THE SERIES OF UNDERGROUND: Forced Marriage - 대치 (Confrontation)




Park Jimin   <  >   Lim Chaerin (OC)


- Adult Romance -
(AU - Alternate Universe)



o   O   O   O   o




Ini adalah hari ketiga Jimin tidak bisa memejamkan mata dengan benar. Kelopaknya akan kembali terbuka ketika ia menutupnya dan pikirannya akan melayang keman-mana. Jimin benci kondisinya tetapi ia juga tidak tahu bagaimana cara untuk menghentikannya. Selama tiga hari ini ia baru bisa tertidur saat hari telah berganti. Sangat menyedihkan bukan untuk seorang Park Jimin.



Malam itu di saat orang lain tengah berkelana di dalam mimpi, Jimin bahkan masih bersandar di headboard tanpa rasa kantuk. Televisi di depannya hidup tetapi ia tidak memerhatikannya. Otaknya sibuk memikirkan hal lain yang begitu mengganggu. Sangking mengganggu, ia juga tidak bisa berkonsentrasi saat bekerja. Benar-benar musibah untuk Jimin yang dikenal memiliki kinerja sangat baik.



Jimin mendesah. Entah sudah yang keberapa kali.



“Apa yang kau lakukan Chaerin? Kau membuat kubingung dan takut secara bersamaan.”



Jimin bergumam dengan menatap benda kecil yang ia temukan di dekat mobilnya beberapa hari lalu. Manik hitamnya seakan menerawang untuk mencari jawaban atas pertanyaannya melalui benda tersebut.



*  *  *  *




Chaerin mendaratkan bokongnya di atas singgasana ruangannya. Tubuhnya lantas bersandar dengan mata yang perlahan ia pejamkan. Ia baru saja sampai dari perjalanan apartemen – kantor. Ia juga baru saja bangun dan membersihkan tubuhnya sebelum berangkat. Namun entah mengapa ia merasa begitu lelah dan jantungnya dengan setia berdegup kencang, seperti habis lari maraton.



Tangannya terangkat menyentuh pelipis yang terasa berdenyut dan memijatnya perlahan. Sungguh kejadian hari itu telah berhasil menjungkirbalikkan hidupnya. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Selalu terjaga di tengah malam. Jantungnya berdetak tidak normal. Lebih suka menghindar. Tidak fokus bekerja. Hingga berujung pada pekerjaan menumpuk yang harus ia selesaikan hari itu.



Sangat bagus!



Napas panjangnya terhembus perlahan saat ia mulai kembali menegakkan posisi duduknya. Untuk kedua kali, ia menarik napas yang panjang yang dilakukan untuk mengawali harinya demi menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk dan untuk mencegah kemarahan Ayah-nya karena kinerja buruk yang ia tunjukkan.



Detik berputar menjadi menit. Menit berubah menjadi jam. Itu terus terjadi hingga Chaerin berhasil menyelesaikan 3/4 dari keseluruhan pekerjaan. Ia meletakkan bolpoin dan mendorong sedikit pekerjaan yang baru saja ia tanda tangani. Kedua tangannya terangkat ke atas cukup tinggi hingga suara singgungan antar tulang terdengar.



“Lelah sekali..” Keluhnya masih dengan usaha untuk meluruskan otot dan tulang tubuhnya.



Matanya ia pejamkan saat mulai merasakan kenyamanan kursi kerjanya. Selain karena mata yang mulai memerih dan lelah, ia sengaja menutup kelopaknya untuk mencari ketenangan di tengah ruangan yang sunyi. Aneh ya? Iya, berterimakasihlah kepada kejadian menguping Chaerin yang membuat dirinya sendiri kehilangan rasa tenang. Terima kasihlah kepada rasa penasaran yang besar hingga berakhir dengan tumpukan pekerjaan yang banyak. Dan terima kasihlah kepada kegundahan hati yang tidak tahu harus melakukan apa hingga detik ini.



Matanya masih terpejam dengan pikiran yang terus mengingatkan ia pada setiap detik di rumah itu. Seperti sebuah pemutar film yang sengaja dimainkan, Chaerin dapat melihat dengan jelas setiap gerakan yang dilakukan Jimin dengan teman-temannya. Bahkan kalimat demi kalimat yang terlontar masih begitu jelas terngiang ditelinganya.



Tanpa ia sadari jemari tangannya menekuk ke dalam telapak tangan. Dahinya berkerut. Kepalanya menggeleng bar-bar. Berbagai asumsi instingtif pun bermunculan di dalam otak. Membuat ia merasakan sesak yang begitu menyiksa hingga tanpa sadar air matanya mengalir membentuk garis lurus dipipi. Untuk kedua kalinya dalam waktu berdekatan, Chaerin kehilangan kendali atas tubuhnya. Pertama tangan selanjutnya air mata.



Dering nyaring telepon genggam membuat Chaerin tersadar dari dunia abu-abunya. Ia menarik kursi hingga kembali mendekat ke meja. Kemudian mengulurkan tangan untuk merogoh tas tangannya dan mengeluarkan benda tipis berwarna putih.



Haera, adalah identitas yang tertera di layar.



Dengan sedikit malas, ia menggeser simbol hijau kemudian mendekatkan teleponnya ke telinga.



Chaerin!” Panggilnya berteriak. Membuat Chaerin harus menjauhkan telepon genggamnya karena suara dengung setelah teriakan memekikan dari wanita di ujung sambungannya.



Jangan berteriak! Kamu ingin aku tuli?!” Balas Chaerin setengah berteriak.



Terdengar suara kekehan yang membuat mata Chaerin berputar malas.



Maaf..



Tidak ada jawaban dari Chaerin hingga Haera kembali melanjutkan.



Ayo kita ke club.



Kamu gila? Aku masih banyak pekerjaan. Tidak aku tidak ikut.



Haera terdengar mendecak sebal.



Hei! Aku tidak mengatakan detik ini, tapi nanti malam. Lagi pula ini masih siang. Mana ada club yang buka sesiang ini. Dasar gila.” Gerutu Haera dari seberang sambungan.



Chaerin menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Ia menyadari kebodohan yang baru saja diperbuatnya. Sahabatnya benar, ini masih siang dan club belum buka. Kenapa ia bisa lupa? Ah.. pasti karena otaknya masih penuh dengan Jimin dan teman-temannya.



Kenapa diam? Jadi maukan?



Aku tidak tahu Hae.



Ayolah.. aku hari ini bukan akhir pekan tetapi aku sudah penat. Apakah kamu tidak merasa penat? Selain itu Sehun dan Mark juga akan bergabung.” Rajuk Haera.



Chaerin diam. Ia terlihat tengah berpikir dan menimbang-nimbang ajakan Haera. Bohong jika ia tidak penat, karena sekarang saja ia merasa kepalanya ingin pecah. Tapi kejadian beberapa hari lalu masih terus menghantuinya. Membuat ia merasa takut untuk bertemu orang lain.



Chaerin kamu mau kan?” Untuk ketiga kalinya Haera mencoba merayu Chaerin dengan melembutkan suaranya.



Chaerin menarik napas sangat dalam sebelum membuka kembali suaranya.



Baiklah.



Yeay!



Kedua kalinya dalam sambungan telepon yang sama Haera berteriak tetapi dengan suara yang lebih girang. Dan untuk kedua kalinya Chaerin harus merasakan dengung ditelinga dan mengumpatkan kata-kata kasar untuk Haera dalam hati.



Sampai jumpa nanti Chaerin..



Haera memutus sambungannya secara sepihak tanpa menunggu balasan Chaerin, walau wanita itu juga enggan untuk membalasnya karena terlalu kesal dengan tingkah kekanakan Haera.



Chaerin menyimpan kembali telepon genggamnya ke dalam tas. Tubuhnya lantas kembali diistirahatkan. Matanya juga kembali terpejam. Ia kembali hanyut dalam kesunyian demi mengais sisa tenaga yang tidak seberapa itu demi kembali bekerja dan menyelesaikan semua pekerjaan sebelum mata hari tenggelam.



Benar! Aku butuh bersenang-senang untuk mengembalikan kewarasanku., batin Chaerin.



*  *  *  *



Chaerin tidak menyesali keputusannya untuk menerima ajakan Haera. Setelah satu jam ia berada di club bersama dengan Haera dan Jiyeong –karena Sehun dan Mark masih terjebak di jalan dan baru keluar kantor–, ia bisa melupakan sedikit beban pikirannya. Jika boleh jujur beban tersebut pun tidak ada sangkut paut dengan dirinya, tetapi malah bersemayam dengan baik di dalam pikirannya. Apalagi kalau bukan karena keterlibatan Jimin di sana. Itu saja.
Ugh.. memang dasarnya berengsek makanya hidupnya selalu dihantui masalah. Parahnya masalah itu menular ke Chaerin.



“Chaerin!” Panggil Jiyeong sedikit berteriak.



Chaerin menoleh dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan bertanya ‘ada apa?’.



“Kamu terlihat aneh, Chae. Apakah ada masalah?”



Chaerin menggeleng cepat. Ia tidak bisa menceritakan apa yang sudah didengar dan dilakukan hingga menjadi kacau seperti sekarang ini. Ia tidak mau sahabat-sahabatnya terseret ke dalam masalah yang bahkan dirinya sendiri belum mengetahui semua yang bersangkutan dengan pasti.



“Benarkah?” Tanya Jiyeong yang belum bisa memercayai Chaerin sepenuhnya. Pasalnya raut wajah Chaerin sangat berantakan saat ia sampai. Dan itu kali pertama dirinya melihat Chaerin seburuk itu.



Chaerin mengangguk sebagai jawaban. “Mungkin karena pekerjaan yang menumpuk dan tekanan untuk menunjukkan pada Ayah bahwa aku bisa bekerja dengan baik.”



Masuk akal. Dan ternyata Jiyeong juga merasakan yang sama. Sahabatnya itu mengangguk kemudian memukul pelan pundak Chaerin.



“Bersabarlah. Aku yakin Paman Lim akan menyadari bahwa kamu tidak seburuk yang ada dipikirannya.”



Chaerin mengembangkan senyum. Ia merasa bersyukur karena memiliki sahabat seperti Jiyeong yang begitu perhatian terhadap dirinya. Namun perasaan tidak enak menguar saat mengingat bahwa dirinya baru saja berbohong, walau tidak sepenuhnya karena yang baru saja ia katakan memang menjadi salah satu pemicu kerunyaman hidupnya.



“Ayo minum.”



Haera yang baru kembali dari lantai dansa mengangkat gelas mengajak dua sahabatnya untuk meminum minuman beralkohol yang mereka pesan. Dengan senang hati Chaerin dan Jiyeong mengabulkan ajakan tersebut. Mereka mengambil gelas masing-masing dan menyesap isinya secara bersamaan.



Wah.. ini baru hidup!” Teriak Haera yang merasa tubuhnya mulai ringan karena alkohol yang mulai mengambil alih kerjanya.



Chaerin dan Jiyeong hanya terkekeh melihat Haera. Sang sahabat selalu seperti itu jika penat menyambangi. Memanfaatkan kerja alkohol untuk mengurangi kepenatan agar esok dia bisa beraktivitas sedikit lebih baik. Walau tidak jarang ia berakhir pusing dan muntah karena terlalu banyak minum hingga harus meminta izin sakit ke kantornya.



“Jangan diam saja. Ayo kita menari!” Ajak Haera dengan menarik tangan Chaerin dan Jiyeong.



“Kamu saja, aku menunggu Mark datang.”



Haera mendecak sebal. “Aku tahu kamu berkencan dengannya, tetapi sebelum ia datang jadilah wanita lajang dulu. Apakah tidak bisa?” Rajuk Haera.



Benar tebakan Chaerin dan Jiyeong, Haera sudah mulai kehilangan sedikit kesadarannya. Terlihat dari bagaimana ia merajuk. Menjijikan. Terlalu kekanakan untuk Haera yang tidak pernah merajuk hingga seperti itu.



Jiyeong menghela pasrah sementara Chaerin menahan tawanya. Seperti biasa, Jiyeong tidak akan pernah bisa menolak jika Haera telah mengeluarkan jurus andalannya, merajuk dengan tatapan yang sengaja dibuat sedih.



“Baiklah, tapi sebentar saja ya.” Putus Jiyeong yang langsung mengembalikan senyum bahagia Haera kewajahnya.



“Kalau begitu ayo!”



Dengan semangat Haera menarik tangan sahabat-sahabatnya untuk menuntun mereka ke lantai dansa yang berada di bawah. Saat akan sampai ke tangga, Chaerin tiba-tiba saja berhenti dan membuat Haera nyaris terjungkal ke belakang.



“HEI!”



Chaerin tidak bergeming. Matanya juga tidak memerhatikan Haera yang tengah menatapnya kesal.



“Chaerin aku ingin bicara.” Ujar suara berat yang belakangan ini selalu memenuhi pikirannya.



“Jimin..” Chaerin bergumam kecil, nyaris berbisik.



Tanpa menunggu persetujuan dari yang bersangkutan, Jimin meraih tangan Chaerin. Membuat jantung  wanita itu berdetak anomali saat tangan kekarnya membawa ia pergi keluar dari club untuk mencari tempat yang tepat untuk bicara. Ia segera melepaskan genggamannya begitu menemukan tempat tersebut.



 Selaras dengan napasnya yang dalam dan pelan, matanya menatap lekat manik Chaerin. “Apa yang kamu dengar?”



“Apa?”



Jimin mendecakkan lidah.



“Kenapa kau ada di sana?”



“Dimana?”



Rasa sabarnya mulai habis saat Chaerin tidak memberikan jawaban dan malah balik bertanya.



“Lim Chaerin, aku tahu kau pintar dan mengerti maksudku. Jadi jangan berpura-pura menjadi bodoh.”



“Siapa yang bodoh, Park!” Ujarnya dengan teriakan tertahan.



Geram, tanpa sadar Jimin menyentak punggung Chaerin hingga menempel ke dinding di belakangnya. Membuat suara benturan terdengar dan Chaerin terkesiap. Wajah terkejut Chaerin berhasil mengembalikan kesadaran Jimin ke titik normal. Ia merasa bersalah, tetapi emosinya berusaha menekan perasaan tersebut.



“Lalu ini apa?”



Jimin merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah gelang dengan liontin huruf C.



Chaerin tidak bisa untuk tidak terkejut begitu melihat gelangnya berada di tangan Jimin. Matanya membulat dan mulutnya sedikit terbuka. Ok Chaerin bodoh. Dia tidak sengaja menghilangkan gelang kesayangannya dan baru menyadari saat Jimin menunjukkan di depan matanya. Wah.. sangat ceroboh dan bodoh sekali Lim Chaerin.



“Kembalikan!” Serunya berusaha untuk merebut gelang itu dari tangan Jimin.



Sayang gerakannya telah terbaca oleh Jimin. Sebelum tangannya berhasil menyentuh gelang itu, Jimin telah lebih dulu menjauhkan perhiasan tersebut hingga berakhir kepada aksi saling rebut. Tepatnya Chaerin yang berusaha meraih gelang itu dari tangan Jimin yang ia angkat ke atas.



“Jawab pertanyaanku dulu lalu akan kukembalikan.” Titah Jimin.



“Pertanyaan apa? Aku sudah menjawabnya. Apa yang perlu aku jawab lagi, Park Jimin?”



Napas Jimin mendesis di antara gigi-giginya. “Kau tidak memberikan jawaban. Sejak tadi kau hanya kembali bertanya kepadaku.”



Chaerin memutar bola mata sembari melipat kedua tangannya di depan dada dan berkata, “Aku tidak mendengar apa-apa. Puas?”



“Kau bohong!” Tuduh Jimin.



“Siapa? Aku? Tidak!” Elak Chaerin.



“Iya, kau berbohong Lim Chaerin.”



“Tidak.”



“Iya.”



“Tidak.”



“Iya.”



Terus ditekan dan akhirnya merasa terpojok membuat Chaerin akhirnya menyerah. Ia terdengar menghela napas perlahan.



“Iya aku mendengar semuanya! Produser Kim, dan apa yang kalian lakukan malam itu. Sekarang apa maumu? Melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan malam itu atau langsung menghilangkan nyawaku? Apa? Jawab Park Jimin!” Teriak Chaerin meluapkan kegundahan dan kekacauan pikirannya.



Jimin yang tidak memperkirakan jawaban Chaerin terlihat terkejut. Ia tiba-tiba bungkam dan pikirannya mengosong. Bahkan ia tidak sadar ketika Chaerin merampas kembali gelang dari tangannya.



Tidak ada suara selain hembusan angin dan riuh dari dalam club setelah pengakuan Chaerin. Chaerin yang baru saja menggunakan seluruh tenaganya untuk meneriakkan setiap kalimatnya tengah mengatur napas yang sedikit tersenggal. Sedang Jimin, ia bingung ingin berkata apa. Dari semua kata yang ada, hanya satu yang dapat ia pikirkan.



“Chae-rin..” Panggil Jimin hati-hati. Pria itu yang semula menatap kosong ke depan kini mulai mengembalikan seluruh atensinya pada Chaerin.



“Apa lagi Park?” Jawab Chaerin malas. Namun dari matanya Jimin bisa melihat letupan emosi yang Chaerin coba redam.



“Maaf...” Ujar Jimin lembut dan pelan, nyaris tidak terdengar oleh Chaerin jika saja pria itu berkata saat jarak keduanya agak jauh.



Chaerin mendengus. Maaf? Semudah itukah ia mengatakan kata itu? Ah! Sepertinya mengatakan kata sakral itu dengan mudah telah menjadi kebiasan pria itu. Chaerin mengerti sekarang. Dasar Park Fucking Jimin!



Tatapan mereka bertemu dan bertahan hingga Chaerin tersenyum janggal pada Jimin dan menjawab dengan penuh penekanan. “Simpan saja kata maafmu, dan ganti dengan cara untuk membatalkan rencana pernikahan kita!”



Princess, apa yang kamu lakukan di luar?” Suara berat lainnya berhasil menghentikan aksi saling tatap Chaerin dan Jimin.



Chaerin mengalihkan pandangannya, menoleh ke arah dimana suara itu berasal. Seketika senyum yang ia tunjukkan pada Jimin tergantikan dengan senyum manis yang membuat hati Jimin mencolos.



Jimin menoleh mengikuti arah pandang Chaerin. Matanya menangkap sosok pria bertubuh lebih tinggi darinya, berkulit putih, dan wajah yang kokoh tengah menatap ke arah mereka dengan alis yang bertaut. Jujur pria itu tampan dan senyumnya juga menawan. Tetapi Jimin yakin jika ia jauh lebih tampan dari pria berkulit putih pucat itu.



“Sehun..” Sambut Chaerin girang.



Pria itu –Sehun– melangkah mendekat dan berdiri tepat di samping Chaerin.



Princess, kamu sedang apa? Dan siapa dia?” Tanya Sehun sembari melirik Jimin yang hanya memasang wajah tanpa ekspresinya. Sejujurnya ia terganggu dengan kehadiran Sehun di sana, apa lagi saat mendengar pria itu memanggil calon istrinya dengan panggilan princess. Ugh! Rasanya ia ingin muntah.



Chaerin menoleh pada Jimin singkat sebelum kembali menatap Sehun.



“Bukan siapa-siapa. Ayo masuk.” Ajak Chaerin dengan menggandeng tangan Sehun. Keduanya melenggang pergi meninggalkan Jimin di belakang yang sedikit tersentak mendengar jawaban Chaerin mengenai dirinya.



Beberapa detik yang panas dilalui Jimin dalam diam dengan matanya yang terus mengikuti langkah Chaerin dan Sehun hingga keduanya menghilang di balik pintu.



“Bukan siapa-siapa? Lihat saja, akan kutunjukan siapa yang akan menjadi ‘bukan siapa-siapa’, aku atau pria keparat itu!” Desisnya dengan gigi yang beradu. Tangannya mengepal kuat-kuat di sisi tubuh. Memperlihatkan emosi yang begitu besar tanpa bisa menyalurkannya.



To be continued




감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts