Before Marriage part 6 (what was my fault?)
Suzy’s home
10:35 KST
Author POV
Sebelum keluar kamar, Suzy menyempatkan diri untuk berbalik
menghadap kaca, memastikan kalau penampilannya sudah cukup baik untuk diajak
keluar. Siang ini ia hanya harus menemui Joon Myeon, jadi sepertinya shirtdress
dan stocking sudah lebih dari cukup untuk membingkai tubuhnya. Suzy menyambar
tas jinjingnya dan segera beranjak keluar kamar. “bi.. aku keluar sebentar!”
teriaknya tanpa menghentikan langkah.
Selama berjalan, Suzy mengecek tas-nya dengan repot,
memastikan kalau semua barang wajibnya sudah ada disana. Ya.. sebut saja
ponsel, dompet, alat make up, dan bla bla bla. Tanpa mengalihkan perhatian, ia membuka
pintu rumah dengan sebelah tangannya yang bebas. Dan tepat saat pintu itu
terbuka, Suzy mematung. Gerakan tangannya langsung terhenti, terkesiap begitu
melihat seseorang tepat di depan pintu yang baru saja ia buka. Tangan orang itu
sudah terulur ke depan, nyaris menyentuh bel.
“Seung Ho~a, kau disini” sapa gadis itu asal. Dengan ulasan
senyum tipis seadanya.
“ne.. aku baru sampai” Suzy mengangguk. Tak tahu harus
bereaksi seperti apa lagi. Dia bingung. Jangan bilang kalau pria ini mau
mengajaknya pergi. Jangan bilang kalau ia harus membatalkan janjinya dengan
Joon Myeon. Ah.. tapi bukankah akan selalu begitu? Kalau Seung Ho repot-repot
ke rumahnya di hari kerja, maka bisa dipastikan namja itu akan mengajaknya
pergi.
Suzy sudah bergerak gelisah di depan Seung Ho. Menatapnya
dengan tatapan ‘apa maumu disini?’
lalu kembali mengeluarkan senyum seadanya. Tck….. cepatlah bicara! Gadis itu
tak bisa berpura-pura terus. Ia bukan seseorang yang pandai ber-acting. Sama
sekali tidak berbakat.
“undangannya” Seung Ho mengangkat beberapa surat undangan di
tangannya, sukses membuat raut wajah Suzy berubah bagai kilat “Jinjja? Surat
undangan kita? sudah jadi?” dengan antusias, Suzy langsung menyambar salah satunya
dari tangan Seung Ho, memperhatikan bagaimana warna emas, perak dan lavender itu
menjadi perpaduan sempurna untuk surat undangannya yang nampak luar biasa
cantik dan elegan. Undangan pernikahan mereka. Bae Suji dan Yoo Seung Ho.
“kau suka?” tanya Seung Ho lembut. Dengan penuh perhatian,
ia mengelus puncak kepala gadisnya, terlihat begitu bahagia saat melihat calon
istrinya itu tersenyum tak percaya “keurae. Ini mengagumkan. Aku tak pernah
melihat yang sekeren ini sebelumnya” Suzy bicara dengan penuh ketertarikan,
bahkan bisa dibilang nyaris memekik. Sedetikpun ia tak mengalihkan pandangan
kagumnya dari surat undangan itu, masih belum puas melihat benda dalam
genggamannya yang tampak berbinar. Tak dipungkiri ia merasa begitu bahagia,
melihat sesuatu yang sejak dua bulan lalu sudah dipesan kini berada dalam
genggamannya.
“kurasa untuk kerabat dekat lebih baik kita kirim sendiri”
“sisanya…………”
“sudah. Sudah dikirim semua” Sela Seung Ho.
“memangnya ada berapa lagi yang belum dikirim?”
“tidak banyak. Hanya delapan surat. Kalau kita pergi
sekarang, mungkin kita bisa pulang sebelum malam” ujar pria itu sembari melirik
arlojinya.
“m..ma..maksudmu sekarang? kita pergi………. sekarang?” tekan
Suzy panik.
“keureom”
“kau tidak ke kantor, oppa?”
“oppa? bukankah tadi kau memanggilku Seung Ho~a?” Seung Ho
mendekatkan wajahnya kearah Suzy, dengan ekspresi ‘sebenarnya kau mau memanggilku apa?’ lalu tersenyum dan menegakkan
tubuhnya kembali. Seung Ho menghela nafasnya setengah hati lalu menatap
langsung mata lawan bicaranya “kau bebas memanggilku apa. Yang penting kau
nyaman bila denganku” ujarnya lemah. Dan entah kenapa, justru nada lemah yang
ia gunakan itu sukses membuat Suzy terhenyak. Diam dan langsung menunduk
tertahan.
“mianhae oppa”
“kajja” Seung Ho menyentuhkan telapak tangannya ke tangan
Suzy. Berusaha menggenggam tangan gadis itu dengan cara terlembut yang ia bisa.
Semenjak tau kalau gadisnya pergi ke sebuah acara besar dengan namja lain, ia
jadi lebih berhati-hati menjaga gadisnya. Takut kalau gadis yang ia pertahankan
selama 3 tahun itu menjadi milik orang lain karena kesalahan yang bahkan ia tak
tahu.
“chakkaman! Kau tidak ke kantor?” Suzy mengulang
pertanyaannya, cukup berhasil membuat Seung Ho berhenti lalu menoleh menatap
Suzy yang langsung tertegun.
“ini surat undangan pernikahan kita. Perusahaanku tak ada
artinya jika dibandingkan dengan ini” Seung Ho bicara dengan raut serius,
sembari mengangkat semua surat undangan yang ia genggam. Suzy lantas
mengangguk, tak punya daya lagi setelah mendengar ucapan Seung Ho yang begitu
manis. Semuanya benar-benar membuat Suzy bingung. Dia harus bilang apa pada
Joon Myeon? Tck…. Seung Ho~aa…… kenapa selalu begini? Kenapa tak mengabarinya
dulu jika ingin mengajak pergi? Kenapa selalu membuatnya tak memiliki pilihan?
Kenapa selalu membuatnya mengangguk saat kau bicara?
………………………….
11:13 KST
Chanyeol POV
Padahal belum jam makan siang, tapi aku sudah bisa menemukan
orang-orang kantoran keluar bergerombol dengan rekannya. Ya.. aku memang sedang
berada persis dipinggir jalan raya. Baru saja keluar dari sebuah gedung
apartemen yang ditinggali PD Han, sutradara Blue Wedding Day. Hanya
menyerahkan beberapa lembar naskah yang ia minta ganti. Kuharap ia suka dengan
perubahan yang kulakukan. Tidak banyak, aku hanya mengganti adegan Young In dan
Dae Hyun sedikit saja, tapi dengan gaya penulisan terbaik yang kubisa. PD Han
bilang, dialog naskah sebelumnya terlalu lemah, jadi aku harus mengganti dengan
yang baru. Dengan dialog yang lebih kuat, yang lebih bisa membuat para penikmat
film merasa terhentak. Kurang lebih begitu kata PD Han, lengkap dengan gaya
dramatis yang terlihat super aneh. Apa semua sutradara selalu begitu?
Baiklah….. lupakan saja! Itu lebih baik daripada aktornya yang begitu. Dramatis
itu perlu tapi tidak dalam porsi yang berlebih. Benar kan?
Aku baru saja hendak menoleh ke arah halte, saat
“Arrggghhhh” sebuah erangan lolos dari
mulutku. Tck…. Leherku terasa sakit (lagi). Entah ini memang seharusnya begini
atau karena aku sudah tau mengenai penyakitku, kaku dan kejang leher yang
kualami malah semakin sering datang. Membuatku tampak mengenaskan karena merasa
mau mati saat hanya ingin menunduk atau menoleh. Aigoo…. dengan leher seperti
ini, aku benar-benar merasa…………..abnormal?
Dengan gerakan perlahan, aku membalik tubuhku sepenuhnya.
Menatap lurus kearah halte yang mulai padat. Ah… melihat keramaian begitu, aku
malah jadi ingin makan. Eh.. iya! Makan. Sudah jam berapa ini? aku mau makan
siang. Tapi…… aku tidak mau makan sendirian. Tanpa membuang waktu, segera saja kurogoh
saku belakang celanaku, mengambil ponsel dan langsung fokus membuka kontak.
Nama pertama yang kupikirkan adalah Joon Myeon, dia harus menemaniku makan.
Dengan lihai tanganku bergerak mengutak-atik ponsel, hingga saat ini nama
‘Myeonie’ terpampang jelas dilayar. Butuh waktu lima detik bagiku untuk
memutuskan menghapus daftar Joon Myeon menjadi teman makan siangku. Aigoo…….
dia itu pekerja kantoran yang dipastikan sangat sibuk. Walaupun sekarang sudah
hampir jam makan siang, paling ia tak akan punya cukup waktu untuk menemaniku.
Jadi….. aku kembali menggerakkan jariku diatas keyboard. Siapa lagi orang yang
bisa kuajak makan siang jika Joon Myeon tak bisa? Ya.. sudah pasti gadis cerewet itu.
Setelah menekan tombol panggil aku segera menempelkan layar
ponselku di telinga. Dan telfonku diangkat saat nada sambung ke-tiga berakhir. “baru saja aku mau menelfon Joon Myeon”
sambutan model apa itu? bukannya bilang ‘Yoboseo’
ia malah mengucapakan kalimat yang membuat keningku berkerut.
“menelfon Joon Myeon untuk apa?”
“ei……… berhubung kau
menelfon, tolong bilang pada Joon Myeon ya..
bilang kalau aku tidak bisa menemuinya. Seung Ho oppa menjemputku
tiba-tiba tadi. Demi Tuhan aku sudah rapi dan bersiap untuk menemuinya,
tapi……………..”
“Joon Myeon? Mengajakmu bertemu?” selaku tak percaya.
Sejenak otakku langsung kosong, kemudian di detik selanjutnya malah berpikir
cepat hingga membuat kepalaku sakit.
“ne.. dia menyuruhku
menemuinya di taman samping kantornya. Eh.. sekalian bilang, sebenarnya aku mau
mengabarinya dari tadi, tapi aku tak berani mengeluarkan ponsel karena Seung Ho
selalu mengeluarkan suasana mengintimidasi selama di mobil. Sekarang aku sudah
berada di luar, jadinya………” tanpa menunggu kalimat Suzy usai, aku segera
mematikan sambunganku dan mengerang keras memaki Joon Myeon. Sial. Mau apa dia
bertemu Suzy? Cih…… bodoh. Bukankah itu terlalu jelas Park Chanyeol?
Baiklah. Sekarang aku butuh taksi. Persetan dengan
penghematan pengeluaran bulanan. Aku harus segera sampai di hadapan Joon Myeon
dan memberinya pelajaran. Kukira dia bisa dipercaya. Tapi ternyata………….. ck.,…
Lalu apa gunanya ia berjanji?
……………………………………
Joon Myeon POV
11:24 KST
Sinsadong public park
Nyaris setengah jam sudah aku duduk disini, ditemani plastik
bekas roti dan cup bubble tea kosong yang berserakan diatas meja kayu tepat
dihadapanku, menatap lurus kearah aliran tenang danau buatan yang terletak
persis ditengah-tengah taman. Ya.. aku sedang menunggu gadis itu. Suzy.
Aku tak begitu yakin dengan apa yang akan kulakukan
sekarang. Maksudku………….. apakah perbuatanku saat ini sudah cukup benar? Atau
malah salah? Aku kesini mau memberitahukan Suzy tentang penyakit Chanyeol. Aku
tak bisa menyimpan hal seberat ini sendirian. Aku benar-benar merasa tak
tenang. Coba pikir, sahabat mana yang akan membiarkan temannya mati begitu
saja? Terlebih aku juga merasa cemas dengan fakta bahwa akulah satu-satunya
orang yang tahu tentang penyakit itu, maksudku selain Chanyeol sendiri dan
dokter yang menanganinya.
Dan yang kupikirkan semalaman hanyalah……………. Siapa kiranya
yang bisa membuat pria itu mau merubah pikirannya dan mulai pergi berobat?
Sebenarnya ketakutan Chanyeol hanya satu, yaitu gagal. Dia takut operasi atau
pengobatannya gagal. Dia takut kalau penyakitnya tak bisa hilang total. Aku tau
ini pilihan yang sulit, tapi setidaknya pria itu harus mencoba kan? mau
berharap lewat mana lagi selain operasi? Walau kemungkinan sembuhnya kecil,
tapi selagi masih ada harapan kenapa tidak diambil?
Aku mendengus keras, senada dengan gerakan tanganku yang
mulai menyambar ponsel diatas meja. Membuka kontak terakhir yang kuhubungi dan
siap menghubunginya lagi. Tapi belum sempat tanganku bergerak, panggilan lain
masuk. Jong Guk sonsengnim.
“Yoboseo………… aku baik sonsengnim………………… kapan? Minggu
besok?......................... ada pementasan lagi ya?.......................
baik. Saya bisa……………………… iya sonsengnim, Chanyeol sedang sangat sibuk. Ia
bekerjasama dengan seorang sutradara dan sekarang naskahnya sedang diproses……………………
Blue Wedding Day………………………… arasseo, akan kusampaikan padanya……………ne? aku?...……….pementasan
baru ya?......................... baik, minggu ini saya ke Gwang-Mun…………… baik…………..ne,
Anyyeong”
Aku meletakkan ponselku kembali. Menatap benda persegi
panjang itu sambil mendengus tak percaya. Padahal aku sudah lulus kuliah, tapi
tetap saja setiap bulan harus ke
Gwang-Mun. Awalnya hanya diminta sekali karena kekosongan pemain, tapi
lama-lama aku menjadi lebih sering diminta bermain, bahkan tak jarang menjadi
pemeran utama. Tck…… aku tau aku dibayar, tapi…………. ayolah, aku bukan tipe
namja yang bisa menghafalkan dialog teater dengan cepat, lagipula aku juga
butuh istirahat kan? huft…… beginilah rasanya menjadi murid patuh yang tak bisa
menolak permintaan gurunya. Bahkan setelah lulus sekalipun. Menjadi pemeran
teater di universitas adalah pekerjaan sampinganku. Padahal aku tak pernah
mengambil jurusan seni sama sekali. Ini semua gara-gara Chanyeol, dia yang
mengenalkanku pada Jong Guk sonsengnim hingga akhirnya seperti ini. Tunggu dulu,………… kenapa aku
malah membahas pekerjaan sampinganku? Cih……. Kenapa sejauh ini sih? Baik…
kembali ke Suzy…….. dimana gadis itu? Kecelakaan kah? Jinjja! Apa semua
perempuan selalu tak bisa tepat waktu? Menyebalkan. Aku kan juga harus kembali
ke kantor. Baiklah……. Ditelfon sajalah.
Aku kembali menyambar ponselku, namun……………….. DEG. Aku
terpaku. Menatap lurus kearah sosok seseorang dibelakang yang terpantul lewat
layar ponselku yang gelap. Semuanya terjadi begitu cepat. Hingga yang kusadari
saat ini hanyalah tubuhku yang sudah ditarik berdiri, lalu dihajar hingga
terpelanting menghantam meja kayu yang keras.
“Chanyeol” panggilku serak. Sekedar memastikan kalau yang
barusan memukulku adalah pria itu. Mataku tak dapat melihat dengan jelas karena
pukulan tadi. Semuanya menjadi kabur dan aku hanya bisa merasakan kerah
kemejaku dicengkram olehnya. “mau apa kau? Kenapa menyuruh Suzy kesini?”
tanyanya dengan nada geram. Dan dari suara dan pertanyaan itu, maka aku sudah
yakin benar kalau orang yang berada dihadapanku sekarang adalah dia. Park
Chanyeol. Tapi….. kenapa? Kenapa malah dia yang datang?
“KENAPA KAU MEMBOHONGIKU, HUH?” karena tak kunjung mendapat
jawaban, pria itu kembali berteriak tepat didepan wajahku. Senada dengan
tangannya yang bergerak cepat, kembali menghajarku. Membuat cairan kental
berwarna merah pekat keluar dari hidung dan sudut bibirku. Aku tak mengerti
kenapa dia semarah ini padaku. Kenapa dia begitu takut memberitahukan semuanya
pada Suzy. Kenapa dia sampai menghajarku seperti ini hanya karena alasan
sederhana. Demi Tuhan, aku ingin balik menghajarnya. Membuatnya jatuh
tersungkur lalu membentaknya habis-habisan. Tapi disisi lain, aku tau pria ini
sedang merasa luar biasa kacau, jadi lagi-lagi aku mencoba meredam amarahku dan
malah balik menatapnya dengan tatapan iba. Mencoba bersikap dewasa didepan
namja kekanakan yang tak punya otak ini.
“KAU SUDAH BERJANJI PADAKU, KIM JOON MYEON” Chanyeol mengarahkan matanya yang berapi-api
tepat kemataku, dengan cengkraman yang menguat dan gigi yang bergemelatuk. Bisa
dipastikan ia juga sedang menahan kemarahan hebat terhadapku.
“kau tau? Kau sama sekali……………… bukan teman yang baik” dengusnya.
Membuatku habis kesabaran dan mendesah frustasi menatapnya. “aku kasihan
padamu” ujarku beberapa detik setelahnya, dengan volume terpelan yang mampu ia
dengar. Dan kurasa sudah lebih dari cukup untuk membuat amarahnya kian melonjak.
“kau…… kukira kau namja yang kuat” ujarku tenang, sambil
tersenyum miris dan menatapnya kasihan. “tapi ternyata tidak” sambungku.
Sejenak cengkraman di kerah kemejaku mengendur, tatapan matanya yang tajampun
mulai melemah. Mulai berubah menjadi
tatapan menuntut penjelasan “kau tak lebih dari namja pengecut yang dibungkus
oleh tubuh yang lemah. Menyerah hanya karena vonis dokter? Yang benar saja!”
kali ini Chanyeol benar-benar melepaskan cengkramannya, kemudian mundur
selangkah dengan gerakan putus asa.
“kau bahkan tak pantas diberi kehidupan” lanjutku dingin. Sembari
menghapus darah dibibirku dengan kasar. Cih,….. aku kesini bukan untuk dihajar.
Sialan. Bagaimana caranya aku kembali ke kantor dengan penampilan seperti ini?
“apa yang membuatmu setakut ini?” tanyaku, lantas berjalan
kearah kursi dan duduk diatasnya sambil meringis. YAK! Punggungku sakit. Tadi
terhantam meja dan rasanya benar-benar nyeri. Tck…… jangan-jangan tulang
punggungku retak, atau malah patah. Aish,….. sejak kapan seorang Park Chanyeol
punya tenaga sebesar itu?
“aku……………… hanya tak mau Suzy tau. Hanya itu” ujarnya ragu.
”kenapa? Kenapa dia tak boleh tahu?” tanyaku tak mengerti.
“Untuk apa dia tau?” bukannya
menjawab, pria itu malah membalas pertanyaanku dengan pernyataan lain.
“aku tak sanggup menyimpan rahasia sebesar ini sendirian,
Chanyeol~a….. tak bisakah kau mengerti?”
“kumohon. Hanya sebentar, sungguh.…………… aku akan kembali ke
Daejeon secepatnya. Blue Wedding Day selesai, aku akan pergi. Aku janji”
“bukan begitu, bodoh. Kau kira dengan kau pergi aku bisa
berhenti merasa bersalah?”
“merasa bersalah kenapa? Penyakitku tak ada hubungannya
denganmu”
“tapi aku tahu tentang penyakitmu, dan coba pikir! Aku tak
mungkin membiarkanmu begini! Setidaknya usaha untuk sembuhlah. Jangan begini!
Jangan pasrah begini”
“ini pilihanku”
“pilihan yang tidak masuk akal” dengusku
“kurasa ini yang terbaik”
“mati kau bilang terbaik, eh?” aku benar-benar tak habis
pikir. Sebenarnya apa yang ada di otaknya? Kenapa manusia yang punya kadar
kenarsisan diluar normal bisa menjadi sepesimis ini? ah…. Ya Tuhan, aku
benar-benar menginginkan Chanyeol yang dulu. Setidaknya dulu dia tidak sebodoh
ini.
“mati itu lebih baik daripada menjadi cacat kan?” namja itu
berucap sambil memejamkan mata. Seolah apa yang ia ucapkan barusan adalah
perkataan paling logis di seluruh dunia. Jinjja……. Si bodoh ini!
“cacat jika tak berhasil. Kau masih bisa sembuh total kok!”
“sudahlah! Lihat jam berapa sekarang! Waktu makan siangmu
habis” cetusnya, terlihat muak dengan pembicaraan kami siang ini. Cih…. Dia
pikir aku tak muak? Membicarakan penyakit? Apa bagusnya?
“oh.. bagus! Setelah menghajarku sampai begini, kau malah
menyuruhku kembali ke kantor?” Chanyeol menoleh, memperhatikan bercak darah di
sudut-sudut bibirku, lalu mengeluarkan senyum lebar yang menjijikan. Sebenarnya
dia merasa bersalah atau tidak, huh?
“mianhae” Chanyeol mengelus leher belakangnya dengan kikuk.
“telfon atasanku. Katakan aku sakit” tanpa
memperdulikannya yang masih sibuk membuat tampang-tampang minta dikasihani, aku
segera berlalu. Aku mau pulang. Mukaku sakit, punggungku sakit. Pasti besok
wajahku akan lebam, pasti akan membiru. Aish…. Apa bisa cepat sembuh? Minggu
besok aku kan ada pementasan. Ah… Jinjja!
…………………………….
Seung Ho’s car
21:43 KST
Suzy POV
Nyaris sepuluh menit sudah aku terdiam dalam posisi seperti
ini. Bersandar lemah di sandaran jok penumpang dengan mata yang memandang ke
luar, ke lampu-lampu jalan yang seolah berjalan berlawanan arah ke belakang.
Aku lelah sekali. Seharian penuh kesana kemari mengantar undangan. Sebenarnya bisa
saja dikirim lewat pos, tapi demi kesopanan, untuk kerabat dekat maka lebih baik dikirim
langsung oleh calon pengantinnya.
“apa teman-temanmu sudah diundang semua?”
Aku menoleh pelan, kemudian mengangguk setelahnya. “sudah.
Sudah semua. Teman-temanku memang tidak begitu banyak”
“kau yakin?”
“tentu saja. Memangnya kenapa? Apa ada seseorang yang
terlewat?” Tanyaku bingung, tak mengerti kemana arah pembicaraan Seung Ho
sekarang.
“bagaimana dengan Chanyeol? Kau cukup dekat dengannya kan?”
Seung Ho mengalihkan tatapannya padaku, sejalan dengan mobil yang mulai
memelan, kemudian berhenti. Menandakan kalau saat ini kami sudah sampai di
tujuan. Rumahku.
“Chanyeol?” gumamku tak percaya. Oh.. baiklah, undang dia
dan bunuh aku! eotte?
“kau tak mau mengundangnya, ehm?” aku menggigit bibir
bawahku dengan cemas. Rasanya mau menangis saja. Kenapa dia malah menanyakan
hal ini? bagaimana jika saat upacara pernikahan nanti, aku malah tak bisa
bicara ketika melihat pria itu disana. Di kursi gereja menyaksikanku menikah
dengan orang lain. Bagaimana jika tiba-tiba aku ingin mempelai pria-nya
diganti? Kurasa lebih baik tidak usah diundang jika kau benar-benar ingin
pernikahan kita berlangsung dengan benar, Yoo Seung Ho-ssi.
“bukankah kau juga mengenalnya dengan baik? kalau begitu,
undang saja” jawabku, pura-pura tak peduli. Sebisa mungkin mengabaikan tanganku
yang mulai gemetar. “sudah tak ada sisa surat undangan lagi. Kau bisa
mengiriminya pesan, mungkin? Atau bagaimana kalau kita datangi saja rumahnya
langsung!”
“k..ki..kita? berdua? Aku dan kau, begitu?” Seung Ho
tersenyum mendengar ucapan terbataku. “keoreom. Memangnya kenapa kalau berdua?”
“aniya….. terserah kau saja” ujarku buru-buru, kemudian
memalingkan wajah khawatirku ke arah rumah yang nampak lengang. Sepertinya appa
sudah pulang. “ah… kurasa sudah saatnya aku masuk, oppa gomawoyo” ujarku dalam
satu tarikan nafas, lalu setelahnya segera membuka pintu mobil dan bersiap
keluar.
21:49 KST
In front of Suzy’s
home
Seung Ho POV
“ah… kurasa sudah saatnya aku masuk, oppa gomawoyo” ujar
gadis itu cepat. Jelas sudah enggan untuk meneruskan pembicaraan kami yang
mulai terarah. Ia membuka pintu mobil, kemudian keluar begitu saja tanpa
menoleh. Aku lantas mendesah, senada dengan tanganku yang bergerak cekatan
membuka pintu kemudi disebelahku. Setengah berlari menghampiri Suzy yang baru
saja menutup pintu mobil.
Aku berdiri tepat dihadapannya, menghalangi jalannya dengan
tubuhku. Suzy mendongak, menatapku dengan jengah. “ada apa?” dia bertanya
dengan nada lelah. Tck….. ada apa dengan nada bicaranya?
“kenapa? Kenapa kau jadi begini saat aku mulai membicarakan
Chanyeol?” tanyaku langsung. Tak ingin berbasa-basi lagi. Suzy meloloskan
tatapan matanya dariku, mungkin takut aku mengetahui perasaannya hanya dari
gerak matanya yang ragu.
“jadi bagaimana sih? Aku baik-baik saja”
“kau tidak punya perasaan lain terhadapnya, kan?” tanyaku,
dengan nada meminta yang menyedihkan.
“Oppa, apa maksudmu? Aku tidak mengerti” Suzy mulai bergerak
gelisah, berusaha mencari celah dari tubuhku untuk terbebas dan segera masuk ke
rumahnya. Baiklah. Aku mulai paham. Aku mulai benci dengan kenyataan yang
kuterima. Kenyataan bagaimana matanya menjadi terlihat begitu hidup saat aku
menyebutkan nama itu.
“aku tidak bodoh, Suzy~a” ujarku parau. Mendadak kehilangan
kemampuan untuk mengatur suaraku sendiri. “kau punya perasaan padanya?”
Suzy masih bergeming, menundukkan kepalanya dalam-dalam dan lagi-lagi
terlihat enggan untuk menjawab. Dan bagiku, sikap diamnya itu adalah jawaban paling
jelas yang bisa kuterima. “apa yang kau tak suka dariku? Bisa kau
memberitahukannya? Sebisaku akan kuubah sesuai keinginanmu” akhirnya aku bicara
dengan pasrah. Membuat Suzy tertegun dan menatapku dengan matanya yang mulai
berair. Demi Tuhan, aku tidak mau kehilangannya. Aku mencintainya. Sangat.
“aku harus bagaimana?
Kau ingin aku yang seperti………………….”
“aku hanya mencintaimu, Seung Ho oppa” sela Suzy. Ia tersenyum kemudian
mencondongkan tubuhnya dan memelukku. Aku tak tahu harus bagaimana sekarang.
Aku merasa kalau ia tidak sepenuh hati bicara begitu padaku. Jadi aku hanya
tersenyum hambar sembari membalas pelukannya. Membiarkan mataku mengarah jauh
ke atas langit selama tanganku mendekap tubuhnya. Mencoba memahami apa yang
terjadi pada hubunganku dan Suzy sekarang.
Badan gadis itu mulai menjauh, kemudian mendongak menatapku.
Sorot matanya terlihat tidak nyaman, tapi tetap mencoba untuk mengontrol
ekspresi wajahnya didepanku. Ayolah….. dia tak perlu bersikap seperti ini.
Kenapa dia tak jujur saja? Apa aku terlihat begitu menyeramkan di matanya?
Aku mendesah, bersamaan dengan tanganku yang terulur
mencapai wajahnya. Tubuhnya kaku ketika kusentuh. Wajahnya yang cantik tanpa
cela itupun terasa dingin dipermukaan kulitku. Setidak nyaman inikah saat
bersamaku, Suzy~a?
“sepuluh hari lagi, kau akan menjadi istriku” Suzy tersenyum
tipis begitu aku bicara. Mungkin bingung mau merespon apa, jadinya ia memilih
jawaban netral. Tersenyum.
“kau tidak keberatan jika aku……………..” Aku menatap gadis itu
sebentar, seolah meminta izin. Ia tak memberikanku reaksi apapun, tapi jelas ia
mengerti apa yang kumaksud.
Wajahku mulai mendekat, dalam sekejap sudah berhasil
merengkuh bibirnya. Hanya ciuman biasa. Tanpa tergesa-gesa dan tanpa tuntutan.
Hanya sekedar menyalurkan rasa frustasiku dalam bentuk lembut. Cuma butuh
beberapa detik sebelum akhirnya wajahku kembali menjauh darinya.
Suzy meletakkan kedua tangannya disekitar kerah kemejaku,
mengusapnya dengan gerakan pelan yang abstrak. “mianhae” ujarnya pelan, membuat
keningku berkerut. “untuk apa?” suasana hening setelahnya. Mungkin gadis itu
sedang berpikir, memilah kata terbaik untuk disusun di kalimat yang akan ia
ucap sebagai jawaban.
“bisakah aku masuk sekarang, oppa? disini dingin” tch…..
ternyata begini. Lagi-lagi ia tak menjawab dan lebih memilih mengalihkan
pembicaraan. Membuat desahan lemah lolos begitu saja dari bibirku. Ya.. dia tak
mau bilang apa alasannya meminta maaf. Maaf? Untuk apa coba? Apa maaf itu untuk suatu kesalahan yang telah ia
lakukan? Atau justru malah untuk suatu hal yang bisa jadi ia lakukan di masa
depan? Yang pasti aku tak suka mendengar maafnya. Tolong jangan lakukan apapun
yang aneh-aneh, Bae Suji.
Suzy tersenyum tipis, lalu berjalan melewatiku dan segera
membuka pagar rumahnya. “Suzy~a…..” panggilku, membuatnya lantas berbalik. Bertepatan
dengan pintu pagarnya yang baru berhasil ia buka. “kau tidak sedang
merencanakan apapun kan?”
“apa?”
“ah..anio” aku buru-buru menggeleng. Ah,,, seharusnya aku tak
menanyakan hal seperti itu. “eung…… aku cuma mau bilang…………….saranghae, naui
yeoja” aku tersenyum sambil memiringkan kepala, membuat gadis itu mengangguk
lucu dan ikut tersenyum melihat tingkahku. “nado saranghae,……………. naui namja”
balasnya tak terduga. Membuatku tak kuasa menahan senyumku yang melebar. Jujur
saja, aku syok mendengar kata ‘naui
namja’ dari bibirnya. Tiga tahun menjadi kekasihnya, aku tak pernah
melihatnya menikmati hubungan kami. Mungkin itu memang gaya berpacarannya,
tapi……………….. kurasa menjalin hubungan dimana antara pria dan wanita-nya saling
bercanda dan menggoda satu sama lain itu bukanlah ide yang buruk. Bukankah
begitu?
…………………………………..
A week later………
Seung Ho’s office (at
rooftop)
19:27 KST
Author POV
Hamparan langit luas terbentang didepan. Dengan segala
keindahan, memperlihatkan warna senjanya yang mengagumkan. Perpaduan merah dan
jingga itu hanya pembuka, untuk kepekatan hitamnya malam yang sebentar lagi
menyapa. Matahari yang sejak pagi bersinar angkuh ditengah samudra awan kini
sudah nyaris menghilang, berganti tugas dengan bulan.
Seorang pria berkemeja abu-abu tengah berdiri tegap
menghadap langit. Jemarinya sengaja ia selipkan disaku celana. Sedangkan pandangan
matanya jauh ke depan, terlihat jelas kalau pria itu sedang memiliki masalah. Berulang
kali nafasnya terhembus putus asa. Entah kenapa setelah sejauh ini melangkah,
ia justru malah bimbang. Entah kenapa setelah sejauh ini berjuang, ia malah
berpikir untuk melepas apa yang sebentar lagi menjadi hak mutlaknya. Entah
kenapa…………. Keyakinannya selama ini hilang tanpa bekas.
“sunbae” panggil namja lain, bertepatan dengan suara pintu
besi yang terbuka kencang. Suaranya terengah, jelas habis berlari.
Pria berkemeja itupun berbalik, tersenyum tipis begitu
melihat seseorang yang ia tunggu sejak tadi akhirnya datang juga. “kau datang”
“maaf, aku terlambat”
Chanyeol POV
“maaf, aku terlambat” Sesalku, lengkap dengan bungkukan
badan sopan. “gwenchanayo”
“eung…… sebenarnya ada apa?” tanyaku sambil berjalan
mendekat padanya.
“baik…. langsung saja” Seung Ho menghembuskan nafas pelan,
kemudian mengarahkan fokus sepenuhnya padaku. “Sebenarnya hubunganmu dan Suzy
itu seperti apa?”
“ne?”
“tiga hari lagi kami menikah. Tapi entahlah, aku tak begitu
yakin dengan itu. Kurasa Suzy tak nyaman dengan ini semua”
Langsung saja keningku berkerut. “Dan kenapa aku? kenapa kau
malah menyuruhku datang kesini? Kurasa itu tak ada hubungannya denganku” ujarku
tak suka.
“kau dekat dengannya. Entah sedekat apa. Yang pasti mungkin
kau bahkan lebih mengenal Suzy dibanding denganku”
“apa maksudmu? Aku baru mengenalnya kurang dari satu bulan
dan kau sudah bersamanya bertahun-tahun”
Seung Ho melangkahkan
kaki ke dinding pembatas yang tingginya hanya sepinggang, kemudian duduk disana
tanpa rasa takut. Ya.. mengingat betapa tingginya gedung ini dan dimana tempat
kami sekarang, kurasa jatuh dari atas sini bisa membuat tubuhnya menjadi kepingan
puzzle. Aku melangkah sedikit lebih dekat padanya, kira-kira hingga jarak
diantara kami terhitung dua meter. Jujur saja, aku agak ragu untuk lebih dekat
kesana. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran namja itu sekarang. Bisa jadi ia
menyuruhku kesini untuk membunuhku. Mungkin dendam karena gadisnya lebih nyaman
denganku dibanding dengan calon suaminya sendiri.
“menurutmu bagaimana? Haruskah aku melepasnya?” tersirat
jelas keputusasaan dari suaranya. Membuatku tersenyum sangsi. Ini pertama
kalinya aku melihat seorang Yoo Seung Ho frustasi.
“kenapa mesti dilepas?”
“untuk kau tangkap, mungkin?” sindirnya tajam. Baiklah…. Apa
perasaanku terhadap Suzy terlihat begitu jelas sampai pria ini dengan percaya
dirinya berkata demikian?
“lebih baik jangan dilepas” aku menghela nafas, sembari
meloloskan tatapanku darinya, “karena walau kau lepas sekalipun, gadis itu
takkan kutangkap” sambungku sambil tersenyum miris pada diriku sendiri. Aku
sakit. Sebentar lagi mati. Jadi untuk apa menangkapnya jika pada akhirnya ia
tak akan bersamaku? “aku punya masalah sendiri yang jauh lebih berat dari
masalahmu dan Suzy. Jadi kumohon jangan libatkan masalah kalian denganku”
“beraninya kau bicara begitu” desis pria itu geram. “kau
pikir siapa yang membuatnya menjadi begini?”
“jadi menurutmu, ini semua salahku? Suzy nyaman denganku dan
tidak denganmu, juga salahku?” aku menyeringai kearahnya. Membuat namja itu
membuang wajahnya kearah lain. Dia cemburu padaku, dan itu terlihat terlalu
jelas. Kata Suzy, Seung Ho itu tipe pria yang bisa mengontrol emosinya dengan
baik. Tipe pria yang cinta damai. Dan sekarang perkataannya terbukti. Dia
bahkan tak berdiri, terlebih mencoba menghajar pria kurang ajar sepertiku ini.
“Seung Ho~a…… kalau ini bisa membuatmu lebih baik,…………….
Sudah seminggu ini aku tak bertemu dengannya” aku menghela nafas sambil
tersenyum kearah lain. Entah sejak kapan, gaya bicaraku terhadapnya menjadi
begitu buruk, sama sekali tak bisa disebut sopan. Tapi ini bukan salahku, toh dia
yang menyulut amarahku duluan. “sudah seminggu ini kita putus komunikasi. Jadi
jangan khawatir……… aku bukan tipe namja tukang rebut. Aku akan cari gadisku
sendiri” Seung Ho tak bergeming. Matanya masih setia menatap jauh ke bawah,
lebih tepatnya ke jalanan penuh kendaraan yang tampak menyeramkan dari atas
sini. Kami berada dilantai paling tinggi gedung kantornya, sebuah tempat luas
tanpa atap.
Dia menyuruhku kesini tadi, katanya mau bicara. Seung Ho
bilang, ia tak bisa meninggalkan kantornya karena ada beberapa pekerjaan yang
sama sekali tak bisa ditinggal. Jadi…. akulah yang harus mengalah dan datang
kesini. Jadi, bisa dibayangkan betapa
geramnya aku saat tahu alasan kenapa harus kesini, bukan?
Seung Ho mulai mengalihkan tatapannya kembali padaku.
“menurutmu apa yang harus kulakukan?”
“tidak salah? Kau bertaya padaku?”
“tck…. Sudahlah” tukasnya frustasi. Pria itu melompat turun
dari tempatnya, kemudian berjalan pergi melewatiku.
“kata Suzy………….” Aku menggantungkan kalimatku, sukses
membuat langkah Seung Ho terhenti, tepat sebelum menyentuh pintu keluar yang
terbuat dari besi. “kau terlalu kaku” tak ada jawaban setelahnya. Mungkin pria
itu tengah berpikir. Mungkin ia sama sekali tak merasa seperti pria kaku yang
membosankan.
“kau harusnya bisa membuatnya senang dengan mengajaknya
bicara, dengan mengajaknya jalan-jalan ke tempat yang dia suka. Atau
apalah…………..”
“atau apa?” sentak namja itu sambil berbalik, aku ikut
membalik badan seraya mendesah tak percaya.
“YAA!!! Kau kekasihnya. Kau pasti tahu apa yang ia suka dan
apa yang tidak”
“tapi……. aku sudah lakukan sebisaku”
“ya kalau begitu usaha lebih keras lagi” jawabku langsung.
Ah… Ya Tuhan! Namja ini, mengapa orang sebodoh ini bisa jadi pimpinan
perusahaan besar? “Oh…. dan jangan
tiba-tiba datang kemudian mengajaknya pergi seenakmu. Kau tau? Dia benci dengan
sikapmu itu. Seharusnya kau tanya dulu, dia bisa atau tidak. Jangan egois
begitu”
“tapi aku menelfon dulu sebelumnya”
“tapi kau tak bertanya dia bisa atau tidak, kan?” Seung Ho
mengernyit tak setuju, tapi sepertinya sudah malas mendebatku. Baguslah.
Kenyataannya aku memang benar kok.
Drrttt…… drrttt…….
Aku langsung merogoh saku celanaku, mengambil ponsel dan
tersenyum tipis begitu melihat satu pesan masuk dari seseorang yang
menjadi objek pembicaraan kami selama
beberapa menit belakangan. Tanpa berbasa-basi aku membuka pesan itu, kemudian
menyodorkannya pada Seung Ho. “baca ini” Seung Ho mengerutkan keningnya tak
mengerti, namun tetap membiarkan tangannya terulur meraih ponselku.
From : Suzy
Chanyeol~a………….
temani aku makan malam, ya? Aku lapar. Lagipula sudah seminggu kita tidak
bertemu. Jebaaaaaaaaaaaaaaaal. Ya..ya.. ya.. di restoran biasa saja, bisa kan?
^_^
Seung Ho tak berkutik. Matanya lurus menatap layar ponselku
dengan tatapan kosong. Jelas miris dengan kenyataan yang ia hadapi. Tentu saja,
padahal Suzy itu calon istrinya, tapi yang ia hubungi saat dalam keaadaan
seperti ini justru aku.
“sana! temani dia makan malam!” suruhku sembari mengambil
kembali ponselku.
“dia menginginkan kehadiranmu. Bukan aku”
“jadi kau benar-benar ingin aku datang kesana dan
menemaninya makan semalaman, eh?” godaku, sukses membuat Seung Ho mendesis
kesal.
“lalu aku bisa apa, huh?”
“ini kesempatanmu, Sunbaenim. Buatlah dia merasa nyaman
didekatmu. Salah satu caranya ya dengan hal kecil seperti ini. Menemaninya
makan malam”
“aku tak yakin”
Aku langsung menyeringai, “ya sudah. Aku kencan dulu dengan
calon istrimu” ucapku sambil hendak berjalan keluar, “yayaya………” dengan
cekatan, Seung Ho langsung menahanku “aku saja”
Seung Ho POV
“yayaya……………..” segera saja aku mencekal lengannya. Apa kata
namja gila ini? kencan? Jinjja! “aku saja”
Dia mengedikan kepalanya kearah pintu, seolah menyuruhku
bergegas menemui Suzy. Mataku memejam sebentar, sebelum akhirnya berbalik dan
menjangkau pintu. Baiklah. Kurasa tidak apa jika aku meninggalkan kantor
sebentar untuk makan malam. Tapi……….. tunggu “ restoran mana?” gumamku begitu
pintu didepanku terbuka.
“Sinsadong J cafe……… tidak jauh dari sini” seolah bisa
membaca pikiranku, Chanyeol bersuara dari belakang. Aku membalik tubuhku lalu
mengangguk sambil menggumamkan nama kafe itu. “sinsadong J, baiklah….”
Aku kembali berbalik badan kearah pintu, sudah meraih
kenopnya dan hendak keluar. Namun, tubuhku memaksaku untuk berhenti, mendadak teringat sesuatu. “Park
Chanyeol” panggilku sambil berbalik. Ia yang sebelumnya tengah memegangi kepala
sambil menunduk kini mulai mendongak dan fokus menatapku. “ne?” tanyanya dengan
tangan yang pelan-pelan turun.
“tiga hari lagi, kuharap kau datang”
“aku? ke pernikahanmu?”
“keoreom. Bisa kan?” Chanyeol tersenyum, lebih kepada
dirinya sendiri. Lalu sesaat kemudian meringis sambil memegangi kepalanya.
“kau sakit?” tanyaku khawatir. “aku pasti datang” sahut
Chanyeol langsung, tidak mengindahkan kekhawatiranku barusan. Oke….. mungkin
lebih baik aku memang tidak mencampuri urusannya.
……………………………
Suzy POV
20:12 KST
Sinsadong J Cafe
Kupandangi layar ponselku dengan bosan. Aigoo……….. bisakah
pria itu datang lebih cepat? Aku lelah menunggunya. Bahkan aku juga sudah
memesan makanan untuknya. Atau……….. jangan-jangan ia tak akan datang? Bisa jadi.
Ah… anio. Tak mungkin. Tadi Chanyeol membalas pesanku kok. Dia bilang ‘tunggu saja’. Eung……. Apa
jangan-jangan maksud pesannya adalah…………..
Tunggu saja selamanya. Aku tak akan datang. Heuhhhh…………. Awas saja jika tak
datang.
Kuhembuskan nafasku lemah. Menatap makanan dihadapanku tanpa
selera. Tadi aku bilang pada Chanyeol untuk menemaniku makan karena lapar.
Tapi…….. sebenarnya bukan karena itu. Ini lebih karena……….. aku merindukannya.
Merindukan pria bawel itu. Padahal cuma seminggu tak bertemu, tapi rasanya
sudah semenyesakkan ini. Apalagi saat aku menikah nanti ya? Pasti Seung Ho akan
membatasi semuanya, termasuk pergaulanku.
Jinjja! Park Chanyeol. Datanglah. Bogoshipo. Ya… seminggu
belakangan, aku memang putus komunikasi dengannya. Sebenarnya hanya sekedar
mencoba menjaga jarak. Jujur saja, aku takut. Takut jika prasangkaku benar.
Takut jika sebenarnya aku mencintai namja yang baru sebulan kukenal itu lebih
dari yang kukira. Takut jika aku semakin dekat dengannya, aku akan melakukan
hal bodoh saat ikrar pernikahanku nanti. Hmmm………… bisa dibilang, aku sedang
menahan diri. Mengantisipasi hal buruk itu sebelum terjadi.
Tapi pada akhirnya pertahananku runtuh juga. Tepat di hari
ketujuh, aku malah mengiriminya pesan dan mengajaknya makan malam. Tak perduli
kalau tiga hari lagi aku akan menjadi milik orang. Bukankah seharusnya seorang
calon istri yang baik tidak keluar rumah saat tanggal pernikahannya sudah
semakin dekat? Bahkan tak sampai 100 jam lagi, statusku akan berubah menjadi
seorang istri. Ini mengerikan. Bagai mimipi buruk yang tak kunjung usai.
Seharusnya seorang calon istri yang baik tidak keluar dengan
pria lain, bukan? Seharusnya tidak merindukan pria lain, bukan? Seharusnya
tidak jatuh cinta dengan pria lain, bukan? Mungkin itu memang bukan aku. Bukan
calon istri yang baik. Bahkan aku juga tak bisa menjamin kehidupan pernikahanku
setelahnya. Apa aku bisa menjadi istri yang baik untuk namja tanpa cela seperti
seorang Yoo Seung Ho?
“Suzy” aku tersenyum begitu mendengar seseorang menyapaku.
Tapi hanya sesaat, karena setelahnya aku mulai yakin kalau suara tadi bukanlah
suara Chanyeol tapi…………….. “Seung Ho oppa, k..ka..kau……. disini?” serentak
sarafku melemah. Langsung lemas begitu melihat Seung Ho menempati kursi yang
seharusnya diduduki Chanyeol. Aku menggigit bibir bawahku, menahan tangis yang
mendesak minta keluar. Aigooo…………. Bagaimana bisa aku merasa sesedih ini saat
pria dihadapanku sedang tersenyum? Aku berusaha ikut tersenyum tapi dadaku
sakit, seolah disentak-sentak dengan besi. Dihunus oleh pedang bermata dua yang
kelewatan tajamnya. Mataku panas, tanganku gemetaran. Aku kesal. Demi Tuhan,
aku ingin berteriak kearahnya ‘APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?’
“kau sudah memesan?” tanyanya saat melihat makanan yang
tersaji didepan kami.
“sudah dingin. Pesan yang baru saja” jawabku sedikit tertahan.
Agak tersengal karena menahan tangis.
“dimana Chanyeol?” lanjutku. Tak kuasa menahan rasa
penasaranku yang menggila. Aku kesini mau bertemu dengannya, mau bercanda
dengannya. Bukan mau makan malam dengan pria sempurna yang satu ini. Aku ingin
pria tak punya otak yang biasa menemaniku makan saja yang datang. Aku ingin
pria biasa yang kemana-mana hanya memakai kaos saja, bukannya pria berkemeja
yang terlihat begitu rapi. Bukan dia. Bukan Yoo Seung Ho.
“kau tak suka aku datang?”
“dimana Chanyeol?” karena belum mendapat jawaban yang
memuaskan, maka dengan beraninya aku tetap mempertahankan pertanyaanku. Sukses
membuat Seung Ho tertegun, tak percaya dengan sikapku yang seperti ini
“Suzy~aa” panggilnya lemah.
“AKU TANYA DIMANA CHANYEOL? KENAPA MALAH KAU YANG DATANG?”
entah bagaimana, nada suaraku meninggi. Suatu hal yang sebelumnya tak pernah
kulakukan terhadapnya kini terjadi. Dengan bringasnya, aku berteriak kearah
Seung Ho. Gilanya hal ini terjadi saat tiga hari lagi kami akan berjalan
bersama didepan altar. Aku bisa melihat perubahan air muka Seung Ho dengan
jelas. Pria itu terkejut bukan main. Sampai-sampai bergeming dan hanya mampu
menatapku tak percaya.
“kenapa kau jadi begini? APA KAU BEGITU MENGINGINKAN
CHANYEOL MALAM INI HUH?” dan baru kali ini juga Seung Ho balik membentakku. Dia
terlihat begitu geram hingga rahangnya kaku saat bicara tadi. Ini pertama
kalinya kami terlibat pertengkaran setelah tiga tahun bersama. Dan Seung Ho
terlihat sangat menyeramkan saat menggunakan nada tinggi itu. Lebih menyeramkan
dari apa yang pernah kubayangkan sebelumnya.
“Yang jelas bukan kau yang kuinginkan datang” ucapku lirih.
Bersamaan dengan cairan bening yang dengan kompak membentuk aliran bercabang
dipipiku. Aku menatap matanya dalam-dalam, senada dengan suaraku yang mulai
serak, terdengar tidak karuan. “aku tidak tahu, Seung Ho~a……….. tapi bisakah
kau pikirkan ulang mengenai pernikahan kita?” mata Seung Ho lantas memicing
marah padaku. Baiklah………. Sebut saja aku iblis. Dengan egoisnya berkata
demikian saat undangan sudah disebar, saat semua persiapan pernikahan sudah
matang, saat tiga hari lagi mengucapkan ikrar sehidup semati. Mungkian iya.
Mungkin aku memang iblis.
Entah sejak kapan, suasana restoran ini menjadi luar biasa
hening. Sambil menahan napas, nyaris semua pengunjung disini menatap kami
penasaran. Seung Ho mencengkram lenganku dengan kuat, kemudian menarikku
mengikuti langkah cepatnya. Tak perduli akan teriakanku yang kencang.
Meronta-ronta minta dilepas.
……………………………………….
Tanpa bicara apa-apa Seung Ho menghentikan mobilnya tepat
didepan rumahku. Ia menatap lurus kedepan, dengan ekspresi yang tak jelas
menyiratkan apa. Mungkin akunya saja yang tidak peka. Sampai-sampai tak tahu
perasaan apa yang terselip dibalik ekspresi semacam itu. Mungkin kesal dan
kecewa yang berbaur menjadi satu. Entahlah.
Langsung saja aku turun, turut memeriahkan acara saling diam
yang ia mulai terlebih dulu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku melangkah
masuk dan bersikap seolah habis diantar oleh taksi. Tidak berbalik untuk
sekedar menunggu mobilnya melaju pergi. Tak perduli kalau pengemudi di balik
mobil itu akan menjadi suami sahku beberapa puluh jam lagi.
Seung Ho POV
Bae Suji. Bisakah kau buat rincian mengenai daftar kesalahanku?
Demi Tuhan, aku sama sekali tak mengerti. Kurasa selama ini hubungan kita
baik-baik saja. Aku sama sekali tak paham saat dengan begitu kasarnya kau
bilang tidak menginginkan kedatanganku. Apa salahku, Suzy~a? Kenapa kau malah
menginginkan Chanyeol sampai sebegitunya? Bahkan kau membentakku. Mengeluarkan
nada tinggi yang sebelumnya tak pernah kudengar darimu.
Maaf karena tadi aku balik membentakmu. Maaf karena aku tak
bisa menahan emosiku. Aku seharusnya menenangkanmu, bukan? Aku seharusnya menjad
es batu yang meredakan amarahmu, bukan? Aku bodoh, Suzy~a. Aku malah
menambahkan kertas-kertas saat api itu terbuat. Malah dengan bodohnya,
membuatmu semakin emosi terhadapku. Mungkin seharusnya aku memang tidak datang.
Mungkin seharusnya malam ini kau menghabiskan waktumu untuk bercanda dengan
Chanyeol, bukannya melihat pria kaku dan membosankan sepertiku.
Aku tak tahu bagaimana caranya. Tapi kupastikan aku akan
berubah sesuai keinginanmu. Mungkin aku tak bisa merubah karakterku secara
keseluruhan, tapi setidaknya aku akan berusaha menjadi seseorang yang bisa lebih
baik untukmu.
Suzy~a…… kenapa tak bilang sejak awal kalau kau muak dengan
sikapku? Kalau kau tak pernah bilang,
bagaimana bisa aku tau? Kalau aku tak tahu dimana letak salahku, bagaimana bisa
aku merubah bagian yang salahnya? Bicaralah. Aku tak akan marah lagi. Aku
janji.
Beri aku waktu untuk berubah. Kalau kau tetap tak suka
denganku, maka dengan segala kelapangan hatiku aku akan melepasmu. Tapi….
kumohon. Beri aku waktu dulu. Beri aku kesempatan untuk mempertahankanmu dulu.
Kau tau sebesar apa rasa cintaku padamu, hmm? Lebih besar dari apa yang kau
bayangkan.
Maaf…… maaf karena aku mengacaukan rencana makan malam yang
kau inginkan. Tapi bukankah itu manusiawi jika aku cemburu? Bahkan kau tak
pernah memintaku menemanimu makan malam. Jujur saja, aku iri dengan Chanyeol.
Bagaimana bisa pria yang baru sebulan kau kenal sudah bisa menikmati keindahan
senyum tulusmu dalam intensitas yang lebih sering dari yang kudapat. Bukannya
aku egois dengan menahanmu disebelahku, hanya saja…………… beri aku waktu dulu.
Melepas seseorang yang paling kau inginkan dalam hidup bukanlah hal yang mudah,
Bae Suji. Dan kau…… aku membicarakanmu. Dengan senang hati kubilang, kau adalah
orang yang paling kuinginkan dalam hidup. Sesulit itukah untuk dipahami?
A day later……………….
Author POV
Seorang pria tengah duduk di ruang tengah, berhadapan
langsung dengan sebuah piring kecil dan segelas air diatas meja. Piring
tersebut terlihat lengang, hanya terdapat dua buah kapsul berwarna putih-biru
yang nampak serupa. Sudah nyaris lima menit pria itu hanya duduk, memandang
kedepan dengan tatapan kosong. Wajahnya terlihat letih, terlihat tak lagi punya
semangat hidup.
“kau sakit radang selaput otak dan satu-satunya obat yang
kau minum hanya dua buah kapsul vitamin?” Chanyeol menggerakkan bola matanya,
mencoba melirik pria yang baru saja memberikan sambutan selamat pagi yang sama
sekali tak ingin ia dengar. “apa kau sebegitu melaratnya hingga tak bisa
membeli obat yang lebih benar, eh?” lagi-lagi pria itu berucap, lebih terdengar
seperti mendengus.
Chanyeol tak merespon. Setelah sekian lama hanya memandangi
vitamin itu, akhirnya ia mulai mengulurkan tangannya. Mengambil dua kapsul itu
dan memasukkan keduanya sekaligus, berbarengan dengan segelas air yang langsung
habis dalam sekali tegukan. “kau tak ke kantor?” tanya Chanyeol sambil berdiri.
Ia menoleh kearah Joon Myeon, sementara tangannya bergerak meraih piring dan
gelas diatas meja. “dengan wajah lebam seperti ini?” decak pria itu langsung,
sembari berbalik dan menunjuk wajahnya sendiri dengan kesal. “yang benar
saja….. reputasiku dikantor bisa merosot tajam gara-gara ini” dumel pria itu
setelahnya, langsung membanting tubuhnya di sofa dan menyambar remot tv yang
tergeletak dihadapannya.
Chanyeol menghela nafas, kemudian mulai melangkahkan kaki
menuju dapur. “eh… Josimhae. Semalam kau memecahkan gelas lagi kan?” Joon Myeon
tiba-tiba membalik tubuhnya, berteriak menyuruh Chanyeol hati-hati.
“ne.. arasseo” jawab Chanyeol pelan. Ia tahu, otot dan
persendiannya semakin hari semakin lemah. Sudah ada lima gelas pecah karena
tangannya yang tiba-tiba lemas saat menggenggam. Joon Myeon bahkan sudah
mengganti beberapa peralatan makannya dengan piring plastik yang dijamin tak
akan pecah walau terjatuh ataupun sengaja dibanting.
………………………………………….
Suzy’s private room, Suzy’s
home
09:21 KST
Suzy POV
Srreeetttt….. Aku mengernyit, tepat saat wajahku tertimpa
sinar matahari yang luar biasa menyilaukan. Membuatku mau tak mau membiarkan mimpiku lenyap ditelan pagi yang
seenaknya datang. Aku sudah punya rencana untuk bangun, tapi sayangnya tubuhku
sama sekali tak mau diajak kerja sama. “YAYAYAYA….... calon pengantin! Cepat
bangun!” mendengar lengkingan suara yeoja itu, maksudku Hyun Mi, mataku
langsung terbuka lebar secara refleks. Tentu saja aku kaget, sudah beberapa
minggu ini kami tidak saling berhubungan. Tepatnya saat pertengkaran hebat kami
waktu itu. Waktu dia mati-matian menasehatiku dan menuduhku berselingkuh. Cih……
bagaimana bisa ia berkata seperti itu? aku berselingkuh dengan Chanyeol?
Hmm….. tapi…………… bisa jadi ia benar. Mungkin aku memang sedang
berselingkuh sekarang. Maksudku, kuakui aku mulai menatapnya sebagai seorang
pria. Seorang pria yang kuinginkan berdiri menungguku didepan altar. Tck…..
sial. Ini sudah terlalu jauh.
“Hyun Mi………….. kau…………..”
“aish….. Bae Suji. Dua hari lagi kau akan jadi istri orang.
Bagaimana bisa kau bangun sesiang ini?” kuakui aku muak mendengar omelan gadis
yang satu ini, tapi untuk sekarang aku merasa sungguh bahagia mendengar
ocehannya lagi, bahkan yang saat ini kulakukan adalah tersenyum, bukannya balik
mengomel seperti biasa. Jujur saja aku merindukan omelannya itu. Rasanya
seperti bertemu eomma lagi.
“Hyun Mi~a…..bogoshipo” keluhku sambil beranjak dari ranjang
dan menghampirinya.
“kau pikir aku tidak merindukanmu huh?” Hyun Mi langsung
menarik tanganku dan memelukku.
“eh.. ibunya Seung Ho akan datang hari ini, kan?” mataku
yang sedang terpejam langsung terbelalak lebar begitu mendengar suara Hyun Mi
yang sangat jelas. Dengan cepat aku menjauhkan tubuhku dari Hyun Mi dan
memandangnya resah. “kau lupa ya?” tebak gadis itu tepat sasaran.
Aku benar-benar lupa. Sebenarnya, selama dua hari kedepan,
maksudku sampai acara pernikahanku nanti, ibu Seung Ho akan menginap disini.
Akan menemaniku. Aku tak tahu atas dasar apa ia ingin menginap disini, mungkin
ingin menasehatiku lagi. Ingin bilang kalau aku bukanlah menantu idaman. Ingin
bilang kalau aku bukan calon istri yang baik untuk anaknya atau mungkin ia
kesini ingin mengajariku caranya mengaduk teh.
“sudah sana mandi! Paling tidak jam 11 siang nanti calon mertuamu
baru datang”
“ne…… arrasseo”
……………………………….
Aku baru saja selesai berpakaian saat suara klakson mobil
terdengar samar dari kamarku. Lalu sepersekian detik setelahnya pintu kamarku
diketuk dengan keras, kemudian dibuka begitu saja hingga terlihat seorang gadis
yang nampak panik. “eh… keluar,…… cepat keluar! Bukakan pintunya!”
Aku mendengus “suruh bibi saja yang buka” jawabku tak
perduli.
“tck….. cepat buka, Bae Suji” tegas Hyun Mi, membuatku tak
punya pilihan.
Aku disertai Hyun Mi setengah berlari menuju pintu masuk.
Kemudian menarik nafas berulang-ulang sembari mengatur ekspresi terbaik tepat
didepan pintu. Aku menatap Hyun Mi sambil meringis, namun yang kutatap malah
mendorong-dorongku semakin dekat dengan kenop pintu. Aish…. Sama sekali tak
membantu.
Akhirnya dengan gerakan tangan ragu aku membuka pintu.
“anyyeong haseyo” aku langsung menyapa dengan ramah. “anyyeong haseyo” balas
wanita setengah baya itu sambil tersenyum. Hyun Mi lantas berdiri disampingku,
ikut tersenyum dan menyapa ibu Seung Ho dengan sopan.
“masuk eomonim” ucapku mempersilakan. Ibu Seung Ho
menganggukan kepalanya disertai senyum tipis,
ia berjalan memasuki rumahku dengan mata yang mengedar keseluruh penjuru
ruangan. Membuat suasana mengintimidasi yang persis sama seperti yang Seung Ho
ciptakan. Bahkan kurasa suasana mengintimidasi yang dikeluarkan oleh nyonya Yoo
jauh lebih parah dari yang anak prianya hasilkan. Aish….. bagaimana bisa aku
hidup ditengah-tengah suasana semenyeramkan ini nantinya?
Aku dan Hyun Mi berjalan berdampingan tepat dibelakangnya.
Dengan frustasi aku menunduk, tak terbayang dibenakku bagaimana suramnya hari
yang akan kualami 48 jam kedepan. Aish…… neraka. Ini namanya neraka.
“apa yang biasanya kau lakukan jika ada tamu?” tanpa
terduga, wanita itu berbalik. Membuatku tersentak dan segera menoleh kearah
Hyun Mi, jelas minta bantuan. “biasanya…… biasanya aku……”
“kau tak menawarkan minuman?” ibu Seung Ho memandangku
dengan ekspresi ‘tuan rumah macam apa kau
ini’ lalu menggelengkan kepalanya seolah sudah tak ada lagi yang bisa
dilakukan untuk memperbaiki sikapku. Seolah sudah terlanjur putus asa dengan
keinginan anaknya untuk menikahiku.
“eomonim mau minum apa?” tawarku cepat, tepat setelah wanita
itu kembali berbalik memunggungiku.
“coba buatkan teh”
TBC
wow daebak,, mianhae thor gk komen dichap sebelumnya. soalnya buat komen diblog itu susah bgt#aku bacanya lewat hp, jd bwt komen susah bgt. udh coba brx2, jadi mianhae gk bisa kasih tanggapan yg memuaskan.. tapi ff mu bagus bgt
ReplyDeleteaduh! iya.... dimaklumin! emang susah bgt komen di blogspot;,(
Deletekeren kok. ceritanya itu lo ngena bgt. kasian chanyeol sama suzy. sama" suka tapi terhalng sesuatu.
ReplyDeletengena apa? sesuatu apa? hehe... oke oke ngerti! makasih ya komennya^^
Delete