Way To Love #9 (Break Away)
Kami berdua langsung bergegas keluar mobil. Aku mendesah
putus asa disamping pintu sedangkan Channie oppa segera membuka kap mobil dan
memperhatikan mesinnya dengan tampang bodoh. Aku menoleh, menatap pria itu
tanpa harapan. Cihā¦ mesin mobil? Sampai sungai Han keringpun dia tak akan
mengerti. Seorang Teen Top Chunji paham soal mesin mobil? Lupakan! Omong
kosong! Tak ada gunanya berharap seperti itu.
āish......Sebenarnya kau itu namja bukan?ā
ābisa diam tidak? Aku sedang berusahaā
āusaha apanya? Dari tadi kau hanya diam memperhatikan mesin
itu. Apa menurutmu dengan begitu mesinnya akan menyala? Ayolah! Lakukan
sesuatu!ā ujarku panjang pendek. Mencoba memberikan ceramah ringan untuk
membuatnya sadar. Dan sepertinya perkataan singkatku barusan cukup sukses
membuatnya jengah.
āiya-iyaā¦ aku memang tak mengerti apapun soal mesinā ujarnya
sambil mengalihkan tatapannya padaku. Terlihat muak.
āitu artinya kau bukan pria!ā ucapku santai.
āAKU PRIA! Tapi aku bukan tukang reparasi mobil, aku ini
entertainer! Teen Top Chunji the power of voiceā
āyayayaā¦ā¦. Kuharap semua penggemarmu tau betapa bodohnya
kau! Sebagai seorang namja, seharusnya kau tau apa-apa saja yang harus
dilakukan jika mesin mobil mati! Ini sudah dua kali ya! Kau harusnya belajar
dari kesalahan. Seharusnya kau tidak terjatuh ke lubang yang sama. Mengerti?ā
āberisikā
āapa? Apa katamu?ā emosiku mulai terpancing dan langsung
saja menatapnya sadis. Ia balik menatapku datar lalu menempelkan layar
androidnya ke telinga. Biar kutebak, ia menelfon LJoe oppa lagi? Ketergantungan
sekali.
Sambil memperhatikannya dengan mata memicing, aku memeluk
diriku sendiri, bertepatan dengan angin malam yang berhembus menusuk tulang.
Membuatku menggigil dalam sekejap. Malam yang dingin. Akhirnya tanpa bicara, aku
segera masuk ke jok belakang mobil dan duduk meringkuk disana. Cihā¦ aku bisa
mati beku jika begini caranya. Aku mengarahkan tatapanku keluar dan tanpa
sengaja melihat Channie oppa yang sedang berbicara lewat telfon, ia
mundar-mandir sambil memegangi kepala dan meliuk-liukkan tangan menunjuk arah
jalan. Bodoh! Orang yang ia telfon takkan melihatnya bukan?
Masih dengan posisi meringkuk, aku menarik erat cardiganku. Demi
Tuhan aku tak mengerti. Kenapa audy ini senang sekali mati? Aku salah apa? Ahā¦
tidak! Bukan aku yang salah. Lee Chan Hee pabo itu yang salah. Semua kesalahan
ada padanya. Tapiā¦. Ya.. walaupun begitu, aku harus sedikit bersyukur. Setidaknya
ini lebih baik dari yang dulu! Disini kami masih bisa mendapat sinyal dan
meminta pertolongan. Tidak harus berjalan jauh sampai membuat kaki nyaris lepas.
Aku menggoyangkan tubuhku ke depan dan ke belakang, berusaha
membuatnya sedikit lebih hangat. Ini dingin. Demi apapun, ini benar-benar
dingin. Aku masih sibuk menghangatkan diri saat tiba-tiba saja pintu mobil
terbuka. Aku refleks menoleh. Sesuai dugaan, Channie oppa masuk dan duduk tepat
disebelahku. āLjoe oppa? Kau menelfon Ljoe oppa?ā tanyaku langsung, dengan
bibir bergetar.
āaniā jawabnya singkat. ālalu? Kau menghubungi siapa?ā
ātukang reparasi mobilā
ānde? Bagaimana jika ia memberitahuā¦ā¦ā
āshhtttt! Aku tau apa yang kulakukanā selanya santai. Cihā¦. āaku tau apa yang kulakukanā? sejak
kapan kau tau apa yang kau lakukan huh? Sejak kapan? Bodoh. Kau tak pernah tau
apa yang kau lakukan tuan Lee. Tak pernah tau. Sambil menatap ke luar, aku menggosokkan
telapak tangan lalu meniup-niupnya. Kami berdua tengah duduk di kursi belakang
mobil yang rangkanya terbuat dari besi, dan rangka sejenis ini mudah sekali menjadi
dingin karena pengaruh cuaca. Sepertinya suhu badanku sudah terlampau turun.
Rasanya sebentar lagi aku akan menjadi es. Membeku.
Author POV
āfiuh~fiuh~ā
ādingin?ā
āiyaā Yoo Hyun menjawab dengan suara gemetar.
āaku juga kedinginan.ā Chunji mengusap-usap tangannya.
ātidak bisa begini. Sini mendekat padaku,ā tiba-tiba ia menarik tubuh Yoo Hyun.
Gadis itu langsung menutup matanya karena kaget, tetapi Chunji tidak terlihat
perduli.
ākalau begini lebih hangat kan?ā Yoo Hyun menahan nafas. Jantung
gadis itu sudah nyaris melompat dari tempatnya. Rasa dingin yang tadi
mengusiknya sekarang sudah enyah entah kemana, digantikan dengan perasaan
gemetar lengkap dengan detakan jantung yang menggila. Namja satu ini memang
paling bisa membuat Yoo Hyun berubah-ubah, dari senang jadi sedih, marah jadi
tertawa, menangis jadi tersenyum dan bahkan sekarang ia berhasil merubah rasa
ingin āmembekuā menjadi seperti ingin āmelelehā. Bodoh, disaat cuaca sedingin
ini, tubuh gadis itu masih berpotensi besar untuk meleleh hanya karena seorang
Lee Chan Hee.
Yoo Hyun buru-buru mengusap tangan sambil meniup-niupnya.
Jelas sebagai kamuflase. Ia benar-benar tak ingin suara jantungnya yang
berdegup mengerikan terdengar keluar. Tiba-tiba Chunji menarik tangan Yoo Hyun,
dan disaat itulah jantungnya benar-benar bisa meledak.
ākalau ditiup begitu, memangnya bisa lebih hangat?ā ia
menggenggam kedua tangan Yoo Hyun kemudian meniupnya. Yoo Hyun sendiri tak
begitu paham dengan sikap Chunji sekarang. Ia barusan bertanya? āmemangnya bisa lebih hangat?ā kalau mau
membuktikan, seharusnya ia meniup tangannya sendiri kan? Kenapa malah
menggenggam dan meniup tangannya? Yoo Hyun ingin menarik tangannya kembali.
Namun tubuhnya justru memberontak. Gadis itu tak bisa bohong. Ia merasa hangat.
Jantungnya yang tadi meloncat-loncat dirongga dada kini mulai tenang, mulai
merasa nyaman, mulai terbiasa. Ini bukan perasaan hangat yang umum terasa, iniā¦ā¦ā¦benar-benar
hangat. Perasaan hangat yang menjalar tidak hanya ditelapak tangan dan jantungnya,
namun keseluruh tubuhnya, keseluruh sel-sel darah yang mengaliri setiap bagian
tubuh. Perasaan hangat yang menyelimuti lapisan-lapisan kulitnya hingga yang
terdalam. Gila. Hanya karena ditiup? Ahā¦ bukan! Ini karena sekarang jarak
mereka terlalu dekat. Mungkin bisa dibilang tak berjarak.
Perlahan, Yoo Hyun mengangkat kepala, memperhatikan
tangannya yang tengah digenggam erat, memperhatikan bagaimana tangan itu
terangkat dan diberikan hembusan hangat oleh pria disampingnya, memperhatikan
bagaimana tangan yang tadinya dingin menjadi terasa hangat didekat bibir. Tatapan
matanya mulai beralih, lebih keatas. Lebih tepatnya ke titik paling sempurna
yang dimiliki pria itu, wajahnya.
Yoo Hyun menatap wajahnya dengan seksama, ia pernah begini,
pernah bertatapan sedekat ini. Dulu, di malam pertama ia bertemu Chunji. Kalau
tidak salah didepan rumahnya, saat pria itu baru mengantarnya pulang lalu
tiba-tiba saja ia melihat van besar yang katanya milik paparazzi. Namja itu
meraih tubuh Yoo Hyun dan mendesaknya di pohon. Ia bilang berusaha bersembunyi.
Bodoh! Bermimikri dengan pohon, begitu?
Yoo Hyun nyaris pingsan begitu tatapan matanya bertemu. Entah
sejak kapan, Chunji menghentikan aktivitas meniupnya dan lebih memilih membalas
tatapan Yoo Hyun. Gadis yang memandangnya dengan tatapan terkagum-kagum. Seolah
di dunia ini hanya Chunji-lah yang berjenis kelamin pria. Satu-satunya makhluk
hidup yang diberi kekuasaan penuh untuk melindunginya.
Yoo Hyun POV
Tatapannya lembut. Sanggup membuatku membayangkan hal yang bukan-bukan.
Sial, bahkan sekarang aku mulai membayangkan bagaimana rasanya jika ia
menghangatkan bibirku juga? aishā¦. Pikiran macam apa itu? Memang, sejak tadi
bibirku gemetaran, entah karena dingin atau gugup setengah mati. Mungkin
perpaduan dari keduanya. Bibirku kelu dan akuā¦ā¦.
Belum sempat kalimat dipikiranku selesai, jantungku sudah
dibuat meledak (lagi) oleh pria itu. Diaā¦. Diaā¦..mendekatkan wajahnya,
mendekatkan bibirnya ke objek yang sebelumnya kusebutkan. Aku mencoba
menghitung mundur, namun terlambat karena kini bibir pria itu semakin dekat dan
mendekat dengan begitu cepat. Terlalu dekat sampai hidung kami beradu! Cukup!
Tanganku langsung terkepal kuat! Tengkukku langsung menegang dan tubuhku
mendadak lemas. Semuanya serentak membuatku lumpuh. Mataku membulat untuk
sesaat, sampai akhirnya, rasa hangat yang tadi kupikirkan benar-benar terwujud,
bibirnya berlabuh di bibirku. Ternyata lebih hangat, lebih lembut dari dugaanku.
Tanpa sadar aku memejamkan mata. Aroma tubuhnya benar-benar wangi dan menenangkan.
Aku mulai terjatuh kealam bawah sadarku yang begitu tenang. Namunā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦
semuanya berhenti. Beberapa saat kemudian semuanya menjadi kelam, entah
bagaimana, bayangan fans-fansnya yang mencecarku dengan kata-kata menyakitkan
kembali terputar, seolah mereka semua sedang berteriak-teriak tepat
ditelingaku. Cukup! Rasanya sakit! Sesak. Menyesakkan. Secepatnya aku tersadar,
mengerjapkan mata dan segera mendorong pria itu dengan kuat.
āa..ak..akuā¦ maafkan aku Hyun~a! aku s..sa..sama sekali
tidak bermaksud begitu. I..in.. ini karenaā¦ Ah.. tukang reparasinya datangā
Channie oppa langsung tergagap-gagap sambil memperhatikanku yang langsung
menjauh. Aku tak tau harus bagaimana, jadi lebih baik diam saja. Menatap nanar
kebawah tanpa suara.
āah.. iya! Tukang reparasinya datangā ia kembali berteriak
kecil lalu buru-buru membuka pintu dan segera keluar. Baguslah! Ya Tuhan!
Kenapa begini? Kenapa malah berciuman begini? Kenapa Yoon Yoo Hyun? Kenapa? Kau
membuat segalanya semakin rumit! Seharusnya kau tak boleh begitu! Seharusnya
tidak begini! Bagaimana bisa aku melakukan itu? Kauā¦.. ah.. Jinjja!
Chunji POV
Gila! Aku? Melakukannya? Demi Tuhan ini diluar kontrolku!
Udara dingin benar-benar berbahaya! Bagaimana bisa aku menciumnya begitu? Ish!
Pabo. Beberapa jam yang lalu aku bilang pada semua orang bahwa aku tak
mengenalnya dan sekarang aku menciumnya? Lee Chan Hee, kau benar-benar manusia
tak tau diri. Aku baru saja turun dari mobil dan sekarang sedang merutuk diriku
sendiri di luar, menendangi rumput-rumput tak bersalah yang kujadikan objek
pelampiasan. Eomeoā¦.. bagaimana caranya aku memulai obrolan nanti? Pasti akan
terasa sangat canggung.
Aku menoleh begitu mendengar deru mesin yang terdengar
samar, sejurus dengan setitik cahaya dari kejauhan. Syukurlah! Tukang
reparasinya benar-benar telah datang! Setidaknya kebohonganku tak terlalu
terendus kan? Kilah yang bagus Lee Chan Hee.
Lama-kelamaan setitik cahaya itu menjadi lebih besar seiring
dengan jarak yang semakin dekat. Aku bisa melihatnya. Seorang pria. Sendirian.
Ah..tak salah lagi, pasti tukang reparasi. Benar! Pria dengan helm proyek itu
memakai seragam lengkap berwarna orange menyala. Ia menghentikan motornya tepat
didepan audyku, lalu dengan santai mendekat kearah kap mobil yang terbuka. Aku
lantas menghampirinya. ātidak bisa menyalaā ucapku sekenanya, penjelasan bodoh
yang sama sekali tak berguna.
āaku mengertiā ia menjawab dengan tampang datar sambil
mengeluarkan bermacam-macam alat dari kotak perkakas yang ia bawa.
āhmmā¦.. anda mengenalku?ā
āiyaā namja yang masih mempertahankan helm proyeknya dikepala
itu bicara sambil mengutak-atik mesin audyku. Bicara begitu saja. Begitu saja?
āapa anda membawa ponsel? atau alat perekam lain mungkin?ā
āponselā jawabnya datar, aku lantas mengulurkan tangan,
menginterupsi pekerjaannya ābisa berikan padaku sebentar?ā
āuntuk apa?ā ia menoleh, raut tak suka sedikit terbaca
diwajahnya yang terus menerus menampilkan ekspresi datar.
āhanya memastikan kau takkan mengambil gambarā
Pria tukang reparasi itu merogoh saku seragam terusan
berwarna noraknya tanpa mengalihkan pandangan dariku. Sejujurnya aku agak
khawatir, tapi sebagai laki-laki aku harus tetap mempertahankan ekspresi tak
perduliku dihadapannya. Setidaknya, di hadapannya. Hanya berselang beberapa
detik, namja itu meletakkan ponselnya di uluran telapak tanganku yang sengaja
kutengadahkan. Baguslah, ia tak melawan. Ternyata walaupun wajahnya terlihat
sangar dan tidak bersahabat, ia memiliki jiwa yang patuh dan tak suka
memberontak.
āterima kasihā tanpa bicara apa-apa, pria itu kembali fokus
pada mesin mobilku. Sama sekali tak menjawab. Ishā¦ apa dia pernah dengar āinteraksi sosialā waktu di sekolah
dulu?
Yoo Hyun POV
Aku meremas tanganku sendiri. Haruskah aku menyesal? Bahkan
aku tak terlalu mengerti dengan perasaanku sekarang. Aku hanya merasa salah,
bukan menyesal. Seharusnya tak boleh. Seharusnyaā¦ā¦ā¦..
Tiba-tiba saja pintu kembali terbuka dan Channie oppa masuk
dengan kikuk. Hawa aneh segera saja menyelimuti seisi mobil, bagaimana caranya
bertingkah normal? Sial! Menoleh saja aku tak berani. Aku terus-menerus menatap
ke bawah layaknya orang bodoh.
āaku mengambil ponselnya. Ia takkan memotretā
āaa,ā¦ iyaā aku mengangguk dengan gugup. Masih mempertahankan
kepalaku yang sejak tadi tertunduk.
āHyun~aā¦ā¦.. soal tadi aku benar-benar minta maaf.
Maksudku,ā¦. Ehmā¦ cuaca dingin benar-benar berpengaruhā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā
ātak usah dibahasā selaku. Aku benar-benar tak nyaman mendengarnya.
ātak usah dibahas, ya?ā ulangku, kali ini sambil menoleh dengan tatapan
memohon. Sukses membuatnya tutup mulut.
ābaiklahā jawabnya. Aku tersenyum tipis lalu kembali
menunduk.
Sekitar 2 menit penuh kami berdua sama-sama diam. Suasananya
hening. Sangat hening. Bahkan hembusan nafaspun tak terdengar. Apa pria itu
sedang menahan nafas? Ah.. tak mungkin, ia tak mungkin menahan nafas 2 menit
penuh. Mau mati? Tapi ini benar-benar terlalu diam. Tak ada yang memulai dan
kuharap memang terus begini sampai pulang. Kuakui ini membosankan dan sangat
tidak nyaman, tapi aku benar-benar tak siap untuk memulai percakapan.
ājadiā¦.. kita akan terus diam begini?ā aku menoleh,
memperhatikannya sebentar lalu mengangkat bahu āentahlahā
ātanyakanlah sesuatu! Apa saja!ā pintanya
āaku memang sedang tak ingin bicaraā
ājinjja yo? Seorang Yoon Yoo Hyun tak ingin bicara?ā
āwae? Apa itu terdengar aneh? Sebenarnya aku memang jarang
bicara!ā ujarku kesal.
āya.. percayaā ia bilang āpercayaā tapi raut wajahnya
terlihat benar-benar ragu. Hebat! Dimana dia belajar acting?
Aku menghela nafas pelan, lalu mendadak teringat sesuatu āheyā¦.
Kenapa malah menelfon tukang reparasi? Kenapa tak Ljoe oppa saja? Seharusnya
seseorang yang sudah tau. Salah satu member Teen Top mungkin? Menelfon orang
lain itu beresiko.. ā
āaku tak mau mengganggunya. Besok pagi kita akan berangkat
ke Jepang. Mereka butuh istirahatā
ākau juga butuh istirahatā
āaku bisa istirahat di pesawatā
ābodoh. Mana cukup? Kenapa malah mendatangi restoran?
Jelas-jelas ada hal yang lebih penting. Lalu? Managermu tau kau pergi?ā
ākalau ia tau, aku tak mungkin ada disini sekarangā
ātchā¦. Pembuat masalah! Kau pasti dihukum saat pulang nantiā
āaku akan dihukum jika ketahuan. Berharap saja supaya
managerku tak tahuā
āberangkatnya pagi?ā
āiya! Jadi malam ini aku tidak pulang ke rumah lagiā
ājadi, langsung ke dorm?ā
āne..ā
ākalau begitu sampaikan salamku untuk C.A.P oppa! Katakan
padanya ia semakin tampan, ara?ā
ācihā¦. Kau masih menganggap dirimu fansnya?ā
ākeurae! Kenapa kau bertanya begitu?ā
āsepertinya aku tak menemukan satupun fotonya di ponselmu.
Yang ada justruā¦ā¦ā¦ā¦ā¦..ā
āsemua foto itu kau yang masukkan! Lagipula untuk apa aku
menyimpan fotonya di ponsel saat gambaran sempurna wajahnya mewarnai otak dan
hatiku?ā
āmenjijikanā responnya geli
āsedikitā
YOON YOO HYUNā¦ā¦ā¦ā¦ā¦.
ADA YANG MENELFON!!!!!!
CEPAT ANGKAT!!!!
Channie oppa langsung tergelak senang begitu mendengar
deringan ponselku. Cihā¦ padahal itu kan suaranya. Dia yang buat dan dia yang
atur. Kenapa harus tertawa begitu? Secara tidak langsung, ia menertawakan apa
yang telah ia perbuat sendiri kan? Bodoh. ālebih baik cepat diangkat, chagiya!ā
godanya sambil membuka pintu mobil dan segera keluar.
āTanpa kau suruhpun akan kuangkatā aku bergumam sebal sambil
mendelik kearah berlalunya namja itu. Tungguā¦.. barusan kami berbincang santai?
Berbincang seperti biasa? Hebat sekali dia! Semudah itukah ia merubah moodku? Delikan
sebal yang tadi langsung berubah menjadi tatapan kagum dalam sepersekian detik.
Hinggaā¦ āYoo Hyun! Yoo Hyun!ā aku
langsung tersadar begitu mendengar teriakan samar yang menyerukan namaku. Ahā¦
eommaā¦. Ponselnyaā¦.. dengan cepat kutempelkan layar ponselku ke telinga.
āah.. iya! Eomma! Aku
disini! Ada apa menelfon?ā
ākau dimana? Kenapa tadi malah di reject?ā
āoh.. tadi eomma yang menelfonā aku bergumam pada diriku
sendiri lalu āYoo Hyun! Yoo Hyun!ā
eomma kembali meneriakkan namaku dengan kesal.
ākau sudah bisa pulang! Diluar rumah sudah tak ada
siapa-siapa! Lekaslah pulangā
āwartawan-wartawan
itu sudah tak ada, eomma?ā
ātidak. Tidak ada. Mereka semua sudah tidak ada. Cepat pulang.
Ini sudah malamā
āaku tau. Memangnya
siapa yang bilang ini masih pagi?ā
āYoo Hyun! Eomma tidak sedang bercanda! Cepat pulang!ā
āiyaā¦ iyaā¦ berapa
kali eomma mengatakan ācepat pulangā? sekali saja eomma. Anakmu ini tidak tuli.
Aku dengar. Aku dengarā
āterus saja bicara āiyaā¦ iyaā tapi mana? Kau tidak
pulang-pulang! Cepat pulangā
āiya! Sudah yaā¦.Aku
segera pulangā
Aku mematikan sambungan telfonku, bersandar dikursi lalu
memutuskan untuk memejamkan mata.
Sedetik, eum... tidak! Satu setengah detik kemudian pintu kemudi terbuka
tiba-tiba. Tanpa basa-basi, Channie oppa masuk dan menyalakan mesin mobil.
āah.. menyalaā seru pria itu setelahnya. Sejurus dengan helaan nafasku yang
terhembus lega, tepat dibelakang. Aku segera mencopot heels dan melemparnya ke
kursi depan, sedangkan pria itu lantas keluar lalu menyelesaikan urusannya
dengan si tukang reparasi. Yah.. kalian tau sendiri! Mengembalikan ponsel yang
tadi ia sita, membayarkan yang seharusnya ia bayar dan berterima kasih.
Aku berjinjit di jok mobilnya dan melompat ke kursi depan.
Tepat saat pria itu kembali dan mulai memegangi kemudi. āsekarang, kita pulang
kan?ā
āiyaā
ā¦ā¦ā¦ā¦.
ādisini sajaā
ānde? Rumahmu masih dua blok lagi!ā
ādisini! Disini saja!ā
āini sudah malam! Aku berani jamin tak akan ada paparazzi
didepan rumahmuā ia bicara tanpa sedikitpun mengurangi laju mobilnya.
āsiapa yang tahu? tadi sore kau baru membuat pengumuman
mengejutkan dihadapan media. Parahnya dengan aku sebagai objeknya! Menurutmu?
Apa mereka akan menyerah begitu saja? Aku yakin mereka masih ada disekeliling
rumah. Bersembunyiā
ābaiklah! Sepertinya kau lebih tauā ujar pria itu dengan
nada pasrah. Ia memelankan laju mobilnya dan berhenti selisih 3 rumah dari
rumahku. Tanpa bicara apa-apa, aku segera membuka pintu.
āChangkaman! Hyun~aā¦ā¦ā¦.ā
āaku benci panggilan itu! Bisa berhenti memanggilku begitu?ā
dia tertegun, tak bergerak selama beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk
ragu. āO..okeā¦ baiklah!ā nyaris 5 detik penuh, aku menatapnya, hanya sedikit
berusaha merekam wajah itu. Wajah yang mungkin takkan kulihat secara langsung
lagi. Setelah kurasa cukup, aku menoleh keluar dan hendak menggerakkan kaki,
namun lagi-lagi tak bisa. Pria itu menahan tanganku, gerakannya benar-benar
cepat.
āmau membuat panggilan baru?ā tawarnya dengan senyuman. Aku menggeleng
tanpa ekspresi lalu berusaha melepaskan cekalan tangannya. ābagaimana jika nona
Yoon? Atau mau tidak dipanggil Yoo? Ahā¦ chagiya saja bagaimana?ā ia terus
menerus bicara dengan semangat sambil menebar senyum, membuatku tak mampu
berkata apa-apa untuk sesaat yang terasa begitu lama.
āHyun~aā¦ eh.. maksudkuā¦ā¦.ā
āTak usah saling memanggil saja! Bagaimana?ā
āYoo Hyun! Apa maksudā¦ā¦ā¦ā¦..ā
ābesok aku pergi! Aku akan kembali ke Daegu! Demi Tuhan, aku
takkan kesini lagi! Jadi bagaimana jika kita mengulang semuanya dari awal?
Benar-benar dari awalā entah sejak kapan, pipiku basah. Aku bicara dengan suara
tertahan, nyaris berbisik. Menyedihkan. Channie oppa tak bergeming ditempatnya,
matanya menyorot wajahku. Sendu. Seolah aku baru saja menambah masalah baru.
Melakukan kesalahan fatal.
ākenapa? Kau ingin menjauhiku?ā tanyanya pelan-pelan.
Wajahnya mendadak pucat. Terlihat seperti seorang pasien rumah sakit yang baru
saja divonis mati. Ayolah! Tak seburuk itu kan? Aku tak seberharga itu kan?
āiyaā jawabku langsung, tanpa basa-basi. ā Aku lelah! Aku
ingin hidup layaknya remaja normal! Aku belum siap memiliki begitu banyak
musuh. Aku belum siap dibenci begitu banyak orang. Aku ingin hidup tenang. Bisa
kan?ā
Channie oppa melepaskan cekalan tangannya dariku. Menatapku
dengan ekspresi lelah lalu menghela nafas berat ājadi kau menganggap malam ini
itu apa huh? Kenapa kau tak bicara sejak awal?ā nada suaranya meninggi dan
merendah secara bersamaan. Tak terbaca. Aku tak mengerti apa yang ia rasakan
sekarang. Terdengar seperti mau marah tapi tertahan. Mau bicara pelan tapi
giginya bergemertak. Aku tak mengerti. Tak mengerti.
āaku menganggap malam ini adalah pertemuan terakhir kita. Semacam
kencan perpisahan mungkin? Mulai besok, kita akan menjalani kehidupan
sendiri-sendiri! Kau dengan kehidupan keartisanmu dan aku dengan kehidupan
normalku di Daegu! Danā¦ tadi kau bilang apa? Kenapa aku tak bicara sejak awal?
Memangnya apa yang berbeda jika aku bicara tadi dan sekarang?ā
ābaiklah! Pertemuan terakhir? Kencan perpisahan? Okeā¦
terserah! Mulai detik ini kita menjalani kehidupan masing-masing. Itu maumu kan?
Ya.. lakukan apa yang kau mau!ā ujarnya geram dengan senyuman sinis yang sukses
membuatku sesak, dan seolah baik-baik saja, aku lekas keluar dari mobil itu
lalu berjalan cepat-cepat tanpa mengindahkannya. Pura-pura tak perduli. Padahal,
bola mataku sudah bergerak tak terkendali, cairan-cairan bening tumpah ruah
membentuk aliran bercabang dipipiku. Sial! Lee Chan Hee, sudah berapa kali kau
membuatku menangis?
Semuanya terasa berat, air mataku semakin melimpah, seiring
dengan derap langkahku yang menyakitkan. Aku masih mengayunkan langkahku dengan
terburu-buru, namun terdiam sejenak begitu merasa ada yang aneh. Pendengaranku
yang buruk atau memang mobilnya masih belum melaju? Aku ingin berbalik untuk
memastikan, sayangnya berbalik malah akan membuat hatiku hancur.
Baru saja aku berpikir begitu, kini suara deru mesin mobil
yang melaju mulai terdengar lengkap dengan decitan ban yang mengerikan, jelas
dilajukan dengan kecepatan tinggi. Suara itu menari-nari tepat dibelakangku dan
bodohnya aku sama sekali tak sanggup menoleh untuk sekedar memastikan. Debu-debu
akibat gesekan ban mobil dengan aspal bertebaran disekelilingku. Suara berisik
mesinnya pun masih terdengar. Rasanya benar-benar sakit. Seperti mau mati.
Bahkan sekarang aku tak begitu yakin apa aku masih punya cukup tenaga untuk
menjangkau pintu rumah. Yoon Yoo Hyun. Ayolahā¦. Setiap hal butuh pengorbanan.
Kehidupanmu lebih harus diutamakan dari seorang Lee Chan Hee. Namja yang
berhasil memutarbalikkan hidupmu menjadi seburuk ini.
Langkahku langsung terhenti begitu suara mesin mobilnya tak lagi
terdengar. Kakiku lemas. Benar-benar lemas. Akhirnya, dengan kekuatan yang
masih tersisa aku berjalan terseok-seok sampai ke rumah. Kemudian menghempaskan
diriku sendiri di rerumputan tepat didepannya. Yang tadi itu tenaga terakhirku
dan sekarang aku benar-benar butuh waktu untuk menangis. Untunglah para wartawan
itu benar-benar tidak ada. Aishā¦. Jangan terlalu banyak berharap Yoon Yoo Hyun!
Bisa saja besok pagi wajah mengerikanmu sekarang sudah terpampang di
majalah-majalah gosip. Cihā¦ siapa perduli? Besok pagi juga aku sudah tak ada
disini.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦
09:23 KST
In airplane (take off
to Japan)
Author POV
Chunji memandang lurus ke depan dengan pandangan kosong.
Jika hari ini ia tak harus pergi ke Jepang, ia pasti akan menyusul gadis itu ke
Daegu. Ya.. pria itu berubah pikiran. Semalaman ia merenung, apakah begini
saja? Setelah semua yang mereka lewati, apa ia benar-benar siap untuk melepas
gadis itu? Jika saja Yoo Hyun memberikannya sedikit waktu lagi, ia pasti tak
akan sehancur ini. Bagaimana bisa begini? diwaktu yang sama, mereka pergi ke
tempat yang berbeda. Saling menjauh satu sama lain.
Jadi semuanya
benar-benar berakhir?
Sedangkan itu, di Seoul, media elektronik maupun cetak
saling berlomba-lomba memberitakan soal Chunji-Yoo Hyun. Mereka semua
menuliskan berita menurut persepsi masing-masing. Dan kesimpulan dari itu semua
hanyalah āpengasingan diri Yoo Hyunā. Chunji sendiri tak tahu menahu soal
berita itu sedangkan Yoo Hyun yang sudah naik kereta sejak pukul 7 pagi sama
sekali tak mau tahu soal pemberitaan semacam itu. Persetan dengan berita. Yang menjalani hidupnya adalah dia bukan
mereka.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦.
A week laterā¦ā¦ā¦ā¦ā¦.
Daegu
Yoo Hyun POV
Siapapun yang melihatku pasti mengira bahwa aku adalah
seorang gadis menyedihkan yang sedang berusaha sembuh dari trauma parah.
Ternyata, Daegu pun tak cukup mempan untuk membuatku lebih baik. Ya.. hanya
lebih baik. Aku juga tak berharap banyak untuk benar-benar sembuh dan berhasil
melupakannya. Maksudku, Lee Chan Hee. Aku hanya berharap bisa meneruskan hidup
dengan cara yang benar walau harus dibayangi dengan luka. Jujur saja, aku lebih
memilih mati daripada harus melupakannya.
āYoo Hyun! Igeā¦ ice cream-mu!ā Sung Won menyerahkan cone ice
cream digenggamannya padaku dengan riang. Sudah seminggu aku disini, dan sudah
seminggu pula wajah bahagia Sung Won menemani hariku. Pria itu. Park Sung Won.
Teman baikku waktu SMA dulu. Dulu? Sepertinya baru kemarin aku lulus sekolah.
āah.. gomawo Sung Won~aā
ācheonmaneyoā jawabnya semangat. āsekarang kau mau kemana?
Menaiki wahana apa? Rollercoaster kah? Bianglala? Atau kau mau makan? ohā¦ atauā¦
atauā¦. Bagaimana dengan photosticker? Sudah lama sekali kita tak ke box foto
berduaā
āa...aniya! aku tak mau foto! Kita naik bianglala saja! Ya?ā
dengan wajah pucat, aku lekas menolak. Photosticker? Andwae.
āokeā ia buru-buru meraih lenganku dan berjalan cepat menuju
bianglala. Kenapa harus buru-buru Sung Won~a? kenapa tidak pelan-pelan saja?
Kenapa sifatmu masih tak berubah? Kenapa selalu begini? Terlalu banyak
pertanyaan tanpa jawaban. Sama halnya dengan kehidupanku saat di Seoul.
Kehidupan sesaatku saat bersama si namja terkenal. Apa begini akhirnya? Apa ia
tak akan menyusulku kesini? Sampai kapan hubungan rumit kami berlanjut? Kapan
ia akan lebih dewasa? Kapan ia akan mengatakan āaku mengenal Yoon Yoo Hyunā dihadapan semua orang? Kapan
fans-fansnya akan berhenti mencaciku? Aku salah apa? Apa mencintai seorang Teen
Top Chunji adalah kesalahan? dan beribu pertanyaan lain yang berserakan tak
terurus di otakku. Jauh dibagian sudut. Memori yang berusaha diacuhkan namun
sayangnya terlalu banyak, nyaris mustahil untuk tidak diperdulikan.
Dengan telaten, Sung Won yang sudah masuk bianglala
membantuku masuk. Ia menggenggam tanganku erat-erat begitu bianglala ini
terombang-ambing saat kunaiki. āapa memang begini?ā tanyaku khawatir. āiya!
Memang begini!ā jawabnya tenang. Aku duduk dihadapannya, bersamaan dengan pintu
kecil disampingku yang langsung ditutup dan dikaitkan kuat-kuat oleh petugas
yang berjaga.
āaku tak begitu suka ketinggian, Sung Won~aā
ājeongmal? Sejak kapan? Kenapa aku baru tau? Ya sudah, lebih
baik kita turunā padahal aku hanya bicara pelan, tapi respon yang diberikan
oleh pria didepanku malah sangat berlebihan. Dengan heboh pria itu mencoba
membuka kaitan rantai didekat pintu, membuatku buru-buru menahannya.
ātidak. Tidak usah turun. Aku bukannya phobia. Aku hanya tak
begitu sukaā jelasku
ābegitu? Kau harus lihat! Diatas indah sekaliā aku mengangguk
paham, diiringi dengan senyuman tipis.
Bianglala mulai bergerak naik dan secara refleks, aku
mencengkram besi-besi penyangga disekelilingku. Sejak kapan aku takut
ketinggian? Sejak kapan? Kenapa akhir-akhir ini aku sering sekali ketakutan?
ākalau kau takut, cengkram saja tangankuā aku langsung mengernyit begitu Sung
Won mengulurkan tangannya kearahku. āa..aniā¦! kau ini kenapa Sung Won~a?ā
ucapku sambil memukul bahunya.
ākau yang kenapa! Apa masalahmu di Seoul memang seberat
itu?ā
ākau tau?ā
ātentu saja! Daegu bukan daerah terpencil tanpa akses
internet, ya! Tau tidak? Mukamu terpampang dimana-manaā
ātapiā¦.. kenapa orang-orang disini tak mengenalku?ā
āmereka bukannya tak mengenal, mereka hanya tak perduliā
ātak perduli?ā
ātchā¦ Yoon Yoo Hyun! Kembalilah seperti dulu! Aku merindukan
Yoo Hyun-ku yang ceriaā
āaku juga merindukan diriku yang dulu, Sung Won~a. Tapi
bagaimana? Bagaimana caranya?ā Yoo Hyun menatap pria didepannya dengan wajah
putus asa.
āckā¦. Kukira pria semacam itu bukan tipemuā
āne.. dia memang bukan tipekuā
ālalu? Kenapa kau mau? Karena dia artis?ā
ākarena aku merasa nyaman saat disampingnyaā
āhanya itu?ā
āiya!ā tanpa sadar kami sudah berada tepat di atas.
Bianglala yang kami naiki tepat berada dipuncaknya. Sekejap aku terkesima,
lampu-lampu kota yang berwarna-warni menjadi sangat memukau saat dilihat dari
ketinggian. Ketakutan yang tadi terasa, langsung tak berbekas. Dengan senyum
cerah, aku mengedarkan pandanganku ke bawah, semuanya terlihat keren. Indah. Sungguh
indah. Bianglala berhenti selama 10 detik saat diatas, lalu perlahan-lahan
kembali turun.
āberapa putaran?ā tanyaku tanpa mengalihkan pandangan.
āserius kau lupa?ā
ātchā¦. Kalau aku lupa, memangnya kenapa? Mau menghinaku?ā
āhahahaā¦ā¦. 3 putaran!ā
ābenar? Hanya tiga?ā
āmemangnya mau berapa, huh?ā
ā300ā
āhahahaha! Bilang saja mau bersamaku terus!ā
āaishā¦.. percaya diri sekali kau!ā
āhahahahaā¦ā¦ tapi aku benar kan?ā Sung Won tertawa geli, lalu
mengerlingkan mata kearahku. Cihā¦ gaya menggodanya masih sama. Masih
menjijikan.
āYAA!!! Channie~yaā¦ā
ānugu?ā
āeh.. maksudku Sung Wonā
ānugu? Channie nugu?ā tawanya langsung hilang, digantikan
dengan wajah serius yang jelas menginginkan jawaban.
ābukan siapa-siapa. Sungguhā ucapku, berusaha meyakinkan. Dan
untungnya berhasil. Ia mengangkat bahu lalu bersender sambil melempar
pandangannya ke luar. Sambil meringis dalam hati, aku mengikuti arah
pandangannya.
ākau masih mencintainya?ā
āsiapa?ā
āberhentilah berpura-puraā
āChannā¦ā¦.. eum,, Chunji? Teen Top Chunji?ā
Author POV
ākau masih mencintainya?ā
āsiapa?ā
āberhentilah berpura-puraā Sung Won yang tidak sabar
akhirnya bicara keras pada Yoo Hyun.
āChannā¦ā¦.. eum,, Chunji? Teen Top Chunji?ā Yoo Hyun
bertanya, masih dengan wajah yang pura-pura bingung. Melihatnya, Sung Won
langsung menghela nafas.
Putaran kedua berlalu tanpa percakapan. Yoo Hyun yang
tadinya gembira melihat cahaya yang berkelap-kelip dari ketinggian kini malah
menunduk. Sedangkan Sung Won sendiri sedang berpikir keras. Apakah sekarang
saja? Tapiā¦. sepertinya Yoo Hyun masih mempunyai perasaan yang dalam pada pria
Seoul itu. Sung Won bimbang setengah mati. Tapi akhirnya, ia memutuskan untuk
melakukannya malam ini juga. Ya.. benar!
Sekarang saja! Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Yoo Hyun tak mungkin
menolaknya. Ayolahā¦.. beri pria ini sedikit harapan. Yoo Hyun, tolong jangan
tolak dia. Sung Won sudah membayar mahal untuk sebuah cincin yang saat ini
tengah tersimpan manis dibalik mantelnya. Ayolah! Ayolah! Jangan tolak dia!
Malam ini benar-benar indah. Di atas bianglala, ditemani cahaya indah dari
kejauhan, disirami cahaya bulan yang romantis.
āYoo Hyunā
āneā sahut gadis itu dengan lemah. Pikirannya melayang jauh
ke Seoul, ke satu pria, ke satu nama. Tanpa disebutpun semua orang sudah tahu.
Lee Chan Hee, bisa kesini sekarang? ada seorang gadis yang merindukanmu, nyaris
tak bisa bernafas saking rindunya.
āYoo Hyun! Lihat akuā Sung Won meraih bahu gadis itu, cukup
berhasil membuatnya menoleh dan tersenyum. Sayangnya, senyuman seperti itu
benar-benar tak diharapkan Sung Won. Senyum penuh paksaan, dan terlalu jelas
untuk disebut ātidak tulusā.
Sung Won menelan ludah. Mungkin ini saatnya.
Perlahan, Sung Won merogoh saku dibalik mantelnya. Sambil
menarik nafas gugup, pria itu mengulurkan sebuah kotak beludru berwarna merah,
lalu membukanya. Yoo Hyun yang mendadak lemas hanya bisa memandangi benda
didalamnya, sebuah cincin emas putih yang berkilauan. Seketika jantung gadis
itu berhenti berdetak, ia tidak bisa mempercayainya. Sama sekali tidak bisa.
āSung Won! Wae irae? (kenapa begini?)ā Yoo Hyun menatap pria
didepannya dengan tampang bingung.
āsaranghae, Yoo Hyun~aā¦... Mau jadi pacarku?ā akhirnya, Sung
Won mengucapkan kalimat itu. Yoo Hyun menggigit bibir, tak tahu harus berbuat
apa. Memang, salah satu alasannya kembali ke Daegu adalah bertemu dengan Sung
Won, pria yang selama ini berhubungan dekat dengannya, sahabat sejatinya, tapi
bukan pertemuan macam ini yang ia maksud. Ia datang kesini untuk menjauh dari
masalah dan bermain-main seperti dulu dengan teman-temannya, dengan Sung Won
juga. Bukan begini!
Yoo Hyun masih terdiam selama beberapa saat. āwae? kau tak
bisa menerimaku?ā tanya Sung Won, menyadarkan gadis dihadapannya.
āBukan begitu,ā¦ā¦.ā Yoo Hyun menelan ludah, memejamkan mata
perlahan lalu kembali menatap Sung Won bimbang. Disatu sisi, gadis itu ingin
bicara dengan tegas bahwa ia tak bisa menerima cinta Sung Won, tapi disisi lain
ia tak tega melihat sahabatnya terluka. Ia tak mau orang yang ia sayangi merasa
sakit, terlebih karenanya.
āDemi Tuhan, aku akan menjagamu. Akan membahagiakanmuā Sung
Won menatap gadis didepannya dengan mata penuh harap. ākita akan menjadi
sepasang kekasih yang bahagia di Daegu. Disini. Di kota kelahiran kitaā Yoo Hyun tak tahu lagi. Apa ia terima saja?
Mungkin menjadi kekasih Sung Won bisa sedikit membantu menyembuhkan lukanya.
Yoo Hyun melempar pandangan ke arah lain. Detik berikutnya, ia terkesiap. Di
luar kesadaran, ia mengangkat tangan kirinya yang bermandikan cahaya bulan,
memperhatikan sebuah cincin perak penuh karat yang ia beli di Insa-dong dulu.
Ya.. itu memang cincin murahan, cincin palsu. Hanya dalam waktu beberapa bulan,
cincin itu sudah terlihat jelek dan berkarat, warna yang sebelumnya perak kini
berubah keemasan.
Dengan dada berdebar, Yoo Hyun menumpuk tangan kirinya
dengan tangan kanan lalu mengepalkannya didepan dada. Sung Won yang melihat
aksi menyedihkan Yoo Hyun segera mendengus miris. āaku sudah tahu akan begini.
Harusnya aku melarangmu ke Seoul dulu. Mungkin jika kau tak pergi ke Seoul, ceritanya
akan lainā Yoo Hyun lantas melirik Sung Won dengan ekspresi penuh penyesalan.
āmaaf. Maafkan akuā gumam gadis itu lirih.
āgwaenchana. Tapi ambilah cincin iniā
ājangan. Berikan kepada gadis lain saja. Gadis yang
benar-benar mencintaimuā
āaku beli untukmu, Yoon Yoo Hyunā
ājanganā
ālepaskan cincin di jarimu itu. Sudah berkarat. Tanganmu
bisa sakitā
ātidakā tanpa sadar mereka sudah kembali di puncak. Putaran
ketiga dan setelah ini selesai.
āharusnya pria Seoul itu bisa membeli yang lebih mahalā Yoo
Hyun bisa mendengar suara Sung Won, tetapi otaknya terus memikirkan Chunji dan
cincin itu. Memikirkan bagaimana ekspresi pasrah pria itu saat ia memaksa
memakaikan cincin di jarinya! Lucu! Lucu sekali! ādi otakmu sekarang, pasti
orang itu lagi, ya?ā
āaku rasa kau tau jawabannyaā Yoo Hyun tersenyum miris.
ājadi? Cincin berkarat itu mengalahkan cincin emasku?ā Sung
Won menatap gadis didepannya dengan sedih, ia benar-benar sudah kalah telak.
Bahkan Yoo Hyun menolak cincinnya juga. Parahnya, hanya demi mempertahankan
cincin mainan yang ia yakini harganya 100 kali lipat dibawah cincin yang ia
beli.
āmaafkan akuā
ājangan minta maaf terusā Sung Won menatap Yoo Hyun yang
tampak lelah, menyesal sudah melakukan hal idiot semacam ini. Memangnya apa
yang ada dipikirannya hingga menyatakan cinta pada gadis itu? Pada gadis yang
baru ia temui kembali selama kurang lebih seminggu, walaupun sebelumnya mereka
memang sudah kenal baik, tapiā¦ untuk kali ini, Sung Won dan Yoo Hyun ibarat
orang asing. Sung Won tersenyum getir, harapan yang ia tumpuk tinggi-tinggi
sejak lama langsung berantakan dalam sekejap.
Yoo Hyun masih mengelus cincin peraknya diam-diam. Saat
dengan mendadak, butiran-butiran salju berjatuhan disekelilingnya. Membuat
suasana malam itu benar-benar indah. āSung Won! Salju! Salju pertama musim iniā
seru Yoo Hyun, membuat Sung Won ikut menoleh dan terkesiap kemudian. ākita
beruntungā gumam pria itu sambil memandang senang ke luar. Ke arah butiran
salju yang berjatuhan teratur.
āberuntung! Beruntung sekali! Menyaksikan salju pertama di
atas bianglala, diatas ketinggian ditemani dengan sinar lampu yang
berkelap-kelip dan juga cahaya bulan yang romantis. Pasti akan lebih
menyenangkan jikaā¦ā¦ā¦ā¦ā
ābersama orang yang kau cinta? Pria Seoulmu?ā berusaha tak
membuat suara, Sung Won berbisik dalam hati. Membiarkan Yoo Hyun menghentikan
ucapannya sendiri layaknya orang bodoh. Bagaimana bisa gadis itu masih sanggup
mencintai namja yang sudah membuat begitu banyak luka? Sihir macam apa yang kau
gunakan Lee Chan Hee?
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦.
Selama kurang lebih seminggu penuh,
Chunji menghabiskan waktunya di Jepang. Syukurlah, Teen Top Japan Tour Concert
berjalan dengan lancar. Ternyata, fans-fans Jepang tak begitu perduli dengan
skandalnya, mereka semua menerima Teen Top dengan baik dan mengikuti konser
dengan atmosfer yang menyenangkan, sukses membuat semua membernya, tak terkecuali Chunji terbawa suasana dan ikut terlarut dalam
kemeriahan konser. Sejenak melupakan masalahnya yang telah menggunung.
Dan begitu sampai kembali di Seoul,
Chunji sendiri sudah harus memulai syuting iklannya. Ya.. syuting iklan yang
beberapa bulan lalu kontraknya telah ia tanda tangani. Iklan itu! Iklan
pembersih muka. Iklan perdananya sendirian, maksudnya sebagai seorang Chunji
bukan TeenTop. Iklan yang ia bela mati-matian supaya tidak batal. Ia memang
sudah memulai syuting sebulan yang lalu, namun sengaja ditahan karena
skandalnya yang heboh. Dan sekarang, seluruh kegiatan syutingnya harus diulang.
Chunji POV
Han River
21:25 KST
Aku melirik butiran salju yang bersikeras turun menyentuh
bumi. Salju pertama musim ini. Harusnya jangan turun dulu, salju bodoh! Aku
ingin melihat salju pertama bersama Yoo Hyun, bukan begini. Bukan sendirian
begini. Sekarang, aku sedang berada di tepian sungai Han. Masih tempat yang
sama dengan yang sebelumnya. Tempat aku bertemu dengan Yoo Hyun
kemarin-kemarin. Siapa tahu mendadak gadis itu datang? Kekuatan cinta, siapa
yang tahu? ah.. sial. Kenapa Yoo Hyun lagi? Tchā¦ kami berakhir. Hubungan kami
sudah berakhir. Eh.. tunggu! Hubungan? Memangnya sejak kapan kami memiliki
hubungan? Sebatas hubungan fans dan idola pun sepertinya tidak sama sekali.
Author POV
Nyaris setengah jam, ia tak bergeming. Menyandar ditiang
penyangga sungai sambil termenung layaknya orang dungu. Chunji menghela nafas
putus asa, lalu mulai melangkah memasuki audynya. Audy yang senang sekali mogok
saat sedang bersama Yoo Hyun. Sial. Yoo Hyun lagi?
Audy silvernya melaju membelah kesunyian malam dipinggiran
sungai Han. Bersamaan dengan butiran-butiran salju yang menghantam jalan dengan
halus. Ia lalu sengaja menghentikan mobilnya di supermarket, mungkin ia bisa
membeli minuman disana. Cuaca dingin benar-benar sukses membuat tenggorokannya
kering.
Chunji memasuki supermarket sambil membuka kaca mata hitam
yang sejak tadi membingkai wajahnya dengan sempurna. Alat penyamaran sekaligus
penunjang ketampanan terkeren menurutnya. Baru dua langkah dan namja itu
langsung mendecak begitu melihat seorang gadis kuncir kuda yang tengah tertidur
pulas dimeja kasir. Si penjaga kasir yang dulu. Yang menanyainya dengan tak
sabar ākau punya uang tidak?ā cihā¦
kenapa dia lagi? Pekerja disini tak mungkin hanya dia kan?
Chunji mencoba tak perduli, ia segera mengayun kakinya menuju
konter-konter minuman lalu mengambil kaleng soda sebanyak-banyaknya disana.
Terlalu banyak hingga troli mininya penuh. Ia lantas membawanya ke kasir dan
menggeprak meja, sukses besar membuat si gadis penjaga kasir itu terbangun dan
berteriak siap.āSELAMAT DATANGā
āmau kerja atau mau
tidur?ā ucap Chunji sinis, ia meraih troli lalu mendorongnya lebih dekat ke
kasir. Cukup berhasil membuat gadis itu mengerjap tak percaya. ātak salah?
Sebanyak ini?ā serunya syok.
āwae? aku mau beli berapa itu bukan urusanmuā Chunji menyeret kursi putar beroda yang terhampar
bebas dibelakangnya dengan kaki, lalu duduk nyaman sambil memainkan ponselnya.
Mengabaikan seorang gadis yang sedang sibuk menghitung kaleng-kaleng soda
didalam troli dengan tampang sekarat. Yang benar saja, baru bangun dan disuruh
menghitung kaleng? Ahā¦ Jinjja!
āheiā¦ Chunji-ssi! Hyun~a-mu menghilang ya?ā ledek gadis itu
tanpa mengalihkan perhatian. Tangannya masih sibuk bergerak, menempel dari satu
kaleng ke kaleng yang lain. Membuat susunan rapi diatas meja.
ābukan urusanmuā
āberitanya ada dimana-mana. Bagaimana mungkin bukan
urusanku? Ah.. kapan masalah kalian selesai huh? Aku bosan melihat mukamu
terus! Di tv, majalah, bahkan sekarang
di Koran hitam putih. Kekekeā gadis itu cekikikan sendiri, ia berusaha menutupi
mulutnya dengan punggung tangan sedangkan tangan yang sebelahnya lagi ia
letakkan didepan perut. Aneh. Apa ada yang terlewat? Ada yang tahu bagian mana
yang lucu?
ālama-lama juga menghilangā respon Chunji penuh wibawa.
Sontak membuat gadis itu berhenti terkekeh dan langsung mendelik.ākau tau kan?ā
āapa?ā
ādimana Hyun~a-mu itu. Kau tau kan dia sembunyi dimanaā
punggung Chunji menegak, ia menghentikan gerakan tangannya di layar ponsel lalu
menoleh cepat.āapa perdulimu?ā
ābegini! Katakan padanya, masalah itu seharusnya dihadapi
bukan dihindari. Kalau terus menerus menghindar, bagaimana masalahnya bisa
selesai?ā
āheh! Kau melihat press conference-ku tidak? Kau dengar
tidak aku bilang apa?ā
ākau pikir ada yang akan percaya huh? Masyarakat Korea itu
pintar-pintar, mereka semua berpikir kritis. Bukan tipe masyarakat yang menelan
mentah-mentah segala jenis beritaā
āsudahlah! Lagipula aku dan Yoo Hyun sudah tak berhubungan
lagi. Kami sudah berpisahā
āJinjja yo? Jadi sad ending, begitu?ā
āAHHHā¦ā¦ kau sebenarnya kenapa huh?ā
ākau yang kenapa! Kenapa tiba-tiba berteriak?ā
āmakanya, tak usah ikut campur! Kerjakan saja apa yang
seharusnya kau kerjakan!ā perintah Chunji geram.
āiyaā tukas gadis itu sebal.
āaku harus memilih. Yoo Hyun atau karir. Umumnya, seorang
artis yang mengaku sudah punya kekasih akan kekurangan banyak penggemar. Dan
aku belum siap untuk itu. Ya.. pilihan yang sulit. Hidupku akan berubah drastis
jika aku mempertahankannyaā tanpa diminta, Chunji bercerita sendiri, sukses
membuat gadis penjaga kasir itu berteriak senang dalam hati. Tchā¦. Sebelumnya
pria bodoh itu terus bicara dengan dingin tanpa sebab dan sekarang, dengan
mudahnya ia berbagi cerita. Aneh.
ālebih baik ubahlah hidupmu sendiri. Setidaknya sebelum
hidupmu mengubahmuā
ākau tak mengerti apa-apaā
āmungkinā
āTungguā¦ā¦ apa maksdumu tadi? Hidupku mengubahku?ā
āiya bodoh! Seharusnya kau yang punya kendali penuh untuk
hidupmu! seharusnya kau bisa mengatur hidupmu sendiri! Bukannya hidup yang
malah mengaturmu. Mengerti?ā
āsedikitā
ācihā¦ pabo! Igeā¦. kurasa kau bisa menggunakan kartu debitmu
sekarangā cibirnya sambil menyodorkan tiga paper bag besar berisi kaleng soda.
Chunji memutar bola matanya enggan lalu membayarnya tunai. Kemudian, mengangkat
semua paper bag itu dengan susah payah.
ātak punya niat membantuku?ā seru Chunji sedikit tertahan.
ātidak terima kasih. Sungguhā gadis itu menggeleng, dengan
ekspresi terpolos yang mampu ia keluarkan.
āheiā¦ namja minuman kaleng! Sampaikan salamku pada
Hyun~a-mu. Katakan padanya dia harus bersabar menghadapi namja bernama Chunji
itu. Pria itu memang tak bisa diandalkanā Chunji tersenyum sinis, mengangkat
bagian kanan sudut bibirnya ākalau aku bisa bertemu dengannya lagiā
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦
Chunji menghela napas. Sudah satu jam dan syutingnya belum
juga dimulai.
āChunji~yaā¦. Begini!ā seorang PD (program director, kayak sutradara)
tiba-tiba saja mendatanginya, membuat namja itu segera membenarkan
posisi duduk dan menatap pria berkacamata tersebut dengan setengah fokus. Ya..
hanya setengah. Bahkan bisa dibilang sepertiga. Fokus namja itu lebih besar
terarah pada jalanan licin yang tertutup salju tipis, jika tidak sekarang, ia
harus rela menunggu setidaknya sampai satu bulan untuk ke Daegu. Jika tidak
sekarang, mungkin saja Yoo Hyun tak mau melihatnya lagi. Iyaā¦ pria itu sedang
berpikir untuk pergi ke Daegu, menyusul gadisnya dan mendapatkannya kembali.
Tapiā¦ā¦. akankah Yoo Hyun menerima kehadirannya lagi? Bukankah gadis itu sudah
mengatakan salam perpisahan? Ah.. lupakan! Anggap saja Yoo Hyun menerimanya.
Lalu jika sudah begitu, bisakah ia bertindak sedikit lebih tegas? Apa ia
sanggup melihat Yoo Hyun menderita karena sifat egoisnya lagi?
ālebih baik
ubahlah hidupmu sendiri. Setidaknya sebelum hidupmu mengubahmuā
Chunji mengangguk singkat, menyetujui ucapan si penjaga
kasir semalam. Kenapa ia baru setuju sekarang? Jika ia bertemu gadis itu lagi,
ia berjanji akan berterima kasih. Chunji tersenyum kecil lalu mengalihkan
pandangan ke dinding kaca, memperhatikan salju-salju yang sedang turun dengan
perlahan. Syutingnya tidak jelas kapan selesai, sekarang saja ia masih harus
menunggu model wanita yang akan menjadi rekan mainnya. Aishā¦. Lalu apa kabar jalanannya
nanti? Pasti akan tertutup salju. Pasti akan sangat licin. Pasti akan banyak
rambu-rambu yang menyuruh pengendara mobil berhenti karena tebalnya salju.
Seketika dadanya berdebar. Tidak! Aku tak
bisa menunggu lagi. Lee Chan Hee, tetapkan sekarang apa yang kau mau. Sekarang!
atau tidak sama sekali.
Chunji POV
ājadi,ā¦. Saat model wanitanya nyaris terjatuh, kau harus
bersiapā¦ā¦ā¦ā¦ā
āaku berhentiā selaku tegas. Dengan mata yang masih menatap
lurus ke kertas putih yang baru saja diberikan.
āa..ap..apa?ā
āaku berhentiā ulangku, kali ini sambil berdiri dan
menyodorkan kertas itu kembali. Kertas berisi apa-apa saja yang harus kulakukan
untuk iklan ini. Bisa dibilang, Jalan ceritanya.
āwae? k..kau tak suka konsepnya? Aku bisa sesuaikan dengan
keinginanmuā
ākubilang aku berhentiā ujarku, sama sekali tak berusaha
untuk memperjelas. Aku mengarahkan tatapan dingin pada pria yang berdiri persis
didepan, pada pria yang sedang melongo memperhatikanku.
āuangnya sudah ditransfer ke rekeningmu tiga bulan yang
lalu. Kau sudah mendapatkan honormu! Tak bisa begini, kau harus professionalā
seru pria itu geram sementara aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tadi aku
kesini bersama eomma. Manager pribadiku, a.. anieā¦ mulai hari iniā¦. tidak. Ia
ibuku. Hanya ibuku.
āakan kukembalikan semua uangmu. Semuanyaā tandasku tenang,
dan didetik yang sama segera melangkah meninggalkan ruangan. Cukup berhasil
membuat PD itu berteriak-teriak muak dibelakang.
āYA!! KAU HARUS BICARA DULU PADA TUAN KIM! YAAA!!!!
DENGARKAN AKUā
Tidak! Tidak! Kau yang dengar aku! Aku sudah terlalu sering
mendengarkan orang lain! Saking seringnya sampai aku tak bisa mendengar kata
hatiku sendiri. Saking seringnya sampai aku tak bisa menentukan sendiri apa
yang aku mau dan tidak. Kontrak iklan pertama? Pentingkah? Cihā¦ lagipula dulu
ada seorang gadis yang bilang kalau iklan pembersih muka seharusnya hanya
diperankan oleh wanita. Bukankah begitu? Sial. Bagaimana bisa aku menerimanya? Bahkan
mempertahankannya setengah mati.
Langkahku terhenti di pintu kaca, pintu utama gedung ini. Ada
sebuah kedai kopi disampingnya. Disana, eomma sedang duduk sendiri sambil
mengamati tumpukan kertas yang berjajar dimeja. Eomma terlihat menyedihkan,
terlihat stress. Harusnya tidak begini eomma! Harusnya kau istirahat saja di
rumah! Bukan mengurus jadwalku begini! Aku akan cari manager pribadiku sendiri!
Yang jelas bukan eomma. Eomma tidak boleh lelah, tidak boleh sakit, tidak boleh
sibuk memikirkanku. Harusnya aku bisa lebih berguna untukmu.
Dengan perlahan, aku menghampirinya. Cukup berhasil membuat
wanita tercantik di mataku itu terkesiap kaget.
ākenapa disini? Syutingnya sudah selesai?ā
āeommaā¦ pulanglah!ā
āpulang? Kau mau pulang? Memangnya sudah selesaI?ā
āeommaā¦ lupakan kertas-kertas ini! jangan terlalu banyak
bekerjaā
āaishā¦.. Chan Hee~ya! Apa yang kau katakan huh? Cepatlah
kembali ke lantai atas. Syutingnya pasti belum selesai. Mana mungkin secepat
itu?ā
āeommaā¦ā¦ā¦ā ucapanku terputus begitu ponsel berwarna hitam
elegan dimeja berbunyi nyaring, tertera nama āTuan Kimā disanaā¦.. Dia menelfon.
Mereka bergerak cepat. Cepat sekali.
āTuan Kim?ā kening eomma berkerut bingung, ia menatapku
meminta penjelasan sambil menggerakkan tangannya mengangkat panggilan itu.
āYeoboseoā baru satu kata dan tanpa permisi aku mengambil
ponselnya. Sukses membuat eomma menyerukan namaku sambil berusaha mendapatkan
ponselnya kembali, namun terlambat karena aku buru-buru mematikannya.
āeomma kupecatā
āNDE?ā
āmaafkan aku eomma. Tapi kumohon dengarkan aku untuk kali
iniā
ākau kenapa Chan Hee~yaā?ā
āanggap saja statusku saat bicara tadi bukan sebagai anak
eomma, tapi sebagai rekan kerja. Jadiā¦ bisakah eomma menjadi eommaku saja? Tak
usah bekerja untukku begini. Bisa kan?ā
ātapiā¦.ā
āaku sudah membatalkan kontrak iklankuā selaku sambil
menatap eomma yang masih terkejut.
ādibatalkan?ā
āiyaā¦. Sekarang aku harus pergiā
āpergi?ā eomma kembali mengulang ucapanku dengan syok.
Sepertinya ia tahu maksud āpergiā dari kalimatku tadi.
āDaegu. Menyusul Yoo Hyunā
āYoo Hyun diā¦ā¦ā¦ā¦. Daegu?ā
āiyaā¦ gara-garakuā
ākau? Bersungguh-sungguh? Maksud eommaā¦ā¦ā¦ kau yakin dengan
pilihanmu?ā
āaku tak pernah seyakin iniā aku tersenyum puas, rasanya
cukup lega. Seperti tali yang membelengguku telah dilepas beberapa ikat. Ya..
hanya beberapa. Aku baru bisa benar-benar lega jika sudah bisa bertemu dengan
Hyun~a-ku lagi. Ckā¦. Apa dia mau menerimaku lagi?
Aku mengusap punggung eomma penuh rasa sayang lalu berbalik
dan bergegas pergi. āChan Heeā panggil eomma. Aku menoleh dan langsung
dikejutkan dengan kunci mobil yang langsung kutangkap sigap. āpakai Van saja.
Saljunya sudah cukup tebal. Hati-hati di jalanā aku tersenyum sambil mengangguk
senang. Bahkan eomma berpihak padaku sekarang.
Baiklah! Sekarang harus ke dorm dulu. Mengambilā¦ā¦ā¦ā¦ baju. Ya
benar, baju! Kemungkinan besar aku akan terjebak salju di Daegu.
Author POV
Teen Topās Dorm
āBRAAKKā semua mata langsung tertuju pada pintu yang saat
ini terbuka lebar.
āYAA!!! BODOHā¦ā¦ kau mau menghancurkan dorm huh?ā pekik Ricky
langsung. Ia memegangi dadanya yang berdebar keras. Sebelumnya, pria itu sedang
menonton tv dengan serius, menonton variety show, disana noona kesayangannya,
Miss A Suzy tengah menghiasi satu layar penuh. Chunji melirik namja itu dengan
ekor matanya yang menyeramkan dan tanpa membuang waktu segera bergegas ke
kamar, cukup berhasil membuat Ricky menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak
mengajukan protes lagi.
Sementara itu, di kamar, Changjo yang sedang tertidur pulas
terusik oleh suara berisik akibat laci-laci yang dibuka tutup dengan keras.
Pria itu mengerjap dan sedikit tertegun begitu melihat Chunji. ābukannya kau
syuting iklan?ā tanya Changjo dengan suara serak, menggambarkan bahwa ia belum
terlalu bersedia untuk benar-benar terjaga.
āaku mau menyusul Yoo Hyunā ujar Chunji tanpa berpikir. Ia
bergerak dari satu lemari ke lemari lain, mengambil koper lalu memasukkan
baju-baju yang ia lihat pertama kali. Entah baju siapa. Changjo tak bergerak,
ia hanya mengawasi dari atas tempat tidur dengan rasa kantuk yang nyaris
membuat matanya kembali terpejam. Namun, bukannya memejam, mata itu malah
terbelalak lebar begitu kalimat āaku mau menyusul Yoo Hyunā yang tadi diucapkan
terproses sempurna di otaknya. āTUNGGU! KAU BILANG APA TADI?ā
Chunji tak bicara, ia hanya melirik maknae yang menurutnya
gila itu sebentar lalu kembali fokus pada kopernya. Namun tanpa terduga,
Changjo segera lompat dari tempat tidurnya dan berlari keluar. Entah untuk apa.
Chunji menoleh ke arah pintu lalu mengangkat bahunya tak perduli, lantas
kembali fokus pada aktivitas sebelumnya. Dia harus cepat. Harus cepat.
Chunji yang sudah siap dengan koper penuh sesaknya, bergegas
keluar. Terlalu terburu-buru. Seperti jika ia terlambat satu detik saja maka
Yoo Hyun akan tewas. Berlebihan. Saking terburu-burunya, bahkan ia tak sadar
kalau ritsleting kopernya belum tertutup rapat, sukses besar membuat baju-baju
yang ia masukkan asal ke koper berserakan disetiap jalan yang ia lewati. Dan
bodohnya, pria itu masih tak sadar. Ia berjalan terus tanpa perduli keadaan,
lalu tersentak begitu melihat lima orang yang terlalu dikenalnya tengah berjaga
didepan pintu.
Chunji POV
āYAA!!! Minggir kalian! Aku sedang buru-buruā
āburu-buru?ā ulang Niel dengan tampang mengejek. Cishā¦
tidak! Mukanya memang sudah begitu. Selalu terlihat begitu.
ākau? Mau menemui Yoo Hyun kan?ā seru Ljoe, dengan gaya
mengintimidasi yang cukup berhasil membuatku terancam. Jangan bilang mereka tak
mengizinkan. Jangan bilang mereka tidak memihak padaku lagi. Tchā¦ kalau benar
begitu, plin plan sekali mereka. Sial.
Wajahku langsung mengeras begitu C.A.P hyung berjalan
mendekat beberapa langkah, meninggalkan empat namja lain yang tengah berjaga
didepan pintu. Entah itu takut aku keluar, atau takut pintunya hilang. Bodoh,
Apa mereka tak bisa lebih keren sedikit?
Mata C.A.P hyung menyorotku tajam, seolah aku baru saja
melakukan kesalahan besar. Ia bersedekap lalu menyipitkan matanya yang walau
tak sengaja disipit-sipitkan pun sudah nyaris tak terlihat. Aku meliriknya lalu
membuang pandanganku ke arah lain. ākau pikir kau boleh keluar begitu saja?ā
ucapnya.
āayolah! Sebagai teman yang baik seharusnya kalian mengerti
situasiku saat ini. Aku sudah membatalkan kontrak iklanku demi Yoo Hyun dan
saat selangkah lagi aku bisa menemuinya kalian malah menghalangiku. Wae?ā
āteman yang baik tak akan membiarkanmu melakukan hal
bodohā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ sendirian!ā
TBC
Eotte?
Eumā¦. Part 9? Berarti panjang bgt ya? Sejujurnya aku juga ngebut
bikinnya! Aku g mau keteteran. Apalagi dihari ultah gebetan tercinta *tunjuk
Chunji*. HAPPY BIRTHDAY FOR MY HANDSOME BOY. WISH YOU ALL THE BEST KANG
MASSS!!!! *capslock ketindih Ddangkoma*
Kamsahae^_^
Comments
Post a Comment