Inside of Us 2 of 2




Cast : Mark Tuan - Hwang Jiyeong


Genre : Romance, Sad (AU - Alternate Universe)



----------






Detik terus berganti menjadi menit. Menit juga terus berganti menjadi jam. Jam juga akan berubah menjadi hari. Dan semua itu akan terus terjadi selama bumi ini masih berputar. Matahari masih dapat terbit dan tenggelam, angin masih dapat berhembus, atau salju yang akan tetap turun dipenghujung tahun.



Saat siklus itu terjadi, perlahan hati nan keras seorang Hwang Jiyeong telah mulai melunak seiring dengan kebersamaannya dengan sosok Mark di sebuah bangunan bertingkat selama satu bulan ini. Memang pada awalnya gadis itu merasa begitu tersiksa ketika harus menghabiskan waktunya bersama dengan sosok pria asing. Baik itu mengerjakan tugas yang diberikan dosen-dosennya atau ketika ia sedang mengisi perutnya yang lapar.



Tetapi semua perasaan itu berubah saat ia mulai menyadari bahwa ada perasaan aneh yang memenuhi relung hatinya setiap kali ia berada di dekat Mark. Hatinya terasa hangat setiap mendengar pria itu berbicara. Begitupun dengan pipinya tiap kali ia melihat senyum pria itu. Bahkan kini ia merasa malu bila tidak sengaja matanya bertemu pandang dengan manik mata Mark. Semua itu terjadi begitu saja selama satu bulan kebersamaan mereka.



Saat Jiyeong baru dapat merasa nyaman dengan keadaan barunya, gadis itu harus menelan kenyataan pahit bahwa kebersamaannya dengan Mark akan segera berkahir. Acara malam itu akan menjadi penutup dari seluruh cerita hidupnya selama satu bulan terakhir ini bersama Mark.



Jiyeong mematut dirinya di depan cermin. Gadis itu memerhatikan segala sesuatu yang terpasang di tubuhnya. Mulai dari gaun putih menjuntai yang menutupi kakinya, heels berwarna silver berhiaskan pita  serta pernak-pernik dengan warna yang senada, serta riasan yang melekat di wajahnya. Ia tersenyum seketika saat melihat keseluruhan tampilannya malam itu. Entah mengapa ia merasa paru-parunya sedikit dapat bernapas dengan lega dibandingkan sebelumnya.



“Hwang Jiyeong, mari. Sebentar lagi giliranmu.”



Jiyeong mengangguk kemudian bergegas mengikuti wanita bercelana hitam serta blezer hitam yang memanggilnya.



Sorak-sorai para tamu telah terdengar begitu Jiyeong baru saja menuruni anak tangga menuju tempat  dimana pesta perayaan hari jadi universitasnya dilangsungkan. Gadis itu dengan memegangi dadanya yang bergemuruh menuruni satu persatu anak tangga dengan terus memerhatikan ke bawah. Sampai pada anak tangga terakhir, gadis itu mengangkat kepalanya begitu melihat seseorang mengulurkan tangan kepadanya. Mark. Pria itu telah berada di sana beberapa saat sebelum dirinya. Dengan mengenakan setelan tuxedo hitam yang dipadu kemeja putih serta dasi kupu-kupu. Ia terlihat begitu memesona hingga membuat Jiyeong terkesiap untuk beberapa saat.



“Ayo.” Ujarnya.



Jiyeong mengulurkan tangannya dan membiarkan Mark menggenggamnya serta menuntunnya menuju tempat dimana mereka akan menunggu. Gadis itu masih dengan memegangi dadanya menghela napas pelan. Ia merasa jantungnya berdetak lebih kencang begitu ia melihat Mark. Ia tidak tahu mengapa. Tapi menurut sahabatnya, apa yang tengah dirasakannya itu adalah cinta.



“Tanganmu dingin, apakah kamu gugup?”



Jiyeong menolehkan kepalanya dan menatap Mark yang ternyata juga tengah menatapnya. Gadis itu segera mengalihkan pandangnya begitu matanya bertemu pandang dengan manuk pekat Mark.



“Sedikit.”



“Jangan takut. Aku yakin kita pasti bisa memukau para tamu serta memenangkan perlombaan ini.” Ujar Mark dengan mengeratkan genggamannya.



Jiyeong mengangguk singkat. Seandainya ia dapat mengatakan yang sebenarnya pada Mark, mungkin jantungnya tidak akan bergemuruh dengan begitu kencang serta tangannya juga tidak akan menjadi sedingin saat itu.



“Setelah perwakilan mahasiswa dari fakultas hukum, kini giliran seorang mahasiswa yang juga tampan serta mahasiswi yang juga cantik yang terpilih sebagai perwakilan dari fakultas kesehatan. Mari kita sambut, Mark Tuan dan Hwang Jiyeong..!”



Mendengar namanya dipanggil, gemuruh di jantung gadis itu semakin kencang. Rasa gugup semakin menyergap Jiyeong. Dan hal itu disadari oleh Mark, yang lantas kembali menatap Jiyeong dengan pandangan menenangkan serta ibu jarinya yang mengusap punggung tangan gadis itu.



“Jangan khawatir. Kita lakukan ini bersama.”



Keduanya mulai melangkah menuju podium. Tidak lupa menundukkan badan sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu. Kemudian Jiyeong berjalan menuju kursi kecil di balik sebuah piano, sedangkan Mark menempati kursi didepannya dengan sebuah biola.



Jiyeong menghembuskan napasnya. Di balik piano putih tersebut gadis berambut pendek itu tengah berusaha mati-matian untuk menghilangkah perasaan gugupnya. Beberapa kali napas beratnya terhembus. Ketika matanya bertemu pandang dengan Mark, gadis itu memberanikan diri untuk mulai menggerakkan jemarinya di atas tuts piano. Perlahan alunan musik dari tiap tuts yang ditekan oleh Jiyeong ditambah dengan permainan biola dari Mark membuat para tamu terpesona dan menepukkan tangan mereka.



Musik klasik yang keduanya bawakan berhasil membuat sorak-sorai dari mahasiswa lainnya terdengar memenuhi tempat acara. Tidak  hanya dari mahasiswa fakultas kesehatan saja, tetapi beberapa fakultas lainnya juga ikut menambah sorak-sorai untuk penampilan keduanya. Sampai ketika keduanya menyudahi penampilan malam itu dan pergi meninggalkan podium, tepukan tangan tetap terdengar mengiringi langkah mereka.



Tepat di balik pintu ruang tunggu, Jiyeong kembali menghembuskan napasnya. Hembusan penuh kelegaan dari gadis itu kembali menarik perhatian Mark yang masih berdiri disampingnya. Pria itu menatap lekat Jiyeong dan menyunggingkan senyum manisnya. Melihat Jiyeong saat itu membuat Mark semakin meyakini bahwa gadis yang berdiri disampingnya itu memiliki magnet tersendiri untuk dirinya. Jiyeong bukanlah tipe gadis yang suka tebar pesona. Ia juga bukanlah gadis berperangai dingin seperti yang kerap gadis itu tunjukkan. Jiyeong berbeda. Ya, gadis itu berbeda dengan gadis lainnya yang ia kenal. Dan hal itulah yang semakin membuat Mark ingin terus berada di dekat gadis itu.



“Setelah ini bisakah kita bertemu? Ah maksud ku, setelah acara ini selesai. Di area parkir?”



Jiyeong menatap bingung. Namun gadis itu tetap mengangguk mengiyakan ajakan dari Mark.



*   *   *   *



Hari semakin larut. Angin juga berhembus semakin kencang. Namun kemeriahan malam itu semakin menjadi manakala rektor universitas tempat Jiyeong dan teman-temannya menuntut ilmu memulai perayaan kembang api sebagai puncak dari perayaan hari jadi institusi yang dipimpinnya. Seluruh tamu yang hadir mulai memenuhi area lapangan hijau dimana pesta kembang api itu akan dilaksanakan. Mereka semua telah bersiap dengan kamera untuk mengabadikan kemeriahan malam itu.



Jiyeong yang sebelumnya juga berada di antara kumpulan orang-orang tersebut segera memisahkan diri menuju suatu tempat dimana Mark memintanya bertemu. Gadis itu dengan mengangkat sedikit gaun putih yang dikenakannya melangkah menyusuri jalan. Namun sesampainya ia di sana, ia tidak menemukan pria  itu. Jiyeong memutar tubuhnya berulang kali untuk memastikan keberadaan pria itu. Namun ia tidak juga melihatnya.



“Apakah Nona cantik ini mencariku?”



Jiyeong terperanjat. Ia hendak memukul sosok di belakangnya andai saja sosok itu tak menahan tangannya.



“Hei, ini aku. Mark.”



Mata gadis itu terbuka dan membulat begitu mendapati sosok Mark di sana. Ia segera menjauhkan tubuhnya dan melangkah mundur sebelum gemuruh dijantungnya kembali datang.



“Maaf kalau akau membuat mu takut. Oh iya, ini..” Mark mengulurkan sebuah kotak berwarna merah. Ia bermaksud untuk memberikan kotak tersebut kepada Jiyeong. Namun Jiyeong hanya menatapnya dan tidak kunjung mengambilnya.



“Ini apa?”



“Hadiah. Walaupun kita tidak menjuarai kompetisi ini, tapi aku tetap ingin memberikanmu hadiah.” Tutur Mark. Ia meraih tangan Jiyeong dan memberikan benda tersebut.



Jiyeong menatap kotak merah yang kini berpindah ketangannya dengan dahi yang mengerut. Memerhatikan benda itu sejenak sebelum kembali menatap Mark yang ternyata tengah tersenyum manis padanya.



“Tapi untuk apa?”



“Hadiah itu aku berikan sebagai ucapan terima kasih untuk satu bulan ini. Aku harap walau masa karantina kita telah berakhir, tetapi kita masih dapat berkomunikasi atau bahkan bercengkrama seperti saat kita menjalani karantina.”



Jiyeong bergeming begitu mendengar penuturan Mark. Gadis itu hanya menatap lurus pada hadiah yang kini berada di tangannya. Namun ketika ia mengangkat wajahnya dan hendak berterima kasih kepada Mark, seorang gadis muncul dan membuat Jiyeong mengurungkan niatnya.



“Ste-fany?” Gumam Mark begitu melihat gadis itu.



Mark dan juga gadis bernama Stefany itu saling melempar pandang. Keduanya sama-sama memberikan tatapan yang menimbulkan rasa sesak untuk Jiyeong. Baik Mark maupun Stefany, mereka sama-sama terlarut dalam keadaan. Mereka seakan lupa dengan sosok Jiyeong yang juga berada di sana. Sampai pada saat dimana Jiyeong sudah tidak sanggup lagi merasakan rasa sesak yang semakin menyiksanya, ia akhirnya memutuskan untuk menyudahi pertemuannya dengan Mark.



“Sepertinya ketiga sahabatku telah menunggu. Kalau begitu aku permisi, dan terima kasih untuk hadiahnya Mark.”



Jiyeong tersenyum singkat sebelum akhirnya ia memutuskan untuk segera pergi meninggalkan tempat itu. Dalam langkahnya yang tegar, gadis itu mulai menitihkan cairan bening dari matanya. Perlahan isakan juga mulai muncul dan Jiyeong harus menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Setiap langkahnya yang mulai memberat, ingatan akan percakapan antara Mark dan teman-temannya yang tidak sengaja ia dengar kembali terngiang bagaikan sebuah film lama yang kembali terputar.



“Mark, kau tak bisa seperti ini terus. Kau harus menentukan sikap.”



“Iya Mark. Kau tak lupakan kalau Stefany kembali dari Paris hari ini. Apa jangan-jangan kau lupa? Mark!!”



“Aku ingat Jinyoung. Aku ingat.”



“Kalau kau ingat, sudah hentikan semua ini.”



Semua pembicaraan itu terus terngiang dan semakin membuat Jiyeong tidak kuasa membendung tangisnya. Hatinya semakin terasa sakit manakala ia kembali mengingat saat kebersamaannya dengan Mark. Dan yang membuatnya semakin merasa sakit adalah saat ia menyadari bahwa kini di dalam hatinnya telah terukir nama pria itu dengan amat dalam.


Tidak tahu sejak kapan dan bagaimana pria itu telah berhasil menguasai hatinya. Mengendalikan dirinya hingga membuat ia ingin terus bersama dengan pria itu. Karena ketika ia menyadari perasaannya itu, ia telah benar-benar jatuh ke dalam dekapan pria itu.



*   *   *   *



“Bagaimana? Apakah Jiyeong menjawabnya?” Tanya pria yang mengenakan tuxedo putih pada sosok pria yang masih terus berjalan bolak-balik dengan menggenggam ponselnya.



“Tidak. Dia sama sekali tak menjawab panggilanku!” Jawabnya yang masih terus berusaha menghubungi Jiyeong.



Sosok yang bertanya itu menghela napas. “Bukankah sudah ku katakan, kau harus mengakhiri semua ini Mark. Kau tak bisa memberikan harapan pada dua orang gadis sekaligus. Karena pada akhirnya kau hanya akan menyakiti keduanya.”



“Mark, di sini kami tak bisa mengambil keputusan apa pun. Kami hanya bisa memberikan saran dan memperingatimu. Dan semua itu telah kami lakukan sebelum kau benar-benar menghabiskan waktumu bersama dengan Jiyeong saat karantina hingga tadi saat kau menunggunya.” Sosok yang mengenakan tuxedo hitam itu menjeda ucapannya. Ia menatap Mark sejenak sebelum kembali melanjutkan ucapannya.



“Sekarang ini tinggal kau yang harus menentukan pilihan. Apakah Stefany yang telah menjalin hubungan selama tiga tahun denganmu? Ataukah Jiyeong yang telah berhasil mengisi kekosongan hatimu karena keputusan Stefany untuk melanjutkan sekolahnya ke Paris? Semua itu hanya hatimu yang dapat menjawabnya Mark.” Ujar sosok itu. Ia bangkit dari duduknya. Menepuk singkat pundak Mark dan kemudian bersama dengan dua temannya yang mengenakan tuxedo putih melangkah pergi meninggalkan Mark di kamarnya.



Mark menyenderkan tubuhnya pada sofa yang diduduki. Memejamkan matanya sejenak. Mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri yang begitu kacau. Sampai getar ponselnya berhasil membuat pria itu  kembali menegakkan tubuhnya dan segera menatap layar benda tersebut.



“Jiyeong..” Gumamnya begitu mendapati nama Jiyeong-lah yang tertera di sana.



Ketika ia hendak membuka pesan tersebut, entah mengapa jemarinya terasa begitu berat untuk mengoperasikannya. Hatinya juga merasakan hal aneh yang tidak ia ketahui apa. Apakah senang, karena akhirnya Jiyeong mengirimkannya pesan? Atau takut akan apa yang tertulis di sana?? Ia tidak tahu. Ia tidak yakin seperti apa perasaan yang tengah mengikatnya saat itu. Namun pada akhirnya, ia tetap membuka pesan tersebut walaupun ada rasa enggan yang terselip kecil di relung hati.



From: Jiyeongie


Sebelumnya aku ingin kembali berterima kasih untuk hadiah yang tadi kamu berikan. Hei ini kalung yang cantik Mark! Aku suka.
Selain berterima kasih, aku juga ingin mengatakan satu hal pada mu. Mark, aku... aku jatuh cinta padamu. Ah.. aku tahu. Aku tahu  kalau perasaan ini salah! Aku  tahu kalau gadis tadi, maksud ku Stefany, dia kekasihmu. Aku tahu hal ini karena tadi aku tidak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan ketiga sahabatmu, maaf untuk hal itu Mark. Karena itu, melalui pesan ini aku ingin meminta maaf atas perasaanku ini. Tapi kamu tidak perlu khawatir. Aku.. aku akan menghapus perasaanku ini padamu. Aku tidak akan mengganggu hubunganmu dengan Stefany.
Jadi, di sini aku ingin mengatakan kalau sepertinya akan sulit  bagiku untuk melupakanmu jika kita terus bertemu dan berkomunikasi. Karena itu untuk permintaanmu tadi agar kita masih bisa bertemu setelah karantina, aku.. aku tidak bisa mengabulkannya Mark. Maaf, mungkin ini egois. Tapi ku harap kamu mengerti. Aku tidak ingin menjadi perusak hubunganmu dan Stefany. Sekali lagi aku minta maaf dan terima kasih untuk satu bulan ini, Mark Tuan.



Mark menjatuhkan ponselnya begitu saja setelah selesai membaca pesan tersebut. Air matanya lantas turun membasahi pipinya dan pria itu ambruk begitu saja dengan memegangi dadanya. Ya... pria itu tengah menangis. Menangisi kebodohannya karena telah membuat seorang gadis yang baik terluka hanya karena keegoisannya sendiri. Ia tahu, dirinya tidak pantas menangis. Ia adalah bajingan. Ia telah menghancurkan perasaan gadis tidak berdosa yang dengan sengaja ia undang untuk masuk menggantikan posisi Stefany. Ia adalah dalangnya. Ya.. seorang Mark Tuan adalah dalang dari semua kesakitan dan kesedihan Hwang Jiyeong. Namun dirinya juga tidak bisa memungkiri bahwa Jiyeong telah berhasil menuliskan namanya di dalam hatinya. Kenyataannya adalah ia telah juga jatuh cinta pada Jiyeong bahkan sejak  pertama ia  melihat gadis itu bersama dengan sahabatnya.



E . N . D



감사합니다 ^^

Comments

  1. Dari dulu... beginilah cinta.. deritanya tiada akhir.. wkwkwkkw kadang buat degdegan kadang buat sakit. tapi jika ketemu yang pas.. bahagia banget.. hehehe love it..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya cinta itu kayak naik roller coster hahaha..
      Btw makasih ya :)

      Delete

Post a Comment

Popular Posts