Flavor (2 of 2)



Hyo Jin mengerjap. Matanya yang belum fokus itu menoleh ke kanan kiri dengan bingung. Ia bangkit dari posisi tidurnya dan mengernyit begitu melihat selimut miliknya sendiri. Astaga! Ini kamar L.Joe kan? kenapa selimutku sampai ada disini? Ya Tuhan, apa yang terjadi semalam? Hyo Jin terbelalak dan segera mengecek bajunya. Hyo Jin makin meringis. Walau gaunnya masih lengkap, tetap saja itu terlalu terbuka. Apa saja yang sudah ia lihat? astaga astaga astaga~ 


Hyo Jin menoleh sekali lagi ke sisi tempat tidur untuk memastikan L.Joe tak ada disana. Rasanya ia ingin menangis. Harga dirinya seolah jatuh ke inti bumi. Dengan cepat Hyo Jin melilit tubuhnya dengan selimut lalu keluar pelan-pelan dari kamar itu. Dalam hati Hyo Jin terus berharap agar tak bertemu L.Joe di luar. Namun, saat pintunya terbuka, L.Joe yang sedang tertidur di sofa justru malah menjadi hal pertama yang terlihat. Hyo Jin langsung menahan napas, takut pria itu terbangun.


Tapi sayang, aksi menahan napas Hyo Jin tak bisa membuat L.Joe tetap tidur. Karena nyatanya, saat pintu kamarnya terbuka, mata L.Joe pun langsung ikut terbuka. Keduanya bertemu pandang dan saling memalingkan wajah dengan cepat. Terutama L.Joe, bayangan Hyo Jin yang menekan bibirnya dengan kuat berkelebat membuat tubuhnya tegang.


“ah uh… itu! kenapa aku bisa berada di kamarmu?” Hyo Jin mencoba menaikkan nada bicaranya.
“kau tidak ingat?”
“dan kenapa di tanganku ada perban?”
“kau memecahkan vas semalam. Kau tak ingat?” Hyo Jin menggeleng.
“jadi kau juga tak ingat kalau kau semalam…….”
“aku semalam……” ulang Hyo Jin, berharap bisa mendengar lanjutan kalimat L.Joe secepat mungkin. Ayolah…. Jangan buat aku penasaran. Aku semalam…… apa?


“tidak apa-apa” dan pada akhirnya L.Joe lebih memilih menyimpan itu menjadi rahasia pribadinya. Hyo Jin mendecak, lalu segera masuk ke kamarnya. Sebenarnya gadis itu tidak percaya saat L.Joe bilang ‘tidak apa-apa’, tapi terserahlah! Toh ia memang sama sekali tak ingin mengingatnya.


Namun Tuhan berkehendak lain, saat kembali ke kamarnya, tiba-tiba ingatan semalam berkelebat satu persatu, termasuk ingatan yang L.Joe maksud. Hyo Jin membutuhkan beberapa saat untuk syok sebelum…... HYAAAAAAAA! EOTTEEEEE?? EOMOMEOMOEMO! teriakan brutal pun terdengar sangat keras sampai ke semua tetangga.



**********




Satu minggu sejak kejadian itu, mereka tak lagi terlibat komunikasi dan bertingkah seperti orang yang tak saling mengenal. L.Joe keluar apartemen lebih awal dari biasa, dan tak keluar kamar lagi setelah pulang. Mereka menjalani kehidupan seperti itu selama seminggu penuh hingga kejanggalan terjadi pada suatu pagi.


Biasanya, saat L.Joe pulang, sarapan yang ia siapkan untuk Hyo Jin di meja makan sudah tak ada. Tapi sekarang, makanan itu justru terlihat belum tersentuh. L.Joe menimbang selama beberapa saat, antara membuangnya saja atau menanyakan gadis itu kenapa tak mau memakannya. Dan pertimbangan itu pun dimenangkan oleh pilihan kedua.


Ia berjalan ragu menuju kamar Hyo Jin dan mengetuk pintunya sambil menahan napas. L.Joe merasa harga dirinya jatuh saat kepalan tangannya mengenai permukaan pintu kamar Hyo Jin. Tapi…. Apa boleh buat? Sejujurnya, ia merasa khawatir. Apa gadis itu baik-baik saja?


“Hyo Jin! Buka pintunya. Beraninya kau mengabaikan masakanku” ia sudah lima menit penuh berdiri disitu dan mengetuk pintu kamarnya. Persetan dengan harga diri, kali ini L.Joe benar-benar khawatir. Tidak ada respon sama sekali dari dalam kamar. L.Joe mulai tidak sabar, ia pun berancang-ancang mendobraknya sebelum…..


Ceklek


“apa maumu?” tanya Hyo Jin dingin. Ia terlihat sangat pucat, matanya sembap dan penampilannya sungguh berantakan. Nada bicaranya barusan berbanding lurus dengan keadaannya yang kacau.


“kenapa kau tidak makan?”
“kenapa kau peduli?”
“karena kau tidak menghargai masakanku” Hyo Jin tersenyum sinis seolah sedang mengejek, lalu hendak menutup pintu kamarnya lagi. Namun dengan cekatan L.Joe menahan pintu itu dan segera masuk ke dalamnya.


“sebenarnya kau mau apa huh?” teriak Hyo Jin marah.
“sebenarnya kau kenapa sih?”
“bukan urusanmu”
“kita tinggal bersama. Sudah pasti itu menjadi urusanku. Jika kau tidak mau makan, lalu sakit, nanti aku juga kan yang repot?”


“aku janji jika aku sakit atau mati sekalipun aku tak akan meminta bantuanmu”
“tck… sebenarnya ada apa? aku tahu ini semua karena Nathan sial itu. Tapi kenapa? Apa yang sudah dia lakukan?”


“L.Joe, aku menghargai perhatianmu tapi tolong keluarlah. Aku butuh waktu sendiri”
“kau sudah sendirian sejak pagi. Sekarang izinkan aku berada disini dan mengawasimu”
“untuk apa?”
“aku takut. Aku takut kau berbuat yang aneh-aneh” L.Joe tanpa sengaja melirik pintu kamar mandi yang terbuka. Seketika tatapan matanya berubah tajam. Kaki namja itu melangkah cepat kesana, Hyo Jin mencoba menahannya.


“untuk apa kau membawa cutter ke kamar mandi?” tanya L.Joe sambil memungut cutter yang tergeletak mengerikan di lantainya. Ia menatap Hyo Jin menuntut penjelasan. Tapi yang ditatap malah menunduk. L.Joe mematikan keran air yang memenuhi bathup, airnya bahkan sudah mengalir keluar karena terlalu penuh. Tapi sepertinya Hyo Jin sengaja. Sebenarnya apa yang ingin ia lakukan?


“Aww” Namja itu sudah menduga. Ia menarik pergelangan tangan Hyo Jin dan luka goresan memenuhi lengannya.


“neo micheosseo? Kenapa kau melukai dirimu sendiri hanya karena lelaki konyol itu? dasar bodoh!”
“dan kenapa kau memedulikan gadis bodoh sepertiku huh?” Hyo Jin menarik lengannya.
“jangan membalik pertanyaanku! Tentu saja aku peduli”
“tapi kenapa? Kenapa kau harus peduli padaku?”
L.Joe tak mampu menjawab, “mollayo” katanya gusar.
“kalau kau tak tahu kenapa kau masih ada disini? CEPAT KELUAR DARI KAMARKU”
“aku tidak akan keluar sampai kau mengatakan apa yang sebenarnya……….”
“NATHAN MENGAKHIRI HUBUNGANNYA DENGANKU DI DEPAN LAPANGAN SAMBIL BILANG KAU GADIS ASIA TOLOL. PUAS?”


“a..apa?” L.Joe merasa seperti ikut dihina.
“DIA MEMPERMALUKANKU DI DEPAN SEMUA ORANG. DIA MEMBUATKU MENANGIS. DIA MENGINJAK HARGA DIRIKU. DIA TAK BENAR-BENAR MENCINTAIKU. DIA MANUSIA PALING BRENGSEK DI ATAS BUMI”


“tapi itu bukan alasan untuk melukai dirimu sendiri, Hyo Jin~aa”
“LALU APA ALASAN YANG MENURUTMU TEPAT HAH? AKU TAK KUAT. PERASAANKU SAKIT. SAKIT SEKALI. AKU TAK INGIN MELAKUKAN APAPUN LAGI SELAIN BUNUH DIRI”


Hyo Jin tiba-tiba saja berbalik dan hendak berlari keluar. L.Joe segera menahan tangannya. Ia mendorong gadis itu ke ranjang dan berteriak. “HENTIKAN. BUNUH DIRI BUKAN JALAN KELUARNYA. HANYA PENGECUT YANG BUNUH DIRI”


“KALAU BEGITU SEBUT SAJA AKU PENGEC…. Hmmph”


Hyo Jin benar-benar tak bisa mengunci mulutnya dan terus berteriak. L.Joe yang hilang kesabaran langsung menarik tangan gadis itu dan membekap mulutnya dengan bibirnya. Hyo Jin terkejut, jantungnya sesaat berhenti. Matanya melebar dan konsentrasinya buyar. Satu yang bisa ia lihat sekarang hanyalah wajah L.Joe yang menempel padanya. Hyo Jin memejamkan mata, membuat air yang tertahan disana mau tak mau terjatuh. Ia tak tahu perasaan jenis apa ini. Tapi rasa itu justru membuatnya merasa lebih tenang. Hyo Jin meletakkan sebelah tangannya di punggung L.Joe. Oh.. terkutuklah dia karena tidak mendorong pria itu dan malah menikmati setiap pergerakan bibir itu di bibirnya. Waktu seolah melambat, Hyo Jin bisa mendengar suara jarum jam yang berdetak pelan. Sambil melumat bibirnya, L.Joe menyatukan telapak tangannya yang basah dengan telapak tangan Hyo Jin lalu menggenggamnya erat-erat. Lantas menurunkan ciumannya ke pipi dan beralih ke leher Hyo Jin. Tangan gadis itu langsung bergerak ke pundak L.Joe dan meremas rambut di atas tengkuknya. Hyo Jin menggigit bibir. Ini sudah terlalu jauh. Tapi ia tak mau berhenti. Ya Tuhan!


“kau sudah gila ya?” Hyo Jin menatap L.Joe saat pria itu mengambil jeda untuk bernapas. Hyo Jin terlihat luar biasa syok. Sementara yang ditatap malah terlihat tenang dan menatap lekat matanya bergetar.


“memang” jawab L.Joe pendek, lalu kembali mencium bibirnya.


Keduanya larut dalam suasana hingga bermenit-menit ke depan. Sebelum akhirnya L.Joe benar-benar kembali pada akal sehatnya dan langsung melepaskan diri. Mereka berdua sama-sama terdiam, sama-sama terkejut, sama-sama tak tahu harus berkata apa. Sampai L.Joe dengan gerakan yang sangat canggung berbalik badan dan berjalan kaku menuju pintu.


“k..kau? makanannya mau kubawa kesini?” Hyo Jin menggeleng. Dan tanpa berniat merayu gadis itu untuk makan, L.Joe segera menutup pintunya. Ia tak bisa berlama-lama disitu atau sesuatu yang lebih buruk akan terjadi.



**********



Keesokan harinya, L.Joe keluar dari kamar dan langsung menoleh ke kamar Hyo Jin. Gadis itu belum keluar kamar juga. Apa ia tak masuk lagi hari ini? Akhirnya, namja itu mengetuk kamar Hyo Jin selama beberapa kali sebelum akhirnya membukanya langsung. Dan yang ia dapati adalah Hyo Jin yang tengah mengerang lemah di ranjang. Dengan cepat L.Joe mendekati gadis itu dan memeriksa suhu tubuhnya. Dan benar saja, Hyo Jin demam.


L.Joe segera keluar, melempar tasnya di meja makan lalu berlari ke dapur. Membuatkan teh dan mencari obat demam dan juga obat maag. Gadis itu terus mengerang sambil memegangi perutnya. Maagnya pasti kambuh karena seharian tidak makan. L.Joe kembali ke kamar Hyo Jin dan meletakkan handuk basah di keningnya. Lalu pergi meninggalkan apartemen.


“eomma” panggil Hyo Jin lirih. Gadis itu langsung menangis saat mendengar pintu yang tertutup. L.Joe meninggalkannya. Mengetahui fakta bahwa L.Joe pergi di saat dirinya sedang sakit sukses membuat hatinya tercabik-cabik. Padahal Hyo Jin sedang sakit dan sangat membutuhkan seseorang untuk menjaga. Tapi L.Joe malah pergi. tentu saja L.Joe lebih memilih studi fotografinya dari pada menjagaku.


Ceklek…


Mata Hyo Jin terasa panas karena demam, dan saat ia berhasil membuka mata, ia melihat L.Joe tengah berdiri di hadapannya dengan sebuah bungkusan bening. Pria itu mengeluarkan beberapa sachet obat maag dan demam lalu menyuapkan beberapa tablet pada Hyo Jin. L.Joe tak bicara selama membantunya minum atau makan. Padahal bisa saja ia marah. Terlebih bukankah semalam ada yang berteriak tidak butuh bantuan walau sakit? Tapi lihat apa yang terjadi sekarang. L.Joe merawatnya seharian penuh tanpa satu kata keluhan pun.


Langit mulai berubah gelap. L.Joe menutup jendela kamar Hyo Jin dan menyelimuti gadis itu. Ia kira Hyo Jin sudah tertidur, tapi saat ia hendak berbalik, gadis itu menangkap tangannya. L.Joe menoleh. Hyo Jin menatapnya dengan ekspresi seperti ingin menangis.


“tolong jangan tinggalkan aku” ekspresinya membuat L.Joe tak tega untuk pergi. Ia pun duduk kembali di sisi ranjang dan mengusap kepala Hyo Jin.


“aku tidak akan meninggalkanmu” kata L.Joe, lantas tersenyum. Seketika Hyo Jin kesulitan menarik napas. Senyum itu. Akhirnya L.Joe mau tersenyum tulus padanya. Hyo Jin jadi sangat terharu sampai ingin menangis. Ternyata memang semanis apa yang ia kira, atau bahkan lebih.


Hyo Jin bangkit dari posisi berbaringnya dan memeluk L.Joe. Ia tak tahu kenapa tapi ia benar-benar ingin melakukannya. Belum tentu lain kali pria ini mau dipeluk. Berhubung sedang sakit dan terlihat lemah, ia rasa ini waktu yang tepat untuk memeluk L.Joe. Dan ternyata rasanya sangat pas dan nyaman. Boleh tidak aku tidur disini?


“L.Joe, gomawo” ucap Hyo Jin.
Sang namja, dengan gerakan kaku menempatkan tangannya di punggung Hyo Jin dan mengusapnya pelan. “ne.. sekarang tidurlah” disini, Joe? Aku boleh tidur di pelukanmu?


“arasseo. Tapi tolong jangan pergi” kata Hyo Jin. Dengan berat hati mengakhiri pelukannya.



**********



Mungkin ini akibat dari meminum paracetamol, Hyo Jin jadi tidur lama sekali. Saat ia bangun, L.Joe sudah tidak ada. Ia menggerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri lantas tersenyum begitu menyadari sesuatu. Sepertinya ia sudah sembuh. Kepalanya tidak pusing dan badannya tidak sakit lagi. Hyo Jin jadi mengira-ngira apakah ini akibat dari paracetamol atau senyuman L.Joe.


Suasana hati Hyo Jin sedang sangat baik hari ini. Ia berniat untuk membuatkan makanan untuk L.Joe sebagai ucapann terima kasih. Tapi saat sampai di dapur, langkahnya langsung terhenti. Ada L.Joe disana.


“kukira kau sudah jalan”
“mana mungkin aku pergi saat teman seapartemenku sakit?” L.Joe menjawab dan menoleh padanya.
“aku sudah sembuh”
“dan aku sudah telat walau jalan sekarang”
“kau mau buat apa lagi? ada yang bisa kubantu?”
“apa yang bisa kau lakukan?”
“aku akan melakukan apapun yang kau suruh”
“kalau begitu kemarilah” Hyo Jin berjalan ragu ke samping L.Joe. Dan pria itu malah meletakkan tangannya di konter tepat di sebelah pinggang Hyo Jin, mengunci gadis itu disana. Namja itu menatapnya tepat di mata, lalu wajahnya mendekat dan mendekat membuat Hyo Jin menahan napas. Hyo Jin benar-benar bisa mati tegang jika begini caranya. Oh.. Bagaimana tidak? L.Joe-akan-menci…… SRET! Tidak. ternyata dia hanya mengambil gelas di lemari yang tergantung di belakang kepala Hyo Jin.


“aku mau buat milkshake. Kau mau?” mungkin L.Joe tahu kalau Hyo Jin sedang gugup setengah mati dan mungkin juga ia senang melihat Hyo Jin yang seperti itu. L.Joe terlihat sekali sedang menggodanya. Pria itu meletakkan gelas yang baru diambil di konter dan menatap Hyo Jin lekat dan dekat.


“kau sakit karena Nathan. Kau akan melupakannya kan?” Hyo Jin tercenung, perlahan kepalanya mulai menunduk. L.Joe mengangkat dagu gadis itu dengan telunjuknya.


“kalau kau kuingatkan hal buruk apa saja yang pria itu lakukan padamu, maukah kau melupakannya?” tak ada jawaban.


“ia sudah melupakan kencan pertama kalian. Ia sudah membuatmu mabuk. Ia sudah mempermalukanmu. Maukah kau melupakannya?” Hyo Jin terlihat seperti ingin menangis. Bola matanya bergetar saat balik menatap L.Joe.


“kalau kubilang aku mencintaimu, maukah kau melupakannya?” dan kali ini hati Hyo Jin lah yang bergetar. Ia terkejut dan tak bisa berkata apa-apa. Sampai L.Joe mendekatkan wajahnya lagi. Membuat wajah mereka hampir-hampir tak berjarak. L.Joe terus memandanginya intens dalam jarak sedekat itu. Sementara Hyo Jin sekuat tenaga menahan diri untuk tidak memajukan wajah dan meraih bibir itu duluan. Pria ini menggodanya seperti setan. Sial! L.Joe masih bisa tersenyum melihat ekspresi Hyo Jin sesaat sebelum menyatukan permukaan bibir mereka. Ia memejamkan mata dan mencium kedua bilah bibirnya bergantian. Hyo Jin ikut memejam, sensasinya sungguh menakjubkan. L.Joe menciumnya dengan lembut sambil memeluk tubuhnya. 


Lalu tanpa melepas ciuman itu, L.Joe mendudukkan Hyo Jin di konter sehingga tinggi mereka sejajar, lantas berciuman lebih dalam. Keduanya mulai saling melumat dan menekan bibir satu sama lain seakan memperebutkan dominan. Hingga....


“jadi bagaimana? Kau mau melupakannya kan?” kalimat pertama yang terucap saat ia melepaskan bibir Hyo Jin adalah itu. Dan kali ini, tanpa berpikir ulang sama sekali, gadis itu mengangguk sambil menahan senyumnya. Mereka bertatapan dan tawa keduanya langsung menyembur. Entah karena apa. L.Joe memandangi Hyo Jin dengan tatapan jahil, sukses membuat gadis itu salah tingkah berlebihan dengan wajah super merah. 



**********




Hyo Jin dan L.Joe menghabiskan waktu bersama selama sehari penuh. Mereka menggelar movie maraton dari jam 10 pagi hingga 10 malam. Dan selama itu, yang mereka lakukan hanyalah bermalas-malasan, duduk berdekatan dan bercanda.


Hyo Jin membaringkan kepalanya di pangkuan L.Joe sembari memakan pop corn dan mengomentari film yang sedang diputar. Lalu setelahnya L.Joe akan ikut berkomentar dan mereka berdua akan bicara sendiri dan mengabaikan filmnya. Ini sudah film ke empat dan dari semua film itu tak ada satupun yang benar-benar mereka pahami jalan ceritanya. Salahkan saja pada L.Joe. Pria itu hanya menyimpan film-film perang bertemakan sejarah. Wajar jika mereka tidak mengerti. Waktu itu mereka belum lahir.


Tapi lebih dari semua itu, sebenarnya tidak peduli film apa yang mereka tonton, yang penting mereka bisa melakukannya berdua. Hyo Jin bertingkah sangat manja dan L.Joe meladeninya dengan senang hati. Siapapun yang melihat pasti akan mengira kalau kedua orang itu adalah pasangan suami istri yang baru menikah semalam. Tidak ada lagi senyuman sinis, komentar tajam ataupun teriakan. Untuk sekarang mereka tak malu menunjukkan kasih sayang satu sama lain.


Filmnya selesai. “masih ada film lagi, joe?” tanya Hyo Jin. Jelas sekali enggan berpindah posisi.
“aku tak punya lagi. Memangnya kau tak bosan?”
“tapi aku masih ingin bersamamu” Hyo Jin merengut dan meniup poninya. L.Joe tersenyum, tapi senyumnya seperti sedang meledek. Hyo Jin pun makin kesal lagi. Apalagi sekarang pria itu mulai mendorong bahunya dan berdiri tanpa izin.


L.Joe menepuk-nepuk pahanya dengan kepalan tangan. Ia merasa kram, sepertinya aliran darahnya menjadi tidak lancar atau tersumbat atau apalah. Bagaimana tidak? Dari mulai film terakhir diputar, Hyo Jin tidak memindahkan posisi kepalanya sama sekali. L.Joe menggerak-gerakkan badannya sebentar lalu menatap Hyo Jin yang masih merajuk.


“ayo ke kamar” L.Joe mengulurkan tangan. Hyo Jin memegang tangan itu dengan berat hati dan berjalan menuju kamarnya dengan langkah yang tak kalah berat.


Saat Hyo Jin hendak meraih gagang pintu kamarnya, L.Joe tidak juga melepaskan tautan tangan mereka dan malah membawa gadis itu ke kamar miliknya.


“L.Joe. Kau gila ya?”
“katanya masih mau bersamaku?”
“t..tapi……”
“hei… tenanglah! Kau pikir apa yang akan kulakukan?” L.Joe benar-benar tak percaya melihat Hyo Jin sepanik itu.


“aku hanya ingin memamerkan apa yang kulihat tiap malam” ujar L.Joe. Ia berjalan ke arah beranda dan membuka pintunya. Seketika hembusan angin malam menyerbu masuk, membuat kain gorden di sisi pintu melambai-lambai. Hyo Jin berjalan ke samping L.Joe. Senyumnya merekah dan matanya semakin berbinar. Ini seperti kau bisa melihat seisi Paris dari sini. Lautan cahaya dari semua bangunan itu terlihat indah seperti lukisan.


“lihat ke atas juga. Cahaya ciptaan Tuhan lebih indah lagi” Hyo Jin mendongak dan makin terkagum-kagum. Bulan purnamanya terlihat besar dan bersinar. Lalu disekelilingnya titik-titik bintang beramai-ramai menjaga sang bulan.


“pantas saja kau memilih kamar ini” Hyo Jin mengikuti L.Joe dan duduk disampingnya. Mereka tak lagi bicara setelah itu. Sibuk memandangi langit. Hyo Jin menyenderkan kepalanya di  bahu L.Joe. Ia tak pernah merasa sesenang ini seumur hidup. L.Joe memeluknya, bersamaan dengan dinginnya angin malam yang bertiup. Perlahan-lahan, kelopak matanya terasa semakin berat.


Dan saat mata itu terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah L.Joe yang tengah memejam. Wajahnya benar-benar tampan tapi juga lucu. Jika diperhatikan sedekat ini, ternyata L.Joe memiliki cukup banyak moles di wajahnya. Ia punya dua di sekitar mata kirinya, di sebelah alis kanan dan juga di dagu. Hyo Jin langsung tersenyum. Apapun yang melekat pada pria ini, bahkan moles yang seharusnya tidak penting, menjadi sangat menarik bagi Hyo Jin. Ya Tuhan, kenapa pria ini manis sekali?


Tanpa sadar tangan Hyo Jin sudah terulur untuk menyentuh rambut L.Joe. Ya.. kali ini yang menjadi objek penelitiannya setelah moles adalah rambut. Ia sudah pernah bilang kalau rambut L.Joe terlihat sangat halus, dan kali ini ia ingin membuktikannya. Tapi belum sempat Hyo Jin menyentuh rambut itu, L.Joe menangkap tangannya. Hyo Jin terkejut. Mata L.Joe masih terpejam. Perlahan-lahan bibirnya tertarik membentuk senyum dan matanya terbuka.


Hyo Jin merasa sedang dibunuh pelan-pelan. Ia disambut oleh senyum bangun tidur L.Joe yang super manis. Ya Tuhan. Hyo Jin ikut tersenyum, semoga ia juga terlihat manis.


“apa yang kau lakukan?”
“a..aku mau menyentuh rambutmu” jawab Hyo Jin jujur.
“hum? Wae?”
“aku hanya mau tahu bagaimana rasanya” L.Joe tertawa pelan dan langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya lagi. Hyo Jin balik memeluknya dan memejam damai.


Satu detik

Dua detik

Tiga detik


“L.Joe aku harus kuliah” gadis itu berucap. Selama beberapa saat tak ada jawaban, hingga… “memangnya jam berapa ini?” kedua orang itu kompak menoleh ke jam dinding dan


“YA TUHAN” Langsung beranjak dari tempat tidur dengan brutal. L.Joe berlari ke kamar mandi sementara Hyo Jin melesat ke kamarnya.


***********


Hari demi hari berlalu dengan kegiatan yang tak jauh berbeda. Keduanya menjelma menjadi pasangan paling romantis sedunia. Jika ada penghargaan untuk kategori ini, Hyo Jin L.Joe sangat berhak dinominasikan. Oh.. apa jangan-jangan ini karena mereka sedang berada di Paris?


Hari ini, L.Joe membawa Double Cheese Pizza saat pulang. Katanya untuk menyemangati Hyo Jin yang sedang banyak tugas. Gadis itu memindahkan semua buku tugasnya ke meja belajar L.Joe dan belajar disana. Tidak heran, semenjak ia diperbolehkan masuk ke kamar itu, Hyo Jin memang jadi lebih sering berada di dalam sana daripada kamarnya sendiri. Kamar L.Joe memiliki penghangat ruangan, beranda yang luar biasa dan juga ukuran kamar yang sedikit lebih besar dari miliknya.


Ia menghentikan kegiatan belajarnya saat L.Joe masuk, apalagi melihat pizza ditangannya. Mereka memakan pizza itu di tempat tidur sembari berbincang tentang kegiatan mereka seharian. Hyo Jin dengan kehidupan kuliahnya sementara L.Joe dengan studi fotografi dan pekerjaan barunya sebagai fotografer untuk majalah lokal.


L.Joe memperlihatkan semua hasil fotonya hari ini sementara Hyo Jin mengangguk-angguk dengan mulut penuh disampingnya. Ini seperti kau pulang kerja dan berbagi cerita dengan pasanganmu. Dan ternyata itu adalah hal paling menarik sedunia.


“aku diharuskan memakai baju dengan warna yang sama setiap hari Jum’at dan untuk Jum’at besok aku harus memakai warna abu-abu” L.Joe menoleh pada Hyo Jin dengan tampang ‘bagaimana ini?’


“bukankah kau punya banyak?”
“benarkah?”
“sepertinya dulu aku sering melihatmu memakai baju abu-abu” Hyo Jin hendak turun dari ranjang untuk mencarikan baju itu, namun L.Joe langsung menahan tangannya.


“besok kucari sendiri saja. Aku masih punya satu hari sebelum Jum’at”
“aku tidak ada kuliah besok. Aku akan mencarikannya untukmu. Jika tidak ada, aku akan membelikannya” L.Joe tersenyum dan mengangguk.


“bereskan ini dan ayo tidur” pria itu mengambil dus pizza dan membuangnya ke tempat sampah, begitu juga dengan Hyo Jin yang sibuk membereskan minuman dan sisa-sisa makanan yang lain. Astaga~ mereka harus memperbaiki kebiasaan makan di tempat tidur. Ini mulai tidak baik. Sisa rempahnya berjatuhan ke lantai dan Hyo Jin rasa ia punya banyak pekerjaan besok. Ia harus membersihkan ruangan ini juga.



**********



Keesokan harinya, saat L.Joe terbangun, Hyo Jin sudah tak ada di sampingnya. Ia beranjak keluar dan melihat Hyo Jin sedang meletakkan sandwich serapih mungkin di atas meja. L.Joe bersandar di ambang pintu dan tersenyum memperhatikan Hyo Jin yang terlihat sangat teliti. Tingkat ketelitiannya hampir sama seperti pelajar yang sedang mengerjakan ujian kelulusan.


“hei” saking telitinya, gadis itu sampai terlonjak hanya karena mendengar kata ‘hei’.
“Ya! Kenapa kau bangun? Padahal aku ingin membangunkanmu”
“tumben kau bangun lebih pagi dariku”
“aku ingin buat sarapan setidaknya sekali untukmu”
“kau membuatnya?”
“tidak. aku mencurinya. TENTU SAJA AKU MEMBUATNYA” teriak Hyo Jin. Sukses membuat L.Joe tertawa, ia duduk berseberangan dengan Hyo Jin dan menggigit sandwich itu sambil mengernyit.


“berapa lama kau memasak dagingnya? Ini terlalu matang” keluhnya.
“garamnya terlalu sedikit, Park Hyo Jin~ lalu…….” L.Joe membuka roti gandumnya seolah sedang mencari sesuatu. “kau tidak menambahkan bawang Bombay ya?”


“ASTAGA! AKU SUDAH MEMASAKNYA DARI PAGI. DAN KAU MALAH…..”
“hahahaha….. Hyo Jin~aa… aku hanya bercanda. Ini enak. Sungguh”
“jinjja?”
“euhm” L.Joe memasukkan satu gigitan besar sampai mulutnya mengembung. “li..hawt ini! Aku me..mwakannya kan?” ucap pria itu sembari susah payah mengunyahnya. Hyo Jin tersenyum.


Setelah makan, L.Joe segera bersiap dan pergi mandi. Hyo Jin juga bersih-bersih diri di kamarnya. Dan kemudian, setelah sudah rapi dengan penampilannya, Hyo Jin mencari buku tugasnya selama beberapa saat sebelum akhirnya teringat dan segera mengambil buku-buku itu di meja belajar L.Joe. Saat ia sedang mengambil bukunya, L.Joe keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggangnya. Hyo Jin terkejut dan segera menutup matanya. Ia tak mau adegan ‘tak sengaja melihat punggung L.Joe’ terulang lagi dengan kejadian yang lebih ekstrem –mengingat kali ini ia hanya tertutup sehelai handuk saja-. Astaga Park Hyo Jin! Sebelum memikirkan yang tidak-tidak, gadis itu segera memeluk buku-bukunya asal dan hendak berlari keluar.


“mau kemana, buin? Kau tidak mau memilihkan baju untuk nampyeon-mu?” Hyo Jin tersedak-sedak mendengar panggilan itu, padahal ia tidak sedang makan atau minum apa-apa.


“biasanya kau juga pilih sendiri” Hyo Jin berbalik lagi pada L.Joe. Tapi kepalanya tertunduk. L.Joe tersenyum geli sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia membuka lemari pakaiannya dan mengambil T-shirt dan hoodie. Lalu saat menutup pintu lemarinya kembali, L.Joe terkejut, Hyo Jin ternyata masih diam pada posisinya.


“oke.. yang tadi aku hanya bercanda. Sekarang aku mau pakai baju. Bisakah kau keluar, Park Hyo Jin?”
“ah.. uh! Keurae” dan setelah mengangkat kepala, ia membuka mata, lalu kembali memejam karena terkejut melihat L.Joe lalu terbata-bata dan baru keluar. Dan sekali lagi tingkah itu sukses membuat L.Joe tertawa. Senang rasanya punya hiburan kecil di pagi hari.


Selama L.Joe tidak ada di apartemen, Hyo Jin melakukan tugas yang sudah ia rencakan semalam, yaitu membersihkan kamar L.Joe yang penuh rempah pizza. Ia mengganti seprai, membersihkan selimut dan menyapu lantainya. Tak lupa ia mencarikan baju abu-abu untuk hari jum’at. Dan lihat! Padahal bukan dia yang punya baju, tapi kenapa ia malah lebih hapal baju-baju pria itu daripada sang pemiliknya sendiri? Mungkin karena akulah yang mencuci dan menyetrikanya. Benar kan?


Hyo Jin merapikan seluruh apartemen, menyapu lantainya hingga bersih juga mengelap semua perabot hingga berkilauan. Ia tak tahu kenapa, tapi energinya seperti tak habis-habis hari ini. Bahkan semakin siang, semangatnya makin berkobar-kobar. Hyo Jin kembali masuk ke kamar L.Joe dan kali ini berniat merapikan laci-lacinya. Gadis itu menyiapkan kain lap bersih dan mengeluarkan semua barang di laci itu.


Pekerjaannya sudah hampir selesai. Walau sering kali berhenti saat menemukan barang-barang yang menurutnya lucu dan memainkannya atau memotretnya atau mengajaknya bicara, Hyo Jin akhirnya berhasil menyelesaikan pekerjaan bersih-bersih itu. Ia menemukan banyak sekali hal menarik. Dan salah satu yang paling menarik dari semua hal menarik itu adalah foto-fotonya. Ya.. L.Joe ternyata diam-diam menyimpan hampir 50 lembar fotonya. Hyo Jin benar-benar tersentuh. Ada foto-foto waktu di Eiffel dan juga foto-foto saat di apartemen. Gadis itu sama sekali tak tahu kapan L.Joe memotretnya, apalagi foto-foto ini terlihat diambil cukup lama. Ada fotonya yang sedang tersenyum, tertawa, sampai foto-foto dimana ekspresi wajahnya sedang sangat jelek. Hei.. bahkan pria ini punya foto dirinya saat sedang menguap. Sepertinya foto itu diambil saat ia sedang makan malam dan L.Joe memotretnya dari dapur. Astaga~ dia tergila-gila sekali padaku, ya? Padahal ini jelek sekali, Ya Tuhan! Kenapa dia harus menyimpannya juga?


Hyo Jin tak bosan-bosan membolak-balik foto-foto itu dan melihatnya berulang kali. Dan karena ini, untuk kesekian kalinya, ia menobatkan L.Joe sebagai pria termanis yang pernah ia temui. Hyo Jin menoleh ke arah jam dinding. Sebentar lagi L.Joe akan pulang. Ia segera merapikan foto-foto itu dan meletakkannya di tempat semula.


Saat Hyo Jin hendak menutup lacinya, ia melihat sebuah amplop cokelat yang sebelumnya sudah ia masukkan. Ia tahu ia tidak seharusnya selalu ingin tahu pada apapun barang milik L.Joe. Tapi amplop cokelat ini benar-benar terlihat misterius dan membuatnya penasaran. Sambil memejam ragu, ia mengambil dan membuka amplop itu. Ternyata isinya foto juga. Wajar, mengingat L.Joe adalah seorang fotografer. Tapi begitu melihat gambar siapa yang ada di foto itu, Hyo Jin terbelalak lebar dan kebingungan setengah mati. Kenapa L.Joe menyimpan foto ini?


Tiba-tiba saja seseorang memeluknya dari belakang. Hyo Jin tak menoleh karena ia tahu itu pasti L.Joe. Pria itu mencium pipi Hyo Jin dan ikut melihat ke arah foto yang sang gadis pegang.




“kenapa kau menyimpan foto  ini?”
“kau mengenalnya?” L.Joe tak benar-benar bertanya. Masih sibuk menciumi tengkuk Hyo Jin.
“keurae! Dia eommaku” dan pernyataannya sukses membuat L.Joe membeku. Benar-benar beku. Bahkan telapak tangan dan kakinya terasa dingin. Mata namja itu terbelalak dan seketika jantungnya terasa berhenti. Ia melepaskan Hyo Jin dari pelukannya, lalu kemudian gadis itu berbalik dan menatap L.Joe seakan menuntut penjelasan.


“L.Joe, apa yang terjadi? Kau mengenal ibuku dari mana? Dan kenapa kau menyimpan fotonya?”
L.Joe benar-benar tak tahu harus bilang apa. Ia menatap Hyo Jin tak percaya. Lalu…
“bisakah kau keluar dari kamarku……. Sekarang?” L.Joe memijit keningnya yang berdenyut-denyut.
“tapi kau harus jelaskan du..”
“KELUAR!” Teriak L.Joe. Matanya melotot dan memerah. Kesan manis yang selalu melekat pada L.Joe kini benar-benar hilang. Ini kali pertama ia dibentak sekasar itu oleh pria yang sangat manis, dan ternyata rasanya begitu sakit. Hyo Jin ketakutan dan juga sakit hati. Ia melemparkan foto itu ke atas nakas dan segera berlari keluar sambil menangis.


Wajah L.Joe semakin merah dan semakin merah. Di tengah cuaca yang dingin, keringat malah mengguyur keningnya. Pria itu juga merasa sangat ketakutan dan pria itu juga ikut menangis. Masalah ini lebih besar dari sekedar mendapat bentakan. Masalah ini terlalu besar hingga tak ada seorang pun yang bisa menyelesaikannya. L.Joe semakin ketakutan, ia mulai marah dan tak bisa menahannya lagi. L.Joe mengerang dan membanting semua yang ia bisa banting. Menendang-nendang pintu kaca beranda dan menangis frustasi.


Sementara itu, Hyo Jin juga menangis-nangis dan terus bertanya-tanya ‘apa yang terjadi?’ pada dirinya sendiri. Gadis itu mencoba mencari tahu segalanya dan mengerahkan semua logikanya, tapi ia tak dapat menemukan kesimpulan apa-apa. Apa yang terjadi? Apa?


Harinya benar-benar berubah setelah itu. L.Joe menghindarinya. Jarangkan bicara, L.Joe bahkan tak pernah meliriknya lagi. Hingga Hyo Jin yang tak tahan mengambil langkah terlebih dahulu. Suatu malam, Ia mengetuk-ngetuk pintu kamar L.Joe dan menangis-nangis di depannya. Ia bertanya ‘apa yang terjadi?’ tapi L.Joe tak menjawabnya sama sekali. Ia memutuskan untuk menunggu hingga pagi. Tapi L.Joe malah sengaja tidak keluar kamar.


L.Joe belum siap untuk bercerita. Ia tak tahu bagaimana caranya memberitahukan hal ini pada Hyo Jin.



**********



“rahasia lain di keluarga ini”
L.Joe mengambil amplop yang disodorkan Kyunghun dan langsung membukanya.


“appa ternyata punya hubungan spesial dengan wanita selain eomma” L.Joe terkejut dan mengerutkan alisnya.


“dengan wanita ini?” Kyunghun mengangguk.
“dan mereka punya anak” L.Joe mengangkat kepalanya kaget dan menatap Kyunghun yang terlihat sangat serius.


“seorang perempuan. 3 tahun lebih muda darimu. Tapi ayah sama sekali tak mengakui anaknya dan meninggalkan wanita itu saat dia hamil”


“mungkin itu memang bukan anak appa”
“tidak. Aku sudah punya bukti yang kuat. Jika kau mau, aku bisa mengirimkannya lewat e-mail. Nama wanita ini adalah Park Ji Ra. Dan nama anak perem……”


“sudahlah. Aku tak peduli. Semua orang punya kesalahan. Lagipula ini sudah 20 tahun yang lalu” L.Joe melemparkan amplop itu ke meja.


“tapi kau harus tahu Byung. Bahwa sebenarnya kau punya adik perempuan. Dan jika kau ingin mencarinya, aku bisa membantu” L.Joe hanya menatap Kyunghun datar lalu menggeleng.


“untuk apa aku mencarinya? Tidak perlu”
“tapi kau harus tetap menyimpan ini”
“aku tidak mau. Aku tidak mengenalnya. Kau saja”
“aku tak bisa menyimpannya di rumah. Aku masih merahasiakan ini dari eomma dan aku tak mau dia tahu” L.Joe menarik amplop itu dengan kesal dan segera berdiri.



**********



Ceklek…..


L.Joe membuka pintu kamar. Hyo Jin segera berdiri dan menatap pria itu seolah sedang memohon dengan mata yang sangat sembap.


“apa aku berbuat kesalahan, Joe? Tolong maafkan aku!” Hyo Jin merintih sambil menyatukan tangannya memohon pengampunan. Ia sudah tidak peduli pada apa yang terjadi dan hanya ingin kembali seperti dulu. Ia benar-benar merindukan L.Joe hingga ingin mati. Ia tak bisa hidup tanpanya walau hanya beberapa hari saja.


“ambil mantelmu. Aku akan menjelaskan semuanya” kata L.Joe dingin. Hyo Jin tersenyum penuh syukur. Walau tidak menatapnya, tapi pria itu baru saja bicara padanya. Dia bersyukur. Gadis itu sangat bersyukur. Teruslah bicara padaku. Kumohon bicara apa saja padaku.



**********



Hembusan angin menerpa kulit wajah L.Joe yang diam-diam menangis lagi. Matanya terpejam. Disampingnya ada Hyo Jin yang melamun menatap aliran sungai Seine yang tenang. Rambut gadis itu bertebaran membingkai wajahnya yang pilu. Mereka sedang berdua tapi suasananya sangat dingin.


Tiba-tiba saja L.Joe memeluk gadis itu dan menangis terisak. Hyo Jin tentu kebingungan. Perasaannya yang sudah buruk kian memburuk. Ada apa Joe? Ia membalas pelukan L.Joe dan ikut menangis. Padahal ia tak tahu apa-apa, tapi kalau L.Joe saja sampai menangis begini, ia yakin ada hal yang sangat buruk.


“sekarang, sebelum aku beritahu apa yang terjadi. Bisakah kau cerita tentang kehidupanmu?”
“kehidupanku? Kenapa?”
“oke.. aku akan cerita tentangku dulu. Lalu kau bercerita tentangmu” mereka hidup di apartemen yang sama selama berbulan-bulan tanpa tahu latar belakang masing-masing. Setelah dipikir-pikir, ternyata ini cukup mengerikan.


“L.Joe hanya nama samaranku di Paris. Nama asliku adalah Lee Byunghun. Aku punya perusahaan dan aku meninggalkannya demi fotografi. Aku punya seorang kakak tiri bernama Lee Kyunghun. Ibuku sangat terobsesi dengan ‘aku memimpin perusahaan’ dan menentang keras keputusanku kesini. Ia bilang akan mencariku. Tapi sampai detik ini, aku bersyukur karena tak ada satupun orang suruhan eomma yang menemukanku. Aku juga punya ayah yang sangat brengsek. Ia berselingkuh saat aku masih 3 tahun dan menghamili wanita lain tanpa bertanggung jawab. Lahirlah seorang anak perempuan yang sangat cantik dan………” L.Joe menahan ucapannya. “sekarang giliranmu” ucap L.Joe.


“aku….” Hyo Jin tak tahu bagaimana caranya bercerita seperti L.Joe barusan. Pria itu bicara dengan hanya sedikit jeda untuk menarik napas sambil menatap bola matanya lekat-lekat dengan mata yang berkaca-kaca.


“cepatlah! Kumohon” ujar L.Joe. Matanya yang berkaca-kaca itu kini mulai menurunkan linangan air. Hyo Jin sesak bukan main melihat aliran air mata itu. Ia ingin sekali menghapusnnya. Ia merasa hatinya diiris-iris lalu disiram alkohol lalu dibakar.


“ibuku adalah seorang berketurunan Jepang. Ia sangat cantik dan ramah. Lalu ayahku, aku tak pernah mengenal ayahku semenjak lahir. Aku lahir tanpa ayah. Aku anak tunggal dan….” Hyo Jin ikut menangis saat bercerita. Bukan karena kalimat ‘aku lahir tanpa ayah’ tapi karena pria di depannya masih menangis.


“apa ibumu bernama Park Ji Ra?” L.Joe bertanya dengan tegas. Namun wajah basahnya itu membuat ekspresinya terlihat seperti sedang sangat ketakutan. Hyo Jin mengangguk dengan cemas. L.Joe mendesah dan mengacak rambutnya sendiri.


“ada apa Joe? Ada apa?”
“kau mau tahu ada apa?” L.Joe berbalik menatap Hyo Jin dengan tatapan tajam. “kita seayah. Ayahku yang brengsek itu yang menghamili eommamu dan membuatmu lahir tanpa ayah” Hyo Jin benar-benar terkejut. Lututnya terasa lemas dan seketika kepalanya langsung kosong. Astaga~


“kau-adalah-adikku, Park Hyo Jin” Ujar L.Joe penuh penekanan. “A-DIK-KU”



**********



BRAAKK!


Pintu apartemen terbanting keras.


“L.Joe! tolong jangan! Aku tak bisa. Tolong jangan pergi” Hyo Jin berteriak. L.Joe memasuki kamarnya dan memasukkan semua bajunya ke koper secara asal.


“Tidak. Aku lebih tidak bisa jika tetap tinggal disini”
“Tolong! Tolong! Jangan tinggalkan aku” Hyo Jin menangis-nangis dan berlutut di hadapannya.
“walaupun kau menangis sampai air matamu habis. Besok aku akan tetap pergi. Kita harus menghadapi kenyataan. Kita tak bisa begini” L.Joe beranjak keluar kamar dan hendak mengambil bajunya yang masih tertinggal di tempat mencuci. Hingga tiba-tiba saja Hyo Jin berucap lirih,


“L.Joe sepertinya kau tak benar-benar mencintaiku” dan perkataan itu sukses membuat langkah L.Joe terhenti.


“Seharusnya kau tidak menyerah seperti ini. Seharusnya kau menahanku. SEHARUSNYA KITA BISA MENCARI SOLUSINYA BERSAMA-SA…..”


“kau tahu apa itu cinta?” L.Joe berbalik dan menyela teriakannya dengan tajam. Membuat gadis itu terdiam.


“cinta adalah saat dimana kau menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentinganmu. Jika kau sudah tahu itu tidak benar namun tetap menahannya disampingmu, itu namanya egois” ucap L.Joe tegas.


“jangan mengajariku sesuatu yang bahkan kau tak tahu apa-apa tentangnya. Ini sama saja seperti jika aku memelukmu dan bilang tidak apa-apa, padahal ada ombak tsunami di belakang kita. Itu namanya tidak peduli, bukan cinta” Ucap L.Joe dengan nada marah yang sangat emosional. Membuat Hyo Jin terisak lebih keras dan lebih keras lagi. L.Joe sudah menahan semuanya sejak tadi, tapi Hyo Jin yang berteriak seolah ini semua salahnya membuat L.Joe tak tahan. Terlebih melihat air matanya yang tak henti mengalir seperti itu. Hyo Jin sudah menyiksanya terlalu dalam, dan ia tak terima.


“aku tak apa-apa walau harus ditahan di sesuatu yang salah. Maksudku, bukankah kita sudah melakukan kesalahan sejak awal? Tinggal berdua di apartemen ini, tidur di kamar yang sama, berciuman dan semuanya. Jadi kenapa sekarang kita harus mengikuti arah yang benar?” tanya Hyo Jin lirih. L.Joe tak menjawab dan menundukkan kepalanya.


“L.Joe bawa aku pergi” kepala yang baru tertunduk lemas itu langsung terangkat lagi. Terkejut.
“ayo kita tinggal di Negara lain! Yang jauh dari orang-orang yang mengenal kita. Kita bisa mengganti nama, memulai semuanya dari awal dan hidup bahagia selamanya. Tidak akan ada yang tahu rahasia ini jika kita tutup mulut. Iya kan?” nada bahagia yang digunakan Hyo Jin malah membuat gadis itu terlihat semakin menyedihkan. Dia tersenyum dan bicara seolah itu adalah solusi terbaik. Walau ia sendiri pun tahu semuanya tidak akan semudah apa yang ia ucap.


“kau rela meninggalkan ibumu?” tanya L.Joe. Matanya menatap tajam pada Hyo Jin. Ia tahu ini menyakitkan dan sulit diterima, tapi di sisi lain sikap Hyo Jin yang seperti ini juga membuatnya kecewa. Ibu Hyo Jin sudah mengorbankan semuanya demi anak itu, ia sudah mengurus Hyo Jin yang lahir tanpa ayah seorang diri, ia sudah bekerja keras menyekolahkan Hyo Jin sampai ke Paris tanpa mengeluh dan sekarang anak perempuan yang sangat dimanja ini malah berniat meninggalkannya.


“Kumohon! Gunakan akal sehatmu juga. Kau mau menghabiskan sisa hidupmu dihantui dengan rasa bersalah? Lebih baik kita menyelesaikan semuanya sekarang. Sebelum lebih jauh”


“Ini sudah terlalu jauh, Joe”
“tapi jika kita tak berhenti sekarang. Semuanya bisa lebih jauh lagi”
“aku mencintaimu dengan seluruh ragaku. Aku mencintaimu lebih banyak dari tetes hujan yang pernah jatuh ke bumi. Aku tidak bisa mencintai siapa-siapa lagi”


“tapi aku tidak bisa mencintai adikku sendiri” tandas L.Joe, lantas benar-benar berbalik dan pergi. Hyo Jin menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Jatuh berlutut di lantai dan terisak-isak. Kenapa dari sekian banyak orang di muka bumi, Tuhan malah menunjuk L.Joe menjadi kakakku? Kenapa Tuhan membenciku sejauh ini? Dan kenapa kami harus dipertemukan dengan cara ini?


**********




Hyo Jin baru saja menjejakkan kaki di Seoul. Di Negara kelahirannya. Hyo Jin sudah menangis sepanjang perjalanan dan wajahnya sekarang terlihat lebih bengkak. Dengan penampilan sekacau itu, Hyo Jin benar-benar bisa dikira salah satu dari korban bencana.

Seminggu setelah L.Joe pergi, ia pun ikut pergi. Sebenarnya ia sudah berusaha keras untuk tetap tinggal sampai kuliahnya selesai. Tapi gadis itu tak sanggup. Ia benar-benar nyaris gila karena tak bisa berhenti berhalusinasi. Ia merasa seperti melihat L.Joe di setiap sudut apartemennya. Ia juga sering kali merasa seperti sedang bicara dengan L.Joe sampai akhirnya ia tersadar sendiri kalau L.Joe sudah tak ada. Jiwanya mulai terganggu, dan bisa lebih terganggu lagi jika ia tetap memaksa untuk bertahan.


Ia tak yakin bisa kembali ke Paris lagi setelah ini. Kenangannya terlalu menyakitkan. Hyo Jin melangkah gamang menyusuri bandara Incheon yang selalu padat. Tak jarang ia menabrak orang dan langsung berjalan lagi tanpa menyesal, apalagi minta maaf. Hyo Jin menerima setiap tatapan ‘kau tak punya mata ya?’ atau bentakan kasar dari orang-orang itu. Saat ini ia hanya ingin diam. Sungguh.


Setelah terus berjalan dengan tatapan nanar. Sekarang ia berhenti. Ia melihat seseorang berdiri beberapa meter di depan dengan senyum manis dan sebuket mawar. Pria itu tersenyum. Tapi Hyo Jin tak bisa ikut tersenyum. Walau sudah memaksa, sudut bibirnya tetap tak mau tertarik. Hyo Jin menyerah. Pria itu merentangkan tangan dari kejauhan. Mengundang sang gadis untuk memeluk. Hyo Jin melepaskan kopernya dan segera berlari ke pelukan pria itu. Tangisnya pecah.


Ia memeluk sang namja makin erat dan makin erat, senada dengan isakannya yang menggila. Pria ini, pria yang balas memeluknya penuh sayang ini adalah Chunji. Kekasihnya selama 3 tahun terakhir. Brengsek. Sebut saja dia gadis brengsek super tak tahu diri yang selingkuh selama tinggal di Negara lain. Chunji sering sekali mengiriminya pesan rindu selama Hyo Jin berada di Paris, tapi sekalipun gadis itu tak membalas. Ia kira Chunji akan meninggalkannya. Tapi hari ini ia malah datang ke bandara dan menjadi orang pertama yang menyambutnya. Chunji tidak marah.


Namun sekarang sang pria mulai merasa heran. Kenapa Hyo Jin menangis sefrustasi ini saat bertemu dengannya? Tapi namja itu tetap berpikir positif. Mungkin sang kekasih sangat merindukannya hingga menangis begini.


“hei… tenanglah! Aku disini” ujar Chunji sambil mengusap rambut Hyo Jin. Tapi L.Joe tak disini.


**********



Kepalanya tersandar di kaca mobil. Sepanjang perjalan gadis itu terus diam dan menatap ke luar. Chunji berusaha menarik perhatian Hyo Jin dengan mengajaknya bicara, tapi ia sama sekali tak mendengarkan. L.Joe, L.Joe dan L.Joe. Hanya L.Joe yang mengisi kepalanya. Chunji menghela napas, Hyo Jin berubah 180o sejak kembali. Sebenarnya apa yang terjadi di Paris?



**********



Satu tahun berlalu. Hyo Jin mencoba melupakan L.Joe sekuat tenaga. Tapi bahkan setengah dari ingatan itu pun masih mendekam dalam kepala. Rasanya sungguh mustahil. Mungkin semua memori selama di Paris sudah menyatu dalam darahnya.


Setiap melihat sang ibu, terkadang Hyo Jin ingin marah. Jika saja ibunya dan Tuan Lee tak pernah bertemu. Lalu Chunji, pria itu masih luar biasa setia menunggu Hyo Jin bangkit dari keterpurukan tanpa tahu penyebabnya. Hyo Jin merasa sangat hina tiap melihat Chunji. Jika pria ini tahu apa yang terjadi sebenarnya, apakah dia masih bersedia menyayanginya begini?


Hyo Jin sudah melamun sejak pagi. Ia mengunci kamar dan duduk meringkuk di lantai, bersandar di sisi ranjang. Ia menatap lurus pada balkon berpintu kaca yang tengah terbuka lebar. Ini sudah sangat larut. Matanya terlihat lelah dan menghitam.Ia terus-terusan menangis tanpa tahu caranya berhenti. Ia kira ia sudah hampir sembuh tapi tiba-tiba saja semua ingatan itu datang menyerang batinnya yang lemah. Hyo Jin memeluk tubuhnya dengan erat dan menangis dalam-dalam.


Sinar bulan menerpa. Membuatnya langsung teringat pada L.Joe yang dulu memeluknya. Saat itu mereka berada di beranda apartemen dan tiba-tiba saja angin malam yang dingin berhembus. L.Joe langsung memeluknya, mengalahkan hembusan angin yang dingin dan membuat gadis itu merasa hangat. Kemudian ia juga menjadikan bahunya sebagai bantalan untuk Hyo Jin tidur, walau posisi pria itu pasti tidak nyaman, tapi ia tak bergerak dan menunggu Hyo Jin terbangun tanpa mengeluh. Mereka tertidur di beranda apartemen di bawah cahaya bulan Paris. Bulan yang sama dengan yang Hyo Jin lihat sekarang.



**********



L.Joe meninggalkan semua hal yang berhubungan dengan fotografi. Ia menjalankan perusahaan milik keluarganya. Ia tak peduli lagi pada passion atau apalah. Hidup di Paris memberinya sejutan kenangan pahit pada fotografi dan Paris itu sendiri. L.Joe tak pernah lagi mengajak sang ayah bicara. Ia terlalu sakit hati sampai rasanya ingin mati.


Tapi bagaimanapun juga hidup harus tetap berjalan. Ia harus tetap menikah dan memiliki anak untuk dijadikan penerus perusahaan. L.Joe tak percaya lagi  akan cinta. Ia berubah menjadi pribadi yang milyaran kali lebih dingin dari sebelumnya. L.Joe bahkan tak peduli gadis mana yang harus dinikahi. Setelah Kyunghun menikah, sang ibu menjodohkannya dengan seorang gadis keturunan Jepang dan mereka pun menikah.



**********




Datar. Ekspresinya terlalu datar saat Chunji dengan senyum tulus membuka kotak beludru berisi cincin. Ekspresinya terlalu datar untuk ukuran seorang gadis yang tengah dilamar. Hyo Jin tak tahu harus berkata apa.  Ia mengangguk dan Chunji langsung memeluknya. Pria itu juga sakit, pria itu juga ingin menangis, tapi ia harus kuat. Inilah yang namanya cinta. Ia bertahan selama bertahun-tahun dengan gadis yang tak pernah sungguh-sungguh menatapnya ini hanya karena cinta. Ia berjanji demi Tuhan ia akan membuat Hyo Jin tersenyum seperti dulu, tak peduli butuh waktu selama apa.


Chunji terus menekan perasaannya dan tetap tersenyum di hadapan Hyo Jin.


“kau mau kan jadi pasanganku selamanya?” tanya Chunji sembari memeluknya dengan perasaan sayang yang dalam. Hyo Jin mengangguk. Air matanya terjatuh.



*********



“kau harus menemuinya, Byung! Minta maaf dan dapatkan kepercayaannya lagi” ujar Kyunghun serius. Perusahaan mereka kehilangan satu mitra yang sangat berpengaruh dan ini adalah masalah gawat.


“kenapa harus aku? aku pemilik perusahaannya”
“itu dia. Karena kau pemilik perusahaannya”
“tapi aku tak mau kembali ke kota itu”
“professional byung! Kesampingkan masalah pribadimu demi ratusan pegawai perusahaan”



**********



“sebut saja! kita mau honeymoon kemana? Hawaii? Bali? Guam?” Chunji memberikan brosur paket liburan ke Guam yang ia dapat dari rekan kerjanya di kantor dan berbaring di samping Hyo Jin.


“Paris”
“Paris? Kukira kau tak mau kembali kesana”
“bolehkah kita ke Paris?” ulang Hyo Jin sungguh-sungguh.
“geurae! Kemanapun Hyo Jin~a”



**********



L.Joe melonggarkan dasinya dan langsung merebahkan badan di ranjang. Ia sudah berada di Paris dan saat ini baru saja selesai dengan urusan perusahaan. Ia bisa pulang malam ini juga jika mau. Tapi, mungkin lebih baik namja itu tidak terlalu terburu-buru dan berjalan-jalan sedikit di kota ini. Ia tak boleh membiarkan dirinya terus terpuruk. Namja itu sudah punya istri dan tidak benar rasanya jika terus menerus bersikap dingin dan mengabaikannya. Walau sulit, walau kedengarannya mustahil, ia tetap harus belajar untuk jatuh cinta lagi.


Setelah beristirahat, L.Joe memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar Eiffel. Tapi sepertinya ini bukan ide yang bagus. Apalagi saat melewati apartemen yang sempat ia sewa dulu. Semuanya terputar ulang dengan sangat jelas, rasanya seperti melihat tayangan langsung. Ia tersenyum sembari berjalan memperhatikan etalase. Entah kenapa, ia merasa Hyo Jin sedang berada disebelahnya dan ikut bicara.


Hingga langkah L.Joe terhenti. Selama beberapa saat ia masih mengira ini hanya imajinasinya saja. Bagaimanapun ini Paris dan seluruh kenangan manis pahit tentang mereka masih tersimpan kejam di kota ini. Tapi lama-kelamaan semuanya kian nyata. Terlepas dari wajah tak bernyawa yang sang gadis tampakkan, mau dilihat dari segi manapun gadis itu adalah Park Hyo Jin.


Harusnya ia langsung berbalik dan pergi. Tapi kakinya malah melangkah mendekat. Dan Demi Tuhan L.Joe tak bisa menahannya. Bertepatan dengan itu, sang gadis ikut berbalik.



**********



“kau haus? Mau kubelikan kopi?” Hyo Jin yang tengah melamun masih tak merespon. Ia menyenderkan kedua lengannya di besi penyangga jembatan sungai Seine dengan mata yang lurus menatap Eiffel. Chunji menghela napas dan mengulangi pertanyaannya lagi.


“mau kubelikan kopi, Hyo Jin~a?”
“ah.. ne” angguknya sembari tersenyum. Chunji mengulum senyumnya, menepuk kepala gadis itu dan segera pergi.


Dan Hyo Jin pun melamun lagi. Melihat menara Eiffel yang cantik, perlahan-lahan senyumnya tertarik. Sekelebat bayangan muncul satu persatu. Tepatnya saat ia dan si fotografer berjalan di pinggiran sungai sambil berfoto.


Saat sedang memikirkan itu, tiba-tiba saja perasaan Hyo Jin terasa hangat. Ia terkejut. Hampir 5 tahun ia tidak pernah merasakan rasanya sehidup ini. Ia berbalik dan seketika oksigen di bumi tersedot ke langit. L.Joe.


Hyo Jin tak sanggup memikirkan apa-apa dan hanya diam. Rasa rindunya membuncah tidak karuan, membuat dadanya sesak. Mereka berpandangan sangat lama, hingga……


“Hyo Jin. Ige” Chunji datang dan memberikan satu cup kopi.
“nugu?” Tanya namja itu sambil melirik L.Joe. Hyo Jin menggeleng, lalu mereka kembali menoleh ke depan, ke arah Eiffel tepatnya.


“chuwo! Majayo?” ucap Chunji sembari memeluk Hyo Jin dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu Hyo Jin. Namja itu tersenyum sambil mengucapkan sesuatu yang membuat Hyo Jin ikut tersenyum. Mereka terlihat sangat bahagia hingga Hyo Jin bisa melupakan L.Joe untuk sesaat. Dan saat ia tersadar dan menoleh, L.Joe sudah berjalan menjauh. Hyo Jin hanya menatap kepergian pria itu dengan nanar. Tak ada yang bisa kita lakukan lagi kan, Joe? Jika aku bersikap seperti ini, aku tidak salah kan?



Aku tak pernah percaya pada reinkarnasi, tapi jika itu benar-benar ada. Demi Tuhan tolong izinkan aku bersamanya.



END

Comments

  1. sungguh ini menyesakkan mereka berdua tidak bisa bersama,.
    padahal mereka pasangan teromantis yang pernah aku baca,. :'( hikshikshiks,.
    takdir itu memang kejam,.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts