Goodbye Baby - chapter 8






cast:



Lee Minhyuk (BtoB)  ><  Byun Taerin (OC)  ><  Song Mino (WINNER)  ><  Yoon Jisun (OC)  ><  Nam Woohyun (Infinite)





genre:



romance, university life, angst (AU - Alternate Universe)





Previous Story:
Chapter 1  I  Chapter 2  I  Chapter 3  I  Chapter 4  I  Chapter 5  I  Chapter 6  I  Chapter 7





o  O  O  O  o






Hyejin mulai merapihkan barang-barangnya. Gadis itu mulai menyusun kertas-kertas tugasnya. Mengumpulkan peralatan tulis yang sebelumnya tergeletak di atas meja. Setelahnya menyimpan semua itu ke dalam tas tangannya. Namun saat ia hendak menutup tas putihnya, Hyejin tiba-tiba saja berhenti dan beralih pada sosok Taerin yang tengah mengerutkan dahi sembari menatapi layar ponsel.



“Ada apa?” Tanya Hyejin saat sahabatnya itu kembali meletakkan benda tipis tersebut ke atas meja.



“Temani aku ke Loose Leaf Café..” Pinta Taerin tanpa mengindahkan pertanyaan Hyejin yang telah terlontar untuknya.



Hyejin pun mengangguk. Ia tidak tahu pesan apa yang baru saja diterima Taerin. Dan hal itulah yang membuat gadis dengan rambut berwarna agak merah itu langsung mengangguk cepat begitu Taerin memintanya.



Keduanya pun kembali melanjutkan aktivitas mereka yang tertunda. Hyejin kembali menutup tasnya dan Taerin yang kembali menyimpan kertas tugasnya ke dalam tas.



Setelah semua selesai, kedua gadis muda itu pun bergegas pergi meninggalkan perpustkaan guna menuju salah satu tempat bersantai yang berjarak agak jauh dari kampus mereka. Bermodalkan sebuah taksi yang diberhentikan di depan halte, keduanya segera meminta sang supir untuk mengantar mereka ke tempat yang telah disetujui oleh Taerin dan juga sang pengirim pesan.




At Loose Leaf Café



Seorang pria dengan pakaian serba hitam serta satu buah nametag yang terpasang di bajunya membukakan pintu dan menyambut Taerin serta Hyejin saat keduanya berjalan masuk. Pria itu tersenyum dengan ramah kemudian mempersilahkan kedua sahabat itu untuk masuk. Taerin membalas sambutan ramah itu dengan mengangguk dan tersenyum sekilas. Ia kemudian fokus pada isi kafe yang sedikit ramai.



Mata Taerin mulai mengitar mencari tempat dimana sosok yang mengiriminya pesan berada. Sementara Hyejin, ia hanya diam memerhatikan Taerin dari belakang. Pasalnya ia tidak tahu siapa yang akan ditemui Taerin. Jadi ia tidak bisa melakukan apa pun, bahkan membantu mencari keberadaan sosok tersebut.



“Itu dia..” Celetuk Taerin begitu dirinya berhasil menemukan keberadaan orang yang dicarinya. Ia lantas menarik tangan Hyejin agar mengikuti langkahnya, “Ayo Hyejin..”



Taerin berhenti tepat di depan meja dengan table number 9. Di sana telah menunggu seorang pria berambut blonde yang tengah duduk membelakangi kedua gadis itu. Hyejin yang tidak dapat melihat wajahnya hanya mengernyitkan dahi sembari menatap penampakan pria tersebut dari punggungnya. Namun saat melihat punnggung pria itu, ada sesuatu yang mengusik pikirannya.



Ia seperti.....



Belum sempat dugaannya terselesaikan. Pria tersebut berbalik dan langsung menampakkan wajahnya. Hyejin yang sebelumnya tengah sibuk menabak tiba-tiba saja terdiam dan kemudian langsung menghempaskan tubuhnya pada kursi di samping pria tersebut.



“Nam Woohyun! Ku kira Taerin akan bertemu siapa.. ternyata kau.” Lega Hyejin saat mengetahui siapa sosok yang mengirimi Taerin pesan hingga membuat gadis itu terlihat gusar.



“Memangnya kau kira siapa huh?” Tanya balik Woohyun sembari melipat kedua tangannya di depan dada.



Hyejin membuang mukanya. Ia kemudian menarik napasnya dalam dan menghelanya.“Ku kira Song Mino.” Jawabnya kemudian.



“Mino?” Gumam Woohyun pelan namun masih dapat di dengar jelas oleh Hyejin dan Taerin.



Hyejin hanya mengangguk. Kemudian ia merapihkan posisi duduknya. Menegakkan tubuhnya seakan ia akan membicarakan hal penting yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Jika hal itu sampai terjadi, maka nyawanya akan melayang.



“Jadi.. tadi pagi saat Taerin dan Taeho tengah sarapan, tiba-tiba saja Taeho mengatakan bahwa ia melihat Mino dengan seorang wanita. Kemudian Taerin, ia bukannya berkata jujur malah mengarang cerita tentang Mino dan gadis itu.” Hyejin menjeda ceritanya dan emncebik sembari menatap ke arah Taerin.



“Tapi tebakanku Taeho tidak percaya sepenuhnya pada gadis ini. Ku rasa Taeho pasti tengah mencari bukti lain untuk membuktikan apa yang dilihatnya.” Ungkap Hyejin. Gadis itu kemudian melipat kedua tangannya di depan dada. Merasa bangga dengan pemikirannya yang ia anggap begitu brilian.



“Ya! Berhenti membicarakan tentang pria itu. Aku mengajak mu kemari bukan untuk membicarakan hal itu.” Sergah Taerin cepat. Ia yang sebelumnya hanya diam mulai merasa gerah dengan sindiran yang diutarakan Hyejin untuknya.



Taerin tahu kalau pagi tadi ia baru saja membuat kesalahan. Menghilangkan satu kesempatan yang datang untuk menyelamatkan masa depannya. Tapi ia memiliki alasan mengapa ia sampai melakukan hal itu. Lagi pula, apakah Hyejin tidak bosan mencibir dirinya??



Gadis itu telah melakukan hal tersebut sejak makan siang. Kini saat matahari hampir terbenam, ia masih ingin mencibir dirinya?? Oh Tuhan.. kenapa bisa ada manusia seperti Hyejin di muka bumi ini?



“Siapa suruh kau tidak jujur pada kakakmu. Bagaimana pun, Taeho itu kakakmu. Walau ia juga salah satu orang yang menyetujui perjodohanmu, tetapi ia tetap seorang kakak laki-laki yang akan menjaga adik perempuannya. Suatu hal yang lumrah bukan?” Kembali Hyejin menyuarakan isi pikirannya dengan suara yang tetap terdengar kesal.



Hal tersebut semakin menumbuhkan rasa kesal Taerin pada sahabatnya itu. Tapi apa yang dituturkan Hyejin membuat Taerin lebih memilih diam. Selain karena ia tidak mau memperpanjang keributan antara dirinya dengan Hyejin, fakta bahwa semua yang dikatakan Hyejin adalah benar semakin mengusik dirinya.



Tidak seharusnya ia berbohong pada sang kakak. Tidak seharusnya ia melindungi Mino hanya karena takut pria itu akan melakukan hal-hal di luar nalarnya. Seharusnya ia biarkan saja Taeho mengetahui yang sebenarnya. Toh.. bangkai yang disembunyikan lama kelamaan akan tercium juga baunya. Dan hal itu juga berlaku dengan kebohongan yang dilakukan Mino.



Ia mengatakan bahwa akan mengakhiri hubungannya dengan Jisun demi pertunangannya, tapi semua itu hanya omong kosong. Ia tidak mengakhiri hubungannya! Ia tetap berhubungan dengan gadis itu dan malah membuat hubungan Taerin dengan Minhyuk berakhir hanya dengan satu kalimat.



“Sudah.. sudah jangan ribut seperti itu. Oh iya, aku sudah memesankan kalian minuman, sepertinya sebentar lagi akan di antar.” Lerai Woohyun dengan tawa yang tertahan. Melihat tingkah kekanakan dua orang gadis itu membuat Woohyun tidak mampu tidak tertawa. Mereka begitu lucu. Bagaimana bisa dua orang mahasiswi bertingkah sekanak-kanak mereka? Terlebih salah satunya telah bertunangan dengan seorang pria casanova. Sungguh tidak dapat dipercaya.



Saat keadaan hening menyelimuti ketiganya, seorang pelayan datang dengan membawakan dua gelas minuman serta tiga piring cake yang sebelumnya telah dipesan Woohyun. Pelayan itu lantas meletakkan semua pesanan tersebut ke atas meja. Kemudian mempersilahkan Taerin, Hyejin, dan tentunya Woohyun untuk menikmati hidangan tersebut sebelum pergi meninggalkan meja itu.



“Sebenarnya apa yang membuat kau meminta Taerin bertemu?” Tanya Hyejin setelah ia menyesap frape miliknya. Gadis itu kemudian meletakkan kembali gelasnya dan mulai menatap serius pada Woohyun.



Woohyun berhenti dari kegiatan minumnya. Ia kemudian ikut meletakkan gelas kopinya ke atas meja dengan air wajah yang mulai berubah menjadi serius seperti Hyejin.



“Ini mengenai janjiku pada mu Taerin.” Ucapnya yang berhasil membuat Taerin terhenyak.



Gadis itu sejenak menghentikan aktivitas minumnya. Ia dengan perlahan meletakkan gelasnya ke atas meja dan bersiap untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan Woohyun.



“Taerin.. maaf. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi janjiku. Minhyuk... ia sudah memutuskan untuk merelakan mu. Dan aku tidak bisa memaksanya. Tapi tenang saja, aku akan tetap membantu untuk membuat perjodohan antara diri mu dan Mino batal.”




*   *   *   *




Taeho menghempaskan kunci mobil ke atas meja. Ia juga melemparkan tas kantornya begitu saja ke sofa. Dan setelah itu dengan cepat menaiki tangga. Dengan derap langkah yang cepat pria itu berjalan dan berhenti tepat di depan kamar Taerin.



Sebuah tarikan napas panjang serta hembusan cepat terdengar sebelum tangan kekarnya melambung ke udara dan mendarat dengan sempurna pada daun pintu di depannya. Dua kali kepalan tangannya dibenturkan pada pintu tersebut. Sampai suara dalam menginterupsi keinginannya untuk kembali mengetukkan tanngannya.



Taeho lantas menegakkan tubuhnya. Rahangnya semakin terlihat mengeras. Alisnya bertaut kaku dan sorotan mata yang tajam. Pria itu dengan tangan yang mengepal menunggu sosok di dalam untuk membukakan pintu. Ketika Taerin muncul dari balik pintu, Taeho langsung saja mendorong pintu tersebut dengan kasar hingga membuat adiknya itu mau tak mau terdorong oleh tubuhnya.



Taerin menatap terkejut pada Taeho yang begitu mengejutkan dirinya. Terlebih ketika melihat air wajah kakaknya itu. Sebuah tanda tanya besar muncul di kepalanya. Ada apa dengan Taeho? Kenapa ia terlihat begitu marah? Apakah ada sesuatu yang terjadi padanya?



Namun saat pertanyaan-pertanyaan itu masih berkerumun dan tidak dapat terjawabkan, sebuah perasaan takut tiba-tiba saja menyeruak ke dalam perasaannya. Hal itu membuat jantungnya berdebar tidak normal. Dan membuat tubuh belakangnya mulai terasa panas.



“Mino, hubungan mereka belum berakhir bukan?” Tanya Taeho langsung seakan sedang terburu waktu.



Taerin terkesiap. Akhirnya ia menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Akhirnya ia tahu kenapa tiba-tiba saja ia merasa tidak nyaman saat melihat Taeho yang seakan tengah menahan amarah.



“Mmm.. itu...” Taerin tak mampu berkata-kata. Ia tidak tahu jawaban apa yang ingin diberikannya. Kembali memberikan sebuah alasan untuk menutupi kelicikan Song Mino, itu hanya sia-sia. Sepertinya Taeho sudah memiliki bukti yang kuat untuk hal itu.



“Jangan berbohong Byun Taerin!” Titah Taeho.



Ucapan Taeho semakin membuat nyali Taerin mengerut. Ia tidak berani menjawab pertanyaan sang kakak. Bahkan mengangkat kepala dan memandang manik mata Taeho pun Taerin tak mampu.



Taeho yang sudah kehilangan kesabarannya berjalan menghampiri Taerin. Ia genggam dua pundak Taerin dan memaksa adiknya itu untuk menatap dirinya. “Jawab pertanyaan ku dengan jujur Taerin.”



Taerin tak berkutik. Lidahnya kelu dan jantungnya terus berpacu seperti saat ia tengah menunggangi kuda pertama kalinya. Di dalam cengkraman Taeho, gadis itu hanya mampu menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.



“Kau diam, berarti benar! Kalau begitu aku akan mengatakan kepada Ayah dan Ibu agar mereka mau membatalkan perjodohan kalian.”




2 days later



Hyejin merasa bingung. Tak tahu harus melakukan apa. Pasalnya sudah dua hari ini sahabatnya -Taerin- bersikap sangat aneh. Ia murung dan terlihat tak bersemangat. Setiap kelas berlangsung yang dilakukannya hanya melamun hingga kelas berakhir. Dan yang lebih parahnya, ia seperti tengah melakukan aksi mogok bicara karena limitnya perkataan yang ia ucapkan.



Yang semakin membuat Hyejin bingung adalah selama dua hari ini dia tidak melihat Mino di kampus. Memang ketidakhadiran pria itu merupakan kesempatan yang bagus untuk Taerin. Sahabatnya itu bebas melakukan apa pun dan bersama siapa pun tanpa harus takut pada sosok Mino yang bisa muncul darimana pun layaknya makhluk gaib.



Namun dengan perubahan sikap Taerin membuat sebuah tanda tanya besar langsung muncul di benaknya. Berbagai spekulasi terus memenuhi otaknya. Mulai dari kemungkinan rencana pernikahan mereka yang dipercepat sampai dengan pikiran bodoh bahwa telah terjadi hal yang tidak diinginkan antara Taerin dengan Mino.



Spekulasi-spekulasi tersebut terus berkembang hingga memenuhi pikirannya. Membuat gadis itu semakin lama semakin merasa lelah karena tak juga menemukan penjelasan dari segala hal yang tengah terjadi. Dengan segenap rasa penasaran yang dimilikinya, Hyejin pun akhirnya memutuskan untuk langsung menanyakan semua pertanyaan yang ada di dalam otaknya kepada Taerin.



Sepeninggal dosen di sore hari itu, Hyejin langsung mendekati Taerin. Ia tarik kursi di sebelah sahabatnya itu. Mendudukan tubuhnya di sana dan kemudian menatap pada Taerin serius. Hyejin berusaha untuk menarik minat Taerin padanya agar ia mau melakukan pembicaraan yang Hyejin anggap penting itu.



Namun setelah beberapa saat ia duduk, Taerin tak kunjung menyadari keberadaannya. Gadis itu masih saja disibukan dengan dunia lainnya yang terlihat lebih menarik daripada sahabatnya yang sudah terlihat jengkel karena terus diabaikan oleh dirinya. Padahal saat itu Taerin tengah merebahkan kepalanya ke atas meja dengan menghadap Hyejin. Tapi sayangnya Taerin tak juga menyadari keberadaannya.



“Taerin..” Panggil Hyejin sembari melambaikan tangannya tepat di hadapan wajah Taerin.



“Taerin..” Panggilnya lagi karena sebelumnya tak ada respon yang ditunjukan oleh Taerin.



Hyejin menghela napasnya kasar. Ia sudah sampai pada batas kesabarannya. Ia frustasi. Ia sudah tidak tahan melihat sikap Taerin yang sangat aneh. Diam. Melamun. Intinya Taerin terlihat seperti zombie yang tengah menuntut ilmu di kampusnya.



Hyejin mengusap wajahnya kasar. Ia kemudian menegakkan tubuhnya dan kembali menarik napasnya. Namun kali ini tarikannya lebih dalam dan semakin dalam. “BYUN TAERIN!!!”



Taerin yang terkjeut langsung terperanjak dari posisinya. Tubuhnya nyaris terhuyung ke belakang dan mendarat di atas lantai jika saja Hyejin tidak menahan kursi yang tengah didudukinya.



“Akhirnya..” Gumam Hyejin pelan tepat ketika Taerin menatap bingung kepadanya.



“Ada apa?” Tanya Taerin yang masih terlihat terkejut dan tidak menyadari apa yang telah terjadi sebelumnya.



“Ada apa? Tsk. Seharusnya pertanyaan itu lebih pantas aku yang bertanya, bukan kau.” Cibir Hyejin. Gadis itu lantas kembali merapihkan posisi duduknya. Ia berniat untuk memulai pembicaraan penting tersebut detik itu juga.



“Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Maksud ku.. sudah dua hari ini kau bertingkah aneh. Kau melamun. Tidak mendengarkan satu pun penjelasan dosen. Tidak pernah memesan makan siang. Bahkan minuman yang kau pesan pun hanya kau sesap sedikit lalu kau tinggal.” Hyejin menjeda ucapannya. Dari raut wajah yang tengah ditunjukan Taerin, Hyejin sadar bahwa ada hal berat yang tengah dihadapi sahabatnya itu. Karena itu ia berusaha untuk mencari kata-kata yang tidak akan membuat perasaan Taerin semakin memburuk.



“Aku ini sahabatmu. Kita berteman sudah lama. Aku tidak akan membocorkan rahasiamu, dan kau pasti tahu itu. Jadi kau bisa bercerita pada ku. Akan lebih baik jika kau menumpahkan semua keluh kesah mu agar tidak menjadi seperti sekarang ini.” Hyejin kembali memberikan jeda. Ia lantas menarik napasnya dalam dan kembali berucap, “Kau tahu, kau terlihat seperti mayat hidup dua hari ini.” Bisik Hyejin.



Mendengar itu membuat sebuah tawa kecil muncul dari Taerin. Gadis itu merasa seperti ada hal menggelitik tapi hatinya masih terasa begitu berat untuk membiarkan dirinya dapat tertawa lepas.



Taerin mulai berangsut merapihkan posisi duduknya. Ia tegakan tubuhnya. Memutar badannya agar bisa berhadapan dengan Hyejin sebelum memulai cerita panjang yang telah memenuhi pikirannya dua hari ini.



Dengan sebuah tarikan napas dalam, Taerin memulai cerita panjang tersebut. Dimulai dari Taeho yang menggedor pintu kamarnya sampai dengan kepulangan orang tuanya hari ini. Taerin tumpahkan semua perasaan gundahnya kepada Hyejin. Ia berharap dengan hal itu semua rasa berat yang memenuhi relung hatinya dapat berkurang walau hanya sebesar butiran jagung.



Selama Taerin menceritakan hal-hal yang telah terjadi, selama itu pula mulut Hyejin terus terbuka. Selain itu mata Hyejin terkadang membulat lalu menyipit kembali membulat lagi lalu menyipit, dan terus seperti itu sampai cerita Taerin berakhir.



“Jadi Taeho sudah tahu seberapa busuknya Song Mino itu? Akhirnya...” Seru Hyejin dengan helaan napas lega. Gadis itu kemudian menyenderkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya.



Pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi otakny serta pikiran-pikiran buruknya selama dua hari ini akhirnya sudah terjawab. Taerin bersikap aneh bukan karena rencana pernikahannya yang dimajukan atau sudah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan antara sahabatnya itu dan pria tercasanova di kampusnya. Tapi semua itu karena akhirnya keluarga sahabatnya itu akan tahu seberapa liciknya seorang Song Mino.



Tunggu.. tapi kenapa Taerin begitu gusar? Bukankah seharusnya ia merasa senang karena ia tidak perlu bersusah payah untuk membongkar kebusukan pria itu?



“Lalu kenapa kau bersedih? Ah maksud ku, kenapa kau malah terlihat tertekan?”



Pertanyaan Hyejin tadi membuat Taerin kembali merasa tercekat. Ia tidak tahu kenapa dirinya merasa seperti saat itu. Tertekan dan lemah. Bukankah seharusnya ia merasa senang karena akhirnya tanpa dirinya harus melakukan usaha yang besar, rencana pertunangan ia dan Mino akan batal?



“Entahlah. Aku juga bingung Hyejin. Rasanya seperti ada batu besar yang tengah menindih jantungku.” Aku Taerin.



Hyejin diam. Ia mencoba untuk menemukan hal lain yang tak disadari oleh Taerin, sampai-sampai membuat gadis itu seakan sedih dnegan terbongkarnya kebohongan Mino.



“Apakah kau mulai jatuh cinta pada Mino?” Tebak Hyejin. Gadis itu dengan matanya yang meyipit menyoroti Taerin dengan tajam. Sebenarnya ia tahu jawaban apa yang akan diberikan Taerin, tapi ia tidak menemukan pemikiran lainnya selain Taerin yang mulai mencintai Mino.



“Tidak! Kenapa kau berpikiran seperti itu? Sampai dunia kiamat, sampai bumi menjadi urutan terakhir dalam tata surya sekali pun, aku tidak akan pernah menyukai pria itu. Tidak akan pernah!”



“Lalu?”



“Mungkin karena aku terlalu takut untuk mengetahui reaksi orang tua ku saat Taeho memberitahukan semuanya.”



“Memangnya kapan orang tua mu kembali dari perjalanan bisnis mereka?”



“Hari ini, atau mungkin mereka sudah sampai.”



Hyejin kembali ingin menanyakan sebuah pertanyaan pada Taerin. Tapi dering ponsel sahabatnya itu membuat Hyejin kembali menutup mulutnya dan membiarkan Taerin mengangkat sambungan teleponnya.




“.....”



“Aku di kampus. Ada apa?”



“.....”



“Aku akan pulang sekarang.”



“.....”



“Ya.. sampai nanti.”




Taerin menjauhkan ponselnya. Gadis itu lantas memejamkan matanya dan sebuah napas berat terhembus dari bibirnya.



“Ibumu?” Tebak Hyejin saat Taerin mulai membenahi semua perkakasnya dan menyimpannya ke dalam tas.



Taerin mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari tas serta buku catatannya. “Aku harus pulang sekarang. Sampai jumpa besok..” Pamit Taerin.



Taerin berangsur bangkit dari kursinya. Ia kemudian berjalan meninggalkan ruang kelas dan juga Hyejin yang terus menatapi kepergiannya dengan simpatik.



“Kau pasti bisa melewati ini Taerin..” Gumam Hyejin saat tubuh Taerin sudah menghilang entah kemana.




To Be Continued...




...감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts