THE SERIES OF UNDERGROUND: Forced Marriage - 가장 친한 친구 (Best Friend)
Park Jimin < > Lim Chaerin
- Adult Romance -
(AU - Alternate Universe)
o O O O o
“Tidak bisa. Aku sudah
ada janji.”
Jimin terus memerhatikan balasan yang ia terima dari
Chaerin. Ia menjadi risau. Pikirannya bermain-main hingga rasa curiga mulai
menggelayuti hatinya.
Dengan siapa Chaerin bertemu?
Tidak mungkin rekan bisnis, karena jam pertemuan mereka di
luar jam kerja. Chaerin tidak seroyal itu pada pekerjaan sekali pun ia memiliki
ambisi besar untuk menjadi direktur utama. Lalu siapa? Siapa yang akan ditemui
Chaerin?
Posesif. Jimin
menjadi sangat posesif jika ada hal yang bersangkutan dengan Chaerin. Ia tidak
tahu mengapa dirinya bisa berubah. Namun setelah mengenal Chaerin ia merasakan
perubahan itu.
“Padahal aku hanya ingin mengatakan bahwa kami tidak akan
berakhir seperti orang tuanya. Aku tidak akan meninggalkan Chaerin sekali pun
ia belum mencintaiku.” Pekiknya tertahan.
Yap Jimin telah
mengetahui alasan mengapa Chaerin tiba-tiba saja menangis. Anak buah yang ia
perintahkan untuk mencaritahu mengenai hal itu baru saja mengirimkan hasil
pekerjaannya. Info yang didapatkan mengatakan bahwa Chaerin telah ditinggal sang
Ibu sejak usianya satu tahun. Wanita itu meninggalkan Chaerin dan sang Ayah
karena tidak mencintai pria itu. Cintanya hanya untuk sang kekasih. Sayang
karena perjodohan demi perusahaan, wanita itu harus meninggalkan kekasihnya dan
menikah dengan Ayahnya. Hingga akhirnya wanita itu menyerah dan lebih memilih
pergi untuk kembali dengan sang mantan kekasih.
Tangan terkepalnya memukul meja hingga suara tubrukan
mengalihkan sosok lain yang tengah bersandar di sofa dengan telepon genggam di
tangan. Sosok itu mengangkat pandangannya dan sedikit menaikkan salah satu
alisnya.
“Sebegitu cintanya kah kau pada calon istrimu itu, Jim?”
Jimin menoleh dan mengerutkan dahinya. Pertanyaan bodoh yang
ia dapatkan di sore itu membuat dirinya menyesal telah memukul meja. Seharusnya
tangan kekarnya itu ia daratkan tepat di pipi sang penanya agar otaknya kembali
ke posisi semula.
“Kau sendiri juga tahu jawabannya, Kim Taehyung.”
Taehyung menganggukkan kepalanya. Ia bangkit dari sofa
menuju kursi yang berada di depan meja kerja Jimin. Tangannya menarik kursi itu
sedikit mundur sebelum mendaratkan bokong di atasnya.
“Iya, tapi aneh saja. Kau mencintai Chaerin yang telah
mengetahui kehidupan lain yang kau miliki. Bukankah itu akan memberatkan posisimu?
Bagaimana jika nanti ia meminta cerai karena hal itu? Kau akan sangat sakit,
Jim.”
“Tae! Jangan bicarakan hal itu. Kau adalah satu-satunya
orang yang kuceritakan. Jangan sampai yang lain tahu kalau Chaerin ada di basecamp hari itu.” Jimin memperingati.
Napasnya tertarik panjang bersama dengan tubuhnya yang
kembali bersandar ke belakang.
“Maaf.. aku hanya ingin memperingatimu saja.” Balas Taehyung
santai. Ia lantas ikut bersandar dan tetap memperhatikan raut gusar sang
sahabat.
“Tapi bagaimana jika hal itu benar terjadi? Em.. ce-rai?” Imbuhnya kemudian.
Jimin memandang Taehyung dingin sebelum berujar penuh
penekanan.
“Jujur, aku merasa jika ia mulai menaruh hati untukku walau
aku tidak terlalu yakin. Tapi jika hal itu sampai terjadi, aku tidak akan
pernah melepaskannya. Apapun akan kulakukan untuk membuat dia tetap berada di
sisiku, tidak peduli dengan cara apa pun. Kau tahu aku kan?”
Taehyung menganggukkan kepalanya. Mata mereka saling bertemu
sebelum bibir Taehyung menyunggingkan senyum miring yang juga terpasang di
wajah Jimin.
“Kau memang sahabatku Park Jimin.” Serunya bangga.
“Bagaimana kalau kita pergi? Tadi Yoongi hyung mengajak bertemu di tempat biasa
untuk merayakan keberhasilannya dalam mengatasi kekacauan yang dibuat si brengsek Hanbin itu!”
Jimin mengangguk dan wajah gusarnya berubah terang saat tahu
maksud dari Yoongi. Bersenang-senang di tempat biasa itu berarti akan ada
minuman beralkohol, musik, dan wanita, walau sebenarnya ia mulai kurang
tertarik untuk bermain dengan wanita-wanita di sana semenjak bertemu Chaerin.
Sangat gila! Chaerin benar telah berhasil mengontrol
dirinya. Sedikit demi sedikit mengubah ia menjadi sosok lain tanpa dirinya
sadari. Melahirkan rasa ketergantungan akan kehadiran Chaerin di dekatnya.
Menciptakan perasaan aneh yang berakhir dengan emosi tertahan yang tidak bisa
ia luapkan.
“Ayo!”
Jimin meraih jasnya yang tersampir di kursi dan membawanya
pergi bersama dengan kunci mobil dan telepon genggam kesayangannya.
* *
* *
Dentuman kencang dari lantai dansa bagaikan obat penenang
bagi siapa saja yang datang. Penat dan jenuh yang dirasakan seakan menguar saat
kaki mereka melangkah masuk. Apalagi saat cairan dengan rasa pahit telah
mengalir ke dalam kerongkongan. Rasanya hidup begitu sempurna dan menyenangkan.
“Jadi sekarang semua harta pria itu telah resmi berubah
menjadi atas nama kalian?” Tanya Jin yang baru saja menyesap cairan coklat dari
gelasnya. Ia sama dengan para pengunjung club
lainnya, menikmati kesenangan duniawi yang ditawarkan untuk mengalihkan diri
dari masalah hidupnya.
“Iya. Prosesnya selesai hari ini.” Jawab Yoongi.
Jin mengangguk. Matanya lantas mengedar mengabsen satu per
satu wajah sahabatnya. Mencoba mencari tahu mengenai keadaan para sahabatnya. Yoongi
dan Namjoon terlihat senang karena urusan mereka telah selesai. Hoseok terlihat
sumringah karena mendengar berita menggembirakan Yoongi dan Namjoon. Sementara
Jungkook dan Taehyung terlihat menikmati suasana malam ini. Sedang Jimin ia
terlihat berbeda. Berbeda maksudnya adalah tidak seperti Jimin biasanya.
Ia tidak menggubris kehadiran dua wanita di sampingnya yang
sejak tadi terus berusaha menggoda demi mendapatkan atensinya. Bahkan
minumannya saja hanya ia minum setengah. Bener-benar bukan Jimin sahabatnya.
“Hei Jim, ada apa?
Kau terlihat aneh malam ini.” Panggil Jin yang langsung ditatap balik oleh
Jimin.
Jimin mengisyaratkan kepada kedua wanita di sampingnya untuk
pergi. Wanita tersebut menolaknya. Namun tatapan tajam yang diberikan Jimin
membuat keduanya, mau tidak mau serta suka tidak suka, melangkah meninggalkan lounge.
Jimin menghela napasnya. “Hanya sedikit kesal.”
Jin menaikkan sebelah alisnya. Tidak percaya dengan jawaban
Jimin. Mereka telah berteman cukup lama sehingga ia bisa mengenali karakter
masing-masing sahabatnya. Diam dan dinginnya Jimin malam itu tidak
menggambarkan bahwa ia sedang ‘sedikit kesal’.
“Sedikit kesal?” Taehyung mengulangi jawaban Jimin dengan
suara mencibir. Ia menatap pria itu sebelum mengalihkannya dan melihat ke arah
sahabatnya yang lain.
“Jimin bukan sedikit kesal, tetapi sangat kesal. Kalian tahu
kenapa?”
Tidak ada yang menjawab. Semuanya hanya menatap penasaran
pada Jimin dan berganti kepada Taehyung untuk menunggu kelanjutan dari pria
itu.
“Park Jimin, pria casanova,
yang suka bermain wanita akhirnya jatuh cinta. Karena itu ia menjadi kacau
seperti ini.”
Jin membulatkan matanya diikuti dengan Hoseok dan Jungkook
yang membeo bersamaan.
“Jatuh cinta?”
Taehyung mengangguk.
“Siapa wanita tidak beruntung itu?” Tanya Yoongi.
Taehyung melirik nakal pada Jimin yang memelototinya karena
mulut ember sang sahabat. Jika bisa ia ingin menghabisi Taehyung dengan racun tikus
agar mulut itu mengeluarkan busa dibandingkan mengumbar rahasianya.
“Lim Chaerin.”
“Apa?! Hyung,
sejak kapan kau jatuh cinta pada calon istrimu itu? Bukankah kalian sama-sama
tidak setuju dengan rencana pernikahan itu?” Jungkook membombardir Jimin dengan
pertanyaan yang ia yakini juga ingin para hyung-nya
tanyakan.
Jimin menarik napas dalam dan mengembuskannya secara
bertahap. Tatapannya kini mengedar dari Jin yang ada di sisi ujung sofa hingga
Jungkook yang berada di sampingnya.
“Tidak tahu sejak kapan, tapi yang jelas aku menginginkan
pernikahan ini. Aku tidak ingin ada pria lain yang memiliki Chaerin. Chaerin
hanya milikku dan hanya aku.” Jawab Jimin dengan penuh penekanan disetiap
katanya.
“Terus sekarang apa masalahmu?” Namjoon akhirnya membuka
suara setelah sekian lama diam.
Jimin tidak menjawab. Ia hanya diam dan tubuhnya kembali
bersandar di sofa. Menenggak habis minuman di gelasnya dalam satu kali tenggak.
Dan membiarkan Namjoon tergantung menunggu jawabannya.
Taehyung mendecak melihat Jimin. Menyebalkan!, pikirnya. Ia kemudian menolehkan kepalanya dari Jimin
yang terlihat menyedihkan dengan kegusarannya sendiri.
“Hanya masalah sepele, tetapi si berengsek ini melebih-lebihkannya saja.”
“HEI! Ini tidak sepele
Kim Taehyung!” Serunya setengah membentak.
“Jim tenang. Coba ceritakan pada kami, siapa tahu kami bisa
membantu.” Hoseok menengahi.
Taehyung hanya tergelak sinis. Ia lebih memilih kembali
meminum minumannya dan memakan makanan ringan yang berada di atas meja
dibandingkan mendengar cerita tidak bermanfaat sang sahabat. Ia juga bertaruh
bahwa hyung-nya dan Jungkook pasti
akan menertawakan Jimin jika pria itu menceritakan kegusarannya.
Dan benar saja! Tebakan dan taruhan Taehyung yang ia lontarkan
dalam hati benar-benar terjadi. Jungkook menjadi pemilik tawa terkencang
sementara yang lainnya berusaha untuk mengendalikan tawa mereka karena merasa
tidak enak dengan Jimin yang telah memelototi mereka.
“Apa yang lucu?” Tanya Jimin frustasi. Sebelumnya ia pikir
para sahabatnya akan membantu untuk menemukan jalan keluar, tetapi ia malah
melihat mereka tertawa yang membuat harga dirinya terinjak sempurna.
“Kau, tentu saja. Sejak kapan kau menjadi sangat melankolis
dan lemah seperti ini, Park Jimin?” Balas Yoongi masih dengan raut santainya.
“Hyung aku
serius!”
“Aku juga serius, Jim.”
Lagi-lagi Taehyung hanya tertawa, mengejek kebodohan Jimin
yang membuatnya ingin menggaruk tubuh singa.
“Sudah kukatakan bukan, kau belebihan! Sudahlah, jangan
berpikiran aneh-aneh. Aku yakin Chaerin tidak akan melakukan apa yang kau duga.
Dia wanita baik-baik. Dia tidak akan melakukan hal bodoh dengan pria lain
seperti kebiasaanmu bermain wanita, Park fucking
Jimin.”Cibir Taehyung yang telah lelah dengan segala praduga yang menjurus
dengan kecurigaan Jimin pada Chaerin yang tidak mau diajak bertemu padahal ia
telah memohon pada wanita itu. Pasalnya Jimin dan Chaerin masih belum memikili
status yang mengikat keduanya. Jika Chaerin bersama pria lain sekali pun, tidak
seharusnya Jimin marah. Toh.. mereka
masih sama-sama lajang. Jadi Chaerin masih bebas melakukan apa pun di luar
sana.
“Bukankah itu Chaerin.”
Sontak seluruh pasang mata langsung mengarah ke arah dimana
Jin menatap. Semuanya sedikit tersentak saat menemukan wanita itu di sana,
walau mereka telah beberapa kali bertemu dengan Chaerin di club itu sebelumnya. Hanya saja malam itu terasa berbeda setelah
mendengar keluhan tidak masuk akal Jimin.
Ini seperti takdir.,
pikir Hoseok.
Jimin tanpa membuang waktu dan kesempatan segera bangkit dan
melangkah lebar menuju Chaerin yang fokus pada telepon genggamnya. Tangannya
terulur dan menggenggam pergelangan Chaerin. Membuat sang pemilik tangan
terkejut dan langsung mengalihkan pandangannya pada Jimin.
“KAU?!” Desisnya.
“Kenapa kau ada di sini?” Sambungnya dengan suara tidak
suka.
Jimin menaikkan sebelah alisnya. Senyum miringnya ikut
terukir dengan indah di wajah tampannya.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kenapa kamu ada
di sini? Bukankah tadi kamu bilang ada janji makanya menolak ajakanku, hm.”
Chaerin memalingkan kepalanya. Enggan menatap Jimin dan
senyum yang membuatnya ingin menacakar habis wajah pria itu.
“Aku memang janji bertemu dengan sahabatku di sini. Kenapa?
Apakah masalah? Jangan menghalangi-”
“Tidak. Aku tidak menganggapnya sebagai masalah babe.”
Sedetik setelah itu Chaerin langsung menatap Jimin tidak
percaya. Benarkah? Wah.. ini mukjizat! Ia pikir mereka akan berdebat hanya
karena janji yang ia buat. Ternyata pikirannya salah, Jimin malah tidak
mengusiknya.
“Tapi..”
Belum juga kelegaan yang dirasakan bertahan lama, sanggahan
Jimin membuat Chaerin harus bersiap untuk mempertahankan dirinya agar pria itu
tidak menginterupsi kegiatannya lagi. Matanya menatap tajam Jimin menunggu
kelanjutan ucapan pria itu.
“Kau harus bertemu dengan sahabatku dan berkenalan dengan
mereka.”
“APA?! Tid-”
Untuk kedua kalinya Chaerin tidak bisa menyelesaikan
kalimatnya dengan sempurna. Jika sebelumnya ia dipotong oleh kalimat
mengejutkan Jimin, kali ini ia dikejutkan dengan tarikan tiba-tiba pria itu
yang membawanya hingga sofa dimana telah duduk enam pria tampan yang
memperhatikan mereka.
Jimin tersenyum merekah saat telah sampai di hadapan sahabatnya.
Dengan senang ia mengenalkan Chaerin kepada mereka.
“Kenalkan ini Lim Chaerin, calon istriku.” Jimin menjeda dan
menoleh pada Chaerin sebelum kembali membuka mulutnya. “Babe, mereka adalah sahabatku. Itu Jin hyung, di sampingnya Namjoon hyung,
lalu Yoongi hyung, Taehyung, Hoseok hyung, dan yang terakhir dan paling muda
Jeon Jungkook.”
Chaerin membungkuk. Bibirnya membentuk senyum canggung
sebelum menyapa mereka.
“Halo..”
“Hei.. senang berkenalan denganmu, Chaerin.” Ujar Hoseok. Ia
menjadi yang pertama berdiri dan menyalami Chaerin.
Sedikit lega, Chaerin membalas jabatan tangan Hoseok.
Setidaknya ia merasa tidak canggung dengan Hoseok. Sementara sahabat Jimin yang
lain, Chaerin masih sangsi.
“Hei Chaerin..” Taehyung menjadi orang selanjutnya yang
menghampiri Chaerin. Ia mengulurkan tangannya yang dibalas oleh Chaerin.
Kemudian ia mendekatkan wajahnya, tidak terlalu dekat karena ia yakin Jimin
akan menghabisinya jika ia nekat melakukan hal itu.
“Kau tahu apa yang telah kau lakukan hari ini pada Jimin?”
Tanyanya setengah berbisik. Ah lebih tepatnya setengah berteriak karena
sahabatnya yang lain dapat mendengar pertanyaannya.
Chaerin diam. Ia tidak mengerti dengan kalimat Taehyung.
Memangnya apa yang telah ia lakukan? Ia saja baru bertemu Jimin beberapa menit
lalu.
“Taehyung!” Jimin mencoba memperingati. Namun Taehyung hanya
menanggapi dengan tersenyum dan kembali berbisik pada Chaerin.
“Kau membuat Jimin gelisah karena kau menolak tawaran makan
malamnya, Nona Lim. Dan kau tahu, ia bersumpah untuk melakukan apa saja agar
kau-”
“Kim Taehyung!” Jimin berteriak dan langsung membekap mulut
Taehyung untuk menghentikan ucapan sahabatnya itu. Membawanya sedikit menjauh
dari Chaerin yang menatap bingung keduanya.
Aneh!, batinnya.
“Hai..”
Chaerin menoleh. Tepat saat itu ia menemukan pria tampan
dengan pundak lebar tengah berdiri di hadapannya dengan jarak yang dekat.
“Aku Jin. Akhirnya aku bisa berkenalan denganmu secara langsung.
Aku selalu penasaran setiap kali Jimin bercerita mengenai calon istrinya.”
Chaerin hanya memasang senyum terpaksanya. Ia tidak tahu
harus mengatakan apa. Perkenalannya dengan para sahabat Jimin terlalu mendadak
dan terasa aneh.
Pria itu semakin memangkas jarak di antara keduanya. Ia
dengan santainya merengkuh pinggang Chaerin dan membawa tubuh kurus wanita itu
ke dalam rengkuhannya. Mendekatkan kepala Chaerin ke dadanya dan sedikit
menunduk untuk menyamakan wajahnya dengan wajah Chaerin.
“Selain itu aku juga tahu tahu kalau kamu meminta bantuan
untuk mencari tahu pelat kendaraan Jungkook dan kamu juga ada di sana saat kami
bertemu.”
Matanya membulat seketika. Tubuhnya menegang dan mulai
terasa panas. Jantungnya berdetak cepat. Kakinya terasa lemas dan siap jatuh
andai saja pria itu tidak memeluknya.
Selama beberapa saat Chaerin bungkam karena terkejut. Ia
tidak menyangka ada orang lain yang tahu mengenai hal itu.
“Ba-Bagaimana kau bisa tahu?”
Ia memasang senyumnya dan kembali berbisik. “Itu mudah Nona.
Aku bisa mengetahui apa pun yang aku mau tanpa perlu bekerja keras.”
Chaerin menelan salivanya dengan susah payah. Ok.. sudah tidak ada jalan untuk
mungelak. Ia harus menghadapi apa pun yang akan terjadi. Ini konsekuensi atas
rasa penasarannya. Lagi pula tujuannya mencari tahu hal itu adalah untuk
menekan Jimin agar pria itu mau bekerja sama dengannya menghentikan pernikahan
mereka. Jadi ia tidak perlu takut karena ia tidak melakukan hal yang salah.
“Lalu apa maumu?” Tanya Chaerin setelah kembali mendapatkan
keberaniannya. Matanya dengan tajam menatap sang lawan bicara. Jin sedikit
terkejut karena tiba-tiba saja Chaerin kembali menjadi sosok kuat yang membuat
ia mengagumi keberanian calon istri sahabatnya.
Ternyata yang Jimin
katakan benar. Chaerin berbeda dengan wanita
lain yang ada di dekatnya. Chaerin memiliki keberanian dan keteguhan
yang tidak bisa dipengaruhi oleh orang lain., pikirnya.
Jin menarik salah satu sudut bibirnya. “Bukankah pertanyaan
itu lebih tepat ditanyakan pada dirimu sendiri, Nona?”
Chaerin memutar bola matanya. Jengah. Ternyata tidak Jimin, tidak sahabatanya, mereka semua
sama-sama menyebalkan. Selalu membalikkan pertanyaan yang ia ajukan.
“Baiklah aku akan jujur padamu.” Matanya kembali menatap
sang lawan bicara yang dengan setianya tersenyum miring padanya. “Aku melakukan
hal itu untuk menekan Jimin agar dia mau membantuku membatalkan pernikahan
kami. Tapi ternyata usahaku hanya sia-sia. Sahabatmu itu malah berada di pihak
orang tua kami dan membuat suaraku menjadi tidak berarti.”
Chaerin mengembuskan napasnya pelan.
“Aku tidak akan mengatakan apa pun mengenai apa yang kutahu
dan kudengar. Itu bukan urusanku dan aku tidak akan mencampurinya. Aku tidak ingin
terlibat pada hal yang hanya akan merusak namaku dan membuat kesempatan untuk
menjadi pemimpin perusahaan mengecil. Lagi pula produser itu tidak mati, walau
apa yang kalian lakukan telah melanggar hukum. Singkatnya adalah aku tidak peduli
selama tidak menyangkut diriku!” Sambungnya.
Setelah berujar kalimat panjang itu, Chaerin sedikit
terkejut dengan dirinya. Ia tidak menyangka bahwa ia akan berkata seperti itu.
Padahal sebelumnya ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan fakta yang ia
ketahui. Ia masih bimbang, apakah harus menyampakan kebenaran dengan
konsekuensi akan terseret dalam permasalahan itu atau diam dan berpura-pura
tidak pernah tahu sekali pun itu bertentangan dengan hati nuraninya.
“Baik, aku pegang kata-katamu.”
“JIN HYUNG!”
Pekikan nyaring dari belakang Chaerin membuat kedua insan itu menjauhkan tubuh
mereka. Jin melepaskan rangkulannya sementara Chaerin melangkah mundur.
Jimin yang telah berada di dekat Chaerin langsung menarik
tangan wanita itu hingga tubuh mereka menempel sempurna. Dengan posesif
tangannya melingkari pinggang Chaerin. Menekannya erat hingga membuat Chaerin
tidak dapat menggerakkan tubuhnya.
Berengsek!, umpat
Chaerin karena merasa tidak nyaman dengan perlakuan Jimin.
“Apa yang kau lakukan hyung?!”
Jin mengembangkan senyumnya. “Aku hanya berkenalan dengan
calon istrimu, dan mengatakan kalau Chaerin tidak perlu takut karena kau
mencintainya.” Jawab Jin santai.
Jimin menatap Chaerin. Menanti jawaban wanita itu, apakah
yang Jin katakan benar atau hanya bualan.
“I-Iya.”
Jimin merengut curiga. Sedangkan Chaerin mulai kehabisan
kesabaran. Setelah sebelumnya Jin dengan sesuka hati merengkuh pinggangnya.
Membuat kepalanya tepat berada di depan dada pria tinggi itu dan menekannya.
Kini giliran Jimin melakukan hal yang sama. Merengkuh pinggangnya dengan
kencang hingga tubuh mereka sempurna menempel.
Chaerin menggeram. “Sudahlah aku ingin bertemu dengan temanku!”
Serunya setengah membentak sembari mencoba melepaskan tangan Jimin dari
pinggangnya.
Namun ternyata sulit. Sangat sulit karena kekuatan Jimin
tidak sebanding dengan dirinya. Ia berusaha dengan keras untuk melepaskan
tangan Jimin. Dimulai dengan melepaskan satu per satu jari-jari Jimin dari
pinggangnya hingga mendorong tubuhnya dan Jimin dengan kedua tangan, tetapi
tetap tidak ada perubahan. Tubuh mereka masih setia menempel satu sama lain.
“Park Jimin!”
“Apa babe?”
“Lepas!”
Jimin menggeleng. “Tidak.”
“Lepas Jimin. Aku sedang tidak ingin ribut denganmu.”
“Aku juga tidak. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu,
sayang.”
Matanya membulat begitu mendengar kata terakhir yang
terlontar dari bibir tebal dan lembut milik Jimin. Jantungnya berdegup tak
menentu. Suara hatinya mencak-mencak sendiri. Darahnya berdesir hebat. Bahkan
kakinya hampir kehilangan keseimbangan untuk kedua kali andai saja Jimin tidak
menahan tubuhnya. Apakah Chaerin tengah beruntung di malam itu karena dua kali
ia ingin jatuh tetapi selalu ada yang menyangga tubuhnya?
“Ji-Jimin...”
Lidahnya menjadi kelu saat tatapannya bertemu dengan tatapan
Jimin. Walau cahaya disekitar mereka cenderung redup, tetapi Chaerin masih bisa
melihat dengan jelas bagaimana Jimin menatapnya. Hangat, lembut, dan diselimuti
kekaguman. Sesuatu yang baru ia lihat dan mungkin sadari.
“Ada apa sayang?” Dengan suara beratnya Jimin bertanya.
Sementara tangannya yang bebas merapihkan anak rambut Chaerin yang menutupi
sedikit bagian wajahnya.
“Chaerin, kamu sudah sampai. Kenapa tidak-”
Sontak semua pandangan langsung mengarah kepada pemilik
suara. Begitu pun dengan para sahabat Jimin yang sebelumnya tengah menonton
adegan manis Jimin – Chaerin ikut memutar kepalanya.
Sang pemilik suara berat yang baru saja menginterupsi itu
membolakan matanya saat melihat siapa yang tengah bersama Chaerin. Seulas
senyum miring terukir begitu saja begitu ia ikut memerhatikan sekitarnya.
“Oh.. maaf jika
aku mengganggu.” Ia mengalihkan atensinya kembali pada Chaerin. “Princess, aku menunggu bersama yang lain
ya.” Ujarnya dengan mengerlingkan mata
–menggoda– entah kepada Chaerin atau Jimin yang telah menatapnya sengit.
Jimin lantas memutar tubuh Chaerin hingga kini mereka
berhadapan. Ia sengaja melakukannya untuk menghalangi pandangan Chaerin dari
pria itu dan memutus atensi wanita itu.
“Jadi Sehun datang?”
Suara Jimin penuh dengan intimidasi. Membuat Chaerin
merasakan kengerian karena perubahan sikap pria Park itu yang begitu cepat.
Tapi bukan berarti dirinya menjadi takut terhadap Jimin. Ia hanya terkejut
karena Jimin cepat sekali berubah. Tidak ada hitungan menit Jimin telah kembali
menjadi Park facking Jimin yang
menyebalkan. Tsk!
Napas jengahnya terhela. “Tentu, dia juga temanku.”
“Kalau begitu kamu tidak boleh ke sana.”
“Hei Park! Kau tidak bisa seperti itu. Aku telah membuat
janji dengan mereka.” Jawab Chaerin sengit. Matanya menatap Jimin taham yang
ternyata telah melakukan hal yang sama lebih dulu.
Jimin menggeleng. “Tidak babe!
Aku tidak akan membiarkan kamu dekat-dekat dengan pria pucat itu.”
Chaerin mendengus kesal.”Kenapa? Apakah kau cemburu?”
Tanyanya dengan tawa menyindir.
“Iya, aku cemburu Nona Lim.”
Ia lantas menarik pinggang Chaerin hingga jarak di antara
keduanya menghilang. Menempelkan tubuhnya pada tubuh Chaerin hingga wanita itu
dapat mendengarkan debaran jantungnya yang tidak beraturan, cenderung lebih
cepat dari pada debaran normal. Tangannya melingkar sempurna di pinggang
Chaerin. Mengunci tubuh kurus wanita itu di dalam pelukannya.
“Aku cemburu setiap kali ada pria lain di dekatmu terutama
temanmu itu, Oh Sehun. Aku tidak ingin ada yang mengambilmu dariku. Karena...”
Jimin menjeda ucapannya. Matanya menatap lekat obsidan kecoklatan Chaerin yang
mampu menghadirkan ketenangan saat ia menatapnya. Wajahnya ia dekatkan hingga
napas hangat keduanya saling beradu.
“Aku mencintaimu.”
Tidak ada hitungan detik, Jimin langsung menemukan partikel lembut
Chaerin dengan miliknya. Mengulum kedua benda lembut dengan prisa stroberi yang
bersumber dari pewarna bibir yang wanita itu pakai secara bergantian. Tidak
menuntut seperti saat pertama kali ia melakukannya. Setiap kuluman dilakukan
dengan tempo pelan. Seakan menikmati candunya tanpa berpikir bahwa mereka
tengah menjadi tontonan para sahabat Jimin.
Jimin semakin mengeratkan rengkuhan di pinggang Chaerin.
Sedangkan tangannya yang lain ia letakkan di belakang tengkuk wanita itu.
Menekan pelan bagian tersebut untuk memperdalam ciumannya.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, Jimin menginginkan yang
lebih. Setelah puas menyesap rasa stroberi pada bibir Chaerin, tanpa buang
waktu ia menggigit pelan bibir bawah wanita itu bermaksud meminta akses agar lidahnya
dapat bertemu dengan sang lawan yang masih tersembunyi di balik deretan gigi
putih Chaerin. Erangan pun tidak dapat terelakkan yang membuat Chaerin harus
merelakan lidah dan bagian dalam mulutnya diekspos oleh lidah Jimin.
Selama Jimin mencumbunya, Chaerin sama sekali tidak menolak.
Walau tangannya masih tergantung di sisi tubuh dan tidak melingkari leher pria
itu. Namun Chaerin sudah membalas cumbuan itu dengan perasaan yang berbeda dari
saat pertama kali mereka melakukannya. Jimin sadar itu, dan ia semakin yakin
kalau Chaerin juga memiliki perasaan yang sama dengannya.
“Aku. sangat. mencintai. mu. Chaerin.” Ungkap Jimin di
sela-sela ciumannya.
Jimin dan Chaerin terus bergulat dengan lidah dan bibir masing-masing.
Hingga Jimin menyudahinya dengan memberikan jilatan dan kecupan singkat pada
permukaan bibir Chaerin. Jika ingin jujur, Jimin tidak rela menyudahi kegiatan
panasnya dengan Chaerin. Tetapi ia juga tidak bisa untuk terus melanjutkannya
karena ia tidak yakin dengan dirinya yang akan melepaskan Chaerin begitu saja
di saat hormon prianya telah sampai pada ambang batas bahkan lebih.
Chaerin menunduk. Napasnya memburu. Wajahnya juga telah
berubah sempurna merah, karena kekurangan udara serta suhu tubuhnya yang
meningkat drastis karena cumbuan panasnya dengan Jimin.
Jimin melihat itu. Kemudian tangannya terulur menyentuh dagu
Chaerin dan membuat kepala wanita itu kembali terangkat. Lantas tangannya yang
satu lagi menangkup pipi merah Chaerin dan mengusapnya dengan gerakan teratur
dengan ibu jari.
“Jangan tunjukkan wajah seperti ini kepada pria mana pun
selain aku. Kamu hanya boleh memerah seperti ini karena aku, sayang.”
To be continued
Tinggal satu part terakhir.
Semoga endingnya memuaskan kalian semua..
Terima kasih sudah berkunjung
See you guys
감사합니다 ^^
Comments
Post a Comment