Before Marriage part 5 (another truth)





HAPPY NEW YEAR ALL and Saengil Chukae Sungmin Oppa ^_^


Happy reading



Suzy POV



Sepanjang perjalanan, aku tak henti-hentinya meremas tanganku sendiri dengan cemas. Padahal  cuma karena alasan sederhana. Aku terlambat. Tck,…. Sebenarnya aku bisa saja datang sejak 30 menit yang lalu. Tapi..... kedatangan tiba-tiba Seung Ho tadi cukup banyak mengambil waktuku, bahkan nyaris membuatku benar-benar harus membatalkan acara malam ini. Acara tidak jelas yang gilanya kuikuti. Ayolah….. hanya seorang Park Chanyeol yang berhasil membuatku bersedia mendatangi sebuah acara yang sebenarnya tidak mengundangku. Bahkan lebih dari itu, aku sama sekali tak mengetahui acara apa ini. Chanyeol cuma bilang mau makan enak. Tapi….. kenapa harus menggunakan gaun malam yang formal? Dan kenapa harus di kantor Joon Myeon? Jadi kemungkinan besar, ia mengajakku ke acara kantornya Joon Myeon. Hmmm…… aku sudah punya pemikiran seperti itu tapi tetap bersedia mengikutinya. Gila. PARK CHANYEOL. TANGGUNG JAWAB.



Tak lama, taksi yang kutumpangi berhenti. Tepat disebuah gedung yang baru beberapa hari lalu kudatangi. Setelah membayar dan memastikan semua barang-barangku tak ada yang tertinggal, aku membuka pintu taksi. Saat itu juga, saat aku memijakkan kakiku di jalan, seseorang yang menjadi alasanku berada ditempat ini menyambutku. Entah menyambut atau memang dia sudah berdiri disitu sebelumnya.


Ia menatapku, terus menatapku bahkan saat aku menutup pintu dan membiarkan taksi yang mengantarku tadi menghilang. Aku tersenyum, merasa tersanjung dengan caranya menatapku. “maaf” ujarku pelan. Kurasa meminta maaf disaat seperti ini akan menguntungkanku. Pasti ia akan memaafkanku tanpa berpikir.


Namun ternyata, apa yang terjadi malah bertolak belakang dengan apa yang kupikirkan, kini ekspresi Chanyeol langsung berubah. Menjadi benar-benar sinis. “waktu itu uang. Hargailah. Kurasa jalanan malam ini lancar-lancar saja. Jadi apa alasanmu untuk terlambat?” ucapnya ketus, dengan raut serius yang sama sekali tak kukenal. Aku terdiam, menatapnya tak percaya. Jadi yang barusan apa? Barusan ia terpesona denganku kan? jadi terpesonanya begitu saja?


“a..ak..aku…. sebenarnya tadi…………..”
“palli! Aku lapar” selak Chanyeol sambil menarik lenganku. “YAYAYA……….. ini acara formal” tahanku. Ia berbalik, menatapku dengan sebelah alis yang terangkat. Tanpa bicara, aku maju satu langkah, menyamakan pijakan kami. Ia menoleh padaku, masih terlihat tak mengerti. Aku tersenyum sambil balik menatapnya, kemudian menyelipkan tangan kananku disela lengan kirinya. Pria itu mengernyit, kemudian melebarkan mulutnya membentuk huruf ‘A’ yang panjang, tanda mengerti. “jangan kacaukan acara malam ini. Apa gunanya memakai jas?” seruku, setengah berbisik. “arasseo” tegas Chanyeol sambil mengangguk mantap.


Kemudian mulai melangkah memasuki gedung, setelah sebelumnya membenarkan jasnya ke atas. Persis seperti orang norak yang baru pertama kali memakai jas. Aigoo……. apa ia benar-benar merasa sebangga itu dengan jasnya?


Kini aku dan Chanyeol sudah berada didalam ruangan, persis didepan pintu masuk “dan……. sekarang apa?” tanyaku. Mulai pusing begitu melihat banyak orang asing. Eh.. tunggu! Ini kan acara mereka. Jadi sebenarnya yang orang asing itu aku. Dengan bodohnya ikut orang idiot ke acara kantor temannya. Bodoh. Bae Suji bodoh.


“tunggu apa lagi? Ayo ke counter makanan” seru namja aneh itu sambil menarik tanganku. Seolah lupa kalau orang yang ditariknya adalah seorang wanita. Terlebih memakai heels. Jinjja…!!



Author POV
20:10 KST



“iya… iya… aku tau kau penulis handal. Tapi….. bukankah akan lebih baik jika kau mempunyai pekerjaan lain juga? maksudku….. kau tetap menulis tapi bekerja juga”


“cih…. Menulis kan juga pekerjaan” seru Chanyeol sambil menyumpit udang dipiringnya.
“aigoo…… aku tau. Tapi menulis kan tidak semelelahkan itu! kau bisa bekerja di kantoran dan mendapat penghasilan lebih banyak. Maksudku……………”


“maksudmu penghasilanku tak mencukupi begitu?” sela Chanyeol sinis.
“bukan begitu. Bukan tidak mencukupi, hanya saja agak tidak menentu. Ia kan? sekarang coba kutanya, penghasilanmu sekarang hanya dari pementasan di Gwang-Mun kan?”


Pria itu terdiam sebentar, lalu beberapa saat setelahnya baru mengangguk mengiyakan “ne.. sekarang memang hanya dari situ. Tapi sebentar lagi aku akan dapat banyak uang. Tau tidak? kemarin aku menyerahkan naskah Blue Wedding Day untuk difilmkan kepada sunbae-ku….. dan dia……..” Chanyeol langsung menghentikan ucapannya. Menahan kata yang sudah menggantung di tenggorokan. Ia benar-benar ragu, tiba-tiba saja kehilangan keberanian untuk menyelesaikan kalimatnya “ah… sudahlah! Lagipula naskah-naskahku yang lain juga sudah cukup banyak yang dibeli penerbit. Hanya tinggal tunggu waktu dan aku akan benar-benar menjadi penulis terkenal. Aku akan menjadi kaya raya, tanpa harus bekerja di kantoran. Arasseo?” pria itu mengakhiri ucapannya dengan hembusan nafas kasar, kemudian kembali menghadap meja panjang berbalut kain putih yang sedari tadi tak pernah ia tinggal. Kali ini sambil mengambil satu piring makan lagi dan mulai mengisinya dengan kue-kue manis. Ia sudah mencicipi semua hidangan utamanya satu-satu dan sekarang giliran dessertnya.


Suzy menarik nafas pelan, sebenarnya ia bukan mau ikut mencampuri masalah keuangan pria itu. Ia hanya memberikan saran. Menurutnya, Chanyeol masih muda dan dengan keahliannya sekarang ia seharusnya bisa mendapat pemasukan yang lebih. Suzy menginginkan kehidupan pria itu lebih baik. Bukan berarti kehidupan pria itu sekarang tidak baik, tapi….. ia yakin Chanyeol bisa lebih sukses. Dan menurutnya sayang jika ia menyia-nyiakan begitu banyak kesempatan bekerja disekelilingnya. Lagipula….. apa yang menyebabkan pria itu tak mau bekerja ditempat lain? Malas? Anigoya. Lalu kenapa? Cih… namja keras kepala.


“tes…. Bisa minta perhatiannya sebentar?” secara bersamaan, Chanyeol, Suzy, dan nyaris seluruh orang yang tersebar di dalam ruangan besar itupun menoleh ke stage kecil tepat di sudut. Seorang namja berkacamata tengah mengetuk-ngetuk ujung mic yang ia pegang, memastikan kalau benda dalam genggamannya itu berfungsi dengan baik. “ada apa?” bisik Suzy kepada pria disebelahnya. “mana aku tau” Chanyeol mengangkat bahu, kemudian kembali mengarahkan fokusnya pada pria di-stage.


“Baiklah. Rekan-rekan sekalian, seperti yang kita ketahui bersama, tujuan diadakannya acara malam ini adalah untuk mempererat hubungan kita sesama karyawan dan karyawati Coxon Digital Company. Kita tentunya berharap, suasana kondusif bisa terjalin baik di perusahaan tercinta kita” Chanyeol menyeringai sinis, dalam hati menghina pembicara didepan yang sepertinya gemar berbasa-basi. Perusahaan tercinta? Tuluskah? “tidak penting, Suzy~a” Chanyeol menarik lengan Suzy yang masih menatap lurus ke stage. Kemudian membawa gadis itu tepat kesampingnya, berhadapan dengan meja panjang penuh makanan yang sudah tersisa sebagian. “kalau kita sudah puas makan, langsung pulang” ujar Chanyeol, sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil sendok dan piring kecil. Mulai tergiur dengan chocolate pudding yang sudah melambai-lambai minta dimakan. Suzy menarik nafas, lalu mendelik kearah Chanyeol. Tak mengerti kenapa kata ‘kenyang’ tak juga terucap dari mulutnya. Apa perutnya tak sakit? Dia sudah makan banyak sekali dari tadi.


“dan sekarang, dikesempatan kali ini, perusahaan akan mengumumkan partner kerjasama terbarunya dengan sebuah perusahaan telekomunikasi besar di pusat Seoul”


“berhenti makan. Demi Tuhan aku saja kenyang melihatmu mengunyah terus” Ujar Suzy, daritadi sibuk menceramahi Chanyeol untuk berhenti makan. Tak lagi menghiraukan pembicara didepan.


“kehormatan besar bagi perusahaan kami, karena malam ini CEO dari perusahaan kerjasama kita datang untuk perkenalan dan memberikan sambutannya. Baiklah semuanya, sebagai penghormatan, saya minta semuanya berdiri” suruh pria pemegang mic itu dengan sopan. Chanyeol dan Suzy kembali membalik tubuh mereka. Sebenarnya mereka tidak benar-benar mendengar ucapan dari pria itu, hanya saja melihat beberapa orang yang tadinya sedang duduk tiba-tiba berdiri, membuat kedua orang itu cukup penasaran dan akhirnya membelakangi meja makanan walau agak terpaksa.


“Yoo Seung Ho~ssi. Silahkan” mata Chanyeol dan Suzy langsung membelalak tak percaya. “kita pergi sekarang” ucap mereka berbarengan, dengan tangan yang secara bersamaan pula meraih lengan satu sama lain. Suzy segera menoleh, keningnya berkerut menatap Chanyeol. Apa dia sudah tau kalau pria di depan itu adalah calon suamiku? Benaknya. Mata mereka bertemu, untuk sesaat merasa apa yang ada dipikiran keduanya sama. “kau…..”


“bicaranya nanti saja” sela Chanyeol sambil meletakkan pudding-nya di meja terdekat.
Ia mengambil langkah lebih dulu, dan Suzy segera mengekor di belakang. Gadis itu harus segera pergi dari sini. Secepat mungkin. Jangan sampai Seung Ho melihatnya. Ayolah….. siapa yang tidak takut jika tertangkap basah begini? Malah pura-pura sakit segala. Tck…. Tamatlah riwayatnya.


“Sebelumnya, Bae Suji. Terima kasih sudah datang” suara itu menggema diruangan gedung yang hening, sukses membuat Chanyeol dan Suzy menghentikan langkahnya secara otomatis. Chanyeol menggelengkan kepalanya dengan gusar, tak percaya kalau pria yang sedang ia belakangi itu ternyata sudah melihat keberadaan gadis dalam genggamannya. Suzy menahan nafas, meringis dengan kepala yang perlahan-lahan tertunduk.



Suzy POV



“Sebelumnya, Bae Suji. Terima kasih sudah datang” Langkahku langsung terhenti. Mendadak lemas mendengar namaku sendiri. Aku langsung menahan nafas, meringis sambil menundukkan kepala menahan rasa takut. Tanganku masih terulur ke depan, masih digenggam erat oleh Chanyeol yang ikut bergeming. Demi Tuhan aku benar-benar ingin dilenyapkan dari muka bumi ini sekarang.


“Suzy~a…. kemarilah. Sambutanku akan kumulai jika kau berdiri disampingku” Ujar Seung Ho entah dengan ekspresi macam apa. Tapi yang jelas nada suaranya benar-benar menakjubkan, seolah-olah aku sama sekali tak bersalah. Tak ada penekanan di kata apapun. Tapi walaupun begitu, aku yakin dia merasa luar biasa kecewa dengan sikapku. Pura-pura sakit dan malah pergi bersama pria lain. Aish…. Siapa yang menyangka ternyata tempat tujuan kami sama? Aku malas bertanya akan kemana, dan Seung Ho juga sama sekali tak bilang akan kemana. Jadi mana aku tau kalau kita berdua sama-sama akan kesini? Ish… kebetulan macam apa ini?


Aku menoleh ke belakang, lebih tepatnya kearah Seung Ho. Ya… posisiku dan Chanyeol daritadi memang sedang membelakangi panggung, menghadap pintu keluar (bersiap-pergi-namun-sayangnya-percobaan-kabur-kami-gagal-total) saat aku menoleh, betapa terkejutnya aku begitu mendapati beberapa orang disekelilingku sudah minggir untuk memberi jalan. Mungkin tadi Seung Ho sempat menunjukku, jadinya para undangan disini dengan kompak menyingkir teratur memberiku jalan ke panggung.


Perlahan Chanyeol melepaskan tanganku, kemudian mengedikan kepalanya menyuruhku maju. Sial, aku tak tau harus bersikap bagaimana didepan. Dalam keadaan biasa saja aku canggung, apalagi di situasi seperti ini?


Akhirnya, dengan berat hati aku melangkahkan kakiku yang juga terasa berat menuju Seung Ho. Berjalan ke neraka dengan raut gugup yang memang tak pernah bisa kututupi. Meninggalkan Chanyeol yang entah sedang apa dibelakang, dekat pintu keluar. Tck….. Yoo Seung Ho, bagaimana bisa kau tau kalau aku ada disini sedangkan sejak tadi aku tak melihatmu sama sekali? ini tidak adil.



Chanyeol POV



Sambil menghela nafas pasrah, aku membalik tubuhku sepenuhnya. Persisnya menghadap panggung sialan itu. Suzy masih berjalan layaknya siput menuju kesana, ke tempat dimana calon suaminya yang sempurna itu berdiri tegap dengan gagahnya.


“Sebelumnya, ini Bae Suji. Seseorang yang akan menjadi pelengkap hidupku. Calon istriku” Seung Ho segera mengulurkan tangannya untuk membantu Suzy menaiki undakan kecil didepan panggung. Ya.... dengan gaya elegan yang mampu membuat siapapun berdecak kagum. Seorang pria sempurna yang mungkin saja diidamkan oleh nyaris seluruh gadis di dunia. Pintar, kaya raya, tampan, apalagi coba yang kurang? jenis pria tak bercacat yang tak ubahnya seorang dewa. Ah….sudah cukup. Cukup pujiannya. Aku mulai muak.


Kini pria itu mulai bicara, mengucapkan berbagai kata sambutan manis, meninggi-ninggikan pihak perusahaan kerjasamanya dan membuat perasaan bangga muncul dihati setiap pekerja disini. Ya.. dia cocok jadi seorang CEO. Dia punya tutur yang begitu memikat. Aku memperhatikannya dalam diam, menyandarkan tubuhku di dinding dengan raut pasrah. Entah kenapa aku merasa begitu lemah. Begitu sesak. Begitu sakit. Selama bicara, Seung Ho menggenggam tangan Suzy yang terlihat gemetar, mata gadis itu terlihat tak fokus dan ketakutan. Entah kenapa.


“jeogiyo” ucapku pada pelayan yang baru saja lewat dengan nampan berisi gelas-gelas wine. Aku mengambil satu dan melanjutkan kegiatanku sebelumnya. Menatap nanar ke depan dengan pikiran yang berkecamuk dan dada yang sakit saking sesaknya.


Tadi saat mendengar nama pria itu disebut, secara refleks sel-sel sarafku berteriak minta pergi. Minta keluar dari ruangan yang mendadak bebas oksigen ini. Dan ternyata, Suzy-pun melakukan hal yang sama, bahkan mengucapkan kalimat yang sama denganku. Aku tak begitu mengerti kenapa dia begitu. Maksudku, Seung Ho sunbae adalah calon suaminya, kenapa dia menjadi sekhawatir itu saat melihat Seung Ho didepan? Apa dia baru melakukan kesalahan? Tapi tidak…. tidak mungkin. Kalau ia habis berbuat salah, Seung Ho tak mungkin bisa setenang itu. Setenang ia memanggil Suzy, meminta gadis itu kedepan dan menggenggam tangannya dengan lembut.


Aku meminum wine-ku dalam sekali tegukan. Kemudian secara refleks mengernyit karena tak terbiasa dengan rasa anehnya. Jelas saja…. Ini wine kualitas tinggi, dan aku hanya biasa minum soju di kedai pinggir jalan. Aku menelan ludahku sendiri, sedikit tak nyaman karena rasa aneh di tenggorokanku yang belum juga hilang. Dengan bosan, aku kembali menatap ke depan, kali ini pria itu sedang mengucapkan terima kasih kepada banyak nama yang tak kukenal, lalu beberapa saat kemudian turun panggung diiringi tepuk tangan meriah. Cih…. Ini sebenarnya acara apa? Pesta ulang tahun huh?


Aku memutar bola mataku tak perduli, lalu berbalik sambil meletakkan gelas wine di meja terdekat. Kurasa keluar dari sini adalah pilihan terbaik. Mau apa lagi memangnya? Suzy pasti tak akan menghiraukanku. Aku hanyalah penyusup di acara kantor orang, tadinya dia juga. Tapi setelah mengetahui fakta bahwa calon suaminya adalah CEO dari perusahaan kerjasama kantor ini, aku menjadi satu-satunya orang asing disini. Kalian tau rasanya terbuang? Mungkin berlebihan, tapi….. aku benar-benar merasakan perasaan itu. Tak berguna. Parasit. Manusia bodoh. Sial…. Apa yang kau pikirkan Park Chanyeol? Kalau kau tidak ada di dunia ini, maka matahari akan kehilangan sinarnya. Ya.. benar. Aku berguna. Bukan parasit. Tidak terbuang. Hanya saja orang tuaku tak perduli. Aish… mulai lagi dengan ‘orang tua’? ayolah…. Tatap ke depan. Takdirku tak akan pernah berubah jika terus menerus mengasihani diri sendiri.


Baru saja aku hendak melangkah, seseorang berdehem tepat dibelakangku. Tanpa sibuk-sibuk berpikir, aku membalik badan. Kemudian tersentak begitu melihat Seung Ho dan Suzy yang sudah berdiri berdampingan tepat dihadapanku. “Park Chanyeol~a. Senang bertemu denganmu disini” Seung Ho mengulurkan tangannya ramah. Aku tak membalas uluran tangannya, hanya melihat tangan itu sebentar lalu beralih menatap Suzy. Entah kenapa gadis itu menjadi terlihat asing dimataku. Dia bukan Suzy yang kukenal. Kemana perginya senyum manis itu? Kemana perginya wajah ceria itu? kenapa yang ada justru wajah cemas? Ia menatapku dengan tatapan tak nyaman. Jelas betul kalau situasi ini membuatnya jengah. Aku juga jengah, Bae Suji. Tapi aku juga mau tau apa yang terjadi padamu. Kenapa kau bisa berubah sedrastis ini? Apa pria itu benar-benar tak memiliki kemampuan untuk membuatmu tersenyum?


“Park Chanyeol~ssi”
“ah… ia! Senang juga bertemu denganmu disini” aku buru-buru mengganti raut wajahku menjadi senang dan bersahabat, kemudian membalas uluran tangannya.


“jadi….. kalian berdua sudah saling kenal? tadi datang kesini bersama?” tanya Seung Ho. Aku mengernyit, kemudian menoleh kearah Suzy. Gadis itu malah menunduk, tak bersuara sedikitpun. Seolah melimpahkan semuanya kepadaku. Eomonaa…..  demi Tuhan aku tak tau apa-apa. Suzy tak bilang kalau Seung Ho juga akan datang ke acara ini. Apa ia tak tahu? tapi…. mana mungkin? Mereka berdua seharusnya sangat dekat, terlebih jika mengingat hubungan mereka saat ini. Sebenarnya apa yang terjadi?


“kami….. baru kenal beberapa hari yang lalu dan Suzy,….. ia datang sendiri tadi. Tidak bersamaku” aku menjawab dengan kikuk. Padahal kami sudah pernah bertemu sebelumnya, tapi….. tetap saja aku merasa canggung. Ini suasana paling menjengkelkan yang pernah kualami dalam hidup. Bagaimana bisa aku kehilangan jati diriku didepannya? Didepan Seung Ho dan Suzy, aku justru malah mati gaya. Bahkan dalam hati sudah meraung-raung ingin pulang, mendadak merindukan apartemen. Aish…. Dimana Joon Myeon? Datang dan selamatkan aku, bodoh!


“oh.. begitu. Baguslah jika kalian sudah saling kenal. eung…. Chanyeol~a…. naskahmu……”
“gagal?” Ujarku, melengkapi ucapan Seung Ho yang menggantung. Aku langsung menghela nafas, putus asa pastinya. Aish…. Sudah berapa kali naskahku di tolak sutradara? Kalian tau? Aku juga sudah pernah menyerahkan naskahku kepada seorang sutradara yang terbilang masih baru di Korea, namun ternyata ditolak juga. “aku sudah menduganya” ujarku pelan, memaksakan senyum walaupun canggung.


“ah… menduga apa? Naskahmu bagus dan sutradara itu tertarik untuk mengangkatnya ke layar lebar” ucap Seung Ho sambil menepuk bahuku. Aku mengangkat kepala, “Jinjja?” teriakku syok. Untungnya tak terdengar kencang karena teredam oleh suara bising orang berbincang, tertawa dan dentingan-dentingan gelas yang sejak tadi menjadi background percakapan kami.


Suzy menatapku dan Seung Ho tak paham. Ya.. aku berani bertaruh kalau gadis ini bingung setengah mati mengenai apa yang kami bicarakan, dan bagaimana bisa kami saling kenal. Lagipula pekerjaan Seung Ho memang tak ada hubungannya sama sekali dengan bidang naskah ataupun perfilman. Ia hanya mengenalkanku pada seorang sutradara, dan kebetulan sutradara itu adalah temannya. Untuk ukuran seorang Bae Suji, mungkin ini agak sulit untuk dimengerti. Lihat saja sekarang. Matanya terlihat menuntut penjelasan, tapi bodohnya sama sekali tak mencoba untuk membuka mulut. Baiklah…. Terserah kau saja. Kita lihat sampai kapan kau berhasil menahan rasa penasaranmu. Ck… tapi aku jadi ingin tahu, apa yang membuatnya menahan diri untuk bicara? Kenapa ia segugup ini dihadapanku?


“syuting perdananya akan dimulai kira-kira 2 minggu lagi. Tapi kalau semua pemerannya sudah siap kurasa bisa lebih maju dari jadwal sebelumnya”


“begitu?”
“ne.. dan jika kau tak ada keperluan lain, kurasa lebih baik kau melihat proses syutingnya Chanyeol~a….. walaupun disana ada sutradara, tapi kau tetap penulis naskahnya dan kurasa kau lebih paham”


“baik” anggukku.
“mengenai pembelian naskahnya, mungkin ia akan bicarakan langsung denganmu”
“aku tidak menjualnya” ralatku.
“maksudmu? Bagi hasil begitu?”
“benar. Aku tidak apa-apa jika tidak dibayar sekarang, tapi……. setiap filmku diputar, kuharap aku mendapat royalti”


“waw…. Kau cukup berani untuk ukuran penulis baru” puji Seung Ho, terlihat kagum akan pemikiranku. Ya… saat ini aku memang tidak sedang sangat membutuhkan uang. Penghasilanku dan Joon Myeon masih cukup untuk biaya hidup kami di Seoul juga untuk dikirimkan ke orang tua kam……… ralat, orang tua Joon Myeon dan nenekku di Daejeon.


“gamsahmnida Sunbae”
“aish…… sudah kubilang panggil Seung Ho saja”
“ah iya.. maaf”
“eung…. kau kerja disini?”
“a..aniya…. aku ikut temanku. Namanya Kim Joon Myeon, dan dia karyawan disini” jawabku malu. Tentu saja malu. Saat ini, pasti dipikiran Seung Ho, aku hanyalah seorang penyusup di acara orang. Walaupun memang benar, tapi….. lebih baik cukup aku saja yang tahu. Yasudahlah…….. apa boleh buat? Ini resiko orang jujur.


“hmm…. Kurasa aku harus pulang sekarang. Banyak yang harus kukerjakan”
“sekarang?”
“ne.. sekarang. Aku permisi Yoo Seung Ho~ssi, Suzy……..-ssi” Ucapku seraya merundukkan badan. Jelas sebagai bentuk penghormatan. Ya.. aku sadar akan derajatku disini. Terlebih ia sunbaeku, aku tak mungkin hanya melambaikan tangan dan bilang ‘aku pulang’ lalu pergi begitu saja.


Seung Ho tersenyum tipis sambil mengangguk, membuat mataku beralih teratur pada gadis ‘bisu’ disampingnya. Gadis itu tak bereaksi apa-apa, hanya balik menatapku dengan tatapan yang tak kukenal. Baiklah… dia terlihat begitu anggun jika disandingkan dengan Seung Ho. Bukan Suzy cerewet yang biasa.Tapi….. apa itu sesuatu yang baik? Atau malah buruk? Jujur saja aku lebih suka Suzy yang biasa. Bae Suji-ku.



Suzy POV



“hmm…. Kurasa aku harus pulang sekarang. Banyak yang harus kukerjakan” Ujar Chanyeol sok sibuk. Cih…. Mengerjakan apa? Bilang saja mau menghindar dari Seung Ho.


“sekarang?”
“ne.. sekarang. Aku permisi Yoo Seung Ho~ssi, Suzy………-ssi” Suzy~ssi? Dia memanggilku Suzy~ssi? Apa aku tak salah dengar? Tiba-tiba saja mata namja itu beralih menatapku, berhasil membuatku langsung menahan nafas. Entah atas sebab apa. Kemudian Chanyeol memutar langkahnya dan pergi keluar. Meninggalkanku.



……………………………



Chanyeol POV
20:48 KST



Sudah 30 menit penuh aku berjalan, menahan rasa perih ditumitku yang sepertinya sudah lecet parah. Aish…… sepatu ini, sepertinya ia tak menyukaiku. Setiap langkahku terasa perih sejak tadi, mungkin karena terlalu jarang kupakai ia jadi marah dan melukaiku. Aku ingin sekali melepasnya, namun….. apa kata orang? Masa ia memakai jas tapi tak memakai sepatu. Ah.. memalukan. Jadi lebih baik aku tahan saja rasa perih ini, ya… sedikit lagi kok. Aku sudah bisa melihat gedung apartemenku dari sini. Aigoo…… apartemenku sayang, aku merindukanmu.


Hmm….. kenapa aku berjalan? Sederhana saja. Menaiki kendaraan umum itu butuh biaya dan aku tak bawa sepeserpun. Tadi kan aku kesana bersama Joon Myeon, jadi…. semua uang Joon Myeon yang bawa. Ayolah….. aku sama sekali tak berpikir sejauh ini, aku sama sekali tak berpikir akan pulang sendiri. Aish……. Yoo Seung Ho, ini gara-garamu! Kau senang sekarang huh? Membawa gadis yang seharusnya menemaniku dan membuatku pulang jalan kaki. Aku tak mau menunggu Joon Myeon dan berada satu ruangan dengan sepasang calon suami-istri bahagia itu. Tidak. Terimakasih. Aku tak begitu suka melihat mereka, mereka itu tidak cocok. Seung Ho harusnya bisa mendapatkan gadis yang lebih cantik dari Suzy. Kasihan sekali hidupnya. Dan Suzy, ia sama sekali tidak terlihat baik saat bersama dengan pria itu, kurasa sosok gadis sepertinya lebih cocok disandingkan dengan seorang penulis. Pasti akan lebih baik.


Tiba-tiba saja, ponselku berdering. Membuatku langsung merogoh saku celana dan mengambil ponsel berisik itu. 


“apa?” tanyaku tanpa basa-basi. Bahkan sama sekali tidak tertarik melihat nama kontak dari si penelepon.


“YAA!!! PARK CHANYEOL! KAU DIMANA HUH? AKU SUDAH MAU PULANG” apa katanya? Sudah mau pulang? Aku pulang dari setengah jam yang lalu tapi tidak sampai-sampai. Aku tersenyum sinis sambil menghentikan langkah kakiku. Menghadapkan badanku ke sisi jalan sambil menumpangkan sebelah tanganku yang bebas di besi pembatas yang dingin.


“aku sudah pulang duluan”
“jinjja? Naik apa?”
“jalan kaki”
“astaga! Kau dimana sekarang? kau diamlah! Aku akan menjemputmu disana dan kita ke apartemen ya”
“tck…… terlambat. Apartemennya ada di depan mataku” terdengar desahan kecewa dari ujung telfon, tapi tak begitu kuhiraukan. Aneh sekali anak ini. Kenapa malam ini ia jadi sangat memperdulikanku?


“hmm….. Chanyeol~a…. kau lihat yang tadi? Yang tadi dipanggung?” tanyanya ragu. Pertanyaan bodoh.  Apa ia pikir aku buta? Jelas-jelas gadis yang ada di panggung tadi adalah gadis yang menemaniku. Masa ia aku tak lihat?


“ah… ternyata dia calon istrinya Seung Ho sunbae. Kau ingat Seung Ho sunbae tidak?” aku mengangguk. Dengan mata yang menatap nanar entah kearah mana.


“kau ingat Seung Ho sunbae kan?”
“YAA BUTA! KAU TIDAK LIHAT AKU MENGANGGUK?” Bentakku tak tahan.
“YAA JENIUS! KITA BICARA LEWAT TELFON” Joon Myeon balik membentakku. Aish… benar! Bagaimana bisa ia melihatku mengangguk?


“ye.. mianhae. Sudah ya.. aku pusing mendengar suaramu” jawabku jujur. Lalu tanpa menunggu persetujuannya, segera mengakhiri sambungan. Aigoo…. malam ini. Padahal ini musim panas, tapi kenapa udaranya berbau basah? Sepertinya sebentar lagi akan hujan. Aku menarik nafas dalam, kemudian mulai berbalik dan bersiap melanjutkan langkah. Tapi……. Arrggghhh. Aku tak kuat lagi, ini benar-benar sakit.


Akhirnya, aku mengalah dan langsung duduk. Yep…. Dipinggir jalan, membuka sepatu kemudian meringis begitu melihat kulit tumitku yang terkelupas dan mengeluarkan darah. Ah… separah ini ternyata, pantas saja perih. Apa lebih baik aku menunggu Joon Myeon lewat saja? Aku benar-benar tak kuat lagi berjalan. Kakiku mau patah. Tapi….. Ya Tuhan, apartemenku tinggal 20 meter lagi. Setelah beberapa detik terdiam sambil memandangi apartemen, aku mengangguk mantap pada diriku sendiri. Ya.. tekadku sudah bulat. Aku akan jalan kesana.


Aku menenteng sepatu yang tadinya mau kutinggal dijalan, lalu perlahan-lahan berjalan. Dengan iringan suara meringis disetiap langkahnya. Baiklah…. Persetan dengan jasku. Aku berjalan keapartemen tanpa alas dan dengan rambut yang berantakan hebat. Membuat siapapun sangsi kalau aku baru saja menghadiri pesta. Harusnya malam ini, aku memang tidak datang. Harusnya tidak datang.



……………………………



21:03 KST
Seung Ho’s car
Suzy POV


Akhirnya setelah kurang lebih 2 jam menghabiskan waktu membosankan di gedung kantor, Seung Ho mengajakku pulang juga. Awalnya ragu untuk mengiyakan, tapi disisi lain aku juga tak mungkin menolak. Jadi…. disinilah aku sekarang. Dikursi penumpang mobil Yoo Seung Ho. Sebisa mungkin diam, meminimalisir gerakan sesederhana apapun. Demi Tuhan, aku benar-benar takut. Padahal sudah 3 tahun berada disekitarnya, tapi sampai saat ini aku belum mengerti juga bagaimana cara menghadapi sikapnya.


Tck… begini. Dia sudah tau kalau aku salah, tapi bukannya marah-marah ia malah diam. Itu aneh kan? jujur saja…. Aku lebih bisa tenang jika dia marah, kalau didiamkan begini aku malah bingung. Seung Ho itu tipe orang yang bisa mengintimidasi dengan sikap bungkamnya. Cara ia diam itu benar-benar membuatku merasa bersalah, merasa terpojok, merasa canggung untuk sekedar menarik nafas didalam mobilnya.


“kenapa?” aku langsung tersentak, mendadak kehilangan fokus dan menatap Seung Ho gusar. Hanya satu kata, namun terlalu jelas ditelingaku. Terlalu jelas untuk kupahami. Yang ia tanyakan adalah ‘kenapa?’ dan seharusnya aku punya sesuatu untuk dikatakan. Bukannya diam begini. Ayolah Suzy, pikirkan sesuatu lalu katakan.


“aku…….” baru satu kata, dan mulutku kembali tertutup rapat. Tak tau kata apa yang pantas diucapkan setelahnya.


“kenapa membohongiku?” Seung Ho memperjelas pertanyaannya. Tanpa menoleh. Tanpa nada yang tinggi. Tanpa raut wajah kesal. Ia memegang setir dengan sebelah tangannya, dan sebelah lagi ia tumpangkan disisi sampingnya. Wajahnya tenang, menatap fokus jalanan didepan. Selalu begitu. Bagaimana mungkin aku bisa setakut ini dihadapan seseorang yang jelas-jelas tak pernah mengekspresikan rasa marahnya? Tak pernah membentak.


“mianhae” akhirnya, setelah berpikir keras mencari alasan, aku kembali dengan sebuah kata magis yang umum dikatakan orang yang mengakui kesalahan. Aku bukan tipe wanita yang bisa berpikir cepat, bukan tipe wanita yang bisa mengarang dengan baik. Jadi kalau sudah begini, aku tidak bisa apa-apa selain berkata jujur dan minta maaf. Hanya mampu berharap Seung Ho mau memaafkanku dengan kepala yang tertunduk dalam. Tak berani dan tak punya kekuatan untuk mengangkatnya.



Seung Ho POV



“mianhae” putus Suzy akhirnya. Setelah sekian lama menunggu, ia malah meminta maaf. Seketika aku mendesah, aku membutuhkan jawaban yang lebih dari itu.


Sebenarnya, sejak awal aku tahu dia akan pergi. Maksudku….. saat tadi aku ke rumahnya, saat ia mengaku sedang sakit. Aku mencium bau parfum dibadannya, sebuah kebiasaan kecil yang sangat kuhafal. Suzy hanya akan memakai parfum aroma itu saat mau pergi pada malam hari. Lalu, heelsnya. Seorang Bae Suji bukanlah gadis yang ceroboh, ia juga tak pernah mempunyai kebiasaan seaneh itu. Memakai heels saat sedang tidur? Itu hal yang tidak mungkin untuk Suzy. Jadi karena dua alasan itu, aku langsung keluar dari kamarnya tanpa bicara apapun. Aku sudah cukup kesal saat itu, maksudku……….. kenapa dia berbohong? Tapi… karena aku sudah diundang dan diharuskan hadir tepat waktu, aku tak terlalu memusingkan hal tadi dan segera pergi. Kemudian…….. saat tadi di gedung, saat aku sedang bercengkerama dengan para pimpinan perusahaan mitra-ku, aku melihat Chanyeol dan Suzy sedang memasuki ruangan dengan tangan yang terkait. Persis seperti sepasang kekasih. Aku tak bersikap gegabah, aku hanya mengawasi mereka dari jauh. Takut kalau Chanyeol melakukan hal yang tidak pantas pada perempuanku.


“kau mengenal Chanyeol?” tanya Suzy dengan nada yang begitu hati-hati. Seolah aku akan menelannya hidup-hidup jika salah sedikit. Apa aku terlihat seperti monster dimatanya? Perlahan kutolehkan kepalaku menatapnya, mencoba mencari sesuatu yang lain dimatanya, namun yang kulihat hanyalah ketakutan, ketakutan dan ketakutan. Bahkan saat aku menoleh, ia malah langsung menundukkan kepalanya secepat kilat. Seolah baru melakukan kesalahan. Kau kenapa Bae Suji? Kenapa? Apa yang salah dariku?


Lagi-lagi aku mendesah, untuk kesekian kalinya lebih memilih diam daripada menjawab pertanyaannya. Keputusan untuk diam dan tak menjawab adalah keputusan langganan bagiku. Ya.. itulah caraku untuk mengekspresikan rasa kecewa. Mungkin tak manusiawi, tapi aku memang tak tahu cara seperti apa yang bisa dianggap benar. Haruskah aku memarahinya? Maaf, tapi aku tak pernah terbiasa melakukan hal semacam itu. Hanya menguras tenaga tanpa hasil yang pasti, bahkan bisa-bisa Suzy malah sakit hati dan makin menjauh. Hmmm…. Makin? Entahlah…. Tapi kurasa ia mulai menjauhiku. Kuharap hanya perasaanku.


“kau dan Chanyeol……………. Hubungan kalian sedekat apa?” tanyaku akhirnya, setelah kurang lebih 10 menit dalam diam. Hujan deras yang tiba-tiba saja mengguyur kota Seoul sejak 5 menit yang lalu menjadi background percakapan canggung kami. Padahal ini musim panas, seharusnya tidak hujan. Kalaupun hujan, seharusnya tidak sederas ini. Mungkin alam sedang mengekspresikan rasa sakitku.


“molla” ujar Suzy pelan. Hanya ‘molla?’ padahal ia sudah mengambil jeda nyaris 30 detik penuh setelah aku melontarkan pertanyaan.


“bagaimana bisa tidak tahu sih?” aku menarik nafas gusar, mengepalkan sebelah tanganku sekuat mungkin. Upaya kecil untuk meminimalisir rasa kesal. Tck.., Bae Suji…… apa yang ada dipikiranmu sekarang? kau……kenapa?


“aku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi” tiba-tiba saja Suzy menangis, terisak-isak memegangi dadanya. “maafkan aku Seung Ho oppa. aku tak bermaksud membohongimu. Aku hanya…… aku hanya………. Aku sudah berjanji pada Chanyeol sebelumnya, tapi disisi lain..….. aku juga tidak bisa menolakmu. Jadi…. jadi aku….”


“Suzy~a….. jangan menangis” aku mengusap kepalanya dengan sebelah tanganku. Aku bodoh dalam urusan seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana caranya menenangkan seorang wanita yang sedang menangis. Suzy tak pernah menangis dihadapanku sebelumnya. Akhirnya aku menepikan mobil, aku benar-benar tak bisa berkonsentrasi menyetir jika perempuanku masih  menangis.


“jangan menangis” ujarku sambil meletakkan kedua tanganku dibahu Suzy. “jebal mianhaeyo oppa” lirihnya. Aku tak bisa menjawab lagi, akhirnya lebih memilih menarik gadis itu lebih dekat kemudian memeluknya.



………………………………………….



Author POV



Hari demi hari berlalu dengan cepatnya. Ini sudah terhitung minggu ke-dua dari pertemuan pertama Chanyeol dan Suzy. Dan selama itu, sama sekali tak ada satu haripun yang mereka lewatkan tanpa agenda bersama. Entah itu pergi ke bioskop, makan siang atau hanya jalan-jalan santai di pusat perbelanjaan. Semua rutinitas baru itu tentu saja membuat mereka semakin dan semakin dekat tiap harinya. Membuat keduanya merasa nyaman satu sama lain. Saking nyamannya, bahkan seorang Chanyeol pun bisa menceritakan masalah keluarganya yang rumit pada Suzy. Begitu pula Suzy. Nyaris tiap bersama Chanyeol, ia selalu mengeluh tentang hubungannya dengan Seung Ho.



…………………………………………



10:19 KST
Chanyeol’s apartment



“Chanyeol~aa….. ayo ke bioskop. Aku bosan di rumah” ucap gadis diujung telfon. Chanyeol tak langsung menjawab, ia menjepit ponselnya di antara bahu dan telinga, lalu menggunakan kedua tangannya untuk mengambil kertas-kertas acak disekeliling komputer. Ya.. saat ini, didepan Chanyeol ada sebuah komputer yang masih dalam kondisi menyala, terbuka di aplikasi Microsoft word. Namja itu sedang bekerja. Mengetik lanjutan naskah ‘Blue Wedding Day’-nya. Syuting film sudah dimulai sejak 3 hari yang lalu, dan secara tiba-tiba sutradara film menelfon Chanyeol dan meminta namja itu mengganti beberapa dialog naskah. Sederhana sebenarnya, hanya sepuluh lembar saja yang harus diganti, tapi….. kalau ia cuma diberi waktu dua hari…… pekerjaan sederhana itu bisa menjadi luar biasa sulit. Apalagi ini pengalaman pertamanya menulis dibawah tekanan deadline.


“mianhae…… aku agak sibuk Suzy~a”
“jinjja? Sebentaaaaar……. saja! Janji” pinta Suzy dengan nada bicara yang ia buat semanis mungkin.
“aku benar-benar tidak bisa. Besok…………”
“baiklah. Maaf  mengganggumu. Kututup ya… Anyy…………..”
“oke…. oke….. Kujemput sekarang. Bersiap-siaplah” ujar Chanyeol akhirnya. Ia meletakkan kertas-kertasnya dimeja, lalu menyandarkan punggungnya disandaran kursi dengan sebelah tangan yang bersedekap. Sudah berapa kali ia mengalah demi gadis itu?


“a..ap..apa? kau benar……………”
"Jika kau bicara sekali lagi, demi Tuhan aku akan berubah pikiran” ancam pria itu geram. Sukses membuat Suzy membekap mulutnya dan mengangguk patuh, kemudian segera mematikan sambungan telfon dan bersiap-siap. Persis seperti yang diperintahkan Chanyeol tadi.



……………………………….



12:29 KST
Sinsadong J Cafe
Chanyeol POV



Gadis itu masih lekat memperhatikanku, sialnya dengan tatapan iba yang terlalu jelas sekalipun berusaha ia tutupi. Gara-gara gadis ini, aku tanpa sadar kembali bicara soal kondisi eomma di Daejeon. Menurut kabar terakhir, keadaan eomma kian memburuk, selain tidak mau diajak bicara dan gemar mengurung diri di kamar, sekarang wanita itu semakin merepotkan nenek dengan sikap kekanakannya yang tidak mau makan. Membuat nenek dan tidak kupungkiri, aku pun khawatir. Ya.. Joon Myeon benar. Seperti apapun sikapnya, ia adalah ibuku. Orang yang melahirkanku. Aku harus menghargainya karena fakta itu.


“jadi kapan kau akan pulang ke Daejeon?”
“mollayo. Kemungkinan besar dalam waktu dekat ini. Mungkin saat Blue Wedding Day selesai di produksi”


“tidakkah itu terlalu lama? Kau tidak merindukan nenek dan eomma-mu?”
“jika aku sudah disana, aku tak akan kembali kesini lagi” jawabku sambil melipat tangan dimeja dan menatap Suzy serius. Memperhatikan betapa drastisnya perubahan air muka perempuan didepanku. Jelas ia tercekat. Balik menatapku dengan mata yang bergerak tak fokus, menandakan sebentar lagi akan ada cairan-cairan bening yang keluar. “waeyo?” tanyanya lirih.


“aku sudah menulis banyak sekali naskah. Aku tinggal menjual semuanya dan hidup dengan keluargaku di Daejeon. Nenek sudah berusia lanjut, ia membutuhkan bantuan disana” responku tenang. Walau sejujurnya, aku sendiri sesak mengatakannya. Aku mulai muak dengan hidupku.


“kau rela meninggalkanku sendiri?”
“apanya yang sendiri huh? Seung Ho selalu disisimu” racauku.
“tapi kalian……… berbeda”
“Arasseo. Lagipula masih tersisa cukup banyak waktu kan? kita bisa menghabiskannya bersama” Ucapku seiring dengan senyum tulus yang otomatis terbuat menghiasi wajahku. Suzy meloloskan tatapannya dariku, terlihat tidak setuju.


“Kau baik-baik saja, Chanyeol~a?”
“wae?”
“kau agak pucat” aku langsung terkesiap, refleks menyentuh wajahku sendiri. “jinjjayo? Tapi aku baik-baik saja”


“mungkin karena kelelahan. Makanya istirahat yang benar”
“iya… cerewet. Geumanhae! Jangan terlalu perhatian. Tidak takut jatuh cinta padaku hum?” Suzy tersenyum kecil. Setelah kubilang akan tinggal di Daejeon, gadis ini jadi agak berbeda. Apa pertemuan kami memang seberarti itu?  


“Chanyeol~a…. kau tau? Sekarang aku mulai berpikir bahwa…………” Suzy menggantung kalimatnya, lalu menghela nafas sambil menggeleng. Seolah bicara pada dirinya sendiri. Aish…. Anak ini! kalau mau bicara ya bicara! Jangan membuat orang penasaran begini!


“bahwa apa?”
“aniya”
“ah… bahwa apa?”
“aigoo….. eobseo Chanyeol~a”
“tck… bahwa apa Bae Suji?” desakku dengan nada suara yang mulai naik.
“bahwa sejak awal hubungan kita tidak benar” akhirnya Suzy berteriak, kesal menatapku.
“tidak benar bagaimana?” tanyaku tak mengerti.
“mungkin kau tidak merasakannya, tapi aku….. aku kan yeoja. Perasaan yeoja itu lebih peka daripada namja. Kau sudah mengerti apa maksudku kan?” Suzy menatapku ragu. Ah… ya… sepertinya aku mengerti. Tapi aku tak benar-benar yakin. Jika apa yang ada dipikiranku sekarang sama dengan apa yang ada dipikirannya, maka dipastikan kalau pernyataannya tadi salah besar. Maksudku…. ‘mungkin kau tidak merasakannya, tapi aku….. aku kan yeoja’ ayolah…. Jika perasaan nyaman sudah bergelayut, mau namja atau yeoja tak ada bedanya. Memangnya siapa yang bisa menampik rasa itu?


“ini lebih sulit bagiku. Aku akan segera menikah. Seharusnya aku tidak merasakan rasa ini…….” Suzy menarik nafas dalam-dalam, nampak sangat tidak nyaman.


“kenapa diam saja?” tanyanya memecah keheningan.
“ah.. aku?” aku menunjuk diriku sendiri dengan bodoh. Dan dengan sabarnya, Suzy mengangguk.
“Kau mengerti maksudku kan? tanpa kuucapkan secara jelaspun kau sudah paham kan?”
“aku…… tidak begitu yakin” ucapku jujur, sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Baiklah…. Suasananya mulai canggung sekarang. Sebelumnya kami tak pernah membicarakan soal perasaan satu sama lain dan demi Tuhan ini benar-benar bukan sesuatu yang menyenangkan.


“ah.. sudahlah. Lupakan saja” pasrah Suzy. “kita pulang sekarang ya..”
“secepat ini?”
“tujuan utama kita kan cuma ke bioskop dan kita sudah kesana. Lagipula bukannya kau sedang sibuk?” ucap gadis itu tanpa menatapku sedikitpun. Ia lebih memilih memperhatikan gelas jusnya yang sudah kosong dan memainkan sedotannya.


“iya… tapi, kurasa aku masih punya cukup waktu untuk menemanimu disi……”
“kajja” tanpa menghiraukan ucapanku, Suzy berdiri sambil meraih tas tangannya. “kau mau mengantarku kan?” tanya gadis itu sambil tersenyum.


“tentu saja” ujarku, lantas segera berdiri.



……………………



Joon Myeon POV
Apartment



Setiap hembus nafasku terasa berat, terasa sakit. Ini semua karena benda laknat diatas meja itu. Benda laknat yang membuatku duduk gelisah menunggu seorang pria sialan disini. Ya.. disini. Di ruang tengah apartemen yang mendadak terasa sunyi seperti pemakaman, sedari tadi hanya suara desah nafasku dan bunyi detakan jam yang terdengar. Sejak tadi aku diam, menahan rasa perih dimata dan dadaku. Aku tau aku sedang sendiri sekarang, tapi itu tak lantas membuatku dengan mudah mengeluarkan air mata. Terlebih untuk sesuatu yang belum pasti kebenarannya.


Aku kembali menatap benda bajingan itu,  selembar kertas terkutuk yang kini sudah berada didalam genggamanku. Tadinya kertas itu terlipat didalam sebuah amplop putih resmi. Disimpan rapi disebuah laci yang tidak seharusnya kubuka. Laci kamar Chanyeol. Biasanya didalam sana hanya ada flashdisk dan kertas-kertas naskahnya. Kuakui aku lancang, berani-beraninya masuk kedalam kamar pria itu dan mengambil barangnya. Tapi….. niat awalku tidak begitu, tadi aku hanya mau meminjam flashdisk dikamarnya. Namun, ternyata yang kudapati justru surat berengsek yang membuat tanganku bergetar hebat, membuat otot-ototku lemas luar biasa. Aku tau dia orang yang tertutup, tapi tidak seperti ini juga seharusnya. Lalu apa gunanya aku selalu berada disampingnya?  Apa gunanya kami tinggal bersama? Apa gunanya saling bahu-membahu membayar uang sewa apartemen, saling bahu-membahu untuk bertahan hidup di ibu kota yang keras ini?


Kutengadahkan kepalaku dengan lemah, seiring dengan bunyi ‘klik’ dari arah pintu masuk. Dia pulang. Tanpa basa-basi aku segera berdiri, berjalan mendekati seorang pria yang tengah duduk dilantai, melepas sepatunya dengan tampang lesu. Mungkin aku bisa saja bermurah hati untuk membiarkannya istirahat dulu, tapi kurasa tidak untuk kali ini. Masalah sejenis ini tak bisa menunggu.


Dengan kasar kutarik kaus belakangnya, membuat Chanyeol tercekik dan memutar badannya kearahku, lantas berdiri. “YAA…… ADA APA DENGANMU?” Serunya sambil menepis tanganku, kemudian memegangi lehernya.


“bisa kau jelaskan ini!” Ujarku parau. Dengan tangan yang bergetar, kuangkat kertas penyebab masalah itu tepat didepan wajahnya. Aku bisa melihat perubahan air mukanya yang jelas, dari marah karena dicekik menjadi terbengong hebat tak percaya.


“kau lancang ya! Siapa yang memperbolehkanmu memasuki kamarku?” nada suaranya meninggi. Merebut kertas ditanganku itu secepat kilat. “kenapa kau menyembunyikan hal sepenting ini dariku?” tanyaku, lebih bisa mengontrol emosi.


“aku tidak apa-apa. Sungguh” ujarnya santai, kemudian beranjak melewatiku. Tentu saja aku tak tinggal diam, kutahan lengannya, membuat Chanyeol mau tak mau menghadapku kembali. “apa lagi?” tanyanya, seolah tak ada yang terjadi. Seolah tak ada masalah. Dia itu terlalu pemberani atau terlalu bodoh sih? Dia sadar atau tidak apa yang sedang ia hadapi sekarang?


“radang selaput otak” lirihku tak habis pikir, serentak mengundang cairan bening yang daritadi mati-matian kutahan itu mengalir, keluar tak terkendali dari mataku. Aku menangis. Demi Tuhan, aku menyayanginya. Chanyeol dan aku sudah tinggal bersama bertahun-tahun, ia sudah kuanggap sebagai saudara kandungku sendiri. Tapi dia….. sepertinya dia tidak menganggapku begitu.


“itu baru dugaan” ujarnya tanpa beban, kemudian menyentak tanganku hingga terlepas. “kau lihat? aku baik-baik saja. Jangan perdulikan surat itu” perintahnya. Ia menghela nafas lalu tanpa bicara apa-apa lagi segera berlalu ke kamarnya.


Baru dugaan? Sekedar dugaanpun sudah sangat mengerikan jika yang bilang adalah dokter. Kertas tadi adalah surat resmi dari rumah sakit. Dari tanggalnya, surat itu sudah berada ditangan Chanyeol sejak kemarin malam. Pantas saja kemarin dia pulang larut.


Aku berlalu kedapur, membuka keran washtafel dan membasuh wajahku. Sial, aku menangis karenanya. Karena ketakutan lebih tepatnya. Coba bayangkan. Saat sedang serius mencari flashdisk, aku menemukan sebuah amplop putih bersih dari rumah sakit. Setauku seorang Park Chanyeol tak akan meluangkan waktunya yang berharga untuk pergi ke tempat seperti ‘rumah sakit’ kecuali benar-benar diperlukan. Karena dilanda rasa penasaran yang hebat, akhirnya aku membuka kertas itu. Serentak sarafku menjerit, lemas. Dan tubuhku langsung bersandar keras ditembok. Di surat itu, tertulis vonis ‘Radang selaput otak’ atas nama ‘Park Chanyeol’.


Dulu saat melihatnya tersiksa karena sakit kepala, aku hanya menyuruhnya meminum obat. Tanpa sedikitpun ada rasa khawatir yang berlebihan. Maksudku….. ayolah, sakit kepala adalah hal yang biasa. Dan kukira itu wajar dialami oleh orang yang pekerjaan sehari-harinya hanya berpikir dan mendekam dikamar. Ia terlihat begitu tersiksa saat sakit kepala, sampai-sampai tak kuat menggenggam gelas, sampai-sampai berteriak keras ditengah malam. Tapi lagi-lagi kukira itu bukan gejala penyakit atau apalah. Aku hanya menyuruhnya istirahat yang benar dan jangan terlalu lelah. Ia juga sering mual, bahkan sebelum memakan apa-apa. Kupikir seseorang sepertinya tak mungkin sakit. Ternyata aku salah besar. Bahkan ini bukan penyakit biasa,…… ini…… ah..Jinjja!



Chanyeol POV



Setelah berhasil melewati Joon Myeon dan menjangkau pintu kamar, helaan nafas frustasi itu langsung terdengar dari mulutku. Aku segera memasuki kamar, menguncinya dan menyandarkan tubuhku yang limbung dibelakang pintu. Tanganku mengepal, kecewa dengan diriku sendiri. Kertas ditanganku ikut teremas, hingga akhirnya lecak dan nyaris robek. Gara-gara kertas ini, gara-gara vonis ini, hidupku yang sudah tidak menyenangkan menjadi semakin tidak menyenangkan. Radang selaput otak.


Beberapa hari yang lalu akhirnya aku mengunjungi suatu bangunan yang sebelumnya tak pernah kupikirkan, rumah sakit. Aku tak sanggup lagi menahan rasa sakit kepalaku yang mengerikan. Rasanya seperti dibentur-benturkan ke dinding. Awalnya sakit kepala itu hanya terjadi sekitar dua kali dalam sebulan, tapi lama-kelamaan rasa sakit itu semakin sering datang. Bahkan ditengah malam. Saat aku sedang mencoba untuk istirahat.


Aku baru mendapatkan surat itu malam kemarin, tanpa sepengetahuan Joon Myeon aku mengambil hasil general check-up itu di rumah sakit. Aku masih ingat bagaimana wajah pilu dokter begitu memberitahukan penyakitku. Katanya aku mengalami gejala radang selaput otak. Jika mau sembuh harus cepat-cepat dioperasi.


Tapi begitulah…… aku bukan memasalahkan soal biaya. Hanya saja, operasipun paling hanya untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk diotakku. Dan itu artinya aku belum tentu bisa sembuh 100%. Untuk apa melakukan sesuatu yang hasilnya ‘belum tentu’? belum lagi ucapan dokter yang membuat keyakinanku makin menipis. Ia bilang rata-rata orang yang mengidap penyakit sepertiku hanya bisa bertahan kurang lebih 3 bulan. Intinya, penyakit seperti ini jika tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan kematian, dan bila diobati sekalipun sulit untuk benar-benar sembuh. Maksudku, efek samping dari pengobatan itu adalah kecacatan permanen. Kemungkinan sembuh yang benar-benar sembuh hanya sedikit. Dan kurasa tidak mungkin Tuhan sebaik itu, tidak mungkin ia memberikan kemungkinan kecil itu untukku. Bukankah sejak awal Tuhan memang tidak pernah berpihak padaku? Jadi atas dasar apa, aku bisa benar-benar sembuh?


Dan……. cacat? Tidak, terima kasih. Aku lebih memilih mati daripada menjadi orang cacat. Ayolah….. aku tak mau menyusahkan halmeoni atau Joon Myeon. Lagipula lebih baik aku memberikan uangku untuk halmeoni. Setidaknya bisa lebih berguna dibandingkan melakukan operasi yang bisa jadi malah mengantarku lebih cepat ke gerbang kematian. Yah…. Tersenyumlah Park Chanyeol. Setidaknya kau masih punya 3 bulan untuk bernafas. Manfaatkanlah.


Aku berpindah ke meja belajarku, meremas kertas tadi dan membuangnya ke keranjang sampah disamping meja. Membuka jaket kemudian merebahkan diriku diranjang. Aku harus segera menyelesaikan semua pekerjaanku, menjual semua naskahku dan pulang ke Daejeon. Aku mau meninggal disana saja. Dan satu lagi………. Sebelum meninggal, setidaknya aku harus tahu apa penyebab appa tidak kembali ke Daejeon, dan apa yang membuat eomma menjadi seperti sekarang. Aku harus membuat sisa hidupku menjadi lebih berguna. Aish…. Tidakkah aku terdengar menyedihkan? Kemana hilangnya rasa optimisku selama ini? Ternyata aku lemah. Dengan mudahnya aku kalah pada vonis dokter. Tck…. Dokter juga manusia, bisa jadi ia salah. Tapi…… sesalah-salahnya seorang dokter, tetap saja ia dokter.



………………………..



‘Klek’ “siapa saja yang sudah tahu tentang penyakitmu?” baru saja aku membuka pintu, suara dingin Joon Myeon langsung menyambutku. Ia sedang duduk bersandar disofa tengah sambil menyesap kopi. Matanya menatap lurus ke depan, lebih tepatnya kearah tv yang menyala.


Aku diam, menutup pintu kamarku dengan tenang lalu segera beranjak ke dapur. Mengabaikan ucapan pria itu. “jangan bilang kalau hanya aku yang tau” dengan cepat ia membalik badannya, mengikutiku dengan matanya.


“aku tidak apa-apa. Tau soal apa?” ucapku dengan segala kemunafikanku. Aku bersikap seolah-olah aku begitu tegar menghadapi ini, padahal nyatanya aku bahkan sudah memikirkan rencana-rencana apa saja yang akan kulakukan sebelum kematianku. Muka dua sekali bukan?


“Jadi hanya aku saja yang tau?” lirih Joon Myeon. Sepertinya tak begitu perduli dengan ucapanku barusan. “Bahkan Suzy juga?” seketika rahangku langsung mengeras begitu mendengar pertanyaan pelannya. Entah kenapa menjadi begitu kesal. “KUBILANG AKU TIDAK APA-APA. AWAS KALAU KAU BERANI BICARA PADANYA” bentakku tak tahan. Sukses membuat Joon Myeon langsung terkesiap, tak tahu letak kesalahannya dimana.


“kau kenapa Chanyeol~a? kenapa berteriak padaku?” tanyanya sabar. Dengan raut wajah polos yang membuat siapa saja merasa bersalah. Aku langsung berjalan mendekati sofa yang didudukinya. “berjanjilah untuk tidak mengatakan pada siapa-siapa soal ini. Terutama Suzy” Ujarku sambil mengulurkan tangan dihadapannya.


“memangnya kenapa Suzy tak boleh tahu?”
“kumohon berjanjilah” ulangku. “baiklah” ujar Joon Myeon pasrah. Walau wajah tak rela jelas terpeta, namja itu tetap mengulurkan tangannya dan menjabat tanganku. Baiklah. Aku percaya padanya.



………………….



A day later…..



Suzy’s private room
09:21 KST
Author POV



Alunan musik bergema didalam ruangan. Membuat seorang gadis yang sebelumnya sedang sibuk mengeringkan rambut di depan kaca segera bergegas meraih ponsel. Ia menatap layar ponselnya, tampak penuh dengan sederet angka yang tak ia kenal. Akhirnya setelah beberapa detik menimbang, gadis itu membuka flip ponsel dan menjawab panggilan.


“yo…bo…seo” ujar Suzy ragu. Tangan yang tadinya bergerak mengeringkan rambut kini terhenti sejenak.
“yoboseo…. Suzy~aa… ini aku! Joon Myeon”
“ah…Joon Myeon” gadis itu mengangguk, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. “ada apa?” tanya Suzy ramah, sambil berbalik badan kembali menghadap kaca.


“aku mau bicara padamu”
“bicaralah”
“tidak. Tidak disini”
“jadi? kita ketemuan?”
“ya.. jam 11 siang di taman samping kantorku”
“memangnya ada apa?”
“datang saja. Eung Suzy~a, aku harus kembali bekerja. Jangan terlambat ya.. kumohon datanglah”
“b..baik” respon Suzy, ada nada bingung di suaranya. Gerakan mengeringkan rambutnya pun jadi memelan karena penasaran. Sebenarnya ada apa? Kenapa sepertinya penting sekali sampai-sampai seorang Kim Joon Myeon menelfonnya? Semoga bukan sesuatu yang buruk harapnya.



TBC



*sigh*……………………mianhaeL


tadinya aku g kepikiran sama sekali bikin Chanyeol sakit T_T bahkan sebelumnya aku udah nulis kata ‘TBC’ di part Chanyeol Suzy lagi di restoran, yg bilang chanyeol mo balik ke Daejeon itu *nunjuk2 atas*. Pokoknya tadinya part ini selesai sampe situ doang, dan itu udh selesai dr tgl 20 desember, so.. aku masih punya banyak waktu sampe bulan Januari *berhubung aku emang berkomitmen mau publish BM sebulan sekali*


Trus entah kenapa selama itu aku banyak mikirin ‘gimana kl Chanyeol-nya dibuat meningitis aja?’ alhasil aku mulai browsing *lewat hp* tentang penyakit itu. Ya udahlah,… intinya gitu.


Setelah di setiap part akunya kebingungan mau nge-end-in ky gimana, akhirnya di part ini aku mulai bisa ngeraba siapa yg bakal jd pasangan Suzy akhirnya. Yang pasti antara Chanyeol ama Seung Ho, secara Joon Myeon g masuk list. Hehe. Kemungkinan BM bakal end di part 8 *ini baru kemungkinan. Bisa kurang bisa lebih* aku harap si bisa lebih cepet.


Mungkin kalian juga udh mulai bs nebak akhirnya bakal gimana. Dan aku yakin, tebakan kalian itu g bakal beda jauh sama rencana aku. Tapi ini masih rencana ya…  bisa aja aku berubah pikiran  lagi.


Maaf kl penulisan aku kurang rapi atau cara penyampaian aku yang masih g enak. Author masih belajar^_^


Makasih bg yg dah baca. Terus baca sampe part terakhir ya.. Mian hrs nunggu sebulan sekali. Aku emang lg kehilangan mood. Bisa nulis sebanyak ini aja udh prestasi besar *tabok* oke my lovely readers, Anyyeong. 

Comments

Popular Posts