Before Marriage part 3 (behind that smile)




Tersenyum bukan berarti tak punya masalah. Terkadang justru dibalik senyuman itu ada luka dalam yang sulit disembuhkan. Berusaha terlihat kuat diluar namun dibalik itu…………….. siapa yang tahu?


Seung Ho’s Home, Seodaemun-gu Seoul
17:12 KST
Author POV



“Aku harus bicara apa didepan ibumu?” tanya Suzy cemas.
“tidak usah memikirkan itu. Jika sudah berhadapan langsung, kau pasti bisa bicara dengan baik” jawab Seung Ho tenang. Tch…… bicara dengan baik apanya? Saat berhadapan langsung Suzy justru tak bisa bernafas. Mau mati. Mau mati. Suzy berdecak pelan. Saat ini dia merasa sendirian. Calon suaminya sama sekali tidak membantu.


“eomoonaaa……… sudah datang rupanya?” tiba-tiba saja dari arah ruang keluarga, seorang wanita yang cantik nan elegan keluar sambil tersenyum hangat. Layaknya instruksi, Seung Ho dan Suzy segera bangkit dari sofa, memberi salam.


“ah… Seungie….. tck,…. Apa bisnismu benar-benar tak bisa ditinggal? Kenapa baru mengunjungi ibu sekarang? masih sama-sama berada di Seoul saja sudah jarang bertemu. Apalagi jika kau tinggal diluar kota? Kau tak merindukan eomma huh?” ibu Seung Ho mengeluh setelah memeluk anak satu-satunya itu lama. Lalu melirik Suzy yang masih tertunduk lemas.


“eh… calon menantu? Aigoo…… cantik sekali. Hmm.…. Siapa namamu?” ibu Seung Ho mengerutkan kening. Mengeluarkan ekspresi seolah sedang berpikir keras.


“Suzy, eomonim” Jawabnya takut-takut.
“ahh!!!  Iya! Kenapa sulit sekali diingat ya? Padahal itu nama yang sederhana” wanita itu terkekeh lalu mengelus-elus bahu Suzy yang justru malah merasa ketakutan. Seperti hawa-hawa aneh tengah bergentayangan disekitarnya. Suzy menahan nafas, mengeluarkan senyum penuh paksaan yang terlihat seperti sebuah ringisan. Memohon-mohon dalam hati agar wanita itu segera membebaskan tangannya dari bahunya. Dia takut. Takut.


“ayo duduk!”
“ Seung Ho, pasti kau mau minum kopi kan? dan hmm…… Mau dibuatkan apa, calon menantu?” Suzy langsung menegapkan badan. Lalu menoleh menatap Seung Ho minta pertolongan. “a..apa saja, eomonim”


“apa saja? Aigoo…. jawaban macam apa itu? apa saja? Sudah ditawari bukannya menjawab  dengan benar malah membuat pusing” ibu Seung Ho mengomel sambil memegangi kepalanya. Seolah-olah Suzy baru saja membuat kesalahan yang berdampak besar bagi kelangsungan hidup manusia. Cih…. Kenapa semuanya selalu dibesar-besarkan? Kenapa senang sekali mencari-cari kesalahan orang lain?


“eomma…… Suzy menyukai teh. Ia kan?” Seung Ho langsung merangkul Suzy, mencoba membuat suasana tak nyaman ini menghilang. Namun sayangnya belum cukup untuk membuat Suzy lebih tenang.


“kalau begitu, ayo bantu ibu membuatnya di dapur” hanya dalam waktu beberapa detik, ibu Seung Ho yang tadinya terlihat kesal langsung tersenyum hangat pada Suzy. Seperti bunglon. Setengah mati Suzy menahan hasratnya untuk mengeluarkan ekspresi semacam mendelik sinis. Menekan rasa muaknya dalam-dalam dan menahan mulutnya untuk bicara. Ya.. lebih baik ia tidak bicara dulu sekarang. Bagaimana kalau dia salah bicara? Bagaimana? Jadi….. yang harus ia lakukan malam ini adalah……….. menurut. Ya.. menurut saja jika masih mau hidup.


Dengan kepala yang tertunduk dalam, Suzy berdiri. Belum punya cukup keberanian untuk mengangkat kepala itu dan bertatapan langsung dengan wanita didepannya. “kajja” Ibu Seung Ho bicara dengan ramah sambil meletakkan tangannya dipunggung Suzy. Gadis itu langsung panik, merasa terintimidasi dengan keberadaan tangan itu. Namun, akhirnya tetap berjalan walau ragu.



…………………………



Chanyeol’s Apartment



Chanyeol menatap seorang wanita di ruang tamu apartemennya dengan ekspresi getir, lalu mengalihkan tatapannya pada Joon Myeon yang sedang meletakkan segelas air dimeja tengah.


“Chanyeol~a” panggil wanita itu sambil berdiri, menatap Chanyeol dengan senyum lega.
“halmeoni?” Chanyeol mencoba tersenyum. Lalu mendekat perlahan dan memeluk halmeoninya yang sudah mengulurkan tangan. Namja itu mengeratkan pelukannya dengan lembut, seiring dengan matanya yang terasa perih. Mati-matian ia menahan air matanya yang siap bergulir, dan seperti yang sebelum-sebelumnya………….. pria itu berhasil. Berhasil membuat cairan itu seolah hilang tak berbekas, sebelum berhasil turun. Ok! Dia punya keahlian mengagumkan untuk yang satu itu.


“saengil chukha hamnida. Saengil chukha hamnida. Saranghaneun uri Chanyeol. Saengil chukha hamnida” suara nyanyian langsung terdengar begitu Chanyeol melepas pelukannya. Wanita itu bertepuk tangan sambil menatap Chanyeol yang terpaku ditempat. Ya.. dia mengeluarkan senyum itu lagi, senyum tulus yang menenangkan. Kemudian, Joon Myeon yang sedari  tadi hanya memperhatikan dibelakang akhirnya ikut bernyanyi dan bertepuk tangan untuk Chanyeol.


“aku………….. ulang tahun?” tanya Chanyeol ragu. Baiklah, ingatannya soal ulang tahun benar-benar buruk. Seperti tahun-tahun lalu, ia tak pernah mengingat hari ulang tahunnya. Ia biasanya baru akan tahu setelah halmeoninya yang tinggal di Daejeon menelfon atau malah datang langsung ke apartemen.


“nenek juga membawakan kue untuk kalian berdua” tanpa meminta persetujuan, wanita itu segera menggandeng Chanyeol. Menggiringnya ke ruang tengah dan menyuruhnya duduk di sofa.


“kau? Habis darimana? Nenekmu menunggu nyaris dua jam” bisik Joon Myeon yang baru saja mengambil posisi duduk tepat disamping Chanyeol.


“aku menonton pementasanmu. Dan kau!!! Bagaimana bisa cepat sekali?”
“aku juga baru datang. Kau tak lihat bajuku masih yang tadi? Tadi saat aku pulang, nenekmu sedang berdiri di luar. Aish…. Cucu durhaka”


“aku tidak tahu nenek akan datang”
“harusnya kau mengantisipasi. Nenekmu kan selalu datang tiap kau ulang tahun”
“itu masalahnya. Aku tak tahu kalau hari ini aku ulang tahun”
“ah… bodoh”
“aish…. Kau juga tidak ingat kan?”
“untuk apa aku mengingatnya?” acara bisik-bisik sinis yang baru saja dua pria itu lakukan akhirnya terhenti begitu nenek Chanyeol menyuruh cucunya memotong kue. “ayo! Potong kuenya” Chanyeol menggenggam pisau yang disodorkan halmeoninya, lalu segera memotong kue. Tersenyum tipis lalu menyuapkannya pada wanita itu.


“nek, kenapa tak bilang akan datang?” ucap Chanyeol.
“kalau bilang, namanya bukan kejutan. Tapi maaf……… nenek mengganggu ya? ”
“bukan begitu. Aku yang harusnya minta maaf. Maaf telah membuat nenek menunggu lama”
“Iya. Maaf nek,” tambah Joon Myeon, ikut menyesal.
“aigoo….. tidak apa-apa. Kalian berdua tidak usah merasa bersalah begini” ucapnya sambil buru-buru mengibaskan tangan. “ei….. hampir lupa. Nenek bawa kado” Chanyeol dan Joon Myeon saling bertukar pandang, kurang lebih tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.


Wanita itu membuka tasnya dan mengeluarkan tiga kotak kado. “ini dari halmeoni, ini dari eomma-mu dan yang ini dari Heebyul” serunya semangat. Dengan cepat, menyodorkan ketiganya ke hadapan Chanyeol yang tidak mampu berkata apa-apa. Ia menatap lurus ke arah halmeoninya, tanpa sedikitpun merubah ekspresi wajah. Ekspresi yang sama sekali tak menyiratkan kebahagiaan, terbilang nyaris datar.


“aku sudah 23 tahun, halmeoni” Chanyeol tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya ke kado-kado itu lalu menghela napas berat.


“ini……. dari halmeoni” pria itu mengambil satu kotak kado, mengacungkannya, lalu meletakkannya dipangkuannya. “dan yang ini…….. juga dari halmeoni” ia mengambil kotak kado yang lain lalu melakukan hal yang sama. “lalu, yang ini juga dari halmeoni” Chanyeol mengambil kotak terakhir lalu mengacungkannya, setengah meringis saat meletakkan kotak itu ditempat yang sama.


“halmeoni,……… eomma tidak perduli lagi padaku sejak 8 tahun yang lalu, dan Heebyul, walaupun aku tau ia menyayangiku, tapi ia tidak mungkin memberikanku kado. Dia cuma hewan piaraan, cuma anjing. Tak usah terus-menerus begini, ini malah membuatku merasa sangat bodoh. Aku tidak apa-apa halmeoni, sungguh. Aku sudah bisa menerima semuanya”


“Chanyeol~aa” wanita itu menggigit bibir bawahnya, perlahan duduk karena kakinya yang mendadak lemas.


“kau…. Sudah besar. Yeol kecil sudah besar” ujarnya tertahan. Dan dalam hitungan detik, bahu wanita itu bergetar kencang, menangis tiba-tiba.


“halmeoni…….” Chanyeol segera berdiri, berlutut didepan neneknya yang sedang menangis. Jelas merasa bersalah, tapi disisi lain juga lelah. “kaulah yang terbaik. Terimakasih karena selalu memperdulikanku, menyayangiku, membuatku merasa sempurna walau tanpa orang tua”


“kau punya orang tua” ralat wanita itu cepat.
“tapi aku tak pernah merasa begitu” jawab Chanyeol tak kalah cepat. Sukses membuat halmeoninya membatu, menatap cucu satu-satunya itu dengan tatapan terluka.


“istirahatlah halmeoni. Kau membutuhkan itu”
“Chanyeol~a”
“Joon Myeon..….. siapkan kamar untuk nenek”
“Chanyeol~a”
“aku mencintaimu, nek”  pria itu segera mencium puncak kepalanya, pura-pura tak mendengar suara neneknya yang sedari tadi memanggil. Ia tak mau mendengar apa-apa dulu. Sungguh.


“Chanyeol~a, buatlah harapan dulu”
“tidak” tolaknya halus.
“Chanyeol~a….. ini  hari ulang tahunmu” Chanyeol mengembuskan nafas, akhirnya mengalah begitu mendengar neneknya merajuk.


“aku sudah tak terbiasa berharap”
“waeyo?”
“untuk apa berharap jika tak mungkin terwujud? Aku tak mau melakukan hal yang sia-sia”
“berharap tak membuatmu rugi, kan?”
“tapi…………”
“buatlah satu harapan”
“aku tak punya. Nenek mau aku berharap seperti apa?”
“ayolah…… kau pasti punya keinginan. Jika benar-benar tidak punya, kau bisa meminta harapan yang sama seperti tahun lalu” ucapnya hati-hati. Sejak tadi menggunakan nada memohon agar cucu keras kepalanya itu mau mendengar.


“berharap bisa seperti dulu? Bisa bercanda dengan eomma dan appa lagi? Apa menurut nenek itu mungkin?” wanita itu tak mampu menjawab. Hanya diam. Tersentak mendengar pertanyaan Chanyeol yang menegaskan kepesimisannya. Apakah itu mungkin?


“tch….. baiklah. Kali ini kubuat lebih sederhana. Kuharap…………….” Chanyeol mengalihkan tatapannya ke arah wanita itu. Wanita dengan cahaya mata jernih yang selalu melindunginya. “kuharap………….. eomma bisa memanggilku. Bisa….. menyebut namaku. Bisa bilang ‘Chanyeol’ sekali….. saja” pria itu merasakan sesak didadanya. Kian menyakitkan saat mendapati neneknya semakin terpaku ditempat, bergeming dengan bola mata yang bergetar. Berusaha menyembunyikan kedua tangannya yang gemetaran disamping badan. Seolah tak percaya. Sebegitu pesimisnyakah dia? Hanya berani berharap ibunya menyebut namanya? Apa……. Itu bisa disebut harapan?



……………………………..



Seung Ho’s Home, Seodaemun-gu Seoul
17:56 KST



“aigoo……….. bukan begitu! Masa mengaduk kopi saja tidak bisa?” ibu Seung Ho segera menyenggol Suzy hingga gadis itu sedikit terdorong ke belakang. Menggantikannya mengaduk-aduk cairan kental di dalam cangkir sambil mendumel. Suzy tak bicara apa-apa, ia hanya diam dan menatap calon mertuanya itu dengan tatapan pasrah. Padahal sepertinya apa yang ia lakukan tadi sama persis dengan yang dicontohkan wanita paruh baya itu. Lalu? Bagian mananya yang salah?


“fiuh~…….. kalau begini saja tak bisa, bagaimana mau diterima dengan baik coba? Apa yang bisa dibanggakan?” Keluh ibu Seung Ho sambil meletakkan secangkir kopi di nampan. Suzy langsung mendekat, berniat mengambil nampan itu dan segera membawanya ke ruang tengah. Ingin cepat-cepat pergi dan terbebas dari sini. Dapur….. atau nama lainnya ruang penyiksaan. Yah…. Ditempat apapun, jika hanya berdua dengan ibu Seung Ho, maka bisa dipastikan itu adalah NERAKA.


“Changkaman. Ada yang harus dibicarakan”
“denganku?”
“memangnya ada orang lain di ruangan ini?” seru wanita itu sinis. Sukses membuat Suzy mengurungkan niatnya untuk pergi. Ternyata nerakanya belum selesai, bahkan bisa dibilang baru dimulai. Yang tadi itu baru pembukaan. Dan Suzy sama sekali tak siap. Ia bergerak gelisah didepan ibu Seung Ho, meremas-remas tangannya, berharap segalanya cepat berakhir.


“kehidupan rumah tangga itu tidak hanya mengandalkan cinta. Kau harus bisa melayani Seung Ho dengan baik, bisa menjadi istri yang baik, bisa menjadi menantu yang pintar. Yang bisa ibu banggakan didepan banyak orang” Suzy menghela nafas. Lagi-lagi diceramahi soal ini. Ia bisa menebak, pada akhirnya wanita itu akan menyuruhnya untuk belajar menjadi istri yang baik. Ia sudah belajar kok. Sudah. Tapi….. mungkin ia memang tidak punya bakat untuk menjadi seorang istri. Atau….. jangan-jangan, ibu Seung Ho saja yang terlalu berbakat mencari-cari kesalahan.


“tidak menjadi gadis manja yang selalu ketakutan dalam segala hal. Ah…. Kau! Melakukan hal-hal kecil seperti membuat kopi saja tidak bisa. Apalagi menjadi seorang istri? Aigoo…..... dari awal ibu tidak menyetujui pernikahan kalian. Ini terlalu cepat. Kau tidak bisa apa-apa. Bagaimana bisa menjadi istri? Aduh…. 1 bulan lagi” ibu Seung Ho memegangi kepalanya. Lalu menatap Suzy sambil menggeleng prihatin. Ish… jika bisa, gadis itu juga ingin ikut menggeleng-geleng prihatin melihat kerumitan pikiran ibu Seung Ho. Kalau mau calon menantu sempurna, nikahkan saja putramu dengan bidadari, malaikat atau apalah……..


“tck…. Bagaimana bisa kau tak khawatir? Kenapa malah ibu yang khawatir? Tch…… calon menantu yang tidak bisa diandalkan” Suzy tidak bisa berkata apa-apa, terlalu terkejut dengan pilihan kata yang digunakan calon mertuanya. Kenapa terdengar kasar sekali sih? Apa ia tak tahu kalau gadis didepannya itu punya hati?


“harusnya kau bisa membuat calon mertuamu senang. Bawakan sesuatu saat berkunjung. Aduh….. haruskah semuanya ibu yang ajari? Kau sudah lulus kuliah kan? kenapa masih begini? Eomoonaaa……. Harusnya Seung Ho bicara dulu sebelum melamarmu. Tiba-tiba pulang ke rumah dan membawa seorang gadis. Mengatakan dua bulan lagi akan menikah. Ibu mana yang tidak gila coba?” ibu mau tau tidak? aku juga sudah nyaris gila menghadapi ibu. Padahal dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, aku baru bertemu ibu empat kali. Bagaimana dengan Seung Ho ya?


“ck…” wanita itu mengakhiri ceramahnya dengan decakan kesal. Berbalik badan mengambil nampan lalu segera beranjak dari dapur. Meninggalkan Suzy sendirian. Ah… baguslah! Berdua memang lebih baik, tapi jika berduanya dengan ibu Seung Ho, lebih baik ia sendirian. Lagipula ia sama sekali tak mengerti kenapa ibu Seung Ho setega itu padanya. Maksudnya……. Ia bahkan masih menjadi calon menantu. Ah… bahkan Suzy tak berani membayangkan bagaimana jika ia benar-benar menjadi menantunya.


Suzy masih enggan melangkah, ia justru menyandarkan tubuhnya di tembok sambil berpikir. ‘belajar menjadi istri yang baik’ bagaimana caranya? Teman-temannya belum ada yang menikah. Ibunya sudah meninggal 1 tahun yang lalu. Lalu belajar dari siapa? Ahh.. sial. Kenapa dia harus kuliah di jurusan sains? Mendapat gelar sarjana sains. Itu kan tidak ada hubungannya sama sekali dengan menjadi istri yang baik. Lalu? Sekarang dia harus bagaimana?



………………………



Chanyeol’s private room, Apartment
21:27 KST
Chanyeol POV



“heh! Bisa lebih tenang sedikit tidak?”
“ah… iya..iya… hahahahaha” apa-apaan itu? bahkan belum ada setengah detik bilang ‘iya’, pria itu sudah tertawa lagi. Bahkan lebih kencang dari yang tadi. Ayolah….. itu hanya komik. Aku juga pernah membaca benda itu sebelumnya, tapi tak ada yang benar-benar lucu hingga harus ditertawakan sebegitunya. Cih… mungkin memang pada dasarnya pria itu mau menggangguku. Tak mengizinkanku untuk mendapatkan ketenangan. Aku ingin sekali mengusirnya dari kamarku, tapi………….. apa boleh buat? Aku sudah menyuruh nenek beristirahat di kamarnya untuk malam ini. ya… hanya malam ini, besok pagi sudah mau pulang katanya. Eomma sendirian di Daejeon.


Kuakui nenek benar-benar hebat. Sendirian dari Daejeon ke Seoul hanya untuk merayakan ulang tahunku. Ini gila. Hanya untukku? Aku pindah ke Seoul sejak 6 tahun yang lalu, dan selama 6 tahun itu nenek tidak pernah absen mengunjungiku. Eum….. masalah keluargaku? Baiklah. Aku akan bercerita sedikit.


Aku. Park Chanyeol. Besar di Daejeon, lebih tepatnya disebuah desa kecil yang menyenangkan. Tinggal bersama di rumah sederhana dengan appa, eomma dan halmeoni. Rumah yang dikelilingi hamparan rumput hijau dan udara yang segar. Walaupun rumahku disana tidak begitu besar, tapi kupastikan siapapun yang kesana akan betah berlama-lama.


Saat usiaku 9 tahun, appa dan eomma mendapat pekerjaan di luar kota. Aku tak tahu apa pekerjaannya, tak tahu dan tak mau tahu lebih tepatnya. Yang pasti pekerjaan itu mengharuskan mereka tidak pulang untuk waktu yang sangat lama, namun sekalinya pulang akan membawa uang yang sangat banyak. Aku tidak banyak bertanya. Sejak kecilpun aku sudah terbiasa menahan semua rasa ingin tahuku. Kenapa? Itu semua karena appa yang sering marah tanpa alasan jika aku bertanya. Itu membuatku belajar dari pengalaman dan tidak berani bertanya yang macam-macam lagi.  


Semua itu membuatku terbiasa hanya bersama nenek. Seorang Park Chanyeol yang ceria berubah menjadi namja kecil kesepian dalam sekejap. Awalnya itu sulit, namun lama kelamaan, semua seolah menjadi rutinitas. Seorang anak laki-laki yang punya orang tua tapi seperti tak punya orang tua. Mungkin akan sama seperti yatim piatu. Dan saat ulang tahunku yang ke-15, appa dan eomma berjanji akan pulang, tapi….. ternyata tidak. Setiap kutanya, nenek selalu bilang padaku bahwa mereka dalam perjalanan dan akan segera sampai, namun…………. Aku tidak sebodoh itu untuk ukuran anak berusia 15 tahun. Diam-diam aku mendengar pembicaraan eomma dengan halmeoni lewat telfon di lantai atas. Dan ternyata………….. Bahkan ia lupa hari ulang tahunku, bagaimana mungkin bisa datang? Intinya nenek berbohong. Nenek selalu mengucapkan hal-hal manis didepanku. Membuatku membayangkan orang tua sempurna yang sedang bekerja keras untuk masa depan anak satu-satunya. Sialnya, bayangan indah itu telah berakhir. Beberapa bulan setelahnya eomma kembali di Daejeon, tapi….. hanya sendirian. Walaupun tanpa appa,  aku tetap girang bukan main. Memeluk eomma dengan senyum lebar yang seolah-olah membuat wajahku kaku. Terasa sakit saking senangnya. Tentu saja yang aku harapkan waktu itu adalah sebuah pelukan hangat dari eomma, berharap eomma mau tertawa dan bercanda bersamaku. Tapi………… yang aku terima justru ekspresi datar. Ia menatapku tanpa ekspresi lalu berjalan begitu saja masuk ke rumah, mengunci diri di kamar dan mengacuhkanku. Kalian tau seberapa menyakitkannya itu? rasanya seperti ditenggelamkan di laut, dilempar ke luar angkasa, atau bahkan dikubur didalam tanah tapi tak diizinkan untuk mati. Dipaksa untuk menikmati rasa sakit itu tanpa berkesudahan. Dan begitulah……………… setelah itu aku tak pernah melihat appa, dan tak pernah mendengar eomma bicara. Karena sudah tak kuat, selepas SMA aku segera pindah ke Seoul. Menjauh dari rasa sakit, melepaskan diri dari semua masalah yang nyaris membuatku gila. Orang tua…… aku sama sekali tak tahu bagaimana caranya menggambarkan mereka. Orang yang meninggalkan anaknya bertahun-tahun? Orang yang selalu absen dihari ulang tahun anaknya? Orang yang mengacuhkan dan tidak mau bicara dengan anaknya? Atau…………..siapa?


Drrrttt……. Drrtttt……..
Seketika lamunanku buyar. Beruntung karena jika aku terdiam sedikit lagiiiiii saja, kupastikan genangan air dipelupuk mata ini akan jatuh. Dengan cepat aku mengusap mata, menghapusnya sebelum sempat turun. Kemudian, mengambil handphone dan segera membuka pesan. Suzy? Semalam ini?


Calon mertua yang jahat >___< . Huhuhu…… aku tak kuat lagi T____T
Aku tersenyum, mengubah posisi tubuhku yang sebelumnya sedang tertidur diranjang menjadi setengah berbaring. Menyandar dikepala tempat tidur. Membalas pesan itu sambil tersenyum.


Memangnya apa yang dia lakukan? Menjambak rambutmu? Menyuruhmu makan-makanan basi? Atau mendorongmu sampai tersungkur dilantai?


Aku tak tau bagaimana cara dia melakukannya, tapi kemampuan mengetiknya benar-benar mengagumkan. Kini balasan pesannya sudah sampai. Hanya berselang 30 detik setelah pesanku terkirim.


Aish…. Susah ya kalau bicara dengan seorang PENULIS NASKAH. Pasti segalanya dibesar-besarkan. Ck….. tidak sampai menjambak atau mendorong begitulah. Hanya kata-katanya saja……. Dia bilang, aku calon menantu yang tidak bisa diandalkan. Tidak bisa apa-apa. Haaa…...... apa calon mertua selalu begitu? hei……. beri aku masukan! Apa yang harus kulakukan?


Aku tidak tahu. Aku belum pernah bertemu calon mertua.
Aish….. jawaban model apa itu? setidaknya beritahu aku bagaimana cara menghadapinya. Begini, anggap aku adalah calon istrimu, menurutmu apa yang harus kulakukan untuk menarik perhatian ibumu?


Ibu? Ibuku? Mana aku tahu? Bagaimana rasanya memiliki seorang ibupun aku tak tahu. Dengan perasaan yang aku sendiri tak mengerti, aku berjalan ke lemari buku, mencari-cari novel atau buku bacaan bertemakan ‘menarik perhatian mertua’ sampai-sampai menyalakan komputer dan browsing di internet. Demi Tuhan, aku sama sekali tak mengerti. Kenapa harus ibu sih?


Setelah kurang lebih 20 menit aku membaca buku sana-sini, membuka berbagai artikel di internet dan berkeluh-kesah pada Joon Myeon (walaupun ia sepertinya tak benar-benar mendengarku, …… sibuk dengan komiknya) tiba-tiba saja handphoneku berdering. Pasti Suzy. Aku yang sedang duduk di depan meja segera memutar kursi dan mengulurkan tanganku ke kasur, meraih ponsel dan segera mengangkatnya. Benar, kan?


“Yeoboseo”
“kenapa tak dibalas sih?” tanpa basa-basi ia langsung merajuk.
“begini ya…. Menurut novel ‘Marry Me’ karangan Yoo Ji Hyo, kau harus bisa memasak makanan yang calon suami dan calon mertuamu suka, dengan begitu………… kau bisa merebut hatinya. Suasana kekeluargaan biasanya tercipta di meja makan. Lalu…… dari artikel di internet  tertulis ..…. selain sikap sopan santun, kau juga harus mengetahui apa yang calon mertuamu suka dan tidak suka. Buatlah perbincangan menarik dari apa yang ia suka. Sering-sering melakukan aktivitas yang menyenangkan berdua, seperti shopping dan lain-lain. Sering-sering melontarkan pujian. Dan…… masih banyak lagi. Ah…. Sudah kan? mengerti kan? disini ada banyak sekali………… aku tak mau membacakan semuanya”


“aigoo….. jadi dari tadi kau membuka internet?” simpulnya takjub.
“tidak. Aku tidak hanya membuka internet, aku juga membulak-balik koleksi bukuku. Ahhh…… ini melelahkaaaaannnnn” ringisku sambil meregangkan sebelah tangan. Ah…. Pegal juga. 20 menit penuh membaca. Aku merasa seperti seorang profesor sekarang.


“ish…. Kan aku menanyakan pendapatmu!”
“pendapatku? Apa ya? mungkin menyebalkan adalah sifat wajib seorang mertua kepada menantu perempuannya?” jawabku tak jelas. Sambil menggaruk tengkuk dan menaikkan sebelah alis. Bahkan diriku sendiripun sangsi dengan jawaban itu.


“ah jinjja? Jadi dengan kata lain, ibumu juga akan bersikap menyebalkan kepada calon istrimu kelak” aish….. kenapa membahas ibuku lagi sih? Dengan dongkol, aku memutar kursiku dan mendapati Joon Myeon sedang senyum-senyum sendiri, berleha-leha di kasur dengan mata yang lurus menatap komik. Ah.. aku dapat mangsa.


“hei….. mau bicara dengan Joon Myeon tidak?”
“n..ne?” Suzy tergagap. Terdengar tak percaya dengan pendengarannya. “Myeonie……” panggilku, dan begitu pria itu menoleh, aku segera melemparkan ponselku padanya. Membuat namja yang sebelumnya tengah fokus menatap komik itu segera menangkap ponselku sigap dan mengerutkan kening tak mengerti. “fansmu” jelasku singkat, lalu segera keluar. Entahlah. Moodku sedang benar-benar anjlok malam ini.



30 minutes later………….
                                                                                           


Setelah puas berbincang dengan nenek, memasak mie instan dan menonton acara membosankan entah apa di tv, aku kembali ke kamar. “sudah?” tanyaku sambil menutup pintu, lalu mendekat ke kasur.


“apanya?”
“Suzy”
“oh.. sudah”  jawab Joon Myeon singkat.
“bicara apa saja?” tanyaku, jelas penasaran. Kira-kira perbincangan macam apa yang mungkin dibicarakan oleh dua orang yang tak pernah bertatapan langsung?


“tidak ada yang benar-benar penting. Biasalah…… pujian-pujian ringan seorang fans kepada idolanya” ujarnya sok. Cih….. dasar.


“dia tak bertanya soal ibu lagi?”
“ibu?” ulang Joon Myeon. Segera menutup komiknya dan menoleh padaku.  
“tadi dia menanyakan bagaimana caranya memikat hati seorang calon mertua padaku. Mana aku tahu coba? Punya mertua saja tidak.”


“oh….. tidak. Dia tidak menanyakan hal itu sama sekali. Eh ia.. besok, kau tidak ada acara kan? o… ia… pertanyaan bodoh. Sejak kapan Chanyeol punya acara?”


“ada apa?” tanyaku malas. Dasar menyebalkan, bicara seolah aku benar-benar tidak ada kerjaan. Apa dia tak tahu menulis adalah pekerjaan yang sangat menyibukkan? Kau harus duduk berjam-jam di depan komputer, jari yang bergerak kesana-kemari dan otak yang terus menerus memeras inspirasi. Berpikir keras, memutar balik otak sampai pusing. Itu sulit.


“dia mengajakmu makan siang. Dikafe katanya. Nanti lengkapnya dia sms”
“kau diajak?”
“tentu saja. Malah mungkin sebenarnya ia hanya ingin mengajakku”
“aish….. tidak usah melebih-lebihkan. Intinya kau ikut tidak?”
“ah… kau lupa? Besok kan hari kerja. Sebagai karyawan sebuah perusahaan besar, aku tidak boleh tidak hadir” dengan bangganya pria itu tersenyum.


“cih…. Baru jadi karyawan saja…… “
“itu lebih baik daripada seharian dikamar”
“hei….. lihat ya… dalam beberapa tahun lagi, aku akan menjadi seorang penulis naskah terkenal. Akan banyak sutradara yang melirikku dan berlomba-lomba mendapatkan naskahku. Aku akan menjadi sangat terkenal, Joon Myeon~a….. lebih baik kau minta tanda tanganku sekarang. Jangan sampai terlambat” ujarku memperingatkan. Ya.. jika sudah waktunya, aku akan mengirimkan naskah-naskahku pada banyak sutradara. Setidaknya pasti akan ada beberapa yang diterima. Yah…. Maksudku semoga.


“Bermimpilah yang indah Park Chanyeol. Satu film saja belum. Sadarlah! Kemampuanmu cuma sebatas teater sekolah”


“kalau naskahku ada yang difilmkan, aku tak akan ada disini”
“maksudmu?”
“aku akan kembali ke Daejeon. Kasihan nenek! Merawat wanita itu sendiri”
“ibumu”
“dia bukan ibuku” ujarku langsung. Sukses membuat Joon Myeon mendecak tak suka. “bagaimanapun dia ibumu. Wanita yang melahirkanmu. Setidaknya hargailah dia untuk itu” aku segera memiringkan tubuhku. Membelakanginya. Entah cukup setuju atau sama sekali tidak. Jika bisa memilih, aku lebih memilih tidak usah dilahirkan.


“sejak kecil ia tak pernah merawatku. Begitu aku besar dia tak memperdulikanku. Belasan tahun aku tak pernah mendengarnya memanggilku. Menurutmu, apa wanita itu bisa disebut ibu?”


“bisa. Sangat bisa. Kau tak tau apa yang terjadi hingga membuatnya berubah kan? pasti ada sesuatu yang membuat ibumu trauma parah. Dan aku yakin ada hubungannya dengan appamu. Maksudku…… apa yang membuat appamu tak pulang? Pasti sesuatu yang besar sudah terjadi. Seharusnya kau menghibur ibumu, merawatnya dengan tulus, bukannya malah membencinya” Joon Myeon menasehati.


“dia tak mau bicara dengan siapapun. Bagaimana aku merawatnya?”
“kau anaknya. Kau pasti tau apa yang harus dilakukan” sejenak kami berdua sama-sama terdiam. Bergeming. Sama-sama berpikir. Hingga….. “kenapa kau bicara seperti tadi didepan nenekmu?”


“bicara apa?”
“berharap ibumu memanggilmu. Kenapa malah mengatakan harapan seperti itu?”
“aku tak tahu harus bicara seperti apa lagi”
“nenekmu jauh-jauh kesini bukan untuk semakin terluka, Yeol~a….. kalau aku jadi kau, aku akan membuat harapan yang normal saja, seperti ‘semoga diberi kesehatan’ atau apalah…. Bukan harapan seperti tadi. Kau lihat nenekmu langsung membatu saat kau bicara begitu? ah…. Jarangkan nenekmu, aku saja syok”


“aku lelah..….. kau tak akan pernah mengerti. Aku mau tahu rasanya punya orang tua. Aku merindukan orang tuaku”


“aku juga jauh dari orang tua. Aku juga mengerti apa yang kau rasakan”
“aniya…… setidaknya saat kau pulang ke Mokpo, kau bisa bertemu mereka. Sedangkan aku……? mau aku pulang ke Daejeon-pun ibuku tak akan perduli. Dan ayahku?........................... entah dimana. Entah masih hidup atau tidak”


“tck…. sudahlah. Pembicaraan malam ini terlalu berat sepertinya, hei…. bagaimana dengan Suzy?”
“apa?”
“kau menyukainya?” tanya Joon myeon, dengan nada setengah menggoda.
“dia akan menikah bulan depan. Kau gila?”
“ei….. aku bertanya kau menyukainya atau tidak. Bukan kapan ia akan menikah. Lagipula jika kau sudah tau bulan depan ia akan menikah, apa itu artinya kau bisa mengendalikan perasaanmu untuk tidak menyukainya?”


“aku tidak menyukainya” tegasku sambil bangkit dari posisi tidur dan menatapnya geram.
“baik. Mungkin sekarang memang belum. Cinta itu diluar kontrol,…… kalau kau tak mau benar-benar jatuh cinta padanya. Lebih baik jangan terlalu dekat. Cinta itu kebiasaan. Jika kau terbiasa bersamanya, bukan sesuatu yang mustahil jika cinta itu benar-benar datang”


“kau kenapa sih? Malam ini ucapanmu itu…… aigoo…… darimana kau mendapatkan kata-kata itu? apa didalam komik ada kata-kata semacam itu?”


“aku juga tidak tahu. Sudahlah, besok aku harus bekerja, jadi harus cepat tidur. Dan kau……. Besok juga kau ada kencan. Cepatlah tidur”


“YAAAAKKKKKK!!!!! KIMM JOON MYEEEOOONNNNN”



TBC




Comments

Popular Posts