Broken Sinner: Encounter (Part 13)

 




Drama, Family, Hurt

(AU - Alternate Universe)


.

.

.

.

.


Chaerin bergerak gelisah di atas ranjang. Sudah hampir satu jam ia mencari alasan yang tepat menolak undangan Taehyung. Namun belum ada satu pun alasan yang layak menurutnya. Apa yang telah terpikirkan selalu ditolak oleh Taehyung. Sang sahabat tetap memaksanya untuk hadir diacara perayaan ulang tahun pernikahan kedua orangtuanya.


Taehyung selalu mengatakan jika sang Ibu merindukan Chaerin. Sudah lama Ibunya tidak bertemu Chaerin jadi beliau meminta Taehyung untuk membawa Chaerin. Ibu Taehyung sudah menganggap Chaerin sebagai putrinya sendiri begitu pun dengan sang Ayah, karena memang Taehyung anak tunggal dan Nyonya Kim merasa senang dengan kehadiran Chaerin. Kedua orangtua Taehyung juga mengetahui apa yang terjadi pada Chaerin setelah kepergiaan Ibunya, dan mereka begitu sedih. Tapi kenyataannya tidak ada yang dapat kedua orang tua Taehyung lakukan selain memberikan semangat dan kasih sayang yang memang sangat dibutuhkan gadis itu.


Napasnya terhela kasar. Rasanya kepalanya ingin pecah karena terus berpikir tapi tidak menemukan jawaban apa pun. Erangan penuh kefrustasian pun terlontar dari bibirnya kala menyerah sudah berada di depan mata. Tidak ada alasan yang dapat menyelamatkannya dari kemungkinan pertemuan kembali dengan keluarganya. Walau masih kemungkinan, tetapi Chaerin yakin jika keluarganya berpeluang hadir di acara tersebut.


Belum juga reda dengan kecemasan akan kemungkinan terburuk yang harus dihadapi, sebuah pesan yang baru saja diterimanya membuat ubun-ubun Chaerin terasa terbakar. Membuat teriakan yang teredam bantal lolos setelah membaca isi pesan tersebut.


From: Tae Tae

Bersiaplah sahabatku,  Jimin akan menjemput mu.

Tidak ada penolakan!


Chaerin membuang kasar ponselnya ke sisi ranjang  yang kosong. Mengacak rambutnya dengan geraman kesal.


“Berengsek!” Umpatnya.


Kim Taehyung itu benar-benar sahabat berengsek dan menyebalkan yang ingin ia cincang hidup-hidup. Setelah memaksanya untuk hadir di acara keluarganya, kini laki-laki itu juga membuat ia harus berada di dekat Jimin. Shit! Sebenarnya apa yang dipikirkan laki-laki Kim itu. Sahabatnya itu tahu jika hubungannya dengan Jimin masih belum baik, walau beberapa kali Jimin mengantar dan menjemputnya. Namun tetap saja, rasa canggung yang bercokol di hati dengan kepercayaan yang masih melayang bebas belum mengizinkan Chaerin untuk terbiasa dengan keberadaan Jimin.


Lelah dengan keadaannya, Chaerin pun akhirnya beranjak dari atas kasur untuk mempersiapkan diri. Sudah menghabiskan banyak waktu untuk berpikir tapi belum juga menemukan jawaban untuk menolak membuat Chaerin menyerah. Hingga akhirnya keputusan untuk menghadiri acara tersebut menjadi pilihan yang dirinya ambil walaupun rasa cemas dan gugup mulai menghantuinya.



*  *  *  *



Canggung dalam keheningan, adalah penggambaran yang tepat untuk keadaan Chaerin dan Jimin. Sejak kuda baja yang dikendarai Jimin melaju pergi, keduanya sama sekali tidak terlibat pembicaraan. Membiarakan deru mesin, hembusan napas, dan keramaian jalan yang menjadi teman bagi sang hening. Terasa sulit untuk mulai membuka pembicaraan setelah masa lalu yang menyakiti keduanya. Kesalahpahaman yang membawa keduanya dalam kesakitan berkepanjangan. Walau dalam hati ingin sekali memecah gunung es di antara mereka, tetapi Jimin lebih memilih untuk tetap diam menikmati kesunyian asalkan Chaerin tetap berada di sampingnya. Baginya itu sudah cukup dibandingkan dengan keabsenan gadis itu disisinya.


Tidak jauh berbeda dengan Jimin, Chaerin juga lebih memilih untuk tetap bungkam. Dirinya masih belum terbiasa dengan Jimin. Rasa was-was akan ditinggalkan kembali menggelayut di hati. Pasalnya ia telah memutuskan untuk memberi Jimin kesempatan kedua. Membangun kembali kedekatan mereka walau keraguan masih dapat dirinya rasakan. Namun ia berusaha untuk mengendalikan keraguan tersebut terlebih setelah melihat betapa hancurnya Jimin saat pertama kali mereka bertemu.


Pertemuan yang terjadi secara tidak sengaja itu berhasil menghadirkan getar aneh di hati Chaerin. Walau kemudian dirinya berusaha menampik dan membangun lebih tebal perisai untuk melundungi hatinya dari kesakitan yang lebih dalam. Namun hatinya malah melemah saat air mata semakin deras membasahi kedua pipi Jimin. Tangannya tidak bisa untuk tidak menyekah air mata tersebut hingga membiarkan Jimin menggenggam tangannya dan menempelkan dipipinya.


Chaerin tentu masih ingat bagaimana tatapan penuh rindu dan penyesalan dipancarkan dari kedua obsidian Jimin. Tatapan yang membuat ia membeku ditempat dan tidak tahu harus melakukan apa. Tatapan yang membawa dirinya dengan Jimin duduk bersama di bangku taman dan membiarkan laki-laki itu menjelaskan semua yang terjadi dari sudut pandangnya. Tatapan yang pada akhirnya membuat ia menganggukkan kepala sebagai persetujuan untuk memberikan kesempatan Jimin menebus kesalahan. Hingga tatapan yang membuat keduanya kini berakhir di dalam mobil Jimin yang tengah melaju menuju kediaman Taehyung.


Keheningan yang menenangkan itu tiba-tiba berubah saat Jimin mulai melihat kegelisahan Chaerin. Gadis yang duduk di sampingnya itu terlihat cemas hingga tanpa sadar kedua tangannya saling meremat. Matanya mulai bergerak tidak tentu arah dan terpejam lebih lama dari biasanya. Napas tenangnya mulai berubah hingga terdengar berat di telinga Jimin.


Merasa ada yang tidak beres, Jimin menepikan mobilnya sejenak. Ia melepaskan seat belt yang sedari tadi melindungi tubuhnya kemudian berbalik menatap Chaerin yang tengah menunduk. Tangan bebasnya bergerak meraih tangan Chaerin yang terkepal di atas pangkuan gadis itu.


“Hei.. Chae, tenang. Atur napasmu.”


Chaerin tidak menjawabnya. Membuat Jimin semakin dirundung cemas karena tidak tahu harus melakukan apa. Lantas ia semakin menggenggam erat kedua tangan Chaerin. Menyalurkan kehangatan yang dirinya miliki pada tangan Chaerin yang telah berubah pucat.


Sayangnya genggaman masih belum bisa menenangkan kecemasan Chaerin, membuat Jimin akhirnya menarik tubuh bergetar itu ke dalam dekapannya setelah melepaskan seat belt yang Chaerin kenakan. Tangannya bergerak mengelus punggung, sedang yang satunya menahan kepala Chaerin agar bersandar di dadanya. Cukup lama Jimin mendekap erat Chaerin. Hingga getaran tubuhnya telah menghilang dan deru napasnya telah kembali seperti sedia kala, Jimin baru merenggangkan tangannya. Membawa tubuhnya sedikit mundur guna melihat wajah Chaerin. Sejujurnya Jimin tidak keberatan jika harus memeluk Chaerin lebih lama lagi, tapi itu tidak mungkin terjadi.


“Sudah tenang, hm?”


Chaerin mengangguk pelan dengan kepala yang masih setia menunduk.


Jimin mengembukan napas. Lantas menggerakkan tangannya hingga menyentuh dagu Chaerin untuk mengangkat kepalanya agar menatap kearahnya.


“Chae, apa yang kamu pikirkan?” Tanya Jimin penuh dengan kekhawatiran.


Chaerin menarik napasnya kemudian menggeleng pelan. “Tidak, aku tidak memikirkan apa-apa.”


“Jangan bohong pada ku.”


Chaerin menatap obsidian Jimin yang seakan tengah mengulitinya dari perkataan bohong yang baru saja terlontar.


“A-Aku hanya..” Lidahnya berubah kelu. Masa lalu yang ia pikir tidak lagi berdampak padanya ternyata masih tetap memiliki efek yang sama pada tubuhnya. Sakit hingga rasanya ingin pergi.


Namun Jimin menunggu dengan sabar. Ia membiarkan Chaerin berjibaku dengan dirinya sendiri untuk menjawab pertanyaannya tanpa mau menekan lebih jauh. Ia tidak ingin membuat Chaerin merasa tidak nyaman. Lebih baik ia bersabar setidaknya itu tidak akan membuat Chaerin menjauh lagi dari dirinya.


Chaerin terlihat menarik napas dalam dan mengembusnya berkala sebelum kedua bilah bibirnya kembali terbuka dan vokalnya terucap. “Teringat masa lalu.” Ujarnya dengan suara yang nyaris tidak terdengar oleh Jimin andai saja mereka masih berada di tengah keramaian jalan besar.


Jimin menukik kedua alisnya sebelum pandangannya mengedar kesekitar. Ia baru menyadari tempat mereka berhenti saat matanya menemukan rumahh Taehyung yang terlihat ramai di ujung jalan. Lantas ia melirik beberapa rumah di sampingnya yang menjadi alasan mengapa Chaerin tiba-tiba saja kembali mendapat serangan kecemasan.


Jimin menghela kasar sebelum kembali menarik Chaerin ke dalam dekapannya.


“Jangan pikirkan apa pun. Aku bersumpah tidak akan ada lagi yang menyakiti mu. Aku akan selalu bersama mu, dan tidak membiarkan siapa pun melukai dirimu lagi termaksud Paman Han.”


Sedikit banyak Chaerin mulai merasakan kembali kehangatan yang telah lama menghilang dari dalam dirinya. Membuat hatinya perlahan mulai mengais harapan yang telah hancur tidak berbentuk untuk kembali digantungkan kepada orang yang sama. Memberikan Jimin kesempatan kedua berarti pula memberikan sisi kosong pada lembar hidupnya untuk laki-laki Park itu tapaki, termaksud menjadi pemegang penuh pada harapan terbesar dalam kehidupannya. Namun kesakitan yang belum sepenuhnya sembuh membuat Chaerin tidak bisa membiarkan Jimin masuk begitu saja. Laki-laki itu masih harus berusaha untuk menghancurkan perisai pelindung yang dibangun Chaerin beberapa tahun lalu.



*  *  *  *



Perasaan hangat kembali menyeruak ke dalam hati Chaerin saat sambutan manis diterimanya dari Nyonya dan Tuan Kim. Keduanya memberikan pelukan penuh rindu pada Chaerin layaknya orangtua yang merindukan anaknya. Pelukan yang dahulu hanya dapat Chaerin rasakan dari Ibu kandungnya sebelum wanita hebat itu pergi meninggalkan dunia. Chaerin merasa sangat beruntung. Ibunya berteman baik dengan kedua orangtua Taehyung hingga dirinya bisa bersahabat dengan anak laki-laki keluarga Kim itu dan diterima dengan baik oleh keluarga mereka.


Chaerin bahkan tidak bisa menahan genangan air yang memenuhi pelupuk matanya saat Nyonya Kim memeluk erat tubuhnya, menanyakan kabarnya, dan membanjiri wajahnya dengan kecupan manis layaknya Ibu sendiri. Hatinya bergemuruh hebat menyampaikan kegembiraan yang tiada tara. Perasaan yang sudah lama tidak pernah lagi dirasakan akhirnya dapat kembali ia rasakan.


“Bibi sangat merindukan mu.”


“Aku juga merindukan Bibi.” Jawab Chaerin dengan suara bergetar karena menahan tangis.


Keduanya masih berpelukan, melepaskan rindu yang bersarang di hati masing-masing. Membuat siapa pun yang melihat dan tidak mengetahui apa pun akan mengira jika mereka adalah sepasang Ibu dan anak. Mereka terlihat begitu manis dan diselimuti kasih sayang.


“Karena Chaerin sudah datang, lebih baik kita mulai acaranya.” Ujar Tuan Kim.


Nyonya Kim melepaskan pelukannya dan menghapus sisa air mata yang belum mengering di pipi Chaerin. Kemudian merangkul gadis itu dan berjalan beriringan mengikuti sang suami.


Mereka akhirnya berdiri di depan sebuah meja yang dipenuhi dengan kue kecil serta beberapa gelas berisi white wine. Tuan dan Nyonya Kim berdiri di tengah, tepatnya di bawah sinar lampu yang mengarah ke depan. Tuan Kim membuka suaranya, menyambut kedatangan para tamu serta berterima kasih kepada mereka atas kehadirannya untuk bersama merayakan hari jadi pernikahan dirinya dengan sang istri.


Sorak-sorai pun terdengar saat Tuan Kim menyampaikan rasa syukurnya karena pernikahan yang telah berjalan sangat lama ini dan memohon doa agar kedepannya pernikahan mereka akan tetap baik dan semakin baik. Setelah mendapatkan tepuk tangan yang meriah, Tuan Kim lantas mengangkat gelasnya untuk mengajak para tamu bersulang. Namun Nyonya Kim menahan tangannya yang secara otomatis menghentikan sejenak niatan sang suami.


Nyonya Kim melangkah sedikit ke depan. “Selain perayaan hari pernikahan kami, malam ini juga menjadi hari perayaan untuk kembalinya Chaerin.” Nyonya Kim meraih pundak Chaerin dan membawa gadis itu hingga berjajar dengannya. Nyonya Kim tersenyum bahagia pada Chaerin sebelum kembali menghadapkan wajahnya pada para tamu.


“Chaerin adalah anak sahabat kami yang sudah seperti anak kandung kami sendiri. Dan kami bersyukur karena akhirnya kami bisa berkumpul kembali setelah Chaerin pergi untuk menyelesaikan pendidikannya. Kami berharap para tamu berkenan untuk mendoakan kebahagiaan Chaerin.” Tersenyum penuh haru menatap Chaerin sebelum menoleh pada sang suami dengan anggukan kecil.


Tuan Kim lantas mengangkat kembali gelas wine-nya. “Untuk perayaan pernikahan dan kebahagiaan keluarga kami. Bersulang!”


Chaerin yang tidak mampu menyembunyikan harunya kembali meneteskan air mata. Nyonya Kim pun menyekahnya dan kembali merengkuh tubuh Chaerin ke dalam pelukan hangat seorang Ibu.


“Chaerin sejak dulu hingga sekarang kamu adalah bagian dari keluarga ini, jadi jangan bersedih lagi.” Nyonya Kim berucap tegas. Ia tahu kalau selama ini Chaerin sangat merindukan sosok Ibu dihidupnya tetapi gadis itu berusaha sangat keras untuk menutupinya karena ia tidak ingin menjadi lemah. Apalagi dengan sikap Ayahnya yang membuat ia harus terbiasa hidup dengan kesendirian. Hal itu membuat Nyonya Kim sangat kecewa kepada suami sahabatnya.


Taehyung yang berdiri di samping Chaerin akhirnya ikut merentangkan tangannya dan merengkuh sang Ibu dan Chaerin ke dalam pelukannya. Merasakan bagaimana kehangatan keluarganya yang kini bertambah karena kehadiran Chaerin di tengah mereka. Taehyung tidak iri atau marah karena sang Ibu kini harus membagi kasih sayangnya kepada Chaerin. Ia malah bersyukur karena Ibu dan Ayahnya mencintai Chaerin layaknya anak sendiri. Setidaknya ia bisa bernapas sedikti lega karena berhasil memenuhi janjinya kepada Ibu Chaerin sebelum wanita itu menutup mata.


Malam itu menjadi saksi bagaimana hati Chaerin kembali dipenuhi kehangatan. Luapan cinta sebuah keluarga yang sempat hilang dari hidupnya seakan kembali saat keluarga sang sahabat menerima dirinya dengan tangan terbuka. Membanjirinya dengan kasih sayang yang sudah lama ia rindukan. Mendapatkan hadiah berupa pertanyaan perihal kabarnya yang sejak dulu sangat ia harapkan. 


Matanya tidak henti memancarkan binar bahagia di tengah keramaian pesta. Merekahkan senyum manis kepada setiap orang yang tidak sengaja bertemu pandang dengannya. Hal itu tidak luput dari perhatian Taehyung dan Jimin yang setia memperhatikan Chaerin dari tempat mereka duduk. Mengamati setiap gerak-gerik Chaerin yang membuat kedua sudut bibir mereka tertarik membentuk lengkungan.


“Terima kasih, Tae.”


Taehyung menoleh dengan kerutan di dahi.


“Terima kasih karena telah membantuku mendapatkan kesempatan kedua dari Chaerin. Aku berhutang pada mu.”


“Aku melakukannya bukan untukmu, tapi untuk Chaerin. Sahabat kecilku itu pantas untuk bahagia, dan salah satu bagian kebahagiaannya ada pada mu.”


Jimin tidak menanggapi lagi. Karena apa pun jawaban Taehyung, Jimin tetap merasa semua itu dapat terjadi karena kedewasaan Taehyung. Untuk menebusnya maka ia harus menepati janjinya kepada Chaerin. Membahagiakan gadis itu dan tidak lagi meninggalkannya sendiri.


“CHAERIN!”


Pekikan seseorang membuat Taehyung dan Jimin berlari cepat menuju sumber suara. Kekhawatiran yang mulai menggelayuti hati membuat keduanya berlari tanpa mempedulikan keadaan. Mereka hanya ingin segera menghampiri sumber suara dan memastikan jika tidak ada yang terjadi pada Chaerin.


Namun dua pasang obsidian itu membulat kala melihat Chaerin yang tengah berlari limbung menjauhi kediaman Taehyung.  Tangannya ditempelkan pada telinga dengan kepala yang menggeleng beberapa kali.


“Sialan!” Umpat Taehyung saat matanya menemukan keberadaan sosok yang tidak dirinya harapkan. Kakinya dibawa melangkah cepat hingga dirinya dapat menghadang jalan sosok tersebut.


“Apa yang Paman dan Chani lakukan?!” Bentak Taehyung.


“Menyingkir Tae.. itu Chaerin. Aku ingin bertemu dengannya.”


Taehyung menyeringai dan tangannya meraih lengan Chani. Menggenggamnya erat guna menahan gadis itu.


“Tidak. Biarkan Chaerin sendiri yang menemui kalian ketika dirinya siap. Jangan dekati Chaerin apa pun yang terjadi!”


“Taehyung, Paman mohon biarkan kami bertemu dengan Chaerin. Ini sudah sangat lama sejak terakhir-”


“Tidak!” Tolak Taehyung cepat. Matanya menatap sangat tajam pada pria setengah baya di hadapannya sedang bibirnya membentuk senyum sinis sebelum kembali berkata.


“Memang apa yang ingin kalian katakan? Apakah ingin kembali menyakiti Chaerin dengan mulut penuh bisa kalian seperti dulu?” Ia mendecak. Matanya memutar sebelum kembali fokus pada dua sosok di depannya.


“Lebih baik kalian tidak mendekati Chaerin jika tidak ingin Chaerin pergi!”


T . B .C



Untuk semua yang nungguin Broken Sinner, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya karena baru bisa update sekarang.

Jujur sejujur jujurnya, aku udah mau update. Tapi terhalang oleh hal urgent yang enggak bisa diganggu gugat. Abis itu aku dilanda fase penyesuaian lagi karena kekacauan sebelumnya. Alhasil nulis jadi hal yang aku tunda untuk kebaikan diri aku.

Oke, enggak akan panjang. Intinya aku mau minta maaf dan berterima kasih untuk siapa pun yang udah nunggu dan bersedia membaca cerita ini. Kita sudah mau menuju ending, jadi semoga kalian masih punya stok sabar untuk nunggu aku update.

Terima kasih dan see you guys..

감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts