Way To Love #8 (Neon Naekkeo)
22:24 KST
Author POV
Han river
Yoo Hyun langsung menahan nafas. Rasanya ia ingin menangis
saat ini juga. Benar-benar sulit dipercaya. Pria itu! dia didepannya. Sedang
berdiri tegap memandang aliran sungai Han yang tenang. Membelakanginya. Tapi
walaupun membelakanginya begitu, Yoo Hyun tetap merasa lega.
Gadis itu berdehem, sekedar memberikan sinyal atas
kehadirannya. Chunji menoleh, tak benar-benar menoleh kepadanya, hanya
memiringkan kepala tanpa berniat menggerakkannya sedikit lebih jauh ke belakang.
Yoo Hyun menghela nafas lesu lalu berjalan pelan-pelan, mengambil posisi tepat
disamping pria itu.
Keduanya masih membisu, diam tak bergeming sambil memandangi
pemandangan indah didepannya. Bulan purnama yang terang benderang memantulkan
cahayanya ke aliran sungai yang tenang, benar-benar suasana impian. Yoo Hyun
menarik nafas panjang sambil tersenyum, ia merasa begitu damai, begitu
terlindungi. Seolah semua masalahnya telah berakhir detik ini. Yoo Hyun melirik
pria disampingnya, hanya dengan kehadirannya saja, ia menjadi setenang ini.
“Hyun~a” satu kata dan sukses membuat tubuh Yoo Hyun
menegang. Dengan gerakan kaku, gadis itu memutar badannya, menjadikan Chunji
sebagai fokus utamanya.
“ne?” Yoo Hyun memperhatikan namja didepannya dengan gugup,
sementara pria itu sendiri malah tak memperhatikannya sama sekali. Ia masih
mengarahkan kedua bola matanya pada sungai dengan tangan yang ia selipkan
disaku celana.
“kurasa…… setelah
ini, kita harus benar-benar……………..” Yoo Hyun tak bersuara, ia masih menunggu
kelanjutan dari kalimat Chunji. “apa? Benar-benar apa?” tanya gadis itu dengan
nada menuntut.
Terdengar suara desahan sebelum, “menjauh satu sama lain”
Yoo Hyun POV
“Apa? Benar-benar apa?” tanyaku tak sabar. Sebelumnya
Channie oppa bicara, ia bicara dengan suara parau yang tak bisa kudeskripsikan
lalu dengan seenaknya menggantung kalimatnya. Membuatku penasaran saja.
“menjauh satu sama lain” nafasku langsung tercekat. Mataku
memanas. Otakku kosong. Sel-sel darahku mati serentak. Demi Tuhan, rasanya
menyakitkan. Rasanya benar-benar parah. Lebih sakit dari sebelum-sebelumnya.
Lebih menyakitkan dari komentar-komentar busuk tentangku diberbagai artikel.
Aku tak mengalihkan perhatian sedikitpun darinya, dari pria yang masih tak beranjak
dari posisi sebelumnya. Pria yang sama sekali tak menatapku. Kalian tau rasanya
jatuh dari langit? Atau kalian tau rasanya tenggelam didalam air tapi tak
diizinkan untuk mati? Mungkin begitulah rasanya.
Aku menyesal. Kenapa aku harus datang kesini? Kalau tau ia
hanya akan membuatku sakit, aku pasti tak akan datang. Aku menyesal karena
berharap terlalu banyak. Kukira disini ia akan mengatakan ia merindukanku, ia
akan mengatakan ‘tak ada yang perlu dikhawatirkan’ atau ‘tenanglah! Aku akan
melindungimu’ atau kalimat-kalimat lain yang bisa menyemangatiku. Sebelumnya,
otakku tak henti memikirkan seorang Lee Chan Hee berkata seperti itu padaku, lengkap
dengan pelukan hangat yang ia berikan. Bahkan, dengan memikirkan hal-hal itu
saja, aku sudah percaya bahwa aku bisa melewati masalah-masalah ini tanpa
celah. Aku masih 18 tahun, masih terlalu muda untuk menanggung masalah ini
sendirian. Aku tau, masalah ini bukan hanya ditujukan untukku, aku yakin dia
dan agensinya juga kelimpungan dengan masalah ini tapi apa dia tidak memikirkan
perasaanku sama sekali?
“terima kasih karena tidak berkomentar didepan wartawan.
Jika nantinya kau didesak untuk berkomentar, katakan saja kau tak mengenalku”
“Oppa” aku langsung berteriak sambil menyodorkan tangan
kiriku kearahnya. Dengan ekspresi senang yang berusaha kukeluarkan. Mungkin
terlihat seperti orang gila, tapi demi Tuhan aku takut mendengarnya bicara dan
berpotensi membuatku makin sesak lagi “lihatlah, aku memakai couple ring yang
kita beli di Insa-dong dulu. Oppa, coba lihat, masih terlihat indah. Apa kau
masih menyimpan cincin yang satunya?” ujarku, dengan nada ceria yang mungkin
akan terdengar menggelikan. Jujur saja, aku tak mampu menyembunyikan rasa kalut
ini.
“oppa…. Kenapa diam saja? Kau mendengarku kan?” pria itu
sama sekali tak bergeming, bahkan menolehpun tidak. Dan suaraku, suaraku pasti
terdengar begitu menyedihkan. Jika bisa memilih, aku ingin dibuat tuli dan tak
mendengar ucapannya yang tadi. Aku sudah lelah sakit hati dan sakit hati terus.
“akan ada konferensi pers dalam waktu dekat ini. Dan
kemungkinan besar aku akan mengatakan sesuatu yang……………..” dia menarik nafas
lalu memejamkan matanya sambil menengadah. “mungkin akan membuatmu tak terima”
lanjutnya, dengan nada ragu. Aku berani bertaruh bukan kalimat itu yang ia
ingin katakan sebelumnya, membuatku tak terima? Membuatku lebih sakit mungkin
akan terdengar sedikit lebih logis.
“aku memberitahumu sekarang supaya kau tidak terkejut saat
mendengarnya nanti. Ini semua terlalu berat”
“tidak akan terasa berat jika dihadapi bersama-sama” jawabku
langsung, tersengal-sengal karena deru nafasku sendiri. Aku mencoba meredamnya
namun sepertinya tak berhasil. Sekarang tenggorokanku terasa kering. Terasa
panas. Kumohon Channie oppa, peluk aku ah aniya…. Katakan saja kau merindukanku
atau setidaknya, MENOLEHLAH PADAKU, tatap aku. Hanya tatap aku dan demi Tuhan,
aku akan memaafkanmu. Aku akan melupakan kata-katamu yang tadi. Aku akan
pura-pura tuli. Hanya tatap aku dan aku rela disakiti………………….. lebih jauh lagi.
“aku hanya akan mengatakan itu. Jadi, kurasa mulai hari ini
semuanya berakhir. Eng… antara kita. Berakhir” ujarnya pelan lalu berbalik dan
lagi-lagi, tidak menatapku. “selamat tinggal” dua kata yang dirangkai menjadi
satu itu menjadi akhir percakapan kita malam ini, tanpa senyuman, tanpa
tatapan, tanpa basa-basi ia mengayunkan kakinya, melangkah menjauhiku.
Aku menatap punggungnya dengan tatapan nanar, tanganku sudah
gemetaran sejak tadi. Rasanya perih. Sangat. Aku meremas tas tanganku sendiri,
sekedar menyalurkan rasa sakit yang tak sanggup kutahan lagi. Sedangkan sebelah
tanganku, kutumpangkan dipagar pembatas yang dingin, nyaris terasa membuat
beku. Mataku terasa panas dan semakin panas disetiap detiknya, “kajima (jangan
pergi)” rintihku dengan bibir yang bergetar-getar. Rasanya dingin. “Kajima!
Jebal! Aku sendirian” ujarku pelan-pelan. Apa aku sudah bilang tadi?
Tenggorokanku kering. Nafasku tercekat. Aku tak sanggup berteriak-teriak
memanggilnya. Emosiku naik, namun tak bisa kutumpahkan. Alhasil, air matalah
satu-satunya caraku untuk bertahan. Aliran air terbuat melewati pipiku, seiring
dengan bibirku yang tak berhenti bergerak, menggumamkan kata ‘kajima’
berkali-kali. Mataku masih menatap lurus-lurus padanya, sebelum akhirnya ia
memasuki audynya dan menghilang. Meninggalkanku sendiri. Ya Tuhan, apa maunya? Sebenarnya
ia menganggapku apa? Diberi harapan, disuruh datang, disakiti, diacuhkan,
ditinggal pergi. Kenapa tidak sekalian dibunuh saja huh?
……………………………………………………………………
Author POV
Chunji’s home
00:03 KST
Chunji memegangi kepalanya yang sebentar lagi akan meledak.
Ia baru saja memasuki rumah dan bersiap menaiki tangga. Sebelah kakinya sudah
menginjak anak tangga pertama sebelum eommanya berteriak memanggil dari arah
ruang tamu. Wanita paruh baya itu memegang beberapa lembar kertas yang sudah
lecak dengan tatapan lelah. “ah ia….. anak itu baru saja pulang……… sebentar”
ucap wanita itu pelan, bicara dengan seseorang diujung telfon. Ia lalu
mengangkat telfon itu tinggi-tinggi sambil menggerakkan mulutnya ke arah
Chunji. Pria itu sebenarnya tak tau apa yang dikatakan eommanya, tapi menillik
dari gelagatnya, pasti wanita itu ingin ia menjawab telfon. Chunji dengan cepat
menolak. Ia lelah. Sangat. Pikiran dan hatinya lelah. Bertarung tanpa pemenang.
Baru saja ia membuat seorang gadis menangis, meninggalnya dipinggir sungai pada
tengah malam dan membuat gadis itu kelihatan gila. Ia tak mampu memaafkan
dirinya sendiri, tapi ia tau ia tak salah. Ini memang seharusnya terjadi. Tak
terbayang jika tadi ia malah memeluk gadis itu dan mengatakan kata-kata yang
manis, lalu tiba-tiba dihari selanjutnya ia berkata pada semua orang bahwa ia
tak mengenalnya. Jadi…. Ia harus cepat memilih, menjadi berengsek atau menjadi
lebih berengsek.
Eommanya menghela nafas lalu kembali menempelkan layar
handphone itu ditelinganya, “ia tak bisa menjawab telfon……….. ne…… kau benar,
dia lelah…….. baiklah, nanti kuhubungi lagi………….ah,, ye gamsahamnida”
Chunji mendesah lalu memutar badan menghadap eommanya yang
berjalan mendekat. “tuan Kim mengirimkan surat peringatan mengenai kontrak itu”
“aku sudah meminta waktu padanya” ujar Chunji langsung.
Belum lama, pria itu memang menyempatkan diri menelfon tuan Kim, ia meminta
kesempatan untuk menyelesaikan masalah ini. Ia sama sekali belum siap untuk
kehilangan kontrak iklan perdananya itu.
“eomma tau. Ini baru surat peringatan” eommanya segera menenangkan.
“barusan manager Ahn juga menelfon. Ia bilang konferensi pers itu……………………”
“katakan padanya aku setuju” sela Chunji cepat.
“aku ke kamar dulu, eomma” lanjutnya lagi, kali ini sambil tersenyum
dan mengecup pipi wanita paruh baya itu. Terkadang ia menyesal, kenapa harus
mempekerjakan eommanya sendiri sebagai manager pribadi? Ia benar-benar anak
durhaka. Bagaimana bisa ia tega melihat eommanya kelelahan sampai larut hanya
karena urusan keartisannya? Hanya karena mengurus jadwal pribadinya.
“habis menemui gadis itu?” Chunji yang sudah menapakkan
kakinya di anak tangga keempat segera berhenti. Ia hanya memejamkan mata tanpa
berniat berbalik menghadap eommanya yang sedang berdiri disisi tangga.
“begitulah” ujar Chunji, lalu segera mengayun kakinya lagi.
………………………………………….
Yoo Hyun’s home
00:34 KST
“Ya Tuhan, Yoo Hyun. Kau darimana? Kenapa ponselmu tak aktif?
Cepat jelaskan pada eomma”
“kenapa kau jadi sering pergi tanpa izin? Apa karena pria
itu?” appanya berseru murka. Yoo Hyun memandang keduanya tanpa ekspresi lalu
mendesak masuk. Yang benar saja, ia baru membuka pintu dan langsung diberikan sambutan sesadis itu. Kenapa tak sekalian
diarak saja?
“Yoo Hyun! APPA BICARA PADAMU” gadis itu segera menghentikan
kakinya. Tidak bermaksud kurang ajar, hanya saja ia benar-benar lelah.
“YOO HYUN” pria itu kembali membentak dan Yoo Hyun langsung
berbalik. Menampakkan wajah kesedihan yang dari tadi berusaha ia tutupi, air
mata bergulir turun dari matanya, sukses membuat kedua orang tuanya terperanjat
dan tak berani bicara lebih jauh. Mereka berdua sama-sama menahan mulutnya
untuk bergerak, jelas takut perkataannya malah membuat putrinya semakin
terluka.
“aku mau pulang ke Daegu” Ucap Yoo Hyun tersengal “Secepatnya”
……………………………………………………………………….
Chunji POV
Before Press
Conference
17:00 KST
“Jadi apa rencananya?” tanya Niel tiba-tiba, sukses membuat
keningku tertekuk berlapis-lapis. Saat ini, kami berada di lokasi konferensi
pers. Semuanya sudah siap, hanya tinggal menunggu beberapa menit lagi.
“rencana apa?”
“aish….. jangan bohong pada kami” seru L.Joe. Eomeo…. Baru
datang saja sudah membuatku kesal. Bohong dalam hal apa? “ne.. kau pasti punya
rencana kan!” tambah si maknae 4D sambil merebut cup coffeeku dan meminum
cairan itu seenaknya. “cishh” aku mendesis lalu merebutnya kembali.
“rencana apa?” ulangku lagi, kali ini disertai penekanan.
“jangan bilang, kau akan mengatakan yang sebenarnya saat konferensi pers nanti.
Atau kau malah akan kabur sebelum konferensi pers dimulai” C.A.P hyung kini
ikut bergabung dan ikut-ikut mengeluarkan ucapan gila seperti yang lain. Leader
macam apa itu?
“jadi sekarang, sebutkan rencana gilamu dan kami siap
membantu” tandas Ricky sambil bersedekap dan memberikan tatapan sok bijak yang
akhir-akhir ini sering sekali ia keluarkan.
“Aku…. tak punya rencana apapun” ucapku santai, lalu meneguk
cairan kental di cup coffeeku. “BOHONG” Pekik mereka berbarengan, sukses
membuatku tersedak dan akhirnya terbatuk-batuk.
“YA!!! Chunji~ya!! Jadi kau benar-benar akan mengatakan apa
yang manager bilang? Aish…. Namja macam apa kau!” seru Ricky berapi-api
sementara aku masih terbatuk-batuk dan berusaha menggapai tisu. “Ne…. mana bisa
kau bersikap seperti ini? aku tau wajahmu memang sangat kecil tapi bukan
berarti nyalimu juga harus kecil” tambah Changjo. Aigoo…. apa maksudnya? Wajah
kecil? Maknae misterius, ah.. anio! Aku tak terima! Kata ‘misterius’ terdengar
terlalu keren untuknya. MAKNAE ANEH itu, Jinjja. Kalian tau kenapa dia disebut
begitu? Jawabannya adalah, karena ia suka berperilaku tidak normal. Ya,. Namja
itu! Namja bernama Choi Jonghyun itu! dia suka bertengkar dengan bantalnya
sendiri, bahkan terkadang kalah. Ah.. baiklah! Lupakan! Aku langsung mengambil
tisu dan mengelap sudut bibirku yang terkena cairan kopi. Aku mengalihkan
tatapanku pada mereka semua, pada kelima orang yang saat ini malah menampilkan
tampang frustasi. Tunggu, kenapa jadi mereka yang frustasi? Bukankah aku yang
seharusnya menampilkan ekspresi seperti itu sekarang?
“YAK! KALIAN SEMUA! Sebenarnya kalian memihak siapa huh?
Semalam kalian mati-matian menyuruhku untuk menurut pada semua perintah manager
Ahn. Dan Ricky~ya…. Kau ingat kalimat ini? memang
menyakitkan untuk mengatakan selamat tinggal pada seseorang yang tak ingin kau
lepaskan tapi lebih sakit lagi untuk bertahan jika ia memang ingin pergi. Kau tau? Aku benar-benar melakukan
itu”
“melakukan apa?” tanya Niel langsung.
“mengatakan……….. selamat tinggal”
“MWO?” seru mereka lagi, dengan kekompakan yang masih
terjaga. Aku mendesah lalu mengusap wajahku dengan kedua telapak tangan dan
kembali menatap kelima orang yang masih tercengang itu.
“mungkin kami memang plin-plan untuk urusan ini. Malam itu,
kau tau sendiri, kita semua sama-sama lelah dan tak bisa berpikir dengan benar.
Emosi kami juga sedang tidak stabil hingga akhirnya berkata seperti itu. Kami
khawatir padamu, kau benar-benar kehilangan mood dalam segala hal hanya karena
seorang gadis dan itu benar-benar sukses membuat kami semua geram” L.Joe
menarik nafas, jelas dia merasa sesak karena baru saja bicara tanpa jeda. “ye..
dan sekarang, kami semua mengerti. Semua orang bebas memilih. Setiap manusia
punya pilihan dan selama kau masih menjadi manusia, berarti kau juga memperoleh
hak yang sama. Terlepas dari statusmu sebagai seorang ‘entertainer’, kau juga
tetap manusia biasa dan kami memahami itu” dengan baik hati, C.A.P hyung
menyambung ucapannya. Aku menunduk, merenungkan ucapan mereka sebentar sebelum
akhirnya tersenyum “terlambat” ucapku sambil menyenderkan kepala disandaran
sofa.
“5 MENIT LAGI! BERSIAP-SIAPLAH” seru seorang staff dari
kejauhan. Kami semua mengangguk paham, lalu melanjutkan obrolan kami.
“mengerti kan? Terlambat dalam hal apa yang kumaksud. Kalian
pikir apa yang bisa kuperbuat dalam waktu kurang dari 5 menit? Untuk kali ini,
aku benar-benar tak punya pilihan” lanjutku.
“Punya! Kau masih punya” sahut Changjo dengan raut serius,
terlihat tidak main-main dan yakin dengan ucapannya. “jangan katakan kalimat
itu! Jangan katakan kalimat itu di konferensi pers nanti” lanjutnya lagi. Aku
baru saja membuka mulut, hendak mencecarnya dengan kalimat sanggahan, ‘mana mungkin? Kau mau aku dikeluarkan? Dan
bla bla bla’ sayangnya tak ada waktu karena kedatangan manager Ahn yang
menginterupsi obrolan serius kami. “30 detik lagi! Kajja! Kajja!” serunya
sambil menepuk-nepuk tangan, menyuruh kami bersiap. Obrolan kamipun terputus.
Kami segera berdiri dan akhirnya sibuk membenarkan kemeja masing-masing.
“Demi Tuhan, jangan katakan itu. Bicaralah yang
sejujurnya” Ricky mendesis dan langsung
kubalas dengan senyuman sinis, sarat penghinaan.
“dan membiarkan diriku sendiri dikeluarkan?”
Ricky langsung menggeleng panik, seolah aku baru saja salah
bicara. Dia mengangkat kedua tangan lalu menggoyangkannya “Aniyaaa….. itu hanya
ger……,”
SRREEETTTT
Tirai terbuka lebar dan didetik itu juga suara jepretan
kamera disertai sinar blitch yang menyilaukan menyapa kami semua tanpa henti.
Sukses membuat Ricky langsung menurunkan tangan sambil mengubah mimik mukanya,
menjadi terlihat lebih cool dan berwibawa. Begitu pula dengan aku dan yang
lainnya. Tidak ada waktu untuk bicara atau menjelaskan lagi. Kami berenam ditambah
manager Ahn memasuki ruang konferensi pers dengan ekspresi tenang lalu
mengambil posisi duduk masing-masing. Kami benar-benar harus menjaga sikap
disini. Kamera-kamera sialan itu memotret tanpa henti. Jika sedetik saja kami
lengah atau menampakkan ekspresi yang tidak sesuai, bisa jadi keesokan harinya
foto itu menjadi bahan berita dan dikaitkan kesana kemari. Terkadang, jurnalis itu……………
ah.. Jinjja! Membuat repot saja!
………………………………………………………..
Yoo Hyun POV
Berita mengenai press conference yang akan diadakan Teen Top
sudah ditayangkan di tv sejak pukul 7 pagi disebuah acara gosip. Katanya acara
itu akan diadakan pukul setengah enam sore. Baguslah! Aku jadi bisa langsung
bersiap-siap. Sekarang aku sudah cukup pintar untuk membaca situasi, maksudku,
Teen Top mengadakan konferensi pers dan aku pasti akan menjadi sasaran empuk
para paparazzi stress itu. Kenapa mereka penasaran sekali dengan kehidupan
pribadiku? Ah.. Bodoh. Itulah pekerjaan mereka. Mereka membuat orang sengsara
dan dikejar-kejar seperti buronan untuk makan dan menghidupi diri. Sial. Untuk
alasan satu itu, aku akan berbaik hati untuk memaafkan mereka. Paparazzi.
Dengan bermodal ingatan yang buruk, aku memutuskan untuk
menaiki taksi dan pergi pagi-pagi sekali menuju restoran 24 jam Ji Yoo
halmeoni. Aku tak tau harus kemana lagi untuk menenangkan diri selain kesana.
Restoran itu sepi dan damai, lagipula jika aku dalam keadaan terdesak dan harus
menginap-pun, aku yakin Ji Yoo halmeoni tak mungkin mengusirku.
Soal, kembali ke
Daegu…………….. sialnya, appa tak mendapatkan tiket kereta untuk hari ini. Tapi ia
berjanji, besok pagi-pagi sekali aku bisa pergi. Rasanya tenang begitu
mengetahui fakta itu, ‘besok pagi aku akan kembali ke Daegu’ jujur saja, aku
merindukan teman-temanku disana. Disini, aku tak punya teman. Tapi sayangnya,
ada perasaan enggan juga yang menelusup. Ah… biarlah! Tak usah terlalu
diperdulikan.
Aku sampai di restoran Ji Yoo halmeoni pukul setengah
sepuluh siang. Yah… bisa dibilang menyembunyikan diri sekaligus membantu Ji Yoo
halmeoni. Tadi sekitar jam 4 sore, ada sepasang muda mudi yang berkunjung, beruntunglah mereka tak mengenaliku. Bukannya
aku sok terkenal, tapi…… akhir-akhir ini aku tak jauh berbeda dari seorang
buronan.
Sekarang, aku sedang menelungkupkan kepalaku di meja
pengunjung tepat ditengah-tengah restoran. Restorannya sudah kosong, dari tadi
pagi hanya ada 4 orang yang datang. Hanya memesan jajangmyeon tapi duduk disini
nyaris dua jam. Ya.. restoran ini memang pilihan bagus bagi mereka yang menyukai
kesunyian. Dan aku tak tau apakah aku termasuk orang yang menyukai itu atau
tidak. Aku suka kesunyian tapi aku benci sendirian.
“kau tidur?” Ji Yoo halmeoni mengelus rambutku, membuatku
langsung mendongak dan tersenyum menatap wajah teduhnya.
“aniya…… hanya lelah” wanita setengah baya itu mengangguk
lalu meraih remot tv, menekan tombolnya dan membuat layar hitam sebuah benda
elektronik yang digantung tinggi diantara tembok itu menyala. Awalnya, aku tak
begitu memperhatikan apa yang ditampilkan tv itu, sampai…………….
“foto-foto yang kalian dapatkan itu memang
benar dan jelas bukan rekayasa. Namun, perlu diketahui bahwa Chunji dan gadis
yang berada di foto itu sama sekali tak memiliki hubungan yang lebih jauh,
hubungan mereka hanya sebatas fans dan idolanya” seorang
pria berkacamata baru saja melontarkan kalimat pembelaan. Ia berucap dengan
tenang, disertai ulasan senyum yang teduh. Aku menelan ludah dengan susah
payah, lalu membuang muka ke jendela kaca. Sedangkan Ji Yoo halmeoni malah
mengencangkan volumenya. Aish…. Halmeoni!
“lalu bagaimana anda menjelaskan tentang
perkataan Chunji waktu mini concert saat itu” seorang pria dengan pulpen dan buku catatan kecil
mengajukan pertanyaan. Sepertinya seorang jurnalis. Aku melirik layar tv itu
dan sekarang namja berkacamata yang tadi bicara mulai angkat suara lagi.
Disamping kanan kirinya, para member Teen Top tengah duduk diam sambil memasang
senyum. Entah tulus atau tidak. Kalau tidak, mereka memang benar-benar seorang
aktor yang hebat.
Aku memperhatikan layar tv tersebut dengan seksama,
membiarkan semua bualan itu mengalir tanpa jeda ditelingaku. Ya.. kuakui mereka
hebat. Mengarang sedemikian rupa hingga aku sendiri sangsi siapa yang benar
disini. Pria berkacamata itu sudah berkali-kali mengatakan fanservice dan
kalimat sejenis. Merangkai kata-kata itu menjadi satu penuturan luar biasa
logis dan mungkin orang yang tak mengerti apa-apa bisa dengan mudah percaya
pada setiap lontaran kata yang keluar dari mulutnya. Namja ini
benar-benar………….. aish, demi Tuhan aku terkesima! Ternyata dalam suatu agensi
entertainment seperti ini ada juga orang-orang yang dibayar untuk mengarang
cerita dan parahnya terdengar begitu nyata dan masuk akal. Dengan
sanggahan-sanggahan halus yang sukses membuat orang mengangguk-angguk tanpa
sadar.
Perlahan-lahan, aku menoleh kearah Ji Yoo halmeoni yang
memperhatikan tv tanpa berkedip. Sesekali ia menggerakkan mulutnya membentuk
huruf o yang panjang lalu mengangguk-angguk. Lihatlah! Bahkan Ji Yoo halmeoni,
seseorang yang sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan jelaspun
terlihat percaya begitu saja. Ya Tuhan! Ji Yoo Halmeoni! yang menjadi objek
pembicaraan disana adalah aku. Kenapa ia tak langsung mengkonfirmasinya padaku
dan malah menyaksikan acara LIVE press conference sialan ini?
Aku mendesis frustasi lalu menatap televisi itu lagi.
Baiklah, kita tunggu kebohongan apa lagi yang akan mereka katakan. Seseorang
kembali mengacungkan tangan dan bertanya, saat itu kamera dihadapkan pada
Channie oppa dan kini, wajahnya menghiasi satu layar penuh.
Namja itu sedang menatap kearah lain, terlihat seperti
sedang memikirkan sesuatu. Firasatku saja atau ia memang sedang memikirkan
rencana gila? Aku memperhatikannya lekat-lekat dan tersentak dikursiku begitu
ia mengarahkan matanya tepat ke kamera, membuat kami bertatapan tidak langsung.
Ya Tuhan Yoon Yoo Hyun! Ini bukan saling bertatapan. Kau hanya sedang menatap
layar tv dan kebetulan ia sedang menatap lurus ke arah kamera. Ah,, Jinjja!
Otakku sudah rusak parah.
“Chunji-ssi! Tolong berikan komentar” salah seorang
jurnalis berucap, sukses membuatku menahan nafas. Aku memperhatikan namja yang
kini diliput penuh itu baik-baik. Kuharap ia mengatakan sesuatu yang benar.
Dengan tenangnya pria itu menatap lurus kearah kamera,
tersenyum manis lalu “aku tak mengenalnya” layaknya instruksi, air mataku
langsung bergulir turun. Demi Tuhan, tak terjadi perubahan raut apapun
dimukaku, masih dengan ekspresi yang tadi. Tak terlihat begitu terpuruk atau
sangat sedih. Hanya saja, hantaman keras itu kembali datang. Aku tak mengerti.
Sama sekali tak mengerti pada otakku sendiri. Padahal sebelumnya ia sudah
mengingatkanku tentang konferensi pers ini, ia juga bilang kalau ia akan
mengatakan sesuatu yang membuatku tak terima…. Ya.. kurang lebih seperti itu
katanya. Tapi tetap saja, semuanya membuatku hancur, rasa sakitnya sama sekali
tak berkurang. Bukankah harusnya aku berjaga-jaga? Membentengi hatiku supaya
tidak merasa sakit?
Aku menundukkan kepalaku sebentar lalu kembali mendongak
begitu mendengar suara tv yang baru saja dimatikan. Aku mengerutkan kening lalu
segera menoleh pada Ji Yoo halmeoni “maaf” ujarnya penuh penyesalan. “halmeoni
tak tau kalau ia akan bicara seperti tadi”
“semuanya memang harus seperti ini. Setiap pertemuan pasti
ada perpisahan dan sepertinya…………. ini sudah waktunya kami berpisah” ujarku,
memaksakan senyum walau aku sendiri kelimpungan parah. Kepalaku
berdenyut-denyut diiringi dengan bayangan namja itu barusan, sedang bicara ‘aku tak mengenalnya’ dengan wajah tanpa
beban, terlihat begitu ringan disertai senyum. Kalau benar ia sedang berakting,
kurasa aktingnya tadi benar-benar harus diberi penghargaan.
“kau benar tidak apa-apa?”
“halmeoni. Kau punya minuman beralkohol? Soju mungkin?”
……………………………………………………………………………………………………………….
Chunji POV
After Teen Top’s
Press Conference
18:35 KST
“YAK! APA YANG KAU LAKUKAN?” tiba-tiba orang yang tak kuduga
sama sekali berteriak. Niel. “apa? Apanya yang salah? Aku melakukannya dengan
benar!” ujarku, membela diri sambil mendorongnya menjauh.
L.Joe langsung merangsek maju dan menjadi penengah antara
kami, “aigoo…. kalian berdua itu kenapa?”
“kau benar-benar bodoh! Kenapa malah mengatakan ‘aku tidak mengenalnya’” lanjut Niel
lagi, masih dengan nada yang sama. “lalu aku harus apa? Jika aku mengatakan
yang tidak-tidak kalian pikir akan jadi apa aku? Aku akan kehilangan banyak
hal. Kehilangan kontrak iklanku, kehilangan penggemar dan Teen Top juga”
“jadi sejak awal, hanya itu yang kau pikirkan? Kau lebih
memilih karirmu daripada Yoo Hyun? Jadi dari awal, kau tak benar-benar berniat
mempertahankannya?” C.A.P hyung memandangku takjub, sambil menggeleng dengan
raut tak percaya.
“banyak yang harus aku pertimbangkan”
“Demi Tuhan, kau takkan kehilangan Teen Top. Masalah kau
akan dikeluarkan, itu hanya gertakan saja” ucap Changjo, terlihat lebih sabar
dari yang lain. Ia bicara dengan tenang namun serius. Membuat kepalaku terasa
sedikit lebih dingin. “Jinjja?”
“ne,.. tadi aku mau bicara itu padamu! Tapi tirainya malah
terbuka. Aku benar-benar tak punya kesempatan untuk bicara lagi” Ricky
menambahkan. “kalian bercanda!” seruku syok.
“lalu sekarang kau mau apa? Jika kami bilang kami serius,
kau akan melakukan apa? Para jurnalis masih ada diluar! Apa kau berani
mendatangi mereka dan mengatakan bahwa Yoo Hyun bukan hanya sekedar fans labil
yang selalu menguntitmu” L.Joe berujar,
merujuk pada kalimat yang tadi dilontarkan oleh manager Ahn. Ya.. manager Ahn berkata
‘Yoo Hyun tak lebih dari sekedar fans labil yang selalu menguntitku’ ia juga
bilang panggilan ‘Hyun~a’waktu itu bukan ditujukan untuk seseorang dan bla bla
bla. Aku tak perduli dan aku tak benar-benar mendengarkan ocehannya.
“kumohon ikuti saja kata hatimu. Tak usah ragu. Kami
benar-benar akan mendukungmu” ucap Niel dengan nada memohon.
“kalau seseorang memang tulus mencinta, ia akan lakukan
apapun untuk melihat orang yang dicinta bahagia, bahkan jika itu berarti
mengorbankan kebahagiaannya sendiri. Dan kurasa, kau tidak termasuk dalam
golongan ‘orang yang tulus mencinta’ itu! Kau lebih banyak memikirkan dirimu
sendiri daripadanya” aku langsung terhenyak mendengar ucapan C.A.P hyung. Aku
merasa geram namun tak bisa marah. Dia benar, aku memang……….. egois.
Aku mendongak, menatap member-member lain yang ikut terdiam.
“kalau aku jadi kau, aku akan mendatanginya. Entah untuk apa! Tapi aku akan
melakukan itu” ujar Changjo sambil mengedikan bahunya.
Sambil berdiri, aku menghembuskan nafas keras. Meringis pada
diriku sendiri lalu meraih kunci mobil dan segera keluar, meninggalkan mereka
semua yang sibuk berteriak-teriak. Entah meneriakkan apa. Aku tak mampu
mendengarnya lagi. Mungkin hanya sekedar bertanya, ‘kau mau kemana?’
…………………………………………………………….
Restaurant
19:21 KST
Yoo Hyun POV
Dengan lemah, aku membaringkan kepalaku diatas meja. Perutku
sudah kembung. Dari tadi aku meminum soju sampai begini. “Yoo Hyun? Kau? Apa
kau benar-benar merasa pusing?” tanya Ji Yoo halmeoni, dengan nada aneh dan
terdengar bingung. Apa ia tak pernah melihat seorang gadis sedang depresi dan
mabuk?
“halmeoni! Aku mau satu botol lagi” Ji Yoo halmeoni
mengangkat sebelah alisnya lalu menggeleng. “kau benar-benar sedang terpuruk,
ya?” sahut wanita setengah baya itu dengan nada khawatir. Dan aku hanya
mengangguk dengan mata yang nyaris terpejam sebagai jawaban.
“ige… gelasmu masih penuh” Ji Yoo halmeoni mendorong gelasku
mendekat. Aku menyipitkan mata lalu meraih gelas itu, hendak meminumnya namun
tertahan karena sebuah tangan mencekalku dengan tiba-tiba. Membuatku terkesiap
lalu segera menoleh. Dan didetik itu juga, seketika udara disekitarku tersedot
habis.
Chunji POV
Mataku langsung melebar melihat kelakuan gadis itu. Cih….
Dia minum? Setengah berlari aku mendekatinya dan saat ia mengangkat gelas
itu,tanpa basa-basi langsung mencekal lengannya. Dia refleks menoleh dan saat
melihatku, matanya langsung melebar dengan ekspresi bodoh yang tak tertolong.
“kau! Siapa yang memperbolehkanmu minum?” seruku sambil merebut
gelas berisi cairan bening yang sepertinya alkohol itu.
“A..ak..” sementara ia tergagap-gagap menyusun kata, aku
mendekatkan gelas itu kehidungku. Mencoba memastikan. Jika benar gadis ini
meminum alkohol, demi Tuhan aku akan menggantungnya di tiang bendera.
“YAA!!! Ini sebenarnya apa?” seruku begitu aroma tak
menyenangkan itu menusuk hidungku. Bukan! Aku yakin 100% ini bukan soju atau
minuman alkohol sejenis. Baunya…….. ish! Aku saja tak berani membayangkan
betapa menggelikan rasanya.
“soju” jawab Yoo Hyun, terdengah angkuh dan bangga. Aku meliriknya
tak suka dan disaat itulah Ji Yoo halmeoni menerangkan, “itu hanya air rebusan
kacang hijau yang kumasukkan ke botol soju” wanita setengah baya itu mengangkat
sebelah alisnya kearah Yoo Hyun.
“MWO?” gadis itu langsung memutar kepalanya kearah Ji Yoo
halmeoni dengan syok. Terlihat tidak terima dan benar-benar kesal. “tapi…
tapi….. kenapa….”
“Yoo Hyun sayang, kau benar-benar belum pernah mencium bau
soju hum? Masa gadis berumur 18 tahun tidak bisa membedakan rasa soju dengan
air rebusan kacang. HAHAHA” Godaku, sama sekali tak bisa menahan tawa. Ya
Tuhan! Rasanya mau menangis! Lalu atas dasar apa gadis ini berlagak sok sedang
mabuk?
“Ji Yoo halmeoni. Mempermalukanku saja” bisik Yoo Hyun pada
Ji Yoo halmeoni, sukses membuatku semakin kegelian. Eomeona! Gadis ini!
“hei…. chagi! Apa air rebusan kacang hijau membuatmu mabuk?”
tanyaku, masih berusaha mengontrol tawaku yang meledak-ledak.
“ne.. bagaimana bisa kau mabuk? Daritadi halmeoni pusing
memikirkan hal itu” Ji Yoo halmeoni menambahkan, sukses membuat wajah gadis itu
langsung memerah malu. “aku tak tau. Tadi memang terasa sedikit pusing.
Lagipula, minuman tadi tak kalah dari soju. Maksudku, sama-sama membuat pusing”
“sekarang masih pusing tidak, chagiya?”
“BERHENTI MEMANGGILKU SEPERTI ITU” jerit gadis itu sambil
menatapku sadis.
“Ara.. ara” ujarku disertai anggukan paham. Sedikit
ketakutan karena bentakannya yang mengerikan.
“Hyun~a! kau menonton press conference tadi?” tanyaku
hati-hati, sukses membuat gadis itu tersentak diposisinya.
“aku minta maaf” lanjutku lirih.
“ya aku menontonnya. Dan tidak. Kau tidak perlu minta maaf.
Aku sama sekali tak merasa tersinggung. Untuk apa? Sekedar merasa
tersinggungpun takkan kulakukan untukmu” ujarnya dengan nada angkuh, tanpa
memandangku sedikitpun. Jadi sekarang ia sedang membalasku, begitu?
Aku baru saja membuka mulut, hendak merespon ucapannya saat
Ji Yoo halmeoni terkekeh sambil menepuk-nepuk bahuku, membuatku mengernyit
heran dengan paksaan senyum yang aku sendiri tak tahu untuk apa “saat seorang
wanita bersikap seakan ia tidak peduli lagi padamu, saat itulah ia paling
membutuhkan dirimu” ucap Ji Yoo halmeoni sambil mengedipkan sebelah matanya
lalu mengambil gelas dimeja dan berlalu ke konter belakang. Aku terdiam
sebentar, mencerna ucapannya lalu tersenyum jahil kearah gadis itu. Yoo Hyun.
“jadi begitu? Kau? Sedang sangat membutuhkanku sekarang?”
Yoo Hyun POV
“jadi begitu? Kau? Sedang sangat membutuhkanku sekarang?”
“Kau kira kau pantas mengatakan hal itu huh? Kau kira aku
ini apa? Aku hanya gadis biasa, dasar bodoh” rasanya kekuatanku sudah jatuh ke
level yang paling bawah. Demi Tuhan, aku mau pingsan saja. Atau mati sekalian
juga boleh. Aku lelah.
“KAU!!...” Aku menunjuknya sambil membentak. Lalu terdiam
sendiri, tak tau harus bicara apa. Aku ingin marah tapi tak tau bagaimana
caranya, tak tau kalimat apa yang pantas dikeluarkan, tak tau harus
mengeluarkan ekspresi apa. Aku lemah dihadapannya.
“KAU!!...” Ulangku lagi, dan kali ini pria itu malah
mencekal lenganku lalu berdiri seenaknya. “YA!! Apa yang kau lakukan?” seruku
sambil meninju lengannya dengan sebelah tanganku yang bebas.
“Ji Yoo halmeoni! Yoo Hyun-nya kubawa ya…” Channie oppa
berteriak tanpa mengacuhkanku.
“ah.. ne! bawa saja!” balas Ji Yoo halmeoni, terdengar bahagia.
Aish… Jinjja! Apa-apaan mereka berdua! Aku ini manusia! Mana bisa dibawa-bawa
seenaknya begini! “yayayaya! Aku mau dibawa kemana? AIGOO….. LEE CHAN HEE
IDIOT” aku terus meronta dibawah kekuasaannya. Maksudku, hanya cekalan sebelah
tangan saja, aku sudah kalah dan tak bisa melawan terlalu banyak.
Ia membuka pintu mobilnya lalu menghempasku masuk. Ah.. BISA
LEBIH LEMBUT SEDIKIT TIDAK, TUAN LEE???? Pria itu berjalan mengitari mobil dan
masuk ke kursi kemudi. “Hei…. kau tau darimana aku disini?” ia melirikku lalu
tersenyum sambil mengangkat ponselnya. “GPS!” ucapnya singkat, tanpa memberikan
keterangan apa-apa. Baiklah! Aku juga sedang malas diberi kuliah mengenai ‘GPS’
jadi untuk saat ini mengangguk adalah pilihan terbaik. INGAT! MENGANGGUK bukan berarti MENGERTI.
“arti anggukanmu itu ‘oh.. aku mengerti’ atau ‘oh..
terserah’” tanyanya sambil menyalakan mesin mobil
“Oh.. aku tak peduli” jawabku acuh dan disaat itulah mobil
mulai melaju. “kemana kau akan membawaku?”
“molla”
“nde? Molla?” secepat kilat aku memutar kepala kearahnya.
Namja ini benar-benar gila.
“aku hanya ingin pergi” pria itu menarik nafas sebentar.
“bersamamu”
Chunji POV
2 menit penuh kami saling diam satu sama lain. Entahlah,
kurasa ini tidak benar. Aku menarik nafas berat lalu menoleh kearahnya
“Hyun~a”
“eh? Kau mengenalku?”
“tch… aku serius!”
“aku juga serius. Bukankah kita tak saling mengenal?”
“Hyun~a…………. kumohon jangan seperti ini! Maafkan aku!”
“akan kupertimbangkan Chunji-ssi”
“Chunji-ssi? Tidak rindu dengan panggilan Channie oppa-mu?”
“itu menggelikan”
“aku tau” ujarku sambil tersenyum. Membuat gadis itu
merengut. “ya.. kalau begitu! Mulai sekarang, bisakah kita saling diam? Tak
usah saling bicara? Kurasa dari awalpun kita tak pernah benar-benar saling
kenal” gadis itu bicara sambil mengeluarkan senyum simpul, menatap dashboard
dengan tatapan nanar lalu mengusap matanya yang basah. Dan aku, hanya mampu
diam layaknya orang bodoh.
“aku mencintaimu” ujarku pelan
“ya.. kau mencintaiku. Kau mencintai seseorang yang tidak kau
kenal, dasar bodoh. Beberapa jam yang lalu kau bilang didepan semua orang bahwa
kau tidak mengenalku dan sekarang kau bilang kau mencintaiku. Menyenangkan
sekali hidupmu” ucapnya parau, lagi-lagi mengusap matanya. “kalau kau tak bisa
membuat orang yang kau cinta tertawa, cukup jangan buat dia terluka. Itu
sederhananya cinta” lanjutnya sambil membuang pandangannya ke luar. Sepertinya
dia benar-benar muak denganku.
1 menit
2 menit
3 menit
Gadis itu masih bergeming dan bodohnya, akupun tak tau
bagaimana caranya mencairkan suasana sejenis ini. Baiklah, tak ada cara lain.
Mendengarkan musik.
Beautiful Girl Baby Beautiful Girl Lady
You're my baby baby baby
Negen nomu wanbyokhe
Beautiful Girl Baby Beautiful Girl Lady
You're my lady lady lady
Ojing-nomaneul wihan i nore
You're my baby baby baby
Negen nomu wanbyokhe
Beautiful Girl Baby Beautiful Girl Lady
You're my lady lady lady
Ojing-nomaneul wihan i nore
Begitu tape-ku menyala, aku langsung menangguk-anggukan
kepala sambil ikut bernyanyi, tentu saja lengkap dengan harapan besar agar
gadis disampingku setidaknya ikut tersenyum dan membuat suasana rancu ini
menghilang, namun………….
“Ah.. Jinjja!” seru Yoo Hyun, jengah. Dan dengan gesit, aku
segera mematikan tape mobilku. “wae? Bukankah Beautiful girl adalah lagu
kesukaanmu?”
“lalu? Jika itu lagu kesukaanku aku harus bahagia
mendengarnya? Jujur saja aku sudah muak dengan semua yang berhubungan denganmu”
“kalau begitu maaf. Kukira kau akan senang”
“senang? Atas das….”
“seorang member tertampan dari boy group yang kau suka
menyanyikan lagu kesukaanmu. Apa itu kurang berdasar dimatamu?” selaku sinis.
“tertampan? Halo…… tuan Lee. Bahkan kau tak masuk lima besar
member tertampan di Teen Top”
“nde? Teen Top hanya memiliki 6 member. Dan aku tak masuk
lima besar? Kalau begitu aku yang terakhir dalam peringkat ketampanan begitu?”
seruku kesal.
“apa? Aku tak bilang begitu”
“barusan kau bilang begitu?”
“ah? Yang benar? Daritadi aku diam!”
“Ya…benar! Daritadi kau diam. Daritadi aku juga diam. Kita
berdua memang sudah bisu dari lahir. Bagaimana? Puas kau sekarang?” aku
berteriak-teriak frustasi sambil menatapnya geram, dan lihatlah hasilnya! Yoo
Hyun tertawa lepas. Tanpa sadar aku ikut tersenyum. Oh.. jadi begini? Jadi aku
harus frustasi dulu baru bisa melihatnya kembali tersenyum?
“hei…. lihat jalanmu! Jangan melihatku terus!” ucap Yoo Hyun
salah tingkah. “kau. Kurasa lebih menarik untuk dilihat” aku tersenyum lalu
menghela nafas dan kembali memperhatikan jalanku. Masih sepi. Ya.. sangat amat
sepi dengan pohon-pohon besar dikanan-kiri jalan. Kami belum memasuki jalan
raya.
“Chan…. Chunji-ssi! Punya minuman tidak?” ia menoleh sambil
menaikkan sebelah alisnya.
“sepertinya ada beberapa di bagasi” aku berucap sambil
mengarahkan telunjukku kebelakang. Kalau tidak salah ya begitu.
“kau mau minum?” tanyaku lagi
“menurutmu?” ucapnya sinis. Aku menghentikan audyku dan kami
berdua sama-sama turun.
“bagaimana rasa air rebusan kacang, ah.. ralat! Bagaimana
rasa soju-mu tadi?” godaku sambil memberikannya sekaleng minuman soda dan
Brakkk…… kembali menutup bagasiku. Ia mendengus lalu berjalan kearah kap mobil,
membuka kaleng dan meminumnya dengan terburu-buru. Aku berjalan mengikutinya
dan ikut bersandar di kap mobil.
“pelan-pelan saja minumnya” seruku sebelum akhirnya meneguk
sodaku.
Cukup lama kami sama-sama diam. Memandangi langit malam yang
indah, walau jujur saja sedikit menyeramkan karena suasana yang kelewat hening.
Sekarang, Yoo Hyun tengah bersandar didepan kap mobil sambil memindah-mindahkan
kaleng sodanya dari tangan kanan ke kiri dan begitu seterusnya. Dan aku hanya
bisa terdiam layaknya orang dungu disampingnya, aku ingin bicara tapi tak tau
pembicaraan model apa yang ia inginkan sekarang.
“kenapa?”
“nde?” aku nyaris saja menjatuhkan kaleng sodaku karena
kaget. “kenapa apa?” tanyaku lagi, kali ini sambil sedikit menoleh.
“kau mencintaiku. Kenapa?” terangnya. Terdengar lemah.
“aku hanya merasa nyaman berada disekitarmu”
“kalau begitu, hanya sebatas itu. Hanya sebatas perasaan
nyaman? Jadi sebenarnya yang kau inginkan hanyalah berada disekitarku? Bukan
memilikiku? Bukan menjadikanku hak pribadimu?”
“aku terlalu munafik jika aku bilang tidak. Aku bilang aku
merasa nyaman berada disekitarmu dan itu artinya aku ingin terus bersamamu.
Mengikatmu tetap disisiku. Arasseo?”
“tapi kenapa? Kenapa harus aku?”
“aku balik bertanya padamu. Kenapa harus yang lain?”
“aku…… tak mencintaimu sejak awal kan? Maksudku, aku
mengagungkan C.A.P oppa bahkan awalnya tak mengenalmu dan member lainnya. Lalu
apa lebihnya aku?”
“Cinta bukan tentang siapa yang datang lebih dulu, bukan
siapa yang lebih lama kau kenal, tapi seseorang yang datang dan tak pernah
pergi” ujarku, lalu meremas kaleng sodaku dan membuangnya jauh-jauh. Aku
menoleh kearah Yoo Hyun yang tengah tertunduk, demi Tuhan untuk kali ini aku
mengizinkannya menangis. Ayolah, dia hanya gadis biasa dan aku tak mau
memaksanya untuk selalu kuat. Disana, diluar sana, banyak orang yang
menghujatnya dengan kata-kata kasar. Walaupun aku tak tau kata-kata macam apa,
ya.. tapi aku cukup tau bagaimana cara seorang antis berkomentar. Begitulah!
Agensiku melarangku membuka internet, lagipula aku sendiri sama sekali tak mau
melakukan hal bodoh itu. Membuka internet disaat jadwal Show Teen Top sedang
padat, membaca komentar mengerikan mereka semua mengenai Yoo Hyun lalu tak
fokus pada performanceku? Tidak. Setidaknya aku masih punya rasa
profesionalitas untuk itu.
Kini aku berdiri tepat dihadapannya, dan dia masih saja
enggan untuk mengangkat kepalanya.
“Hyun~a” panggilku sambil mengelus puncak kepalanya.
Ia mendongak, menatapku sambil tersenyum. Aku tak tau
bagaimana bisa ia berubah pikiran dan kembali memperbolehkanku menikmati senyum
itu.
“kalau mau menangis, menangis saja!” ujarku, sadar bahwa
dibalik senyum itu hatinya sedang dicabik-cabik oleh pikirannya sendiri.
“aku baik-baik saja” inilah yang kukagumi dari seorang wanita.
Disaat jelas-jelas ia sedang terluka, ia masih bisa tersenyum dan mengatakan
‘aku baik-baik saja’. “aku tau memaksakan senyuman disaat hatimu ingin menangis
itu adalah sesuatu yang sulit” ujarku sambil mengambil satu langkah lebih dekat
dan melingkarkan tanganku disekeliling tubuhnya. Awalnya ia tak bergeming, namun beberapa saat setelahnya ia mendongak dengan mata berkaca-kaca dan akhirnya melingkarkan
tangannya dipinggangku, lengkap dengan tangisan yang pecah didetik itu juga.
Aku membalas pelukannya lebih erat lagi, dan saat itulah tangisannya menjadi semakin
keras dengan gumaman-gumaman kecil yang sayangnya tak mampu kudengar baik.
Terdengar seperti seorang anak kecil yang sedang mengadu.
“Tenanglah! Semuanya akan baik-baik saja”
Yoo Hyun POV
“aku tau memaksakan senyuman disaat hatimu ingin menangis
itu adalah sesuatu yang sulit” ia melangkah semakin dekat lalu melingkarkan
tangannya disekeliling tubuhku dengan longgar, jelas bukan memeluk. Awalnya aku
diam saja, masih menimbang apakah berusaha tak peduli seperti biasanya atau
kali ini menyerah saja dan menumbangkan tubuhku dipelukannya. Aku mendongak,
menatap pria didepanku yang sedang tersenyum, dan disaat itulah aku merasa
begitu lemah. Tak kuat lagi, akhirnya tangisku pecah, bersamaan dengan gerakan
tubuhku yang merangsek maju dan memeluknya erat. Layaknya anak kecil yang tak
mau bonekanya direbut. Dipeluk erat-erat, seolah tak mau lepas lagi.
Aku menangis keras dipelukannya sambil bergumam menumpahkan
keluh kesahku. Disini, aku sendirian. Kepada siapa lagi aku bisa bicara? Aku
tak mau menambah beban kedua orang tuaku. Jadi aku memendam semuanya sendiri,
hanya menangis sendirian. Kalau begini terus aku bisa gila.
“Tenanglah! Semuanya akan baik-baik saja” dan saat kalimat
itu keluar dari mulutnya. Entah kenapa aku merasa benar-benar percaya, aku
merasa semua beban yang selama ini membelengguku luntur seketika. Sebegitu
mudahnyakah membuatku tenang? Lalu Lee Chan Hee-ssi, kenapa tak mengatakan itu
sejak awal? Kenapa harus membuatku terluka parah dulu sebelumnya?
Demi Tuhan, aku hanya perlu memeluknya dan kupastikan aku
akan kuat menjalani hari selanjutnya. Mungkin kedengarannya, aku begitu
tergila-gila dengan namja ini dan YA, dia memang sudah membuat warasku hilang
sejak lama.
Kini tangisku sudah reda, namun aku masih terlalu nyaman
dengan posisi ini. Maksudku, jika bukan sekarang kapan lagi? Jadi, dengan fakta
itu, aku masih belum bersedia beranjak dari posisiku untuk detik ini dan
mungkin beberapa detik selanjutnya. Aku merebahkan pipi kiriku dibahunya, dan
saat itulah ia mulai meraih bahuku dan menjauhkan tubuhku dari tubuhnya. ‘Wae?’
kata itu nyaris saja keluar dari mulutku jika aku tak cepat-cepat menahannya
sendiri. Ya Tuhan, Yoon Yoo Hyun! Kemana perginya harga dirimu yang tinggi
menjulang itu????
Ia menatapku lekat-lekat lalu memajukan wajahnya dan
mengecup keningku, berhasil membuatku terpaku ditempat. Bisakah namja ini
berhenti membuatku sesak nafas? Aigoo….. “Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku
berjanji mulai detik ini, tak ada lagi Chunji yang egois dan selalu bimbang
dalam mengambil keputusan” dengan bodohnya aku mengangguk. Ya.. terlalu percaya
itu sebenarnya tak begitu baik. Lalu apa kabarnya hatiku bila nantinya ia tak
menepati itu semua?
"Neon naekkeo (kau milikku)" ia menyentuhkan jemarinya di pipiku lalu tersenyum. Manis seperti biasanya.
"Neon naekkeo (kau milikku)" ia menyentuhkan jemarinya di pipiku lalu tersenyum. Manis seperti biasanya.
Baiklah! Soal itu dan soal-soal lainnya, aku pikirkan nanti.
Yang pasti malam ini, Ya Tuhan, bisakah lebih sempurna lagi? Maksudku, detik
ini aku merasa……………….
YOON YOO HYUN…………….
ADA YANG MENELFON!!!!!!
CEPAT ANGKAT!!!!
Omoo!!!!! PABO! PABO! PABO! Dengan panik dan rasa malu yang
tak terelakkan aku merogoh saku mantelku. Tentunya sambil meringis-ringis
mengutuk kebodohanku sendiri. Aish….. harusnya kuganti nada deringnya dulu!
Ah.. eommmaaaaaaaaaaaaaa…….. ottokhae??????
Setelah berhasil mendapatkannya, tanpa bersedia mengecek
dulu siapa yang menghubungi, aku segera menolak panggilan itu. Aigoo! Membuat
malu saja. Aku menggenggam ponselku didepan dada, sejurus dengan doa yang
kupanjatkan ‘semoga pria bernama Lee Chan Hee ini mendadak tuli’ EOMEONA….
KABULKAN DOAKU. Dengan hati-hati, aku mengangkat kepala, lalu mendecak begitu
melihat raut wajah namja itu. Ia terlihat……………………….. kaget, bahagia, tak
percaya, aish….. pokoknya dia menatapku seolah aku ini baru saja melakukan
akrobat. See… doaku tak terkabul. Semuanya berlangsung cepat, terlalu cepat
sampai-sampai aku sendiri belum sempat menarik nafas. Dan sekarang, pria itu
sudah merebut ponselku dan melirikku seolah berkata ‘mati kau’. Kukira dia akan
tertawa, tapi ternyata ti……………. Ya.. aku salah. Saat aku sedang berpikir, ‘dia
tidak tertawa’ pria itu malah mematahkan asumsiku dengan tawa lepasnya yang
terdengar begitu bahagia.
“YA!! Apa yang kau lihat?” aku mencoba berseru, tapi malah
merasa malu sendiri dan akhirnya bertanya dengan nada pelan.
“kau! Katanya mau diganti?” ejeknya tanpa mengalihkan
sedikitpun perhatian dari ponselku. Terlihat sangat menikmati.
“apanya?” tanyaku, jelas pura-pura tak mengerti.
Ia melirikku, menatapku dengan tatapan mengejeknya lalu
menggeleng. “Handsome guy?” cibirnya.
“aku tak tau cara menggantinya” ujarku langsung. Lebih baik terlihat
bodoh seperti ini daripada ia menganggapku tergila-gila padanya. Walau jelas
itu faktanya. Dan tiba-tiba “WOOOOWWWW! NONA YOON KAU BENAR-BENAR TEROBSESI
PARAH DENGANKU” refleks aku langsung berjengit dan menatapnya ngeri. Sepertinya
ia sedang membuka galeri fotoku, ya.. dia pasti girang setengah mati karena TAK
ADA SATUPUN FOTONYA YANG KUHAPUS. Omoona…..
Sambil menutup mukaku dengan sebelah tangan, aku merapat ke
body mobil dan menyeret-nyeret kakiku menjauh darinya. Tadinya mau pura-pura
tak kenal atau apalah tapi ternyata tak berhasil karena dengan tiba-tiba ia
kembali memekik sambil meraih lenganku. Lalu menghempaskan tubuhnya ke sisi
mobil tepat disampingku dan menunjuk-nunjuk histeris foto jeleknya yang saat
ini sedang terpampang terlalu jelas diponselku. Ya.. DIA JELEK. JELEK. JELEK.
JELEK. Tapi dengan bodohnya, aku mengakui bahwa AKU MENYUKAI PRIA JELEK ITU dan
yang lebih parah lagi, AKU MENGAGUMINYA.
“jangan salah sangka dulu. A..ak..aku………….. tak tau cara
menghapusnya” ucapku sambil menyunggingkan senyum. Berusaha terlihat bodoh.
Demi Tuhan, aku ingin dilenyapkan dari muka bumi ini………………. SEKARANG.
“aigooo…… Chagiya! Kau memang bodoh tapi aku tau kau tak
sebodoh itu! Caramu berbohong itu payah!” ujarnya sambil menjepit hidungku lalu
sesaat kemudian mengeluarkan ponselnya.
Chunji POV
“kau? Sedang apa?”
“mengirim foto”
“hum?” gadis itu langsung merapat dan melirik ponselku yang
bergetar dua detik sekali. Yup! Aku mengirimkan semua fotonya ke ponselku.
“kau mau apakan fotoku?” tanyanya, terdengar seperti
cibiran.
“kurasa saling menggilai itu adalah ide yang bagus”
“s..sa..saling menggilai? S..si..siapa? aku? Tergila-gila
padamu?” aku tersenyum sinis mendengarnya. Aigoo…. Yoon Yoo Hyun! Kau sudah tak
bisa berbohong padaku. Membuat seorang gadis sejenisnya jatuh cinta ternyata
tidak sesulit yang kubayangkan.
“aku menemukan empat foto dengan gaya norak disini” seruku
saat melihat kiriman-kiriman foto tadi.
“hey… itu artinya aku menyukai ponsel pemberianmu
sampai-sampai mengikutsertakan ponsel itu di dalam fotoku. Kau harusnya
mengapresiasi nya, got it?”
“Cih…”
“ottokhae? Aku cantik sekali kan?”
“kalau difoto, kau memang sangat cantik”
“YAAA!!! Kenapa cuma di foto?”
“sini…. Lihat ini!”
“kau benar-benar manis di foto ini”
“hanya di foto itu?” ia mengerucutkan bibirnya sebal.
“kenyataannya kau memang bukan tipe wanita yang sangat
cantik hingga mampu membuat seorang namja bertekuk lutut hanya dalam sekali
pandang” jelasku, sambil menyodorkan ponsel bersilikon hijau muda itu pada yang
punya. Yoo Hyun memicingkan mata kearahku lalu mengambil ponselnya dengan
gerakan cepat. “HEH…. Kau juga bukan seorang namja yang sangat amat tampan. Kau
itu jelek. Mukamu kecil. Ah.. ralat! Mukamu itu sangat amat kecil. Super duper
kecil. Manusia tengil. Lemah. Jelek. Banyak gaya. Menyebalkan. Tidak
berperasaan. Bodoh. Sangat jelek. Kau juga bukan seorang pria dengan ketampanan
yang memabukkan. Dan kau itu sombong. Egois. Idiot. Tidak berkarisma. Dan hmm….
Apalagi ya? Apa tadi aku sudah mengucapkan kata ‘jelek’?” Yoo Hyun menarik
nafas dengan wajah kelelahan. Dia baru saja bicara 30 detik penuh tanpa
bernafas.
“kau sudah menyebutkan kata itu tiga kali sebelumnya”
“jeongmal? Kapan?” aku mengangkat sebelah alisku lalu
menggeleng tak perduli. Sejujurnya, aku ingin menjitak gadis ini, benar-benar
menyebalkan. Aku hanya mengatakan dia tidak sangat cantik. Ingat! Aku tidak
bilang kalau dia jelek dan memang gadis ini jauh dari kata itu. Lalu, apa yang
kudapat? Dia mencecarkku dengan berbagai kata-kata penghinaan. Omoona….
“sudahlah! Ganti topik! Bagaimana MV terbaruku?”
“To You?? Eomeo! Aku menyukainya! Tapi kenapa rambut C.A.P
oppa jadi seperti itu? Dia terlihat seperti kakek-kakek” Yoo Hyun merengut.
“lalu bagaimana denganku?”
“memangnya kau ada disana?”
“Yoo Hyun” ujarku dengan nada mengancam.
“hahaa…. Ara.. ara… em… bagaimana ya? Kau biasa saja! Tak
ada yang spesial. Ada yang lebih tampan”
“nugu?”
“Ricky oppa dan Changjo oppa! Eomeo….. mereka berdua
benar-benar…………”
“yayayaya….. apa katamu? Oppa? Ricky dan Changjo kau panggil
oppa? Hei… kau itu noonanya! Bahkan kau juga lebih tua dari Niel. Yang bisa kau
panggil oppa hanya aku, L.joe dan C.A.P hyung. Ara?”
“ish… aku tau! Memangnya kenapa kalau mereka kupanggil oppa?
Kurasa wajahku terlalu imut untuk menjadi noona”
“ah.. terserah”
“Channie oppa! Coba lakukan dance seperti yang di MV! Palli!
Aku mau lihat!”
“sini aku ajari!” aku meraih lengannya lalu membawanya ke
tengah jalan.
“lakukan seperti ini. It’s like maeil maeil everyday ya” aku
bernyanyi sambil melompat dan menggerakkan tangan kedepan, lalu menyerong ke
kanan dan kiri, sejurus dengan kakiku yang bergerak bergantian. Kemudian
menggerakkan wave dance yang langsung membuatnya bertepuk tangan sambil
tersenyum puas.
“ayo coba!”
“aku tak bisa” jawabnya langsung.
“coba dulu! Sini!” aku meraih lengannya, menuntunnya berdiri
disampingku lalu mengulang gerakan yang tadi sambil bernyanyi. “tenang
saja! Kau hanya akan terlihat bodoh
didepanku, chagiya!”
“diam kau!” Yoo Hyun mendelik kearahku lalu mulai
menggerakkan kakinya. Dan saat itulah, tawaku langsung menyembur keluar. Dia
bergerak seperti ayam. Lucu sekali. Ya Tuhan.
“YAA!!! JANGAN TERTAWA! LEE CHAN HEE JELEK” ia memekik
sambil bersiap mengayunkan kakinya untuk menendangku. Namun dengan cepat aku
menghindar dan memegangi kedua tangannya.
“sekali lagi. Kali ini pelan-pelan saja, ayamku yang manis”
“ayam?” aku menggigit bibir bawahku, menahan tawa yang
mungkin saja bisa kembali meledak dan membuat mood gadis didepanku menghilang.
“pertama, lompat lalu dorong kedua tanganmu kedepan. Ayo,
lakukan bersama-sama. It’s like maeil maeil……………….
…………………………………
Yoo Hyun POV
Channie oppa dan aku tertawa-tawa sambil melangkah mendekati
mobil. Tadinya hanya belajar To You dance, tapi lama-kelamaan malah berubah
jadi tarian mengarang bebas yang benar-benar lucu, ia meliuk-liukan badannya
seperti ikan sarden. Haha. Tadi, Channie oppa juga melakukan aegyo-aegyo
menggelikan disela-sela dancenya. Membuat kami berdua tak kuasa untuk saling
mengejek satu sama lain.
Kami bercanda dan tertawa lepas sambil membuka pintu mobil
secara bersamaan.
“Lihat saja! Aku akan mendapatkan peran seperti Zac Efron nanti………..”
namja itu berucap dengan yakinnya sambil bersiap menyalakan mesin mobil. Cih..
Zac Efron dia bilang?
Aku masih tertawa, saat tiba-tiba saja suara mesin mobil yang baru dinyalakan beberapa detik yang lalu mati mendadak. Mati begitu saja tanpa permisi. Channie oppa
kembali memutar kunci dan hasilnya sama saja. Aku langsung mendesah,
memperhatikannya yang terlihat panik lalu memelantingkan tubuh ke kursi.
“jangan bilang mesinnya mati” aku berbicara dengan nada lemah,
menatap dashboard sambil menghela nafas frustasi.
“lalu aku harus bilang apa?”
TBC
Comments
Post a Comment