Before Marriage part 6 (what was my fault?)




Suzy’s home
10:35 KST
Author POV



Sebelum keluar kamar, Suzy menyempatkan diri untuk berbalik menghadap kaca, memastikan kalau penampilannya sudah cukup baik untuk diajak keluar. Siang ini ia hanya harus menemui Joon Myeon, jadi sepertinya shirtdress dan stocking sudah lebih dari cukup untuk membingkai tubuhnya. Suzy menyambar tas jinjingnya dan segera beranjak keluar kamar. “bi.. aku keluar sebentar!” teriaknya tanpa menghentikan langkah.



Selama berjalan, Suzy mengecek tas-nya dengan repot, memastikan kalau semua barang wajibnya sudah ada disana. Ya.. sebut saja ponsel, dompet, alat make up, dan bla bla bla. Tanpa mengalihkan perhatian, ia membuka pintu rumah dengan sebelah tangannya yang bebas. Dan tepat saat pintu itu terbuka, Suzy mematung. Gerakan tangannya langsung terhenti, terkesiap begitu melihat seseorang tepat di depan pintu yang baru saja ia buka. Tangan orang itu sudah terulur ke depan, nyaris menyentuh bel.


“Seung Ho~a, kau disini” sapa gadis itu asal. Dengan ulasan senyum tipis seadanya.
“ne.. aku baru sampai” Suzy mengangguk. Tak tahu harus bereaksi seperti apa lagi. Dia bingung. Jangan bilang kalau pria ini mau mengajaknya pergi. Jangan bilang kalau ia harus membatalkan janjinya dengan Joon Myeon. Ah.. tapi bukankah akan selalu begitu? Kalau Seung Ho repot-repot ke rumahnya di hari kerja, maka bisa dipastikan namja itu akan mengajaknya pergi.


Suzy sudah bergerak gelisah di depan Seung Ho. Menatapnya dengan tatapan ‘apa maumu disini?’ lalu kembali mengeluarkan senyum seadanya. Tck….. cepatlah bicara! Gadis itu tak bisa berpura-pura terus. Ia bukan seseorang yang pandai ber-acting. Sama sekali tidak berbakat.


“undangannya” Seung Ho mengangkat beberapa surat undangan di tangannya, sukses membuat raut wajah Suzy berubah bagai kilat “Jinjja? Surat undangan kita? sudah jadi?” dengan antusias, Suzy langsung menyambar salah satunya dari tangan Seung Ho, memperhatikan bagaimana warna emas, perak dan lavender itu menjadi perpaduan sempurna untuk surat undangannya yang nampak luar biasa cantik dan elegan. Undangan pernikahan mereka. Bae Suji dan Yoo Seung Ho.


“kau suka?” tanya Seung Ho lembut. Dengan penuh perhatian, ia mengelus puncak kepala gadisnya, terlihat begitu bahagia saat melihat calon istrinya itu tersenyum tak percaya “keurae. Ini mengagumkan. Aku tak pernah melihat yang sekeren ini sebelumnya” Suzy bicara dengan penuh ketertarikan, bahkan bisa dibilang nyaris memekik. Sedetikpun ia tak mengalihkan pandangan kagumnya dari surat undangan itu, masih belum puas melihat benda dalam genggamannya yang tampak berbinar. Tak dipungkiri ia merasa begitu bahagia, melihat sesuatu yang sejak dua bulan lalu sudah dipesan kini berada dalam genggamannya.


“kurasa untuk kerabat dekat lebih baik kita kirim sendiri”
“sisanya…………”
“sudah. Sudah dikirim semua” Sela Seung Ho.
“memangnya ada berapa lagi yang belum dikirim?”
“tidak banyak. Hanya delapan surat. Kalau kita pergi sekarang, mungkin kita bisa pulang sebelum malam” ujar pria itu sembari melirik arlojinya.


“m..ma..maksudmu sekarang? kita pergi………. sekarang?” tekan Suzy panik.
“keureom”
“kau tidak ke kantor, oppa?”
“oppa? bukankah tadi kau memanggilku Seung Ho~a?” Seung Ho mendekatkan wajahnya kearah Suzy, dengan ekspresi ‘sebenarnya kau mau memanggilku apa?’ lalu tersenyum dan menegakkan tubuhnya kembali. Seung Ho menghela nafasnya setengah hati lalu menatap langsung mata lawan bicaranya “kau bebas memanggilku apa. Yang penting kau nyaman bila denganku” ujarnya lemah. Dan entah kenapa, justru nada lemah yang ia gunakan itu sukses membuat Suzy terhenyak. Diam dan langsung menunduk tertahan.


“mianhae oppa”
“kajja” Seung Ho menyentuhkan telapak tangannya ke tangan Suzy. Berusaha menggenggam tangan gadis itu dengan cara terlembut yang ia bisa. Semenjak tau kalau gadisnya pergi ke sebuah acara besar dengan namja lain, ia jadi lebih berhati-hati menjaga gadisnya. Takut kalau gadis yang ia pertahankan selama 3 tahun itu menjadi milik orang lain karena kesalahan yang bahkan ia tak tahu.


“chakkaman! Kau tidak ke kantor?” Suzy mengulang pertanyaannya, cukup berhasil membuat Seung Ho berhenti lalu menoleh menatap Suzy yang langsung tertegun.


“ini surat undangan pernikahan kita. Perusahaanku tak ada artinya jika dibandingkan dengan ini” Seung Ho bicara dengan raut serius, sembari mengangkat semua surat undangan yang ia genggam. Suzy lantas mengangguk, tak punya daya lagi setelah mendengar ucapan Seung Ho yang begitu manis. Semuanya benar-benar membuat Suzy bingung. Dia harus bilang apa pada Joon Myeon? Tck…. Seung Ho~aa…… kenapa selalu begini? Kenapa tak mengabarinya dulu jika ingin mengajak pergi? Kenapa selalu membuatnya tak memiliki pilihan? Kenapa selalu membuatnya mengangguk saat kau bicara?



………………………….



11:13 KST
Chanyeol POV



Padahal belum jam makan siang, tapi aku sudah bisa menemukan orang-orang kantoran keluar bergerombol dengan rekannya. Ya.. aku memang sedang berada persis dipinggir jalan raya. Baru saja keluar dari sebuah gedung apartemen yang ditinggali PD Han, sutradara Blue Wedding Day. Hanya menyerahkan beberapa lembar naskah yang ia minta ganti. Kuharap ia suka dengan perubahan yang kulakukan. Tidak banyak, aku hanya mengganti adegan Young In dan Dae Hyun sedikit saja, tapi dengan gaya penulisan terbaik yang kubisa. PD Han bilang, dialog naskah sebelumnya terlalu lemah, jadi aku harus mengganti dengan yang baru. Dengan dialog yang lebih kuat, yang lebih bisa membuat para penikmat film merasa terhentak. Kurang lebih begitu kata PD Han, lengkap dengan gaya dramatis yang terlihat super aneh. Apa semua sutradara selalu begitu? Baiklah….. lupakan saja! Itu lebih baik daripada aktornya yang begitu. Dramatis itu perlu tapi tidak dalam porsi yang berlebih. Benar kan?


Aku baru saja hendak menoleh ke arah halte, saat “Arrggghhhh”  sebuah erangan lolos dari mulutku. Tck…. Leherku terasa sakit (lagi). Entah ini memang seharusnya begini atau karena aku sudah tau mengenai penyakitku, kaku dan kejang leher yang kualami malah semakin sering datang. Membuatku tampak mengenaskan karena merasa mau mati saat hanya ingin menunduk atau menoleh. Aigoo…. dengan leher seperti ini, aku benar-benar merasa…………..abnormal?


Dengan gerakan perlahan, aku membalik tubuhku sepenuhnya. Menatap lurus kearah halte yang mulai padat. Ah… melihat keramaian begitu, aku malah jadi ingin makan. Eh.. iya! Makan. Sudah jam berapa ini? aku mau makan siang. Tapi…… aku tidak mau makan sendirian. Tanpa membuang waktu, segera saja kurogoh saku belakang celanaku, mengambil ponsel dan langsung fokus membuka kontak. Nama pertama yang kupikirkan adalah Joon Myeon, dia harus menemaniku makan. Dengan lihai tanganku bergerak mengutak-atik ponsel, hingga saat ini nama ‘Myeonie’ terpampang jelas dilayar. Butuh waktu lima detik bagiku untuk memutuskan menghapus daftar Joon Myeon menjadi teman makan siangku. Aigoo……. dia itu pekerja kantoran yang dipastikan sangat sibuk. Walaupun sekarang sudah hampir jam makan siang, paling ia tak akan punya cukup waktu untuk menemaniku. Jadi….. aku kembali menggerakkan jariku diatas keyboard. Siapa lagi orang yang bisa kuajak makan siang jika Joon Myeon tak bisa? Ya..  sudah pasti gadis cerewet itu.


Setelah menekan tombol panggil aku segera menempelkan layar ponselku di telinga. Dan telfonku diangkat saat nada sambung ke-tiga berakhir. “baru saja aku mau menelfon Joon Myeon” sambutan model apa itu? bukannya bilang ‘Yoboseo’ ia malah mengucapakan kalimat yang membuat keningku berkerut.


“menelfon Joon Myeon untuk apa?”
“ei……… berhubung kau menelfon, tolong bilang pada Joon Myeon ya..  bilang kalau aku tidak bisa menemuinya. Seung Ho oppa menjemputku tiba-tiba tadi. Demi Tuhan aku sudah rapi dan bersiap untuk menemuinya, tapi……………..”


“Joon Myeon? Mengajakmu bertemu?” selaku tak percaya. Sejenak otakku langsung kosong, kemudian di detik selanjutnya malah berpikir cepat hingga membuat kepalaku sakit.


“ne.. dia menyuruhku menemuinya di taman samping kantornya. Eh.. sekalian bilang, sebenarnya aku mau mengabarinya dari tadi, tapi aku tak berani mengeluarkan ponsel karena Seung Ho selalu mengeluarkan suasana mengintimidasi selama di mobil. Sekarang aku sudah berada di luar, jadinya………” tanpa menunggu kalimat Suzy usai, aku segera mematikan sambunganku dan mengerang keras memaki Joon Myeon. Sial. Mau apa dia bertemu Suzy? Cih…… bodoh. Bukankah itu terlalu jelas Park Chanyeol?


Baiklah. Sekarang aku butuh taksi. Persetan dengan penghematan pengeluaran bulanan. Aku harus segera sampai di hadapan Joon Myeon dan memberinya pelajaran. Kukira dia bisa dipercaya. Tapi ternyata………….. ck.,… Lalu apa gunanya ia berjanji?



……………………………………



Joon Myeon POV
11:24 KST
Sinsadong public park



Nyaris setengah jam sudah aku duduk disini, ditemani plastik bekas roti dan cup bubble tea kosong yang berserakan diatas meja kayu tepat dihadapanku, menatap lurus kearah aliran tenang danau buatan yang terletak persis ditengah-tengah taman. Ya.. aku sedang menunggu gadis itu. Suzy.


Aku tak begitu yakin dengan apa yang akan kulakukan sekarang. Maksudku………….. apakah perbuatanku saat ini sudah cukup benar? Atau malah salah? Aku kesini mau memberitahukan Suzy tentang penyakit Chanyeol. Aku tak bisa menyimpan hal seberat ini sendirian. Aku benar-benar merasa tak tenang. Coba pikir, sahabat mana yang akan membiarkan temannya mati begitu saja? Terlebih aku juga merasa cemas dengan fakta bahwa akulah satu-satunya orang yang tahu tentang penyakit itu, maksudku selain Chanyeol sendiri dan dokter yang menanganinya.


Dan yang kupikirkan semalaman hanyalah……………. Siapa kiranya yang bisa membuat pria itu mau merubah pikirannya dan mulai pergi berobat? Sebenarnya ketakutan Chanyeol hanya satu, yaitu gagal. Dia takut operasi atau pengobatannya gagal. Dia takut kalau penyakitnya tak bisa hilang total. Aku tau ini pilihan yang sulit, tapi setidaknya pria itu harus mencoba kan? mau berharap lewat mana lagi selain operasi? Walau kemungkinan sembuhnya kecil, tapi selagi masih ada harapan kenapa tidak diambil?


Aku mendengus keras, senada dengan gerakan tanganku yang mulai menyambar ponsel diatas meja. Membuka kontak terakhir yang kuhubungi dan siap menghubunginya lagi. Tapi belum sempat tanganku bergerak, panggilan lain masuk. Jong Guk sonsengnim.


“Yoboseo………… aku baik sonsengnim………………… kapan? Minggu besok?......................... ada pementasan lagi ya?....................... baik. Saya bisa……………………… iya sonsengnim, Chanyeol sedang sangat sibuk. Ia bekerjasama dengan seorang sutradara dan sekarang naskahnya sedang diproses…………………… Blue Wedding Day………………………… arasseo, akan kusampaikan padanya……………ne? aku?...……….pementasan baru ya?......................... baik, minggu ini saya ke Gwang-Mun…………… baik…………..ne,  Anyyeong”


Aku meletakkan ponselku kembali. Menatap benda persegi panjang itu sambil mendengus tak percaya. Padahal aku sudah lulus kuliah, tapi tetap saja setiap  bulan harus ke Gwang-Mun. Awalnya hanya diminta sekali karena kekosongan pemain, tapi lama-lama aku menjadi lebih sering diminta bermain, bahkan tak jarang menjadi pemeran utama. Tck…… aku tau aku dibayar, tapi…………. ayolah, aku bukan tipe namja yang bisa menghafalkan dialog teater dengan cepat, lagipula aku juga butuh istirahat kan? huft…… beginilah rasanya menjadi murid patuh yang tak bisa menolak permintaan gurunya. Bahkan setelah lulus sekalipun. Menjadi pemeran teater di universitas adalah pekerjaan sampinganku. Padahal aku tak pernah mengambil jurusan seni sama sekali. Ini semua gara-gara Chanyeol, dia yang mengenalkanku pada Jong Guk sonsengnim hingga akhirnya  seperti ini. Tunggu dulu,………… kenapa aku malah membahas pekerjaan sampinganku? Cih……. Kenapa sejauh ini sih? Baik… kembali ke Suzy…….. dimana gadis itu? Kecelakaan kah? Jinjja! Apa semua perempuan selalu tak bisa tepat waktu? Menyebalkan. Aku kan juga harus kembali ke kantor. Baiklah……. Ditelfon sajalah.


Aku kembali menyambar ponselku, namun……………….. DEG. Aku terpaku. Menatap lurus kearah sosok seseorang dibelakang yang terpantul lewat layar ponselku yang gelap. Semuanya terjadi begitu cepat. Hingga yang kusadari saat ini hanyalah tubuhku yang sudah ditarik berdiri, lalu dihajar hingga terpelanting menghantam meja kayu yang keras.


“Chanyeol” panggilku serak. Sekedar memastikan kalau yang barusan memukulku adalah pria itu. Mataku tak dapat melihat dengan jelas karena pukulan tadi. Semuanya menjadi kabur dan aku hanya bisa merasakan kerah kemejaku dicengkram olehnya. “mau apa kau? Kenapa menyuruh Suzy kesini?” tanyanya dengan nada geram. Dan dari suara dan pertanyaan itu, maka aku sudah yakin benar kalau orang yang berada dihadapanku sekarang adalah dia. Park Chanyeol. Tapi….. kenapa? Kenapa malah dia yang datang?


“KENAPA KAU MEMBOHONGIKU, HUH?” karena tak kunjung mendapat jawaban, pria itu kembali berteriak tepat didepan wajahku. Senada dengan tangannya yang bergerak cepat, kembali menghajarku. Membuat cairan kental berwarna merah pekat keluar dari hidung dan sudut bibirku. Aku tak mengerti kenapa dia semarah ini padaku. Kenapa dia begitu takut memberitahukan semuanya pada Suzy. Kenapa dia sampai menghajarku seperti ini hanya karena alasan sederhana. Demi Tuhan, aku ingin balik menghajarnya. Membuatnya jatuh tersungkur lalu membentaknya habis-habisan. Tapi disisi lain, aku tau pria ini sedang merasa luar biasa kacau, jadi lagi-lagi aku mencoba meredam amarahku dan malah balik menatapnya dengan tatapan iba. Mencoba bersikap dewasa didepan namja kekanakan yang tak punya otak ini.


“KAU SUDAH BERJANJI PADAKU, KIM JOON MYEON”  Chanyeol mengarahkan matanya yang berapi-api tepat kemataku, dengan cengkraman yang menguat dan gigi yang bergemelatuk. Bisa dipastikan ia juga sedang menahan kemarahan hebat terhadapku.


“kau tau? Kau sama sekali……………… bukan teman yang baik” dengusnya. Membuatku habis kesabaran dan mendesah frustasi menatapnya. “aku kasihan padamu” ujarku beberapa detik setelahnya, dengan volume terpelan yang mampu ia dengar. Dan kurasa sudah lebih dari cukup untuk membuat amarahnya kian melonjak.


“kau…… kukira kau namja yang kuat” ujarku tenang, sambil tersenyum miris dan menatapnya kasihan. “tapi ternyata tidak” sambungku. Sejenak cengkraman di kerah kemejaku mengendur, tatapan matanya yang tajampun mulai melemah.  Mulai berubah menjadi tatapan menuntut penjelasan “kau tak lebih dari namja pengecut yang dibungkus oleh tubuh yang lemah. Menyerah hanya karena vonis dokter? Yang benar saja!” kali ini Chanyeol benar-benar melepaskan cengkramannya, kemudian mundur selangkah dengan gerakan putus asa.


“kau bahkan tak pantas diberi kehidupan” lanjutku dingin. Sembari menghapus darah dibibirku dengan kasar. Cih,….. aku kesini bukan untuk dihajar. Sialan. Bagaimana caranya aku kembali ke kantor dengan penampilan seperti ini?


“apa yang membuatmu setakut ini?” tanyaku, lantas berjalan kearah kursi dan duduk diatasnya sambil meringis. YAK! Punggungku sakit. Tadi terhantam meja dan rasanya benar-benar nyeri. Tck…… jangan-jangan tulang punggungku retak, atau malah patah. Aish,….. sejak kapan seorang Park Chanyeol punya tenaga sebesar itu?


“aku……………… hanya tak mau Suzy tau. Hanya itu” ujarnya ragu.
”kenapa? Kenapa dia tak boleh tahu?” tanyaku tak mengerti.
“Untuk  apa dia tau?” bukannya menjawab, pria itu malah membalas pertanyaanku dengan pernyataan lain.


“aku tak sanggup menyimpan rahasia sebesar ini sendirian, Chanyeol~a….. tak bisakah kau mengerti?”
“kumohon. Hanya sebentar, sungguh.…………… aku akan kembali ke Daejeon secepatnya. Blue Wedding Day selesai, aku akan pergi. Aku janji”


“bukan begitu, bodoh. Kau kira dengan kau pergi aku bisa berhenti merasa bersalah?”
“merasa bersalah kenapa? Penyakitku tak ada hubungannya denganmu”
“tapi aku tahu tentang penyakitmu, dan coba pikir! Aku tak mungkin membiarkanmu begini! Setidaknya usaha untuk sembuhlah. Jangan begini! Jangan pasrah begini”


“ini pilihanku”
“pilihan yang tidak masuk akal” dengusku
“kurasa ini yang terbaik”
“mati kau bilang terbaik, eh?” aku benar-benar tak habis pikir. Sebenarnya apa yang ada di otaknya? Kenapa manusia yang punya kadar kenarsisan diluar normal bisa menjadi sepesimis ini? ah…. Ya Tuhan, aku benar-benar menginginkan Chanyeol yang dulu. Setidaknya dulu dia tidak sebodoh ini.


“mati itu lebih baik daripada menjadi cacat kan?” namja itu berucap sambil memejamkan mata. Seolah apa yang ia ucapkan barusan adalah perkataan paling logis di seluruh dunia. Jinjja……. Si bodoh ini!


“cacat jika tak berhasil. Kau masih bisa sembuh total kok!”
“sudahlah! Lihat jam berapa sekarang! Waktu makan siangmu habis” cetusnya, terlihat muak dengan pembicaraan kami siang ini. Cih…. Dia pikir aku tak muak? Membicarakan penyakit? Apa bagusnya?


“oh.. bagus! Setelah menghajarku sampai begini, kau malah menyuruhku kembali ke kantor?” Chanyeol menoleh, memperhatikan bercak darah di sudut-sudut bibirku, lalu mengeluarkan senyum lebar yang menjijikan. Sebenarnya dia merasa bersalah atau tidak, huh?


“mianhae” Chanyeol mengelus leher belakangnya dengan kikuk. “telfon atasanku. Katakan aku sakit”  tanpa memperdulikannya yang masih sibuk membuat tampang-tampang minta dikasihani, aku segera berlalu. Aku mau pulang. Mukaku sakit, punggungku sakit. Pasti besok wajahku akan lebam, pasti akan membiru. Aish…. Apa bisa cepat sembuh? Minggu besok aku kan ada pementasan. Ah… Jinjja!



…………………………….



Seung Ho’s car
21:43 KST
Suzy POV



Nyaris sepuluh menit sudah aku terdiam dalam posisi seperti ini. Bersandar lemah di sandaran jok penumpang dengan mata yang memandang ke luar, ke lampu-lampu jalan yang seolah berjalan berlawanan arah ke belakang. Aku lelah sekali. Seharian penuh kesana kemari mengantar undangan. Sebenarnya bisa saja dikirim lewat pos, tapi demi kesopanan, untuk  kerabat dekat maka lebih baik dikirim langsung oleh calon pengantinnya.


“apa teman-temanmu sudah diundang semua?”
Aku menoleh pelan, kemudian mengangguk setelahnya. “sudah. Sudah semua. Teman-temanku memang tidak begitu banyak”


“kau yakin?”
“tentu saja. Memangnya kenapa? Apa ada seseorang yang terlewat?” Tanyaku bingung, tak mengerti kemana arah pembicaraan Seung Ho sekarang.


“bagaimana dengan Chanyeol? Kau cukup dekat dengannya kan?” Seung Ho mengalihkan tatapannya padaku, sejalan dengan mobil yang mulai memelan, kemudian berhenti. Menandakan kalau saat ini kami sudah sampai di tujuan. Rumahku.


“Chanyeol?” gumamku tak percaya. Oh.. baiklah, undang dia dan bunuh aku! eotte?
“kau tak mau mengundangnya, ehm?” aku menggigit bibir bawahku dengan cemas. Rasanya mau menangis saja. Kenapa dia malah menanyakan hal ini? bagaimana jika saat upacara pernikahan nanti, aku malah tak bisa bicara ketika melihat pria itu disana. Di kursi gereja menyaksikanku menikah dengan orang lain. Bagaimana jika tiba-tiba aku ingin mempelai pria-nya diganti? Kurasa lebih baik tidak usah diundang jika kau benar-benar ingin pernikahan kita berlangsung dengan benar, Yoo Seung Ho-ssi.


“bukankah kau juga mengenalnya dengan baik? kalau begitu, undang saja” jawabku, pura-pura tak peduli. Sebisa mungkin mengabaikan tanganku yang mulai gemetar. “sudah tak ada sisa surat undangan lagi. Kau bisa mengiriminya pesan, mungkin? Atau bagaimana kalau kita datangi saja rumahnya langsung!”


“k..ki..kita? berdua? Aku dan kau, begitu?” Seung Ho tersenyum mendengar ucapan terbataku. “keoreom. Memangnya kenapa kalau berdua?”


“aniya….. terserah kau saja” ujarku buru-buru, kemudian memalingkan wajah khawatirku ke arah rumah yang nampak lengang. Sepertinya appa sudah pulang. “ah… kurasa sudah saatnya aku masuk, oppa gomawoyo” ujarku dalam satu tarikan nafas, lalu setelahnya segera membuka pintu mobil dan bersiap keluar.



21:49 KST
In front of Suzy’s home
Seung Ho POV



“ah… kurasa sudah saatnya aku masuk, oppa gomawoyo” ujar gadis itu cepat. Jelas sudah enggan untuk meneruskan pembicaraan kami yang mulai terarah. Ia membuka pintu mobil, kemudian keluar begitu saja tanpa menoleh. Aku lantas mendesah, senada dengan tanganku yang bergerak cekatan membuka pintu kemudi disebelahku. Setengah berlari menghampiri Suzy yang baru saja menutup pintu mobil.


Aku berdiri tepat dihadapannya, menghalangi jalannya dengan tubuhku. Suzy mendongak, menatapku dengan jengah. “ada apa?” dia bertanya dengan nada lelah. Tck….. ada apa dengan nada bicaranya?


“kenapa? Kenapa kau jadi begini saat aku mulai membicarakan Chanyeol?” tanyaku langsung. Tak ingin berbasa-basi lagi. Suzy meloloskan tatapan matanya dariku, mungkin takut aku mengetahui perasaannya hanya dari gerak matanya yang ragu.


“jadi bagaimana sih? Aku baik-baik saja”
“kau tidak punya perasaan lain terhadapnya, kan?” tanyaku, dengan nada meminta yang menyedihkan.
“Oppa, apa maksudmu? Aku tidak mengerti” Suzy mulai bergerak gelisah, berusaha mencari celah dari tubuhku untuk terbebas dan segera masuk ke rumahnya. Baiklah. Aku mulai paham. Aku mulai benci dengan kenyataan yang kuterima. Kenyataan bagaimana matanya menjadi terlihat begitu hidup saat aku menyebutkan nama itu.


“aku tidak bodoh, Suzy~a” ujarku parau. Mendadak kehilangan kemampuan untuk mengatur suaraku sendiri. “kau punya perasaan padanya?”


Suzy masih bergeming, menundukkan kepalanya dalam-dalam dan lagi-lagi terlihat enggan untuk menjawab. Dan bagiku, sikap diamnya itu adalah jawaban paling jelas yang bisa kuterima. “apa yang kau tak suka dariku? Bisa kau memberitahukannya? Sebisaku akan kuubah sesuai keinginanmu” akhirnya aku bicara dengan pasrah. Membuat Suzy tertegun dan menatapku dengan matanya yang mulai berair. Demi Tuhan, aku tidak mau kehilangannya. Aku mencintainya. Sangat.


 “aku harus bagaimana? Kau ingin aku yang seperti………………….”
“aku hanya mencintaimu, Seung Ho oppa”  sela Suzy. Ia tersenyum kemudian mencondongkan tubuhnya dan memelukku. Aku tak tahu harus bagaimana sekarang. Aku merasa kalau ia tidak sepenuh hati bicara begitu padaku. Jadi aku hanya tersenyum hambar sembari membalas pelukannya. Membiarkan mataku mengarah jauh ke atas langit selama tanganku mendekap tubuhnya. Mencoba memahami apa yang terjadi pada hubunganku dan Suzy sekarang.


Badan gadis itu mulai menjauh, kemudian mendongak menatapku. Sorot matanya terlihat tidak nyaman, tapi tetap mencoba untuk mengontrol ekspresi wajahnya didepanku. Ayolah….. dia tak perlu bersikap seperti ini. Kenapa dia tak jujur saja? Apa aku terlihat begitu menyeramkan di matanya?


Aku mendesah, bersamaan dengan tanganku yang terulur mencapai wajahnya. Tubuhnya kaku ketika kusentuh. Wajahnya yang cantik tanpa cela itupun terasa dingin dipermukaan kulitku. Setidak nyaman inikah saat bersamaku, Suzy~a?


“sepuluh hari lagi, kau akan menjadi istriku” Suzy tersenyum tipis begitu aku bicara. Mungkin bingung mau merespon apa, jadinya ia memilih jawaban netral. Tersenyum.


“kau tidak keberatan jika aku……………..” Aku menatap gadis itu sebentar, seolah meminta izin. Ia tak memberikanku reaksi apapun, tapi jelas ia mengerti apa yang kumaksud.


Wajahku mulai mendekat, dalam sekejap sudah berhasil merengkuh bibirnya. Hanya ciuman biasa. Tanpa tergesa-gesa dan tanpa tuntutan. Hanya sekedar menyalurkan rasa frustasiku dalam bentuk lembut. Cuma butuh beberapa detik sebelum akhirnya wajahku kembali menjauh darinya.


Suzy meletakkan kedua tangannya disekitar kerah kemejaku, mengusapnya dengan gerakan pelan yang abstrak. “mianhae” ujarnya pelan, membuat keningku berkerut. “untuk apa?” suasana hening setelahnya. Mungkin gadis itu sedang berpikir, memilah kata terbaik untuk disusun di kalimat yang akan ia ucap sebagai jawaban.


“bisakah aku masuk sekarang, oppa? disini dingin” tch….. ternyata begini. Lagi-lagi ia tak menjawab dan lebih memilih mengalihkan pembicaraan. Membuat desahan lemah lolos begitu saja dari bibirku. Ya.. dia tak mau bilang apa alasannya meminta maaf. Maaf? Untuk apa coba? Apa maaf  itu untuk suatu kesalahan yang telah ia lakukan? Atau justru malah untuk suatu hal yang bisa jadi ia lakukan di masa depan? Yang pasti aku tak suka mendengar maafnya. Tolong jangan lakukan apapun yang aneh-aneh, Bae Suji.


Suzy tersenyum tipis, lalu berjalan melewatiku dan segera membuka pagar rumahnya. “Suzy~a…..”  panggilku, membuatnya lantas berbalik. Bertepatan dengan pintu pagarnya yang baru berhasil ia buka. “kau tidak sedang merencanakan apapun kan?”


“apa?”
“ah..anio” aku buru-buru menggeleng. Ah,,, seharusnya aku tak menanyakan hal seperti itu. “eung…… aku cuma mau bilang…………….saranghae, naui yeoja” aku tersenyum sambil memiringkan kepala, membuat gadis itu mengangguk lucu dan ikut tersenyum melihat tingkahku. “nado saranghae,……………. naui namja” balasnya tak terduga. Membuatku tak kuasa menahan senyumku yang melebar. Jujur saja, aku syok mendengar kata ‘naui namja’ dari bibirnya. Tiga tahun menjadi kekasihnya, aku tak pernah melihatnya menikmati hubungan kami. Mungkin itu memang gaya berpacarannya, tapi……………….. kurasa menjalin hubungan dimana antara pria dan wanita-nya saling bercanda dan menggoda satu sama lain itu bukanlah ide yang buruk. Bukankah begitu?



…………………………………..



A week later………



Seung Ho’s office (at rooftop)
19:27 KST
Author POV



Hamparan langit luas terbentang didepan. Dengan segala keindahan, memperlihatkan warna senjanya yang mengagumkan. Perpaduan merah dan jingga itu hanya pembuka, untuk kepekatan hitamnya malam yang sebentar lagi menyapa. Matahari yang sejak pagi bersinar angkuh ditengah samudra awan kini sudah nyaris menghilang, berganti tugas dengan bulan.


Seorang pria berkemeja abu-abu tengah berdiri tegap menghadap langit. Jemarinya sengaja ia selipkan disaku celana. Sedangkan pandangan matanya jauh ke depan, terlihat jelas kalau pria itu sedang memiliki masalah. Berulang kali nafasnya terhembus putus asa. Entah kenapa setelah sejauh ini melangkah, ia justru malah bimbang. Entah kenapa setelah sejauh ini berjuang, ia malah berpikir untuk melepas apa yang sebentar lagi menjadi hak mutlaknya. Entah kenapa…………. Keyakinannya selama ini hilang tanpa bekas.


“sunbae” panggil namja lain, bertepatan dengan suara pintu besi yang terbuka kencang. Suaranya terengah, jelas habis berlari.


Pria berkemeja itupun berbalik, tersenyum tipis begitu melihat seseorang yang ia tunggu sejak tadi akhirnya datang juga. “kau datang”


“maaf, aku terlambat”



Chanyeol POV



“maaf, aku terlambat” Sesalku, lengkap dengan bungkukan badan sopan. “gwenchanayo”
“eung…… sebenarnya ada apa?” tanyaku sambil berjalan mendekat padanya.
“baik…. langsung saja” Seung Ho menghembuskan nafas pelan, kemudian mengarahkan fokus sepenuhnya padaku. “Sebenarnya hubunganmu dan Suzy itu seperti apa?”


“ne?”
“tiga hari lagi kami menikah. Tapi entahlah, aku tak begitu yakin dengan itu. Kurasa Suzy tak nyaman dengan ini semua”


Langsung saja keningku berkerut. “Dan kenapa aku? kenapa kau malah menyuruhku datang kesini? Kurasa itu tak ada hubungannya denganku” ujarku tak suka.


“kau dekat dengannya. Entah sedekat apa. Yang pasti mungkin kau bahkan lebih mengenal Suzy dibanding denganku”


“apa maksudmu? Aku baru mengenalnya kurang dari satu bulan dan kau sudah bersamanya bertahun-tahun”


 Seung Ho melangkahkan kaki ke dinding pembatas yang tingginya hanya sepinggang, kemudian duduk disana tanpa rasa takut. Ya.. mengingat betapa tingginya gedung ini dan dimana tempat kami sekarang, kurasa jatuh dari atas sini bisa membuat tubuhnya menjadi kepingan puzzle. Aku melangkah sedikit lebih dekat padanya, kira-kira hingga jarak diantara kami terhitung dua meter. Jujur saja, aku agak ragu untuk lebih dekat kesana. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran namja itu sekarang. Bisa jadi ia menyuruhku kesini untuk membunuhku. Mungkin dendam karena gadisnya lebih nyaman denganku dibanding dengan calon suaminya sendiri.


“menurutmu bagaimana? Haruskah aku melepasnya?” tersirat jelas keputusasaan dari suaranya. Membuatku tersenyum sangsi. Ini pertama kalinya aku melihat seorang Yoo Seung Ho frustasi.


“kenapa mesti dilepas?”
“untuk kau tangkap, mungkin?” sindirnya tajam. Baiklah…. Apa perasaanku terhadap Suzy terlihat begitu jelas sampai pria ini dengan percaya dirinya berkata demikian?


“lebih baik jangan dilepas” aku menghela nafas, sembari meloloskan tatapanku darinya, “karena walau kau lepas sekalipun, gadis itu takkan kutangkap” sambungku sambil tersenyum miris pada diriku sendiri. Aku sakit. Sebentar lagi mati. Jadi untuk apa menangkapnya jika pada akhirnya ia tak akan bersamaku? “aku punya masalah sendiri yang jauh lebih berat dari masalahmu dan Suzy. Jadi kumohon jangan libatkan masalah kalian denganku”


“beraninya kau bicara begitu” desis pria itu geram. “kau pikir siapa yang membuatnya menjadi begini?”
“jadi menurutmu, ini semua salahku? Suzy nyaman denganku dan tidak denganmu, juga salahku?” aku menyeringai kearahnya. Membuat namja itu membuang wajahnya kearah lain. Dia cemburu padaku, dan itu terlihat terlalu jelas. Kata Suzy, Seung Ho itu tipe pria yang bisa mengontrol emosinya dengan baik. Tipe pria yang cinta damai. Dan sekarang perkataannya terbukti. Dia bahkan tak berdiri, terlebih mencoba menghajar pria kurang ajar sepertiku ini.


“Seung Ho~a…… kalau ini bisa membuatmu lebih baik,……………. Sudah seminggu ini aku tak bertemu dengannya” aku menghela nafas sambil tersenyum kearah lain. Entah sejak kapan, gaya bicaraku terhadapnya menjadi begitu buruk, sama sekali tak bisa disebut sopan. Tapi ini bukan salahku, toh dia yang menyulut amarahku duluan. “sudah seminggu ini kita putus komunikasi. Jadi jangan khawatir……… aku bukan tipe namja tukang rebut. Aku akan cari gadisku sendiri” Seung Ho tak bergeming. Matanya masih setia menatap jauh ke bawah, lebih tepatnya ke jalanan penuh kendaraan yang tampak menyeramkan dari atas sini. Kami berada dilantai paling tinggi gedung kantornya, sebuah tempat luas tanpa atap.


Dia menyuruhku kesini tadi, katanya mau bicara. Seung Ho bilang, ia tak bisa meninggalkan kantornya karena ada beberapa pekerjaan yang sama sekali tak bisa ditinggal. Jadi…. akulah yang harus mengalah dan datang kesini.  Jadi, bisa dibayangkan betapa geramnya aku saat tahu alasan kenapa harus kesini, bukan?


Seung Ho mulai mengalihkan tatapannya kembali padaku. “menurutmu apa yang harus kulakukan?”
“tidak salah? Kau bertaya padaku?”
“tck…. Sudahlah” tukasnya frustasi. Pria itu melompat turun dari tempatnya, kemudian berjalan pergi melewatiku.


“kata Suzy………….” Aku menggantungkan kalimatku, sukses membuat langkah Seung Ho terhenti, tepat sebelum menyentuh pintu keluar yang terbuat dari besi. “kau terlalu kaku” tak ada jawaban setelahnya. Mungkin pria itu tengah berpikir. Mungkin ia sama sekali tak merasa seperti pria kaku yang membosankan.


“kau harusnya bisa membuatnya senang dengan mengajaknya bicara, dengan mengajaknya jalan-jalan ke tempat yang dia suka. Atau apalah…………..”


“atau apa?” sentak namja itu sambil berbalik, aku ikut membalik badan seraya mendesah tak percaya.
“YAA!!! Kau kekasihnya. Kau pasti tahu apa yang ia suka dan apa yang tidak”
“tapi……. aku sudah lakukan sebisaku”
“ya kalau begitu usaha lebih keras lagi” jawabku langsung. Ah… Ya Tuhan! Namja ini, mengapa orang sebodoh ini bisa jadi pimpinan perusahaan besar?  “Oh…. dan jangan tiba-tiba datang kemudian mengajaknya pergi seenakmu. Kau tau? Dia benci dengan sikapmu itu. Seharusnya kau tanya dulu, dia bisa atau tidak. Jangan egois begitu”


“tapi aku menelfon dulu sebelumnya”
“tapi kau tak bertanya dia bisa atau tidak, kan?” Seung Ho mengernyit tak setuju, tapi sepertinya sudah malas mendebatku. Baguslah. Kenyataannya aku memang benar kok.


Drrttt…… drrttt…….
Aku langsung merogoh saku celanaku, mengambil ponsel dan tersenyum tipis begitu melihat satu pesan masuk dari seseorang yang menjadi  objek pembicaraan kami selama beberapa menit belakangan. Tanpa berbasa-basi aku membuka pesan itu, kemudian menyodorkannya pada Seung Ho. “baca ini” Seung Ho mengerutkan keningnya tak mengerti, namun tetap membiarkan tangannya terulur meraih ponselku.


From : Suzy
Chanyeol~a…………. temani aku makan malam, ya? Aku lapar. Lagipula sudah seminggu kita tidak bertemu. Jebaaaaaaaaaaaaaaaal. Ya..ya.. ya.. di restoran biasa saja, bisa kan? ^_^


Seung Ho tak berkutik. Matanya lurus menatap layar ponselku dengan tatapan kosong. Jelas miris dengan kenyataan yang ia hadapi. Tentu saja, padahal Suzy itu calon istrinya, tapi yang ia hubungi saat dalam keaadaan seperti ini justru aku.


“sana! temani dia makan malam!” suruhku sembari mengambil kembali ponselku.
“dia menginginkan kehadiranmu. Bukan aku”
“jadi kau benar-benar ingin aku datang kesana dan menemaninya makan semalaman, eh?” godaku, sukses membuat Seung Ho mendesis kesal.


“lalu aku bisa apa, huh?”
“ini kesempatanmu, Sunbaenim. Buatlah dia merasa nyaman didekatmu. Salah satu caranya ya dengan hal kecil seperti ini. Menemaninya makan malam”


“aku tak yakin”
Aku langsung menyeringai, “ya sudah. Aku kencan dulu dengan calon istrimu” ucapku sambil hendak berjalan keluar, “yayaya………” dengan cekatan, Seung Ho langsung menahanku “aku saja”



Seung Ho POV



“yayaya……………..” segera saja aku mencekal lengannya. Apa kata namja gila ini? kencan? Jinjja! “aku saja”


Dia mengedikan kepalanya kearah pintu, seolah menyuruhku bergegas menemui Suzy. Mataku memejam sebentar, sebelum akhirnya berbalik dan menjangkau pintu. Baiklah. Kurasa tidak apa jika aku meninggalkan kantor sebentar untuk makan malam. Tapi……….. tunggu “ restoran mana?” gumamku begitu pintu didepanku terbuka.


“Sinsadong J cafe……… tidak jauh dari sini” seolah bisa membaca pikiranku, Chanyeol bersuara dari belakang. Aku membalik tubuhku lalu mengangguk sambil menggumamkan nama kafe itu. “sinsadong J, baiklah….”


Aku kembali berbalik badan kearah pintu, sudah meraih kenopnya dan hendak keluar. Namun, tubuhku memaksaku untuk  berhenti, mendadak teringat sesuatu. “Park Chanyeol” panggilku sambil berbalik. Ia yang sebelumnya tengah memegangi kepala sambil menunduk kini mulai mendongak dan fokus menatapku. “ne?” tanyanya dengan tangan yang pelan-pelan turun.


“tiga hari lagi, kuharap kau datang”
“aku? ke pernikahanmu?”
“keoreom. Bisa kan?” Chanyeol tersenyum, lebih kepada dirinya sendiri. Lalu sesaat kemudian meringis sambil memegangi kepalanya.


“kau sakit?” tanyaku khawatir. “aku pasti datang” sahut Chanyeol langsung, tidak mengindahkan kekhawatiranku barusan. Oke….. mungkin lebih baik aku memang tidak mencampuri urusannya.



……………………………



Suzy POV
20:12 KST
Sinsadong J Cafe



Kupandangi layar ponselku dengan bosan. Aigoo……….. bisakah pria itu datang lebih cepat? Aku lelah menunggunya. Bahkan aku juga sudah memesan makanan untuknya. Atau……….. jangan-jangan ia tak akan datang? Bisa jadi. Ah… anio. Tak mungkin. Tadi Chanyeol membalas pesanku kok. Dia bilang ‘tunggu saja’. Eung……. Apa jangan-jangan maksud pesannya adalah………….. Tunggu saja selamanya. Aku tak akan datang. Heuhhhh…………. Awas saja jika tak datang.


Kuhembuskan nafasku lemah. Menatap makanan dihadapanku tanpa selera. Tadi aku bilang pada Chanyeol untuk menemaniku makan karena lapar. Tapi…….. sebenarnya bukan karena itu. Ini lebih karena……….. aku merindukannya. Merindukan pria bawel itu. Padahal cuma seminggu tak bertemu, tapi rasanya sudah semenyesakkan ini. Apalagi saat aku menikah nanti ya? Pasti Seung Ho akan membatasi semuanya, termasuk pergaulanku.


Jinjja! Park Chanyeol. Datanglah. Bogoshipo. Ya… seminggu belakangan, aku memang putus komunikasi dengannya. Sebenarnya hanya sekedar mencoba menjaga jarak. Jujur saja, aku takut. Takut jika prasangkaku benar. Takut jika sebenarnya aku mencintai namja yang baru sebulan kukenal itu lebih dari yang kukira. Takut jika aku semakin dekat dengannya, aku akan melakukan hal bodoh saat ikrar pernikahanku nanti. Hmmm………… bisa dibilang, aku sedang menahan diri. Mengantisipasi hal buruk itu sebelum terjadi.


Tapi pada akhirnya pertahananku runtuh juga. Tepat di hari ketujuh, aku malah mengiriminya pesan dan mengajaknya makan malam. Tak perduli kalau tiga hari lagi aku akan menjadi milik orang. Bukankah seharusnya seorang calon istri yang baik tidak keluar rumah saat tanggal pernikahannya sudah semakin dekat? Bahkan tak sampai 100 jam lagi, statusku akan berubah menjadi seorang istri. Ini mengerikan. Bagai mimipi buruk yang tak kunjung usai.


Seharusnya seorang calon istri yang baik tidak keluar dengan pria lain, bukan? Seharusnya tidak merindukan pria lain, bukan? Seharusnya tidak jatuh cinta dengan pria lain, bukan? Mungkin itu memang bukan aku. Bukan calon istri yang baik. Bahkan aku juga tak bisa menjamin kehidupan pernikahanku setelahnya. Apa aku bisa menjadi istri yang baik untuk namja tanpa cela seperti seorang Yoo Seung Ho?


“Suzy” aku tersenyum begitu mendengar seseorang menyapaku. Tapi hanya sesaat, karena setelahnya aku mulai yakin kalau suara tadi bukanlah suara Chanyeol tapi…………….. “Seung Ho oppa, k..ka..kau……. disini?” serentak sarafku melemah. Langsung lemas begitu melihat Seung Ho menempati kursi yang seharusnya diduduki Chanyeol. Aku menggigit bibir bawahku, menahan tangis yang mendesak minta keluar. Aigooo…………. Bagaimana bisa aku merasa sesedih ini saat pria dihadapanku sedang tersenyum? Aku berusaha ikut tersenyum tapi dadaku sakit, seolah disentak-sentak dengan besi. Dihunus oleh pedang bermata dua yang kelewatan tajamnya. Mataku panas, tanganku gemetaran. Aku kesal. Demi Tuhan, aku ingin berteriak kearahnya ‘APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?’


“kau sudah memesan?” tanyanya saat melihat makanan yang tersaji didepan kami.
“sudah dingin. Pesan yang baru saja” jawabku sedikit tertahan. Agak tersengal karena menahan tangis.
“dimana Chanyeol?” lanjutku. Tak kuasa menahan rasa penasaranku yang menggila. Aku kesini mau bertemu dengannya, mau bercanda dengannya. Bukan mau makan malam dengan pria sempurna yang satu ini. Aku ingin pria tak punya otak yang biasa menemaniku makan saja yang datang. Aku ingin pria biasa yang kemana-mana hanya memakai kaos saja, bukannya pria berkemeja yang terlihat begitu rapi. Bukan dia. Bukan Yoo Seung Ho.


“kau tak suka aku datang?”
“dimana Chanyeol?” karena belum mendapat jawaban yang memuaskan, maka dengan beraninya aku tetap mempertahankan pertanyaanku. Sukses membuat Seung Ho tertegun, tak percaya dengan sikapku yang seperti ini “Suzy~aa” panggilnya lemah.


“AKU TANYA DIMANA CHANYEOL? KENAPA MALAH KAU YANG DATANG?” entah bagaimana, nada suaraku meninggi. Suatu hal yang sebelumnya tak pernah kulakukan terhadapnya kini terjadi. Dengan bringasnya, aku berteriak kearah Seung Ho. Gilanya hal ini terjadi saat tiga hari lagi kami akan berjalan bersama didepan altar. Aku bisa melihat perubahan air muka Seung Ho dengan jelas. Pria itu terkejut bukan main. Sampai-sampai bergeming dan hanya mampu menatapku tak percaya.


“kenapa kau jadi begini? APA KAU BEGITU MENGINGINKAN CHANYEOL MALAM INI HUH?” dan baru kali ini juga Seung Ho balik membentakku. Dia terlihat begitu geram hingga rahangnya kaku saat bicara tadi. Ini pertama kalinya kami terlibat pertengkaran setelah tiga tahun bersama. Dan Seung Ho terlihat sangat menyeramkan saat menggunakan nada tinggi itu. Lebih menyeramkan dari apa yang pernah kubayangkan sebelumnya.


“Yang jelas bukan kau yang kuinginkan datang” ucapku lirih. Bersamaan dengan cairan bening yang dengan kompak membentuk aliran bercabang dipipiku. Aku menatap matanya dalam-dalam, senada dengan suaraku yang mulai serak, terdengar tidak karuan. “aku tidak tahu, Seung Ho~a……….. tapi bisakah kau pikirkan ulang mengenai pernikahan kita?” mata Seung Ho lantas memicing marah padaku. Baiklah………. Sebut saja aku iblis. Dengan egoisnya berkata demikian saat undangan sudah disebar, saat semua persiapan pernikahan sudah matang, saat tiga hari lagi mengucapkan ikrar sehidup semati. Mungkian iya. Mungkin aku memang iblis.


Entah sejak kapan, suasana restoran ini menjadi luar biasa hening. Sambil menahan napas, nyaris semua pengunjung disini menatap kami penasaran. Seung Ho mencengkram lenganku dengan kuat, kemudian menarikku mengikuti langkah cepatnya. Tak perduli akan teriakanku yang kencang. Meronta-ronta minta dilepas.



……………………………………….



Tanpa bicara apa-apa Seung Ho menghentikan mobilnya tepat didepan rumahku. Ia menatap lurus kedepan, dengan ekspresi yang tak jelas menyiratkan apa. Mungkin akunya saja yang tidak peka. Sampai-sampai tak tahu perasaan apa yang terselip dibalik ekspresi semacam itu. Mungkin kesal dan kecewa yang berbaur menjadi satu. Entahlah.


Langsung saja aku turun, turut memeriahkan acara saling diam yang ia mulai terlebih dulu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku melangkah masuk dan bersikap seolah habis diantar oleh taksi. Tidak berbalik untuk sekedar menunggu mobilnya melaju pergi. Tak perduli kalau pengemudi di balik mobil itu akan menjadi suami sahku beberapa puluh jam lagi.



Seung Ho POV



Bae Suji. Bisakah kau buat rincian mengenai daftar kesalahanku? Demi Tuhan, aku sama sekali tak mengerti. Kurasa selama ini hubungan kita baik-baik saja. Aku sama sekali tak paham saat dengan begitu kasarnya kau bilang tidak menginginkan kedatanganku. Apa salahku, Suzy~a? Kenapa kau malah menginginkan Chanyeol sampai sebegitunya? Bahkan kau membentakku. Mengeluarkan nada tinggi yang sebelumnya tak pernah kudengar darimu.


Maaf karena tadi aku balik membentakmu. Maaf karena aku tak bisa menahan emosiku. Aku seharusnya menenangkanmu, bukan? Aku seharusnya menjad es batu yang meredakan amarahmu, bukan? Aku bodoh, Suzy~a. Aku malah menambahkan kertas-kertas saat api itu terbuat. Malah dengan bodohnya, membuatmu semakin emosi terhadapku. Mungkin seharusnya aku memang tidak datang. Mungkin seharusnya malam ini kau menghabiskan waktumu untuk bercanda dengan Chanyeol, bukannya melihat pria kaku dan membosankan sepertiku.


Aku tak tahu bagaimana caranya. Tapi kupastikan aku akan berubah sesuai keinginanmu. Mungkin aku tak bisa merubah karakterku secara keseluruhan, tapi setidaknya aku akan berusaha menjadi seseorang yang bisa lebih baik untukmu.  


Suzy~a…… kenapa tak bilang sejak awal kalau kau muak dengan sikapku?  Kalau kau tak pernah bilang, bagaimana bisa aku tau? Kalau aku tak tahu dimana letak salahku, bagaimana bisa aku merubah bagian yang salahnya? Bicaralah. Aku tak akan marah lagi. Aku janji.


Beri aku waktu untuk berubah. Kalau kau tetap tak suka denganku, maka dengan segala kelapangan hatiku aku akan melepasmu. Tapi…. kumohon. Beri aku waktu dulu. Beri aku kesempatan untuk mempertahankanmu dulu. Kau tau sebesar apa rasa cintaku padamu, hmm? Lebih besar dari apa yang kau bayangkan.


Maaf…… maaf karena aku mengacaukan rencana makan malam yang kau inginkan. Tapi bukankah itu manusiawi jika aku cemburu? Bahkan kau tak pernah memintaku menemanimu makan malam. Jujur saja, aku iri dengan Chanyeol. Bagaimana bisa pria yang baru sebulan kau kenal sudah bisa menikmati keindahan senyum tulusmu dalam intensitas yang lebih sering dari yang kudapat. Bukannya aku egois dengan menahanmu disebelahku, hanya saja…………… beri aku waktu dulu. Melepas seseorang yang paling kau inginkan dalam hidup bukanlah hal yang mudah, Bae Suji. Dan kau…… aku membicarakanmu. Dengan senang hati kubilang, kau adalah orang yang paling kuinginkan dalam hidup. Sesulit itukah untuk dipahami?



A day later……………….



Author POV



Seorang pria tengah duduk di ruang tengah, berhadapan langsung dengan sebuah piring kecil dan segelas air diatas meja. Piring tersebut terlihat lengang, hanya terdapat dua buah kapsul berwarna putih-biru yang nampak serupa. Sudah nyaris lima menit pria itu hanya duduk, memandang kedepan dengan tatapan kosong. Wajahnya terlihat letih, terlihat tak lagi punya semangat hidup.


“kau sakit radang selaput otak dan satu-satunya obat yang kau minum hanya dua buah kapsul vitamin?” Chanyeol menggerakkan bola matanya, mencoba melirik pria yang baru saja memberikan sambutan selamat pagi yang sama sekali tak ingin ia dengar. “apa kau sebegitu melaratnya hingga tak bisa membeli obat yang lebih benar, eh?” lagi-lagi pria itu berucap, lebih terdengar seperti mendengus.


Chanyeol tak merespon. Setelah sekian lama hanya memandangi vitamin itu, akhirnya ia mulai mengulurkan tangannya. Mengambil dua kapsul itu dan memasukkan keduanya sekaligus, berbarengan dengan segelas air yang langsung habis dalam sekali tegukan. “kau tak ke kantor?” tanya Chanyeol sambil berdiri. Ia menoleh kearah Joon Myeon, sementara tangannya bergerak meraih piring dan gelas diatas meja. “dengan wajah lebam seperti ini?” decak pria itu langsung, sembari berbalik dan menunjuk wajahnya sendiri dengan kesal. “yang benar saja….. reputasiku dikantor bisa merosot tajam gara-gara ini” dumel pria itu setelahnya, langsung membanting tubuhnya di sofa dan menyambar remot tv yang tergeletak dihadapannya.


Chanyeol menghela nafas, kemudian mulai melangkahkan kaki menuju dapur. “eh… Josimhae. Semalam kau memecahkan gelas lagi kan?” Joon Myeon tiba-tiba membalik tubuhnya, berteriak menyuruh Chanyeol hati-hati.


“ne.. arasseo” jawab Chanyeol pelan. Ia tahu, otot dan persendiannya semakin hari semakin lemah. Sudah ada lima gelas pecah karena tangannya yang tiba-tiba lemas saat menggenggam. Joon Myeon bahkan sudah mengganti beberapa peralatan makannya dengan piring plastik yang dijamin tak akan pecah walau terjatuh ataupun sengaja dibanting.



………………………………………….



Suzy’s private room, Suzy’s home
09:21 KST
Suzy POV



Srreeetttt….. Aku mengernyit, tepat saat wajahku tertimpa sinar matahari yang luar biasa menyilaukan. Membuatku mau tak mau  membiarkan mimpiku lenyap ditelan pagi yang seenaknya datang. Aku sudah punya rencana untuk bangun, tapi sayangnya tubuhku sama sekali tak mau diajak kerja sama. “YAYAYAYA….... calon pengantin! Cepat bangun!” mendengar lengkingan suara yeoja itu, maksudku Hyun Mi, mataku langsung terbuka lebar secara refleks. Tentu saja aku kaget, sudah beberapa minggu ini kami tidak saling berhubungan. Tepatnya saat pertengkaran hebat kami waktu itu. Waktu dia mati-matian menasehatiku dan menuduhku berselingkuh. Cih…… bagaimana bisa ia berkata seperti itu? aku berselingkuh dengan Chanyeol?


Hmm….. tapi…………… bisa jadi ia benar. Mungkin aku memang sedang berselingkuh sekarang. Maksudku, kuakui aku mulai menatapnya sebagai seorang pria. Seorang pria yang kuinginkan berdiri menungguku didepan altar. Tck….. sial. Ini sudah terlalu jauh.


“Hyun Mi………….. kau…………..”
“aish….. Bae Suji. Dua hari lagi kau akan jadi istri orang. Bagaimana bisa kau bangun sesiang ini?” kuakui aku muak mendengar omelan gadis yang satu ini, tapi untuk sekarang aku merasa sungguh bahagia mendengar ocehannya lagi, bahkan yang saat ini kulakukan adalah tersenyum, bukannya balik mengomel seperti biasa. Jujur saja aku merindukan omelannya itu. Rasanya seperti bertemu eomma lagi.


“Hyun Mi~a…..bogoshipo” keluhku sambil beranjak dari ranjang dan menghampirinya.
“kau pikir aku tidak merindukanmu huh?” Hyun Mi langsung menarik tanganku dan memelukku.
“eh.. ibunya Seung Ho akan datang hari ini, kan?” mataku yang sedang terpejam langsung terbelalak lebar begitu mendengar suara Hyun Mi yang sangat jelas. Dengan cepat aku menjauhkan tubuhku dari Hyun Mi dan memandangnya resah. “kau lupa ya?” tebak gadis itu tepat sasaran.


Aku benar-benar lupa. Sebenarnya, selama dua hari kedepan, maksudku sampai acara pernikahanku nanti, ibu Seung Ho akan menginap disini. Akan menemaniku. Aku tak tahu atas dasar apa ia ingin menginap disini, mungkin ingin menasehatiku lagi. Ingin bilang kalau aku bukanlah menantu idaman. Ingin bilang kalau aku bukan calon istri yang baik untuk anaknya atau mungkin ia kesini ingin mengajariku caranya mengaduk teh.


“sudah sana mandi! Paling tidak jam 11 siang nanti calon mertuamu baru datang”
“ne…… arrasseo”



……………………………….



Aku baru saja selesai berpakaian saat suara klakson mobil terdengar samar dari kamarku. Lalu sepersekian detik setelahnya pintu kamarku diketuk dengan keras, kemudian dibuka begitu saja hingga terlihat seorang gadis yang nampak panik. “eh… keluar,…… cepat keluar! Bukakan pintunya!”


Aku mendengus “suruh bibi saja yang buka” jawabku tak perduli.
“tck….. cepat buka, Bae Suji” tegas Hyun Mi, membuatku tak punya pilihan.
Aku disertai Hyun Mi setengah berlari menuju pintu masuk. Kemudian menarik nafas berulang-ulang sembari mengatur ekspresi terbaik tepat didepan pintu. Aku menatap Hyun Mi sambil meringis, namun yang kutatap malah mendorong-dorongku semakin dekat dengan kenop pintu. Aish…. Sama sekali tak membantu.


Akhirnya dengan gerakan tangan ragu aku membuka pintu. “anyyeong haseyo” aku langsung menyapa dengan ramah. “anyyeong haseyo” balas wanita setengah baya itu sambil tersenyum. Hyun Mi lantas berdiri disampingku, ikut tersenyum dan menyapa ibu Seung Ho dengan sopan.


“masuk eomonim” ucapku mempersilakan. Ibu Seung Ho menganggukan kepalanya disertai senyum tipis,  ia berjalan memasuki rumahku dengan mata yang mengedar keseluruh penjuru ruangan. Membuat suasana mengintimidasi yang persis sama seperti yang Seung Ho ciptakan. Bahkan kurasa suasana mengintimidasi yang dikeluarkan oleh nyonya Yoo jauh lebih parah dari yang anak prianya hasilkan. Aish….. bagaimana bisa aku hidup ditengah-tengah suasana semenyeramkan ini nantinya?


Aku dan Hyun Mi berjalan berdampingan tepat dibelakangnya. Dengan frustasi aku menunduk, tak terbayang dibenakku bagaimana suramnya hari yang akan kualami 48 jam kedepan. Aish…… neraka. Ini namanya neraka.


“apa yang biasanya kau lakukan jika ada tamu?” tanpa terduga, wanita itu berbalik. Membuatku tersentak dan segera menoleh kearah Hyun Mi, jelas minta bantuan. “biasanya…… biasanya aku……”


“kau tak menawarkan minuman?” ibu Seung Ho memandangku dengan ekspresi ‘tuan rumah macam apa kau ini’ lalu menggelengkan kepalanya seolah sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki sikapku. Seolah sudah terlanjur putus asa dengan keinginan anaknya untuk menikahiku.


“eomonim mau minum apa?” tawarku cepat, tepat setelah wanita itu kembali berbalik memunggungiku.
“coba buatkan teh”



TBC


Comments

  1. wow daebak,, mianhae thor gk komen dichap sebelumnya. soalnya buat komen diblog itu susah bgt#aku bacanya lewat hp, jd bwt komen susah bgt. udh coba brx2, jadi mianhae gk bisa kasih tanggapan yg memuaskan.. tapi ff mu bagus bgt

    ReplyDelete
    Replies
    1. aduh! iya.... dimaklumin! emang susah bgt komen di blogspot;,(

      Delete
  2. keren kok. ceritanya itu lo ngena bgt. kasian chanyeol sama suzy. sama" suka tapi terhalng sesuatu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ngena apa? sesuatu apa? hehe... oke oke ngerti! makasih ya komennya^^

      Delete

Post a Comment

Popular Posts