheonsa masih berusaha melepaskan diri namun Kris malah mempererat cengkramannya. Ia menghembuskan napasnya dengan lelah. Ia sadar bahwa penolakannya hanya tindakan sia-sia. “ Kenapa kau melakukan semua ini?” ia menatap Kris dengan sejuta rasa sakit yang semakin menyiksa jiwanya.




“ Karena kau membutuhkannya, kau merindukannya.” Jawab Kris.




“ Aku tidak Kris, jadi sekarang lepaskan!” Cheonsa menarik lengannya, mencoba meloloskan dirinya. Namun kekuatan Kris tidak sebanding dengannnya, pria itu lebih kuat darinya. Ia hanya wanita lemah yang kini semakin lemah dengan hatinya yang terluka.





Ia menggeram. Ia tidak bisa bersabar lagi, ia tidak bisa mentolerir perlakuan Kris. Sekalipun yang Kris lakukan itu untuk kebaikannya, sekalipun ia memang membutuhkannya, ia tidak mau menerimanya. Ia hanya ingin hidup selayaknya tiga tahun ini. Tanpa luka walau sangat hampa.





“ Kenapa kau terus mencampuri urusanku? Bukankah kau bilang aku boleh menjalani hidupku bagaimanapun itu? Bukankah kau menyuruhku untuk pergi kemanapun yang aku mau? Tapi kenapa sekarang kau muncul dan berusaha untuk membawaku pulang? Kenapa? Sekalipun kau memang peduli seharusnya kau pura-pura tidak peduli dan teruslah jalani kehidupanmu!” racau Cheonsa dengan kacau .





Akhirnya pertahanan itu runtuh, dinding kuat yang ia bangun hancur begitu saja. Airmatanya mengalir deras hingga sekujur tubuhnya lemas. Walau begitu ia terus meronta seolah ia mampu menandingi kekuatan Kris.




“ Cobalah untuk mengerti Kris…aku tidak bisa kembali ke sana. Aku tidak bisa menemuinya.” Cheonsa terus berucap sambil menggelengkan kepalanya dengan miris. Ia terus berusaha untuk membuat Kris mengerti, ia mencoba untuk membuat Kris melepasnya.





“ Aku melakukannya karena aku mengerti, aku mengerti apa yang kau rasakan. Kau merindukannya sebesar ia merindukanmu.” Cheonsa menelan pilunya, ia tidak bisa membantah pernyataan Kris. Pria itu memang benar.




Tatapan Kris belum juga beralih dari sepasang mata yang dipenuhi dengan luka di dalamnya. Ia bisa mengerti dan memahami sedalam apa luka yang dimiliki Cheonsa. Walau sulit, ia harus mengakui bahwa luka itu terlalu dalam untuk Cheonsa tanggung seorang diri.





“ Kalau begitu kau tidak mengerti. Kau akan melepasku dan membiarkanku pergi kalau kau memang mengerti.” Tukas Cheonsa pelan.





Krispun melepaskan cengkramannya. Ia melepaskan Cheonsa dan membiarkan wanita itu mendapatkan apa yang ia inginkan.




“ Apa sekarang kau puas? Kau ingin pergi? Meninggalkannya sendiri seolah ingin menghukumnya seumur hidup?” kali ini Kris tak lagi bersabar. Ia menatap tajam Cheonsa yang juga menatapnya dengan cara yang sama.




“ Anggaplah seperti itu. Anggaplah aku anak kurang ajar atau apapun yang kau suka. Menurutmu apa yang ku lakukan selalu salah, bukan? Dan sekarang anggaplah begitu.  Aku pergi.” Cheonsa berbalik, ia kembali menatap jauh jalan pulangnya tanpa menghiraukan seorang pria yang masih setia berdiri di belakang sana.





“ Pergilah! Pergi seperti yang biasa kau lakukan! Hukumlah dia selama yang kau inginkan! Kau bukan anak kurang ajar, kau hanya gadis kecil menyedihkan yang membiarkan ayahnya sendirian! Kau tahu? Semenjak dua tahun yang lalu ayahmu hidup sendiri, ia hanya hidup bersama para pelayannya! Ia sudah bercerai dengan Lee Mija! Selama itu dia hanya sendiri, tidak ada yang peduli padanya, dia sakit dan mencoba kembali sehat untuk menemui putrinya yang bahkan tidak mau menemuinya. Ironis sekali, bukan?.” Papar Kris dengan berapi-api.





Cheonsa merasa hatinya semakin sakit. Ia merasa semakin buruk, ia merasa semakin tidak berguna. Tapi ia tidak bisa berbalik dan menemui ayahnya. Kris benar, dia memang menyedihkan.




“ Hiduplah dengan baik Jung Cheonsa.” ucap Kris tertahan. Akhirnya ia pun melangkah, ia menapaki jalannya sendiri. Sama seperti Cheonsa yang memutuskan untuk terus melangkah, mencoba untuk mengabaikan pengaruh satu sama lain. Ia pun begitu, ia pun bergerak mundur secara perlahan. Sudah waktunya ia menentukan jalannya dan jalannya bukanlah jalan yang Cheonsa lalui. Ia memilih untuk berjalan di jalan yang berbeda, meski hatinya tidak ingin demikian.









TBC




BBBAAMMM!!! Huft….gimana? udh pada kesel? Udh pada siap ngubur Cheonsa? oke….untuk kesekian kalinya Cheonsa bikin ulah dan pastinya bikin semuanya berantakan. Aku juga baru engeh klo karakter Cheonsa itu ngeselin bgt. Tpi gimana yah? Aku tuh pengen bikin ff ini sesuai keinginan aku, mulai dari karakternya, plotnya, semuanya deh… Intinya nobody’s perfect, okay?

Baiklah….sampai ketemu di chapter 7, the final chapter!!!*Horayyy!!!* walau gak rela buat nge-updatenya, tpi aku bakal update minggu depan. jadi tungguin yah….*kedipin readers*. Don’t miss it!!!! Bye…..


See You,

GSB & Chanyeol



Comments

  1. ironis memang tapi inilah hidup yang harus cheonsa hadapin mengingat dulu bagaimana dia dibuang dengan mudah. nextnya ditunggu yah thor dan semoga happy ending deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya gitu deh...cheonsa kn cma manusia biasa...
      ckckck....okelah...see you di next chapt deh.
      ^^0^^

      Delete
  2. Okay part ini suskes bikin mataku berkaca-kaca. Awalnya sempat senyum sendiri ketika Kris sekian lama muncul di apartemen Cheonsa. Tapi pas mau akhir-akhir terasa miris banget dimana nyeseknya Cheonsa bertemu ayahnya. Tapi wajar Cheonsa merasa sakit hati dengan sikap dan perlakuan ayahnya yg tidak adil tapi tetap saja sebenci-bencinya Cheonsa, dia tetap ayahnya.

    Next chapter selalu ditunggu. Hwaiting

    ReplyDelete
    Replies
    1. yapphh...bener!! sebenci apapun cheonsa sama ayahnya,
      he's still her dad, right?
      tpi yah...klo kita ada di posisi cheonsa, mgkin kita bakal lbh ngerti perasaannya si stone head itu (cheonsa)

      Delete
  3. Oke thor bikin sedih nihh...:(
    Ironis banget
    Miris liat cheonsa yang sakit hati dengan kelakuan ayahnya dulu :')

    Ditungg next chapnya thor^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. jgn sedih dong...
      tetap tersenyum sobat *abaikan*
      oke...wait for next chapt yah....^^

      Delete
  4. Aku suka thorrr. Walaupun bikin mellow tapi keren, aku belom pernah liat cerita yang begini. Two thumbs up. Nexttt thor!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe...makasih...
      two thumbs up juga buat kamu^^

      Delete
  5. Mian author bru koment di chapter 6 ini
    Entah kenapa ceritanya mirip kehidupanku yg skrg . Tpi untuk ff sglnya bsa di atur oleh author. :( wait for the last chap

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gpp kok...
      eh tpi bnr critanya mirip sama hidup kmu?
      y ampun...ga tau deh tpi aku speechless.
      btw makasih yah komennya...

      Delete
  6. aku suka part ini...interaksi cheonsa sama kris kembali seperti awal...lebih santai dari sebelum cheonsa k jepang. Tapi kris lucu jg reaksinya waktu dibohongin sama cheonsa..hehe..^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. bakal lbih lucu lgi klo kmu bisa ngebayangin muka anehnya kris pas dibohongin ama cheonsa, soalnya pas ngetik aku ngebayangin gitu...

      Delete

Post a Comment

Popular Posts