The President Series: Ambivert
Cast:
Na Jaemin (NCT) ~ Kim Yejin (OC)
Genre:
Romance (AU - Alternate Universe)
o O O O o
Kim Yejin adalah seorang pelajar di salah satu sekolah umum
yang memiliki kehidupan layaknya pelajar pada umumnya. Setiap harinya ia selalu
menghabiskan waktu jika tidak di sekolah ya di rumah. Kegiatan yang ia lakukan
pun hampir 95% memiliki kesamaan dengan siswa-siswi lainnya, tidak begitu
menarik. Bangun di pagi hari, mengikuti kelas hingga sore, mengahadiri kegiatan
ekstrakulikuler, belajar bersama, mengikuti kelas tambahan, mengerjakan tugas
yang diberikan gurunya, dan masih banyak lagi kegiatan yang hampir seluruh
siswa di dunia ini lakukan. Namun tetap ada pembeda pada setiap kehidupan
manusia. Begitu pula dengan Yejin.
Yejin adalah salah satu siswi dengan kepribadian ekstrovert
yang sangat senang menjalin bersosialisasi dengan orang lain. Karena itulah
tidak sulit baginya untuk berteman dengan Boram saat mereka pertama kali
bertemu di kelas. Pertemanannya dengan Boram kini semakin meluas dengan
bergabungnya Chani, Sanha, serta Jaemin.
Kini mereka menjadi teman dekat yang kerap menghabiskan
waktu bersama. Mereka akan pergi ke kantin bersama, makan dan mengobrol hingga
waktu istirahat berakhir, pergi bermain setelah pulang sekolah, hingga
berjalan-jalan di akhir pekan.
Walaupun demikian, dari keempat sahabatnya itu sosok Na
Jaemin adalah yang paling ia tidak mengerti. Jaemin adalah seorang siswa yang
dikenal sebagai atlet renang sekaligus ketua ekstrakulikuler renang. Jaemin
lebih sering menghabiskan waktu olah raganya untuk berenang. Namun bukan itu
yang membuat Yejin tidak mengerti dengan sosok Jaemin.
Hal yang membuat Yejin bingung adalah.....
Entah!
Dirinya sendiri tidak tahu apa yang membuat ia merasa
bingung dengan Jaemin. Hanya saja saat berada di dekatnya, Yejin tidak bisa
langsung mengakrabkan dirinya seperti ia kepada Boram, Chani, dan Sanha. Ia
memerlukan waktu untuk mulai terbiasa setiap harinya sekali pun mereka telah
berteman cukup lama.
Karena itulah setiap kali ada tugas yang mewajibkan mereka
untuk bekerja berpasangan, Yejin selalu berdoa agar dirinya tidak dipasangkan
dengan Jaemin. Bukan karena ia tidak suka dengan Jaemin. Bukan, bukan karena
itu. Tetapi karena ia takut akan rasa canggung yang akan menyeruak di tengah
mereka.
Namun nasib tidak selalu membawa Yejin pada hal baik.
Setelah empat semester berlalu dengan baik, akhinya nasib baik tersebut berubah
menjadi agak buruk karena doanya untuk tidak dipasangkan dengan Jaemin kini
tidak Tuhan kabulkan.
Yejin hanya bisa menghela napas. Pasrah, karena ia tidak
dapat melakukan apa pun. Menemui gurunya dan menolak untuk dipasangkan dengan
Jaemin hanya akan menimbulkan masalah yang berkahir pada hancurnya persahabat
mereka. Jadi ia hanya diam dan berdoa agar ketakutannya itu tidak terjadi.
* *
* *
Yejin merapihkan buku-bukunya. Ia telah berada di
perpustakaan sejak sore hingga langit berubah hitam. Beruntung ia tidak
sendiri, karena di sampingnya kini tengah duduk Jaemin yang juga tengah
mengemasi barang-barangnya.
Yejin melirik pada Jaemin yang masih sibuk dengan tas dan
bukunya. Ia sempat terdiam dan membiarkan matanya tetap fokus pada ciptaan
Tuhan yang tercipta dengan sangat sempurnanya hingga membuat dirinya tidak bisa
berhenti untuk menatap wajahnya. Mata, hidung, bibir, hingga rahangnya begitu
menarik minat Yejin.
Memang benar jika ia sangat tidak mengharapkan berpasangan
dengan Jaemin dalam mengerjakan tugas. Namun ada bagian di dalam dirinya yang
merasa senang saat ia tahu bahwa ia dipasangkan dengan Jaemin. Bagian itulah yang
membuat Yejin sangat senang melihat wajah Jaemin dalam jarak yang cukup dekat
seperti saat itu.
Ketika seluruh atensinya masih berada pada Jaemin, membuat
Yejin sampai tidak menyadari bahwa sahabat laki-lakinya itu telah selesai
dengan pekerjaannya dan tengah balik menatapnya. Jaemin mengerutkan dahinya.
Tidak lama kerutan tersebut digantikan dengan tertariknya kedua ujung bibir
hingga membentuk lengkungan simpul. Kemudian dengan cepat ia mengulurkan
tangannya dan mengusap puncak kepala Yejin. Sontak Yejin terkejut. Matanya
mengerjap cepat dan kepalanya langsung tertoleh kembali ke depan.
āAyo pulang..ā Ajak Jaemin. Ia lantas berdiri dari kursinya
dan merapihkan pakaian yang agak berantakan.
āAyo..ā
Jaemin mengulurkan tangannya dan meraih tangan Yejin. Hal
itu membuat Yejin terkesiap dan hanya mampu menatap dengan terkejut pada Jaemin
yang malah menyunggingkan senyumnya.
* *
* *
Yejin baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan
guru matematikanya. Seharunya ia bergegas tidur karena hari sudah larut dan ia
baru saja menggunakan otaknya dalam memecahkan soal matematika yang cukup
sulit. Namun Yejin belum melakukannya karena pikirannya masih dipenuhi dengan Jaemin.
Ya.. Yejin memikirkan Na Jaemin. Salah satu sahabatnya yang
sudah hampir satu minggu ini selalu menghabiskan waktu dengannya. Bukan untuk
bermain. Melainkan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru sejarahnya
yang harus dikumpulkan dan dipresentasikan esok hari.
Yejin menumpukan kepalanya di atas tangannya yang
ditegakkan. Kebersamaannya dengan Jaemin selama ini mulai hadir dan memenuhi
pikirannya. Membuat ia kembali mengingat kejadian tersebut. Kejadian dimana ia
merasa sangat dekat dengan Jaemin dan kejadian dimana ia merasa tidak mengenal
Jaemin.
Sebenarnya Jaemin
memiliki kepribadian seperti apa? Kenapa suka sekali berubah-ubah?,
pikirnya.
Yejin menghela napas. Ingatan saat Jaemin berperilaku aneh
dengan sedikit berbicara dan cenderung menjadi dingin mulai memenuhi
pikirannya. Ia tidak tahu mengapa seorang Jaemin bisa seperti itu. Yang ada
dalam pikirannya saat kejadian itu terjadi adalah, mungkin saja Jaemin sedang
ada masalah pribadi. Karena keesokan harinya sahabatnya itu kembali menjadi
sosok Jaemin yang ceria dan suka berbicara.
Namun sosok dingin Na Jaemin tidak hanya saat itu saja
muncul. Beberapa kali Jaemin berubah menjadi sosok yang tidak Yejin kenal karena
perubahan sikapnya. Tetapi Yejin masih berusaha untuk berpikrian baik. Ia tidak
ingin berprasangka buruk pada Jaemin karena bagaimana pun Jaemin adalah
sahabatnya.
Kepala Yejin bergerak ke kanan dan kiri. Ia kemudian
mengusap wajahnya.
āCukup memikirkan Jaemin. Lebih baik aku segera tidur agar
besok tidak terlambat.ā
Yejin berangsur bangkit dari kursi. Ia kemudian bergerak
pergi menuju ranjang. Merebahkan tubuhnya di sana setelah mematikan lampu dan
memasang lampu tidur yang berada pada nakas di samping ranjang. Matanya
perlahan terpejam. Membiarkan malam yang semakin larut memakan habis isi
pikirannya yang tengah dipenuhi dengan Jaemin.
āSemoga besok akan baik-baik saja.ā Harapnya dalam bisik di
tengah gelapnya malam yang semakin berubah hitam pekat.
* *
* *
Yejin berlari kecil menuju kelasnya. Ia tahu dirinya yang
nyaris terlambat ini terjadi karena kesalahannya sendiri. Memikirkan Jaemin
hingga larut membuat ia sulit untuk bangun saat paginya. Yejin mengutuk dirinya
sendiri akan kebodohannya itu.
āHai..ā Yejin menyapa sahabat-sahabatnya, termaksud Jaemin
yang duduk tidak jauh dari mejanya dengan Boram.
āApa yang kamu lakukan sampai datang sesiang ini?ā Tanya
Chani begitu Yejin telah mendaratkan bokongnya di atas kursi.
Yejin hanya terkekeh. Ia tidak mungkin berkata jujur dengan
mengatakan bahwa ia habis memikirkan Jaemin hingga larut malam. Bisa gawat jika
hal itu sampai terjadi. Sahabatnya bisa menjadikan ia sebagai bahan candaan dan
malah membuat hubungan dirinya dengan Jaemin menjadi tidak enak.
Chani mengangguk acuh. Ia kemudian berbalik hingga kembali
menghadap ke depan.
Sementara Yejin, ia memfokuskan atensinya pada Jaemin yang
duduk di samping Chani. Entah mengapa ia merasa ada yang aneh dengan Jaemin.
Pasalnya Jaemin begitu acuh saat dia datang. Bahkan Jaemin tidak membalas
sapaannya.
Tunggu... apa
jangan-jangan???, Yejin membulatkan matanya. Kemudian kepalanya menggeleng
singkat untuk menolak kesimpulan yang tiba-tiba saja muncul dalam benaknya.
Tidak! Bagaimana bisa
Jaemin menjadi dingin lagi? Bukankah
kemarin ia baik-baik saja? Apakah karena hari ini kami harus melakukan
presentasi? Ah tapi tidak mungkin, karena ini bukan kali pertama Jaemin
melakukan presentasi di depan kelas. Tapi... astaga Na Jaemin. Kamu itu kenapa
sih? Kenapa suka sekali berubah-ubah???
Yejin menghela napasnya kasar. Ia sungguh merasa kesal dan
tidak suka dengan Jaemin. Bagaimana bisa sahabatnya itu berubah disaat mereka
akan melaukan presentasi bersama. Pasti akan canggung dan terasa sangat aneh
karena Jaemin yang akan sangat pelit berbicara.
Ayo kembalilah menjadi
Na Jaemin yang banyak bicara!, batinnya.
* *
* *
Tuhan tampaknya kembali ingin menguji keyakinan Yejin
pada-Nya dengan tidak mengabulkan kembali doa yang Yejin panjatkan sesaat
sebelum kelas pertama di mulai. Ya.. Yejin sempat berdoa agar Tuhan mau membuat
Jaemin kembali menjadi sosok Jaemin yang seperti biasanya. Jaemin yang suka
bebricara, melempar lelucon, dan yang terpenting selalu memasang senyumnya
setiap kali tatapan mereka bertemu.
Namun hingga ia selesai mempresentasikan tugasnya bersama
dengan Jaemin dan kelas terakhir sudah berakhir, Jaemin masih saja menjadi
Jaemin yang dingin dan cenderung jarang berbicara. Ia hanya menggunakan
suaranya untuk mempresentasikan tugas mereka dan setelah itu ia mengunci
mulutnya rapat-rapat.
Kesal?
Tentu saja. Tetapi ia tidak bisa melakukan apa pun karena ia
sendiri tidak tahu mengapa Jaemin suka sekali berubah seperti itu. Ia hanya
berharap agar Jaemin kembali seperti sebelumnya dan ia tidak akan berubah lagi
menjadi sosok Jaemin yang dingin dan tidak suka berbicara seperti sekarang.
Yejin menghela napasnya. Setelah sempat melirik pada Jaemin,
Yejin kembali melanjutkan kegiatannya merapihkan buku dan alat tulisnya. Sudah
tidak ada orang lagi di sana selain ia dan Jaemin karena sebelumnya mereka
harus merapihkan perlengkapan presentasi karena menjadi kelompok terakhir yang
menggunakannya.
Setelah memastikan seluruh barangnya telah berada di dalam
tas, Yejin pun bergegas meninggalkan ruang kelasnya. Ia melewati Jaemin begitu
saja karena ia tahu Jaemin juga tidak akan membalas apa pun yang ia katakan.
Selain itu rasa kesal karena diacuhkan selama satu hari membuat Yejin merasa
perlu mengacuhkan Jaemin untuk memberikan pelajaran.
āYejin..ā
Yejin menghentikan langkahnya. Kepalanya tertoleh pada
sumber suara.
āAda apa?ā Balas Yejin atas panggilan yang Jaemin lakukan.
Jaemin merajut langkahnya menuju Yejin yang telah berdiri di
ambang pintu kelas. Langkahnya terlihat berat dan kepalanya pun ia tundukan.
Namun saat ia telah berada tepat di hadapan Yejin, perlahan ia mulai mengangkat
kepalanya. Tatapan mereka pun bertemu.
Selama beberapa saat keduanya hanya saling menatap. Jaemin
yang sebelumnya memanggil Yejin karena ada yang ingin dikatakan tidak langsung
membuka suaranya. Ia larut dalam tatapan Yejin. Sampai Yejin akhirnya berdeham
dan membuat Jaemin tersadar.
āJika tidak ada yang ingin kamu katakan, aku pamit. Sampai
berte-ā
āTunggu.ā Jaemin memotong cepat.
āMaaf karena telah mengacuhkan mu. Aku tidak bermaksud
melakukan itu pada mu. Aku menjadi seperti ini karena ada yang aku pikirkan.
Tapi aku sadar, kalau aku tidak boleh seperti ini sekali pun aku tengah
memikirkan sesuatu.ā Ungkap Jaemin. Napasnya langsung terhembus perlahan begitu
kalimatnya berakhir.
Sementara Yejin, ia sama sekali tidak merespon perkataan
Jaemin.
Selama hampir dua menit keduanya masih saja diam. Yejin
sibuk mengamati Jaemin. Sementara Jaemin sibuk dengan pikirannya. Tidak kunjung
ada kelanjutan dari Jaemin, Yejin pun kembali berdeham.
āKalau tidak ada yang ingin kamu katakan lagi, aku mau...ā
āAku menyukai mu Yejin.ā
Jaemin langsung menghembuskan napasnya yang berat dalam satu
kali hembusan. Memejamkan matanya sejenak sebelum membukanya dan kembali
menatap Yejin yang masih terdiam dalam rasa terkejutnya.
āSelama ini, jika aku berubah menjadi diam aku selalu
memikirkan mengenai diri mu. Aku berusaha untuk mencari tahu apa yang aku
rasakan pada mu. Dan hari ini aku berpikir mengenai perasaanku pada mu.ā Jaemin
memberikan sedikit jeda pada ucapannya. Jeda tersebut ia gunakan untuk
menggapai tangan Yejin yang berada di kedua sisi tubuhnya dan menggenggamnya.
āAku tidak akan memaksamu untuk menajwab pertanyaanku saat
ini karena aku tahu kamu pasti terkejut. Aku juga tidak akan memaksamu untuk
menerima pernyataanku, karena bagaimana pun kamu berhak memutuskan. Tapi aku
hanya ingin kamu tahu kalau aku benar menyukai mu. Aku ingin hubungan kita lebih
dari sekedar sahabat. Karena itu aku berharap supaya kamu mau memikirkan
jawabannya.ā Sambung Jaemin.
Kedua ujung bibir Jaemin tertarik hingga membentuk seulas
senyum. Senyuman yang membuat Yejin seperti tersengat listrik hingga detak
jantungnya berubah cepat.
āKamu ingin pulang bukan? Kalau begitu ayo pulang. Aku akan
menemani mu hingga halte tujuan mu.ā
Jaemin melepaskan salah satu tangannya yang menggenggam
tangan Yejin. Kemudian ia melayangkan tangan tersebut ke atas kepala Yejin.
Tangan yang tentunya lebih besar dari milik Yejin itu bergerak di atas puncak
kepalanya. Membelai lembut surai-surainya hingga menimbulkan susunan rambut
yang sedikit berantakan.
āAyo..ā Ajak Jaemin dengan menuntun Yejin yang masih setia
dengan rasa terkejutnya hingga membuat ia tidak sadar bahwa mereka tengah
berjalan meninggalkan sekolah dengan Jaemin yang tengah menggenggam tangannya
cukup erat.
E . N . D
I'm really sorry for this super absurd, no fluff, and failed to be romance story *deep bow*.
Happy 7th Anniversary for GIGSent and GIGSent's Family :)
ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment