THE SERIES OF UNDERGROUND: Forced Marriage - 클럽 (Club)



Park Jimin  < >  Lim Chaerin (OC)


- Adult Romance -
(AU - Alternate Universe)


o  O  O  O  o



Chaerin memasuki mobilnya dan membawa kendaraan mewahnya itu menembus keramaian jalan. Sekali pun ia telah berada jauh dari tempat pertemuannya dengan sang Ayah, tetapi perasaan marahnya masih tetap melingkupi dirinya. Ia butuh pelampiasan. Ia tidak bisa memendam seluruh rasa marahnya sendiri. Ia butuh tempat dan teman untuk menyalurkannya.



Dengan segera, Chaerin menghubungi salah satu sahabatnya dengan telepon yang tersambung ke mobilnya. Ia menunggu dan menunggu sembari mendengarkan nada sambung yang sangat membosankan ditelinganya. Selama beberapa saat yang menjengkelkan, Chaerin hanya bisa menggerutu karena pemilik nomor yang ia hubungi tidak kunjung mengangkatnya. Chaerin ingin menyumpahi sahabatnya itu tetapi suara wanita terdengar menyahut dari pengeras suara yang terpasang. Beruntunglah dia!



Hallo..”



Kenapa lama sekali mengangkatnya?!” Sahut Chaerin berteriak. Membuat sang lawan bicara mengumpat karena baru saja telinganya berdengung akibat ulah Chaerin.



Hei jangan berteriak! Aku tidak tuli tahu.



Ah maaf..” Balas Chaerin merasa bersalah.



Terdengar gumaman kecil di ujung sambungan teleponnya. “Sudahlah. Ada apa menghubungiku?



Chaerin menghelakan napasnya. “Temani aku ke club.



Club? Ada apa?



Aku akan ceritakan nanti. Sekarang aku sedang menuju ke sana, kita bertemu di tempat biasa.




Sang lawan bicara kembali bergumam mengiyakan.




Jangan lupa dengan Haera. Aku sedang tidak ingin dapat banyak pertanyaan, jadi kamu saja yang memberitahunya.” Imbuh Chaerin.




Sekali lagi gumaman yang menyatakan persetujuan kembali mengalun dari bibir sang lawan bicara. Kemudian sambunganpun terputus dan Chaerin kembali fokus pada jalan yang ia lalui.




Night Club


Chaerin merajut langkahnya menuju lounge yang berada di lantai dua setelah memesan minuman di bar. Ia menghempaskan tubuhnya pada sofa kosong dan memejamkan matanya. Beruntung tempat hiburan itu masih sepi pengunjung karena dirinya yang datang terlalu awal. Jadi ia tak perlu repot-repot untuk mencari tempat karena seluruh sofa di sana masih tidak berpenghuni.



Napasnya terhela begitu badannya merasakan kenyamanan yang hakiki dari sofa berwarna merah berbahan kulit itu. Sebelumnya ia tidak pernah merasakan rasa nyaman seperti saat itu. Tapi entah bagaimana, sofa pada umumnya yang biasa ia duduki terasa memberikan kenyamanan yang lebih. Mungkin karena sebelumnya ia tengah berada di sebuah perang mulut dan saat itu tidak ada peperangan yang terjadi, maka rasa nyaman itu menjadi berlipat ganda.



Tidak lama matanya terpejam, suara dua wanita terdengar memanggil namanya. Chaerin membuka matanya perlahan dan menemukan kedua sahabatnya tengah berjalan kearahnya. Sementara di belakang mereka, dua orang pelayan membawa pesanan minumannya.



“Selamat menikmati.” Ujar salah seorang pelayan setelah meletakkan sebotol minuman beralkohol yang masih utuh, 3 gelas wiskey, dan makanan ringan.



Chaerin mengangguk dan kemudian pelayan tersebut beringsut pergi untuk kembali menunaikan pekerjaannya.




“Ada apa? Kenapa tiba-tiba ke club?”



Untuk keberapa kalinya dalam hari itu, Chaerin menghela frustasi. Ia menatap bergantian kedua sahabatnya sebelum menceritakan semua yang terjadi saat ia makan siang dengan Ayah-nya, sahabat sang Ayah, dan anak sahabat sang Ayah. Semuanya sampai dengan seberapa besar emosinya saat itu, ia ceritakan tanpa ada yang ditutupi.



“Jadi kamu akan dijodohkan dengan anak sahabat Paman Lim?”



“Dipaksa menikah Hwang Jiyeong. Di-pak-sa!” Ulangnya membenarkan pernyataan gadis berambut panjang dengan warna coklat yang duduk di sebelah kirinya.



Jiyeong hanya memutar matanya. Tidak terlalu tertarik menanggapi Chaerin yang masih diselimuti emosi.



“Dari ceritamu, aku tertarik dengan tampang calon suami mu itu. Bagaimana wajahnya? Jika dinilai menggunakan skala 1-10, berapa nilai yang kamu berikan?”



“Serius Lee Haera? Kamu malah tertarik dengan tampang pria berengsek itu dibandingkan masa depan sahabatmu. Wah.. aku tidak sangka hanya sebesar ini arti persahabatan kita.” Chaerin menanggapi dengan sarkastis pertanyaan yang Haera ajukan. Berlebihan. Biasnya ia tidak pernah menganggap serius ucapan Haera, tetapi karena emosi yang masih menggebu membuat dirinya menjadi sangat sensitif dan mudah tersulut emoasi.



Jiyeong yang menyadari keadaan menjadi tidak baik, buru-buru menenangkan Chaerin. Ia menepuk punggung sahabatnya itu dan mengatakan beberapa kalimat yang bisa meredakan luapan emosinya.



“Sudah tenang?”



Chaerin mengangguk. Tangannya bergerak ke atas meja, mengambil gelas dan menyesap isinya.



“Aku ingin tahu alasan di balik ketidakpercayaan Paman Lim terhadap kinerjamu?”



“Karena aku telat menyelesaikan kontrak kerjasama dengan Park Enterprise. Aku melakukannya juga tidak sengaja. Aku baru mengerjakannya saat pagi dan ternyata banyak sekali poin-poin yang harus kupelajari ulang. Kamu juga tahu kalau kemarin kita menemani Haera hingga larut, dan aku baru pulang saat subuh.” Terang Chaerin.



“Apakah kemarin sebelum kamu pergi, kamu tidak menyelesaikan atau mengerjakan setengahnya lebih dulu?”



Kepalanya menggeleng. “Bagaimana bisa aku bekerja saat telepon genggamku terus berdering dan saat aku mengangkatnya sahabatmu itu terus berteriak meminta untuk segera bertemu.” Keluh Chaerin dengan menatap sengit Haera yang hanya dapat menundukkan kepalanya.



“Maaf Chaerin..”



Mendengar suara Haera yang pelan dan nyaris hilang menyadarkan Chaerin bahwa ia baru saja melimpahkan seluruh amarahnya kepada gadis itu. Ia menjadikan Haera sebagai kambing hitam atas masalahnya. Seharusnya ia tidak melakukan hal itu karena Haera sendiri tidak tahu dan tidak terlibat dengan rencana gila sang Ayah. Emosi baru saja mengambil alih kesadaran Chaerin sampai membuat ia tidak pandang bulu.



“Tidak.. jangan meminta maaf Haera. Tidak ada yang salah di antara kita. Aku saja yang terlalu emosi. Maafkan aku karena telah marah kepadamu.” Chaerin meraih tangan Haera dan menggenggamnya. Ia merasa bersalah, sangat bersalah terhadap sahabatnya itu.



Jiyeong yang melihat adegan kedua sahabatnya akhirnya bisa menghembuskan napas yang entah sejak kapan ia tahan, kemudian memasang senyum bahagianya.



“Ini lebih baik.” Gumamnya dengan tersenyum lebar.



Chaerin mengangkat gelasnya dan mencondongkan ke depan. “Ayo kita bersenang-senang!” Serunya dan menyesap kembali isi gelas tersebut. Tindakannya diikuti oleh Haera yang mengambil gelas di depannya dan meminum cairan yang sama dengan yang ada di dalam gelas Chaerin. Begitu pun dengan Jiyeong.



Ketiga sahabat itu akhirnya larut dalam hirup pikuk dunia malam yang disajikan oleh pemilik tempat hiburan tersebut. Musik up-beat yang kencang, gemerlap lampu dansa, lantai dansa yang dipenuhi pengunjung, minuman dan makanan, serta keceriaan yang entah datang dari mana. Semua yang ada di tempat tersebut berhasil membuat Chaerin lupa akan masalahnya, sesaat. Ia sibuk tertawa dengan Haera dan Jiyeong dan menari lucu dengan tetap duduk di atas sofa.



Namun tiba-tiba saja telepon genggamnya bergetar di dalam saku celananya. Ia merogoh saku tersebut dan melihat nama penelpon.



“Aku keluar sebentar..” Ujarnya sedikit berteriak sembari menunjukkan layar teleponnya pada kedua sahabatnya.



Jiyeong dan Haera mengangguk. Keduanya membiarkan Chaerin pergi dan melanjutkan aktivitas yang sempat terhenti.



Chaerin membawa kakinya melangkah lumayan jauh dari club. Ia tidak ingin sang penelpon yang merupakan asistennya mendengar suara riuh dari dalam club. Bisa tamat riwayatnya jika sang asisten mendengar dan melaporkannya pada sang Ayah.



Ia menggeser simbol berwarna hijau kemudian mendekatkan telepon genggamnya ke telinga.



Iya ada apa?” Tanya Chaerin langsung setelah mendengar lawan bicaranya memberikan salam.



Setelah selesai menjelaskan semua yang telah ia kerjakan serta memberitahu dan mengarahkan sang asisten ke tempat dimana ia menyimpan pekerjaan yang diberikan oleh sang Ayah beberapa hari lalu, Chaerin akhirnya bisa bernapas lega. Ia menjauhkan telepon genggamnya dan menyimpan kembali benda berwarna putih itu ke dalam saku celana.



Terlalu lama berbicara dengan asistennya membuat kerongkongannya menjadi kering. Ia butuh air untuk menghilangkannya. Lantas tubuhnya berputar dan kakinya melangkah dengan pasti kembali ke dalam club.



Saat akan sampai di depan, dua pria yang baru saja selesai memarkirkan mobil mereka sedikit menghalangi jalannya. Pria yang mengemudikan mobil sport itu membuka pintu di saat Chaerin akan berlalu. Mau tidak mau Chaerin menunggu sang pengemudi keluar dan kembali menutup pintu mobil agar tidak menghalangi jalannya.



Sambil menunggu matanya sibuk memerhatikan mobil mewah yang memiliki tingkat kecepatan melebihi mobilnya. Ia merasa seperti pernah melihat mobil tersebut. Tapi dimana dan kapan, ia sendiri tidak ingat. Mungkin saja itu hanya perasaannya. Bukankah mobil seperti itu tidak hanya satu. Bisa jadi ia melihatnya tetapi milik orang lain.



Saat pria itu menutup pintu, kepalanya tertoleh dan mendapati Chaerin yang berdiri dibelakangnya. Ia tersenyum canggung dan semakin merapatkan tubuhnya dengan pintu mobil untuk memberikan akses lebih kepada Chaerin.



“Maaf..” Ucapnya.



Chaerin hanya tersenyum simpul dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertahan.



Ia segera kembali ke tempat dimana teman-temannya berada. Namun ketika kakinya sampai di anak tangga teratas, Chaerin tidak bisa untuk tidak terkejut. Rasa marah yang sebelumnya sempat menghilang kini kembali muncul ke permukaan. Membuat ia kembali merasakan panas di sekujur tubuhnya serta jantungnya yang berpacu cepat.



“Wah..” Pria itu bangkit dari duduknya dengan tangan yang bertepuk. “Tidak kusangka seorang gadis kecil ada di tempat seperti ini. Apakah kamu mengikuti calon suamimu, Nona?”



Chaerin mendecak. Tanpa ia sadar jari-jarinya menekuk dengan keras ke telapak tangan.



“Siapa yang kau sebut gadis kecil? Jika itu aku, kau salah besar Tuan Park Jimin! Dan mengikuti dirimu? Aku? Bahkan saat para penjahat memaksaku untuk melakukannya, aku tidak akan melakukannya.”



Chaerin melirik tempat dimana Jimin duduk sebelum ia berdiri di hadapannya. Senyum simpulnya tersungging begitu melihat siapa yang duduk di sebalah pria itu. Dua wanita dengan pakaian minim yang memperlihatkan lekuk tubuh mereka. Tanpa perlu bertanya, Chaerin sudah tahu apa yang dilakukan kedua wanita itu hingga terdapat bercak merah di leher pria itu.



“Kelakuanmu memang hanya akan membuat malu Ayahmu, Tuan muda Park. Pantas saja Ayahmu memaksamu menikah denganku.” Cibir Chaerin.



Perkataan Chaerin berhasil membuat pundi-pundi kekesalan Jimin bertambah. Saat ia akan membalas kalimat merendahkan itu, Chaerin kembali membuka suaranya.



“Tapi tenang saja. Aku tidak akan membiarkan diriku menikah denganmu, pria berengsek!” Desis Chaerin.



Ia melenggang meninggalkan Jimin menuju tempatnya. Mengambil tas dan kembali melangkah pergi meninggalkan tempatnya. Saat melewati Jimin, dengan sengaja ia menabrakkan bahunya dengan bahu Jimin yang menyebabkan tubuhnya sedikit bergerak mundur.



Hyung..” Panggil seorang pria yang baru saja menyelesaikan langkahnya pada anak tangga terakhir.



Chaerin menoleh dan menemukan pria yang tadi ia lihat dan menghalangi jalannya datang dan melangkah kearahnya, lebih tepatnya kesampingnya dimana Jimin berdiri.



“Kamu?” Pria itu tampak terkejut begitu melihat Chaerin yang diselimuti kabut amarah.



Chaerin tertawa sinis. “Jadi kalian berteman?” Tanyanya dengan mata yang melirik Jimin.



Pria itu tidak menjawab dan hanya menatap bingung pada Jimin dan Chaerin.



“Selamat bersenan-senang.”



Chaerin segera melangkah pergi diikuti Jiyeong dan Haera yang sebelumnya ikut mengambil tas mereka setelah Chaerin melakukannya lebih dulu. Ia membawa kakinya keluar dari club dan berhenti tepat di depan pintu masuk. Napasnya tertarik sangat dalam mungkin terlalu dalam hingga menimbulkan sedikit nyeri pada dadanya.



“Chaerin tunggu!” Haera memanggilnya.



Ia berhenti berlari saat tubuhnya telah berada di samping Chaerin. Napasnya tersenggal tetapi tidak menghentikan mulutnya untuk berbicara.



“Jadi dia adalah calon suamimu?” Haera mencoba memastikan. “Dia tampan. Kamu beruntung menikah dengannya.” Timpalnya yang membuat Chaerin geram karena pujian yang Haera berikan untuk Jimin.



“Beruntung? Itu musibah Lee Haera!”



Chaerin memutar matanya jengah. Kemudian pandangannya berhenti pada mobil hitam yang tadi menghalangi jalannya. Matanya memerhatikan dengan seksama mobil yang membuat ia merasa pernah melihatnya. Ia berhenti pada pelat yang terpasang di sisi bawah mobil.



Aku pernah melihat pelat ini., pikirnya.



Chaerin mengeluarkan telepon genggamnya dari saku. Membuka aplikasi kamera dan mengarahkan bagian belakang teleponnya ke arah pelat bertinta putih itu. Ia mengambil beberapa gambar dari pelat serta keseluruhan mobil tersebut. Setelah cukup, ibu jarinya bergerak dengan lincah mencari satu buah nama yang kemudian segera dihubunginya.



Nada sambung menyambut indra pendengarnya. Chaerin menunggu dengan sedikit kesal dan saat lawan bicaranya mengangkat teleponnya, tanpa mengucapkan salam ia langsung menyampaikan maksudnya.



Sehun.. tolong aku.”



Hei.. kamu tidak memberikan salam dan langsung meminta tolong. Tentu aku akan menolongmu princess, tapi ada apa?” Tanya sang lawan bicara –Sehun– dengan nada khawatir.



Aku butuh bantuan untuk mencari tahu mengenai pelat kendaraan. Kamu tahukan maksudku?



Sehun terkekeh. “Tentu saja! Memangnya apa yang tidak aku ketahui tentangmu, princess.



Selama sepersekian detik keduanya diam. Membiarkan sambungan mereka menjadi hening. Namun tidak lama, Sehun berdeham pelan hingga menyadarkan Chaerin dari pikirannya.



Tapi untuk apa kamu mencari tahu mengenai kendaraan itu?




Chaerin terdiam. Jujur saja ia juga tidak tahu kenapa ia ingin tahu mengenai kendaraan itu. Jika karena ia merasa pernah melihat kendaraan itu, tentu itu bukanlah alasan yang tepat karena perusahaan kendaraan tersebut pasti tidak hanya membuat satu buah saja. Jika karena kendaraan itu dimiliki oleh taman Jimin, itu juga bukan alasan sebenarnya. Jadi apa alasannya? Chaerin sendiri bingung untuk menjawab pertanyaannya sendiri.



Sebenarnya aku tidak tahu kenapa aku ingin kamu mencari tahu hal ini. Tapi entah mengapa aku merasa bahwa aku perlu mengetahuinya.” Balasnya setelah membiarkan keheningan kembali hadir di tengah mereka.



Terdengar Sehun yang bergumam pelan.



Apa pun alasanmu aku akan tetap membantumu, princess. Tapi apakah terjadi sesuatu sampai kamu rela menghubungiku di tengah malam seperti ini?” Nada khawatir kembali terdengar dari kalimat Sehun. Hal itu membuat Chaerin merasakan hangat di dalam hatinya.



Ugh.. tidak! Jangan sekarang., suara hatinya mengingatkan.



Chaerin menghela sebelum memberikan jawabannya. “Ceritanya panjang Oh Sehun. Aku akan menceritakannya padamu saat di lain waktu, tidak apa kan?


Sehun terkiki kecil. “Tentu saja princess.



Terima kasih Oh Sehun..” Balasnya dengan suara yang riang.



Apa pun untukmu princess..



Sampai jumpa.



Sampai jumpa princess, jaga dirimu.



Sambungan keduanya pun berakhir. Chaerin menjauhkan telepon genggamnya dari telinga dan menyimpan benda putih itu kembali ke dalam saku celana. Badannya kemudian berputar.



“Aku lelah, ayo pulang.” Ujarnya pada kedua sahabatnya sebelum melenggang pergi menuju dimana mobilnya terparkir.



*  *  *  *



Jimin kembali menempati tempatnya. Perkataan Chaerin yang seakan merendahkannya membuat ia kehilangan minat untuk bermain dengan dua wanita yang sebelumnya menggerayangi tubuhnya. Ia menyuruh keduanya untuk pergi. Walau tidak rela, kedua wanita dengan pakaian sangat sedikit bahan itu akhinya pergi meninggalkan Jimin.



“Jadi dia wanita yang kau ceritakan tadi?” Tanya Hoseok.



Iya, Hoseok adalah satu-satunya dari keenam sahabat Jimin yang mengetahui mengenai Chaerin, wanita yang akan menjadi istrinya. Ia bercerita kepada Hoseok karena saat itu ia datang ke apartemen pria itu untuk menenangkan dirinya. Tidak mungkin ia mendatangi Taehyung yang sedang bertemu dengan tim orkestranya, atau ke cafe dan resto milik Jungkook dan Jin bisa pengang telinganya oleh omelan Jin karena mengganggu kegiatan bulanan mereka, sementara Yoongi dan Namjoon keduanya saat itu tengah sibuk melakukan sentuhan terakhir dari aksi yang mereka lakukan semalam.



Jimin mengangguk.



“Cantik juga.” Gumam Hoseok pelan lebih untuk dirinya sendiri.



“Memangnya siapa wanita tadi?”



“Apakah ada hubungannya dengan ajakanmu malam ini?”



Yoongi dan Jin bertanya bergantian.



Jimin terlihat menarik napasnya. “Dia Lim Chaerin, anak dari sahabat Ayahku...” Tanpa membuang waktu, Jimin mulai menceritakan semua yang terjadi. Cerita yang sama seperti yang ia sampaikan kepada Hoseok siang tadi di apartemen pria itu.



Jimin menyudahi ceritanya dengan kembali bersandar di sofa. Sementara sahabatnya menunjukkan reaksi yang berbeda-beda setelah mendengar ceritanya. Taehyung membulatkan matanya. Jungkook bergumam tidak jelas dengan kepala yang mengangguk seakan mendapatkan jawaban atas pikirannya. Yoongi masih tetap dengan raut tenangnya. Jin dan Namjoon hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.



“Intinya adalah sekali pun kau menolaknya pernikahan tersebut akan tetap terlaksana, benar?”



Jimin mengangguk singkat sebagai jawaban atas pertanyaan Namjoon.



“Aku mengerti mengapa calon istrimu sangat tidak suka denganmu, hyung. Jika aku yang diposisinya, aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku tidak akan sudi menikah dengan pria yang tidak kukenal dan juga suka bermain wanita.” Jungkook memberikan opininya yang membuat Jimin menghujaninya dengan tatapan penuh amarah. Pria itu seperti akan menyayat Jungkokk tepat di lehernya.



“Jimin...” Taehyung memanggil setelah hanya diam mendengarkan para sahabatnya.



“Aku bersedia menggantikan posisimu. Aku rela menikah dengannya karena sepertinya ia wanita yang baik. Selain itu, dia juga cantik, tubuhnya indah, kulitnya bersih, senyumnya manis-”



“HEI!” Jimin memukul kepala Taehyung. Membuat pria itu mengaduh dan berhenti berkata-kata.



“Kenapa kau memukulku?!” Serunya setengah membentak.



Jimin melemparkan tatapan tajam pada Taehyung. “Dia calon istriku jadi jangan berani-berani kau menilainya seperti itu!” Sergah Jimin memperingati.



Yoongi yang sebelumnya terlihat biasa saja tiba-tiba menegakkan posisi duduknya dengan salah satu ujung bibirnya yang terangkat.



“Kenapa Jimin? Bukannya kau tidak setuju dan tidak suka dengan wanita itu? Lalu kenapa kau marah hanya karena Taehyung menilai fisiknya?” Cibir Yoongi.



Jin ikut menarik salah satu sudut bibirnya dan menimpali perkataan Yoongi. “Jika kau tidak suka, biarkan Taehyung mendekatinya. Jika Taehyung bisa membuat wanita itu jatuh hati padanya maka mungkin saja pernikahan kalian bisa dibatalkan. Bukankah itu menguntungkan?”



Hyung!”



Melihat reaksi yang ditunjukkan Jimin membuat kedua pria yang berusia lebih tua darinya terkikik geli.



“Sudah, lebih baik kita nikmati malam ini. Jangan pikirkan apa pun selain bersenang-senang.” Sahut Namjoon santai. Kemudian beranjak pergi menuju lantai dansa diikuti dengan Jungkook dan Hoseok.



“Aku hanya bercanda. Jangan terlalu serius Park Jimin.”



Yoongi memukul pundak Jimin sebelum mengikuti langkah Namjoon dan yang lainnya.



“Kami tahu bahwa pernikahan itu tidak akan pernah bisa dibatalkan. Jadi kau tidak perlu takut jika Taehyung akan merebut calon istrimu.” Jin mencoba menenangkan.



Jimin tidak menjawab. Ia masih kesal dengan Jin yang ikut menimpali Yoongi. Jika saja Jin tidak lebih tua darinya, sudah ia balas pria itu sama seperti yang ia lakukan pada Taehyung.



“Jimin ayo turun! Siapa tahu ini adalah hari terakhirmu bersenang-senang dengan status lajang. Maka dari itu nikmati malam ini dengan sebaik mungkin.” Ajak Taehyung. Ia menarik tangan Jimin dan tersenyum kepada sahabatnya. Senyum meledek yang sengaja ia sunggingkan untuk sang sahabat yang akan kehilangan kehidupan bebasnya.



To be continued


감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts