Catiger : Sequel of Dealing
Cast :
Lim Chaerin ~ Park Jimin
Genre :
Lemon / Lime (AU - Alternate Universe)
o O O O o
Sekali lagi, Chaerin mematut dirinya di cermin demi
memastikan bahwa penampilannya tidak buruk. Senyum pun terbentuk saat matanya
menangkap pantulan dirinya yang terlihat begitu baik dengan polesan make-up natural walau pewarna bibirnya
berwarna merah, rambut hitam sebahu yang sengaja ia urai, striped jumpsuit berwarna putih-biru yang sangat pas membingkai
tubuhnya, serta heels berwarna biru
yang senada dengan warna garis pada pakaiannya.
Ia berhenti sejenak dari melakukan penilaian terhadap
dirinya. Tangannya yang memang bebas lantas merogoh ke dalam tas dan
mengeluarkan benda tipis yang tengah berbunyi. Tanpa berpikir panjang, Chaerin
menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan benda itu ke telinganya. Suara
berat yang agak familiar di telinganya langsung menyambut indera
pendengarannya.
ā...ā
āBaik, aku akan segera
ke sana.ā Balas Chaerin.
Sambungan pun berakhir. Chaerin kembali menyimpan ponsel
yang baru saja digunakan itu ke dalam tas dan menatap kembali pantulan dirinya
di cermin.
āKamu pasti bisa Lim Chaerin!ā Gumamnya, memberikan semangat
untuk dirinya sendiri.
Setelah kalimat penyemangat itu dilontarkan, Chaerin
bergegas meraih tas tangannya dan merajut langkah menuju tempat dimana
seseorang telah menunggu ke datangannya. Selama perjalanan yang sangat tidak
jauh itu, Chaerin tidak henti meremas kedua tangannya bergantian. Rasa gelisah
ditambah jantungnya yang bergemuruh membuat ia tanpa sadar melakukan hal itu āmeremas
tangannya sendiri. Walau sebenarnya yang ingin dirinya lakukan adalah berteriak,
tetapi tidak mungkin karena bisa berakhir pada pengamanan paksa oleh petugas
keamaan di sana.
Untuk kedua kalinya napas Chaerin tertarik begitu dalam.
Membuat matanya ikut terpejam dan kembali terbuka begitu udara panas yang
dipenuhi dengan kandungan karbondioksida keluar dari mulutnya. Matanya kemudian
menatap sosok pria yang tengah berdiri beberapa meter di depannya. Pria itu
terlihat tengah sibuk mengoperasikan ponselnya walau sesekali kepalanya
terangkat melihat sekeliling.
Ayolah Lim Chaerin,
semua ini demi kebebasanmu., batinnya.
Ketiga kalinya napasnya tertarik dan terhembus. Namun ia
melakukannya dengan lebih cepat karena setelah itu kakinya kembali merajut langkah
menuju dimana pria itu berada.
Tepat beberapa langkah di belakang, Chaerin berhenti.
Tangannya ia layangkan ke udara, ingin menepuk pundak pria itu. Sayang belum
juga terjadi, pria dengan jas hitam yang dipadukan dengan t-shirt berwarna senada yang membuat tampilannya terlihat santai
namun mampu memberikan kesan elegan itu memutar tubuhnya. Membuat Chaerin
mematung dengan tangannya yang masih melayang di udara tanpa tujuan.
āHai..ā Sapa pria itu.
Ia menarik kedua sudut bibirnya. Tidak terlalu lebar tetapi
berhasil menimbulkan kesan manis di balik penampilan casanovanya.
Chaerin mengerjap cepat sebelum membuka suaranya untuk
membalas sapaan pria di depannya.
āH-Hai..ā
Chaerin berusaha menampakkan senyum di tengah usaha untuk menenangkan
jantungnya yang malah berdebar semakin kencang. Sial!, umpatnya.
Kenapa dia malah
tersenyum seperti itu? Dan kenapa pula jantungku berdebar seperti habis lari
dikejar setan seperti ini??, batinnya.
āSudah siap?ā Pria itu kembali bersuara. Membuat Chaerin akhirnya
kembali hadir di realita hidupnya setelah sebelumnya ia sempat larut dalam
pesona pria di depannya.
Chaerin mengangguk. Ia seperti kehilangan kemampuan berbicara
setelah pria itu dengan kurang ajarnya memasang senyum dan kini malah memegang
kedua pundaknya.
Masih dengan senyum yang sama, pria berjas hitam itu kembali
berucap. āKalau begitu mulai detik ini kamu sudah bermain dalam permainanku.
Ikuti semua yang aku katakan, maka aku yakin setelah itu apa yang kamu inginkan
akan terwujud.ā
Lagi-lagi Chaerin hanya mampu menganggukkan kepalanya.
Lidahnya semakin mengelu terlebih saat pria itu kembali dengan lancangnya meraih
dan membawa tangannya yang lebih kecil ke dalam genggamannya.
Belum juga debaran di jantungnya mereda, pria di depannya
kembali berulah dengan tidak kalah lancang dari menggenggam tangannya, yang
membuat jantung Chaerin semakin bergemuruh kencang. Pria itu, dia mendekatkan
wajahnya hingga Chaerin dapat merasakan hembusan hangat yang keluar dari
hidungnya. Membuat Chaerin memejamkan mata cepat karena terkejut dan tentunya
untuk menghindari akibat dari matanya yang akan melihat tindakan selanjutnya
yang mungkin saja bisa menimbulkan efek yang lebih buruk bagi jantungnya.
āJangan lupakan imbalanku Nona Lim..ā Bisik Pria itu.
Chaerin membelalakan matanya. Terkejut. Dan frustasi.
Ya! Bagaimana bisa pria tersebut berkata seperti itu pada
dirinya yang tengah mencoba mati-matian menenangkan dirinya sendiri? Baiklah,
Chaerin memang tidak mengatakan apa-apa mengenai kondisi jantungnya pada sang pria.
Namun apakah dia tidak bisa untuk tidak mengungkit kembali permasalahan imbalan
itu? Ia bukan seorang yang mudah melupakan janjinya. Jadi cukup katakan sekali
saja maka Chaerin akan tetap mengingatnya.
āTenang.. aku tidak akan mengingkari janjiku Tuan Park.ā
Balasnya dingin.
Chaerin memutar tubuhnya. Berjalan pergi meninggalkan pria
itu setelah sebelumnya melepaskan tangannya dari kungkungan pria Park tersebut.
āHei tunggu...ā Panggilnya sembari melangkahkan cepat hingga
berhasil mengejar Chaerin dan menghentikan langkah gadis itu.
Ia kembali meraih tangan Chaerin dan kembali menggenggamnya.
Kali ini lebih erat dari sebelumnya.
āJangan tinggalkan kekasihmu. Itu tidak baik, sayang.ā Ujarnya dengan mengedipkan
sebelah mata.
Chaerin sendiri tidak dapat menutupi rasa terkejutnya.
Matanya membulat sempurna begitu mendengar panggilan yang pria itu gunakan
untuknya.
Melihat reaksi Chaerin, pria Park itu kembali membawa
wajahnya mendekat kepada Chaerin dan berbisik. āMulai detik ini panggil aku
dengan sebutan yang sama, mengerti?ā
Ok.. Chaerin mulai mengerti. Panggilan itu hanyalah salah
satu rangkaian permainan yang tengah mereka mainkan. Maka ia pun mengangguk
walau sebenarnya tubuh bagian belakangnya mulai terasa panas akibat panggilan pria
itu.
Sayang.
Bisa mati ia bila terus-terusan mendengar kata itu keluar
dari mulut pria Park tersebut.
Tuhan.. tolong lindungi Chaerin dari pria casanova di
depannya yang telah berhasil memporak-porandakan jantungnya hingga berdebar
tidak normal.
* *
* *
Entah mengapa semakin matanya dapat melihat tempat dimana
sang Ibu tengah menunggunya, perasaan gelisah yang ia rasakan semakin bertambah
besar. Chaerin bahkan mengeratkan genggamannya pada pria yang berjalan
beriringan dengannya tanpa dirinya sadari. Matanya ikut terpejam bersamaan
dengan napasnya yang terlihat mulai memendek.
āTenanglah..ā Bisik pria itu yang menyadari bahwa wanita di
sampingnya terlihat sangat gelisah atau mungkin takut.
Chaerin menoleh tetapi tanpa diduga matanya berserobok
dengan pemilik netra hitam itu, ia buru-buru mengalihkannya kembali. Melihat
wajah pria di sampingnya hanya membuat jantungnya semakin bergemuruh. Chaerin
benci itu.
Pria itu mengeratkan genggamannya dan berucap, āAyo..ā.
Keduanya kembali merajut langkah menuju restoran dimana
wanita yang merupakan Ibu dari Lim Chaerin tengah menunggu kedatangan putrinya.
Tentunya tanpa mengetahui bahwa sang anak datang bersama dengan seorang pria
yang tengah menggenggam tangannya erat. Bukan, bukan karena Chaerin ingin
memberikan kejutan. Namun memang kesempatan yang tidak berpihak pada Chaerin.
Pagi itu sang Ibu tiba-tiba saja memintanya untuk menemui dirinya di sebuah
restoran saat jam makan siang, dan Chaerin tahu maksudnya. Karena itulah ia
akhirnya datang bersama dengan pria itu.
āIbu..ā Panggil Chaerin begitu melihat wanita yang tengah
duduk ditemani seorang pria muda yang duduk di depannya.
Wanita yang ia panggil Ibu pun berdiri dan tersenyum senang.
Namun sedetik kemudian senyum itu memudar dan dahinya berkerut saat melihat Chaerin
tidak datang sendiri. Putrinya datang bersama dengan seorang pria yang jika ia
nilai dari penampilan luarnya, tidak kalah dengan pria muda di depannya.
āChaerin, dia siapa?ā
Chaerin menoleh sebelum mengembalikan atensinya pada sang
Ibu.
āDi-Dia temanku Bu.ā
āTeman?ā Ulang wanita itu, membuat Chaerin semakin
mengeraskan genggamannya.
Pria Park itu melepaskan genggamannya. Kemudian mengulurkan
tangannya hingga ke hadapan Ibunda Chaerin.
āSaya Park Jimin, teman dekat Chaerin.ā
Wanita itu membalas uluran tangan pria Park, ah Jimin
kemudian berucap, ā Saya Ibunda Chaerin.ā
āSenang bertemu anda Nyonya Lim. Pantas saja Chaerin tumbuh
menjadi wanita cantik, ternyata wanita yang melahirkannya juga tak kalah
cantik.ā Puji Jimin yang berhasil membuat Ibunda Chaerin tersipu.
Sementara Chaerin hanya bisa memutar bola matanya mendengar
ucapan Jimin. Laknatlah bibir manis pria itu!
Nyonya Lim āIbunda Chaerinā memeprsilahkan putrinya dan
Jimin untuk duduk. Kemudian memanggil pelayan untuk memberitahukan bahwa
makanan yang telah dirinya pesan bisa untuk segera dihidangkan.
āApa pekerjaanmu Jimin?ā Tanya Ibunda Chaerin begitu pelayan
yang ia panggil telah pergi untuk mempersiapkan makanan mereka.
āSaya seorang pengacara dan memiliki firma hukum bersama
dengan Taehyung.ā
āTaehyung, teman Chaerin?ā
āIya Bu. Taehyung, Kim Taehyung. Laki-laki dengan senyum
kotak yang Ibu bilang lucu itu. Ibu tidak lupa kan? Ah.. tidak mungkin. Ibu kan
begitu menyukai anak ajaib itu.ā Jawab Chaerin.
Nyonya Lim terlihat terkejut tetapi senyumannya langsung
mengembang seketika itu juga.
āLalu bagaimana kalian bisa saling mengenal?ā
Skak!
Pertanyaan itu. Kenapa Chaerin bisa sampai lupa? Kenapa sebelumnya
tidak terpikirkan olehnya? Tidak mungkinkan kalau mereka mengatakan yang
sebenarnya. Gila! Mereka baru bertemu kemarin dan di tempat hiburan malam pula.
Kalau begini pasti sang Ibu akan curiga dan permainannya akan segera ketahuan.
Chaerin hendak menjawab pertanyaan sang Ibu, tetapi terdului
oleh Jimin yang telah lebih dulu mengeluarkan vokalnya.
āSatu tahun yang lalu, tepatnya saat peresmian firma hukum
kami. Saat itu Chaerin datang untuk memberikan selamat.ā
Nyonya Lim tampak mengangguk. Kemudian semua berjalan dengan
begitu baik. Nyonya Lim tampak begitu menikmati pertemuan makan siang kali itu.
Begitu pun dengan Chaerin yang terlihat sedikit lega karena setidaknya sang Ibu
berhenti mencari-cari kesamaan dirinya dengan pria muda di seberangnya, hanya
untuk membuat dirinya tertarik pada pria itu.
Tidak hanya itu saja, dari cara sang Ibu berbicara dengan
Jimin, sepertinya sang Ibu percaya bahwa ada hubungan spesial antara ia dan
Jimin. Itu berarti jalan menuju kebebasan sudah mulai terbuka. Tinggal menunggu
waktu saja hingga gerbangnya terbuka lebar dan Chaerin dapat menikmati hidupnya
dengan tenang.
Makan siang hari itu ditutup dengan pelukan hangat yang
diberikan Nyonya Lim pada putrinya dan juga Jimin saat mereka akan berpisah.
Nyonya Lim bahkan sempat memegang cukup lama tangan Jimin sembari memberikan
pukulan pelan pada punggung tangannya.
āTerima kasih telah datang.ā Ucapnya.
Jimin mengangguk dengan tersenyum begitu ramah. Senyum yang
berbeda dari senyum yang biasa Jimin tunjukkan di hadapan Chaerin. Senyum yang
sebelumnya selalu membuat Chaerin merasa gelisah, tetapi kali itu senyumnya
membuat rasa hangat menyeruak ke dalam hatinya.
āSeharusnya saya yang berterima kasih karena telah diterima
dengan tangan terbuka. Padahal saya telah mengganggu agenda makan siang Nyonya
dengan Chaerin serta Daniel.ā
Oh iya, Daniel lengkapnya Kang Daniel, adalah pria yang sang
Ibu coba jodohkan dengan Chaerin. Pria yang juga mantan teman satu kursusnya
yang tidak Chaerin sukai karena sifat arogan pria itu.
āTidak mengganggu. Lagi pula ini hanya makan siang biasa,
karena sebelumnya ada pekerjaan dengan Daniel jadi sekalian saja makan siang
bersama.ā
Jimin mengangguk. Bibirnya masih menyunggingkan senyum
manis. Seperti seseorang yang tengah menarik simpati sang calon mertua.
Tersenyum bak malaikat dengan tatapan yang teduh.
Tsk.. melihat itu
membuat Chaerin bergidik ngeri.
Sebenarnya berapa banyak kepribadian yang dimiliki seorang
Park Jimin? Mengapa ia terlihat berbeda saat mereka hanya berdua dan saat
mereka tengah bertemu dengan Ibunya?
* *
* *
Chaerin melepaskan seat
belt yang mengikat tubuhnya selama perjalanan pulang. Kemudian menatap pria
yang mengantarnya dengan memasang senyum tertulus yang ia punya.
āTerima kasih.ā Ujarnya.
Chaerin memutar arah pandangnya. Tangannya yang bebas
bergerak untuk membuka pintu. Namun suara pria di sampingnya menghentikan
keinginan tersebut.
āJadi hanya terima kasih?ā
Chaerin kembali memberikan atensi kepada pria itu. Menatap
sang lawan bicara dengan dahi yang berkerut.
āCome on.. jangan
katakan kamu lupa.ā Tebaknya, yang tidak serta merta menarik kembali Chaerin
dari dalam kebingungannya.
Chaerin menyipit. Alisnya semakin tertarik ke tengah hingga
kerutan di dahinya terlihat bertambah. Otaknya sibuk berpikir. Mengingat apa
yang ia lupakan mengenai pria itu. Cukup lama Chaerin mencoba untuk
menghadirkan kembali ingatannya. Hingga membuat dehaman keluar dari bibir pria
itu dan barulah ingatannya hadir.
Chaerin membulatkan matanya. Ia terkejut, karena dua alasan.
Pertama, karena ia baru saja melupakan perjanjian antara dirinya dengan pria
itu. Kedua, karena isi perjanjian tersebut.
Tuhan.. bagaimana bisa ia lupa? Bagaimana bisa pula
jantungnya kembali berdebar kencang?
āSudah mengingatnya, Nona Lim?ā
Chaerin menelan salivanya. Membasahi kerongkongan yang
terasa kering mendadak.
āJadi apa imbalan untuk ku, Nona Lim?ā
Pria itu kembali membuka suaranya. Matanya menatap tepat
pada manik Chaerin yang tidak berhenti bergerak bagai bola.
Chaerin yang mendengar pertanyaan itu tanpa sadar meremas
kedua tangannya. Menyalurkan seluruh perasaan yang begitu aneh kepada telapak
dan punggung tangannya yang tidak berdosa.
āEm.. itu...ā
Chaerin berusaha untuk memberikan jawaban. Namun otaknya
tidak menemukan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan tersebut. Jujur saja,
setelah menyetujui perjanjian malam itu, ia sama sekali tidak memikirkan
mengenai imbalan yang akan ia berikan. Pada akhirnya Chaerin menyesali
kebodohannya karena ia tidak tahu harus memberikan apa kepada sang pemberi
pertolongan.
Di tengah kekalutan dan kebingungan yang melandanya. Sang
Otak tiba-tiba saja menghadirkan ingatan ketika malam saat untuk pertama
kalinya ia bertemu dengan pria di depannya. Tepatnya saat bibir mereka bertemu.
Seperti pelangi setelah turun hujan. Ingatan itu berhasil menghadirkan jawaban
untuk ia berikan kepada sang lawan bicara.
āJimin, pejamkan matamu.ā
āMengapa?ā
Chaerin menggeleng cepat, dan berkata dengan nada memerintahnya.
āJika kamu ingin mendapatkan imbalan, maka turuti perkataan ku. Tutup matamu.ā
Walau bingung, Jimin tetap melakukan apa yang dikatakan
Chaerin. Menutup kedua matanya sembari menanti imbalan yang akan diberikan
Chaerin padanya.
Melihat mata Jimin yang telah terpejam, napas beratnya yang
tertahan secara perlahan dan pelan dihembuskan keluar. Kejadian malam itu masih
jelas sekali dalam ingatannya kini, membuat tubuhnya merasakan getaran aneh
yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Ingatan malam itu, saat Jimin memangkas jarak di antara
mereka, bertemunya bibir mereka, hingga pada akhirnya tautan tersebut berakhir.
Semua masih begitu jelas bahkan sangat jelas sampai membuat Chaerin bingung,
apakah kejadian itu nyata atau hanya ada dalam pikirannya.
Peduli setan dengan ingatan yang terasa nyata dan tidak itu.
Bermodalkan ingatan yang mulai meresap masuk ke dalam otaknya, Chaerin mulai
melakukan apa yang ada dalam ingatan tersebut. Mengikuti semua yang ia ingat
untuk menghadiahi Jimin dengan āimbalanā yang ia inginkan.
Perlahan tapi pasti, walau jantungnya berdebar semakin
kencang dan napasnya mulai memendek, Chaerin mendekatkan wajahnya dengan Jimin.
Memangkas jarak yang ada hingga akhirnya ia dapat merasakan hembusan hangat
yang keluar dari hidung Jimin. Lagi ābermodalkan ingatan yang dimilikinyaā
Chaerin mulai memejamkan matanya dan tidak lama mendaratkan bibirnya pada
permukaan bibir Jimin.
Jika sebelumnya ia begitu yakin dengan ingatannya, saat ia
merasakan kelembutan bibir pria Park itu, tiba-tiba saja ingatannya menguar
seperti uap air. Sial! Chaerin
kehilangan ingatannya. Ia tidak tahu apa yan harus dilakukan setelah bibir
mereka saling bertemu. Yang tersisa diingatannya hanya segera mengakhiri
ciumannya dengan memundurkan kepalanya.
Gelisah dengan perasaan aneh yang semakin memenuhi relung
hatinya. Membuat Chaerin segera memundurkan wajahnya. Ia ingin mengakhiri kontak
fisik itu. Sayang, tangan pria Park itu telah lebih dulu berada di belakang
kepalanya. Menekan tengkuk hingga membuat ciuman mereka semakin dalam. Bukan
hanya sekedar menempelkan permukaan bibir saja, tetapi pria Park itu telah
melumut kedua bibir Chaerin bergantian.
Merasakan gelenyar aneh dalam dirinya lantas membuat Chaerin
menutup matanya rapat-rapat. Tidak ada keberanian lagi yang ia miliki bahkan
untuk membuka mata atau mendorong tubuh Jimin. Perasaan aneh yang menyerangnya
dengan tiba-tiba menyebabkan saraf motorik dan sensoriknya seakan mati. Mengakibatkan
otak dan kerja tubuhnya menjadi berantakan.
Lain halnya dengan Jimin, pria itu tampak begitu menikmati
āimbalannyaā. Ya.. mengulum kedua bibir Chaerin bergantian. Menyesap kelembutan
bibir itu. Serta merasakan prisa buah yang berasal dari pewarna bibir yang
wanita itu pakai. Jimin begitu āah
sangat menikmatinya, hingga membuat ciumannya semakin meliar saat lenguhan
tidak terduga keluar dari bibir Chaerin.
Tidak berhenti dengan menyesap kedua bibir Chaerin, Jimin juga
semakin meliar dengan memberikan gigitan kecil hingga membuat wanita itu
mengaduh tertahan. Jimin tidak tinggal diam. Lidahnya langsung melesak masuk.
Mengabsen satu demi satu bagian dalam rongga mulut Chaerin.
Tidak, keliaran seorang Park Jimin tidak hanya sampai di
situ. Selain lidahnya yang liar di dalam sana, tangannya juga ikut meliar
menyentuh tubuh bagian belakang Chaerin. Membuat wanita itu lagi-lagi melenguh
dan tangannya dengan kuat mencengkram tangan Jimin yang melingkupi tubuhnya.
Keliaran itu akhirnya berakhir saat Chaerin untuk kesekian
kalinya memukul dada Jimin, meminta untuk diakhiri karena pasokan udara dalam
paru-parunya yang sudah tidak mencukupi. Jimin menjauhkan wajahnya. Tidak jauh
karena nyatanya ia masih dapat merasakan hembusan hangat yang dikeluarkan
Chaerin, bahkan ia juga bisa mendengar seberapa memburunya napas wanita itu.
āTidak buruk..ā Gumam Jimin.
Chaerin mengangkat kepalanya dan menatap Jimin dengan alis
bertaut, tentunya dengan napas yang masih tersenggal.
āImbalanmu.ā
Oke.. Jimin benar-benar pria berengsek. Bagaimana bisa ia
mengatakan hal memalukan itu di depan wajah Chaerin beberapa saat setelah
mereka melakukannya?
āTapi...ā Jimin menggantungkan kalimatnya. Salah satu sudut
bibirnya tertarik dan membuat Chaerin yang melihatnya dapat merasakan aura
tidak baik yang langsung menyerang dirinya.
āSepertinya aku harus tetap menolongmu agar aku bisa
mengajari mu cara memberikan imbalan yang baik.ā Sambungnya dengan suara yang
berat dan pelan.
E . N . D
ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment