Story From Suncheon - Part 1









Cast : Jung Cheonsa
          Kris Wu






Ini pengalaman pertamanya tinggal di sebuah desa terpencil yang sebagian besar penduduknya bekerja di bidang perkebunan untuk memenuhi kebetuhan. Jung Cheonsa, gadis Seoul yang baru tiba di desa Suncheon setelah perjalanan panjang yang melelahkan. Sebenarnya ia juga tidak akan sudi pindah dari kota metropolitan ke tempat kecil seperti tempat tinggalnya sekarang, tapi keadaan mendesaknya untuk tak banyak mengeluh. Kehancuran rumah tangga orang tuanya, membuatnya mesti memilih antara hidup modern dengan fasilitas cukup di Seoul bersama sang ayah atau pindah ke desa kecil bersama ibunya. Dihadapkan dengan dua pilihan yang masing-masing memiliki poin tersendiri untuk ia pertimbangkan, tidak mudah untuk memutuskan satu diantaranya.




Jika memilih Seoul tentu ia harus siap hidup bersama ayahnya, hidup di bawah rasa benci karena pengkhianatan yang dilakukan ayahnya terhadap sang ibu. Perselingkuhan ayahnya menjadi peristiwa besar yang merubah hidupnya dan pastinya menggoreskan terlalu banyak coretan kelam untuk Cheonsa. Mungkin ia bisa menikmati berbagai kemudahan jika tinggal di Seoul, tapi sepertinya Cheonsa merupakan wujud gadis yang tak sudi hidup tanpa hati yang bahagia. Ia sudah memprediksikan hidupnya jika memilih tinggal bersama sang ayah. Pasti tawanya hambar tanpa rasa. Dan ia tidak bisa hidup dalam kondisi seperti itu.



Mau tak mau ia harus melepas semua kemudahan, kenangan, kenyamanan yang ada di Seoul. Kini ia sudah punya lembaran baru di tempat baru yang cukup lumayan menurutnya. Ia dan ibunya tinggal di sebuah rumah sederhana dengan halaman yang dipenuhi rerumputan serta tanaman hijau. Tidak begitu buruk.Walau Suncheon tak semodern Seoul yang memiliki banyak pusat perbelanjaan, tapi Suncheon punya banyak kebun asri yang membuat desa ini memiliki nilai plus tersendiri untuk Cheonsa.



Hari ini hari pertamanya masuk sekolah.Ia berada di tingkat tiga SMA. Jauh sebelum pindah ke desa ini, ibunya memang sudah mendaftarkan dirinya di sekolah yang tak jauh dari rumahnya. Seperti pelajar lain yang baru pulang dari sekolah, Cheonsa terlihat menapaki jalanan desa menuju rumahnya. Sama seperti yang pernah dibayangkannya, kini Cheonsa berjalan kaki baik berangkat atau pulang sekolah.Ia menyesal karena tadi pagi menolak sepeda yang diberikan ibunya. Ternyata cukup melelahkan berjalan sejauh ini. Dulu saat di Seoul jarak sekolah dan rumahnya lebih jauh dari ini, tapi di sana ada bus jadi ia tak perlu khawatir betisnya pegal.




“ Aku benci ayah! Kenapa ayah berselingkuh hah??”Cheonsa merutuki hidupnya.Dalam benaknya selalu ada kalimat ‘andai saja’. Kaleng minuman yang tadi ia bawa sudah kosong, kini diremuknya dengan kesal. Mungkin kalau bisa diibaratkan, kaleng itu adalah kepala ayahnya.



“ Menyebalkan!” tak bisa menahan emosinya lagi, Cheonsa langsung melempar kalengnya ke sembarang tempat. Ia melempar ke arah semak-semak yang baru saja dilewatinya.



“ Awww….” Cheonsa memegangi kepalanya yang baru saja terhantam benda ringan yang cukup membuat kepalanya merasa nyeri.Ia terus mengusap kepala belakang, astaga…menyebalkan. Ia tak berhenti menggerutu. Tubuhnya berbalik ke belakang, berniat mencari tahu orang usil yang telah melempari kepalanya.



Matanya tertarik pada benda yang terhampar tak jauh dari kakinya.Ini…bukankah kaleng yang tadi kubuang?.Cheonsa menoleh ke berbagai arah, cukup bingung. Kaleng itu sudah ia buang, dan sekarang terlempar mengenai kepalanya. Seseorang ada yang bisa jelaskan? Ini tidak mungkin perbuatan hantu usil kan?.



“ Kau tidak pernah diajari untuk membuang sampah pada tempatnya ya nona?” tiba-tiba sebuah suara mengintrupsi perhatiannya, Cheonsa menoleh ke arah suara dengan wajah super seram.



Seorang pria berandal dengan tindik di telinga tengah memandangnya dengan merendahkan. Siapa pria ini?Preman di desa ini? pikir Cheonsa menilai tampilan pria itu.



Pria itu membungkuk, tangannya meraih kaleng yang tadi ia lempar ke kepala Cheonsa. “ Ini. Bawa dan buanglah setelah kau menemukan tempat sampah.” Pria itu menarik tangan Cheonsa, memaksa gadis itu menerima kaleng itu kembali.



“ Oke manis, aku pergi dulu. Ingat! Buang sampah pada tempatnya!”Cheonsa hanya mendengus kesal.Matanya mengekor, menyorot pria yang tengah menjauhinya.



Ia menggeleng pelan. Pria itu benar-benar brandal.Dari penampilan atau caranya berjalan.Lihatlah pria itu sedang bersenandung senang dengan santai.Aisshh…jadi orang seperti itukah yang baru saja menasihatinya untuk membuang sampah pada tempatnya?Seorang pria yang tak lebih dari brandal sok tahu.





****





Berulang kali Cheonsa menghentakkan kakinya, berjalan dengan langkah yang begitu berisik. 
Sebenarnya ia tak mau ikut ke pasar, tapi ibunya yang sangat bawel itu mengancam akan mengurangi uang sakunya jika saja ia berani menolak atau kabur. Sekarang gadis itu harus rela jika indera penciumannya begitu akrab dengan bau amis dari berbagai daging serta ikan. Ia mendecak untuk kesekian kalinya, keadaan pasar sangatlah ramai. Memang pasar mana yang tidak ramai.



Jalanan cukup basah dan dipenuhi tanah, tadi malam hujan mengguyur desa dengan sangat deras.Cheonsa sangat membenci melihat sandalnya kotor, kubangan air juga sedikit memercik celana panjangnya.Astaga…kenapa ada tempat seperti ini.



Ayo datang ikannya masih segar-segar


Dijual murah daging babi berkualitas tinggi!


Beli satu akan gratis satu! Ayo ahgasshi dicoba!




Dari tadi pendengarannya dipenuhi oleh suara pedagang yang berlomba-lomba untuk mendapat perhatian dari para pembeli.Mereka itu berisik sekali.Pikir Cheonsa melihat pedagang sayuran yang tengah berbicara dengan cepat serta logat aneh.Huft…Cheonsa memalingkan pandangannya, kemana saja asal tidak melihat wajah semangat ibu-ibu pedagang yang dari tadi tidak berhenti mempromosikan dagangannya.




Cheonsa menoleh sekilas, memastikan ibunya masih sibuk menawar harga ikan.Baiklah…sepertinya berjalan-jalan sebentar tidak masalah.Ia berjalan dengan santai, memperhatikan sekelilingnya. Sederet pedagang masih bisa dilihat, tapi tidak seperti bagian di sana. Mayoritas pedangang di sini menjual makanan jadi. Kriukk…ia meringis pelan.perutnya benar-benar keroncongan.Tadi saat baru bangun ibunya langsung menariknya ke pasar.Ia bahkan belum meneguk air putih barang setetes. Ibunya memang kejam.



Berbagai makanan lezat bisa dilihatnya secara langsung.Mulai dari pembuatannya hingga penyajiannya. Andaikan ia punya uang, mungkin ia sudah memesan salah satu makanan itu. Cheonsa memegangi perutnya, benar-benar melilit dan keroncongan. Ckk…lebih baik ia kembali pada ibunya.



Langkahnya yang memutar berhenti bergerak begitu segerombolan pria berwajah mesum berdiri di depannya. Tanpa harus dijelaskan, ia tahu benar siapa yang tengah dihadapinya. Salah seorang dari gerombolan itu maju beberapa langkah ke arahnya.



“ Kau ingin makan gadis manis? bagaimana kalau makan bersama oppa?” pria itu mengulurkan tangannya, hendak mengelus rambut Cheonsa tapi kalah cepat karena gadis itu segera mengelak.



Kawanan pria yang biasa disebut preman oleh orang-orang sekitar tertawa melihat sikap angkuh Cheonsa.“ Sepertinya nona ini ingin makan kue ikan. Kajja!” seorang yang lain melirik teman-temannya dengan seringaian. Mereka pun maju dan mengamit lengan Cheonsa.



Gadis itu tak hanya diam, ia memberontak. Sampai kapanpun ia tidak akan pernah sudi disentuh oleh pria-pria kotor itu. “ Lepaskan aku! aku bunuh kalian semua!” beruntung ia cukup pintar dalam mengatur strategi, ia menginjak kaki salah seorang yang mengamit lengannya. Dengan cepat tangannya terbebas, namun orang-orang itu tak lantas membirkannya kabur.



“ Jangan sombong pada kami ya!” Cheonsa meringis sambil memberi perlawanan begitu tangannya kembali ditarik paksa. Mau tak mau, ia melakukan hal menjijikan setidaknya jika ia lakukan pada pria itu. ia menggigit tangan orang itu dengan keras, tak peduli jika ia sangat jijik pada pria bau itu.



Pria itu mengibaskan tangannya, rahangnya mengeras.Ia tidak terima diperlakukan seperti ini oleh gadis kecil di hadapannya, menurutnya gadis itu sudah mempermalukannya. Ia melirik ke arah teman-temannya, memerintahkan mereka untuk membawa gadis itu.



“ Hentikan! Kalian ini tak punya kerjaan selain mengganggu orang apa?” gerombolan itu menoleh pada sesosok tinggi yang tengah memamerkan wajah nyeleneh.



Cheonsa yang masih dibekap oleh tangan-tangan kekar itu, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat pria brandal yang kemarin menceramahinya kini tampil layaknya kesatria tak berpedang. Dilihat dari kondisi fisik, baiklah pria brandal itu jauh lebih tinggi dari pria-pria bau di sekitarnya, tapi jika menilik dari jumlah dan juga kemampuan, nampaknya pria brandal itu kalah telak.



“ Dan kau…kau tidak punya kerjaan lain selain mencampuri urusan orang?” setelah cukup lama menyaksikan gelagat orang di sekitarnya, Cheonsa sekarang mengerti kedudukan pria yang tadi ia gigit itu semacam ketua dari gerombolan pria bau ini.



Pria itu merangsek maju memepeti pria brandal dengan terus mendorong bahunya.Cheonsa tak tahu harus mendukung pihak yang mana, kedua kubu sama-sama orang asing untuknya.Tapi…sepertinya pria brandal itu jauh lebih bisa dipercaya. Kemarin pria iyu menceramahinya karena membuat sampah sembarangan, jadi bisa saja kan orang itu cukup baik.



“ Eun Pyo…kau ini. senang sekali mendekatiku! Aku sangat wangi ya?Tentu…apa kau suka aroma parfumku yang ini?” ujar pria brandal itu.Dia sangat santai, mungkin bisa dibilang pria itu seperti tengah mempermainkan orang di depannya.



Geram…itulah yang dirasakan oleh Eun Pyo –pria yang tadi digigit Cheonsa-, melihat betapa lebarnya cengiran di wajah itu, rasanya ingin sekali ia meninjunya. “ Hei..hei jangan terlalu dekat!” merasa cukup risih karena terus dihimpit, akhirnya ia –pria yang disebut pria brandal oleh Cheonsa- pun mendorong Eun Pyo. Tapi tanpa disangkanya, ia mendorong dengan terlalu kuat hingga akhirnya pria bau itu tersungkur ke tanah.



Melihat sang ketua diperlakukan tidak hormat, anak buah Eun Pyo langsung menghadang pria brandal yang tengah memasang wajah waspada. Banyaknya kawanan Eun Pyo yang berancang ingin menghajarnya, membuat pria itu melirik pada Cheonsa yang hanya dijaga oleh satu orang.Ia tersenyum miring. Kawanan itu mengepungnya, membuat pria jangkung itu mesti memutar otaknya untuk bisa mengelak.



Hingga pertarungan yang tak imbang itu terjadi, pria brandal itu hanya bisa mengelak dan kabur begitu ada kesempatan.Ia berlari dengan sangat kencang. Jaraknya yang sudah tak begitu jauh dari Cheonsa memudahkannya untuk menarik gadis itu. Tak peduli dengan perlawanan dari anak buah Eun Pyo yang masih kukuh mempertahankan lengan Cheonsa yang satu lagi, Ia terus berlari.




Pegangan kuat di lengan Cheonsa terlepas, anak buah Eun Pyo tak kuat lagi menggenggam Cheonsa sementara dirinya terseret jauh karena tenaga kuat pria brandal itu.Sedangkan pria brandal itu masih menuntunnya, Cheonsa memegangi dadanya. Nafasnya benar-benar memburu, seingatnya ia bukanlah pelari yang baik jadi tak salah kalau nafasnya tersengal. Rasanya benar-benar mau mati.




Walau ingin menghempas tangan asing yang terus menarik lengannya, Cheonsa tetap diam tanpa mengeluarkan protes. Bahaya akan menghampirinya jika ia tidak membiarkan pria brandal itu membawanya. Sampai akhirnya pria itu menariknya untuk berbelok arah dan berhenti di tempat yang cukup ramai.Mereka sembunyi di balik pedagang makanan yang terlihat cukup kaget dengan kedatangan dua orang itu.



Cheonsa masih menstabilkan pernafasannya, berlari dengan tempo secepat itu membuat jantungnya tak karuan.Aroma lezat yang menguar dari makanan, mengguncang perutnya. Ia mendecak, tidak bisakah perutnya berkompromi sedikit?.



“ Kau lapar?” menyadari keresahan gadis di sampingnya, pria itu menawarkan makanan dengan sangat ramah. karena sebenarnya ia sendiri juga lapar, ia ingin membeli sesuatu. Cheonsa tak menjawab, ia lebih memilih untuk memutar bola matanya dengan sinis. Tapi wajahnya memerah begitu bunyi perutnya terdengar.Ia tak berani mengangkat kepalanya sampai akhirnya pria brandal itu beranjak dan menghampiri seorang nenek yang menjual Hotteok –panekuk.



Tak lama dua buah Hotteok dibawa pria itu kembali.Ia duduk di sebelah Cheonsa, ia mengulurkan satu Hotteok yang dilapisi kertas di bawahnya sebagai wadah. Melihat cairan madu di atas Hotteok itu, membuat Cheonsa tak bisa menolak jika ia sangat menginginkan makanan itu.



“ Ambilah..” Cheonsa menatap pria itu dengan ragu. Akhirnya ia pun mengambil Hotteok itu dengan perlahan.



Keduanya sama-sama sibuk dengan makanannya.Walau di awal Cheonsa kelihatan enggan, namun sekarang Cheonsa terlihat tak begitu peduli.Ia memakan hotteoknya dengan lahap.



“ Oh ya kita sudah pernah bertemu sebelumnya kan? Waktu itu kau melempar kaleng sembarangan dan mengenai kepalaku, dan akhirnya aku melempar balik kaleng itu ke  kepalamu. Tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi.”Cheonsa mendelik kesal, mencibir pelan tanpa membalas ucapan pria yang sedang senang membahas pertemuan pertamanya.



“ Kita belum berkenalan. Namaku Krisl!” dengan senang hati pria brandal itu mengulurkan tangannya pada Cheonsa.Sementara gadis itu hanya mematung.Siapa yang menanyakan namanya?.Cheonsa membuang wajahnya, ia kembali fokus pada makanannya.



“ Hei…harusnya kau menjabat tanganku! Mengenalkan namamu. Seperti oh ya..namaku Eun Bin, senang berkenalan denganmu. Harusnya begitu!” pria itu terus mengomel, memprotes tindakan kurang sopan Cheonsa.



“ Cepat katakan namamu atau tidak aku akan mengembalikanmu pada preman-preman tadi!.” Ancam pria itu.



Cheonsa mendengus kasar.Baru kali ini ada yang mengancamnya seperti ini hanya karena ingin berkenalan. Pria aneh.



“ Jung Cheonsa. Puas?” pria itu hanya mengangkat bahunya kemudian kembali mengunyah hotteoknya.Cheonsa dibuat kesal untuk kesekian kalinya.Setelah tadi memaksa untuk menyebutkan namanya, kini pria itu mengabaikannya begitu saja?dasar sinting.





****  






Mendapat teman itu cukup sulit, setidaknya untuk seorang Jung Cheonsa.Sikapnya yang kaku pada orang asing membuat gadis itu sulit untuk membaur pada orang di sekitarnya. Tapi beruntung setelah tiga bulan ia memiliki teman di sekolahnya. Suji, dari sekian banyak teman sekelasnya, gadis imut itulah yang paling dekat dengannya.



Mereka duduk di meja yang sama. Awalnya Suji sempat kesal pada Cheonsa yang terkesan angkuh di awal pertemuan, tapi setelah mengenalnya lebih lama, sosok Cheonsa benar-benar membuatnya tak habis pikir. Sebenarnya Cheonsa bukan gadis pendiam, ia banyak bicara dan suka bercanda. Jadi jangan heran kalau teman-teman sekelasnya heran bukan main melihat tingkah Cheonsa yang bertolak belakang dengan awal kedatangannya.



Yah…seperti saat ini, Cheonsa yang dingin seolah dihembus angin musim semi. Gadis itu benar-benar berbeda, ia terlihat begitu ceria mengoper bolanya. Ia dan teman-temannya sedang bermain bola basket untuk mengisi waktu akhir pekan. Walau tidak cukup mahir mereka semua bermain dengan cukup senang.Permainan mereka tak peduli dengan peraturan atau garis batas yang biasa ditetapkan dalam permainan basket.Acuan para anak-anak itu hanyalah, mereka bisa memasukkan bola ke dalam keranjang sebanyak mungkin.




“ Yes!!” Cheonsa berhigh five pada Aerin yang menjadi rekannya saat menembak bola.Gadis itu memutari lahan kosong di tengah desa dengan amat senang.Sedangkan Cheonsa masih merayakan keberhasilannya, beberapa temannya yang tidak main, duduk di pinggir area permainan sambil mengamati pertandingan.



Permainan dimulai kembali, kejar-kejaran dan saling merebut bola kontras terlihat. Sun Hee, gadis yang tengah menguasai bola menjadi incaran yang lain. merasa terkepung, Sun hee melirik teman satu kelompoknya untuk maju. Ia pun melempar bola itu pada temannya, tapi sayang, ia melempar terlalu bertenaga hingga bola itu melayang sangat jauh.




Para pemain masih terdiam memandangi jatuhnya bola di tempat yang masih belum dipastikan.Mereka kemudian saling menatap meminta pendapat.“ Aku akan mencarinya.” Ujar Sun Hee sambil menarik temannya.



Sebelum Sun Hee pergi terlalu jauh, terlihat seseorang datang mendekat.Ternyata orang itu mau mengembalikan bola mereka, betapa leganya gadis-gadis itu.Semakin orang itu mendekat,  semakin girang pula gadis-gadis itu saat melihat betapa tampannya orang yang tengah memegang bola basket itu.



Sun Hee bahkan tak bisa mengedipkan matanya saat pria itu mengembalikan bola padanya.Ia mengangguk senang. “ Terimakasih.” Ucap Sun Hee terbata.




Dari semua gadis yang terpesona dengan ketampanan pria itu, berdiri Cheonsa yang tengah menggumam kesal.Gumamannya semakin menjadi saat pria itu menoleh padanya.“ Hei..kau juga ada disini?” Cheonsa pura-pura menoleh ke belakang.



“ Ternyata desa ini sempit sekali ya.” Pria itu berjalan menghampiri Cheonsa yang terlihat sedang menoleh kan kepalanya. “ Kau masih ingat aku kan Jung Cheonsa?”


Cheonsa menoleh, ia tak mungkin belagak tidak tahu sedangkan pria itu sudah mengucapkan namanya dengan jelas. “ Ah…mau apa lagi? Bukankah tadi Sun Hee sudah berterimakasih?”



“ Bagaimana kalau aku ikut bermain?” ujar pria itu sambil menoleh pada sekitarnya. Meminta pendapat pada gadis-gadis yang sepertinya tak akan bisa menolak pesonanya.



“ Tentu!”



“ Kami tidak keberatan!”




Cheonsa membelalakan matanya.Ia benar-benar tidak percaya bahwa tak ada satupun temannya yang menolak pria itu. sejenak ia melirik Suji, meminta gadis itu menolak. Tapi sayang, gadis itu sudah terlalu terpesona dengan pria bernama Kris itu.



“ Kau takut?”



Oke..baiklah! meski tidak sudi bermain dengan pria itu, tapi Cheonsa tak akan mau dibilang pecundang. Ia berjalan mendekat pada pria itu. “ Apa aku terlihat takut?”




Permainan pun dimulai, Kris akhirnya masuk ke regu Sun Hee.Untuk sementara waktu kedudukan masih diungguli kelompok Kris.Jelas saja.pria itu sangat pandai bermain, belum lagi kakinya yang panjang membuat larinya sangat cepat. Cheonsa tak membiarkan pria itu senang, ia terus menghadang Kris meski sebenarnya usahanya itu tidak berarti apa-apa. Dengan mudah Kris melaluinya.



Ia mendecak sebal saat tahu teman se-grupnya terlihat tidak begitu mempermasalahkan serangan Kris, contohnya saat pria itu mendekati ring, mereka tak melakukan perlawanan malah sebaliknya. Membiarkan Kris memasukkan bola dengan senang hati.Huft…Cheonsa menghentakkan kakinya begitu Kris berhasil memasukkan bolanya kembali.Kedudukan pun menjadi 100-15.100 untuk regu Kris dan 15 untuk regunya.



Tanpa diprediksipun permainan memang akan tetap dimenangkan Kris, walau di waktu-waktu terakhir  Cheonsa sempat berhasil mengubah nilainya menjadi 20. Tapi tetap saja tak berarti apa-apa.



Cheonsa mendengus kasar, ia memutar tutup botolnya dengan emosi. Ia benar-benar kesal, apalagi kalau bukan karena Kris? Setelah permainan usai, semua teman-temannya bersorak bersama Kris.Yang tidak bisa diterimanya adalah teman satu kelompoknya juga ikut bersorak untuk pria itu.astaga!!




“ Kau ikut tidak? Kris oppa bilang dia ingin mentraktir kita ice cream! Kau mau kan Cheonsa?” Suji menghela panjang. Tak ada cara lain, ia pun langsung menggeret Cheonsa tak peduli temannya itu terus mengomel.



Sementara di depan gerombolan gadis masih menempeli Kris dengan antusias. Gadis-gadis itu menanyakan identitas Kris secara bergantian.Yah…nampaknya pengaruh pria itu sangat besar untuk mereka.



Sesampainya di kedai ice cream, pertanyaan khas wartawan tak kunjung mereda.Mulai dari pertanyaan dasar hingga pertanyaan yang kurang masuk akal ditanyakan gadis remaja itu.



“ Oppa…kau suka gadis seperti apa?”



Kris cukup rikuh dengan pertanyaan semacam itu.tapi ya sudahlah, jawab saja tidak ada salahnya. “ Aku tidak mempunyai kriteria khusus, kalau aku menyukainya ya sudah.” Jawab Kris yang sukses membuat para gadis histeris.




*****   





Satu persatu anak keluar dari kelasnya.Bel pulang baru saja berbunyi.Anak-anak yang keluar dari kelas, terlihat begitu semangat. Memangnya siapa yang tidak senang, waktu sekolah usai?.Begitupun dengan Cheonsa serta teman-temannya.Walau tak ada hal khusus yang sedang dibahas, mereka kelihatan sibuk bicara.



“ Kris Oppa!” Cheonsa melirik temannya yang berteriak begitu keras.Gadis itupun langsung berlari ke arah seorang pria yang tengah melambaikan tangannya, pria itu seperti yang dibilang Sun Hee. Dia Kris.



Setelah tiga hari yang lalu bertemu di lapangan, kenapa pria ini muncul lagi?Cheonsa tak habis-habisnya menghujat kehadiran Kris yang menyita perhatian teman-temannya.



“ Aigoo…ternyata oppa benar-benar datang! daebak!”



Sun Hee terlihat begitu heboh, beda dengan Cheonsa yang sudah muak. Suji menyenggol tangan Cheonsa begitu menyadari arah tatapan Kris.“ Apa?” desis Cheonsa tidak suka.



“ Sun Hee-aa..aku pulang duluan ya! Semua..aku duluan!” Cheonsa mengangkat tangannya, ia malas berlama-lama di tempat itu. entahlah…keberadaan Kris membuat suasana hatinya tidak baik.



“ Pulang bersama saja Cheonsa! Aku juga ingin langsung pulang!” balas Sun Hee.



Rasanya benar-benar menyesal menuruti Sun Hee, karena ujung-ujungnya gadis itu tidak langsung pulang. Dengan akalnya Sun Hee mendebat Cheonsa hingga terpaksa iapun mengikuti kemauan gadis itu dan akhirnya mereka berempat sampai di sebuah bukit di ujung desa.



Cheonsa tak bisa menutup mulutnya.ia begitu terkesan dengan tempatnya berada sekarang, pemandangan bukit yang tengah ia pijaki sangat memukau. Banyaknya ilalang, cahaya matahari yang mulai menguning, serta kehadiran beberapa capung membuatnya lupa dengan kekesalannya.Ia berjalan sendiri, menikmati apa yang dilihatnya. Tangannya dibiarkan bebas menyentuh ilalang.



“ Benar-benar hebat!” teriak Cheonsa.



Kris yang melihat tingkah Cheonsa yang begitu ajaib mengerinyit.Ia tidak pernah tahu kalau gadis dingin dan cenderung sombong itu bisa terlihat senang. “ Kenapa dia sangat senang? Seperti tidak pernah kemari saja.” ucap Kris menilai.



“ Ini memang pertama kalinya dia datang ke sini.” Balas Suji.



“ Maksudmu?”



“ Dia murid pindahan dari Seoul, dia baru tinggal disini beberapa bulan yang lalu.” Kris mengangguk paham.sekarang ia mengerti kenapa gadis itu sangat pendiam. Sekarang ia tahu alasan dari sikap Cheonsa yang begitu dingin padanya. Rupanya aku masih asing untuknya.




**** 





Ia berhenti tiba-tiba. Kali ini Cheonsa tak bisa mentolerir lagi.Ia menoleh pada pria jangkung di belakangnya. Pria yang dari tadi terus mengikutinya.oke…memang terlalu cepat menarik kesimpulan kalau pria itu mengikutinya. Tapi siapa yang tidak akan berpikiran seperti itu? sejak dari bukit hingga perjalanan pulang pria itu masih berada di belakangnya.



“ Kau mengikutiku?” meski terkesan terlalu percaya diri, Cheonsa tak segan menuduh Kris dengan dugaannya. Pria itu terlalu mencurigakan untuknya.



“ Tidak. Hanya ingin memastikan kau sampai di rumah dengan selamat, lagipula rumahku juga lewat sini.”



“ Terserahlah!”



Akhirnya Cheonsa mengalah.Gadis itu terus berjalan tanpa menghiraukan pria di belakangnya, tidak maksudnya pria di sampingnya. Ya..entah sejak kapan Kris sudah berjalan di sampingnya. Cheonsa terus menapaki jalan desa dengan diam, sesekali ia menoleh ke samping. Menoleh pada Kris yang terlihat sedang memainkan ponselnya.



Ia mengingat kejadian saat pertama kali bertemu Kris, tepatnya pertemuan yang terjadi karena sebuah kaleng. Kemudian ia kembali bertemu dengan Kris di Pasar, setelah itu…bertemu lagi di lapangan dan yang paling baru adalah hari ini. ia heran kenapa ia terus bertemu dengan orang itu, entahlah ini terlalu ajaib untuk dibilang kebetulan.



“ Ada yang mau kau tanyakan?” Cheonsa terkesiap, begitu Kris menemukan dirinya sedang mengamati pria itu.astaga…mau ditaruh mana wajahnya?.



Dengan gelagapan Cheonsa menunduk, kemudian menatap ke depan. “ Aku hanya heran kenapa bisa bertemu denganmu terus.” Ucap Cheonsa.



“ Aku kan sudah bilang desa ini sangat sempit, jadi kemungkinan untuk bertemu sangat besar.”




Meski sulit untuk diterima, nyatanya Cheonsa tak memperpanjang.Walau sebenarnya ingin mendebat Kris.Memang desa ini tidak besar, tapi desa ini tak sekecil lubang tikus bukan?Aishh…masa bodoh.




Sesampainya di depan rumah, cheonsa langsung mendorong pagar rumahnya. “ Jadi ini rumahmu.” Tanpa membalas Kris sedikitpun, Cheonsa langsung memasuki pekarangan rumahnya.tak peduli pria jangkung di depan pagar rumahnya masih berdiri di sana hingga dirinya masuk ke dalam rumah.






****   







“ Astaga!” hampir saja jantungnya melompat keluar. Cheonsa begitu terkejut melihat kedatangan Kris yang tiba-tiba. Pria itu muncul begitu saja setelah ia memasukkan kantong-kantong sampah ke bak sampah di depan rumah.




Cheonsa menarik nafasnya dengan kasar. Ini bukan pertama kalinya ia melihat Kris berkeliaran di dekat rumahnya. Ah…tahu begini ia tidak akan pernah membiarkan Kris mengikutinya pulang dari bukit. Kalau itu terjadi mungkin pria itu tak sering muncul di hadapannya.



“ Aku ingin mengajakmu jalan-jalan.”




What the… pria ini gila, sinting atau tidak punya otak? Jelas-jelas ia tak memilki minat untuk melihatnya, kenapa pria ini malah mengajaknya pergi?. Cheonsa memalingkan wajahnya, sambil berkacak pinggang ia kembali menatap Kris. Melirik pria itu dari bawah sampai ke atas.





“ Aku tidak mau.” Cheonsa langsung berbalik, mungkin ia bisa berteriak-teriak menolak pria itu. Tapi bertingkah autis seperti itu akan membuat pria itu lebih lama lagi di hadapannya.


“ Kau tidak menerima pertemanan ya? Kau ini sombong sekali!”


“ Tidak ada salahnya kan pergi bersama?”


“ Kalau kau mau pergi, pergi saja sendiri!”



“ Aku bisa menjamin aku bukan pria mesum seperti preman pasar waktu itu. aku memang asing untukmu, tapi kalau kau mau menerima tawaran pertemanan dariku, bukankah aku bukan lagi orang asing?”




****







Predikat asing lambat laun pudar terhapus oleh kebersamaan dalam waktu cukup intens.Yah…meski tidak pernah mengatakannya, Cheonsa cukup senang bisa bersama pria jangkung yang selalu mengajaknya bepergian keliling desa, menunjukkan banyak tempat indah sampai tempat hingga yang paling berbahaya, seperti misalnya jurang.Yah..kemarin Kris mengajaknya untuk melihat air terjun yang bersebelahan dengan jurang.




Sore ini Kris mengajak Cheonsa ke bukit yang pernah didatangi ya bersama Suji dan Sun Hee. Awalnya Cheonsa tak mau, mengingat ia punya tugas dari sekolah. Tapi Kris bilang akan membantunya, malah akan bertanggung jawab jika pekerjaan rumahnya itu tidak selesai. Jadilah dua orang itu menaiki bukit itu.masing-masing membawa barang bawaan tersendiri, Cheonsa membawa buku pr-nya, sedangkan Kris membawa kameranya.




Selama Kris membidik objeknya, Cheonsa mencoba untuk mengerjakan tugasnya. Sesekali ia menanggapi ucapan Kris dengan singkat, ia tak ingin terlibat obrolan terlalu banyak, jaga-jaga agar tetap bisa menyelesaikan tugasnya.




“ Tadinya saat melihatmu begitu takjub dengan bukit ini, aku berpikir orang Korea macam apa kau ini. yah..tapi aku baru tahu kalau ternyata kau orang baru di sini.” Sambil memaju mundurkan lensanya, Kris memulai pembicaraan.



“ Memangnya kenapa? Apa karena aku orang Korea, aku tahu semua tempat yang ada di Negara ini? Korea itu sangat luas!”



“ Oke baiklah..santai saja! Kau itu cepat sekali marah.”Kris berlalu, matanya tertarik pada sosok Cheonsa yang masih konsentrasi mengerjakan tugasnya. Tanpa mengatakan apapun, ia langsung mengambil gambar Cheonsa. Matanya begitu puas melihat hasil bidikannya, hingga ia memutuskan untuk mengambil gambar Cheonsa lagi.



Setelah itu ia pun duduk di sebelah Cheonsa, memandangi tulisan Cheonsa yang terlihat berantakan karena ia menuliskan tanpa alas yang rata. “ Tulisanmu jelek sekali! Kau tidak lulus TK ya?” ejeknya.




Cheonsa yang mendengar ejekan itu mengangkat kepalanya, menatap Kris dengan garang.“ Jangan bahas tulisanku! Sudah ceritakan saja tentang dirimu! Selama ini kau tidak pernah menceritakan tentang dirimu, asalmu.Kau itu seperti makhluk antah berantah, yang tiba-tiba datang.” racau Cheonsa.Ia memang cukup kesal karena Kris menghina tulisannya, kalau saja ia menulisnya di atas meja, pasti tulisannya tidak akan sejelek ini.




“ Kau penasaran padaku ya? Atau jangan-jangan kau sudah mulai menyukaiku?”

“ Yak! Jinjja! Sudah lupakan! Membuat kesal saja!”


Cheonsa kembali terlarut dengan tugas sekolahnya. Percuma saja ia bicara pada pria ajaib di sebelahnya, hanya membuang waktunya sia-sia.



Sementara Cheonsa menahan kekesalannya dengan terus mengerjakan tugasnya, Kris masih sibuk menerawang ke depan. melihat pepohonan yang tumbuh lebat dengan perasaan gamang. Sebenarnya ia tak pernah menceritakan tentang dirinya pada siapapun di desa ini, selama ini ia hanya bilang kalau dirinya adalah mahasiswa dari Seoul yang sedang melakukan praktek. Jadi ia cukup bingung begitu ditanyai hal seperti itu, ia bukannya tak ingin membagi ceritanya, ia hanya tak ingin mengingat mimpi buruknya.



Ia menghela panjang. Kalau memang ceritanya adalah mimpi buruk, bukankah itu pasti akan berlalu?.Ia melirik Cheonsa yang masih menunduk membaca bukunya.



“ Aku kabur dari rumah dan lari ke negara ini.” ucap Kris memulai ceritanya. Ia memberi jeda sedikit, menstabilkan emosinya.


“ Negara ini? Jadi…kau bukan orang Korea?”


“ Ya..aku warga negara Cina.” Cheonsa menganggukkan kepalanya.mendengar jawaban Kris, pertanyan di benaknya semakin bertambah. “ Lalu, kenapa kau kabur dari rumah?” kali ini Cheonsa agak hati-hati, setidaknya ia ingin menjaga perasaan Kris.



Kris diam. Ia menundukkan kepalanya, mengingat alasan atas kepergiannya bukan hal yang mudah. Ia malas menenggelamkan perasaannya. “ Kedua orangtua-ku, entah aku harus menyebut bagaimana hubungan mereka. terlalu rumit. Mereka masih terikat dalam pernikahan, tapi secara terang-terangan mereka membawa simpanan masing-masing ke dalam rumah. Mungkin semua tak akan semakin buruk jika mereka tak bertengkar pada malam harinya. Hidupku di rumah itu benar-benar tidak tenang.Setiap hari aku melihat berbagai hal menjijikan sekaligus menyedihkan. Daripada terkurung di dalam sana, aku memutuskan untuk pergi. kebetulan aku punya teman di Seoul, tapi entah kenapa begitu sampai di Seoul aku malah pergi ke Suncheon saat tahu tempat ini tak begitu ramai. “ jelas Kris panjang lebar.




Cheonsa memandang tak percaya.Jiwanya bagai melayang setelah mendengar kisah singkat Kris. Hampir sama dengan kisahnya, sama-sama dilatar belakangi oleh masalah orangtua, tapi sepertinya kisah Kris jauh berliku dari miliknya.






****






Nyonya Kim memandang anaknya dengan senyum tipis di wajahnya.Ia mengamati putrinya yang tengah mematut diri di depan cermin, dari tadi putrinya terus mondar mandir, pusing sendiri dengan penampilannya. Berulang kali, putrinya menanyakan pendapatnya tentang baju yang dipakainya.Walau tak bermasalah, gadis muda itu terus merasa tidak puas dengan penampilannnya.Ia bolak balik mengganti pakaiannya. Hingga sebuah kaos rajutan berlengan panjang warna cokelat muda dipilihnya. Dengan paduan kaos serta celana jins panjang, ia memasang wajah cukup puas.



“ Kau hanya ingin pergi bersama teman saja kan?” tanya nyonya Kim begitu putrinya hendak mengganti bajunya lagi.



“ Ya…aku ingin pergi dengan Kris.” Tanpa sadar atau tidak, gadis itu telah membocorkan jati diri temannya itu.Kris…ternyata seorang pria.Nyonya Kim tersenyum menyadari bahwa putri kecilnya telah beranjak dewasa.Ia pun bangkit dari duduknya, menghampiri anaknya yang masih sibuk mencari baju lain.



Nyonya Kim meraih bahu putrinya, membawa anak itu menghadap ke cermin.“ Tidak buruk Cheonsa. Ini sudah bagus, jangan diganti lagi. Pria tidak suka dandanan yang terlalu berlebihan.” Ujar nyonya Kim.



Mendengar nasihat ibunya, Cheonsa langsung tersadar betapa hebohnya ia selama beberapa waktu tadi. Ia menoleh pada banyaknya baju yang terhampar di atas ranjangnya. Astaga…dia sekacau itu hanya karena ingin bertemu dengan Kris?. Sepertinya ia sudah mulai tidak waras.

“ Kris?.. sepertinya eomma tidak pernah mengenal nama itu. Apa dia teman sekolahmu?”

Cheonsa yang masih menyisir rambutnya terlihat cukup cemas, entah ia merasa ragu untuk menjawab pertanyaan ibunya. “ Bukan..” Cheonsa bingung harus menjelaskan bagaimana.Ia pun menghela, kemudian mendekati sang ibu yang tengah duduk di pinggiran ranjang.

“ Tapi percayalah dia orang yang baik. Sun Hee, Suji dan teman-temanku yang lain juga mengenalnya. Eomma tidak perlu khawatir.”

Nyonya Kim hanya mengangguk pelan sambil terus menyunggingkan senyumnya. Benar..putrinya memang sudah dewasa. Bahkan gadis keras kepala yang biasa tidak mau membela orang kini membela seorang pria.


**** 


Cheonsa terlihat rikuh dengan tubuh gagah Kris yang beriringan dengannya.Mereka memang tak berada dalam jarak yang sangat dekat, cenderung menjauh.Di satu sisi Cheonsa tak ingin terlalu dekat, tapi di satu sisi Kris tak ingin gadis itu terlalu jauh.Mereka baru saja menyaksikan pertunjukkan sandiwara yang berlangsung di lapangan desa, kini dua orang itu tengah berjalan untuk menikmati waktu malam minggunya dengan mencari makanan.

Sejauh ini belum ada yang menarik mata Cheonsa, tapi tidak untuk Kris, karena pria itu sudah menemukan tempat untuk Cheonsa dan dirinya pergi.Ia melihat kedai kecil dengan keadaan cukup bersih, kedai itu juga banyak dikunjungi. Ia melirik Cheonsa yang masih berjalan lurus. Dengan ragu, akhirnya ia berhasil meraih tangan Cheonsa, membuat gadis itu cukup bingung karena ia tak mengatakan sepatah katapun.


“ Sepertinya kita harus mencoba makan di sana.” Jelas Kris. Keduanya masih berpegangan, awalnya Cheonsatak ingin menggenggam tangan Kris tapi pada akhirnya ia menggenggam tangan besar itu.



Mereka pun sudah duduk di sebuah meja berkursi dua.Dua orang itu hanya perlu menunggu sementara pesaanannya masih dibuat. Keadaan menjadi begitu canggung, satu sama lain benar-benar menyadari jika saat ini jantung mereka berdegup dengan kencang saat matanya melirik mata lainnya. Untuk Cheonsa ini pertama kalinya ia makan malam dengan seorang pria kecuali anggota keluarganya. Jadi bisa bayangkan betapa kacaunya ia sekarang karena matanya terus bertemu dengan mata Kris.



Begitu juga dengan Kris perasaannya sama saja seperti Cheonsa, resah dan benar-benar ingin meledak. Ia pikir ini tak akan berpengaruh hebat pada dirinya, tapi nyatanya ia  berulang kali menggaruk kepalanya hanya untuk mengisi waktu canggungnya. Ia menghembuskan nafasnya dengan payah, kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain. ketukan jemarinya di atas meja perlahan terhenti saat matanya menemukan gerombolan Eun Pyo yang baru memasuki kedai. Ia merasakan firasat buruk.



Ia memalingkan wajahnya, takut salah seorang dari rombongan itu melihatnya. Meski ia sangat tahu jika ia tak pernah melakukan kesalahan, tapi kejadian di pasar waktu itu menjadi hal yang dibesar-besarkan untuk kelompok preman  itu. menangkap sikap cemas Kris, Cheonsa mengerinyit hingga ia pun menoleh ke samping. Sial…begitu Cheonsa menoleh, dua diantara anak buah Eun Pyo melihatnya.



“ Hyung..bukankah itu gadis kita temui di pasar waktu itu?” Eun Pyo mengikuti arahan anak buahnya, iapun bisa melihat Cheonsa yang tengah menunduk ketakutan.“ Ternyata perempuan itu ada di sini….” Senyumnya menciut ketika matanya beralih pada sosok di hadapan Cheonsa, lebih tepatnya pada Kris.“ Oh ternyata pria itu kekasihnya.”



“ Cheonsa…apa kau melihat mereka semua?”  desis Kris dengan nada waspada. Cheonsa mengangguk kemudian melirik cemas.“ Kita pergi saja, oke?” Kris langsung mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan meletakkannya di atas meja.Ia langsung menggenggam tangan Cheonsa dengan erat. Keduanya pun bekerja sama dengan  baik, mereka berjalan dengan begitu hati-hati.



Tanpa mereka sadari beberapa anak buah Eun Pyo telah menghadang jalan mereka.hingga keduanya sadar kala beberapa pasang sepatu tak mau menyingkir dari hadapannya. Cheonsa meneguk liurnya, ia mengerti keadaan ini dan ia tahu siapa orang-orang yang ada di depannya.



“ Mau pergi kemana? Buru-buru sekali.” Ucap anak buah Eun Pyo dengan nada ramah yang dibuat-dibuat.



Kris mempererat genggamannya, ia tahu saat ini Cheonsa pasti sangat ketakutan. Ia pun memimpin, ia memundurkan langkahnya, sebisa mungkin ia tak mencari perkara pada pria-pria itu. Namun begitu berbalik seringaian sinis Eun Pyo menyambutnya, Kris cemas bukan main. Bagaimana kalau selanjutnya terjadi keributan?. Ini bukan masalah pria sejati atau apa, tapi ini masalah realita dan kemampuan. Nyatanya ia tidak bisa berkelahi, lalu apa yang bisa diharapkan?.



 Eun Pyo dan anak buahnya melangkah ke depan, mendekati Kris dan Cheonsa. Dadanya gemetaran, tak bisa dielak Cheonsa benar-benar ketakutan.Tapi eratnya genggaman Kris membuat rasa cemasnya cukup terkendali.“ Kalau aku lari kau harus lari. Apapun yang terjadi jangan lepaskan tanganku, mengerti?” desis Kris pelan tapi cukup jelas untuk dimengerti.



Begitu Eun Pyo hampir mendekat, Kris pun langsung berlari.Keadaan kedai kecil itu jadi sangat kacau karena terjadi kejar-kejaran antara Kris-Cheonsa dan kawanan Eun Pyo.Walau tak bisa berkelahi, Kris cukup pandai untuk mengelabui lawannya.Ia terus mengelak dan mengecoh Eun Pyo serta anak buahnya hingga ia berhasil keluar dari kedai itu.




Meski begitu, kawanan itu belum berhenti mengejarnya.“ Aku lelah Kris.” Cheonsa memperlambat langkahnya. Dadanya naik turun seiring dengan pasokan udara yang semakin menipis, ia terbatuk karena merasa sesak. Tapi di sisi lain, Kris tidak akan membiarkan mereka tertangkap oleh Eun pyo. Baiklah…tidak ada jalan lain. pikir Kris.



Ia pun mengangkat tubuh Cheonsa, lebih tepatnya memanggul tubuh gadis itu. ia pun berlari lagi sementara bahunya terasa cukup nyeri karena beban tubuh Cheonsa bertumpu di sana. Ia mengabaikan rasa lelah itu dan terus berlari, mungkin setelah ini badannya akan remuk tapi jika ia menyerah dan tertangkap, ia tidak akan membayangkan nasibnya dan Cheonsa.



Kris terus berpacu dengan keadaan, orang-orang di belakang yang terus meneriakinya untuk berhenti membuatnya mau tak mau terus berlari sekuat tenaga.“ Kris…turunkan aku! aku bisa berjalan sendiri!” protes Cheonsa. Sebenarnya gadis itu tak keberatan Kris memanggulnya, tapi menyadari betapa jauhnya pria itu harus berlari, ia merasa begitu kasihan.



“ Baiklah…kalau tidak mau menurutiku. Tapi dengarkan aku, mereka sudah tertinggal cukup jauh, kau bisa belok kanan sekarang.”Kris mengikuti instruksi Cheonsa.Keduanya pun sudah berada di lorong sempit yang gelap, sebagian tempat itu beratap tapi ada celah sedikit karena ada atap yang sudah hancur terkikis hujan.



Di sisi kanan kiri mereka tembok, tapi di pertengahan ada sebuah jalan kecil yang cukup tersembunyi. Krispun masuk ke dalam sana. Ternyata tempat itu sangat kecil, tapi cukup aman untuk bersembunyi.Atapnya juga masih ada walau sebagian sudah bolong, tapi cukup menguntungkan karena setidaknya ada cahaya bulan yang masuk.



Ia menurunkan Cheonsa dengan perlahan. Tubuhnya benar-benar kaku, ia memegangi bahu serta pinggangnya. Ahhh…pegal sekali.Ia pun duduk bersender, membiarkan punggungnya beristirahat. Sedangkan Cheonsa masih tetap berdiri, gadis itu menatap cemas ke sekitarnya.tempatnya berada benar-benar gelap, walau seberkas cahaya bulan masih cukup memberi penerangan. Tapi…tempat itu sangat menakutkan untuk ditempatinya dan Kris.Ia memperhatikan tempat untuk beristirahat yang tersisa. Satu-satunya hanya di sebelah Kris.



“ Untuk sementara kita di sini dulu, aku tidak tahu kapan gerombolan preman itu akan pergi.” seperti memahami kebisuan Cheonsa, Kris menepuk tempat di sebelahnya, menyuruh gadis itu untuk duduk di sampingnya.



Tapi Cheonsa tak bergerak sama sekali. Gadis itu mematung, jantungnya berdebar begitu kencang.Ia sadar seharusnya ia tak berada di dekat Kris dalam jarak sedekat itu.



“ Baiklah aku mengerti. Dengar ya Cheonsa, aku pernah bilang sebelumnya kan, kalau aku bukan pria mesum? Jadi jangan khawatir, aku tidak akan melakukan apapun, oke?”



“ Ckk…ya sudah, kau tidur di sini. Aku akan tidur di luar!”Kris benar-benar frustasi melihat Cheonsa yang terlihat begitu takut. Ya..ia mengerti kecemasan Cheonsacukup beralasan, tapi tidak bisakah gadis itu mempercayainya?.


Kris hendak keluar, ia tak ingin melihat Cheonsa berdiri sepanjang malam. Tapi tiba-tiba saja tangannya dicegah Cheonsa, gadis itu menangkap lengannya.“ Tidak usah. Aku percaya padamu.”Cheonsa melepaskan tangan Kris.Gadis itu langsung mendudukkan tubuhnya dan menyenderkan punggungnya ke tembok.



Dan Kris? Pria itu berusaha untuk tak menimbulkan kecemasan pada diri Cheonsa, ia memposisikan dirinya di samping gadis itu, tapi tidak terlalu dekat. Ia menghembuskan nafas panjang kemudian menoleh pada Cheonsa yang masih belum tidur. “ Apa tidak apa-apa? Aku bisa keluar jika kau mau.”Kris kembali memastikan, tapi Cheonsa segera menolak.gadis itu tak ingin membuatnya repot.



Malampun kian menunjukkan pesonanya, di balik gelapnya tersembunyi dua makhluk yang tengah tertidur di sebuah tempat terpencil bekas reruntuhan bangunan.Walau perasaan keduanya begitu berdebar, namun nyamannya malam itu membawa keduanya ke alam bawah sadar.Keduanya saling menjaga, sebelumnya Kris sengaja menyandarkan kepala Cheonsa di bahunya.Ia juga melepas jaket yang dipakainya untuk menyelimuti Cheonsa. Malam seakan menyatukan apa yang tak bisa disatukan siang atau pagi, kini di bawah sinar rembulan, Cheonsa dan Kris saling menggenggam tangan. Tidur dengan berpegangan tangan.




*****   





TBC



Horeyyyyy…..akhirnya bisa publish!!!
Oke!! Sorry buat salsa yang kemarin dibikin kepo sama tulisan ini. pasti dia kira aku mau nulis projekku yang lain. kekek…sumpah ini garing dan apa ya? Ya pokoknya enggak banget….pasti ngebosenin bgt ya?


Oh ya…pasti pada mau protes knp aku publish ff dengan cast kris lagi. Aduhh…aku juga bingung klo ditanya begitu.Aku tau pasti gak semua reader suka kris, tapi ya mau gimana lagi?Imajinasiku ini gak bisa dikontrol…jadi ya meski abal dan gaje gini tetep nekat buat dipublish. Lagian kan sayang klo disia-siain gitu aja. Daripada menuh-menuhin laptop doang…


Pokoknya aku bakal publish part 2-nya secepatnya. Kalau inget ya…hehehhe…lagian juga pasti gak ada yng ngarep kan?.Okelah….daripada makin panjang. Aku udahi dulu ya….bye…





Thanks


GSB

Comments

Popular Posts