[Two-Shoot] Second Marriage






cast :
  • Han Hyo Joo
  • Park Yoochun
  • Park Gyuri
  • Kim Hyun Joong
 and other cast, you can find when you read this fanfic :)







“chukhae Yoochun-ah....” ucap ku memberikan selamat pada sosok namja yang tengah berdiri membelakangi ku.


“nde?”
“Hyojoo-ah....” sergahnya saat ia melihat ku.

“chukhae atas pernikahan mu..”

“gomawoyo....” Balasnya sembari memeluk ku. Tak lama, ia melepaskan pelukannya dari ku.
“oh iya, kenapa kau bisa ada disini? bukankah kau akan pergi ke Amsterdam?”

“em....”

“apakah kau tidak jadi kesana? wah.... ini adalah kabar baik.” Potongnya begitu terlihat senang.

“annio. aku akan tetap menyusul appa dan eomma kesana. hanya saja, aku mengundurkan jam keberangkatan ku.”

“mwo? jadi kau akan tetap pergi? ya! Hyojoo-ah. bagaimana bisa? kau satu-satunya sahabat ku. kalau kau pergi, aku tinggal sendiri disini.” Rajuknya membuat ku terkekeh pelan.

“mwoya? kau sudah menikah Yoochun-ah. kau telah memiliki Park Gyuri sebagai istri mu. dan dia yang akan selalu menemani mu.”

“annio... arraseo. tapi kalau kau pergi aku tak memiliki sahabat lagi.” rengeknya lagi yang membuat ku mendaratkan sebuah pukulan keras keatas kepalanya.

“aaa..... sakit!!!” rintihnya yang membuat ku kembali terkekeh geli.

“aku harus pergi sekarang. satu jam lagi pesawat ku akan lepas landas. jaga diri mu baik-baik. Dan......... semoga kau bahagia denagnnya.” Ucap ku sembari memeluknya untuk yang terakhir kali. Segera ku lepaskan pelukan ku dan berjalan meninggalkannya.
“sampai jumpa.....” Ujar ku tanpa menghentikan langkah ku.


------- ^,^ -------


Pesawat yang ku tumpangi baru saja lepas landas dari Incheon airport. Berat rasanya untuk meninggalkan negara ini. Negara dimana aku dilahirkan dan tumbuh besar. Tetapi..... ini merupakan jalan yang paling baik. Dia kini telah menjadi milik orang lain. Dan aku tak mungkin memilikinya. Dan lagi pula, dia adalah sahabat ku. Sahabat yang tak akan pernah berubah statusnya menjadi apa pun. Mungkin aku  sudah gila, menyukainya yang jelas-jelas hanya menganggap ku sebagai sahabatnya. Tetapi apa daya... rasa ini tumbuh begitu saja, seiring dengan kebersamaan yang kami jalani.

Ku helakan nafas ku, mencoba untuk menenangkan diri. Tetapi, semakin aku melakukannya semakin aku merasakan rasa sakit yang amat dalam. Rasa sakit yang timbul karena perasaan ku ini. Sebuah perasaan yang tak pernah atau bahkan tidak akan pernah aku beritahukan kepadanya. Rasa sakit yang berhasil membuat ku selalu menitihkan air mata, ketika rasa itu menyergap ku. Rasa sakit yang selalu harus aku tutupi ketika kami bertemu.

Ku rasakan air bening itu kembali mengalir. Aku pun kembali menyekahnya dengan punggung tangan ku. Aku mulai merasakan darah ku yang mengalir dengan derasnya saat melihat layar ponsel ku sendiri. Sebuah foto yang menggambarkan kedekatan diantara kami yang ku jadikan sebagai wallpaper ku.

“joahae Yoochun-ah....”

Segera ku tekan option delete yang tertera disana. Dan dalam sekejap, tak ada lagi foto-foto ku dengannya, dengan Yoochun. Park Yoochun.



Author POV


   >>>>>>>>>>  five years later


Seorang namja baru saja berjalan keluar pengadilan dengan seorang yeoja yang sudah tak menjadi ane nya lagi. Mereka berjalan dengan jarak yang tak terlalu dekat antara satu dengan yang lainnya, seperti telah dibangun sebuah tembok penghalang diantara mereka. Mereka sama sekali tak melakukan komunikasi selama menuruni anak tangga. Hanya kebisuan yang ada diantara mereka. Disaat itu juga, sang yeoja lebih memilih berlalu menaiki taxi yang sepertinya telah ia pesan. Sepeninggal sang yeoja yang hilang bersamaan dengan taxi yang ia tumpangi, sang namja pun juga berlalu pergi dengan mengendarai kendaraannya.



Hari terus berlalu. Sudah tiga hari pasca percerainnya, tetapi tak ada yang berubah dari kehidupanya. Hanya saja ia terlihat lebih nyaman denagn kehidupannya sekarang.


Senin pagi. Seperti hal nya namja-namja lain seumurannya, ia telah bersiap untuk pergi bekerja. Dengan mengenakan kemeja biru dan setelan jas berwarna putih, namja itu berjalan menuju mobilnya, dan mulai mengendarai mobil tersebut meninggalkan sebuah rumah nan simple tetapi tetap terlihat elegance yang menjadi tempat tinggalnya.



-o-  Office  -o-


Ia berjalan dengan santainya menuju sebuah ruangan yang hanya ia sendiri pemiliknya. Setiap karyawan yang berpapasan dengannya, selalu merunduk memberikan salam. Parasnya mampu membuat karyawan-karyawan wanita nya takjub, bahkan hingga membuat mereka tak mampu melepaskan pandangannya dari sosok namja yang merupakan pemimpin mereka itu. Seorang direktur muda pemilik perusahaan tempat mereka bekerja. Dan lagi, ia merupakan seorang namja tampan yang sukses saat usianya yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun, dan lagi pula ia juga baru bercerai. Dan itu membuat mereka berharap bahwa suatu saat nanti mereka dapat menjadi pendamping namja itu, walau mereka tahu bahwa hal itu sulit untuk terjadi.


   tok… tok… tok…


Terdengar suara ketukan disela-sela pekerjaanya. Namun suara ketukan itu tak langsung membuatnya berpaling dari tumpukan map serta kertas dihadapannya.


   tok… tok… tok…


Suara ketukan pun kembali ia dengar. Dan kali ini sepertinya ketukan itu berhasil membuyarkan konsentrasinya terhadap berkas-berkas dihadapannya. Ia pun langsung menutup berkas itu, sebuah berkas yang ia sedang pelajari demi memajukan perusahaanya.

“masuk…” Balasnya atas ketukan yang ia dengar.

“apa sajangnim sedang sibuk?”

“nde?”

“hyung! kapan kau sampai?” Sambungnya histeris saat ia melihat sosok orang yang mengetuk pintu ruangannya.

“sejak tadi hyung.”

“mwo? kau juga datang?”

“ne. bukan hanya kami berdua saja, hyung. Junsu hyung dan Yunho hyung juga datang.”

“ne. annyeong uri sajangnim…” Ujar dua orang namja lain dari baik pintu.



-o-  Sea Resto  -o-


“hyung, bagaimana keadaan mu sekarang?”

“yah… seperti yang kalian lihat. aku lebih baik, bahkan sangat baik.”

“oh iya, mengenai perceraian mu. mianhae, kami tak bisa datang.”

“oh mengenai hal itu. tak apa Jaejoong hyung, lagi pula persidangan itu berjalan dengan sangat cepat.”

“jinjja?”

“ne. Gyuri tidak menuntut apa pun atas perceraian kami. dan mian…..”

“mian? untuk apa?” Tanya Junsu bingung.

“mianhae atas ketidak percayaan ku pada kalian.”

“ketidak percayaan mu?”

“ne, Yunho hyung. ketidak percayaan ku atas apa yang kalian ungkapkan mengenai Gyuri sehari sebelum hari pernikahan ku dengannya.”

“ehm.. mengenai itu. sebenarnya hyung, kami mengetahui itu semua… dari… ehm.. dari….”

“nde? maksud mu apa Changmin-ah?”

“ehm.. itu… sebenarnya, bukan kami yang pertama kali mengetahui hal itu. tetapi kami mengetahui hal itu dari… dari…..”

“dari siapa Changmin-ah?

“ehm.. dari… dari Hyojoo noona.”

“bo? Hyojoo?” Ujar Yoochun terkejut. Ia tak mampu menangkap dengan baik apa yang baru saja diungkapkan Changmin.

“ne. Hyojoo yang mengatakannya kepada kami, hingga membuat kami memutuskan untuk mengikutinya. dan tepat, semua yang ia ucapkan benar adanya.” Tutur namja berkulit putih layaknya susu itu.

“ehm.. ngomong-ngomong mengenai Hyojoo, apakah kau sudah menemuinya?”

“mwo? menemuinya? kau gila Junsu-ah. Hyojoo kan sedang berada di Amsterdam.”

“nde? jadi… kau belum mengetahuinya. apakah ia tak member tahu mu?” Tanya namja berkulit putih itu yang diketahui bernama Jaejoong.

“annie.”

“ha? jadi kau sama sekali tak tahu kalau ia telah kembali?”

“bo? kembali kata mu hyung?”

“ne. kalau tak salah dua hari yang lalu. em.... ya, dua hari yang lalu kepulangannya.” Ujar namja lain yang dipanggil Yunho hyung oleh Yoochun itu.

“apakah kau benar-benar tidak tah hyung?” tanya Changmin dengan nada suara yang tak percaya.

“annie.”



Yoochun POV

Memang, sekarang belum waktunya mengakhiri kegiatan ku di kantor. Tetapi aku harus mengakhirinya sendiri. Fikiran ku kacau. Aku tak bisa memfokuskan fikiran ku pada tumpukan berkas-berkas yang tengah tergeletak dengan sangat manisnya disini. Dan karena deadline yang semakin dekat, aku pun harus membawa tumpukan ini ke rumah. Yah.. setidaknya aku dapat kembali mempelajarinya ketika aku berada di rumah. Walaupun aku tak dapat memastikan apakah aku bisa melakukannya.

Huh… aku masih bingung. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Hyojoo. Kenapa ia tak member tahu ku mengenai kepulangannya. Ia malah lebih memilih memberi tahu keempat teman ku dibandingkan aku yang jelas-jelas merupakan sahabatnya sejak dulu.

Apakah aku harus menemuinya? Tetapi.. apa yang akan aku katakan padanya? Dan, dimana aku bisa bertemu dengannya? Huh… sungguh. Hal ini membuat kepala ku ingin pecah. Aku tak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Tetapi kenapa sekarang aku merasakannya? Sungguh aku bingung. Sangat bingung. Aku tak dapat mengungkapkan seberapa kecewanya aku pada nya.

Ku hentikan mobil ku sebelum aku menghilangkan nyawa ku sendiri. Aku mulai tertimpa rasa gundah. Bagaimana bisa? Aku ingin sekali bertemu dengannya, tetapi aku bingung harus menemuinya dimana. Dan aku masih mearsa kecewa atas tindakannya yang tak memberi tahu ku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku harus berdiam diri sampai ia member tahu ku? Atau aku yang bergerak terlebih dahulu? Argghhh…. rasanya aku ingin melepaskan kepala ku ntuk beebrapa saat.

Ku senderkan tubuh serta kepala ku. Berharap ada sebuah jalan keluar yang d apat membantu ku. Lima menit… sepuluh menit… lima beas menit… aku masih dalam posisi ku, memejamkan kedua mata serta mendinginkan saraf-saraf otak yang telah bekerja denagn sangat kerasnya. Namun usaha ku sia-sia. Sudah nyaris tiga puluh menit aku seperti ini, tetapi aku belum juga menemukan jalan keluar yang akan membantu ku, otak ku saja belum dapat bekerja dengan baik sperti apa yang aku harapkan. Bahkan sekarang datak jantung ku berdetak dengan sangat cepatnya, serta aku dapat merasakan aliran darah ku megalir begitu cepatnya. Sungguh.. perasaan apa ini? Kenapa aku bisa merasakannya.


    Nareul dalma gaseumane gadeugcha kojyoganeun INNOCENCE
    Bulkochun balge taoreuge majimagi chanlanhan noulcheoreom
    Waiting for Rising Sun


“yeoboseo…”
“……….”
“ne hyung, aku pulang lebih dulu. oh iya, ada apa hyung?”
“……….”
“gwaencana.”
“……….”
“ehm… hyung,”
“……….”
“aku ingin menanyakan…”
“……….”
“mwo? bagaimana hyung bisa tau?”
“……….”
“oh.. begitu, hyung.. menurut mu, haruskah aku menemuinya?”
“……….”
“lalu… menurut mu dimana aku bisa ememuinya?”
“……….”
“ya. hyung. tak usah berteriak kepada ku.”
“……….”
“arraseo.. arraseo… baiklah aku akan mengakhirinya.” Jawab ku cepat secepat aku mengakhir sambungan telephone nya.


Huh.. apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar bingung. Haruskah aku bertemu dengannya? Atau biarkan saja hingga ia yang meminta ku untuk bertemu. Tetapi aku benar-benar ingin bertemu. Banyak yang ingin aku tanyakan kepadanya, terlebih mengenai perihal kepulangannya. Tetapi, rasa kecewa ku masih dapat aku rasakan. Dan Jaejoong hyung. Namja yang baru saja menghubungi ku tadi. Ia juga menyarankan ku untuk menemuinya. Tetapi  jika aku bertemu dengannya, apa yang akan aku katakan? Dan ketika aku bertanya padanya mengenai tempat yang memungkinkan untuk aku bertemu dengan Hyojoo, ia malah membentak ku dan mengatakan bahwa pertanyaan ku merupakan pertanyaan terbodoh yang pernah ia dengar. Huh.. sungguh, Jaejoong hyung tak memberikan bantuan apa pun pada ku. Ia malah semakin membuat kegundahan dibenak ku.

Aku kembali mengendarai mobil sport ku. Entah kemana aku akan membawa diri ku serta mobil ku. Yang terpenting sekarang, aku harus mengendarai mobi ku sebelum aku mendapatkan surat tilang dari polisi akibat terlalu lama menghentikan mobil.

Setelah berkutat dengan padatnya jalanan Seoul, aku pun mulai mengendarai mobil ku memasuki sebuah tempat pemarkiran yang entah aku sendiri bingung. Bagaimana bisa aku mengendarai mobil ku menuju tempat ini. Tempat yang menyimpan banyak kenangan antara aku dengannya, yah.. sahabat ku. Aku menuruni mobil ku, dan mulai menyusuri sebuah jalan kecil yang akan membawa ku menuju sebuah tempat yang sangat indah. Sebuah tempat diaman aku dan ia pertama kali mengatakan bahwa kami akan selalu bersama disaat apa pun. Huh… sungguh, kenangan itu berhasil membuat sebuah lengkungan kecil dibibir muncul seketika.

Aku malai mengedarkan pandangan ku. Mencari sesuatu yang dulu aku dan ia gunakan sebagai tempat beristirahat setelah seharian bermain. Sungguh, tempat ini masih sama seperti saat terakhir aku dan ia mengunjungi tempat ini. Kalau tak salah, itu ketika kami lulus dari sekolah menengah akhir, dan itu merupakan saat terakhir kami bersama. Karena setelah itu, kami mulai disibukkan dengan tugas-tugas kami sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi baru.

Aku kembali melangkahkan kaki ku dengan pandangan yang masih ku edarkan. Hingga aku menghentikan langkah ku saat mataku mendapati sosoknya. Sosok yeoja yang berhasil membuat ku layaknya orang gila hari ini. Sosok yeoja yang memiliki kenangan indah yang sama dengan ku di tempat ini.

Aku masih mematung. Kaki ku tak dapat aku gerakan dengan leluasa. Rasanya seperti terikat oleh sebuah jangkar besar yang siap menarik ku kedalam laut yang amat dalam. Fikiran ku mulai kalut. Aku kembali merasakan kegundahan yang amat dalam. Haruskah aku menemuinya? Ataukah aku hanya berdiam ditempat ini memperhatikannya dari jarak yang bisa dikatakan tidak terlalu jauh ini? Tetapi, ini merupakan kesempatan ku. Kapan kesempatan seperti ini datang dua kali. Aku tak usah lagi pusing-pusing memikirkan tempat yang memungkinkan untuk kami bertemu.

“Argghhhh….” rutuk ku kesal.
Tanpa ku sadari, rutukan ku berhasil membuat beberapa orang yang berada tak jauh dari ku menatap ku dengan tatapan aneh mereka. Dapat diartikan bahwa tatapan mereka seperti mengatakan ‘orang gila, bagaimana bisa ia berteriak di tempat umum seperti ini’. Karena merasa tak enak atas perbuatan ku, segera aku merundukkan badan meminta maaf. Setelah ku rasa cukup, aku mulai melangkahkan kaki ku menghampri yeoja yang tadi sempat menjadi objek penglihatan ku untuk beberapa saat. Baru saja aku akan melangkah maju, ku dapati yeoja itu tengah menatap kearah ku. Tetapi, tatapannya tak dapat ku artikan. Beberapa saat kami bagaikan patung satu sama lain. Aku hanya bisa terdiam menatapnya, begitu juga dengannya. Hingga aku kembali terfokuskan dan akan melangkah menghampirinya. Baru satu langkah kaki ku melangkah, ia telah pergi meninggalkan tempat ini. Aku merasakan kebingungan yang teramat. Hingga aku tak dapat mengontrol diri ku, dan mulai mengejarnya.



Author POV

Yoochun mulai mempercepat langkah kakinya mengimbangi Hyojoo. Terbesit difikirannya bahwa ia tak mungkin membiarkan Hyojoo lari begitu saja. Banyak hal yang harus ia dengar langsung dari mulut yeoja itu.

“Hyojoo-ah…” Teriak Yoochun saat langkahnya nyaris mengimbangi jarak antara ia dan Hyojoo.
Sayang, teriakannya tak mendapatkan respon dari sang pemilik nama. Malah hal itu membuat Hyojoo semakin mempercepat larinya, dan membuat Yoochun harus kembali menambah kecepatannya hingga nyaris membuat Yoochun kehilangan nafas.

Tak terlalu lama bagi Yoochun untuk dapat menyeimbangkan jarak diantara dirinya dengan sahabatnya itu. Hingga ketika tangannya dapat meraih lengan Hyojoo dan membuat langkah mereka terhenti, dan tentunya dengan nafas yang tak beraturan.

“changkkaman.” Ucapnya dengan nafas yang tersenggal.



-o- Park -o-


“bagaimana kabar mu?” Tanya Yoochun mengawali pembicaraan diantara mereka.

“em… baik. bagaimana dengan mu? oh iya, Gyuri? bagaimana keadaannya?”

“keadaan ku baik. dan mengenai Gyuri…., kami telah berpisah.” Jawabnya singkat tanpa menatap lawan bicaranya. Kini Yoochun lebih memilih menatap lurus kedepan tanpa menghiraukan sosok Hyojoo yang terlihat sangat terkejut setelah mendengar jawaban yang terlontar dari mulutnya.

“berpisah? maksud mu…..”

“ne, kami telah bercerai. tepatnya seminggu yang lalu.” Ucap Yochun tanpa membiarkan Hyojoo menyelesaikan kalimatnya.

Mereka kembali terdiam. Tak ada satu pun dari mereka yang membuka mulutnya. Hanya ada kesunyian yang menyertai keberadaan mereka. Dan sesekali, suara hembusan angin yang meramaikan keberadaan mereka.

“ehm…. Hyojoo-ah..” Ucap Yoochun lagi untuk kesekian kalinya mengawali pembicaraan.

“nde?”

“ehm… mengenai… kepulangan mu.eemmm.... kenapa kau tak memberitahu ku? kau malah memberitahu Jaejoong hyung.”

“oh itu. eemm..… sebenarnya, aku tak memberitahu mu… karena…….. karena….. aku… tak mau.. merepotkan mu. terlebih kau sudah bersama dengan Gyuri.” Tutur Hyojoo dengan agak terbata-bata.

Suasana kembali menjadi hening. Entah sudah berapa kali suasana hening menyergapi dua anak manusia itu. Namun nampaknya, mereka lebih menyukai suasana seperti itu dibandingkan melakukan kontak antara satu dengan yang lainnya. Terbukti dengan raut wajah mereka yang nampak terlihat lebih releks dibandingkan saat mereka tengah berbincang.



Yoochun POV

Apa yang harus aku katakan padanya? Sejak tadi kami hanya terdiam satu sama lain. Aish.. sungguh, ini sangat menyusahkan. Tak bisakah aku kembali seperti dulu. Kembali menjadi Park Yoochun yang mudah bergaul dan tak kehabisan kata-kata seperti ini. Huh….. otak ku rasanya sudah ingin pecah. Otak ku sudah tak sanggup lagi untuk merangkai kata-kata.


“Hyojoo-ah…”


Nde? Suara siapa itu? Kenapa disaat seperti ini ada saja yang mengganggu. Tetapi tunggu, sepertinya aku pernah mendengar suara itu. Tetapi dimana? Dan siapa peilik suara itu?


“Hyojoo-ah…”


“oh.. Hyunjoong-ah…”

BUYA? Hyunjoong? Hyunjoong, teman satu jurusannya?

“kau sudah sampai. oh iya, kau masih ingatkan. ini Yoochun sahabat ku. dan Yoochun, ini Hyunjoong, kau juga masih mengingatnya kan?” Ucap Hyojoo sembari memukul pelan pundak u.

“nde? ah ne, aku ingat. annyeong…”

“ne. annyeong Yoochun-ssi. sudah lama ya kita tak berjumpa.”

“ne..” Ucap ku singkat. Entah kalimat apa lagi yang harus aku ucapkan kepadanya. Aku sudah sangat bingung. Bagaimana bisa ia berada di tempat ini. Setau ku, yang mengetahui tempat ini hanya aku dan Hyojoo. Ya… walau aku tahu tempat ini merupakan tempat umum. Tetapi maksud ku, bagaimana ia bisa tahu tempat ini. Tempat yang menjadi tempat favourite ku dan Hyojoo.

“Yoochun-ah.. mianhae. kita lanjutkan perbincangan kita lain kali ya, ehm.. ada hal yang harus aku dan Hyunjoong  kerjakan. annyeong…”

“annyeong Yoochun-ssi…”

“ne, annyeong..”



Hyojoo POV


“huh… sungguh melelahkan.”

Ku hempaskan tubuh letih ku keatas sofa. Rasanya aku ingin melepaskan tulang ku untuk beberapa saat. Hari ini benar-benar menghabiskan seluruh tenaga ku. Mulai dari berkutat dengan computer, menemui beberapa client, dan bertemu dengan……

“namja itu.. tak ada yang berubah darinya.” Gumam ku dengan sebuah lengkungan kecil di bibir. Sungguh, aku sendiri tak menyangka bahwa lengkungan ini akan menghiasi bibir ku.

Tunggu.. tunggu… kalau tak salah, tadi ia mengatakan kalau ia telah berpisah dengan Gyuri. Apa maksudnya kalau ia telah bercerai dengan Gyuri. Bagaimana bisa? Setahu ku ia sangat mencintai Gyuri, dan sosok Gyuri adalah sosok yeoja idamannya.

“aish… Hyojoo-ah. kau memang pabo. kenapa kau tadi langsung pergi tanpa meminta penjelasan darinya. arghh.. pabo.. pabo….”



Author POV

Hari terus berganti. Waktu terus berputar. Mentari dan sang rembulan pun terus bergantian menerangi bumi dengan sinarnya. Seorang namja yang tengah disibukkan dengan berbagai macam berkas pun, tak bosan-bosannya menghabiskan waktunya hanya unuk berada di sebuah ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam map yang memang di peruntukkan untuknya. Namun fikirannya tak pernah ikut serta dengan fisiknya yang tiada hentinya membuka lembaran berkas itu satu per satu. Fikirannya terus terbang melayang tiada henti menjauh dari semua berkas yang seharusnya ia pelajari untuk meeting hari itu. Namun nihil, tak ada satu pun berkas yang ia pahami. Ia hanya terus memikirkan sosok yeoja yang hingga kini belum bertemu dengannya sejak pertemuan pertama mereka di taman.


   tok… tok… tok…


“masuk.” Ucap namja itu saat sebuah ketukan terdengar olehnya.

“mian sajangnim, sekarang waktunya anda rapat.” Ucap lembut seorang yeoja yeppeo yang tak lain adalah sekertarisnya.

“ne. aku akan segera keluar.”


------- ^,^ -------


Waktu terus berputar, tak terasa kini rapat hampir berakhir. Tetapi tak ada satu pun dari hasil rapat yang mampu diolah oleh otak sang namja. Walau ia terus memperhatikan beberapa bawahannya maju untuk mempresentasikan beberapa rencana mereka, namun tatapan yang ia tunjukkan merupakan tatapan kosong.


“sajangnim…” Panggil seseorang saat namja itu akan melangkah masuk kedalam ruagannya.
Mendengar bahwa ada seseorang yang memanggilnya, ia pun langsung membalikkan tubuhnya menghadap kearah suara itu berasal.

“nde?”

“sajangnim, bisakah kita bicara?”

“ne.”



-o- Directore’s Room -o-


“waeyo?”

“nde?”

“sudahlah, kau tak usah menutupinya lagi. disini sudah tak ada orang. cepat kau katakan.”

“aku tak mengerti maksud kalian.”

“apa perlu kami perjelas ha? baiklah kalau itu mau mu. Yoochun-ah, ada apa dengan mu? kenapa kau tak berkonsentrasi dengan rapat kali ini? padahal kau tahu kalau rapat kali ini merupakan rapat puncak untuk mencapai impian mu terhadap perusahaan mu sendiri. tapi lihat, kau sama sekali tak terlihat seperti seorang Park Yoochun yang biasanya.” Tutur seorang namja berkulit putih susu dengan sangat jelasnya.

“itu…….”

“apa karena Hyojoo noona.” Celetuk namja lain yang tak lain adalah Changmin.

“ehm….. itu……..”

“kau diam, berarti itu benar. wae? malhaebwa.”

“ehm… itu…….”
Yoochun kembali terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya ia kembali membuka mulut nya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya tengah melanda fikiran nya.

“begini sebenarnya………….”

Yoochun mulai menceritakan semuanya. Semua yang ia rasakan, dan semua yang ia alami. Entah dari cara ia menuturkannya, ia seperti merasakan ketakutan akan kehilangan sosok Hyojoo yang notabane nya merupakan sahabatnya.

Keheningan pun pecah karena sosok namja yang tiba-tiba saja mengeluarkan suara kegeliannya akan cerita yang baru saja ia dengar. Dan tak hanya ia saja yang mengeluarkan suara seperti itu, seluruh orang yang berada di ruangan itu pun ikut menyumbangkan suara mereka menertawai tersangka utama yang membuat mereka tertawa dengan gelinya.

“YA! kenapa kalian tertawa?! apakah ini lucu, ha?” Ketus sosok namja yang menjadi penyebab mengapa empat orang namja lain yang berada di ruangannya mengeluarkan suara-suara kegelian mereka.

하하... habis kau lucu hyung. kau ini seorang direktur perusahaan besar, tetapi kau tak mengetahui hal sekecil ini? ckckck....”

“Changmin-ah! bisakah kau diam! aku tak butuh ocehan mu.”

“ya Yoochun-ah... kenapa kau malah membentaknya. apa yang Changmin ucapkan benar...” bela sosok namja yang tengah mengenakan kacamata itu.

“bo?”

“aish... anak ini. kau memang seorang direktur perusahaan besar, tapi kau juga seorang direktur yang buta akan sesuatu yang berhubungan dengan perasaan. apalagi jika perasaan itu masuk kedalam kategori tersirat. kau bagaikan anak kecil yang tersesat diantara kerumunan orang banyak.”



Yoochun POV


“ kau tak rela ia bersama denagn namja lain, berarti kau menyukainya!”

“ingat! hati tak akan pernah salah dan tak akan pernah menjerumuskan mu ke dalam sesuatu hal yang tak baik!”

“hyung, kalau kau tak menyadarinya sekarang kau akan terlambat. dan semua akan menjadi sia-sia.itu kan yang hyung ajarkan pada ku”


Argghhhh.... kenapa aku terus memikirkannya? Kenapa ucapan mereka terus saja terngiang-ngiang? Aku ingin terbebas dari semua ini!!

“ARRGGGHHHHHHH.....................”




To Be Continued ^^,





hi.... this is my first fanfiction with the main cast from member of TVXQ! so i hope readers like with this story.


by the way, today is Chanyeol oppa's birthday, let's we sing 'happy birthday' song for him *preparing myself and standing in front of readers*

saengil chukha hamnida saengil chukha hamnida saranghaneun Chanyeol oppa.... saengil chukhae hamnida........ *comeback to my position*


happy birthday Chanyeol oppa, we hope oppa still to be happy virus for us and always make us proud of you :)


em.. i don't think i can talk many in here, so before this is change to be crazy, i think i must go. but i still hope readers didn't feel dissapointed after read this story.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts