Before Marriage part 1 (first meeting)
Main Cast = Bae Suji, Yoo Seung Ho, Park Chanyeol
Genre = Romance
Length = Series
Author = Salsa
Cinta? Bagaimana jika cinta menjadi sebuah kebiasaan
sehari-hari yang monoton? Apa ‘cinta’ itu tetap bisa membuatmu sebahagia dulu?
Sebahagia saat pertama kali ia menyatakan cintanya padamu dan menjalani
hari-hari awal sebagai sepasang kekasih? Mungkin ada yang dengan mantap
menjawab ‘YA’ tapi jujur saja, itu ‘tidak’ untukku. Cinta malah terdengar
begitu membosankan saat ini. Menjadikan cinta sebagai rutinitas ternyata
bukanlah ide yang bagus. Yang kurasakan justru bukan rasa menggebu-gebu seperti
dulu, melainkan……..rasa sakit.
“suzy~ya……. Bagaimana dengan gaun yang ini?” aku tersadar.
Menoleh dengan cepat kearah Hyun Mi. Gadis itu sedang sibuk membulak-balik buku
gaun pengantin. Gaun yang mungkin salah satunya akan kukenakan satu bulan lagi.
“ya.. itu bagus” sahutku tak perduli.
“Aigoo.......... yang ini juga bagus Suzy~ya” Hyun Mi kembali berucap sambil
menunjuk-nunjuk gambar gaun putih gading dengan bahu terbuka.
“ya.. bagus” sahutku lagi, dengan nada yang masih sama.
“eum… memang bagus” Hyun Mi menyetujui dengan semangat,
sementara aku hanya menghela nafas sambil menatap buku berisi foto-foto gaun
itu tanpa ekspresi. Sebenarnya siapa yang akan menikah disini? Jujur saja, jika
boleh, aku ingin bertukar tempat saja dengannya. Dengan Hyun Mi.
Kreekk
Tiba-tiba saja pintu terbuka, sukses membuatku refleks
menoleh. Raut wajahku segera saja berubah. Aku memaksakan senyum diwajahku saat
seorang pria melangkah masuk dengan senyum khasnya. Pria sempurna itu lagi.
Pria sempurna yang dalam waktu dekat ini akan menjadi pendamping hidupku sampai
mati. Oke.. style-nya untuk hari ini. Kemeja putih dan celana bahan berwarna
hitam, elegan seperti biasanya.
Aku bangkit dari kursiku dan beranjak menghampirinya,
sementara Hyun Mi hanya menoleh sekilas lalu kembali tenggelam dalam buku
dihadapannya.
“kita harus ke butik baju pengantin” Seung Ho oppa melirik
arlojinya sebentar “sekarang” ia kembali menegakkan kepalanya dan kini
bertatapan denganku. Aku diam saja, sebelum akhirnya tersenyum kecil dan
mengangguk layaknya robot yang sudah terprogram.
“Hyun Mi~ya…. Aku…………..”
“Ya.. pergilah! Pilih gaun yang paling mahal, aratsoyo?”
sela Hyun Mi mengerti. Aku tersenyum kecil kearah gadis itu lalu kembali
mengalihkan tatapanku pada Seung Ho oppa. Pada pria yang kini tengah meraih
lenganku. Ia menautkan jari-jari kami, kemudian berjalan keluar dan mulai
mengambil alih langkah. Aku hanya mengikut saja, tak berdaya.
...................
Selalu begini. Ia selalu memperlakukanku bak seorang putri
raja, dibukakan pintu, dipersilahkan masuk, menjamin kenyamananku lalu menutup
pintunya kembali. Awalnya ini keren, tapi lama-kelamaan ini berlebihan.
……………………
Seung Ho oppa memindahkan ponsel ke telinga kirinya, sejurus
dengan gerakan tangannya yang bergantian memegang kemudi.
“Ya.. jam 2 siang aku akan kembali kesana………. ne..
algesseumnida…………….. ah.. ye! Jangan biarkan mereka menunggu!..............
terima kasih............tolong atur semuanya” ia mematikan sambungan
teleponnya, menghela nafas lalu meletakkan punggung tangannya yang mengepal
memegang handphone disekitar mulut, alisnya bertaut, gaya berpikir yang biasa
ia tunjukkan kembali kulihat. Aku baru saja membuka mulut, hendak memulai
obrolan namun kalah cepat oleh deringan ponselnya yang kembali berbunyi. Dengan
cepat aku menahan bibirku sendiri, mencegahnya untuk bergerak dan berpotensi
besar membuatku tampak bodoh. “aish” Pria itu mendesis, lalu menoleh kearahku
dengan tatapan bersalah, “Suzy~ya… aku…..”
“angkat saja! Aku tidak apa-apa” selaku. Ia terdiam sebentar
sebelum akhirnya kembali menempelkan layar ponselnya ketelinga sambil meringis.
Aku merunduk lalu menghela nafas, membiarkan semua
kalimat-kalimat mengenai bisnis yang sama sekali tak kumengerti itu meluncur bebas
menabrak telingaku dan jatuh ke bawah. Perlahan, aku menolehkan kepala,
memperhatikannya dari samping. Yoo Seung Ho. Statusnya saat ini adalah calon
suamiku. Dan bulan depan, statusnya akan berbeda, kata ‘calon’ dikalimatku
sebelumnya akan menghilang.
Pria ini. Pria ‘sempurna’ ini. Alis tebal rapi, hidung tinggi,
mata indah, bibir merah dan wajahnya, wajahnya terlihat serius saat ini tapi
jika sedang tersenyum, wajah serius itu akan berubah menjadi begitu manis. Tipe
pria cantik yang biasa terlihat di drama. Rambutnya juga tertata rapi.
Penampilannya jelas menunjukkan bahwa ia bukanlah orang biasa. Belum lagi sikapnya,
perhatian menakjubkan yang selalu ia berikan, rasa sayangnya padaku, cintanya
yang tak putus-putus. Sempurna sekali, bukan? Lalu kenapa saat ini pertahananku
goyah? Demi Tuhan, aku ingin berhenti saja. Aku tak mau menikah dulu. Entah
kenapa, aku merasa tak yakin lagi. Jika waktu diputar ulang 3 tahun lalu, saat
seorang Yoo Seung Ho memintaku menjadi kekasihnya. Saat dimana sulit sekali
bagiku untuk percaya. Dimataku, Seung Ho oppa adalah namja paling sempurna yang
pernah kutemui dalam hidup. Membuat wajahku kesakitan karena tak henti-hentinya
tersenyum. Tentu saja, aku merasa seperti gadis paling beruntung saat itu.
Bagaimana tidak? Namja paling sempurna di dunia baru saja memintaku menjadi
kekasihnya.
Namun sekarang, rasa-ku berkurang dan berkurang dengan
begitu cepat setiap detiknya. Tidak, ia tidak melakukan kesalahan apa-apa,
tidak memiliki kekurangan apa-apa, tidak selingkuh, tidak pernah membuatku
sakit hati dan tidak pernah memulai pertengkaran. Ya.. tak pernah bertengkar.
Mungkin tak pernah bertengkar adalah inti dari masalahku, inti dari pergolakan
batin yang kurasakan. Sejujurnya, aku ingin merasakan rasanya bertengkar hebat
hingga mengeluarkan air mata. Setauku, hubungan yang baik itu bukan hubungan
tanpa pertengkaran melainkan hubungan tanpa saling menyalahkan. Seingatku, kami
baru sekali bertengkar. 2 tahun lalu, saat eomma menelfonnya menanyakan
keberadaanku, saat itu sudah jam setengah sebelas malam dan aku belum juga pulang. Ia panik dan
mencariku kemana-mana lalu marah besar saat mendapatiku di rumah Hyun Mi. Tapi
hanya begitu. Hanya sepuluh menit lalu selesai. Dimenit selanjutnya, ia bersikap
seolah tak ada masalah, seolah aku tak melakukan kesalahan apa-apa.
Kadang aku merasa kelelahan sendiri mencari celah dari
seorang Yoo Seung Ho. Ia manusia kan? Seharusnya manusia mempunyai kekurangan
kan? Lalu apa kabarnya dia? Kenapa Tuhan sebegitu tidak adilnya? Kenapa Seung
Ho oppa tak diberikan kekurangan? Ah.. baiklah! Soal pertengkaran, aku sudah
beberapa kali mencoba menyulut emosinya, seperti tidak mengangkat telfon
darinya, membatalkan janji secara sepihak bahkan menolak ajakan kencannya.
Namun ia tak pernah benar-benar marah, ia hanya bertanya ‘kenapa?’ lalu
masalahnya selesai. Entah bagaimana.
Jadi, bisa dibilang satu-satunya kekurangan dari seorang Yoo
Seung Ho adalah kelewat sempurna.
………………………………….
“demi Tuhan, aku bisa pulang sendiri. Ada banyak taksi
diluar sana” aku berusaha meyakinkan Seung Ho oppa yang bersikeras mengantarku
pulang dulu sebelum kembali ke kantornya.
“aniya………..” baru satu kata dan ponselnya kembali
menginterupsi. Aku menghembuskan nafas lega, merasa tertolong oleh deringan
ponsel itu. Sejujurnya, aku selalu merasa tegang tiap bicara dengannya dan itu
sudah berlangsung lama sekali, sejak awal kita bertemu dan sampai detik ini
perasaan itu tak berubah. Seperti, aku selalu salah dan dia selalu benar. Aku
benar-benar ketakutan jika aku terlihat salah dihadapannya. Rasanya menjadi
orang dungu didepan orang sempurna itu tak enak. Seperti tak punya harga diri.
Lalu? Apa menurut kalian hubungan macam ini masih layak untuk dipertahankan?
Terlebih dilanjutkan ke hubungan yang lebih serius. Pernikahan.
Dulunya aku tak pernah berpikir seperti ini, aku terlalu
terlena oleh kesempurnaan yang seolah ikut tertular padaku. Semua orang berkata
bahwa mereka iri denganku, mereka semua bilang aku benar-benar beruntung. Tapi
sekarang……………………., bisakah aku menjadi yeoja biasa saja? Bukan yeoja beruntung
yang mereka maksud.
“kau benar tidak apa-apa jika harus pulang sendiri?” aku
mengangguk sambil tersenyum yakin sebagai jawaban. Dia terdiam, menatapku
sambil menarik nafas berulang-ulang, seolah tak rela membiarkanku pulang
sendiri.
“aku sudah besar” ujarku, tak suka melihat sikap
protektifnya yang semakin berlebihan.
Akhirnya ia mengangguk, “kalau begitu, berhati-hatilah.
Kabari aku jika sudah sampai rumah” Seung Ho oppa mengusap kepalaku lembut lalu
segera memutar langkahnya dan berjalan cepat menuju mobil. Tergesa-gesa.
………………………..
Author POV
Setelah memberhentikan taksi, Suzy segera masuk dan lekas
menyebutkan alamat rumahnya. Ia menghela nafas ringan lalu menyandarkan
tubuhnya dengan lemas, seiring dengan ban mobil yang mulai berputar. Kalau ia
tak salah menghitung, tadi sudah enam kali ia bulak-balik mencoba gaun
pengantin, dan respon Seung Ho selalu sama, tersenyum dan mengatakan ‘yeppeo’.
Mata gadis itu nyaris saja menutup saking lelahnya, namun ia
lekas menggeleng dan memfokuskan pandangannya lagi ke luar jalan. Ia sedikit
mengerjap begitu melihat seorang namja sedang berlari ke arahnya, ke arah taksi
yang ditumpanginya. Dan tiba-tiba saja…………. BRUK BRUK BRUK namja gila itu
menggedor-gedor kaca taksi dan membuka pintunya cepat-cepat. Ia lantas duduk
dengan panik lalu berteriak heboh menyerukan alamat pada sopir taksi yang
nampak kebingungan. Walaupun bingung, sang sopir tetap saja melajukan mobil,
entah ke alamat yang mana. Suzy menoleh dengan takut ke arah namja yang kini
telah duduk nyaman disampingnya. Wajah pria itu kacau, terlihat seperti orang
yang sedang tidur lalu terbangun mendadak karena diterjang tsunami. Ia
menggenakan celana jeans dan kaus santai berwarna abu-abu. Sebenarnya bagus,
hanya saja mungkin namja ini terlalu jenius hingga jaket yang ia kenakan
terbalik. Rambutnya berantakan, mungkin tak punya sisir. Ia menenteng netbook
berwarna merah maroon, polos.
Suzy POV
Aku memperhatikan namja disampingku dengan alis berkedut.
Saat ini, ia sedang membuka dompetnya, mengeluarkan lembaran uang lalu
mengerutkan kening. Sedang apa dia? Berpikir? Aneh sekali. Mulutnya tak
berhenti bergerak, sejurus dengan jari-jarinya yang ia angkat dan turunkan
bergantian, sepertinya sedang berhitung. Dia sebenarnya kenapa sih?
“ajeosshi! Kira-kira 3 menit lagi bisa sampai tidak? Lalu,
berapa biaya taksinya? Awas saja jika kau membuatku jatuh miskin” pria itu
bertanya dan mengancam dalam satu tarikan nafas. Membuatku menelan ludah dengan
susah payah, menatapnya ngeri sambil merapat ke sisi lain taksi ini.
Sopir taksi menjawab dan sukses membuat namja gila itu
meringis sambil menyerahkan seluruh isi dompetnya. “kalau dalam 3 menit tak
sampai juga. Aku bisa dipenggal oleh hyungku dan jika itu terjadi, aku akan
menghantuimu seumur hidup. Ingat itu, ajeosshi!” aku langsung memegangi
kepalaku yang terasa mau pecah. Demi Tuhan, sepertinya pria disampingku
bermasalah dengan otaknya. Bahkan, ia sudah punya pemikiran mustahil macam itu?
Chanyeol POV
Aku menggerakkan kepala ke kanan dan kiri. Rasanya pegal.
Berlarian melewati tangga darurat sehabis bangun tidur itu benar-benar seperti
neraka. Joon Myeon sialan. Gara-gara dia mimpiku yang indah jadi bersambung.
Siapa suruh mau presentasi laporan bulanan, laptopnya malah tak dibawa! Dasar otak
udang! Dangkal! Tck…. Dia harus membayar mahal karena telah berani mengerjaiku
begini!
Sambil menghela nafas, aku menoleh ke luar jendela.
Memperhatikan kendaraan-kendaraan lain yang bergerak berlawanan dari taksi yang
kutumpangi. Aku menoleh ke jendela yang satunya, dan saat itulah mataku
langsung membulat lengkap dengan teriakan kaget yang lolos begitu saja dari
mulutku. “YA!! DARIMANA KAU MASUK?” seruku pada seorang gadis yang duduk
merapat disisi pintu. Terlihat panik dan terancam keselamatannya.
“kau! Yang salah itu kau” ia bicara pelan-pelan. Membuatku
mengernyit heran.
“aku?”
“ne.. aku sedang duduk tenang lalu tiba-tiba saja kau datang
seperti orang gila dan membuatku ketakutan” paparnya, dengan volume suara yang
bertambah sedikit.
“oh.. kalau begitu maaf!” aku merespon dengan datar lalu
kembali menyuruh ahjeoshi pemegang kemudi untuk mempercepat laju taksi yang
bergerak seperti siput sekarat ini.
“hanya begitu? Kau pikir aku sudah memaafkanmu huh?” gadis
disampingku kembali mengencangkan volume suaranya lalu kini bersedekap dengan
tampang tak terima.
“tolong jangan tambah masalahku. Jadi, bisakah anda diam dan
pura-pura tak menyadari keberadaanku?” pintaku halus, dengan nada sabar yang
benar-benar keren. Setidaknya menurutku begitu.
“a..ap..apa katamu? Kau sebenarnya punya OTAK ATAU
TIDAK?” kini ia malah berteriak dengan
kencang, berpotensi besar membuatku dan sopir taksi malang didepan tuli
mendadak. Rasanya aku ingin balas meneriakinya, namun beruntunglah gadis itu
karena saat ini aku sedang tak ingin berteriak.
“heh…. Siapa yang mengizinkanmu berteriak? Dasar
pengganggu!”
Dia melebarkan matanya mendengar paparanku lalu mengepalkan
tangannya, terlihat seperti bom yang akan meledak “yang pengganggu itu kau! Aku
sedang sangat lelah dan berharap bisa pulang secepatnya tapi kau malah datang
dan mengacaukan semuanya”
“iya… iya…” balasku bosan. Sementara gadis itu masih
berteriak keras mengeluarkan sumpah serapah dan juga kutukan-kutukan mengerikan
yang ditujukan padaku.
“kau benar-benar tidak tahu sopan san……………
“ahjeosshi! Ini gedungnya! Hentikan mobilnya! Aku turun
disini” ujarku cepat sambil buru-buru membuka pintu taksi dan melesat menuju
pintu kaca yang terbuka otomatis saat aku mendekat. Ah.. tepat waktu.
…………………..
Suzy POV
“kau benar-benar tidak tahu sopan san……………”
“ahjeosshi! Ini gedungnya! Hentikan mobilnya! Aku turun
disini” ia berucap layaknya rapper, sejurus dengan gerakan tangannya yang
begitu cepat. Membuka pintu lalu melesat memasuki gedung besar dan akhirnya
menghilang.
“ah.. jaketnya” gumamku sambil menunjuk ke arah berlalunya
namja itu. Jaketnya masih terbalik.
“aish…. Suzy-ya! Itu bukan urusanmu” aku menepuk dahiku lalu
menggeleng, berusaha menormalkan pikiranku kembali. “ajeosshi…….. sekarang
antar aku! Ke alamat yang tadi kusebutkan! Masih ingat kan?” ajeosshi itu
mengangguk paham lalu segera melajukan mobil ini kembali. Ya Tuhan, hari macam apa ini?
……………..
“aigoo………. dompet? Nugukkeo? Jangan-jangan…………………” aku
langsung mendesah berat. Memikirkannya saja sudah membuatku mual. Dengan panik,
aku membuka dompet itu dan nyaris pingsan begitu melihat foto namja gila yang
tadi. Jadi dompet ini miliknya?
Sudah 5 menit berlalu sejak namja gila itu keluar dari taksi
dan membiarkanku pulang dengan tenang, tapi sayangnya susunan kata ‘pulang
dengan tenang’ yang kumaksud sepertinya takkan terwujud saat ini. atau…………….
“ajeosshi! Bisakah kau berikan dompet ini pada pria
yang…………………” aku segera menghentikan ucapanku. Entah kenapa perasaanku
berteriak-teriak menyuruhku memberikannya sendiri. Baiklah, aku mengalah.
“bisakah kita kembali ke gedung yang tadi? Gedung tempat namja gila yang tadi
turun”
………...............
Aku mendesah, lagi-lagi mengomel sembari melirik jam digital
yang tertera diponselku. Sekarang disinilah aku, di sebuah ruang tunggu sebuah
gedung megah. Ya.. gara-gara pria yang tadi itu. Jika otaknya masih berfungsi
dengan baik, seharusnya ia tak meninggalkan dompetnya di taksi dan membuatku
mengemban tanggung jawab semacam ini kan? Sial. Park Chanyeol sialan. “park
chanyeol pabo” gumamku geram. Ya.. Park Chanyeol, di kartu nama yang ada di
dompetnya, tertulis nama orang gila itu. Baguslah, aku jadi bisa lebih leluasa
memakinya.
“yayaya……… PABO~YA” aku segera berdiri sambil mengacungkan
dompet berwarna hitam kelam itu kearah namja yang sedang asik tertawa dengan
rekannya. Ia baru saja keluar dari lift dan memasang tampang ceria sambil
bercengkrama dengan seorang pria. Ya.. namja itu. Namja yang terlihat sama
suramnya dengan dompetnya, dompet hitam mengerikan yang kosong melompong.
Cish… harusnya aku mengacuhkannya saja
tadi.
“hey,…. Pria yang disana. Aku bicara padamu” pekikku sambil
mengibas-ngibaskan tangan. Aish…. Dasar tuli. Aku kembali berteriak keras dan
kali ini ia menoleh, lengkap dengan kerutan diantara alisnya. Ia memicingkan
mata lalu merubah ekspresinya menjadi terkejut heran begitu melihatku. Ia
bicara entah apa pada rekannya lalu setengah berlari menghampiriku.
Selama ia berlari, aku sibuk mengontrol nafasku yang
memburu. Bae Suji! Kau punya sopan santun kan? Punya tata krama kan? Orang
tuamu mengajarkan budi pekerti yang baik bukan? Aku menghela nafas berat lalu
mengubur semua rasa frustasiku terhadap namja itu. Demi Tuhan, aku ingin
melemparkan dompet ini tepat ke mukanya, lalu menyemburnya dengan makian sadis,
setelah itu menendang perutnya hingga terlempar masuk kembali ke lift. Gila!
Sadis sekali, bukan? Aku juga tak mengerti kenapa aku menjadi sebegini
kesalnya, tapi…………… biarlah. Toh.. hari ini, moodku sedang buruk dan dari pagi
sebenarnya aku ingin sekali marah-marah, namun sayangnya aku tak menemukan
orang yang tepat untuk dimarahi. Ya.. jadinya begini. Aku marah tanpa alasan.
Ah.. tak bisa dibilang tanpa alasan juga, pria ini sebenarnya memiliki andil
besar atas memburuknya moodku.
“merindukanku?” aku langsung melongo dahsyat mendengar satu
kata luar bisa tidak logis yang keluar dari mulutnya. Perlu diingat! Kami sama
sekali tidak saling mengenal. Baru bertemu beberapa saat yang lalu dalam
kondisi yang benar-benar gila. Lalu saat ini, detik ini, di pertemuan kedua
kami, ia sudah bilang ‘merindukanku?’ dengan wajah tanpa dosanya. Dia
benar-benar jauh dari kata normal. Jauh. Jauh sekali.
Aku masih terdiam selama beberapa saat sambil memandang pria
itu takjub, memikirkan bagaimana sistem kerja otaknya yang mengerikan, sebelum
akhirnya mengambil nafas dalam-dalam dan menyodorkan dompet suram itu penuh
rasa sopan.
“maaf, kurasa ini punyamu” ujarku baik-baik, sambil sedikit
menunduk menyembunyikan wajah muakku yang benar-benar tak bisa kututupi. Yah…
bisa kutebak. Sebentar lagi, ia pasti akan berterima kasih berulang kali sambil
membungkuk-bungkuk hingga patah tulang. Aku jamin itu. Segila-gilanya seorang
manusia, ia tak mungkin memaki seseorang yang sudah dengan sopannya berbuat
kebaikan kan?
“Ooo! Apa yang telah kau lakukan? Ah.. Jinjja!” dia langsung
mengambil dompet yang kusodorkan dengan gerakan cepat, lalu sibuk membuka-buka
setiap isinya dengan jengah. Sedang apa dia? Bukannya sejak awal dompetnya
kosong? Dasar tengil. “aku tak mencuri sepeserpun. Sejak awal memang kosong
kan?” ujarku sinis, pertahananku untuk menjadi seorang yeoja sopan beretika
tingga luntur begitu melihat ekspresi sarat tuduhan yang ia lancarkan padaku.
“maaf” ujarku langsung, mendadak jiwa sopan santunku bangkit.
Aku tak mau dipandang sebagai seorang gadis tak beretika.
“aku kesini cuma mau mengembalikan itu. Aku permisi” aku
membungkuk pelan sambil memejamkan mata, memendam rasa mual yang datang
menerpa. Dengan gerakan yang elegan, aku berbalik dan melangkah menjauhi namja
yang masih tak bergeming itu hingga……..
“Changkaman” pria itu berteriak kemudian mendekat.
“gamsahamnida agasshi” pria itu tersenyum, membuatku refleks
melakukan hal yang sama. Ternyata dia bisa berterima kasih juga.
“cheonmaneyo, Park Chanyeol-ssi” dia sedikit terkejut begitu
aku menyebutkan namanya, “dari kartu namamu. Aku tau dari kartu namamu” aku
buru-buru menjelaskan.
“ah.. ya!” ia mengangguk-angguk paham. “sebagai tanda terima
kasih, bagaimana jika kutraktir minum?”
“traktir?”
“tenang saja. Aku punya uang!”
“tak usah memaksakan diri. Aku melakukannya tanpa imbalan”
“aku juga” ia cepat-cepat merespon, dengan ekspresi seperti
anak umur 5 tahun yang tidak diperbolehkan membeli mainan. “jebal, kutraktir
minum. Demi Tuhan, aku tidak semiskin itu”
“nde? A..ak.. aku tak bermaksud………”
“kalau begitu, ayo ke cafeteria sekarang”
“tapi………”
“ayolah! Aku tak biasa mendapat penolakan”
…………………..
14:56 KST
Cafetaria
“maaf soal yang tadi”
“hum?”
“di taksi tadi. Maaf, aku benar-benar tak tau kalau taksi
itu sudah ada penumpangnya” saat ini ia bersikap layaknya orang normal dan
jujur saja aku terkesan. Bagaimana tidak? Seorang namja gila baru saja minta
maaf padaku! Bukan satu kali, tapi dua kali.
“ah.. lupakan saja! Bukan apa-apa” aku buru-buru mengibaskan
tangan, sejurus dengan senyuman bersahabat yang kukeluarkan.
“oh ya… siapa namamu tadi?”
“memangnya kita sudah kenalan?” tanyaku bingung. Sepertinya,
aku memang belum memberitahukan namaku sejak tadi.
“jadi belum? Benarkah?”
“namaku Bae Suji! Panggil Suzy saja” ucapku langsung.
Sebagai seorang yang berpendidikan, aku sudah mengerti kemana arah
pembicaraannya. Aish, dasar pria modus!
“nama yang bagus”
“gamsahamnida, Chanyeol-ssi! Boleh aku memanggilmu begitu?”
“Chanyeol oppa saja! Terdengar lebih akrab, bukan?”
“kurasa kita tidak seakrab itu” ujarku malas.
“jadi? Tak mau memanggilku oppa?”
“maaf. Kurasa tidak. ‘Oppa’ itu bukan sembarang
panggilan. Menurutku itu spesial” jelasku. Dengan ulasan senyum tipis yang
kupasang sekenanya.
“setiap hal pasti ada awalnya kan? Kurasa ‘oppa’ itu adalah
awal yang bagus”
“bulan depan aku sudah menikah”
“lalu?”
“kau tak pantas bicara seperti itu pada seorang wanita yang
hendak menikah. Aku sudah menjadi milik calon suamiku. Jadi jangan macam-macam
padaku. Arasseo?”
“kau bilang bulan depan kan? Kalau begitu aku masih punya
waktu untuk merebutmu, bukankah begitu, Suzy-ssi”
“KAU SAKIT JIWA” Pekikku, sejurus dengan mata yang membulat
tanpa kuperintah, nyaris keluar. Demi Tuhan, aku tak percaya! Bagaimana bisa
Tuhan menciptakan makhluk setidak normal ini? YAAA!!!! TIDAK INGATKAH DIA? KAMI
BARU BERTEMU BEBERAPA SAAT YANG LALU DAN SEKARANG DIA SUDAH MENGATAKAN HAL GILA
SEMACAM ‘merebutku dari calon suamiku’
huh? Ya ampun, berteriak dalam hati benar-benar membuatku sesak. Cepat-cepat
aku mengulurkan tanganku, meraih ujung sedotan dan menghisap cairan didalamnya
dengan frustasi. Aku sedang ditraktir kan? Tapi kenapa aku sama sekali tidak
merasa bahagia?
“hahaha…… Eomeo! Aku hanya bercanda”
“tidak lucu” desisku berapi-api, sementara pria itu malah
tersenyum puas. Apa ekspresiku sangat amat lucu hingga membuatnya begitu senang?
“kau lucu”
“eh?” baiklah. Aneh, gila, menyebalkan, idiot dan
sekarang……… gombal. Dalam waktu kurang dari sehari aku sudah menemukan begitu
banyak sifat dalam dirinya. Ah.. Ya Tuhan! Kepalaku!
“kau kerja disini?” aku mengganti topik pembicaraan, sejurus
dengan gelas mocha-ku yang kudorong menjauh. Sudah kosong. Mungkin bocor.
Entahlah.
“kau benar-benar sedang haus? Memangnya berapa hari tidak
minum?” aku langsung membatu diposisiku. Menatapnya heran dengan mulut setengah
terbuka dan tangan yang masih tersodor kedepan. Apa maksudnya huh? Barusan aku
bertanya baik-baik kan?
“bisa tidak jawab pertanyaanku dulu sebelum melayangkan
pertanyaan baru?”
“oh.. oke! Aku hanya kasihan melihatmu kehausan begitu! Mau
dipesankan lagi?”
“kau bisa bahasa manusia kan? Kubilang jawab pertanyaanku
dulu sebelum melayangkan pertanyaan baru! Kenapa bertanya terus sih?” omelku
tak tahan dan entah kenapa, pria itu kembali terkekeh bahagia. Aigoo…. pria
ini! apa yang membuatnya begitu senang?
“jadi? Kau mau menjawab pertanyaanku atau tidak?” aku
berucap dengan malas. Sejujurnya tak benar-benar mengharapkan sebuah jawaban
darinya.
“teman satu apartemenku yang bekerja disini. Dia itu sangat
jenius. Saking jeniusnya, otaknya sering tertinggal entah dimana” ia bicara dengan
geram sambil meliuk-liukkan tangannya penuh hasrat. Aku berusaha mengangguk,
walau sejujurnya aku tak begitu paham apa maksud dan keinginannya. “bayangkan
saja! Tadi ia meninggalkan laptopnya di apartemen, padahal hari ini ia harus
presentasi laporan bulanan. Kau pikirkan baik-baik, kemana otaknya?” ia kembali
berkeluh kesah. Aku menyesal menanyakan ini. kalau tidak salah tadi aku hanya
bertanya ‘kau kerja disini?’ dan seharusnya ia hanya menjawab dengan satu kata
saja, ‘ya’ atau ‘tidak’ tapi kenapa jawabannya panjang sekali?
“ah ia.. kau benar”
aku berusaha menimpali. Kasihan juga melihatnya bicara dengan semangat penuh
sedangkan aku malah diam tak bergeming. Kontras sekali bukan?
“hmm……. Kau? Kerja
apa?” ganti topik (lagi). Sebenarnya bukan ganti topik juga sih, aku hanya
mengalihkan pembicaraan sebelum akhirnya pria ini bicara tanpa henti mengenai
‘kemana otak?’ teman satu apartemennya.
“kau takkan percaya”
ia berujar dengan gelisah, membuatku menaikkan sebelah alisku. Tak
begitu perduli.
“oh.. baiklah” ujarku sekenanya
“kau tak penasaran?” ia buru-buru memajukan wajahnya, dan
menatapku terheran-heran.
“aku…………… ng, kalau kau tak mau jawab ya tak apa-apa” aku
memberikan senyum simpul untuk menyembunyikan rasa bingungku.
“aish! Baiklah, jika kau memaksa, aku akan memberi tahu” ia
berucap seolah-olah aku baru saja memohon-mohon memintanya bicara. Aigoo……..
orang ini! sebenarnya bukan aku yang memaksa, tapi dia yang memaksaku untuk
mendengarkannya. Eomeo!
Ia memberikan senyum tipis ala mona lisa, lengkap dengan
tatapan penuh rahasia. Ekspresi yang mengundang rasa penasaran. Ia memajukan
badannya, menatapku lekat-lekat, dan dengan bodohnya aku malah balik menatapnya
polos.
“aku……................” ia menyipitkan matanya lalu “penulis
naskah”
“JEONGMAL?” pekikanku menjelajah ke seluruh penjuru
kafetaria, membuat berpasang-pasang mata menatap kearahku dan Chanyeol dengan
tatapan penuh tanda tanya. “naskah? Naskah film? Film action? Atau…….. atau
naskah drama?” dengan mata berbinar aku memperhatikan pria didepanku. Bayangan
pria gila, idiot dan tak punya otak yang tadi, sudah terdepak jauh, digantikan
dengan bayangan namja hebat, kreatif dan penuh ide segar. Aku pernah bermimpi
menjadi penulis naskah, dulu, dulu sekali. Namun sekarang, aku sadar
kemampuanku tak mumpuni. Yah…. Terkadang mimpi hanya sekedar mimpi bukan? Tidak
segala hal seindah apa yang kubaca di karya-karya fiksi! Kehidupan nyata tidak
pernah seindah itu! Tidak! Tidak pernah!
“aku masih baru di dunia ini. aku masih harus banyak belajar
agar diberi kesempatan untuk menulis naskah sebuah film”
“jadI?”
“aku masih mengurusi pergelaran-pergelaran teater kecil di
universitasku. Tapi saat ini, ada satu naskah yang sudah kuberikan pada seorang
sutradara baru, dia masih sangat muda dan sepertinya cukup tertarik”
“masih diproses, begitu?” tanyaku fokus. “iya”
“hei….. aku mau melihat pergelaran teater yang kau bilang!
Bisakah? Bisakah?”
"besok, bagaimana? besok akan ada pementasan!"
"jinjja? aku mau!"
"baiklah! besok!"
"besok, bagaimana? besok akan ada pementasan!"
"jinjja? aku mau!"
"baiklah! besok!"
TBC
Anyyeong^^
Sebelumnya aku mau ngucapin Happy B’day buat blog tercintah GIGSent
Fanfiction. Ga nyangka dah setahun *nangis* semoga kami para author bisa
menghasilkan ff dengan lebih produktif dari sebelumnya, g hanya produktif tapi
semoga kualitas fanfiction buatan kami lebih baik dari yg dulu-dulu. Abis itu….
Emmm…. Semoga silent readers berkurang. Amin!
Harusnya bikin oneshot kan ya? Tapi apa ini? aku malah bikin series g
jelas begini *nangis lagi* yah…. Perkenalan dulu deh! Before Marriage akan
menjadi penggantinya WTL yg insya allah tamat di part 10, itu artinya 2 bulan
lagi. *amin* ceritanya soal pergolakan batin seorang wanita yang akan menikah.
Aku juga bingung sendiri kenapa bisa-bisanya kepikiran ff macam ini! secara
saya masih 16 tahun *angkat kerah*
Kenapa castnya harus seung ho, suzy dan Chanyeol yang notabene masih
sangat amat muda semua? Hah…. Itu karena awalnya bukan begini jalan ceritanya. Awalnya
aku mau bikin suzy ama chanyeol sahabatan trus lama-lama suka, nanti
ditengahnya baru aku masukin seung ho sbg pengerecok tapi kyknya kl begitu udh
terlalu membosankan dan ketebak dari kata pertama ampe end (?) jadinya bikin
beginian. Ff ngebatin dah pokoknya! Intinya, Suzy itu masih blm yakin sama apa
yg dia mau dan selama sebulan (sebelum nikah) dia bakal memantapkan hati
mengenai apa yg sebenernya dia mau. Mungkin ditengah-tengah nanti bakal aku
masukin masalah baru, yg pasti masalahnya bkl melebar dan g begini doang.
Nah.. begitulah sekilas perkenalannya! Makasih bg yg dah baca, please
leave a comment and reaction for me^_^
keren bgt kak, langsung suka sama ffnya
ReplyDeletemakasih komennya^^
Deletehmmm jadi seung ho yang japi pihak ketiga ya thor??,. :O
ReplyDeletewah" seung ho kamu sama aku aja sinii sini,. :D hahaha