Vampire Bride - Part 6
Ye Eun membelitkan rantai tasnya
erat-erat ke tangannya, sementara matanya memicing geram ke proyektor tak
bersalah di depan kelas. Kejadian pagi ini masih terus terbayang di kepalanya.
Bukankah Ji Won berkali-kali mengatakan bahwa Yuta tidak menarik? Bahwa mukanya
berbentuk heksagon? Bahwa pria itu benar-benar kurang ajar? Bukankah Yuta juga
memikirkan hal yang sama? Bukankah dia selalu sinis pada Ji Won? Bahkan ia
bertanya āsiapa Ji Wonā kemarin pagi dengan tampang tak acuh? Lalu kenapa
tiba-tiba mereka jadi sedekat itu?
Ye Eun menyesal sudah ketiduran
duluan sebelum Ji Won. Dia benar-benar penasaran apa yang terjadi semalam. Apa
Yuta keluar lagi? Apa mereka mengobrolkan sesuatu? Sejak kapan Ji Won tidur di
kamar Yuta? Apa ia sungguh tidur di kamar Yuta? Atau apa? Sebenarnya apa yang
mereka lakukan?
Setelah kelasnya usai, Ye Eun
baru sadar bahwa tangannya masih terbelit rantai tas. Hati-hati ia melepasnya,
meninggalkan bekas lilitan serta denyutan menyakitkan di kulit tangannya. Ia
beranjak keluar kelas sambil mengecek ponsel dengan tangannya yang berdenyut
itu, notifikasi pesan dari Ji Won terpampang di layar, seperti biasa
menyuruhnya agar sampai ke restoran sebelum jam makan siang.
Ye Eun memutar mata melihat pesan
itu. Dia tak mau begitu saja diperintah oleh Ji Wonāwalaupun sebenarnya ia tahu
Ji Won merupakan atasannya, dan gadis itu punya segala hak untuk memerintah
dirinya, tapi uhh.. tidak, tidak sekarang. Jadi, alih-alih
pergi ke restoran, sebagai bentuk pemberontakan Ye Eun justru pergi ke supermarket
plus, membeli tiga bungkus mie instan, menyeduhnya, dan memakan tiga-tiganya di
situ. Ia makan perlahan-lahan sambil merenung dengan tampang kecewa, lantas
menemukan selusin kejanggalan di acara movie marathon semalam.
Dia bersumpah melihat Yuta flirting dengan
Ji Won dari ekor matanya, mereka saling menyeringai dan tersenyum di film
pertama.
Dia juga bersumpah melihat Yuta
mengulurkan kakinya ke sofa tempat mereka duduk, mungkin mengelus kaki Ji Won
dari balik selimut tanpa sepengetahuannya.
Semakin dipikirkan, semuanya
mulai masuk akalāatau setidaknya itulah yang Ye Eun rasa. Gadis itu membuat
teori sendiri berdasarkan apa yang diingatnya.
Bukankah Yuta keluar kamar sambil
membawa kertas dan pena? Mungkin ia menulis, ābisakah kau ke kamarku setelah
cewek itu tidur?ā, kemudian memberikannya pada Ji Won. Ji Won membacanya dan
mereka saling melempar seringai jail. Ji Won kemudian menjawab ātentu saja,
siap-siaplah di kamarā, lalu Yuta pura-pura mengantuk padahal dia sedang
bersiap-siap di kamar.
Darah Ye Eun mendidih karena
analisa berlebihannya sendiri. Gadis itu tahu kemungkinannya untuk keliru
amatlah besar, tapi kepalanya benar-benar tak bisa berpikir jernih sekarang. Ia
bertahan di supermarket sampai jam lima sore, menganalisa lebih banyak kejadian
dan membuat dirinya makin marah lagi. Lantas pulang ke rumah Yuta dengan kepala
yang diisi teori-teori konyol dan hati yang dipenuhi dendam.
āKukira kau pulang jam sepuluh?ā
Yuta menyambutnya di ruang tengah, sedang menyemprotkan pengharum ruangan
berbau lavender dengan kuantitas berlebihan.
Ye Eun benar-benar tak tahan
dengan baunya dan langsung menutup hidung. Dia mau meracuniku, ya? Dia
mau aku mati supaya bisa tinggal berdua dengan Ji Won, begitu?
āKenapa kau tidak bersama Ji
Won?ā tanya Yuta lagi.
Ye Eun menyeringai dan
memandangnya mencela. āKenapa? Kau kecewa dia tidak pulang cepat?ā
āTidak, aku cuma..ā
āYeah, simpan untuk dirimu
sendiri,ā potong Ye Eun, berjalan cepat ke lantai dua.
Ia langsung membanting pintu
kamar dan melempar tas selempangnya ke ranjang, lantas berjalan murung ke kamar
mandi.
Ye Eun menghabiskan berjam-jam
untuk berendam air hangat di bathtub. Teori-teori baru terus bermunculan. Apa
sebenarnya mereka saling suka, Ye Eun bertanya-tanya. Kalau saling suka, kenapa
mereka tidak bilang dari awal? Apa mereka baru mulai suka setelah dirinya dan
Yuta menikah? Kalau memang begitu, mereka sebenarnya tinggal bilang saja dan Ye
Eun bersumpah dia akan dengan senang hati mundur dari hubungan aneh ini.
Karena terlalu serius membuat
teori, tanpa sadar ia sudah menghabiskan dua jam sendiri hanya untuk berendam.
Ye Eun baru keluar kamar mandi saat langit sudah gelap. Ia langsung memakai
piamanya, mematikan lampu dan masuk ke balik selimut. Badannya terasa rileks
sehabis mandi air hangat, tapi kepalanya semrawut luar biasa.
Aku bertingkah seperti ini
bukan karena cemburu. Tidak sama sekali. Aku begini karena tak suka dibohongi
dan dipermainkan seperti orang bodoh.
Kenapa cowok sialan itu malah
ngotot menikah denganku jika sebenarnya dia menginginkan Ji Won?
Lalu kenapa Ji Won jugaā¦.
Saat itu, pintu kamarnya didorong
membuka. Ji Won menyalakan lampu sambil mengomel, āYah! Shin Ye Eun! Kau sudah
di sini?ā serunya melengking. āBenar-benar! Kenapa kau tak datang ke restoran?
Tahu tidak sih, mengarang cerita tentang urusan mendadakmu itu susah. Manager
sampai menegurku tadi. Lalu kenapa kau tak jawab teleponku? Aku sudah menelepon
seharian tapiā¦ uh, Ye Eun? Apa kau sudah tidur?ā Omelannya terhenti di
tengah-tengah. āTapi ini kan masih jam delapan.ā Ji Won melepas mantelnya
sambil mengernyit heran.
āApa anak ini sakit?ā gumamnya,
berjalan mendekat ke arah Ye Eun dan menempelkan punggung tangannya di kening
sang gadis. āSuhu tubuhnya normal, kok.ā
āYah! Shin Ye Eun, Bangun!
Keringkan dulu rambutmu sebelum tidur. Aish.ā
Ye Eun bergeming. Walaupun
begitu, ia masih bisa mendengar Ji Won duduk di depan meja rias, menghapus
riasan wajahnya sambil meracau khawatir, āApa jangan-jangan ada masalah di
kampus, ya? Kenapa tiba-tiba sikapnya aneh begini? Kenapa sih anak itu kalau
ada apa-apa tidak pernah cerita? Dasar! Bikin khawatir saja.ā
Setelah beberapa lama, Ji Won
bangkit dan masuk ke kamar mandi. Suara air yang jatuh dari shower terdengar
amat menenangkan, Ye Eun yang sedang berpura-pura tidur demi menghindari Ji Won
pun pada akhirnya terlelap sungguhan.
Dia di ruangan itu lagi. Ruangan
suram di mana Ji Won tengah menangisi jasad seseorang. Karena penasaran, Ye Eun
berusaha mendekatinya. Namun semakin didekati, jarak mereka malah semakin jauh.
Saking jauhnya, tangisan Ji Won kini tak lagi bisa ia dengar. Ye Eun berteriak
memanggil gadis itu sambil mencoba berlari menggapainya, tapi ia malah
terperosok ke lubang super gelap yang berlendir dan berbau busuk.
Di lubang itu, ia mendengar suara
kepakan sayap, makin lama makin memekakkan. Ye Eun menoleh dan melihat ribuan
titik merah datang mendekat, yang ternyata berasal dari mata
sesuatuākelelawarāyang praktis saja membuat gadis itu terbeliak. Ye Eun
menjerit, refleks melindungi dirinya dengan kedua tangan hingga koloni
kelelawar itu terbang melewatinya.
Ye Eun tahu pasti kalau semua ini
cuma mimpi. Tapi sekeras apa pun ia mencoba untuk bangun, ia tak bisa. Rasanya
seperti terkurung di mimpimu sendiri. Ye Eun berlutut di tanah berlendir itu,
menampar-nampar pipinya sambil menjerit memaksa dirinya untuk bangun. Dia
benar-benar ketakutan. Di ruangan gelap nan bau itu, ia bisa mendengar
suara-suara aneh bermunculan dari segala penjuru. Ada suara jeritan, kepakan
sayap kelelawar, suara gong yang nyaring membahana dan banyak lagi, tapi sejauh
mata memandang, yang ada hanya gelap.
Ye Eun merasa amat kacau.
Badannya kotor oleh tanah, wajahnya dipenuhi keringat dan bajunya basah karena
lendir. Saat ia sudah nyaris hilang harapan, berpikir akan terkurung di sana
selamanya, tiba-tiba saja suasana mencekam khas kehadiran Yuta terasa. Udara di
sekitarnya mendadak dingin sekali sampai Ye Eun merasa tulangnya membeku.
Perlahan ia mendongak, dan senyum
lega otomatis tersungging di bibirnya. Yuta berdiri di sana, beberapa langkah
di hadapannya, menatapnya. Kehadiran Yuta tak pernah membuat Ye Eun sebahagia
itu.
Memang sulit untuk dijelaskan,
tapi bahkan di dalam mimpi, Ye Eun bisa merasakan suasana hatinya berubah menjadi
tenteram, seolah ia baru saja menemukan jalan keluar dari labirin terumit di
dunia, seolah tim evakuasi berhasil menemukan dirinya setelah tersesat
berhari-hari di sebuah gua, seolah pelangi akhirnya muncul setelah badai yang
dahsyat.
Saat Ye Eunādengan senyum lega
dan semua ketenteraman yang memenuhi hatinyaāberdiri untuk menghampiri Yuta, Ji
Won masuk entah dari mana dan Yuta serta merta berpaling padanya. Yuta
menggenggam tangan Ji Won, tersenyum pada gadis itu dan membawanya keluar,
meninggalkan Ye Eun sendiri.
Ye Eun terpaku. Senyumnya luruh
dan perasaannya porak poranda. Ji Won merenggut semuanya. Jalan keluarnya, tim
evakuasinya, pelanginya, Yuta-nya. Dan ia tak terima.
Saat akhirnya Ye Eun berhasil
membuka mata, hatinya terasa hampa bukan main. Ia melihat Ji Won berada persis
di depan matanya, masih berbalut baju tidur tapi sudah memakai mantel tebal
seperti ingin pergi keluar.
āAku tak bisa berangkat ke
restoran denganmu, aku harus pulang ke rumah dulu,ā katanya.
Ye Eun tak menjawab. Melihat Ji
Won membuatnya sedih sekali. Air matanya berlinang tanpa ia sadari.
āKau baik-baik saja?ā tanya Ji
Won khawatir.
āApa kau tidur denganku semalam?ā
Ye Eun malah balik bertanya. Walaupun matanya berkaca-kaca, tapi ia bicara
dengan wajah datar. Ia memandangi Ji Won dengan perasaan kecewa yang ganjil,
dan lebih kecewa lagi begitu ia berhasil menangkap perubahan air muka sang
gadis. Ye Eun bisa melihat bagaimana bibir gadis di depannya tertarik tegang,
bagaimana wajahnya memucat, serta bagaimana bola matanya bergetar berusaha
menghindari mata Ye Eun.
āT-tidak,ā katanya jujur, āaku
tidur di bawah.ā
āBegitu.ā
āYa,ā balas Ji Won serak,
menghindari matanya lagi. āSampai ketemu di tempat kerja.ā
*********
Yuta keluar dari kamarnya tepat
saat Ye Eun turun. Mereka berpandangan selama beberapa saat sebelum Yuta
teringat bahwa ia harus memberi kesan baik dan tersenyum. Ye Eun mendengus dan
langsung membuang muka.
āKau mimpi buruk lagi?ā tanya
Yuta, sejujurnya tak senang senyumnya dibalas dengan pandangan mencela seperti
itu.
āYa. Sangat buruk,ā jawab Ye Eun
ketus. āKau pasti mimpi indah semalam, kan?ā
āUh, entahlah, aku sejujurnya tak
ingat aku mimpi apa.ā
āBegitu.ā Ye Eun tersenyum sinis,
memandangnya penuh dengki.
āKenapa?ā
āKenapa apa?ā
āMenatapku begitu.ā
āBegitu bagaimana?ā
āYah, begitu, seolah aku ada
salah denganmu.ā
āJadi kau tak ada salah
denganku?ā Ye Eun terus membalik pertanyaan Yuta sampai membuat pria itu kesal.
Yuta memicing padanya, persetan dengan sikap baik.
āAda apa?ā tanyanya tanpa
basa-basi.
āTak ada apa-apa.ā
āAku serius.ā
āAku juga.ā
āKalau begitu bisakah kita
bicaranya baik-baik saja?ā
āYa,ā jawab Ye Eun tak acuh. Ia
membenarkan letak tasnya dan berjalan melewati Yuta.
āKalau begitu,ā kata Yuta
lantang, membuat langkah Ye Eun terhenti, ākau tak ada rencana apa-apa kan
malam ini? Ada yang mau kutunā¦ā
āBisakah kau berhenti!ā teriak Ye
Eun tiba-tiba. Yuta bisa melihat bagaimana kedua tangannya yang mengepal erat
itu bergetar. Gadis itu terlihat seperti sudah menahan-nahan amarahnya dan
sekarang semua kemurkaannya itu meledak bak gunung api. Yuta masih berusaha
meneliti situasi ini saat Ye Eun berbalik menghadapnya dengan wajah memerah.
Benar-benar seperti gunung api.
Yuta menelan ludahnya, membatu.
āMinggu lalu, di ruangan ini, kau
bilang padaku kau melihatku di jalan dan serta-merta jatuh cinta. Aku tak
pernah mendengar kalimat semacam itu dari cowok mana pun di dunia ini, jadi
bisakah kau bayangkan sesenang apa aku saat mendengarnya dari mulutmu? Tapi
hari selanjutnya kau benar-benar dingin padaku. Kau bahkan tak memandangku dua
kali saat aku memakai gaun yang cantik, kau tak memujiku sama sekali hari itu,
kau juga tak bertanya apa aku gugup sebelum berjalan di altar, kau tak bertanya
bagaimana perasaanku setelah menikah, kau sama sekali tak terlihat peduli
padaku. Kau bahkan tak komentar saat aku menulis ātidak boleh jatuh cintaā di
kertas perjanjian kita. Aku sengaja menulisnya untuk melihat reaksimu, tahu
tidak! Tapi kau malah tanda tangan begitu saja. Sebenarnya kau benar jatuh
cinta padaku atau tidak, eh? Kalau tidak, kenapa harus mengumbar ucapan seperti
itu? Aku memang butuh uang tapi tak tahukah kau ucapan cintamu itu memengaruhi
setengah dari keputusanku!
āKau adalah pernyataan cinta
pertamaku, altar pertamaku, pernikahan pertamaku,ā Ye Eun terisak tertahan,
āsuami pertamaku. Yeah, mungkin terlalu lancang bagiku untuk mengharapkan
semuanya terasa spesial. Tapi apa menurutmu terlalu lancang juga bagiku jika
aku minta padamu untuk tidak merusaknya? Apalagi dengan cara seperti ini.ā
Ye Eun bicara dengan begitu
emosional. Ia mengeluarkan segenap keluh kesahnya sampai napasnya tersengal,
namun Yuta cuma berdiri di hadapannya, diam seperti batu dengan wajah keheranan
setengah mati, berpikir mimpi apa lagi yang menghantui Ye Eun semalam sampai
membuatnya sehisteris ini.
āAku tak mengerti kenapa dari
awal kau tidak menikahi Ji Won saja. Kenapa harus menempatkanku di posisi yang
sulit seperti ini!ā
āJi Won katamu?ā
āAku akan membereskan
barang-barangku nanti malam, setelah itu kau bisa tinggal bersamanya dengan
tenang.ā
āHuh?ā
āSungguh, aku tak tahu kenapa kau
menikahiku. Aku tak tahu apa yang sebenarnya kau rencanakan. Aku tak tahu apa
ucapanmu ada yang tulus atau memang bohong semua, termasuk penyakitmu. Bukankah
kalau seseorang punya tumor di kepala dia akan berobat ke dokter? Bukankah
seharusnya kau minta dioperasi? Kau punya uang untuk itu, kenapa tidak
melakukannya? Kenapa malah diam saja di rumah, keluar masuk kamar seperti orang
bodoh? Kenapa kau ada di sini dan bukan di rumah sakit? Kenapa kau masih
baik-baik saja? Kenapa kau tidak sekarat dan cepat mati saja, huh?ā
Segera setelah meneriakkan
kalimat terakhirnya, Ye Eun terdiam. Itu terdengar sangat keterlaluan, bahkan
bagi dirinya sendiri. Ye Eun langsung memalingkan mukanya dari Yuta, lantas
berlalu pergi.
**********
Shift kerjanya siang itu terasa
lebih panjang dari biasanya. Jarum jam terasa berhenti sementara
pikiran-pikiran buruk berputar-putar membelit otaknya. Terlepas Yuta benar
sakit atau tidak, ucapannya tadi benar-benar salah, dia baru saja menyuruh pria
itu mati. Ye Eun tak bisa berhenti membayangkan betapa syoknya Yuta saat
mendengarnya mengomel tadi. Begitu meledak-ledak. Begitu tiba-tiba. Ye Eun
sendiri pun malu mengingatnya.
/Praanng/
āYAH! Shin Ye Eun!ā
Ye Eun tersadar dari lamunannya
saat suara pecahan piring yang tergelincir dari tangannya dan suara melengking
Ji Won bersahutan.
āKau kenapa, sih! Ya ampun!ā Ji
Won langsung berlutut di depannya dan memungut pecahan piring itu. Ye Eun
refleks melakukan hal yang sama. Ia mengumpulkan beling-beling besar di telapak
tangannya sementara Ji Won tak henti-henti memarahinya.
āApa sih yang kau pikirkan? Dari
tadi tak bisa fokus. Tolong jangan melamun saat kerja! Kau tahu tidak sih melihatmu
begini aku jadiā¦ā
Hati Ye Eun saat ini sedang sama
hancurnya dengan piring yang pecah dan mendengar Ji Won tak henti-henti
menggerutu mendikte kesalahannya pada akhirnya membuat Ye Eun tak tahan.
āMenjauhlah dariku!ā Ia tiba-tiba menjerit seraya menjatuhkan kembali semua
beling di tangannya, membuat pecahan itu terpecah belah lagi menjadi serpihan
yang lebih kecil.
āKau kenapa, sih!ā Ji Won balas
berteriak karena terkejut. Semua pelayan yang ada di dapur membatu di posisi
masing-masing, sama terkejutnya dengan Ji Won.
āKubilang menjauh dariku!ā Ye Eun
berusaha menjerit lebih kencang lagi, tapi suaranya pecah, dan dia menangis
terisak-isak sampai membuat semua orang bingung.
āYe Eun~a.ā Ji Won mengulurkan
tangannya ke pundak Ye Eun, tapi gadis itu segera menepisnya dan bangkit
berdiri, lantas keluar begitu saja lewat pintu belakang.
Ji Won meletakkan pecahan piring
yang ia kumpulkan di konter dapur, menyapu serpihan kecil kaca yang menempel di
betisnya, lalu menginstruksikan Donghyuck untuk membereskan semua kekacauan di
sana sebelum mengikuti Ye Eun keluar pintu.
Matahari sangat terik di luar dan
Ye Eun terlihat duduk berteduh di kursi usang di sisi restoran, persis di
sebelah bak sampah. Ji Won sama sekali tak mengerti apa yang terjadi; harusnya
dia yang marah, dialah yang akan kena omel manager habis ini.
Ji Won duduk di sebelahnya dan Ye
Eun segera menggeser menjauh. Ji Won menggeleng melihat betapa kekanakannya
tingkah sahabatnya itu.
āHeh, kau kenapa! Jangan
tiba-tiba bersikap menyeramkan begini, dong! Kalau ada masalahā¦ā
āKenapa harus dengannya?ā sela Ye
Eun. Ia menoleh pada Ji Won dan melanjutkan dengan dingin, āaku melihatmu
keluar dari kamarnya kemarin.ā
āKamar?ā
āYuta.ā
āAh, kau melihatnya?ā
āYa. Jadi tak usah pura-pura bodoh
lagi.ā
Ji Won mengerutkan kening. Ia
memandangi Ye Eun, meneliti ekspresi wajahnya sejenak sebelum berkata dengan
tampang waswas, āJadi? Apa kau sudah tahu apa yang Yuta rencanakan?ā
āRencana?ā
āTunggu! Kau tidak tahu? Jadi apa
yang membuatmuā¦.ā Mata Ji Won mendadak melebar. āJangan bilang kau berpikir aku
selingkuh dengan Yuta!ā
āLalu apa lagi yang harus
kupikirkan, eh? Kau keluar dari sana sambil bilang āberhubung sekarang aku
tinggal di sini, kau bebas memanggilku kapan sajaā, kalau sudah begitu apa namanya
kalau bukan selingkuh? Kau pikir aku ini bodoh, ya!ā
āKau tidak bodoh, kau tolol
kuadrat!ā maki Ji Won kesal.
āSudah berapa kali kau tidur
dengannya?ā
āTutup mulutmu, Shin Ye Eun! Aku
ingin sekali merobek mulutmu tahu tidak! Ya, aku memang masuk ke kamarnya. Tapi
itu cuma untuk membantunya memilih sesuatu.ā
āMemilih apa?ā
āAku tak bisa bilang. Aku sudah
janji padanya.ā
Ye Eun langsung mengeluarkan
senyum sinisnya lagi dan Ji Won yang tak tahan akhirnya menjerit geram. āDia
ingin membuat kejutan padamu, bodoh! Dia bertanya padaku saat kita nonton film,
dia tanya apa saja hal yang kau suka. Lalu paginya dia memintaku memilih
beberapa produk di komputernya.ā
āDan kau pikir aku akan percaya
begitu saja?ā
āTerserah. Aku di sini bukan
untuk meyakinkanmu. Memangnya kau pikir aku tidak sakit hati dituduh melakukan
hal serendah itu dengan suami orang? Apalagi suamimu.ā
āLalu kenapa semalam kau tidak
tidur denganku?ā
Ji Won terdiam lagi. Perasaan
tidak enak langsung saja membekap dadanya. Dia menatap Ye Eun sambil memohon
dalam hati agar gadis itu tidak usah menanyakannya. Namun Ye Eun malah semakin
penasaran, ākenapa?ā
Ji Won memejamkan matanya frustrasi.
āAku mimpi buruk.ā
āLalu apa urusannya kau mimpi
buruk dengan tidak tidur denganku? Aku minta kau tinggal di sana supaya
menemaniku.ā
āAku tidur denganmu,ā sambar Ji
Won geram. Dia tak mengerti kenapa harus menjelaskan semua ini seperti tersangka
padahal ia tak bersalah sama sekali. āAwalnya aku tidur di sebelahmu tapi
terbangun karena mimpi buruk. Lalu aku mencoba memecahkannya, aku berpikir apa
jangan-jangan penyebab mimpi buruk kita adalah kamarmu? Karena malam sebelumnya
kita tidur di bawah dan tidak mimpi buruk, kan? Jadi aku mencoba membuktikan
teoriku, aku ke bawah, tidur di ruang tamuā¦.ā
Ji Won menjeda ucapannya untuk
menghela napas, ādan mimpiku malah makin buruk lagi.ā
Ye Eun mendengus, āJadi kau tidur
di ruang tamu, eh? Kalau memang tidur di ruang tamu, kenapa kau gugup sekali
saat melihatku tadi pagi?ā
āAku sungguh tak mau
membicarakannya.ā
āKenapa?ā Ye Eun berkeras.
āKenapa kau kelihatan begitu bersalah?ā
Ji Won bangkit berdiri. Emosinya
sudah membuncah sampai ubun-ubun dan melihat Ye Eun yang menginterogasinya
dengan membabi buta membuatnya makin marah lagi. āIni bukan jam istirahat jadi
sebaiknya kau cepat ke dalam,ā katanya setenang mungkin, lantas berjalan begitu
saja melewati Ye Eun menuju restoran.
Ye Eun tak tinggal diam. Ia
segera menyusul, lalu menarik tangan Ji Won tepat sebelum gadis itu menyentuh
kenop pintu.
āKalau kau tak mau dituduh macam-macam,
belajarlah jujur padaku!ā seru Ye Eun, āApa yang terjadi, huh? Kau tak mengerti
sekusut apa pikiranku sekarang, Moon Ji Won. Tolong katakan saja apa alasanmu bersikap
begitu bersalah padaku! Aku mohon!ā
Ji Won kehilangan pengendalian
diri dan langsung meraung, āKARENA KAU MATI DI MIMPIKU!ā Air matanya meleleh
tiba-tiba dan membuat Ye Eun terkejut. āAku melihatmu terkapar di lantai, mati
kehabisan darah. Aku melihat betapa mengerikannya dirimu dan tak bisa berbuat
apa-apa. Matamu terbelalak, kulitmu nyaris ungu, jemarimu hancur, dan tubuhmu
keterlaluan kurusnya. Itu benar-benar menyeramkan, Ye Eun~a. Aku melihatnya
dengan sangat jelas sampai-sampai aku takut itu bukan mimpi. Aku terbangun
dengan wajah basah dan untuk beberapa saat kupikir itu nyata. Dan itu semua
membuatku merasa bersalah. Aku jadi tak berani menatapmu karena aku merasa
begitu berdosa memimpikan hal seperti itu tentang sahabatku. Kau puas sekarang,
eh?ā Ji Won menyeka air matanya dengan kasar lalu menatap Ye Eun penuh
kebencian, āDemi Tuhan aku tak akan memaafkanmu. Kau sungguh mengenalku empat
tahun dan masih tak bisa percaya padaku? Kau sungguh memanggilku sahabatmu tapi
seenaknya berprasangka buruk dan menuduhku? Apa gunanya kau punya mulut kalau
tak dipakai? Harusnya kau tanya baik-baik padaku, tanya kenapa aku masuk ke
kamar Yuta, bukannya langsung menyimpulkan sembarangan. Ini sebabnya kau tak
punya teman, kau tahu. Tak akan ada yang tahan dengan orang egois sepertimu.ā
Ye Eun mencelos. Hatinya remuk
redam dan sesak oleh rasa bersalah. Ia melepas lengan Ji Won, yang lekas masuk ke dalam restoran sambil membanting pintu.
*********
Setelah saling meneriaki dan
membuat sumpah 'tidak akan memaafkanmu selamanya', sekitar pukul sepuluh malam,
saat pelayan-pelayan lain mulai bersiap pulang, Ye Eun dan Ji Won yang emosinya
sudah surut duduk berhadapan di lantai gudang penyimpanan. Mereka berbicara
lagi, kali ini tanpa teriakan dan sumpah serapah.
āAku minta maaf sudah menuduhmu
macam-macam.ā
āYeah, aku juga minta maaf sudah
membuatmu salah paham.ā Ji Won mengulurkan plester luka kepada Ye Eun. āPakai
ini untuk telapak tanganmu.ā
Ye Eun mengambil plester itu.
āKau benar. Aku memang tolol
kuadrat. Aku masih tak habis pikir bagaimana bisa aku menyimpulkan hal sebesar
āperselingkuhanā hanya karena sesuatu sesepele itu,ā kata Ye Eun, merobek
pembungkus plesternya sambil menggeleng. Ia membalut luka gores (karena pecahan
piring tadi) di telapak tangannya lalu kembali menatap Ji Won. āTapi aku memang
sebegitu takutnya. Aku tak mau Yuta merebutmu dariku.ā
āAtau,ā kata Ji Won, memandangnya
penuh arti, ākau takut aku merebut Yuta darimu.ā
Ye Eun menatap Ji Won dengan mata
membeliak sebelum meloloskan tawa mengejek, āSudah gila, ya? Ingat, aku
menikahinya cuma karena uangnya.ā
Ji Won mendenguskan senyum tipis
seraya berdiri. āYeah, aku juga akan secemburu itu kalau cowok yang kunikahi
karena uangnya didekati cewek lain, iya kan?ā
āApa, sih?ā
āOmong-omong, aku akan telat
pulang hari ini, jadi jangan tunggu aku. Selesaikanlah urusanmu dengan Yuta
lalu segera tidur.ā
Ye Eun ikut berdiri. āMau ke
mana?ā
āAda masalah di rumah.ā
āMasalah?ā
āYa. Kuceritakan nanti,ā katanya.
āSudah ya, aku duluan.ā Ji Won melambai padanya sebelum berjalan sedikit
tergesa menuju pintu.
āTunggu.ā Ye Eun menahannya. āKau
sungguh sudah memaafkanku, kan? Akuā¦ā
"Kalau kau tak berhenti
menanyakan itu, maka aku benar-benar tak akan memaafkanmu sampai mati."
"Terima kasih."
āAh, benar. Kalau nanti Yuta
memberimu hadiah, tolong pura-pura terkejut. Aku jadi tak enak sudah
membocorkan rencananya.ā
āAku tak yakin dia masih mau
memberiku hadiah setelah kuteriaki seperti tadi.ā
āBenar, kalau aku jadi dia, aku
pasti sudah mengusirmu sekarang,ā kata Ji Won enteng, ātapi Yuta kan bukan aku,
jadi pulanglah dan pastikan sendiri.ā
**********
Ye Eun cukup tahu diri untuk
tidak mengharapkan sambutan yang lebih hangat setelah kejadian tadi pagi.
Begitu membuka pintu, tak seperti biasanya, semua lampu kini sudah dimatikan.
Ye Eun berusaha menghibur diri, berpikir mungkin Yuta sengaja mematikan lampu
karena sekarang sudah lewat jam sebelas malam. Tapi, sepositif apa pun
pikirannya, Ye Eun tetap tak bisa mengenyahkan rasa khawatirnya sama sekali.
Dengan tangannya yang basah
karena hujan, gadis itu meraba dinding, menyalakan lampu ruang tengah kemudian
berjalan mendekati kamar Yuta. Ia berdiri di sana beberapa lama, menimbang
apakah ia harus mengetuknya atau tidak, harus minta maaf malam ini juga atau
tidak.
Setelah merenung panjang,
akhirnya Ye Eun sadar ia tak punya cukup nyali untuk mengulurkan tangannya ke
pintu, apalagi meminta maaf pada Yuta. Jadi, diiringi dengan suara petir dan
deburan hujan di luar, ia berjalan ke ruang tengah dan duduk di sofa tunggal
sambil terus memandangi pintu kamar sang pria. Berharap dengan begitu Yuta bisa
tahu kalau dia sudah pulang dan barangkali berkenan menemuinya sebentar.
Setelah hampir lima belas menit
duduk di sana, Ye Eun akhirnya menyerah. Ia tahu pasti tak akan ada permintaan
maaf apalagi kejutan malam ini. Dengan langkah berat, ia berjalan ke kaki
tangga dan naik menuju lantai dua.
Tak berbeda dengan suasana di
bawah maupun di luar, kamarnya pun terasa tak kalah suram. Ye Eun melengoskan
tas selempangnya dari kepala sambil menyalakan lampu. Perasaannya terus memberat
dan memberat setiap kali menghela napas, rasanya seperti ia sudah berada di
mimpi buruk langganannya bahkan sebelum tidur.
Ye Eun sedang melepas mantel
setengah basahnya saat ia berbalik dan melihat gaun hitam super cantik
tergantung di depan lemarinya. Matanya membeliak. Ia menghampiri gaun itu
dengan tergesa-gesa sampai tak sengaja menendang kotak sepatu. Kotak itu terguling
membuka dan sepasang stiletto berlapis mutiara langsung saja mencuri
perhatiannya. Ye Eun terkesima luar biasa. Ia mengambil stiletto itu dengan
sangat hati-hati, kemudian mendekatkannya ke muka supaya bisa mengaguminya
lebih dekat.
Saat Ye Eun menoleh ke gaunnya
lagi, ia baru sadar ada sticky notes
yang menempel di gantungannya.
Pakai dress dan sepatunya,
lalu naiklah ke lantai 3.
Kutunggu di sana
Ye Eun tak tahu sejak kapan sticky notes itu ada di sana. Tak tahu
sudah berapa lama Yuta menunggu atau apakah pria itu masih menunggu. Tapi
walaupun begitu ia tetap tak mau membuang waktu. Ye Eun segera menanggalkan
bajunya dan memakai gaun itu, kemudian menurunkan skinny jeans dari pinggulnya begitu buru-buru hingga nyaris terjerembab
mencium lantai. Berkat ketergesaannya, Ye Eun pun berhasil bersiap-siap hanya
dalam waktu dua menit saja.
Ia menyempatkan diri untuk
memeriksa riasan wajahnya di cermin, lalu meringis sedikit melihat betapa kumal
wajah dan rambutnya sekarang. Tapi gadis itu merasa tak punya waktu lagi untuk
menghias diri. Jadi, sebagai gantinya, ia hanya menutulkan bedak seadanya lalu
menjepit rambutnya tinggi-tinggi. Ia menyambar sticky notes di gantungan lalu segera berlari keluar sambil
memeriksa kembali instruksi di dalamnya.
āLantai tiga?ā Ye Eun menggumam
membaca, baru sadar kalau ternyata di rumah ini ada lantai tiganya.
Ia berjalan menyusuri lorong
lantai dua sambil melongok-longok mencari tangga. Selama pencariannya, ia
menemukan banyak sekali perabot konyol dan lemari-lemari super besar yang tak
punya nilai guna. Ye Eun terus mengernyit pada semua barang itu hingga akhirnya
ia tersadar bahwa tujuan awalnya berjalan di lorong ini bukanlah untuk menghina
selera Yuta.
Ye Eun baru menemukan tangga
menuju lantai tiga setelah ia melewati setidaknya lima lemari raksasa berisi
pajangan-pajangan aneh. Letaknya tersembunyi di sudut dan kemiringannya amat
berbahayaānyaris tegak lurus. Tangga itu jauh lebih kecil dari tangga utama dan
pegangannya terasa dingin. Dengan hati-hati, Ye Eun menaiki satu per satu anak
tangganya yang sempit. Ia harus berjalan menyerong karena memakai stiletto.
Sesampainya di atas, Ye Eun
disambut oleh padang rumput super luas dan hujan lebat yang masih setia
mengguyur Seoul sejak pukul sepuluh. Ia berdecak kagum, berpikir tempat ini
akan sangat sempurna untuk pesta barbequeājika
saja langitnya lebih ramah sedikit.
Saat ia menoleh ke sisi yang
lain, tepatnya ke area perkakas di sebelah kanan, Ye Eun akhirnya melihat Yuta,
tengah duduk di lantai, memandang nanar ke langit dengan wajah begitu frustrasi.
Ia memakai kemeja satin hitam dengan dua kancing atas terbuka dan lengan yang
digulung sampai siku. Rambut hitamnya sedikit lebih rapi. Walau kelihatan
sekali ia hanya meratakannya dengan tangan alih-alih sisir, tapi Ye Eun tetap
merasa perlu mengapresiasi usahanya itu mengingat betapa berantakannya dia
sehari-hari.
āYuta-ssi.ā
Yuta yang terkejut refleks
menoleh, kemudian lebih terkejut lagi begitu melihat Ye Eun dan segera bangkit
berdiri.
āKau pulang.ā
āYa.ā
āDan kau memakainya.ā Yuta
melirik gaun Ye Eun, kemudian menunduk dalam-dalam, menyembunyikan wajah
tersenyumnya yang memalukan. Ini aneh, tapi Yuta merasa begitu bahagia. Bahagia
karena gaun dan sepatunya dipakai, bahkan terlihat secocok itu di badan Ye Eun.
āCantik,ā puji Yuta, merasa perlu
untuk menuturkan isi kepalanya sebagai pembelajaran dari omelan Ye Eun pagi
ini-'kau bahkan tak memujiku saat aku pakai gaun yang cantik'. Tapi
kali ini Yuta bersumpah dia tulus memuji. Mungkin ini efek karena gaunnya
berwarna hitam (warna kesukaannya) dan dia memilih gaun itu sendiri,
berjam-jam, penuh pertimbangan.
Ye Eun praktis tersenyum, lalu
segera menunduk untuk menyembunyikan wajah meronanya.
Beruntung hujan malam itu
terdengar keras sekali, kecanggungan di antara mereka jadi tak begitu terasa,
digantikan dengan bunyi deburan hujan yang menenangkan dan romantis.
āAh, omong-omong, ini,ā Yuta
menoleh ke langit. āAku sedang menunggu hujan.ā
āMenunggu hujan?ā
āYa, aku mau dirikan tenda.ā
āBuat apa?ā
āJi Won bilang kau suka tenda.ā
āAh.ā Ye Eun melirik kantong
parasut di tangan Yuta lalu tak enak hati mengangguk, āYa, aku memang suka
berkemah. Tapi tidak usah, maksudku, kita kan ada di dalam rumah, untuk apa
pakai tenda.ā
āTidak apa-apa. Aku sudah beli tendanya,
aku juga mau tahu rasanya duduk di tenda.ā
āMemangnya belum pernah
berkemah?ā
Yuta menggeleng.
āWaktu sekolah?ā
Yuta menggeleng lagi.
Ye Eun jadi merasa semakin tidak
enak. āKalau begitu bangunlah tendanya di kamarku.ā
āMaaf?ā
āBalkonnya cukup luas untuk
membangun tendaāitu hal pertama yang kupikirkan setelah melihat kamarku,
jadi,ā Ye Eun mengangguk seolah sedang mempersilakan, ādirikan saja di balkon
kamarku. Lagi pula kalau di balkon kita masih bisa lihat langit tanpa takut
kehujanan.ā
āTidak apa-apa?ā
āIni rumahmu, kenapa tanya
padaku?ā
āTapi itu kamarmu.ā
āLalu?ā
āTidak apa-apa?ā ulang Yuta.
Ye Eun mendenguskan senyum,
ātidak apa-apa.ā
**********
Pukul satu lewat sepuluh menit,
Ye Eun dan Yuta akhirnya berhasil mendirikan tenda dan kini tengah duduk
canggung di dalamnya. Ye Eun mencoba membuka mulut untuk membahas kejadian pagi
tadi, untuk meminta maaf, untuk bertanya kenapa kau tak marah padaku,
tapi sebelum pita suaranya bergetar, Yuta tiba-tiba merangkak keluar.
āSebentar,ā katanya, āhadiahmu
ketinggalan di atas.ā
āHadiah apa lagi?ā Ye Eun
bertanya, tapi Yuta sudah keburu pergi dan tak mendengarnya. Rupanya, gaun
cantik, stiletto berlapis mutiara, tenda yang nyaman dan Yuta yang memakai
kemeja satin yang seksi bukan termasuk ke dalam hadiah.
Ye Eun menarik napas gugup,
memikirkan benda apa saja yang diberitahukan Ji Won sampai membuat Yuta serepot
ini.
Saat sedang berpikir begitu, ia
mendengar pintu kamarnya terbuka lagi. Tak lama, Yuta merangkak masuk ke tenda
sambil membawa bungkusan besar. Ye Eun sungguh kehabisan kata. Ia bahkan tak
sanggup untuk sekadar mengira-ngira apa saja yang ada di dalam sana.
Pertama-tama, pria itu
mengeluarkan sebuket bunga, āMawar putih,ā katanya, seraya mengulurkan buket
itu pada Ye Eun.
āTerima kasih.ā
āLalu ini, Coco Mademoiselle.ā
Kemudian ia mengeluarkan botol parfum keluaran Chanel yang selama ini cuma bisa
Ye Eun kagumi dari balik etalase kaca. Gadis itu melotot lebar sekali begitu
Yuta mengulurkan parfum itu ke arahnya. āAh, benar. Harusnya aku meletakkan ini
bersama gaunmu. Sori.ā
Ye Eun melotot makin lebar, tak
mengerti kenapa cowok ini masih bisa-bisanya bilang āsoriā di saat ia
menggenggam bungkusan besar berisi entah-berapa-lusin hadiah layaknya
Sinterklas versi modern.
Seolah tak ada habisnya, Yuta
terus mengeluarkan barang-barang menawan dari bungkusan ajaibnya; beberapa
jenis kosmetik kesukaan Ye Eun, jam tangan bvlgari, album limited edition BTS
yang sudah Ye Eun buru sejak awal tahun dan action
figure tokoh kesukaannyaāSirius Blackādi film Harry Potter.
Ye Eun tengah memeluk semua
hadiahnya itu dengan mata berkaca-kaca dan dada mencelos saat Yuta mengeluarkan
hadiah terakhirnya.
Botol obat pembersih kuman
alkohol antiseptik.
Ye Eun bergeming. Ia mengerutkan
kening menatap botol plastik itu hingga Yuta menjelaskan, āJi Won juga
menuliskan alkohol di daftar hal yang kau suka.ā
āBegitu? Tapi aku tidakā¦ā Saat
itu, Ye Eun akhirnya mengerti. Dia menaikkan pandangannya ke wajah Yuta sebelum
menyemburkan tawa. Ye Eun melepas semua hadiah di tangannya dan mengambil botol
alkohol itu dari tangan Yuta, kemudian tertawa semakin lepas. āKau pasti
bercanda, kan?ā Ia bicara di sela-sela tawanya.
Sesaat gadis itu berhenti, namun
tak sampai dua detik setelahnya, ia memukul pundak Yuta dengan buket bunga lalu
tertawa lebih geli lagi. Yuta, yang walau tak tahu apa salahnya, praktis
terbawa suasana dan ikut tertawa. Ye Eun yang kesulitan mengontrol diri itu
nampak begitu bahagia dan gilang gemilang, mustahil rasanya untuk tidak
tertular aura bahagianya.
āYeah, aku memang sangat suka
alkohol. Aku bisa minum tiga botol besar tanpa mabuk,ā jelas Ye Eun begitu
akhirnya ia bisa mengendalikan diri.
āAh, maksudmu minuman?ā
āJadi kau serius mengira aku suka
obat antiseptik?ā
Yuta tak menjawab, merasa begitu
bodoh sampai tak tahu harus berbuat apa.
āAstaga.ā Muka Ye Eun berubah
menjadi merah jambu. āItu bahkan lebih lucu lagi,ā katanya geli. Ia
menyembunyikan mukanya di telapak tangan dan tertawa tertahan. Entah sudah
berapa kali ia berhenti tertawa lalu tiba-tiba tergelak lagi hanya karena Yuta
dan obat antiseptiknya.
āAku pasti kelihatan sangat bodoh
sekarang,ā kata Yuta, terkekeh sedikit sambil mendorong rambutnya salah
tingkah. āMaafkan aku. Aku tak tahu kenapa bisa-bisanya berpikir kau suka obat
antiseptik.ā
Ye Eun tersenyum memandang Yuta,
mati-matian menahan diri agar tidak tiba-tiba menyemburkan tawa lagi. Ini mulai
tidak lucu. āSaat beli alkohol antiseptik, kau juga pasti bingung dan berpikir
aku ini orang aneh, ya.ā
Yuta menggigit lidahnya seraya mengangguk.
Ye Eun mendenguskan tawa sekali
lagi lalu menatap Yuta sambil menghela napas dalam, nampak berterima kasih
sekali. āRasanya seperti kau sedang menebus semua kado ulang tahun yang belum
sempat kau berikan padaku selama 22 tahun terakhir. Sungguh, aku tak tahu
bagaimana caranya membalas semua ini.ā
āKau suka?ā
āSangat suka,ā balas Ye Eun.
Wajahnya berseri-seri. āTerima kasih banyak.ā
āYeah, tak masalah. Senang
mendengarnya.ā
Untuk sesaat, Ye Eun dan Yuta
yang tak tahu harus apa hanya terdiam canggung sambil memandang ke luar tenda.
Langitnya masih terlihat muram walau hujannya sudah tak selebat tadi. Tak ada
bintang yang bisa dilihat dan angin berembus sedikit terlalu kencang untuk bisa
dinikmati.
āTapi untuk apa?ā tanya Ye Eun
hati-hati. āKenapa tiba-tiba memberiku... semua ini?ā
āYah, tidak apa-apa.ā Yuta
berkata lambat-lambat. Ia menoleh pada Ye Eun dan memandangnya dengan kernyit
bingung, jelas sekali dibuat-buat, āmemangnya salah memberi hadiah ke istri
sendiri?ā
Ye Eun langsung tersedak.
āKau baik-baik saja?ā
āYa." Ye Eun terbatuk-batuk
keras. āYa, ya, aku baik.ā
āShin Ye Eun-ssi, omong-omong,
soal ucapanmu tadi pagiā¦ā Yuta akhirnya mengungkit topik sentitif itu dan
mengubah nada bicaranya menjadi lebih serius. Ye Eun seketika berhenti
terbatuk. āKau benar. Aku minta maaf karena sikapku membuatmu bingung. Tapi aku
bersumpah aku tidak bohong, aku memang,ā ia menarik napas gugup, āsuka padamu.ā
Ye Eun tak tahu harus bereaksi
seperti apa, yang ia tahu, sekarang hatinya sedang jungkir balik di dalam dada
dan bunga sakura tengah bermekaran di sana. Ia merasa tersanjung bukan main
sampai pipinya ikut terasa hangat.
Untuk beberapa menit setelahnya,
Yuta terus mengakui kenapa ia tak bereaksi saat melihat Ye Eun dengan gaun
pengantināaku agak gugup, katanya, entah bohong atau tidak, yang pasti
sanggup membuat bunga sakura di dada Ye Eun mekar lagi.
Selama Yuta bicara, Ye Eun
berulang-ulang melempar pandang malu-malu ke wajahnya. Ye Eun tak bisa
berkonsentrasi dengan apa yang Yuta bicarakan dan hanya senyam-senyum sendiri
menatapnya. Ia melihat tulang pipi pria itu lalu menunduk tersenyum, ia menoleh
lagi melihat rahang tegasnya lalu tersenyum lagi, ia melihat hidung tingginya
lalu tersenyum lagi, dan begitu ia tersadar dari tingkah menggelikan ala remaja
pubernya, Yuta ternyata tengah membahas Ji Won.
āAku tak tahu kalau menanyai Ji
Won soal barang-barang kesukaanmu bisa menyebabkan kesalahpahaman seperti tadi.
Aku sempat takut kau tak akan pulang, tapi.. melihat kau di sini sekarang,
sepertinya Ji Won sudah menjelaskannya dengan baik. Syukurlah,ā kata Yuta
dengan nada lega dibuat-buat. Faktanya, dia berteleportasi ke restoran siang
ini untuk menanyai Ji Won tentang apa yang terjadi (sebab walalupun Ye Eun
sudah mengomel histeris padanya hampir sepuluh menit, ia tetap tak mengerti apa
yang sedang ia bicarakan), lalu ia tak sengaja mendengar kedua gadis itu bicara
di sebelah bak sampah dan praktis pulang lagi karena merasa masalahnya sudah
selesai.
āYa. Ji Won sudah... menjelaskanā¦
padaku,ā jawab Ye Eun segan. Dia benar-benar merasa seperti tokoh protagonis
bodoh di drama picisan yang cemburu buta pada sahabatnya sendiri dan membuat
seluruh penonton gemas ingin menempeleng kepalanya. Tak ada yang lebih
memalukan dari itu.
āHarusnya aku yang minta maaf
padamu. Maaf sudah mengomel tak jelas, maaf sudah berkata kasar dan membuatmu
tak nyaman. Kau harusnya balas meneriakiku saja.ā
āTak apa.ā Yuta tersenyum
menyeringai, āsejujurnya aku senang.ā
āSenang?ā
āYa, kau cemburu pada Ji Won
karena aku.ā
āMaaf, tapi aku cemburu padamu
karena Ji Won.ā Ye Eun mengoreksi. āAku sudah bersahabat dengan Ji Won sejak
masuk kuliah. Aku tak mau kau merebutnya dariku.ā
āOh, begitu?ā Yuta berpaling
padanya dengan tampang meledek.
āYa.ā
āKalau begitu, asalkan bukan
dengan Ji Won, kau tak akan cemburu?ā
āTentu saja tidak,ā sergah Ye Eun
yakin.
Yuta memutar mata.
"Yah! Aku tak suka
reaksimu."
"Yah! Aku juga tak suka
jawabanmu."
"Jadi kau mau aku jawab
apa?"
"Aku mau kau sedikit lebih
jujur dan bilang kau cemburu."
"Tapi aku tidak
cemburu."
Yuta memutar matanya lagi. Ye
Eun terkekeh singkat melihat reaksinya itu sebelum menggelengkan kepala tak
habis pikir.
āYuta-ssi,ā panggil Ye Eun
beberapa saat kemudian.
āYa?ā
āJawab jujur, ya.ā
āOke.ā
āApa kau benar sakit?ā
Yuta yang tak menyangka akan
mendapat pertanyaan itu di saat mereka sedang bercanda soal cemburu buta jelas saja
terkejut. Badannya yang semula sudah rileks mendadak tegang lagi.
āAku bersumpah tak akan tanya apa
pun soal jati dirimu; di mana keluargamu, dari mana semua kekayaanmu atau apa
alasan kau menikahiku benar hanya karena jatuh cinta semata. Tapi kumohon,
jujurlah padaku soal penyakitmu. Tolong beri tahu aku apa tumor itu memang
ada?ā
āAku mohon padamu,ā ujar Ye Eun
untuk kesekian kali. āAku cuma ingin tahu apaā¦ā
āTidak,ā jawab Yuta, berpaling
padanya dengan raut menyesal. āMaaf sudah membohongimu. Tapi aku tidak sakit.ā
Ye Eun bergeming memandangnya,
sebelum perlahan-lahan wajahnya dihiasi senyum lega, ābaru kali ini aku senang
mendengar seseorang bilang dia bohong padaku. Terima kasih.ā
āJangan sembarangan bilang terima
kasih. Apalagi untuk hal yang bodoh seperti itu. Terima kasih untuk apa? Terima
kasih karena sudah dibohongi?ā
āTerima kasih karena tidak
sakit.ā
"Kau berterima kasih karena
itu?"
"Ya."
"Kalau begitu terima kasih
juga padamu. Terima kasih karena tidak marah.ā
āAku tak akan tanya alasanmu
berbohong, tapiā¦ā
āBukannya sudah jelas?ā sela
Yuta. āAku takut kau menolakku. Itu alasanku berbohong.ā
āYeah, tapi kau bicara seolah
akan mati jika tak menikahiku.ā
āAku memang akan mati.ā
Ye Eun mendengus, ākau mulai
lagi.ā
Yuta cuma tersenyum.
āYuta-ssi.ā
āYa?ā
āHari Minggu besok akan ada
peringatan satu tahun kematian kakekku di Jeonnam. Biasanya semua keluarga
hadir untuk melakukan persembahan, jadiā¦ aku izin padamu untuk pergi. Besok
lusa aku akan berangkat dan mungkin baru pulang empat hari setelahnya, sekitar
Selasa atau Rabu, tergantung harga tiket.ā
āKau bilang semua keluarga
hadir?ā
āYa.ā
āBukankah aku juga keluarga?ā
"..."
"Apa aku bukan keluarga?"
āAh, ya, tentu saja kau...
keluarga."
"Lalu? Bukankah aku harus
ikut juga?"
"Tidak perlu, maksudku, ya,
harusnya kau ikut. Tapi tenang saja, aku bisa menanganinya. Aku akan bilang kau
sedang sibuk. Aku tak mau ayah menyuruhmu mengerjakan ladang lagi. Dia
benar-benar tak bisa lihat cowok sedikit, selalu begitu. Biasanyaā¦ā
āYe Eun-ssi,ā sela Yuta, membuat
Ye Eun yang tengah menggerutu tentang sifat ayahnya itu terdiam, berpaling
memandangnya, āboleh aku ikut denganmu?ā tanyanya, āke Jeonnam?ā
āTidak usah. Kau pasti akan capek
di sana.ā
āJadi tidak boleh?ā
āBukan begitu, tapi kau tak
mengenal ayahku, diaā¦ā
āBoleh atau tidak?ā sela Yuta
keras kepala.
Ye Eun menghela napas dan
berusaha menjelaskan dengan sabar, āYuta, beginiā¦ā
āAku mau ikut denganmu,ā katanya
kukuh. āAku sudah menghadapi ayahmu sekali, aku bisa melakukannya lagi. Lagi
pula sekarang aku bersamamu.ā
Ye Eun sudah siap menggeleng
untuk menolaknya lagi. Tapi Yuta tiba-tiba saja menggenggam tangannya dan
memaksa gadis itu memandang matanya yang berpendar penuh kesungguhan. āAku akan
baik-baik saja.ā
Sentuhan tiba-tiba itu membuat
kesadaran Ye Eun menguap untuk sesaat. Ia bisa merasakan hatinya bergetar,
kemudian perlahan-lahan menunduk menatap tangannya yang digenggam. āBaiklah.ā
āBoleh?ā
āBoleh,ā katanya, terpaksa. āTapi
aku tak mau tanggung jawab kalau punggungmu sakit atau apa, ya. Ayah mungkin
akan memintamu memindahkan gunung. Aku bahkan tidak melebih-lebihkan, dia pasti
akan menyuruhmu macam-macam dan kau akanā¦ā
āTerima kasih,ā sela Yuta manis.
āAh.ā Ye Eun yang jarang sekali
mendengar Yuta bicara dengan nada seperti itu mendadak terhipnotis. Wajahnya
langsung tersipu, āya.ā
TBC
Sampe ketemu di jeonnam~
Comments
Post a Comment