Before Marriage part 2 (blue wedding day)


Suzy’s room
Author POV
19:35 KST



Suzy baru bergerak beberapa langkah menuju kamar mandi saat tiba-tiba saja ia teringat sesuatu. “Seung Ho oppa” lirihnya. Dengan terburu-buru, gadis itu memutar langkah kembali ke tempat tidur dan meraih ponsel yang ia letakkan asal disana. Suzy langsung mengernyit begitu membuka flip ponsel dan menemukan belasan panggilan tak terjawab ditambah dengan 5 pesan masuk dari orang yang sama. Yoo Seung Ho.



Tanpa membuang waktu, gadis itu mencoba balik menghubunginya, namun kalah cepat karena tiba-tiba saja handphone yang saat ini ia genggam berbunyi nyaring. Suzy tersentak saat melihat siapa yang tengah menghubunginya sekarang. Sejujurnya ia tidak terlalu kaget, hanya saja….. kenapa bisa kebetulan sekali? Apa pria itu membayar seseorang untuk memata-matainya?


Suzy menatap layar ponselnya sebentar, menarik nafas gugup, lalu setelah itu baru menekan tombol answer.


“Yeoboseo” ucapnya pelan.
“Suzy~a…… sudah pulang?”
“iya… maaf aku lupa menelfonmu” ujar gadis itu menyesal. Tangannya meremas seprai dengan kuat. Dia gugup. Benar-benar gugup. Tapi……. kenapa harus segugup ini? Ia sedang bicara dengan calon suaminya! Seharusnya tidak segugup ini! Tidak secanggung ini! Mereka sudah pacaran 3 tahun, tapi kenapa masih gugup juga? Kenapa pria itu selalu membuatnya merasa sangat salah? Perasaan yang sama. Perasaan yang tak pernah hilang walau sudah sering bersama.


“kau kemana saja tadi? Kata eomonim, kau sampai di rumah jam 5 sore” Suzy tersenyum kecil, kenapa tadi pria itu bertanya ‘sudah pulang?’ padahal ia sendiri tau jawabannya?


“kau tau aku sudah pulang? Lalu kenapa bertanya lagi?”
“aku ingin kau yang menjawab langsung. Dengan begitu aku bisa tenang. Sekarang, jawab pertanyaanku, kau kemana dulu sebelum pulang?” tanya Seung Ho, dengan nada datar seperti biasa.


Suzy memejamkan mata, lalu tersenyum mengingat kejadian tadi. Ternyata, kalau dipikir-pikir, yang tadi itu menyenangkan juga. “Begini……” Suzy mulai membuka mulut dengan semangat, bersiap menceritakan apa yang dialaminya siang ini. “tadi saat aku sedang berada di taksi, ada seorang pria aneh yang datang tiba-tiba. Ia menggedor-gedor kaca taksi lalu masuk begitu saja. Kemudian………


[Tut tut~~~]
“ada panggilan lain ya?” tanya Suzy hati-hati. Wajah yang tadinya terlihat begitu antusias langsung berubah muram dalam sekejap.


“lanjutkan saja!” jawab Seung Ho tenang. Suzy tak terlalu ambil pusing. Ia kembali menarik nafas lalu mulai melanjutkan ceritanya yang sempat tertunda, “kemudian setelah beberapa saat, ia baru menyadari keberadaanku didalam taksi itu. Ia benar-benar aneh, oppa. kau tau tidak? Ia mengancam supir taksinya juga. hahaha…… lalu……………”


[Tut tut~~~]
“ah.. sebentar!” suara keluhan Seung Ho terdengar diseberang telfon. Nada sela itu lagi. Kenapa setiap Suzy mulai merasa nyaman selalu ada yang menginterupsi? Apa alam ini tak mengizinkannya untuk merasa nyaman dengan calon suaminya sendiri? Suzy kehilangan moodnya untuk bicara. Ia menunggu dengan bosan sambil beranjak dari posisinya. Ia berjalan kesana kemari. Namun Seung Ho belum juga kembali, sepertinya panggilan masuk yang barusan ia terima sangatlah penting hingga harus membuat calon istrinya menunggu nyaris 10 menit.


“Suzy…..” Suara itu kembali terdengar.
“lama sekali. Yang menelfon tadi pasti sangat penting ya?” sindirnya.
“maaf. Tadi ceritamu sampai dimana?”
“tch… aku tak ingat!”
“baiklah. Sekarang, kau istirahat”
“iya” jawab Suzy cepat, dan tanpa basa-basi lagi segera menutup flip ponselnya. Mengakhiri sambungan secara sepihak. Ia benar-benar kesal, tapi tak benar-benar tau penyebabnya. Karena Seung Ho menyela telfonnya dan lebih memilih menjawab panggilan lain? Kalau benar begitu, seharusnya ia sedikit tahu diri. Namja itu adalah CEO muda dari perusahaan telekomunikasi besar, dan dipastikan ia akan sangat sibuk setiap harinya. Kalau tidak mau diperlakukan begitu, lebih baik ia tak menerima lamaran Seung Ho sejak awal. Kalau ia mau diperhatikan setiap saat, seharusnya ia mencari namja yang tidak terlalu sibuk saja. Kalau perlu pengangguran. Suzy merasa begitu menderita saat ini. Apa menerima lamaran Seung Ho adalah kesalahan? Tapi…….. Jika ia berpikir ia semenyedihkan itu, bisa dipastikan ia adalah orang tolol yang tak tahu diri. Sebenarnya, tidak seburuk itu. Tidak semenyedihkan itu.


Jika Suzy merasa Seung Ho itu sangat sibuk, maka bisa dipastikan bahwa pria itu adalah orang sibuk paling perhatian di dunia. Coba bayangkan, diantara jadwal kerjanya yang mencekik, namja itu masih dengan sabarnya menelfon Suzy dan memastikan keadaannya. Masih sempat mengirimi pesan singkat ‘selamat tidur Suzy~a. Aku mencintaimu’ setiap malamnya. Masih sempat datang dan menemui keluarga yeoja itu setiap minggu. Faktanya, Seung Ho mencintai gadis yang sebentar lagi akan menjadi istri sahnya itu sepenuh hati. Cinta tulus yang berusaha ia berikan ditengah pekerjaannya yang melelahkan dan membuatnya tercekik. Dan saat ini……………. gadis yang ia cintai setengah mati itu malah berani merasa sedih. Keterlaluan.



……………………………………………………………………………………………



13:20 KST
Gwang-Mun University



Pukul 1 siang di musim panas yang benar-benar panas. Seorang gadis dengan kaus denim hitam berpadukan blazer merah cerah benar-benar menjadi pusat perhatian. Ia berdiri di depan sebuah gedung universitas besar sambil mengedarkan mata ke sekeliling. Sesekali sepatu flat hitamnya ia ketuk-ketukkan di aspal yang panas. Ia sedang menunggu seseorang. Dan seseorang itu belum datang juga sampai sekarang. Sial. Gadis itu bisa terpanggang jika begini terus.


Ia menoleh keatas, menatap matahari yang balik menyorotnya dengan terik. Kepalanya jadi terasa pusing. Ia segera menunduk sambil menghalangi sinar panas itu dengan lengannya, bertepatan dengan seorang pria yang memanggilnya dengan keras. “SUZY~AAA” Suzy memaksakan kepalanya yang pusing untuk menoleh. Ia menyipitkan mata, menepis cahaya menyilaukan dari matahari yang nyaris membuatnya tak bisa melihat apa-apa.


“SUZY~AAA” pria itu kembali memanggil. Kali ini sambil berlari mendekat dan mengibaskan tangan dengan antusias. Terlihat begitu gembira. Suzy yang baru melihat jelas siapa pria berisik yang daritadi menyerukan namanya itu segera tersenyum. Akhirnya, orang yang sudah ia tunggu-tunggu datang juga. Suzy mendesah lega sambil menunggu pria yang masih berlari itu tiba dihadapannya.


“kau telat tujuh menit, Chanyeol-Ssi”
“ah.. Jinjja? Padahal rencananya aku ingin telat delapan menit” Chanyeol tersenyum.
“lucu” ucap Suzy datar. Tidak mungkin. Tidak mungkin ada orang normal yang merencanakan sebuah keterlambatan.


“aku tidak sedang bercanda. Aku serius. Bahkan aku sudah mengatur jam tanganku” suara Chanyeol terdengar seperti teriakan histeris seorang supporter bola ditelinga Suzy. Ia menunjukkan jam tangannya pada gadis itu dengan sungguh-sungguh, berusaha setengah mati membuat gadis didepannya percaya. Suzy mengarahkan tatapannya pada jam tangan itu selama setengah detik, lalu mendecak sambil menatap lorong gedung teater yang mulai sepi.


“Hei… sepertinya pertunjukkannya sudah dimulai”
“memang sudah. Pertunjukkannya dimulai 5 menit yang lalu”
“ah.. jeongmal? Aish…. Kalau begitu, ayo cepat!”
“tenang saja, selama 8 menit pertama, hanya ada perkenalan karakter dan musik yang panjang. Aku tidak bohong, 8 menit pertama adalah yang paling membosankan”


“oh.. jadi karena itu kau berusaha telat?”
“iya….. padahal aku sudah berusaha dengan sungguh-sungguh. Tadi aku memasuki bus dengan pelan sampai-sampai dimarahi sopirnya” Chanyeol berkeluh kesah mengenai kegagalan keterlambatannya. Namun Suzy sama sekali tak terlihat perduli, justru yang sekarang ia khawatirkan adalah gedung teater yang ramai dan tak ada kursi kosong tersisa untuk mereka.


“bisakah kita masuk sekarang? kurasa 8 menit membosankan yang kau bilang sudah selesai” ujar Suzy malas. Chanyeol mengecek arlojinya dengan serius, memastikan keakuratan waktu sampai-sampai sibuk dengan angka-angka yang melayang bebas dikepalanya. Suzy yang sudah tidak sabar akhirnya mengerang sebal, lalu menarik kaus biru elektrik longgar yang dikenakan pria itu. Sukses, membuat Chanyeol tercekik dan akhirnya mengikuti langkah Suzy yang besar.



……………………………………



Sambil mengikuti Chanyeol, Suzy mengedarkan pandangan ke sekeliling. Gedung universitas yang besar ini tetap terasa menyenangkan walau dihujani dengan sinar matahari yang terik. Siang yang membakar di gedung universitas yang megah. Gedung fakultas yang berjejer di kanan kiri dan juga taman-taman hijau saling berlomba menarik perhatiannya. Gadis itu mengulum senyum, ia merasakan pancaran keceriaan dari benda-benda disekitarnya. Tch….. dia jadi ingin kuliah lagi.


Tapi….. mengingat bulan depan ia sudah harus melakukan rutinitas monoton sebagai seorang istri, gadis itu harus menahan hasratnya. Ck… dia sudah sarjana. Kuliah untuk apa lagi? Mau gelar macam apa lagi? Sebenarnya, ia hanya ingin menghabiskan waktu di luar. Sebenarnya, ia hanya ingin jalan kesana-kemari. Tipe gadis aktif yang bisa mati bosan jika tidak melakukan kegiatan di luar. Tipe gadis yang tak mungkin bisa mendekam di rumah.


Chanyeol menoleh. Perhatiannya tertuju pada Suzy yang sedang tersenyum sendiri. “kau? Masih sehat kan?” tanya namja itu hati-hati. Suzy langsung tersadar dan menatap Chanyeol bingung. “kau bicara apa sih?”


“kenapa senyum-senyum sendiri?”
“gedung universitasmu bagus”
“tentu saja. Sebuah kebanggaan besar bagiku pernah berkuliah disini” Chanyeol tersenyum lebar sambil menepuk dadanya.


“apa? Pernah? Jadi kau sudah lulus?”
“memangnya aku tidak terlihat seperti namja berpendidikan yang sudah lulus kuliah?” spontan Suzy menggeleng. Sejak kemarin, gadis itu mengira bahwa Chanyeol hanyalah seorang mahasiswa gila yang bersikeras minta dipanggil oppa. Ia juga mengira bahwa umur Chanyeol jauh dibawahnya. Tapi…. ternyata tidak, umur mereka tak berbeda jauh. Kurang lebih sama. Mereka adalah dua orang yang hampir seumuran dengan pemikiran yang bertolak belakang. Ya.. benar.



…………………………..



Keduanya segera menduduki kursi kosong yang untungnya tersisa tepat ditengah. Baguslah! Ternyata posisi sestrategis itu malah tidak ditempati. Mereka beruntung. Suzy yang sudah duduk nyaman mulai mengarahkan matanya ke depan, lebih tepatnya ke sosok muda-mudi yang tengah berbincang didepan sebuah latar malam hari yang romantis.


“kita tidak terlambat. Ini scene pertama. Yang wanita namanya Young In dan yang pria Jin Seok. Mereka sudah pacaran dan sekarang, Jin Seok sedang melamar Young In”


Suzy mengangguk. Ia membiarkan telinganya mendengar penjelasan Chanyeol dan matanya menangkap semua adegan didepan. Menyenangkan juga. Maksudnya……….., saat ini ia tengah menonton pementasan teater secara gratis. Tidak hanya itu…. Ia juga duduk langsung disamping penulis naskahnya dan diberikan penjelasan-penjelasan tambahan olehnya. Ia juga bisa langsung bertanya atau mengajukan protes jika ada adegan yang ia tidak suka kepada penulis naskah itu. Eksklusif sekali bukan?


Tak lama, latar berganti. Jalanan kota yang padat menjadi background berikutnya. Suzy menoleh, mengharapkan penjelasan dari si penulis naskah. Namun, Chanyeol hanya tersenyum. “lihat saja!” ucapnya pelan. Suzy mendecak lalu mengarahkan fokusnya kembali ke panggung. Dan saat itulah sebuah motor melaju disana. Sebuah adegan klasik saat pertemuan pertama tersuguh sempurna dihadapannya. Ya.. nyaris tertabrak. Peran utama wanitanya, Young In, nyaris tertabrak oleh motor pria yang masih memakai helm itu.


“BODOH! KAU BISA MENYETIR TIDAK??” Young In berteriak geram pada pria didepannya. Namun pria itu diam saja. Nampak tak perduli. Cukup berhasil membuat si pemeran wanita dan bahkan Suzy ~yang hanya penonton~ merasa geram. Suzy mengetuk-ngetukkan jemarinya di sanggahan tangan yang terletak disisi kursi. Jika ia yang berada di atas panggung, ia berjanji akan memukul helm pria bisu itu dengan keras. Kalau perlu sampai isi helm itu lepas.


PLAAKK
Suzy langsung menoleh pada Chanyeol.
“kau! Membaca pikiranku?” seru Suzy tak terima.
“hah? apa?” tanya Chanyeol bingung
“eh.. anio” Suzy merasa bodoh sendiri lalu kembali memutar kepalanya ke depan. Ternyata si pemeran wanita itu benar-benar melakukan apa yang otaknya pikirkan. Ia memukul helm pria itu dengan keras. Sayangnya, tak sampai membuat isi helm itu lepas.


Suzy tercekat saat pria itu melepas helmnya. “eomeooo……. Meotjyeoyo” desis Suzy, nyaris tak bisa bernafas.


“pria itu berperan sebagai Dae Hyun. Dia yang akan menjadi orang ketiga diantara hubungan Young In dan Jin Seok. Nantinya…………….”


“nama aslinya! Nama aslinya siapa? Beritau aku nama aslinya!” seru Suzy kesetanan.
“heh! Ingat calon suamimu! Aish….. dimana-mana wanita sama saja!” keluh Chanyeol sambil menggeleng maklum.


“ah.. berisik! Aku cuma mau tanya namanya saja” Suzy menghela napas, lalu kembali menatap ke depan dengan tatapan terpukau.


“Kim Joon Myeon! Nama aslinya Kim Joon Myeon” Dengan cekatan, Suzy memutar kepalanya kembali. “kau mengenalnya?”


“teman satu apartemenku”
“oh… yang kau bilang otaknya tertinggal itu?”
“ne..! dialah yang kemarin membuatku harus bangun pagi-pagi dan mengantar laptopnya ke kantor”
“apa? Pagi? Heh…… kemarin kita bertemu jam 2 siang”
“itu masih termasuk pagi kan?”
“pagi apanya? Cih……” Suzy mendelik sinis pada Chanyeol, lalu kembali memperhatikan panggung dengan suka cita. Eh.. apa dia lupa bilang? Judul pementasan teater hari ini adalah Blue Wedding Day. Dari judulnya, cerita ini terdengar benar-benar keren. Tapi…. gadis itu belum bisa menyimpulkan. Ya.. dia baru melihat dua scene. Dan adegan favoritnya sejauh ini adalah saat Joon Myeon, eh.. maksudnya, Dae Hyun melepas helmnya dengan gaya cool. Aigooo…… jika dia menyaksikan teater ini sendirian, ia pasti sudah berteriak-teriak heboh. Beruntung ia masih bisa menahan diri dan hanya menggigit bibir bawahnya.



Suzy POV



Setengah jam berlalu, aku yang sedari tadi menyaksikan teater dengan serius kini menatap Chanyeol sambil berpikir. Mungkin karena aku pernah merasakan bagaimana sulitnya menulis naskah, saat ini yang sedang kupikirkan justru bukan bagaimana jalan cerita selanjutnya? Tapi malah apa yang dipikirkan si penulis saat membuat cerita ini?  


“kau! Apa yang kau pikirkan saat menulis ini?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku. Membuat Chanyeol yang sedang menatap lurus ke depan mengerutkan kening lalu menatapku dengan tampang heran. “ini tulisan pertamaku. Aku belum benar-benar tahu apa yang kuinginkan saat menulisnya” pria itu menarik nafas, lalu tersenyum. “aku hanya ingin merasa puas” kali ini, gantian aku yang mengerutkan kening.


“merasa puas?”
“sebelum memuaskan orang lain, seharusnya kau bisa memuaskan dirimu sendiri dulu kan?”
“bukankah saat kau berhasil memuaskan orang lain kau memuaskan dirimu juga?”
“itu kuanggap bonus tambahan”
“apanya?”
“saat orang lain puas dengan tulisanku, maka aku akan ikut puas. Itu bonus tambahan. Maksudku….. aku tak begitu perduli bagaimana orang lain menilai tulisanku disaat aku merasa apa yang kutulis sudah membuatku puas”


“hei…. tapi tanggapan orang lain itu penting untuk membuat tulisanmu lebih baik”
“ish! Aku bilang aku tak begitu perduli, bukannya sama sekali tak perduli. Aku tetap menerima kritik kok! Asal itu bisa membangun dan membuatku lebih baik, aku akan menerimanya”


“eumm…..  tapi…”
“bisakah kau diam dan saksikan teaterku? Apa begini rasanya jika mengajak seorang penulis menonton teater karya orang yang duduk disebelahnya?” Suzy langsung tersenyum lebar, menahan hasrat bicaranya yang menggebu-gebu. Di otaknya, ratusan pertanyaan tentang ‘MENULIS NASKAH’ sudah tersusun rapi menunggu giliran untuk keluar.


“Park Chanyeol-ssi! Aku bukan penulis! Aku hanya sempat bermimpi menjadi penulis. Imajinasiku tak setinggi penulis-penulis lain”


“kau tak perlu imajinasi yang tinggi untuk menulis. Kau bisa menulis pengalaman hidupmu sendiri dengan sedikit improvisasi agar lebih menarik. Eum…. Pemilihan adegan. Kau juga harus mempertimbangkan itu. Cerita percintaan umum bisa menjadi tak terlupakan saat kau memilih adegan yang benar”


“waaa….. aku benar-benar merasa sedang diberi kuliah singkat” Chanyeol menyedekapkan tangannya dengan bangga. Ia sendiri juga tak percaya bahwa ia baru saja mengeluarkan kata-kata keren dari mulutnya.


“Chanyeol~a…………. kenapa kau buat Young In menjadi sangat bodoh? Kenapa dia harus bimbang begitu? Ia tinggal memilih Dae hyun dan meninggalkan Jin Seok.”


“mana bisa begitu huh?”
“Dae Hyun bisa membuatnya merasa nyaman sedangkan Jin Seok tidak. Seharusnya ini menjadi pilihan yang sangat mudah”


“Jin Seok sudah melamar Young In dan Young In menerimanya. Kau pikir Young In tak punya hati?”
“tapi…… Jin Seok selalu membuat Young In merasa gugup. Selalu membuat Young In merasa bersalah. Selalu membuat Young In merasa tak nyaman. Ia menerima lamaran Jin Seok hanya karena mereka sudah lama pacaran dan…………….” Ucapanku langsung terhenti. Cih,…. Aku merasa ada yang ganjil dengan ucapanku tadi. Seperti sudah tidak asing. Tunggu……… rasanya aku baru saja mendikte semua perasaan yang timbul saat bersama Seung Ho. Saat bersama tunanganku. Calon suamiku. Si pria sempurna yang selalu membuat calon istrinya gugup dan tidak nyaman.


“coba rasakan jika itu terjadi dalam kehidupan nyatamu. Kau juga pasti tak akan bisa memilih. Lagipula….. kau belum tau akhirnya bagaimana kan? Jadi…. Sekali lagi kuminta kau untuk diam dan saksikan teaternya sampai habis” sesaat aku tak bisa membalas ucapan Chanyeol. Saat ini aku malah memikirkan Seung Ho. Kalau diperhatikan dengan baik, sebenarnya cerita ini memiliki banyak persamaan dengan kisah hidupku. Hanya saja….. aku belum bertemu dengan sosok Dae Hyun. Entah belum atau memang tak akan pernah bertemu. Kalau tak akan pernah bertemu, maka aku memang tak punya pilihan lain selain melanjutkan hidupku dengan Seung Ho sampai akhir. Yah… semoga saja lama-kelamaan rasa nyaman itu muncul. Memperkuat rasa cinta yang sekarang kupunya. Tapi…… apakah rasa cinta dan rasa nyaman itu terpisah? Maksudku……… bukankah jika aku mencintai Seung Ho harusnya aku juga merasa nyaman dengannya? Ah.. mungkin tidak. Mungkin rasa nyaman dan cinta adalah hal yang berbeda. Kau bisa saja merasa nyaman dengan seseorang, tapi belum tentu mencintainya. Ya.. benar Suzy. Benar.


Satu setengah jam berlalu dan saat ini para pemain teater tengah membungkuk sebagai tanda hormat diatas panggung. Bukannya bertepuk tangan atau melontarkan kalimat-kalimat pujian pada Chanyeol, aku malah diam sambil menatap nanar ke depan. Kalian tau akhir ceritanya? Ya.. seperti yang kuduga sejak awal. Pada akhirnya, Young In bersatu dengan Dae Hyun. Harusnya ini menjadi akhir yang bahagia bukan? Tapi…. kenapa aku malah merasa sedih? Demi Tuhan, aku berani jamin tak akan ada orang seperti Jin Seok di dunia ini. Ya.. ini memang hanya sebuah karangan. Hanya karangan. Tidak mungkin ada orang yang memiliki hati sebesar itu. Bukannya mengucapkan janji pernikahan, Jin Seok malah menatap Young In lembut dan meminta gadis itu untuk memilih. Dan bodohnya, Young In malah menangis tertahan sambil menggeleng-geleng meminta pria itu melanjutkan pernikahannya saja. Tapi Jin Seok bukanlah orang bodoh. Sejak awalpun ia tahu. Sejak Dae Hyun masuk ke kehidupan mereka, saat itulah Young In mulai sadar dan tahu apa yang sebenarnya ia inginkan. Jin Seok berjalan mundur, meraih lengan Dae Hyun dengan tenang lalu mengaitkannya di lengan Young In. Sial! Aku menangis keras saat itu. Membuat Chanyeol terbengong hebat sambil berkali-kali menanyakan keadaanku. Ia juga menyuruhku keluar karena sesenggukan akibat menangis. Katanya aku benar-benar mengganggu dan ia berjanji tak akan mengajakku menonton teater lagi. Menyebalkan bukan? Harusnya ia menghiburku bukan malah menyuruhku keluar. Sial. Chanyeol sialan.


Ah… kembali ke Jin Seok. Pria baik itu hanya bisa tersenyum sakit saat melihat Dae Hyun menggantikannya didepan altar dan Young In yang menangis-nangis tak tahan. Membiarkan kedua keluarga mereka tersentak tak percaya, namun tak bisa melakukan apa-apa. Aku juga memikirkan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya, mungkin lebih tepatnya kehidupan Jin Seok. Aku yakin pria itu jugalah yang akan menerima malu dan menanggung semua kekecewaan keluarga. Tragis sekali bukan? Selain menerima rasa sakit hati yang luar biasa parah, ia juga harus menanggung semuanya.


“Suzy…….. “ aku yang masih menatap lurus kedepan dengan pikiran yang melayang-layang kini tersadar dan segera menoleh menatap Chanyeol yang tengah kebingungan memperhatikanku.


“kau baik-baik saja kan?”
“jika baik-baik saja dipikiranmu sama dengan rasa sakit, lemas, mau marah dan mau menangis sampai mati. Maka jawabannya adalah iya… aku baik-baik saja” ucapku datar tanpa ekspresi.


“apa? Mau menangis sampai mati? Ayolah……. Ini hanya fiksi! Jangan terlalu dianggap serius! Lagipula itu bukan akhir yang buruk. Tidak ada yang mati kan?” Gurau Chanyeol.


“lebih baik Jin Seoknya dibuat mati saja. Setidaknya, ia tak harus menanggung rasa sakit seumur hidup”
“aish…. Kau bicara apa sih! Ayo keluar! Gedung ini sudah kosong. Kau diam seperti orang bodoh selama 10 menit penuh. Apa waktu 10 menit belum cukup untuk membuatmu lebih tenang?”


“kau….. ja-hat se-ka-li……. Hiks….. kasihan Jin Seok…… kasihan” dan dengan mudahnya, tangisku kembali pecah. Aku segera menutupi wajahku, menenggelamkannya ditelapak tangan. Aish…. Memalukan.



Author POV



“kau….. ja-hat se-ka-li……. Hiks….. kasihan Jin Seok…… kasihan” tiba-tiba, tangis Suzy kembali pecah. Ia segera menenggelamkan wajahnya yang basah ditelapak tangan. Cukup berhasil membuat Chanyeol mengerang tak tahu harus apa sambil memelantingkan tubuhnya di kursi dengan raut frustasi.


Selang beberapa detik, suara dering ponsel terdengar, menginterupsi tangisan Suzy. Dengan cekatan, keduanya memeriksa ponsel masing-masing. “kau sedang apa?” tanya Suzy saat melihat Chanyeol ikut-ikut mengambil ponsel miliknya. “nada dering kita sama”


“jinjja? Kalau begitu, cepat ganti punyamu” suruh Suzy sambil membuka flip ponselnya. Mengabaikan Chanyeol yang kini telah mengeluarkan gumaman-gumaman penolakan, ‘enak saja! Kenapa tidak dia saja yang ganti nada deringnya?’


“Yeoboseo”
“kenapa suaramu? Kau menangis?” tanya orang diujung telfon tajam.
“iya…. Aku habis menonton teater. Ceritanya benar-benar sedih. Penulis naskahnya benar-benar tak punya otak” adu Suzy. Ia berbicara dengan kesal sambil melirik Chanyeol yang tengah mencibirnya dengan sinis.


“haha…. Jadi yang salah penulis naskahnya?”
“keoreom”
“Suzy~a….. sebutkan alamatmu sekarang dan aku akan menjemputmu”
“a..apa? tidak. tidak usah. Aku bisa pulang sendiri kok. Benar”
“malam ini aku mau mengajakmu bertemu ibu. Sebutkan kau dimana sekarang” Badan Suzy menjadi kaku seperti papan setelah mendengar perkataan Seung Ho. Rasanya ia ingin berteriak pada pria itu, ‘BISAKAH KAU BERTANYA DULU PADAKU APA AKU BISA ATAU TIDAK?’ Seung Ho selalu seenaknya sendiri. Selalu memutuskan apa-apa sendiri. Tidak bertanya dulu padanya. Tidak bilang dulu sebelumnya. Ya Tuhan……. Gadis itu harus menyiapkan diri. Bertemu ibu Seung Ho lebih menyeramkan daripada bertemu ular. 1000 kali lebih menyeramkan. Dan sekarang, Seung Ho dengan mudahnya bicara bahwa malam ini gadis itu harus bertemu dengan calon mertua yang menyeramkan? Sial. Seung Ho, mengapa begini? Kau ingin membuat calon istrimu mati ketakutan?


“apa harus malam ini?”
“kau dimana sekarang?” Suzy menelan ludah. Bahkan pria itu mengabaikan ucapannya. Sepertinya, Seung Ho sama sekali tak membutuhkan persetujuannya. Mau ia setuju atau tidak, Seung Ho tetap akan mengajaknya menemui calon ibu mertua.


“aku di gedung Universitas Gwang-Mun” Ujar Suzy pasrah
“baiklah. Aku kesana sekarang” Perlahan, gadis itu menutup flip ponselnya, lalu mendesah sambil memejamkan mata. Malam ini, nerakanya akan dimulai. Seburuk itukah? Ya.. bahkan lebih buruk. Masih terlalu jelas diingatannya bagaimana pertemuan terakhir mereka. Bagaimana si calon ibu mertua yang memakai topeng. Yang bersikap baik padanya dihadapan Seung Ho lalu menghinanya seperti binatang jika tak ada Seung Ho.


“kau mau pergi ya?” tanya Chanyeol, segera setelah ponsel yang daritadi Suzy genggam dimasukkan kembali ke dalam tasnya.


“iya. Bertemu calon mertua” Suzy bergumam sambil mengancingkan tas tangannya dengan telaten. Kemudian mengikuti Chanyeol yang sudah lebih dulu berdiri.


“dijemput?” Chanyeol bertanya sambil berjalan keluar gedung. Diikuti Suzy yang berubah menjadi sedikit aneh dibelakangnya.


“iya” Suzy mengelus lengan atasnya sendiri. Rasa takutnya semakin menjadi-jadi begitu mereka keluar gedung teater. Hawa udara luar menjadi begitu mencekam. Sial. Musim panasnya yang terik berubah menjadi musim dingin yang beku gara-gara berita duka ini.


Setelah beberapa menit dihantui rasa canggung, Chanyeol yang tak terbiasa merasa canggung akhirnya mengambil inisiatif untuk membeli minuman. “pasti haus kan? Aku belikan minuman ya!” namja itu menoleh pada Suzy sambil tersenyum. Suzy yang sedang malas melakukan kegiatan apapun hanya bisa membalas tatapan pria itu tanpa ekspresi lalu membuang muka ke arah gerbang universitas yang terbuka lebar. Dipikirannya, bayangan mobil Seung Ho yang sedang membunyikan klakson dengan menuntut terlihat jelas. Membuatnya ingin menangis untuk kesekian kalinya.


“Diam artinya iya! Tunggu disini” Suzy melirik sekilas Chanyeol yang sudah berlari entah kemana. Lagi-lagi ia mendesah, meratapi hidupnya yang semakin kelabu, lalu berjalan pelan-pelan ke pintu gerbang. Ia harap ia tak pernah sampai. Ia harap Seung Ho tak akan datang. Ia harap tak ada calon ibu mertua yang jahat. Ia harap, ia harap dan ia harap. Aish…. Teruslah berharap Bae Suji. Kau pikir siapa yang mau mengabulkan harapanmu huh?


Setelah sampai di gerbang. Ia baru sadar, inilah saatnya untuk berhenti berharap dan menjalani kenyataan. Ya.. kenyataan. Kenyataan bahwa Seung Ho sudah datang dan siap membawanya ke neraka. “masuklah” seru Seung Ho dari balik kaca mobil yang terbuka setengahnya, membuat gadis itu semakin sadar bahwa ini benar-benar kenyataan. Begitu Suzy nyaris menyentuh pintu mobil, ia teringat sesuatu. Park Chanyeol. Pria itu masih membeli minuman untuknya. Pria itu belum mendengar kata ‘terimakasih’ darinya. Pria itu belum mendengar ‘aku duluan Chanyeol~a’ dari mulutnya. Ia tak mungkin meninggalkan namja itu begitu saja.


Suzy segera membuka pintu lalu membungkuk menatap Seung Ho “bisa tunggu temanku sebentar? Ia masih membeli……………………..”


“telfon saja” jawab Seung Ho pendek, lalu mengalihkan tatapannya ke depan. Lebih tepatnya ke arah jalan raya yang sudah mulai macet. Sindiran halus untuk membuat gadis itu lebih cepat mengambil keputusan dan segera masuk ke mobilnya. Suzy mengerti. Ia menghela nafas lalu masuk mobil dengan berat hati.


Aku belum menyelesaikan ucapanku Yoo Seung Ho. Aku mau bilang padamu bahwa temanku masih membeli minuman. Aku mau bilang padamu bahwa aku mau mengatakan terima kasih dulu padanya. Sampai kapan kau akan menyela ucapanku? Sampai kapan aku harus melanjutkan ucapanku dalam hati? Kalau begini, apa kau bisa dengar? Aku mau bicara padamu, tapi kau terus-menerus membuatku harus melanjutkan ucapanku sendiri didalam hati. Apa ucapan yang keluar dari mulutku tak ada yang berguna ditelingamu? Ini menyakitkan, Yoo Seung Ho.



Author POV



Suzy menatap layar ponselnya tanpa ekspresi. Beberapa menit yang lalu ia baru saja mengirimi Chanyeol pesan, ‘Chanyeol~a…………. aku duluan. Maaf tidak menunggumu. Terimakasih untuk hari ini. Jika ada teater lagi, ajak aku untuk menonton. Arasseo?’ Suzy membaca sms itu sekali lagi. Tidak ada yang salah kan? Lalu kenapa pria itu belum menjawab juga? apa dia marah?


Seung Ho yang sedang berkonsentrasi menyetir akhirnya menoleh pada Suzy yang sedang melamun. “bagaimana teaternya?” Suzy menghela napas, lalu menoleh sambil tersenyum. “aku banyak menangis”


“benarkah?”
“iya…. Ceritanya benar-benar menyedihkan” tambah Suzy. Ia melirik pria disampingnya sebentar, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bertanya “eum….. oppa, kenapa tiba-tiba mengajakku menemui eomonim?”


“eomma bilang mau bertemu”



Drrttt…… Drrttt……..
Layar kecil di flip ponsel Suzy berkedip-kedip seiring dengan bunyi getaran yang terdengar samar. Tanpa membuang waktu, Suzy membuka flip ponselnya dan segera membuka pesan. ‘kalau kau berjanji tidak akan menangis selama menonton, aku akan mempertimbangkannya. Hei….. Bae Suji. Bagaimana dengan minumanmu huh? Kau hutang 1000 won padaku’ Suzy terkekeh pelan sambil memperhatikan layar ponselnya. Apa…. Apa katanya? Berhutang? Padahal gadis itu sama sekali tak minta dibelikan minum.


Dengan gerakan cepat, Suzy membalas pesan Chanyeol. Gadis itu tak bisa berhenti tersenyum sambil menggerakkan jemarinya dengan riang ‘aku tidak akan menangis kalau ceritanya tidak membuatku jengkel begitu. Soal hutangku, baiklah! Atur saja waktu kita untuk bertemu lagi dan aku akan membayar hutangku dua kali lipat’ ia kembali terkekeh. Membayangkan ekspresi Chanyeol yang selalu terlihat lucu dimatanya. Sesaat lupa kemana tujuan mereka saat ini.


“bahagia sekali” Seung Ho tersenyum tipis sambil memperhatikan jalan. Suzy yang merasa kalimat itu untuknya, segera menoleh dan menatap Seung Ho dengan kikuk. “tidak! aku hanya sedang membalas pesan teman. Benar” ujar Suzy sambil mengacungkan ponselnya. Berusaha meyakinkan bahwa ia tidak sedang berbohong.


“iya…. Aku senang melihatmu senyum begitu” gadis itu tak bisa membalas ucapan Seung Ho. Ia segera memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu kembali fokus menatap jalan. Ya.. memang begini. Memang seperti ini. Tak ada percakapan, mereka berdua sudah seperti dua orang asing yang dipaksa masuk ke mobil yang sama. Sebenarnya, Suzy ingin bicara, tapi tak tahu apa yang harus dibicarakan. Sementara Seung Ho sendiri memang bukan tipe pria yang senang bicara. Namja itu lebih senang diam sambil mendengarkan musik yang tenang dari tape. Jauh berbeda dengan Suzy yang senang bicara sampai mulutnya sakit. Tapi…. entah kenapa, jika bersama Seung Ho, gadis itu selalu merasa gugup dan takut untuk bicara. Ia takut salah. Takut sekali. Ia tak mau tampak memalukan dihadapan seorang pria sempurna yang tak pernah salah. Tidak mau.


TBC


Anyyeong readers^_^ *salaman satu-satu*


Part ini yah…. Udah dikit trus datarnya kebangetan. Jadi…. Mending akunya juga g banyak ngomong. Semoga part selanjutnya bisa jauuuuuuuuuuuuuuh lebih baik.


Wait the next part yooo!!!!


Comments

Post a Comment

Popular Posts