Vampire Bride - Part 9
āKau mau kita tukar kamar?ā
āTidak,ā sergah Ye Eun langsung.
āMaksudku bersama.ā
āBersama?ā
āY-ya.ā Ye Eun menelan ludah.
āTidurā¦ bersama.ā
Yuta menahan keterkejutannya dan
memandang Ye Eun serius. āAku tidak mau tidur di lantai lagi.ā
āKau tidak perlu tidur di
lantai.ā
āJadi kau yang akan tidur di
lantai?ā
āB-bukan begitu.ā
Yuta tersenyum, dia bergurau
tentu saja. Setelah tahu betapa tidak enaknya tidur di lantai, ia tentu tak
akan membiarkan Ye Eun atau siapa pun yang ia kenal melakukan hal itu.
Yuta mendorong pintunya
lebar-lebar dan menyingkir memberi jalan.
Ye Eun melangkah masuk.
Ini pertama kalinya Ye Eun memasuki
kamar Yuta. Kamar pria itu ternyata tak jauh berbeda dengan kamar miliknya di
lantai dua, hanya saja lebih luas, meja riasnya diganti dengan meja komputer
dan tidak ada balkon.
Yuta langsung merangkak lagi ke
posisi tidurnya. Kelihatan begitu letih dan kesakitan. Ye Eun menyusul dengan
gerakan ragu. Gadis itu berbaring di sebelah Yuta, sengaja bernapas lebih pelan
supaya tidak mengganggu pria malang di sebelahnya. Suasana sunyi sekali. Ye Eun
memandangi lampu di langit-langit sambil meremas tangannya dengan gugup.
āKau biasa tidur dengan lampu
menyala?ā tanya Ye Eun parau. Sejujurnya tak nyaman dengan betapa terangnya ruangan
ini.
āHmmm.ā Yuta yang sedang dalam
posisi telungkup memutar kepalanya sedikit supaya bisa bicara. āTidak. Kau?ā
āAku juga tidak.ā
āKalau begitu matikan saja
lampunya,ā kata Yuta, sementara tangannya mengulur malas menyalakan lampu tidur
di nakas. Ye Eun beranjak mematikan lampu dan kembali lagi ke sebelah Yuta.
Suasana menjadi lebih sunyi lagi
sekarang. Tapi anehnya, Ye Eun malah merasa nyaman. Ruangan yang gelap, lampu
tidur temaram, suara napas di sebelahnya dan semua keheningan ini, entah
mengapa membuat tubuhnya rileks.
Yuta pelan-pelan mengubah posisi
tidurnya, merintih-rintih dengan napas tertahan. Ye Eun melirik pria itu iba
sebelum memutar badan menghadapnya. Ia memerhatikan wajah Yuta yang lebih pucat
dari biasanya itu mengerut menahan sakit sementara ia berbaring menghadap Ye
Eun juga. Gerakannya begitu pelan, begitu hati-hati, seolah tubuhnya terbuat
dari barang pecah belah.
āSakit sekali, ya?ā
āHuh?ā Yuta menggigit bibir.
āYeah, sedikit. Aku tak tahu kenapa baru terasa sekarang.ā
Ye Eun mendengus. āSedikit
katamu.ā
āBanyak sebenarnya.ā
āTentu saja banyak. Kau tak
terbiasa mencangkul sebelumnya dan tiba-tiba mencangkul sekeras itu.
Otot-ototmu pasti terkejut. Belum lagi kau tidur di lantai.ā
āBukankah itu salahmu aku tidur
di lantai?ā
āAku tahu, tapiā¦ā Ye Eun
merendahkan suaranya, āitu salahmu juga. Kau tak perlu mengangkatku ke kasur.
Aku jadi tidak enak.ā
āWaktu itu kau menangis,ā ucap Yuta,
berbisik. Tiba-tiba ia merasa perlu untuk merendahkan suaranya juga setelah Ye
Eun bicara dengan nada itu.
āMaaf.ā
āMaaf?ā
āMaaf membuatmu tidur di lantai.ā
āItu bukan salahmu. Aku pindah
sendiri.ā
āTapi kau pindah gara-gara
melihatku menangis, kan?ā
āMungkin?ā sahut Yuta ragu. āKenapa
kau menangis? Karena tidur di lantai?ā
āBukan.ā
āLalu kenapa?ā
āEntahlah. Tiba-tiba kesal saja.
Rasanya hidupku berantakan sekali.ā
Yuta tersenyum miring. Entah
bagaimana ia menganggap āhidup yang berantakanā itu lucu. Ekspresi wajahnya
menunjukkan seolah itu adalah hal paling konyol untuk ditangisi. Ye Eun yang
melihat Yuta tersenyum seperti itu otomatis ikut tersenyum. Merasa bodoh. Ya, hidupku berantakan, tapi memangnya aku
bisa apa?
Ye Eun mengulurkan tangannya ke
pipi Yuta, bermaksud mengukur suhu tubuhnya. Sebab, sekalipun ia bisa melihat
Yuta tersenyum dalam gelap, wajahnya tetap terlihat tidak sehat.
āKau tidak sepanas kemarin lusa,
tapi demammu jelas balik lagi.ā
Yuta tak berkata apa-apa. Cuma
balik memandang Ye Eun dengan sorot mata lesu. Senyum miringnya hilang dan raut
wajahnya kembali serius. Yuta benar-benar letih dan sekujur tubuhnya pegal
bukan main. Seolah ia baru saja digantung dan dipukuli bak samsak oleh seratus
orang petinju.
āMau kukompres?ā
āTidak usah.ā
āLalu bagaimana kau bisa tidur?ā
āLama-lama juga tidur.ā
āYang mana yang sakit?ā
āSemuanya.ā
āYang paling sakit?ā
āSemuanya.ā
Jarak mereka sebenarnya sudah
cukup dekat, tapi Ye Eun merasa perlu untuk beringsut semakin dekat lagi.
Tangannya yang semula berada di pipi Yuta naik ke kepalanya, membelai rambutnya
yang berantakan dan kasar karena kurang kondisioner, lalu turun ke tengkuk dan
turun lagi sampai ke tulang panggulnya. Mengusap semua bagian tubuh yang
dilalui telapak tangannya disertai tekanan-tekanan ringan.
Jemarinya lantas menelusup di
balik kaus Yuta, memberikan pijatan lembut di sepanjang punggung sampai ke
bahunya. Sementara mata mereka tak beralih dari satu sama lain.
Ye Eun tahu ia mungkin sudah
kelewat batas (lagi). Tapi dia menganggap sentuhan ini murni untuk meringankan
rasa sakit Yuta, murni karena ia tak tega melihat pria itu merengut sambil menggigiti bibirnya tiap bergerak barang secenti.
Saat itu Yuta mengulurkan
tangannya ke arah Ye Eun. Telapak tangannya membelai tengkuk Ye Eun sementara
ibu jarinya menekan pembuluh darah di leher gadis itu seolah sedang mengecek
denyut nadinya.
āShin Ye Eun.ā
āHmm?ā
Mereka berpandangan lebih dalam
selama beberapa saat (walau sejak tadi yang mereka lakukan memang hanya
berpandangan) sebelum akhirnya Yuta mendekatkan wajahnya, dan Ye Eun refleks
memejamkan mata. Ye Eun menunggu tapi tak ada yang terjadi. Hingga ia pun
membuka matanya lagi. Wajah Yuta berada persis di depan wajahnya. Matanya
nampak sayu dan dipenuhi rasa bersalah, Ye Eun benar-benar tak mengerti apa
maksudnya, ia tak mengerti kenapa Yuta menatapnya begitu iba.
āTolong suruh aku berhenti,ā
bisik Yuta, nyaris memohon.
Ye Eun diam saja.
Setelah beberapa saat, Yuta pun
mendesah dan mencium bibirnya. Mereka berciuman lambat-lambat di kamar Yuta
yang temaram. Tangan Ye Eun menangkup pipi sang pria dan menariknya lebih dekat
lagi, seolah jarak di antara mereka belum terpangkas habis.
Selama bermenit-menit selanjutnya
(yang terasa seperti berjam-jam), yang terdengar hanyalah suara AC yang
berdengung dan decapan.
Yuta memundurkan kepalanya, mengakhiri ciuman mereka, dan Ye Eun nyaris meringis protes dibuatnya.
Gadis itu memejamkan mata,
menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha menahan diri untuk tidak menarik Yuta
lagi. Sampai saat akhirnya ia kembali membuka mata, ia baru menyadari betapa
anehnya tatapan Yuta sekarang. Yuta memandangnya dengan sorot mata redup, seolah
ia sedang mengasihaninya.
Ibu jari Yuta masih di lehernya,
menekan pembuluh darahnya sedikit terlalu kuat, merasakan betapa hangat aliran
darahnya saat gadis itu sedang bergairah. Dan mendadak wajahnya makin muram
lagi. Sorot matanya semakin redup dan Yuta nampak luar biasa bersalah sampai ia
tak bisa mengontrol raut sedih di wajahnya. Ye Eun benar-benar tak mengerti, ia
ingin sekali bertanya apa yang sedang pria itu pikirkan, tapi juga segan
melakukannya, dia penasaran dan takut di saat yang sama. Yang pasti, melihat
Yuta seperti itu membuat hatinya resah. Seseorang yang habis berciuman harusnya tidak saling menatap
dengan raut sesendu ini.
Setelah beberapa saat, Yuta
akhirnya mendesah. Ia merendahkan kepalanya dan beringsut mendekap Ye Eun. Ye
Eun bisa merasakan perutnya mengejang. Yuta menenggelamkan wajahnya di lehernya,
menekan hidungnya di sepanjang leher gadis itu sebelum posisi ibu jarinya tadi
ia gantikan dengan bibirnya. Yuta mencium pembuluh darah di leher Ye Eun
dalam-dalam, sementara tangannya melingkar erat di pinggang sang gadis.
āLakukan lagi,ā pinta Yuta serak.
āLakukan apa?ā
āApa pun yang kau lakukan di
punggungku tadi,ā sahutnya, ālakukan lagi.ā
Ye Eun menghela napas gugup. Ia berusaha
menolak untuk mengakui betapa nyaman dirinya sekarang. Baru tadi sore ia
berandai-andai bagaimana rasanya dipeluk Yuta dan sekarang ia sudah memiliki
pria itu di tubuhnya, memeluk pinggangnya, bernapas hangat di lekuk
lehernya dan mencium titik nadinya. Ia bahkan tak bisa membedakan mana detak
jantungnya dan mana detak jantung Yuta saking eratnya Yuta mendekapnya.
Perlahan-lahan, tangan Ye Eun kembali
menyelinap di punggung Yuta, mengusap, memijit, menggerayang menyusuri tulang
punggungnya dalam sentuhan ringan. Ye Eun bisa merasakan Yuta tersenyum di
lehernya dan nyaris gila dibuatnya. Adrenalinnya melesak ke seluruh penjuru
tubuh sebelum meledak di wajahnya seperti kembang api.
Ye Eun bersyukur mereka tak bisa
melihat wajah satu sama lain dalam posisi ini. Ye Eun bisa merasakan sekujur
tubuhnya tersipu. Terlebih wajahnya. Ia tak bisa membayangkan semerah apa
wajahnya sekarang, sememalukan apa ekspresinya. Dan diam-diam ia berharap Yuta
juga merasakan hal yang sama. Ia berharap Yuta sama gugup dan sama
malunya dengannya.
**********
Sudah hampir jam sembilan ketika
Ye Eun membuka mata pagi itu. Posisinya terasa amat nyaman sampai-sampai ia
memutuskan untuk memejam beberapa menit lagi. Gadis itu mengira Yuta masih
tidur, tetapi tiba-tiba suaranya terdengar.
āHei.ā
Ye Eun kontan membuka mata dan menoleh
secepat kilat. āHei.ā
āAku melihatmu buka mata tadi,
jadiā¦ā
āYeah. Aku sudah bangun.ā
āYeah.ā
Ye Eun menelan ludahnya dan
menatap langit-langit. Canggung dan gugup. Tak tahu harus apa.
Sampai akhirnya suara Yuta
kembali terdengar.
āShin Ye Eun.ā
āYa?ā
āMaaf, tapiā¦, sebanyak apa pun
aku menyukai ini, aku tak bisa merasakan tanganku.ā
Ye Eun mencoba memahami maksud
pria itu sebelum ia sadar kepalanya terbaring di lengan Yuta alih-alih di
bantal. Ye Eun langsung melonjak bangun.
āMaaf.ā
Yuta tersenyum. Dan Ye Eun bisa
merasakan dirinya ikut tersenyum.
āA-aku harus siap-siap ke
restoran.ā
āOke.ā
Ye Eun turun dari tempat tidur
dan berjalan terburu-buru menjangkau kenop pintu.
āShin Ye Eun.ā
Gerakan tangannya terhenti.
āKuantar, ya.ā
āT-tapi kamarku cuma di atasā¦ā
āBukan, maksudku ke restoran.ā
āOh!ā Ye Eun merasa konyol
sekali. Tentu saja maksudnya ke restoran. Ye Eun tertawa canggung. āOke.ā
**********
Ye Eun tidak mengambil tiga jam
waktu tambahannya sore itu. Ji Won masih di perjalanan pulang dari Anyang dan
Ye Eun terpaksa harus bicara langsung dengan manager mereka supaya bisa pulang
duluan. Donghyuck mengamatinya dari balik kasir sementara gadis itu
memohon-mohon, mengarang keadaan darurat sembari menyelipkan janji-janji manis.
āHuaaa terima kasih. Besok saya
akan datang lebih pagi.ā
Ye Eun melompat kegirangan,
berlari ke belakang sambil buru-buru melepas apronnya.
āYah! Kau diizinkan pulang?ā
Donghyuck berteriak tak terima, yang cuma dibalas dengan cengiran lebar oleh
sang rekan kerja.
Ye Eun bergerak begitu cepat. Bak
angin ia mondar-mandir merapikan peralatan dapurnya sebelum menyambar mantel
dan melesat keluar sambil menyandang tas.
Yuta yang sudah menunggu di taman
langsung berdiri begitu melihat Ye Eun berlarian ke arahnya sambil kerepotan
memakai mantel.
āBoleh?ā
āBoleh, tapi besok harus datang
jam 7.ā
āJam 7?ā Yuta setengah berteriak.
Itu pagi sekali.
āYa. Ayo!ā Namun Ye Eun sama
sekali tak peduliābelum, tepatnya, urusan besok biar dipikirkan besok.
Ia menggandeng tangan Yuta dan menyeretnya pergi.
Sebenarnya, ide jalan-jalan ini
baru terpikir tadi pagi, tepatnya saat Yuta mengantarnya berjalan ke restoran.
Ye Eun bilang dia kehabisan deterjen dan Yuta menawarkan diri untuk membelikannya
di supermarket. Lalu tiba-tiba saja gadis itu mencetuskan ide untuk belanja
bersama di Times Square. Karena Times Square tutup pukul sepuluh, Yuta
menyarankan untuk pergi hari Sabtu saja. Tapi ini masih hari Selasa dan Ye Eun
tak punya cukup kesabaran untuk menunda agenda grocery shopping-nya
sampai Sabtu. Maka satu-satunya cara adalah pulang lebih awal. Setidak-tidaknya
jam tujuh. Dan ya, Ye Eun berhasil keluar jam tujuh.
**********
Nakamoto Yuta.
Dia memakai jaket kulit hitam,
dengan jins hitam dan sepatu kets hitam. Ekspresi wajahnya dingin dan
berbahaya. Sorot matanyaāwalau nyaris tertutup rambutāterlihat begitu tajam,
seakan mampu menembus kepala siapa saja yang punya cukup nyali untuk beradu
pandang. Ia melangkah angkuh, memastikan setiap inci lantai yang dijejakinya
seolah-olah miliknya. Dengan fitur tegas dan aura kejinya, Yuta dengan mudah
menarik perhatian. Bak magnet, semua mata tertuju padanya di mana pun ia
berjalan, entah memandangnya dengan raut terpukau, takut atau malah mengernyit
mencela.
Ye Eun menunggu di pintu masuk,
menyaksikan Yuta mengambil troli dan berjalan ke arahnya diiringi segala jenis
tatapan dari segala sisi. Sulit rasanya menemukan satu orang saja yang tidak
sedang memandang Yuta. Tapi yang ditatap sama sekali tak peduli.
Raut dingin Yuta baru berganti
beberapa detik kemudianāsaat melihat Ye Eun, tepatnya. Perubahan
ekspresinya nampak begitu signifikan. Ia menyunggingkan senyum menyeringai dan
wajahnya mendadak terangkat, lebih cerah. Ye Eun merasa tersanjung bukan main.
Ada rasa puas yang membara begitu Yuta berdiri di sebelahnya, menariknya ke
sisinya supaya bisa memeluknya sambil mendorong troli, sementara
tatapan-tatapan di sekelilingnya makin intens lagiāmereka jelas-jelas terkejut,
mungkin juga iri, berpikir betapa beruntung dirinya hingga bisa diperlakukan
begitu spesial oleh malaikat kematian, berpikir apa yang sudah ia perbuat
sampai-sampai bisa menjinakkan seseorang yang nampak baru keluar dari neraka.
Ye Eun merasa lebih bahagia
selama di department store malam itu dibanding yang pernah
dirasakannya selama ini. Bersama Yuta, dia menghabiskan sisa malam mereka
berkeliling di setiap seksi. Berlarian ke sana kemari, bercanda dan tertawa
seperti maniak. Seakan seisi mall cuma milik berdua. Ye Eun meluncur dengan
troli dan nyaris menubruk rak susu jika saja Yuta tidak berhasil
menghentikannya di detik terakhir. Keduanya tertawa terbahak-bahak dan saling
menyalahkan. Tingkah mereka justru makin menjadi-jadi seiring makin larutnya
malam.
āMau yang bubuk atau cair?ā tanya
Yuta, sementara ia berjongkok di depan rak deterjen, membandingkan aroma parfum
antara dua merek sabun cuci di tangannya.
āCair saja.ā
āYang ini wanginya enak.ā Yuta
berdiri sambil mengulurkan deterjen pilihannya. Ye Eun membauinya sedikit lalu
mengangguk.
āSekarang apa lagi?ā tanya Yuta,
memasukkan deterjen itu ke troli sebelum lanjut berjalan. Mereka melewati
rak-rak perlengkapan mandi dan Ye Eun mendadak berlari mengambil banyak sekali
kondisioner.
āBuatmu,ā katanya sembari memasukkan
botol-botol itu ke troli mereka yang hampir penuh.
āAku?ā
Ye Eun mengangguk.
āKenapa?ā
āYeahā¦,ā gadis itu bicara
lambat-lambat, sementara mereka berbelok ke seksi makanan ringan, āpokoknya
buatmu,ā lanjutnya asal, tangannya sudah sibuk mengambil berbungkus-bungkus
keripik jagung dan camilan lainnya.
Mereka berputar
mengelilingi department store sampai tak ada satu jengkal pun
yang terlewat (kecuali gerai makanan berat, yang menurut Yuta amit-amit
baunya).
Troli mereka sudah penuh. Ye Eun yang
semula hanya ingin membeli deterjen tanpa sadar menemukan dirinya mencomot
benda-benda lain yang bukan deterjen. Ia bahkan membeli kaus berwarna-warni
untuk Yutaāyang kali ini tak menolak. Juga kebutuhan dapur untuknya memasak,
serta obat-obatan dasar yang tidak ia temukan di kotak P3K Yuta. Malam semakin
larut lagi. Ye Eun memasukkan batu baterai ke troli sebelum akhirnya mengakhiri
agenda belanja mereka dan beranjak ke kasir.
Ye Eun tahu ini terdengar konyol,
tapi ia sungguh menikmati agenda belanja malam ini, terlebih karena ia belanja
dengan Yuta. Pria itu luar biasa, tahu cara bercanda dan bersenang-senang. Ia
memakai topeng scream lengkap dengan pisaunya, lalu menjerit
mengagetkan Ye Eun sampai membuat seisi lorong ikut terkejut. Dia membantu memilih
makanan ringan walau ia sendiri tak bisa memakannya. Dia melakukan tarian
konyol tiap kali menemukan CCTV. Dia menukar keranjang belanjaan orang dan
terkikik geli sambil menyeret Ye Eun pergi menjauh. Yuta jail bukan main saat
kau sudah benar-benar mengenalnya, dan Ye Eun tak pernah tertawa selepas itu
kecuali dengan Ji Won.
Selain itu, Yuta juga
memperlakukannya begitu istimewa. Semuanya terasa berbeda, cara Yuta
menggenggamnya, memeluknya, memandangnya, yeah, terlebih memandangnya. Seolah
tak ada satu pun yang berarti di sini kecuali dirinya.
Ye Eun juga menikmati semua
perhatian yang didapatnya dari para pengunjung dan pramuniaga di sini sepenuh
hati. Setiap dia menoleh, pasti ada saja yang tertangkap basah sedang
memerhatikan mereka (memerhatikan Yuta, tepatnya, tapi Yuta tak pernah sedikit
pun peduli), memandangnya dengan tatapan iri dengki atau sekadar penasaran.
Yuta memiliki aura yang kuat,
daya tarik yang tak biasa dan penampilan eksentrik. Ekspresinya selalu
datarānyaris terlihat seperti dia sedang kesalātapi Ye Eun selalu berhasil
membuatnya tersenyum, bahkan tertawa, dan gadis itu tahu orang-orang yang
memandang mereka dari ekor mata itu diam-diam turut menikmatinya. Menikmati
betapa indah garis tawa Yuta dan menyaksikan bagaimana seseorang yang terlihat
begitu kelam tiba-tiba bersinar bak cahaya bulan.
**********
Seolah segalanya belum cukup
istimewa, saat mereka berjalan pulang, malam memutuskan untuk menjadi lebih
indah lagi. Langitnya bertabur bintang, udaranya sejuk dan suasana kota tampak
hiruk pikuk tapi juga terasa sunyi di saat yang sama. Lampu-lampu neon
menyinari jalan dengan elok dan semua orang di trotoar berjalan dengan santai
dan bahagia. Ye Eun bersumpah ia bersedia menukar apa saja hanya supaya malam
itu tak berakhir untuk selamanya, atau setidak-tidaknya berlangsung lebih lama.
Walaupun sudah berjalan amat
pelan, sengaja mengulur-ulur waktu supaya bisa lebih lama berada di luar
bersama Yuta, pada akhirnya mereka sampai di rumah juga.
Mereka tiba pukul sebelas malam.
Yuta yang membawa lebih banyak kantong belanjaan berdiri di belakang Ye Eun
sementara gadis itu membuka kunci pintu. Begitu terbuka, gadis itu segera
masuk, menjatuhkan kantong-kantong belanjaannya, melepas mantelnya dan berjalan
lebih ke dalam, meraba-raba dinding mencari sakelar lampu.
Yuta menutup pintu di
belakangnya, membuat segalanya gelap gulita.
āAku akan merapikan belanjaannya
dulu sebelum tidur.ā Suara Ye Eun memantul dari dinding ke dinding, diiringi
dengan suara berisik plastik yang diletakkan Yuta di lantai.
Ye Eun baru saja menyalakan
sakelar saat Yuta tiba-tiba meraih tangannya, mendorongnya pelan hingga kembali
menekan sakelar itu dan membuat lampunya mati lagi.
Ye Eun merapat ke dinding.
Memandang Yuta yang terus mendekat padanya sambil menelan ludah. Suasana sunyi
senyap. Yuta menempelkan keningnya di kening Ye Eun. Suara napasnya terdengar berkeretak
dan Ye Eun bersumpah tangan pria itu gemetar di tangannya.
āYuta, bisakah aku setidaknya
nyalakan lamā¦ā
āTidak,ā sela yuta tegas.
Tangannya menggenggam erat tangan Ye Eun dan menyingkirkannya jauh-jauh dari
sakelar. Sementara tangannya yang lain membelai pipinya.
āApaā¦ā Yuta bernapas berat, āapa
kau mencintaiku?ā tanyanya begitu saja.
Pertanyaan itu terdengar begitu
acak dan tiba-tiba hingga membuat perut Ye Eun mengejang. Tangan Yuta menyusuri
wajahnya, sementara keningnya ia tekan lebih dalam lagi, kali ini sampai hidung
mereka beradu.
āJawab aku, Shin Ye Eun,ā katanya
dengan suara rendah yang membuat merinding, ākau mencintaiku?ā
Tangan kiri Yuta yang semula
menggenggam tangannya (mengamankannya dari sakelar) kini beralih ke tempat lain,
menelusup ke balik bajunya. Ye Eun berjengit kaget. Tangan itu terasa bagai es
saat menyentuh pinggangnya. Jantungnya berdentam tak keruan dan lututnya lemas
bukan main. Yuta bergerak makin merapat ke tubuhnya.
āShin Ye Eun,ā desah pria itu tak
sabar, nyaris mengulang pertanyaannya untuk yang ketiga kali sebelum Ye Eun buru-buru
menyela, āya,ā jawabnya yakin, setengah mengerang, āya, aku mencintaimu.ā
āKenapa begitu?ā Yuta entah
mengapa malah terdengar sedih.
āKenapaā¦ perempuan secantik
dirimuā¦ā Tangan Yuta yang berada di wajah Ye Eun kini menelusuri garis
rahangnya, sebelum lambat-lambat turun ke garis lehernya. āā¦ jatuh cinta pada
monster sepertiku? Kasihan.ā Yuta bicara dengan suara amat rendah, nyaris
berbisik. Jelas-jelas mengibainya. Tapi Ye Eun diam saja. Sejujurnya ia bahkan
tak peduli. Otaknya tak bisa memproses kalimat-kalimat itu, sudah terlampau beku
di bawah sentuhan Yuta. Sekujur tubuhnya meremang. Darahnya terasa begitu
hangat di balik kulitnya.
āSeberapa cinta?ā tanya Yuta
serak. Kini menekankan hidungnya di jalur yang sama sebagaimana jemarinya
bergulir, mencium rahangnya sebelum turun ke garis lehernya.
Ye Eun benar-benar nyaris gila.
Ia memajukan wajahnya, mencoba merengkuh bibir Yuta, tapi pria itu dengan cepat
menahan kepalanya. Untuk sesaat Yuta memandangnya, tegas menyuruhnya diam. Dan
Ye Eun bersumpah selama sedetik itu, ia melihat bola mata sang pria berwarna
merah alih-alih hitam. Tapi Ye Eun tak berkomentar. Ia bahkan tak sanggup
memikirkannya lebih jauh, cuma menyimpulkan bahwa otaknya sedang dikuasai nafsu
yang membara hingga membuatnya buta warna. Lalu kembali mengerang.
Jemari Yuta menghela dagunya,
mendorongnya ke atas, memaksanya mendongak semaksimal mungkin sampai-sampai
lehernya sakit. Sementara tangannya yang lain, yang berada di pinggangnya,
bergerak semakin liar ke atas.
āAku bertanya padamu. Seberapa
cinta?ā tuntut Yuta, sesaat sebelum bibirnya yang dingin menyentuh
tenggorokannya.
āSangat cinta.ā
āSangat cinta,ā ulang pria itu di
tenggorokannya. āApa itu sangat cinta? Kau akan melakukan apa pun untukku?ā
Mulut Yuta lantas bergeser, mencium pembuluh darah di lehernya, merasakan panas
tubuh gadis itu di bibirnya dan mengerang tak tahan.
āYa,ā jawab Ye Eun tersengal,
lehernya pegal bukan main. Ia mencoba bertahan selama yang ia bisa sebelum
akhirnya kepalanya terkulai jatuh di bahu Yuta. Akalnya porak poranda. Darahnya
berdesir deras dan ia frustrasi luar biasa merasakan tangan Yuta menjalar di
mana-mana.
āKatakan,ā suruh Yuta, sementara
bibirnya makin dalam menekan titik nadinya. Ye Eun terkesiap. āKatakan kau
bersedia melakukan segalanya untukku.ā
āAku bersedia melakukan apa pun
untukmu.ā Ye Eun meremas jaket kulit Yuta, menariknya lebih dekat dan bernapas
keras-keras dengan gigi bergemeretak. Yuta terus bicara di kulit lehernya,
menciumnya lambat-lambat, membuatnya semakin menggila hingga tak bisa lagi
merasakan kakinya.
āApa pun,ā ulang Yuta seolah
menggarisbawahi.
āApa pun,ā gumam Ye Eun tak
berdaya.
Dan detik itu, ia bersumpah
sesuatu yang tajam baru saja menyentuh permukaan lehernya yang basah, sesaat
sebelum pintu di sebelah mereka menjeblak terbuka dan suara familier seseorang
memantul-mantul di dinding, memanggil namanya.
āShin Ye Eun.ā
Cahaya dari luar menyorot tepat
ke arahnya. Ye Eun menoleh dan terbeliak menatap Ji Won. Ia segera mendorong
Yuta dan menyalakan sakelar di samping kepalanya.
āMoon Ji Won!ā
āYa ampun, apa yang kau lakukan
gelap-gelap seperti tadi?!ā Dia berseru seperti biasa. āHeh, aku meneleponmu
berkali-kali, tahu tidak. Aku bingung harus pulang ke sini atau ke rumahku.ā
Ye Eun menyugar rambutnya yang
berantakan dan melirik Yuta. Pria itu berpaling ke arah lain. Ye Eun berpikir
mungkin semua ini membuatnya malu.
āApa akuā¦ mengganggu sesuatu?ā Ji
Won memicing melihat situasi yang aneh ini. Yuta terus berdiri membelakangi
mereka, mengusap wajahnya berkali-kali dan nampak begitu canggung. Sementara Ye
Eun bahkan lebih canggung lagi. Dia terlihat kacau. Raut wajahnya panik, kulitnya
bersemu merah, dan matanya terus mengerjap seolah habis kemasukan debu.
āTidak, kok!!!ā sangkal Ye Eun
cepat. āSini biar kubawakan tasmu.ā
āBisa kita ke atas sekarang?
Badanku pegal sekali berjam-jam duduk di kereta.ā
āTentu. Ayo!ā Ye Eun segera
menyambar mantelnya yang tergeletak di lantai, lalu membenarkan posisi tas Ji
Won di bahunya.
āKau jalanlah duluan. Aku akan
kunci pintu,ā katanya pada Ji Won. Ji Won mengangguk, ia melirik Yuta dengan
heran sebelum akhirnya melewati pria itu begitu saja dan berjalan naik ke
lantai dua.
Ye Eun mengunci pintu masuk dan berbalik
menghadap Yuta.
āYuta-ssi.ā
Yuta masih tak mau menatapnya.
āKau baik-baik saja?ā
āYa, tentu.ā Ia menengadah selama
beberapa saat sebelum mengusap mukanya lagi.
āAku akanā¦ tidur dengan Ji Won
malam ini.ā
āYeah, yeah, silahkan.ā
Saat itu, Yuta akhirnya berbalik
menghadap Ye Eun. āAku akan masukkan ini ke kabinet dapur,ā katanya, mengambil
kantong-kantong belanjaan yang tercecer di lantai dan memeluknya, lantas
berjalan meninggalkan Ye Eun begitu saja.
āNa Yuta-ssi.ā
Yuta berhenti. Menoleh padanya.
āMaafkan aku.ā
Yuta cuma tersenyum, kemudian
lanjut berjalan.
āNa Yuta-ssi.ā
Yuta menoleh lagi.
āAku mencintaimu.ā Dan senyumnya
menghilang.
Mereka berpandangan selama
beberapa saat sebelum pria itu berbalik lagi, meneruskan langkahnya seolah tak
mendengar apa-apa.
Punggung Yuta yang berjalan
menjauh membuat Ye Eun agak terluka. Gadis itu memandanginya dengan perasaan mencelos
campur aduk, merasa seolah sudah salah bicara.
TBC
Comments
Post a Comment