THE SERIES OF UNDERGROUND: Forced Marriage - 약속 (Promise)




Park Jimin  <  >  Lim Chaerin


- Adult Romance -
(AU - Alternate Universe)



o   O   O   O   o




Jimin kembali bersandar di sofa tanpa mengalihkan perhatiannya dari Chaerin. Ia sadar jika sudah hampir setengah jam dirinya terus memerhatikan Chaerin yang tengah bersenda gurau dengan teman-temannya. Seharusnya ia juga melakukan hal yang sama. Namun ia tidak melakukannya karena di sana duduk Oh Sehun yang ikut berbagi tawa bersama dengan wanitanya.



Sial!, umpatnya. Kenapa ia menjadi super posesif seperti ini? Argh.. salahkan Chaerin yang telah berhasil mengubah dirinya. Merubah seekor singa hutan menjadi singa kebun binatang. Walau sama-sama liar dan berbahaya, tetapi singa hutan jauh lebih berbahaya karena hidup tidak dalam penangkaran.



“Jika kau tidak bisa mempercayainya, kenapa tidak kau ikat saja dia di apartemenmu dan jangan biarkan dia pergi?” Sindir Yoongi yang mulai gerah dengan tingkah aneh Jimin.



Jimin mendelik tidak lama ia kembali memusatkan perhatiannya pada Chaerin.



“Bukankah kau sendiri yang bilang kalau Chaerin sepertinya memiliki perasaan yang sama denganmu. Tetapi dilihat dari kelakukanmu saat ini, kau terlihat ragu dengan ucapan yang baru beberapa menit lalu kau katakan.”



Jimin kini benar-benar melepaskan atensinya dari Chaerin. Para sahabatnya terlalu banyak berkomentar sampai membuat ia tidak bisa berkonsentrasi mengawasi wanitanya. Berbicara mengenai sebutan ‘wanitanya’, walaupun Chaerin belum memberikan jawaban atas pengakuannya, tetapi Jimin tetap melabeli sang calon istri sebagai wanitanya. Tidak peduli bagaimana jawaban Chaerin nanti.



“Aku tidak ragu dengan perkataanku. Tetapi aku tidak percaya dengan pria itu, Sehun.”



Jimin menunjuk Sehun yang tengah meminum minumannya.



“Pria itu seperti menantangku! Bahkan ia terang-terangan mengatakan bahwa ia menginginkan Chaerin. Jika bukan karena pernikahan paksa kami, dia akan menjadikan Chaerin sebagai kekasihnya.” Lanjut Jimin.



Taehyung mendecak kesal. Entah sudah yang keberapa kalinya pria itu mendecakkan lidah karena rasa kesalnya kepada sang sahabat. Kenapa cinta membuat Jimin menjadi bodoh seperti ini?!, gerutunya dalam hati.



“Kau saja yang berlebihan! Aku saja bisa melihat kalau pria itu tidak memiliki perasaan khusus pada calon istrimu. Ia sengaja melakukannya untuk meledekmu, bodoh.” Seru Taehyung dengan matanya yang memutar malas.



“Benar hyung. Aku juga menyadarinya dari bagaimana tadi ia menatapmu. Matanya terlihat berbinar saat melihatmu marah, itu berarti dia memang sengaja mengusikmu.” Timpal Jungkook.



Jimin terdiam. Ia merasa seperti tertampar dengan kebodohannya belakangan ini. Semua yang dikatakan para sahabatnya ada benarnya. Kenapa Jimin tidak menyadari hal itu? Kenapa juga ia membiarkan dirinya menjadi bodoh di hadapan pria tidak tahu diri itu? Itu berarti Jimin telah mempermalukan dirinya sendiri di hadapan pria pucat itu.



Argh! Dasar Jimin bodoh. Kau sangat bodoh, Park Jimin., makinya.



“Sudah Jim, tidak ada gunanya kau menyesali kebodohanmu sekarang.” Namjoon berkata yang membuat Jimin tersentak. Bagaimana bisa pria berlesung pipi itu tahu bahwa ia baru saja memaki dirinya sendiri. Apakah Namjoon mempunyai kemampuan membaca pikiran orang lain? Tapi kenapa ia tidak mengetahuinya.



“Aku tahu kau pasti terkejut karena aku bisa membaca pikiranmu.” Sergah Namjoon, “Itu mudah Jim. Hanya dengan melihat wajahmu aku bisa tahu. Kau tidak lupakan kalau IQ-ku sangat baik.”



Jimin mendengus. “Iya hyung.” Jawabnya tidak berminat.



“Kalau begitu berhenti berkelakuan bodoh agar Chaerin tidak terus menganggapmu sebagai pria berengsek. Buat dia percaya kalau kau berubah dan buat dia berhenti berpikir untuk membatalkan pernikahan kalian. Yakinkan dia karena kau hanya butuh sedikit usaha lagi untuk mendapatkannya.”



Keningnya berkerut bingung mendengar kalimat yang Jin ucapkan. Bukan karena ia tidak mengerti tetapi kenapa Jin terdengar begitu yakin dengan ucapannya. Apakah Jin bisa membaca isi hati Chaerin sampai ia memiliki keyakinan sebesar itu?



“Kenapa hyung begitu yakin?” Tanya Hoseok yang sedari tadi hanya sibuk mendengarkan dan sesekali tertawa pada tingkah konyol Jimin.



“Aku melihat dari tatapan, gerak tubuh, dan tentunya adegan panas dan manis yang beberapa saat lalu terjadi di hadapan kita. Dari semua itu aku bisa menyimpulkan kalau Chaerin sebenarnya telah jatuh pada Jimin, hanya saja pertahanan yang dibangun wanita itu terlalu kuat hingga sulit baginya untuk menyadari perasaannya sendiri.”



*  *  *  *




Bermodalkan saran dan masukan yang didapatkan dari para sahabatnya serta tidak ketinggalan keberanian dan kepercayaan diri, Jimin memutuskan untuk melakukan suatu hal yang ia yakini akan membuat pertahanan yang dimiliki Chaerin runtuh. Setelah tadi pagi ia mengirimi wanita itu pesan dengan mengatakan bahwa ia akan menjemput untuk pergi bersama, sore harinya Jimin telah sampai di tempat tinggal Chaerin. Dengan mengenakan t-shirt dan celana jeans hitam dipadukan dengan jaket denim dan tidak lupa kacamata hitam, Jimin melangkahkan kakinya menuju apartemen Chaerin yang terletak di lantai sembilan.



Jimin berdiri tegak di depan salah satu pintu setelah menekan tombol intercom yang terpasang di sisi kiri. Senyumnya mengembang sembari menunggu sang penghuni membukakan pintu untuknya. Tidak berselang lama, dari dalam terdengar suara kunci yang di buka yang membuat tangannya langsung ia sembunyikan di balik punggung.



“Park Jimin?!” Seru sang penghuni terkejut saat melihat Jimin di depan apartemennya.



“Hai babe.”



“Kenapa ada di sini? Siapa yang memberitahumu tempat tinggalku?”



“Apakah kamu tidak ingin mempersilahkan aku masuk dulu sebelum bertanya? Tidak enak jika tetanggamu melihat dan mendengar pembicaraan kita.”



Chaerin mendelik tajam. Ia tidak ingin mempersilahkan Jimin untuk masuk ke dalam, tetapi yang pria itu katakan ada benarnya. Apa kata tetangganya jika melihat dan mendengar pembicaraan mereka? Ia tidak mau dicap buruk karena sesuatu yang tidak benar. Dengan berat hati, ia menggeser tubuhnya untuk memberikan akses bagi Jimin masuk.



Jimin semakin melebarkan senyumnya saat berjalan melewati Chaerin yang menunggu untuk menutup kembali pintu di belakangnya. Kakinya melangkah lebih ke dalam setelah melepas sepatunya menuju sofa berwara biru yang berada di depan sebuah televisi. Ia menduduki sofa tersebut. Menyamankan tubuhnya di sana seakan berada di rumah sendiri.



Jimin menoleh saat merasakan seseorang tengah menatapnya tajam. “Apa?”



“Kau belum menjawab pertanyaanku, Park. Mau apa kau ke sini? Dan darimana kau tahu tempat tinggalku?” Chaerin kembali mengulangi pertanyaannya dengan suara yang kesal.



“Aku menjemputmu, bukankah aku sudah memberitahumu tadi. Dan mengenai tempat tinggalmu, aku tahu dari Paman Lim.”



“Dan aku sudah mengatakan kalau aku tidak mau. Apakah kau tidak membacanya?”



Jimin menanggalkan sofa. Berjalan menghampiri Chaerin yang berdiri dengan wajah kesal dan tangan terlipat di depan dada.



“Sayangnya aku tidak menerima penolakan untuk saat ini, babe. Jadi lebih baik kamu bersiap sekarang dan aku akan menunggu di sini.”



Ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Memerhatikan Chaerin yang masih setia berdiri di tempatnya dan tidak terlihat niatan untuk melakukan apa yang ia katakan tadi.



“Atau kamu ingin pergi dengan pakaian itu?” Ia mengangkat dagunya menunjuk pakaian yang tengah dipakai Chaerin, celana pendek di atas lutut serta kaos besar yang menutupi setengah celananya. “Aku sih tidak masalah.” Sambungnya.



Chaerin melemparkan tatapan tidak senangnya kepada Jimin sebelum berbalik menuju kamar.



“Ingat berpakaian yang santai saja karena kita tidak akan bekerja.” Teriak Jimin saat Chaerin telah menutup rapat pintu putih yang berada di samping ruang tengah. Ia tertawa kecil sembari kembali berjalan menuju sofa dan menunggu Chaerin selesai dengan persiapannya.



Sekitar setengah jam, Chaerin akhirnya keluar dari kamar dengan mengenakan off-sholder hitam yang dipadukan dengan blue jeans dan tas tangan kecil yang ia bawa untuk menyimpan dompet dan telepon genggamnya. Ia berdeham untuk menarik atensi Jimin.



Jimin menoleh. Seketika matanya tidak dapat berkedip saat melihat sosok Chaerin yang berpakaian santai. Cantik. Matanya sulit sekali untuk melepas tatapannya dari Chaerin. Tubuhnya pun ikut bereaksi dengan berdiri dari sofa serta berjalan hingga ke hadapan Chaerin.



Tidak nyaman terus ditatap Jimin membuat Chaerin akhirnya membuka suara. “Apakah kau hanya akan menatapku, Park? Tadi kau bilang kau akan mengajakku pergi.”



Jimin mengerjap cepat. Lantas tatapannya kembali teralih pada obsidan kecoklatan wanita itu.



“Kamu cantik makanya aku tidak bisa berhenti menatapmu.”



Senyum memuja terulas jelas di wajah Jimin. Menyebabkan tubuh Chaerin bekerja tidak normal hingga pipinya terasa menghangat saat mendengar pujian yang dilontarkan bersama senyum manis pria itu. Tanpa rasa canggung, Jimin meraih tangan Chaerin. Mengaitkan jemarinya dengan jemari Chaerin dan membuat rasa hangat yang dirasakan Chaerin perlahan berubah menjadi panas.



Kenapa perasaanku terasa hangat? Perutku juga terasa aneh, seperti ada banyak kupu-kupu yang bergerak di sana. Lalu aku juga tidak risih saat Jimin mengatakan memuji dan menggenggam tangan ku. Kenapa aku membiarkannya melakukan hal itu? Kenapa... kenapa? Apakah aku menyukai Jimin? Tapi kenapa aku bisa menyukainya? Dia Park fucking Jimin. Bagaimana bisa aku menyukai pria seperti dia? Tuhan.. tolong bantu aku., batin Chaerin.



*  *  *  *



Chaerin mengumpat. Kesal. Sudah sejak awal ia bertanya pada Jimin akan kemana mereka pergi, tapi pria itu tidak menjawab dan hanya memberikan senyuman padanya. Tsk.. apakah senyuman bisa menjawab kebingungan yang dirasakan dirinya? Tidak kan! Karena tidak ada jawaban dan mungkin memang tidak akan mendengar jawaban dari pertanyaannya, Chaerin memutuskan untuk mogok bicara. Ia tidak akan bertanya, menjawab, atau menanggapi pria Park di sampingnya.



Baru saja ia mendeklarasikan perang dingin dengan Jimin, tiba-tiba kendaraan yang ia tumpangi berhenti dan Jimin mengatakan bahwa mereka telah sampai. Chaerin menolehkan kepalanya ke kanan, kiri, belakang, depan, dan seluruh sisi yang bisa ia lihat. Meneliti tempat yang mulai membuat ia merasa takut. Tempat itu ditumbuhi pohon dan hanya pohon. Menyeramkan dan terasa semakin seram mengingat hari hampir gelap. Perasaannya semakin buruk saat  pria itu meminta dirinya untuk memakai penutup mata.



Jimin mau membawanya kemana? Apa yang akan pria itu lakukan padanya? Apakah ia akan baik-baik saja? Semua pertanyaan dan praduga terus bermunculan di otaknya terlebih saat pria itu telah menutup kedua matanya dengan kain yang entah darimana, Chaerin tidak peduli.



“Ayo turun!”



“Dasar bodoh! Matku tertutup, tidak bisa melihat apa-apa.” Serunya setengah membentak karena mendengar Jimin yang seakan memerintahnya.



Terdengar suara kekehan yang membuat Chaerin menggeram. Andai matanya tidak ditutup, pasti ia telah memelototi pria itu.



“Aku tahu, karena itu aku ada di sini untuk membantumu.”



“Ya.. ya. Membantu tapi memerintah. Aku mengerti.” Balasnya sinis.



Perlahan Jimin membantu Chaerin untuk turun dari mobilnya. Kemudian ia memapah wanita itu. Selama perjalanan yang terasa sangat lama karena mata yang ditutup dan tingkat kepercayaan yang rendah, Chaerin tidak henti bertanya akan dibawa kemana kepada Jimin yang berakhir dengan jawaban ‘sebentar lagi kita akan sampai’. Selalu seperti itu sampai membuat Chaerin ingin berkata kasar di depan wajah Jimin. Sayangnya itu hanya rencana karena tiba-tiba saja ia merasa pegangan Jimin di pundaknya menghilang.



Panik.



Chaerin menggerakkan tangannya ke seluruh arah mencari keberadaan Jimin.



“Hei Park! Dimana kau?” Teriaknya kesal. Namun tidak ada sahutan yang terdengar. Membuat ia semakin kesal dan berujung dengan rasa marah yang siap ia ledakkan jika Jimin tidak juga menyahutinya.



“PARK JIMIN AKU SERIUS! JANGAN MAIN-MAIN. DIMANA KAU?”



Nihil. Tidak ada yang menyahut. Yang terdengar di telinganya hanyalah hembusan angin. Argh.. tidak peduli lagi dengan pria berengsek itu. Chaerin akhirnya melepaskan kain yang menutupi matanya dan bersiap pergi dari tempat tersebut. Namun niatannya kembali menguar seperti embun saat matanya melihat apa yang tersaji di depan.



Padang ilalang dengan sebuah pohon yang berada di tengahnya.



Chaerin tidak bisa menutupi keterkagumannya. Matanya sudah membulat dengan sempurna dan mulutnya terbuka hingga harus ia tutupi dengan telapak tangannya.



“Cantik!” Gumamnya. Tepat setelah gumaman pelan yang mungkin diperuntukkan hanya untuk dirinya sendiri, suara Jimin menyahuti.



“Apakah kamu suka?”



Tubuhnya berputar dan langsung bertemu dengan Jimin yang berdiri tepat di belakangnya. Pria itu masih bertahan dengan senyum yang ia lihat sepanjang perjalanan. Tampan. Pria itu terlihat semakin tampan dengan pakaian yang ia kenakan. Selain itu pantulan sinar matahari yang hampir terbenam membuat wajahnya terlihat bersinar. Kenapa ia baru menyadarinya? Padahal ia telah bersama dengan Jimin sejak tadi.



“Apakah aku terlalu mempesona sampai kamu tidak bisa berhenti menatapku?”



Chaerin tersentak mendengar kalimat penuh kepercayaan diri Jimin. Walau sejujurnya apa yang pria itu katakan benar. Jimin terlalu mempesona sampai membuat ia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Karena malu, Chaerin buru-buru membuang mukanya dan kembali menikmati padang ilalang dan juga matahari yang siap terbenam.



Ia berdeham. Mencoba mengembalikan akal sehatnya yang sempat menghilang pergi karena pesona yang dipancarkan oleh Jimin.



“Kenapa kau membawaku ke tempat ini?”



Jimin tidak menjawab. Ia maju satu langkah hingga tubuhnya berdiri tepat di samping Chaerin. Tangan keduanya tidak sengaja bersinggungan karena jarak yang dekat.



“Ini tempat rahasiaku. Tidak ada yang tahu tempat ini selain diriku, bahkan aku tidak memberitahu sahabat-sahabatku.” Jimin mulai membuka suaranya. Menyampaikan semua yang pelu ia sampaikan termaksud dengan jawaban dari pertanyaan Chaerin sepanjang perjalanan.



“Aku akan ke tempat ini jika ingin menyendiri dan mencari ketenangan.”



“Jika ini tempat rahasiamu, kenapa kau membawaku ke sini?”



Senyum kecil terukir di bibirnya sebelum benda lembut itu kembali terbuka. “Karena aku ingin.”



Chaerin mengerutkan alis. Bingung.



“Aku ingin kamu menjadi satu-satunya yang tahu tempat rahasiaku. Tidak hanya itu, aku juga ingin kamu menjadi satu-satunya yang tahu segala rahasia tentang diriku. Apa pun itu.”



Chaerin tidak dapat menutupi rasa penasaran yang telah bercampur dengan kebingungan hebat akibat pernyataan tidak jelas yang dilontarkan Jimin. Tubuhnya lantas berputar hingga berhadapan dengan Jimin yang masih setia menatap hamparan ilalang.



“Mengapa?” Tanyanya seketika.



Jimin ikut memutar tubuhnya. Membuat keduanya kini saling berhadapan dengan jarak kecil di antara tubuh mereka. Diterangi dengan cahaya jingga dari matahari dan hembusan angin yang berembus teratur, Jimin meraih tangan Chaerin dan membawanya ke dalam genggaman tangan besarnya.



“Karena aku serius denganmu. Aku serius mencintamu. Aku serius dengan pernikahan kita sekali pun itu dimulai karena paksaan. Dan aku juga serius untuk memegang teguh janji suci di hadapan Tuhan yang akan kita ucapkan nanti.”



Jimin membawa tangannya ke depan dada dan menempelkan tangan Chaerin yang ia genggam di sana.



“Apakah kamu merasakannya? Debaran jantungku yang cepat ini hanya terjadi saat bersama denganmu, Lim Chaerin. Tidak hanya itu saja..”



Kini kepalanya sedikit ditundukkan hingga sejajar dengan wajah Chaerin.



“Apakah kamu bisa melihat semburat merah di wajahku? Itu juga timbul hanya saat bersamamu.”



Napasnya tertarik dalam-dalam. “Aku tahu ini sulit bagimu karena kelakukan burukku yang mungkin membuat kamu takut akan kegagalan di masa depan. Tapi percayalah Chaerin, aku tidak seburuk itu. Aku mengakui jika aku suka bermain wanita, tetapi aku bukan pria yang suka mengingkari janji dan berkhianat. Untuk itu, aku akan berusaha untuk mengubahnya. Aku akan berusaha untuk tidak melakukan hal bodoh yang menyakitimu.”



Setelah kalimat panjang yang berisikan perasaannya tersampaikan, Jimin menekuk salah satu kakinya sedangkan kaki lainnya berada di tanah sebagai penyangga tubuhnya. Bersimpuh di hadapan Chaerin yang membuat wanita itu semakin terkejut. Kepalanya menengadah ke atas. Menatap obsidan coklat yang membesar karena tidak menyangka dengan apa yang ia lihat.



“Lim Chaerin.. maukah kamu menikah denganku dengan tanpa adanya perasaan terpaksa?”



Chaerin bungkam. Semua yang terjadi di hadapannya begitu mengejutkan jiwa dan raganya. Jantungnya kembali berdebar kencang. Darahnya berdesir hingga ia bisa merasakan aliran kencang di dalam tubuhnya. Pikirannya tiba-tiba kosong. Tidak tahu harus berkata atau bereaksi apa. Semuanya begitu mendadak untuk dirinya yang masih belum mengetahui pasti perasaannya terhadap Jimin.



Sekali pun ia belum yakin dengan perasaannya, tetapi saat mendengar pengakuan yang Jimin utarakan, Chaerin merasakan gelenyar hangat dan aneg di dalam dirinya. Ia merasakan ketulusan dan kejujuran di setiap kata yang diucapkan. Membuat setetes kristal bening jatuh bebas dari matanya.



“Jimin.. aku tidak tahu harus berkata apa.” Chaerin akhirnya membuka suara. Ia meraih pundak Jimin dan mengajaknya untuk berdiri. Tatapan keduanya bertemu. Kemudian satu tarikan napas panjang dilakukan Chaerin sebelum kembali berucap.



“Aku tidak tahu perasaan apa yang aku miliki untukmu. Aku tidak yakin apakah aku membencimu atau malah menyukaimu. Tapi jika boleh jujur, belakangan ini aku mulai terbiasa dengan kehadiranmu di sekitarku. Aku merasa seperti ada kupu-kupu di dalam perut setiap kali kau menatapku, tersenyum kepadaku, bahkan aku mulai menyukai ciumanmu. Itu memalukan, tetapi begitu adanya. Aku tidak tahu apa arti semua itu. Tapi itulah yang aku rasakan terhadapmu.” Chaerin memberikan sedikit jeda. Kemudian membalik tangannya hingga kini ia yang menggenggam tangan Jimin.



“Park Jimin.. aku ingin meminta bantuanmu.” Dengan lekat ia menatap manik hitam teduh yang kini tengah menatapnya.



“Tolong bantu aku untuk bisa mencintaimu.  Jika pun nanti gagal, tolong bantu aku untuk tidak membencimu. Karena aku tidak ingin pernikahan ini gagal.” Imbuh Chaerin dengan kedua sudut bibir yang tertarik ke atas hingga membentuk lengkungan yang membuat Jimin ikut melakukan hal yang sama smapai matanya membentuk bulan sabit.



Jimin menarik tubuh Chaerin ke dalam dekapannya. Menempelkan kepala wanita itu di depan dadanya sementara kepalanya ia istirahatkan di atas pundak Chaerin.



“Aku akan melakukannya! Aku akan membuatmu mencintaiku dan kita akan hidup bahagia bersama.” Ujar Jimin dengan penuh keyakinan.



Keduanya larut dalam pelukan hangat di tengah matahari yang mulai tenggelam. Tidak peduli dengan angin yang berembus di sekitar mereka karena rasa hangat telah keduanya dapatkan dari tubuh masing-masing. Hingga Jimin sedikit merelai pelukannya –tanpa melepaskan tangan yang melingkari tubuh Chaerin– untuk menatap kembali obsidan kecoklatan Chaerin yang menjadi salah satu kesukaannya.



Tidak lama tatapannya kemudian turun pada bibir plum yang masih setia melengkung membentuk senyum yang juga ia sukai. Perlahan Jimin mendekatkan wajah mereka. Ia dapat merasakan aroma mint yang menguar dari napas Chaerin serta stroberi yang mulai tercium hidungnya saat ia semakin dekat dengan bibir wanitanya. Ia sempat  melirik Chaerin yang ternyata telah memejamkan matanya. Senyum semakin mengembang sebelum matanya ikut terpejam dan kemudian bibirnya bertemu dengan milik Chaerin.



Ciuman yang lembut. Tidak ada pergulatan seperti yang terjadi sebelumnya. Hanya mengulum bibir atas dan bawah dengan bergantian. Yang berbeda adalah pada Chaerin. Wanita itu mulai membalas ciuman Jimin dengan melakukan hal yang sama pada bibir tebal Jimin. Ia mengulum bergantian kedua bilah bibir itu. Menyesapnya seperti yang dilakukan Jimin padanya.



“Aku mencintaimu, Lim Chaerin.” Jimin berkata disela-sela ciumannya dengan Chaerin yang tersenyum mendengar pengakuan cinta pria itu.




E . N . D



Akhirnya akhirnya!!
Ini akhir untuk kalian semua. Maaf kalau lama publish-nya
Semoga kalian suka ya..
Aku anaknya belum rela membuat main cast enggak happy end, jadi ending ini lagi-lagi mainstream soalnya hampir semua cerita yang aku tulis lebih banyak yang happy ending.
Tapi, semoga kalian tetep suka.
Dan sampai bertemu di Broken Sinner ya
Bye
감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts