Bad Boy Good Girl (2/2)

 
 
 
 
Cast : Kim Sora
           Huang Zitao
           Kim Jongdae
           Shim Hayeon
Genre : Romance, comedy
Rating : PG - 15  





Untuk kesekian kalinya Sora menatap ponselnya yang kembali berdering. Kali ini masih dari penelepon yang sama dengan penelepon sebelumnya. Sepertinya sudah hampir duapuluh kali nama itu terus terpampang di layar ponselnya. Beberapa pesan singkat dari nomor yang sama juga berulang kali ia terima.




Sora sudah selesai berkemas, dia langsung bergegas keluar dari kubikelnya. Rencananya hari ini ia ingin pulang sangat larut, tapi nyatanya pekerjaannya selesai begitu cepat. Ia tidak tahu harus melakukan apa lagi, yang jelas ia tidak ingin kembali ke rumahnya sekarang.





“ Ikutlah bersamaku.” Ujar Hayeon. Ia dan Sora langsung memasuki mobilnya. Pergi ke suatu tempat untuk membuat temannya itu jauh lebih baik.




Dalam sudut pandang orang-orang yang mengenal Sora pasti beranggapan bahwa gadis itu merupakan sosok ideal dari anak penurut yang memiliki sikap dewasa serta perhitungan yang tepat. Tapi kenyataannya Sora hanya seorang anak yang tak berani menerobos batas-batas hidupnya dan apa yang sedang ia lakukan sekarang merupakan salah satu wujud dari ketakutannya. Ia terlalu takut untuk membantah ayahnya, hingga ia lebih memilih untuk menghindar.





Panggilan tidak terjawab dari ayahnya menjadi bukti betapa gadis itu ingin pergi dari masalahnya. Yah…harusnya hari ini ia pulang lebih awal karena rencananya hari ini akan ada acara pertemuan keluarga. Tentu antara keluarganya dan Jongdae yang ingin membahas masalah pernikahan dan sebagainya.





Mobil Hayeon berhenti di depan sebuah Kafe. Kedua orang itu langsung memasuki Kafe tanpa banyak bicara. Setelah memesan beberapa makanan, mereka kembali diam. Sama-sama larut dengan pikiran masing-masing.




“ Kenapa kau tidak membicarakannya dengan appa-mu? Bukankah itu jauh lebih baik? Yah..mungkin jika kau membicarakannya, dia bisa mengerti.” Ucap Hayeon memberi usul.




Menurut Hayeon semua masalah bisa terselesaikan asal dibicarakan baik-baik, tapi menurut Sora kenyataan yang ia hadapi tidak semudah itu. Appa-nya bukan sosok yang mau bertoleransi dengan apa yang tidak sesuai dengan harapannya. Terlalu sulit untuk mengubah pikiran appa-nya.




Sora tak menjawab. Sudah cukup ia kelihatan mengenaskan, ia tidak ingin menambahnya dengan memperjelas kondisinya yang tak memungkinkan untuk bicara dengan ayahnya sendiri.



“ Mungkin dia memang keras, tapi ayolah…ayahmu bukan Hitler! Kau tidak akan dikubur hidup-hidup hanya karena tidak menerima perjodohan itu.”



Gadis itu tak habisnya memberi sugesti pada Sora. Beberapa pikiran realistis dilontarkan Hayeon untuk menjebol pertahanan Sora. Dia bukan bermaksud untuk merusak atau mempengaruhi temannya dengan hal buruk, ia hanya ingin Sora mendapatkan apa yang harusnya ia dapatkan, bukannya sebuah pernikahan yang tak pernah diinginkan. Di sisi lain Sora mengerti betapa bodohnya ia karena tak pernah melakukan apapun, tapi sebanyak apapun ia mengutuk nyalinya, ia memang seperti itu. Ia penakut. Ia pengecut.



“ Maaf aku terlambat.” Ucap seseorang yang baru datang dan langsung menempati kursi di sebelah Hayeon.




Sora mengalihkan pandangannya pada Hayeon yang hanya menggedikkan bahunya. Jadi..Hayeon sengaja mengajaknya ke sini dan diam-diam mengundang orang ini? Jadi temannya itu sengaja mempertemukannya dengan Tao? Mempertemukannya dengan orang yang sedang mati-matian ia hindari belakangan ini?.




“ Karena Tao sudah datang, aku pergi sekarang.”




“ Tapi-“ Sora langsung berdiri, ia tak bisa menerima keputusan Hayeon. Tapi gadis itu malah tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalanya. Ia meminta Sora untuk kembali duduk. Percayalah yang ia lakukan hanya untuk membuat Sora bahagia.




Sora duduk kembali. Duduk dengan perasaan tidak nyaman. Ia benar-benar bersikap kaku sampai Tao dapat merasakan keanehan sikapnya. Tao memperhatikan Sora sambil menerka-nerka isi pikiran gadis itu. “ Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar sebelum aku mengantarmu pulang?”.





****  





Lembutnya pasir pantai menyapa kaki telanjang Sora yang dibiarkan berkeliaran tanpa alas. Sepertinya gadis itu cukup menikmati waktu tenangnya, yah…tidak sia-sia Tao membawanya ke tempat ini. Selain cahaya mentari yang sudah berganti dengan sinar rembulan, suara riakan air yang terdengar seirama membuat setumpuk hal yang membebani pikirannya seolah terlupakan.




Jika ditanya apa yang sebenarnya ia lakukan sampai merasa begitu tenang, jawabannya sederhana ia hanya duduk beralaskan pasir pantai sambil memperhatikan gulungan ombak yang tak pernah lelah mengejar satu sama lain. Sangat sederhana, tapi ia sangat senang dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Jujur ia memang membutuhkan penyegaran.



“ Ku pikir pria itu memang tidak cocok untukmu.” Tao kembali bersuara setelah sebelumnya ia menjadi komentator yang baik saat mendengar cerita Sora. Pria itu menoleh ke arah Sora yang sedang menatapnya. Senyumnya terulas begitu Sora tersenyum mendengar pendapatnya. Tao kembali mengarahkan pandangannya ke depan.





“ Yah…jujur saja pria itu terlalu baik untuk gadis ceroboh sepertimu.” Ujar Tao datar. Di dalam benaknya pria itu benar-benar terhibur dengan ucapannya sendiri, tentu ia tidak lupa kalau kegiatan menggoda Sora adalah salah aktivitas favoritnya.




Dorongan penuh tenaga didapatkan Tao. Pria itu tersungkur ke pasir, namun bukannya marah ia justru tertawa apalagi saat Sora bangkit dan menghantam tubuhnya dengan pukulan. Ia benar-benar tergelitik melihat betapa seramnya Sora saat marah, gadis itu bahkan melempar gumpalan pasir ke arahnya dengan kesal.



Tao langsung berdiri, kemudian berlari menjauhi Sora yang sedang mengejarnya. Ia tidak ingin menjadi pelampiasan gadis itu. Serangan Sora semakin ganas dan meyakinkan, jika ia terus bertahan dengan kondisi seperti tadi, bisa ia pastikan tubuhnya akan terasa remuk.




“ Sudah..sudah.. cukup.” Ucap Tao masih terengah. Sebenarnya ia terlalu lelah tertawa, tapi rasanya kenapa payah sekali untuk bernafas. Ia menangkap tangan Sora yang ingin memukul perutnya. “ Lebih baik kita berfoto, bukankah tempatnya sangat mendukung?” Sora menghempas tangan Tao, ia kemudian berjalan menjauhi pria itu. “ Ya…ya..jangan pergi!” Tao menghampiri Sora, menyejajarkan langkahnya dengan  gadis itu.





Tao mengeluarkan ponselnya dari saku celana, kemudian mengatur aplikasi kamera. Ia mengarahkan kamera ponselnya ke arahnya dan Sora. Ia agak kesulitan karena Sora yang tak kunjung berhenti. Ia mendesah, benar-benar tak ada pilihan lain. Tao langsung mencengkram bahu Sora, membawa gadis itu lebih dekat dengannya hingga ia bisa merasakan bahunya yang menempel dengan bahu Sora. Sementara Tao masih sibuk memfokuskan ponselnya, Sora tak bisa melepaskan tatapannya dari Tao. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya seolah matanya sudah berikrar bahwa hanya Tao-lah yang akan menjadi alasannya untuk melihat. Ribuan getaran terhantar hingga ke relung hatinya, begitu hangatnya tangan Tao bisa ia rasakan dari balik kemejanya.





“ Oke…1…2….3.. Cheese!!!” setelah puas berfoto, Tao kembali memasukkan ponselnya. Pandangannya beralih pada Sora yang masih terdiam, gadis itu cenderung membatu. Apa yang dirasakan Sora dapat ia rasakan, karena sebenarnya Tao juga merasakan hal yang sama. Tubuhnya bergetar, jutaan sel dalam tiap bagian tubuhnya bergerak tak karuan begitu tangannya merangkul tubuh Sora. Ia juga tak bisa mengenyahkan sensasi aneh yang menyengat tubuhnya saat ia sadar Sora tak berhenti menatapnya.




“ Sepertinya kau sudah bisa pulang sekarang. Kajja…kita kembali!” ajak Tao. Awalnya ia ingin meraih tangan Sora, menuntunnya agar ia bisa memastikan jika tidak ada satupun krikil yang menghambat langkah gadis itu, tapi begitu bola matanya bertemu dengan mata Sora, nyalinya seakan pergi. Jadi ia memutuskan untuk membiarkan Sora jalan terlebih dulu, dan sebagai gantinya ia akan mengawasi gadis itu dari belakang.






**** 






Sepi dan hening begitulah suasana yang menyambut Sora begitu memasuki rumahnya. Memang ini sudah terlalu larut untuk menyatakan bahwa mobilitas di dalam rumahnya masih berjalan. Sora berjalan dengan penuh kekhawatiran, bagaimanapun juga ia habis melakukan sebuah pelarian. Ia tidak ingin kedatangannya menarik perhatian penghuni rumahnya.





“ Kau baru pulang? Apa pekerjaan kantormu sangat banyak hari ini?” nafas Sora tercekat, ia bahkan hampir tidak bisa menghirup udara lagi begitu suara mencekam menghetikan langkahnya. Sora yang sudah berada di anak tangga kedua, memutar tubuhnya ke belakang. Tanpa diberi pengarahan ia sudah tahu harus menghadap kemana, tepatnya pada seorang pria yang tengah duduk di salah satu sofa ruang keluarga. Tadi saat melewati tempat itu ia tidak menyadari ada seseorang disana, kenapa sekarang ayahnya berada di tempat itu.




“ Ya begitulah. Ada persiapan untuk peresmian kerja sama jadi ada banyak hal yang harus kutangani.” Sora tersenyum simpul. Dalam situasi seperti ini hanya ada beberapa hal yang bisa ia lakukan, bersikap manis, pura-pura lelah atau mengalihkan topik pembicaraan.




“ Umm…begitu ya. Ya sudah sepertinya kau sangat lelah, masuk ke kamarmu dan segera istirahat.” Ucap ayah Sora tenang, sungguh Sora tak menyangka jika ayahnya akan menyuruhnya istirahat. Sora kembali tersenyum sebelum ia membalikkan tubuhnya dan menaiki anak tangga dengan perasaan lega.




“ Jangan temui pria itu lagi. Appa rasa seharian bersamanya hari ini sudah lebih dari cukup. Lupakan pria itu dan fokuskan dirimu pada pernikahanmu.” Kini kaki Sora bergetar, untung tangannya masih memegangi pegangan tangga atau tidak, mungkin saja ia akan jatuh terduduk. Apa? Apa yang dimaksud ayahnya adalah Tao?.




“ Appa memiliki banyak akses untuk memantaumu Sora dan appa benar-benar menyesal melihatmu bersama brandal seperti itu. Ku harap ini untuk terakhir kalinya. Sampai kapanpun kau tidak akan bisa bersama dengan pria seperti itu Sora.” lanjut ayah Sora. Pria tua itu berdiri kemudian berjalan meninggalkan Sora yang masih mematung di tangga sana. Tanpa ingin menengok kondisi putri sulungnya, Tuan Kim langsung memasuki kamarnya.




Sora masih belum bergerak, ia masih sibuk merapihkan ritme pernafasannya. Berulang kali ia berusaha untuk menekan pikiran buruknya, berbagai problema mengusik akal sehatnya. Ia harusnya sudah tidak terkejut lagi dengan keputusan sang ayah. Dari jauh-jauh hari bahkan ia tak pernah menggantungkan harapan lebih, seperti ayahnya yang bisa menerima Tao. Tapi pernyataan ayahnya terdengar begitu menyakitkan. Titik-titik hangat yang awalnya ditahan keluar, pada akhirnya mengalir tanpa kendali. Semuanya tumpah, seperti harapan Sora yang meluap dan tak memiliki wadah untuk mengumpulkannya.






****






Tao hanya bisa merelakan waktu makan siangnya terbuang untuk meladeni seorang pria tua yang baru saja mendatangi studionya. Sebagai seorang profesional, Tao tentu memprioritaskan masalah pekerjaan dibandingkan prahara perutnya. Seramah mungkin ia menyambut pria yang masih berdiri tegap tanpa melepaskan pandangan darinya.





“ Ada yang bisa saya bantu? Ah…bagaimana kalau kita bicara di ruanganku saja?” Tanya Tao penuh pengertian.




“ Tidak perlu.” Tao menghela nafas pelan, ia hanya sedang menekan emosinya. Ia kembali menatap pria di depannya dengan harapan ia bisa memperlakukan orang itu dengan sebaik mungkin.





Pria tua itu memfokuskan pandangannya pada Tao. Jujur saja Tao merasa terintimidasi dengan tatapan pria itu. Meski ia tahu penampilannya jauh dari kata rapi, tapi tetap saja ada suatu hal yang membuatnya merasa direndahkan karena tatapan itu.




“ Jadi kau yang bernama Huang Zitao?” tanya pria itu yang langsung diangguki Tao. “ Ya…benar.”



“ Jauhi anakku.” Singkat dan benar-benar penuh misteri, setidaknya Tao tidak tahu siapa yang mesti ia jauhi. Lagipula kenapa ia harus menjauhi seseorang? Toh…selama ini ia tidak pernah menjerumuskan siapapun.



“ Maksud anda?” kali ini Tao benar-benar masuk ke dalam perbincangan. Awalnya ia hanya menganggap pria di depannya adalah seorang klien yang ingin membicarakan konsep atau urusan pekerjaan, tapi sepertinya pria itu datang dengan maksud lain.




“ Jauhi Sora….” kalimat itu meluncur begitu mudah dari mulut pria yang tak lain adalah ayah Sora. setelah berhasil mendapat indetitas Tao, Tuan Kim langsung mengambil langkah cepat. Menurutnya permasalahan cinta anaknya mesti dituntaskan sesegera mungkin sebelum semuanya lebih sulit untuk diatasi.




“ Aku tidak mau tahu hubungan seperti apa yang terjalin di antara kalian berdua, tapi demi kebaikanmu lupakan Sora.”




“ Kau tentu tahu jika sebentar lagi dia akan menikah dengan pria lain. Jadi tolong, lupakan dia! Sampai kapanpun kau tidak akan pernah ada dalam masa depannya. Kau harus segera bangun dan sadar dimana seharusnya kau berada.” Tuan Kim melirik Tao sesaat sebelum ia memutuskan untuk memutar langkahnya dan meninggalkan studio itu. Satu urusan selesai, setidaknya pikiran yang mengganggu batinnya beberapa hari lalu telah enyah. Sekarang ia bisa melanjutkan rencana pernikahan Sora dengan tenang.



Ia memasuki mobilnya setelah seorang supir membukakan pintu untuknya. tanpa memberi perintah, mobil itu langsung berjalan sesuai dengan rencana sebelumnya. Tentu ia harus kembali ke kantor dan mengurusi banyak hal demi kelangsungan hidup ribuan orang yang bekerja di bawah naungan perusahannya.





****






Sora merasa dirinya tidak salah lihat, mobil hitam yang tadi ia lihat keluar dari studio Tao adalah mobil ayahnya. Walau bukan pengingat yang baik, tapi Sora yakin bahwa nomor plat mobil yang ia lihat sama dengan mobil ayahnya.




Ia memang sengaja ingin mengajak Tao pergi makan siang tanpa memberi tahu pria itu sebelumnya, tapi begitu hendak turun dari taksi, ia melihat mobil ayahnya keluar dari studio milik Tao.





Berbagai dugaan dari yang buruk hingga yang paling buruk berlalu lalang dalam pikirannya. Dugaan itu semakin kuat adanya begitu ia mendapati Tao yang tengah terduduk sambil mendesah pelan. Pria itu terlihat begitu kacau dan lelah.




Sora mendekati Tao yang masih memijat keningnya. “ Tadi….apa ayahku datang ke sini?” Tao begitu terkejut dengan kedatangan Sora yang sangat tiba-tiba. Padahal beberapa waktu lalu ayah gadis itu sudah menyuruhnya untuk menjauhinya, tapi sekarang gadis itu justru sedang berdiri di hadapannya.




Betapa sakitnya atau sedalam apapun hatinya tersinggung dengan ucapan ayah Sora tadi, Tao tidak memperlihatkan perasaannya di hadapan gadis itu. Setelah melihat gadis itu berdiri di depannya dengan penuh kekhawatiran, membuat ekspresi wajahnya berubah dengan cepat. Sekarang ia kelihatan seperti Tao yang riang, yang tak pernah tertekan dengan ancaman apapun dalam hidupnya.




“ Kau datang ke sini untuk mengajakku makan siang bersama? Kalau begitu ayo kita pergi sekarang!” ujar Tao yang beranjak dari kursi. Ia langsung menarik lengan Sora bersamanya.




“ Tao…kau belum menjawab pertanyaanku.” Sora memegang tangan Tao yang membuat pria itu menatapnya balik. Ia tahu Tao tidak ingin membahas hal itu, tapi untuk kali ini saja biarkan ia memaksa pria itu. Ia ingin mendengar apa saja yang ayahnya katakan, dan yang lebih penting ia ingin tahu seperti apa perasaan Tao saat ini.



“ Kita bicarakan sambil makan saja.”



Keduanya telah membuat kesepakatan untuk membahas semuanya saat makan siang. Jadi tidak ada perbincangan yang mengarah pada pertemuan Tao dengan ayah tadi selama di perjalanan. Beragam lagu dari tape mobil terputar menemani kekakuan di antara keduanya. Bagaimanapun Sora merasa tidak enak hati, ada banyak hal yang mengganjal hatinya. Ia memang tak pernah berharap ayahnya bisa menerima Tao, tapi ia tidak menyangka jika ayahnya sampai menemui Tao. Walau ia tidak tahu betul apa saja yang ayahnya katakan pada pria itu, tapi sedikitnya ia sudah mengerti maksud kedatangan ayahnya.




Sora keluar dari mobil Tao dan mengekor di belakang pria itu. Ia tak banyak bicara, ia hanya bicara begitu Tao menanyakan pesanannya. Hampir kurang lebih limabelas menit, ia hanya diam memperhatikan Tao yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon. Kali ini ia menemukan keraguan dan ketakutan begitu matanya melihat Tao. Ia bisa melihat jelas bagaimana pria itu menghindari matanya saat mereka tak sengaja berpandangan. Walau sedang fokus bicara dengan kliennya, Sora bisa merasakan bagaimana kacaunya Tao yang sedang mengendalikan perasaannya sendiri.




Sampai seorang pelayan selesai menyajikan semua pesanan mereka, keduanya belum kunjung bicara. Seperti sengaja ingin mengalihkan perhatian Sora, Tao langsung menyantap makanannya tanpa bicara apapun. Tidak seperti yang ia katakan sebelumnya, ia tidak menceritakan apa pun tentang kedatangan tuan Kim tadi.




Sora meletakkan sendoknya, ia muak pada Tao yang ingin mengingkari janjinya. Bukankah ia bilang ingin membicarakannya sambil makan? Tapi sejak tadi ia tidak mengatakan apapun. Sora menatap pria itu dengan perasaan kesal.



“ Apa yang ayahku katakan?” tanpa basa-basi Sora langsung menodong Tao dengan pertanyaan yang menjadi alasan terbesar kenapa ia tak bisa tenang menyantap makan siangnya.




Tao diam. Ia menghentikan makannya kemudian menyesap minumannya dengan tenang. Setelah sebelumnya tidak berani menatap Sora, ia pun menatap gadis itu. Namun hal terpenting yang harusnya ia lakukan tak bisa direalisasikan semudah itu.



“ Kenapa kau diam? Apa mengatakan kalau ayahku menyuruhmu untuk menjauhiku begitu sulit? Apa sulit sekali untuk mengatakan betapa kejamnya ayahku yang menilai dirimu tidak pantas? Apa seperti itu?” Sora mulai emosi, nada suaranya meninggi dari pada sebelumnya. Ia menyorot Tao yang semakin tak bernyali. Tanpa dijawabpun ia sudah mengerti apa yang ayahnya katakan pada Tao tadi.



Kini minatnya untuk menyantap makanannya sudah hilang, ia benar-benar tidak berselera. Perasaannya tak karuan, nyatanya ia begitu kacau hanya dengan melihat Tao yang tak kunjung bicara. Entah kenapa hatinya sakit saat tahu jika ayahnya mengatakan hal buruk pada Tao. Tanpa alasan yang jelas ia ingin menangis, menangis karena tahu Tao tersakiti. Apa ini logis? Ia ingin menangis atas apa yang Tao terima.




“ Walau seluruh penghuni bumi memintaku untuk menjauhimu aku tidak akan menjauhimu. Aku tidak akan melakukannya hanya karena hal seperti itu.” Sora mengangkat kepalanya, ia pandangi Tao yang sedang menatapnya dengan serius.



“ Aku tidak pernah tahu apakah aku ada di masa depanmu atau tidak, tapi aku tahu hari ini aku sedang bersamamu.”




Tao menggenggam tangan Sora dengan erat. Jantungnya berdebar begitu tangannya menyentuh kulit lembut Sora yang hangat. Seperti yang ia bilang ia memang tidak pernah tahu apakah dirinya merupakan bagian dari masa depan Sora atau bukan, tapi ia hanya ingin memastikan bahwa detik ini ia tengah menggenggam tangan itu dengan segenap perasaannya yang tak bisa ia kendalikan lagi.





Sementara Sora tak bisa melepaskan pandangannya dari Tao. Jujur ia merasa tenang saat Tao menggenggam tangannya, namun tak lama berbagai rencana ke depan mengusik ketenangannya. Dari yang mendukung hasratnya hingga yang menegakkan kepatuhannya sebagai seorang anak. Ini terlalu rumit untuk diputuskan dalam waktu singkat, setidaknya terlalu singkat jika ia memilih salah satunya tanpa memikirkan dampak ke depannya.




“ Aku mencintaimu Sora.”




Sora benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, bagaimanapun ia tetaplah seorang gadis biasa yang akan merasa sangat bahagia mendengar pernyataan cinta dari seseorang yang ia cintai. Namun entah kenapa justru lelehan airmata yang mengekspresikan jawabannya. Hatinya dirundung dengan perkara yang terlalu banyak.




“ Tapi Tao….”



“ Temui aku di sini besok saat makan siang. Kau bisa menjawabnya besok.”







****   






Tidak akan ada yang bisa mengerti dengan jalan pikiran atau alasan atas apa yang dilakukan orang lain untuk hidupnya. Begitupun dengan Sora. Pasti tidak akan ada yang mengerti dengan apa yang sebenarnya terlintas dalam benaknya. Siang tadi harusnya ia berada di kafe yang sama dengan kemarin, bertemu dengan Tao dan menyatakan perasaannya. Tapi yang ia lakukan justru bergelut dengan pekerjaan tanpa henti. Ia memang sengaja menghindari Tao, ia bahkan membawa bekal dari rumah agar tak ada alasan untuknya keluar dari kantor.





Ia mengerti dengan apa yang ia rasakan. Tapi kembali lagi dengan kenyataan, sekuat apapun ia berusaha untuk mengukuhkan perasaannya, ia akan tetap berakhir menjadi milik orang lain. Ia pikir akan sangat sia-sia jika dirinya mengutarakan isi hatinya, jika pada akhirnya yang ia dapatkan tetaplah pernikahan yang tidak ia inginkan. Lagipula bukankah itu terlalu kejam untuk Tao? Bukankah itu sama saja dengan memberikan harapan tinggi untuk pria itu padahal ia sendiri tahu sampai kapanpun ayahnya tak akan pernah berdiri untuk melihatnya bersama Tao.





Inilah pilihannya, berjalan tanpa peduli apa yang akan terjadi dengannya nanti. Tidak peduli siapakah yang akan mendampinginya di pelaminan nanti. Jujur ia terlalu lelah untuk mempermasalahkan itu lagi. Rasanya seperti sedang membahas pemecahan masalah konspirasi yang tak berujung. Mungkin dengan mencoba untuk menerima semuanya adalah pilihan terbaik. Yah…yang ia lakukan hanya agar lukanya tak semakin dalam dan lebih sulit untuk disembuhkan.




Ia hanya perlu melangkah seperti biasanya. Pulang dan pergi ke kantor seperti sebelumnya, sama seperti yang ia lakukan saat ini. Begitu waktu kerja usai ia segera meninggalkan kubikelnya. Dengan menenteng tasnya Sora berjalan di antara pekerja lain yang juga ingin segera keluar dari kantor.





Beberapa kali ia membaca beberapa agenda di ponselnya. Rencana kerjanya untuk esok hari yang telah ia susun sedemikian rupa. Terlalu sibuk memang, tapi itulah yang ia inginkan. Sibuk dengan pekerjaannya, membuat tubuhnya lelah hingga dirinya tidak memiliki waktu untuk menengok kondisi hatinya.



Ia menghembuskan nafasnya begitu matanya kembali menangkap beberapa pesan yang belum ia baca. Semuanya berasal dari Tao, itulah kenapa ia tak membacanya.




“ Apa ada sesuatu yang terjadi hingga kau tak datang menemuiku?”




Tubuh Sora bergetar begitu mendengar suara Tao dengan jelas. Dan benar. Pria itu memang berada di depannya. Tadinya pria itu ingin tetap mengawasi Sora dari mobilnya, tapi kekesalannya membuat kesabarannya habis. Ia memutuskan untuk menghampiri gadis itu dan meminta penjelasan atas semuanya.




Jelas Tao sangat kesal. Terlihat dari bagaimana cara pria itu menatap Sora. Tidak seperti biasanya, ia terlihat begitu geram dan menyimpan banyak amarah. Ia sudah cukup kecewa karena Sora tak menemuinya siang tadi, dan gadis itu justru menambah kekecewaannya dengan mengabaikan panggilannya. Jika memang Sora tak bisa datang, setidaknya berikan kabar atau apapun yang bisa membuatnya mengerti.




“ Tao…sejak kapan kau ada di sini?” tak terlihat gurat takut ataupun bersalah dari wajah Sora. Ia malah terlihat santai menanggapi tatapan tajam Tao. Ia bertingkah seolah tak ada yang patut disesali.





Entah bagaimana Tao harus menjabarkan perasaannya, ia benar-benar kehabisan rasa sabar. Ia tak mengerti kenapa Sora bertingkah sesantai itu, apa Sora memang tak mengingat kalau hari ini mereka memiliki janji? Tapi bukankah ia mengirimi gadis itu pesan? Alasan lupa tentu bukan sesuatu yang masuk akal.




“ Kita harus bicara.” Putus Tao sambil menarik lengan Sora. Ia menarik Sora hingga sampai di depan mobilnya.



“ Aku tak bisa, sampai kapanpun aku tak bisa menentang masa depan yang telah ayahku buat.” Ucap Sora.



Tao memandang gadis di belakangnya sambil mendengus. Sekali lagi emosinya dipermainkan, ia tak tahu sampai kapan ia bisa mengendalikan emosinya.




“ Aku dan kau hanya bisa berteman di masa depan. Berteman bukan sesuatu yang buruk kan?” Tao menyorot Sora dengan tajam, mengintimidasi gadis itu dengan sejuta amarahnya yang tak terbendung. Hal itu bisa dirasakan Sora melalui eratnya cengkramannya tangan Tao pada lengannya.



“ Bukankah sebelumnya kita memang berteman, jadi…..” Sora menatap tangannya dengan tidak percaya. Tatapannya benar-benar kosong ketika Tao melepaskan tangannya begitu saja.



Tao mendecak. “ Berteman?” ia kesal dan benar-benar tidak bisa menerima kenyataan yang keluar dari mulut Sora.




“ Aku tidak bisa menerima pertemanan darimu. Huft…maaf aku tak bisa.” Ujar Tao sambil menekan amarahnya. Di sisi lain ia sedang menahan keperihan yang menyiksa hatinya. Secara tidak langsung ia telah menambah derita hatinya, karena sesungguhnya berpisah dengan Sora bukan hal yang inginkan, walau bertahan di sisinya sebagai seorang teman bukan pilihan yang bagus juga.




“ Kau tahu kenapa aku tidak akan pergi meski semua orang memintaku untuk menjauhimu? Itu karena aku akan pergi begitu hatiku menghendakinya dan hari ini aku sudah memutuskan untuk pergi.” tutup Tao. Tanpa mengucap perpisahan, ia langsung berbalik dan mulai melangkah pergi.




Seperti yang ia katakan, ia akan pergi begitu hatinya mendesak. Dan hari ini di bawah langit yang mulai gelap, keputusan untuk pergi telah ia tetapkan. Ia tak akan muncul dalam kehidupan Sora, meski ia tak tahu apa dirinya akan mampu melakukannya. Mungkin ini tidak adil untuk Sora, tapi inilah pilihan teradil untuk Tao. Jika ia memang tidak bisa bersama Sora, lebih baik ia pergi dan menghilang sampai dirinya tak bisa mengingat gadis itu lagi.





*****  








Sudah hampir dua bulan berlalu. Tidak ada candaan frontal atau seorang pria beranting dengan karismanya. Semua bagai tak berlaku lagi dalam hidup Sora. Segalanya seperti cerita pengantar tidur yang membuat malamnya begitu damai dan tenang. Memang setelah sore itu, ia dan Tao tidak pernah bertemu kembali. Bahkan berkomunikasi lewat telepon atau berkirim pesan singkat pun sudah tidak dilakukan keduanya.





Awalnya Sora masih mencoba untuk menghubungi pria itu, tapi tak satupun panggilannya mendapat jawaban. Sepertinya Tao benar-benar memenuhi ucapannya. Ia benar-benar pergi dari kehidupan Sora. Ia tidak berusaha untuk menelpon Sora saat hatinya menyesal karena telah mengabaikan panggilan gadis itu. Ia hanya bisa menghela nafasnya ketika dirinya merindukan gadis itu, yang ia lakukan hanyalah menahan diri.





Tapi hal itu tak adil untuk Sora, walau sebenarnya itu semua tidak adil untuk keduanya. Namun Sora tidak bisa menerima keputusan Tao untuk mengakhiri segalanya. Ia sudah cukup tersiksa karena harus menerima keputusan ayahnya, haruskah ia juga menerima kenyataan bahwa Tao meninggalkannya?. Jelas..Sora tidak bisa menerimanya begitu saja. Meski terkesan sudah melupakan Tao, sebenarnya gadis itu sering memikirkan cara lain untuk menemui pria itu.




Ia tersenyum tipis begitu memasuki sebuah kafe yang terletak di daerah Gangnam. Kakinya melangkah dengan yakin menghampiri sebuah meja yang sudah dipenuhi oleh beberapa orang. Senyumnya semakin mengembang begitu matanya mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia bisa melihat jelas Tao yang berada di tengah-tengah rombongan itu.





“ Sora! Akhirnya kau datang!” Sora tersenyum. Ia mempercepat langkahnya, ia membalas pelukan Hyerim yang begitu senang dengan kehadirannya.






Inilah yang dimaksud dengan cara lain untuk menemui Tao. Datang ke pesta perayaan kesuksesan Hyerim. Lalu bagaimana bisa Sora datang ke pesta itu?. Mudah saja, setelah menjadi model untuk rancangan Hyerim beberapa waktu lalu, Sora memang memiliki hubungan yang cukup baik dengan wanita itu. Hubungan keduanya semakin baik begitu Sora bertemu dengan Hyerim di pusat perbelanjaan, hingga keduanya berbincang dan akhirnya Hyerim menawarkan diri untuk menjadi penengah dalam masalah Sora dan Tao. Yah…Tuhan memang memberikan kerumitan dan kesulitan untuknya, tapi jangan lupa kalau Tuhan juga menyisipkan kesempatan untuk Sora memperbaiki semuanya.





Hampir semua orang yang berada di meja panjang itu menyapa Sora dengan akrab, karena kebanyakan dari mereka merupakan rekan Sora saat pemotretan dulu. Mereka semua terlihat begitu santai berbincang, hingga sesekali membuat lelucon yang membuat suasana semakin hidup. Tapi suasana kelam justru jelas terlihat dari raut wajah Tao. Pria itu tidak berhenti menenggak sojunya dalam kebisuan. Ia meremas gelasnya dengan kuat seolah ingin meremukkan benda itu.




“ Aku masih sanggup dua botol lagi!” di tengah-tengah kesemarakkan itu, salah seorang wanita yang juga bagian dari kelompok itu meronta begitu rekan-rekannya melarangnya untuk kembali menenggak minumannya. Wanita itu sudah mabuk berat dengan kondisi yang begitu payah.





Srrett





Semua orang begitu terkejut dengan apa yang sedang dilakukan Tao. Tanpa disangka, pria itu berdiri dari duduknya dan menyambar tangan model itu saat ia ingin mengambil segelas soju. “ Berhenti Ai Lin! Kau sudah minum terlalu banyak!” Tao kelihatan sangat menyeramkan, pria itu bersikap layaknya seseorang yang tidak ingin dibantah. Pria itu begitu emosi begitu Ai Lin –nama wanita itu- tidak mendengarkannya.




Tao menarik lengan Ai Lin hingga wanita itu berdiri, dengan sigap ia pun memapah gadis itu. mengalungkan tangan kanan Ai Lin di lehernya, sementara tangan kirinya memeluk pinggang gadis itu agar tidak terjatuh. “ Noona..aku harus mengantarnya pulang. Aku pergi.” matanya melirik Hyerim, berpamitan pada wanita itu. Ia segera membuang pandangannya begitu matanya bertemu dengan mata Sora, tidak bisa ia bohongi kerinduannya akan sosok itu terobati walau nyatanya yang ia lakukan justru mengabaikan gadis itu. Ia justru pergi tanpa bicara sedikitpun pada Sora, ia pergi begitu saja tanpa menghiraukan betapa hancurnya gadis itu melihat dirinya yang begitu memperhatikan gadis lain.




Setelah Tao pergi, keadaan di dalam ruangan itu berubah menjadi kaku dan canggung hingga banyak yang memutuskan untuk pulang dengan berbagai alasan. Hyerim tak mempermasalahkan hal itu, karena ia sendiri tahu apa yang terjadi. Ia melirik Sora yang sedang termenung memandangi meja tanpa bergeming sama sekali.





“ Dia model yang sekarang ini bekerja untuk rancanganku. Sepertinya Tao cukup mengenal gadis itu.” ujar Hyerim yang mengarah pada sosok Ai Lin. Sementara Hyerim melanjutkan penjabarannya tentang Ai Lin, Sora hanya diam sambil menekan rasa sesak di dadanya. Setelah mendengarkan Hyerim, ia bisa menarik kesimpulan mengenai seorang Zhu Ai Lin. Gadis berdarah cina itu merupakan kenalan Tao yang bisa jadi seseorang yang akan menempati posisi istimewa di hati Tao. Terlebih dari cerita yang ia dengar, Ai Lin memang begitu menggilai Tao.





“ Walau belakangan ini banyak kabar yang mengatakan mereka dua memiliki hubungan khusus, tapi aku percaya itu tidak benar. Aku yakin Tao masih memiliki perasaan padamu.” Hyerim menatap Sora sambil menggenggam tangan gadis itu.




“ Aku tidak masalah jika itu memang benar. Aku tidak berhak untuk melarangnya berhubungan dengan gadis manapun.” Ucap Sora. “ Bukankah itu bagus? Berarti aku tidak perlu merasa bersalah karena pernah menyakitinya.” Selanjutnya air mata Sora mengalir, perlahan membasahi pipinya. Menyedihkan dan lebih menyedihkan saat ia mencoba untuk tetap tersenyum ketika hatinya benar-benar terluka. Sekali lagi ia gagal membohongi perasaannya.




“ Sora…dengarkan aku! Baiklah…aku memang tidak pernah tahu apa yang Tao rasakan, tapi percayalah dia masih menyayangimu!”





“ Aku tak ingin dia menyayangiku jika kenyataannya ia justru menjauh dariku. Apa aku salah jika memintanya terus berada di sisiku? Apa ia tak tahu aku juga merasakan apa yang ia rasakan? Aku juga terluka karena ini semua! Tapi kenapa dia justru pergi? tidak tahukah ia kalau aku membutuhkan seseorang untuk berbagi?” Sora benar-benar emosional, ia menumpahkan segala pemikirannya yang selama ini hanya ia simpan dalam hatinya.





Kepalanya sangat pusing terlebih saat bau soju menusuk penciumannya. Ia begitu frustasi hingga tak bisa menahan dirinya sendiri. Ia menangis, melampiaskan segala perih yang selama ini ia tanggung sendiri.





“ Sora…kau mungkin menganggapnya egois. Tapi yang ia lakukan justru agar tak bersikap egois padamu. Yah…ku akui keputusannya untuk menjauhimu benar-benar egois, apalagi ia menolak untuk berteman denganmu. Sepintas ia memang terlihat egois, tapi…tahukah kau jika ia hanya menahan dirinya untuk tidak egois? Ia bukan seseorang yang bisa menerima kekalahan Sora…”






“ Ia tak ingin menerima pertemanan karena ia tak mau jika suatu hari nanti ia menjadi seseorang yang tidak terkendali. Ia bisa saja membawamu pergi dari negara ini jika ia mau. Membawamu pergi tanpa peduli jika nantinya kau sudah menjadi istri pria lain. Tapi yang ia lakukan justru melepasmu, itu semua karena ia sangat menghargai keputusanmu. Ia tahu sampai kapanpun kau tidak akan menentang ayahmu.” Airmata yang mulai menyurut kini kembali mengalir, memberikan rasa hangat pada wajah Sora. Jujur ia merasa buruk karena sudah berprasangka buruk pada Tao. Selama ini ia merasa hanya dirinya yang tersiksa, tapi tanpa ia ketahui ada satu orang lainnya yang menelan kepedihan dalam diamnya. Entah harus bagaimana, tapi setelah mendengar semuanya dari Hyerim, ia ingin mendatangi Tao. Memeluk pria itu dan menyatakan seluruh isi hatinya.






****  





1 year later….






Seperti yang sudah diduga, hidupnya tetap baik-baik saja. Meski sebuah perpisahan yang melukainya tetap teringat jelas dalam memorinya. Cinta memberinya kesempatan untuk mendapat kebahagiaan dengan sebuah pertemuan, namun cinta juga memberi penderitaan dalam sebuah perpisahan. Tapi beruntung, logika untuk bertahan hidup membuatnya tetap melanjutkan hidupnya dengan baik.




Tak dirasa waktu berjalan dengan cepat, hingga ia tak sadar betapa hebatnya ia bisa bertahan tanpa orang yang ia cintai. Tapi waktu terkadang membawa banyak kesulitan untuk manusia, contohnya yang berlaku pada dirinya sekarang. Ia kesulitan bernafas begitu mendapati seseorang yang tengah duduk di sofa ruangannya.




“ Kau…”





Ia tak bisa memberi respon lain, selain sapaan kaku. Citranya yang baik-baik saja kini berubah menjadi menyedihkan dan begitu mengenaskan. Sekejap ia kembali menjadi seseorang yang begitu payah saat dirinya kembali dipertemukan dengan cintanya.





“ Sepertinya kau tidak senang bertemu denganku lagi Tao.” sosok itu, orang yang selama ini tak bisa ia singkirkan dari hatinya, tersenyum tanpa menghiraukan betapa jantungnya berdebar kencang.





“ Apa tujuanmu datang kemari?”





Orang itu, Sora hanya tersenyum jahil menanggapi sikap dingin Tao. Gadis itu merasa terhibur dengan sikap Tao yang begitu berbeda dengan kesan pada pertemuan pertamanya. Tidak ada pria beranting dengan perangai blak-blakan yang suka menggodanya dengan berbagai ejekan, yang ia lihat sekarang hanya seorang pria tanpa tindik berhati dingin. Dari sekian banyak perubahan yang ia lihat, telinga Tao menjadi pusat perhatiannya. Pasalnya sudah tidak ada lagi anting-anting yang biasanya menggantung di sana. Yah…setelah lama tidak bertemu, rupanya Tao mengubah penampilannya menjadi lebih rapih. Tidak ada anting, tidak jeans bolong, atau mungkin kaos tanpa lengan. Kini Tao kelihatan lebih dewasa dengan kemeja putih serta cardigan berwarna biru tua.






Flashback




“ Mungkin dia memang keras, tapi ayolah…ayahmu bukan Hitler! Kau tidak akan dikubur hidup-hidup hanya karena tidak menerima perjodohan itu.”



“ Onnie kau yakin akan menerima pernikahan itu? Ayolah…kau masih punya waktu untuk membatalkannya.”





Ucapan Hayeon dan Soobin terus terlintas dalam benaknya. Setelah memutuskan untuk menerima perjodohan itu, Sora kembali berpikir tentang bagaimana dirinya ke depan. Apa ia akan bahagia? Apa Jongdae juga akan bahagia? Tidakkah pernikahan itu hanya menyakiti semua pihak? Bagaimanapun juga ia tidak bisa mencintai Jongdae. Ia tahu hidupnya bukan cerita roman yang berakhir dengan seorang pria yang melarikan pengantin wanita dari altar pernikahan. Tapi ia hanya berharap salah satu keajaiban dalam kisah itu bisa terjadi dalam kisahnya.




Karena semua pemikiran itu, akhirnya Sora memutuskan untuk melakukan sesuatu. Melakukan apa yang tidak pernah ia lakukan dalam hidupnya. Untuk sekali ini saja biarkan ia melakukan apa yang ingin ia lakukan.




“ Aku mengerti Sora, dan aku tidak akan memaksamu. Aku bisa membantumu untuk membicarakannya dengan appa-mu.”




Mungkin inilah keputusan akhir yang diinginkan Sora. Ia tahu ini cukup menyakitkan karena ia mesti berterus terang, mengatakan semua penolakannya pada Jongdae. Ia tahu harusnya ia bisa menjaga perasaan pria itu, biar bagaimanapun pria itu adalah teman kecilnya, orang yang selalu menjaganya dengan baik.



“ Mianhae Oppa.”





Kejujuran memang terkadang menyakitkan tapi itu lebih baik daripada penderitaan berkepanjangan. Jongdae mengerti itu, ia juga tidak ingin menjadi penghalang bagi siapapun. Meski harus ia akui hatinya benar-benar hancur saat mendengar betapa Sora begitu menderita dan tidak bisa menerima pernikahan ini. Jujur ia memang sangat menyayangi gadis itu, ia juga memiliki rasa ingin memiliki sama seperti pria lainnya. Namun ia memang harus melakukannya. Ia sadar ini bukan masalah ia begitu berbesar hati melepas gadis itu, ini masalah apakah ia siap bersanding dengan seseorang yang tak bisa menerima dirinya. Jadi sesulit apapun itu, ia akan mundur, ia melepas Sora tanpa syarat.




Setelah berhasil membicarakan masalahnya pada Jongdae, sekarang tibalah dimana keberaniannya diuji. Sekarang ia harus menemui ayahnya, membicarakan semuanya, sama seperti yang telah ia lakukan pada Jongdae.





Suasana ruang keluarga malam itu benar-benar tegang dan menyeramkan. Telah duduk Sora yang berseberangan dengan ayahnya yang sedang mendecak frustasi. Baru saja perdebatan hebat menggaung di dalam ruangan itu. Tuan Kim dibuat terkejut dengan perlawanan Sora yang mendebatnya. Ia seperti sedang berhadapan dengan orang asing, tidak ada lagi Sora yang begitu mematuhi perkataannya. Sosok itu hilang seiring dengan pembrontakan hebatnya. Ia tidak memiliki ide lain, kepalanya benar-benar pening.




Apa salah jika ia menginginkan yang terbaik untuk putrinya? Apa salah jika ia ingin putrinya bersanding dengan pria yang baik? sayangnya ia benar-benar salah. Bagaimanapun akal sehat serta nuraninya telah menjatuhinya. Mungkin keinginannya tidak akan menjadi sebuah kesalahan jika saja ia tidak bersikap diktator. Harusnya ia bertanya apa yang diinginkan putrinya, bukan malah memaksanya dengan sesuatu yang tidak bisa ditolak.




“ Appa…aku tidak bermaksud untuk mengecewakanmu…appa….” Sora hanya bisa menelan kepedihannya begitu ayahnya meninggalkan ruangan itu dan kembali ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dalam posisinya, Sora hanya mampu meredam tangisnya.




“ Kau mengenalnya, dia hanya butuh waktu.” Nyonya Kim memeluk putrinya, memberi sandaran untuk mata hatinya mencurahkan seluruh tangisnya. Yah…sebagai ibu dan seorang istri ia hanya bisa menjadi penengah, menjadi seseorang yang bersikap netral. Dalam kasus ini ia tak membenarkan siapapun, namun sebisa mungkin ia akan menjadi penengah antara suami dan putrinya. Ia ingin keduanya menemui kesepakatan terbaik, yang tentunya membawa kebahagiaan untuk semuanya.




Flashback end


  



Tao memalingkan wajahnya, ia mengalihkan pandangannya ketika Sora mendapati dirinya sedang menatap gadis itu dengan serius. Ia terlalu terbawa dengan cerita yang Sora katakan. Semua lukanya seakan terobati, jiwa lemahnya seperti dipaksa untuk membrontak perangkap yang memperdayanya. Mendengar betapa beratnya perjuangan gadis itu untuk melakukan sebuah pemberontakan bukan hal yang biasa, ini merupakan sebuah berita yang membuatnya menyesali keputusannya yang begitu egois.





“ Pasti kau benar-benar tidak percaya kalau aku mampu melakukan semua itu,  karena aku pun begitu. Aku tidak menyangka, aku juga bingung darimana aku mendapat kekuatan untuk melakukannya. Tapi lambat laun aku mengerti darimana aku mendapatkan semua itu.” Tao menolehkan kepalanya, memusatkan perhatiannya pada Sora.



“ Aku mempunyai sebuah tujuan yang membuatku berani melakukan itu semua. Kau tahu, layaknya pelajar yang mesti berjuang untuk menjalani ujian demi memasuki perguruan tinggi, itulah keadaanku.” Sora menyimpulkan senyumnya, lagi-lagi ia berhasil membuat Tao kehilangan kendalinya. Pria itu terlihat begitu salah tingkah. “ Kau tidak ingin tahu apa tujuanku?”




Setelah diam beberapa saat, Tao mendehem pelan. “ Memangnya apa tujuanmu?” tanyanya.



“ Tujuanku…. tujuanku tidak akan pernah berubah, kecuali jika gosip tentang kencanmu dengan Ai Lin benar.” Sora mengerling, ia terlihat menyindir Tao dengan kabar yang selama ini terus mengikuti laki-laki itu.Yyah…selama setahun itu, gosip hubungannya dengan Ai Lin semakin jelas terdengar, terlebih karena Ai Lin memang terlihat semakin sering menempelinya.





Bahu Tao turun seiring dengan helaan nafasnya yang terkesan lelah. Ia yang dari tadi hanya berdiri di depan pintu kini berjalan masuk ke dalam ruangannya. Tatapan matanya terlalu biasa, hingga sulit ditebak oleh Sora. Gadis itu memang tak berani untuk menyimpulkan sesuatu dari sorot mata Tao.




“ Walau aku menyukai bentuk tubuhnya, tapi aku tidak mencintainya. Jadi kau tidak perlu mengubah tujuanmu.” Sora tersenyum mendengar ucapan Tao. Gadis itu langsung bangkit dari duduknya, menyejajarkan posisinya dengan Tao yang berdiri di depannya.




Sekali lagi Sora tersenyum, lebih tepatnya menahan tawanya agar tidak meledak. Pasalnya Tao mengulurkan tangan padanya dengan wajah super bodoh. Sora menggenggam tangan Tao. “ Ku pikir kau sudah bersama Ai Lin, bukankah dia teman kencan yang bagus? Dia menggoda..”




“ Yah…walau sampai kapanpun kau tidak bisa menjadi seseksi dia, kau tetap terlihat yang terbaik. Love is blind, right?” Tao menyeringai puas, kini kecanggungan antara keduanya hilang begitu saja. Mereka sudah tak segan untuk mengejek satu sama lain. Dan kini Sora mendapatkan Tao-nya kembali, Tao si pria menyebalkan yang tidak pernah berkata manis.





Tanpa keduanya sadari, mereka telah berjalan keluar dari ruangan Tao. Berjalan beriringan melewati beberapa ruangan dengan bergandengan. “ Ngomong-ngomong bagaimana kau tahu..tentang aku dan Ai Lin?”




“ Hyerim Onnie…”




“ Kau memata-mataiku?” Tao memandang Sora, “ Ya..hanya berjaga-jaga kalau penantianku bukan sebuah lelucon.” Sora mengangkat bahunya dengan santai. Sesantai tangannya yang mengayun ringan bersama tangan Tao yang menggenggamnya.




Tao berhenti, pria itu menghentikan langkahnya. Hal itu tentu membuat Sora penasaran. “ Lalu bagaimana dengan ayahmu?” Tao memandang Sora dengan serius, kali ini perbincangan mereka sudah tak membahas hal main-main.



Melihat itu Sora memperhatikan Tao dari atas sampai bawah. Matanya berhenti tepat menyorot mata Tao. “ Kau takut dengan ayahku?” sindir Sora.




Tao tidak menjawab, ia lebih memilih untuk menundukkan kepalanya. memijit pelan tengkuknya kemudian menatap Sora kembali. “ Menurutmu?” Tao menyeringai. Tak banyak yang ia sampaikan, tapi itu sudah cukup untuk membuat Sora yakin jika pria di hadapannya tak akan menyerah hanya karena sang ayah.




Perjalanan mereka mungkin masih panjang, terlebih tujuan baru telah menyambut hari mereka ke depan. Tapi mereka akan saling menggenggam tangan satu sama lain begitu salah satu pihak merasa lelah. Mereka telah dewasa, keduanya akan menghadapi tentangan bersama. Waktu telah memberi mereka pelajaran dan kini waktu memberi mereka kesempatan untuk menghadapi ayah Sora.




“ Kemana anting-antingmu?”



“ Ku lepas. Untuk bertemu dengan calon mertua anting-anting itu harus dilepas.”






END 





Thanks,


GSB

Comments

  1. woaahh..aku tegang banget waktu ayahnya sora ketemu tao..sadis jg kata2nyaa..tp aku seneng akhirnya sora jadi berani nentuin jalan hidupnya...tp tao jg hebat mau berubah n masih setia sama sora sampe 2 tahun..
    ff nya kereeeenn...gomawo chingu..^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. yah...akhirnya sora dan tao sama" bljr..
      keren ya tao?? oke...makasih yah komennya..

      Delete

Post a Comment

Popular Posts