Before Marriage part 5 (another truth)
HAPPY NEW YEAR ALL and Saengil Chukae Sungmin Oppa ^_^
Happy reading
Suzy POV
Sepanjang perjalanan, aku tak henti-hentinya meremas
tanganku sendiri dengan cemas. Padahal
cuma karena alasan sederhana. Aku terlambat. Tck,ā¦. Sebenarnya aku bisa
saja datang sejak 30 menit yang lalu. Tapi..... kedatangan tiba-tiba Seung Ho tadi
cukup banyak mengambil waktuku, bahkan nyaris membuatku benar-benar harus
membatalkan acara malam ini. Acara tidak jelas yang gilanya kuikuti. Ayolahā¦..
hanya seorang Park Chanyeol yang berhasil membuatku bersedia mendatangi sebuah
acara yang sebenarnya tidak mengundangku. Bahkan lebih dari itu, aku sama
sekali tak mengetahui acara apa ini. Chanyeol cuma bilang mau makan enak.
Tapiā¦.. kenapa harus menggunakan gaun malam yang formal? Dan kenapa harus di
kantor Joon Myeon? Jadi kemungkinan besar, ia mengajakku ke acara kantornya
Joon Myeon. Hmmmā¦ā¦ aku sudah punya pemikiran seperti itu tapi tetap bersedia
mengikutinya. Gila. PARK CHANYEOL. TANGGUNG JAWAB.
Tak lama, taksi yang kutumpangi berhenti. Tepat disebuah
gedung yang baru beberapa hari lalu kudatangi. Setelah membayar dan memastikan
semua barang-barangku tak ada yang tertinggal, aku membuka pintu taksi. Saat
itu juga, saat aku memijakkan kakiku di jalan, seseorang yang menjadi alasanku
berada ditempat ini menyambutku. Entah menyambut atau memang dia sudah berdiri
disitu sebelumnya.
Ia menatapku, terus menatapku bahkan saat aku menutup pintu
dan membiarkan taksi yang mengantarku tadi menghilang. Aku tersenyum, merasa
tersanjung dengan caranya menatapku. āmaafā ujarku pelan. Kurasa meminta maaf
disaat seperti ini akan menguntungkanku. Pasti ia akan memaafkanku tanpa
berpikir.
Namun ternyata, apa yang terjadi malah bertolak belakang
dengan apa yang kupikirkan, kini ekspresi Chanyeol langsung berubah. Menjadi
benar-benar sinis. āwaktu itu uang. Hargailah. Kurasa jalanan malam ini
lancar-lancar saja. Jadi apa alasanmu untuk terlambat?ā ucapnya ketus, dengan
raut serius yang sama sekali tak kukenal. Aku terdiam, menatapnya tak percaya.
Jadi yang barusan apa? Barusan ia terpesona denganku kan? jadi terpesonanya
begitu saja?
āa..ak..akuā¦. sebenarnya tadiā¦ā¦ā¦ā¦..ā
āpalli! Aku laparā selak Chanyeol sambil menarik lenganku.
āYAYAYAā¦ā¦ā¦.. ini acara formalā tahanku. Ia berbalik, menatapku dengan sebelah
alis yang terangkat. Tanpa bicara, aku maju satu langkah, menyamakan pijakan
kami. Ia menoleh padaku, masih terlihat tak mengerti. Aku tersenyum sambil
balik menatapnya, kemudian menyelipkan tangan kananku disela lengan kirinya.
Pria itu mengernyit, kemudian melebarkan mulutnya membentuk huruf āAā yang
panjang, tanda mengerti. ājangan kacaukan acara malam ini. Apa gunanya memakai
jas?ā seruku, setengah berbisik. āarasseoā tegas Chanyeol sambil mengangguk
mantap.
Kemudian mulai melangkah memasuki gedung, setelah sebelumnya
membenarkan jasnya ke atas. Persis seperti orang norak yang baru pertama kali
memakai jas. Aigooā¦ā¦. apa ia benar-benar merasa sebangga itu dengan jasnya?
Kini aku dan Chanyeol sudah berada didalam ruangan, persis
didepan pintu masuk ādanā¦ā¦. sekarang apa?ā tanyaku. Mulai pusing begitu melihat
banyak orang asing. Eh.. tunggu! Ini kan acara mereka. Jadi sebenarnya yang
orang asing itu aku. Dengan bodohnya ikut orang idiot ke acara kantor temannya.
Bodoh. Bae Suji bodoh.
ātunggu apa lagi? Ayo ke counter makananā seru namja aneh itu
sambil menarik tanganku. Seolah lupa kalau orang yang ditariknya adalah seorang
wanita. Terlebih memakai heels. Jinjjaā¦!!
Author POV
20:10 KST
āiyaā¦ iyaā¦ aku tau kau penulis handal. Tapiā¦.. bukankah akan
lebih baik jika kau mempunyai pekerjaan lain juga? maksudkuā¦.. kau tetap
menulis tapi bekerja jugaā
ācihā¦. Menulis kan juga pekerjaanā seru Chanyeol sambil
menyumpit udang dipiringnya.
āaigooā¦ā¦ aku tau. Tapi menulis kan tidak semelelahkan itu!
kau bisa bekerja di kantoran dan mendapat penghasilan lebih banyak. Maksudkuā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā
āmaksudmu penghasilanku tak mencukupi begitu?ā sela Chanyeol
sinis.
ābukan begitu. Bukan tidak mencukupi, hanya saja agak tidak
menentu. Ia kan? sekarang coba kutanya, penghasilanmu sekarang hanya dari
pementasan di Gwang-Mun kan?ā
Pria itu terdiam sebentar, lalu beberapa saat setelahnya
baru mengangguk mengiyakan āne.. sekarang memang hanya dari situ. Tapi sebentar
lagi aku akan dapat banyak uang. Tau tidak? kemarin aku menyerahkan naskah Blue
Wedding Day untuk difilmkan kepada sunbae-kuā¦.. dan diaā¦ā¦..ā Chanyeol langsung
menghentikan ucapannya. Menahan kata yang sudah menggantung di tenggorokan. Ia
benar-benar ragu, tiba-tiba saja kehilangan keberanian untuk menyelesaikan
kalimatnya āahā¦ sudahlah! Lagipula naskah-naskahku yang lain juga sudah cukup
banyak yang dibeli penerbit. Hanya tinggal tunggu waktu dan aku akan
benar-benar menjadi penulis terkenal. Aku akan menjadi kaya raya, tanpa harus
bekerja di kantoran. Arasseo?ā pria itu mengakhiri ucapannya dengan hembusan
nafas kasar, kemudian kembali menghadap meja panjang berbalut kain putih yang
sedari tadi tak pernah ia tinggal. Kali ini sambil mengambil satu piring makan
lagi dan mulai mengisinya dengan kue-kue manis. Ia sudah mencicipi semua
hidangan utamanya satu-satu dan sekarang giliran dessertnya.
Suzy menarik nafas pelan, sebenarnya ia bukan mau ikut
mencampuri masalah keuangan pria itu. Ia hanya memberikan saran. Menurutnya, Chanyeol
masih muda dan dengan keahliannya sekarang ia seharusnya bisa mendapat
pemasukan yang lebih. Suzy menginginkan kehidupan pria itu lebih baik. Bukan
berarti kehidupan pria itu sekarang tidak baik, tapiā¦.. ia yakin Chanyeol bisa
lebih sukses. Dan menurutnya sayang jika ia menyia-nyiakan begitu banyak
kesempatan bekerja disekelilingnya. Lagipulaā¦.. apa yang menyebabkan pria itu
tak mau bekerja ditempat lain? Malas? Anigoya. Lalu kenapa? Cihā¦ namja keras
kepala.
ātesā¦. Bisa minta
perhatiannya sebentar?ā secara bersamaan, Chanyeol, Suzy, dan nyaris
seluruh orang yang tersebar di dalam ruangan besar itupun menoleh ke stage
kecil tepat di sudut. Seorang namja berkacamata tengah mengetuk-ngetuk ujung
mic yang ia pegang, memastikan kalau benda dalam genggamannya itu berfungsi
dengan baik. āada apa?ā bisik Suzy kepada pria disebelahnya. āmana aku tauā
Chanyeol mengangkat bahu, kemudian kembali mengarahkan fokusnya pada pria
di-stage.
āBaiklah. Rekan-rekan
sekalian, seperti yang kita ketahui bersama, tujuan diadakannya acara malam ini
adalah untuk mempererat hubungan kita sesama karyawan dan karyawati Coxon
Digital Company. Kita tentunya berharap, suasana kondusif bisa terjalin baik di
perusahaan tercinta kitaā Chanyeol menyeringai sinis, dalam hati menghina
pembicara didepan yang sepertinya gemar berbasa-basi. Perusahaan tercinta?
Tuluskah? ātidak penting, Suzy~aā Chanyeol menarik lengan Suzy yang masih
menatap lurus ke stage. Kemudian membawa gadis itu tepat kesampingnya,
berhadapan dengan meja panjang penuh makanan yang sudah tersisa sebagian.
ākalau kita sudah puas makan, langsung pulangā ujar Chanyeol, sambil
mengulurkan tangannya untuk mengambil sendok dan piring kecil. Mulai tergiur
dengan chocolate pudding yang sudah melambai-lambai minta dimakan. Suzy menarik
nafas, lalu mendelik kearah Chanyeol. Tak mengerti kenapa kata ākenyangā tak
juga terucap dari mulutnya. Apa perutnya tak sakit? Dia sudah makan banyak
sekali dari tadi.
ādan sekarang,
dikesempatan kali ini, perusahaan akan mengumumkan partner kerjasama terbarunya
dengan sebuah perusahaan telekomunikasi besar di pusat Seoulā
āberhenti makan. Demi Tuhan aku saja kenyang melihatmu
mengunyah terusā Ujar Suzy, daritadi sibuk menceramahi Chanyeol untuk berhenti
makan. Tak lagi menghiraukan pembicara didepan.
ākehormatan besar
bagi perusahaan kami, karena malam ini CEO dari perusahaan kerjasama kita
datang untuk perkenalan dan memberikan sambutannya. Baiklah semuanya, sebagai
penghormatan, saya minta semuanya berdiriā suruh pria pemegang mic itu
dengan sopan. Chanyeol dan Suzy kembali membalik tubuh mereka. Sebenarnya
mereka tidak benar-benar mendengar ucapan dari pria itu, hanya saja melihat
beberapa orang yang tadinya sedang duduk tiba-tiba berdiri, membuat kedua orang
itu cukup penasaran dan akhirnya membelakangi meja makanan walau agak terpaksa.
āYoo Seung Ho~ssi.
Silahkanā mata Chanyeol dan Suzy langsung membelalak tak percaya. ākita
pergi sekarangā ucap mereka berbarengan, dengan tangan yang secara bersamaan
pula meraih lengan satu sama lain. Suzy segera menoleh, keningnya berkerut
menatap Chanyeol. Apa dia sudah tau kalau
pria di depan itu adalah calon suamiku? Benaknya. Mata mereka bertemu,
untuk sesaat merasa apa yang ada dipikiran keduanya sama. ākauā¦..ā
ābicaranya nanti sajaā sela Chanyeol sambil meletakkan pudding-nya
di meja terdekat.
Ia mengambil langkah lebih dulu, dan Suzy segera mengekor di
belakang. Gadis itu harus segera pergi dari sini. Secepat mungkin. Jangan
sampai Seung Ho melihatnya. Ayolahā¦.. siapa yang tidak takut jika tertangkap
basah begini? Malah pura-pura sakit segala. Tckā¦. Tamatlah riwayatnya.
āSebelumnya, Bae
Suji. Terima kasih sudah datangā suara itu menggema diruangan gedung yang
hening, sukses membuat Chanyeol dan Suzy menghentikan langkahnya secara
otomatis. Chanyeol menggelengkan kepalanya dengan gusar, tak percaya kalau pria
yang sedang ia belakangi itu ternyata sudah melihat keberadaan gadis dalam
genggamannya. Suzy menahan nafas, meringis dengan kepala yang perlahan-lahan tertunduk.
Suzy POV
āSebelumnya, Bae
Suji. Terima kasih sudah datangā Langkahku langsung terhenti. Mendadak lemas
mendengar namaku sendiri. Aku langsung menahan nafas, meringis sambil
menundukkan kepala menahan rasa takut. Tanganku masih terulur ke depan, masih
digenggam erat oleh Chanyeol yang ikut bergeming. Demi Tuhan aku benar-benar
ingin dilenyapkan dari muka bumi ini sekarang.
āSuzy~aā¦. kemarilah.
Sambutanku akan kumulai jika kau berdiri disampingkuā Ujar Seung Ho entah
dengan ekspresi macam apa. Tapi yang jelas nada suaranya benar-benar
menakjubkan, seolah-olah aku sama sekali tak bersalah. Tak ada penekanan di
kata apapun. Tapi walaupun begitu, aku yakin dia merasa luar biasa kecewa
dengan sikapku. Pura-pura sakit dan malah pergi bersama pria lain. Aishā¦. Siapa
yang menyangka ternyata tempat tujuan kami sama? Aku malas bertanya akan
kemana, dan Seung Ho juga sama sekali tak bilang akan kemana. Jadi mana aku tau
kalau kita berdua sama-sama akan kesini? Ishā¦ kebetulan macam apa ini?
Aku menoleh ke belakang, lebih tepatnya kearah Seung Ho. Yaā¦
posisiku dan Chanyeol daritadi memang sedang membelakangi panggung, menghadap
pintu keluar (bersiap-pergi-namun-sayangnya-percobaan-kabur-kami-gagal-total)
saat aku menoleh, betapa terkejutnya aku begitu mendapati beberapa orang
disekelilingku sudah minggir untuk memberi jalan. Mungkin tadi Seung Ho sempat
menunjukku, jadinya para undangan disini dengan kompak menyingkir teratur
memberiku jalan ke panggung.
Perlahan Chanyeol melepaskan tanganku, kemudian mengedikan
kepalanya menyuruhku maju. Sial, aku tak tau harus bersikap bagaimana didepan.
Dalam keadaan biasa saja aku canggung, apalagi di situasi seperti ini?
Akhirnya, dengan berat hati aku melangkahkan kakiku yang
juga terasa berat menuju Seung Ho. Berjalan ke neraka dengan raut gugup yang
memang tak pernah bisa kututupi. Meninggalkan Chanyeol yang entah sedang apa
dibelakang, dekat pintu keluar. Tckā¦.. Yoo Seung Ho, bagaimana bisa kau tau
kalau aku ada disini sedangkan sejak tadi aku tak melihatmu sama sekali? ini
tidak adil.
Chanyeol POV
Sambil menghela nafas pasrah, aku membalik tubuhku
sepenuhnya. Persisnya menghadap panggung sialan itu. Suzy masih berjalan layaknya
siput menuju kesana, ke tempat dimana calon suaminya yang sempurna itu berdiri
tegap dengan gagahnya.
āSebelumnya, ini Bae Suji.
Seseorang yang akan menjadi pelengkap hidupku. Calon istrikuā Seung Ho
segera mengulurkan tangannya untuk membantu Suzy menaiki undakan kecil didepan
panggung. Ya.... dengan gaya elegan yang mampu membuat siapapun berdecak kagum.
Seorang pria sempurna yang mungkin saja diidamkan oleh nyaris seluruh gadis di
dunia. Pintar, kaya raya, tampan, apalagi coba yang kurang? jenis pria tak
bercacat yang tak ubahnya seorang dewa. Ahā¦.sudah cukup. Cukup pujiannya. Aku
mulai muak.
Kini pria itu mulai bicara, mengucapkan berbagai kata
sambutan manis, meninggi-ninggikan pihak perusahaan kerjasamanya dan membuat
perasaan bangga muncul dihati setiap pekerja disini. Ya.. dia cocok jadi
seorang CEO. Dia punya tutur yang begitu memikat. Aku memperhatikannya dalam
diam, menyandarkan tubuhku di dinding dengan raut pasrah. Entah kenapa aku
merasa begitu lemah. Begitu sesak. Begitu sakit. Selama bicara, Seung Ho
menggenggam tangan Suzy yang terlihat gemetar, mata gadis itu terlihat tak
fokus dan ketakutan. Entah kenapa.
ājeogiyoā ucapku pada pelayan yang baru saja lewat dengan
nampan berisi gelas-gelas wine. Aku mengambil satu dan melanjutkan kegiatanku
sebelumnya. Menatap nanar ke depan dengan pikiran yang berkecamuk dan dada yang
sakit saking sesaknya.
Tadi saat mendengar nama pria itu disebut, secara refleks sel-sel
sarafku berteriak minta pergi. Minta keluar dari ruangan yang mendadak bebas
oksigen ini. Dan ternyata, Suzy-pun melakukan hal yang sama, bahkan mengucapkan
kalimat yang sama denganku. Aku tak begitu mengerti kenapa dia begitu.
Maksudku, Seung Ho sunbae adalah calon suaminya, kenapa dia menjadi sekhawatir
itu saat melihat Seung Ho didepan? Apa dia baru melakukan kesalahan? Tapi
tidakā¦. tidak mungkin. Kalau ia habis berbuat salah, Seung Ho tak mungkin bisa
setenang itu. Setenang ia memanggil Suzy, meminta gadis itu kedepan dan menggenggam
tangannya dengan lembut.
Aku meminum wine-ku dalam sekali tegukan. Kemudian secara
refleks mengernyit karena tak terbiasa dengan rasa anehnya. Jelas sajaā¦. Ini
wine kualitas tinggi, dan aku hanya biasa minum soju di kedai pinggir jalan.
Aku menelan ludahku sendiri, sedikit tak nyaman karena rasa aneh di
tenggorokanku yang belum juga hilang. Dengan bosan, aku kembali menatap ke
depan, kali ini pria itu sedang mengucapkan terima kasih kepada banyak nama
yang tak kukenal, lalu beberapa saat kemudian turun panggung diiringi tepuk
tangan meriah. Cihā¦. Ini sebenarnya acara apa? Pesta ulang tahun huh?
Aku memutar bola mataku tak perduli, lalu berbalik sambil
meletakkan gelas wine di meja terdekat. Kurasa keluar dari sini adalah pilihan
terbaik. Mau apa lagi memangnya? Suzy pasti tak akan menghiraukanku. Aku
hanyalah penyusup di acara kantor orang, tadinya dia juga. Tapi setelah
mengetahui fakta bahwa calon suaminya adalah CEO dari perusahaan kerjasama
kantor ini, aku menjadi satu-satunya orang asing disini. Kalian tau rasanya
terbuang? Mungkin berlebihan, tapiā¦.. aku benar-benar merasakan perasaan itu.
Tak berguna. Parasit. Manusia bodoh. Sialā¦. Apa yang kau pikirkan Park
Chanyeol? Kalau kau tidak ada di dunia ini, maka matahari akan kehilangan
sinarnya. Ya.. benar. Aku berguna. Bukan parasit. Tidak terbuang. Hanya saja
orang tuaku tak perduli. Aishā¦ mulai lagi dengan āorang tuaā? ayolahā¦. Tatap ke
depan. Takdirku tak akan pernah berubah jika terus menerus mengasihani diri
sendiri.
Baru saja aku hendak melangkah, seseorang berdehem tepat
dibelakangku. Tanpa sibuk-sibuk berpikir, aku membalik badan. Kemudian
tersentak begitu melihat Seung Ho dan Suzy yang sudah berdiri berdampingan
tepat dihadapanku. āPark Chanyeol~a. Senang bertemu denganmu disiniā Seung Ho
mengulurkan tangannya ramah. Aku tak membalas uluran tangannya, hanya melihat
tangan itu sebentar lalu beralih menatap Suzy. Entah kenapa gadis itu menjadi terlihat
asing dimataku. Dia bukan Suzy yang kukenal. Kemana perginya senyum manis itu?
Kemana perginya wajah ceria itu? kenapa yang ada justru wajah cemas? Ia
menatapku dengan tatapan tak nyaman. Jelas betul kalau situasi ini membuatnya
jengah. Aku juga jengah, Bae Suji. Tapi aku juga mau tau apa yang terjadi
padamu. Kenapa kau bisa berubah sedrastis ini? Apa pria itu benar-benar tak
memiliki kemampuan untuk membuatmu tersenyum?
āPark Chanyeol~ssiā
āahā¦ ia! Senang juga bertemu denganmu disiniā aku buru-buru
mengganti raut wajahku menjadi senang dan bersahabat, kemudian membalas uluran
tangannya.
ājadiā¦.. kalian berdua sudah saling kenal? tadi datang
kesini bersama?ā tanya Seung Ho. Aku mengernyit, kemudian menoleh kearah Suzy.
Gadis itu malah menunduk, tak bersuara sedikitpun. Seolah melimpahkan semuanya
kepadaku. Eomonaaā¦.. demi Tuhan aku tak
tau apa-apa. Suzy tak bilang kalau Seung Ho juga akan datang ke acara ini. Apa
ia tak tahu? tapiā¦. mana mungkin? Mereka berdua seharusnya sangat dekat, terlebih
jika mengingat hubungan mereka saat ini. Sebenarnya apa yang terjadi?
ākamiā¦.. baru kenal beberapa hari yang lalu dan Suzy,ā¦.. ia
datang sendiri tadi. Tidak bersamakuā aku menjawab dengan kikuk. Padahal kami
sudah pernah bertemu sebelumnya, tapiā¦.. tetap saja aku merasa canggung. Ini
suasana paling menjengkelkan yang pernah kualami dalam hidup. Bagaimana bisa
aku kehilangan jati diriku didepannya? Didepan Seung Ho dan Suzy, aku justru
malah mati gaya. Bahkan dalam hati sudah meraung-raung ingin pulang, mendadak
merindukan apartemen. Aishā¦. Dimana Joon Myeon? Datang dan selamatkan aku,
bodoh!
āoh.. begitu. Baguslah jika kalian sudah saling kenal.
eungā¦. Chanyeol~aā¦. naskahmuā¦ā¦ā
āgagal?ā Ujarku, melengkapi ucapan Seung Ho yang
menggantung. Aku langsung menghela nafas, putus asa pastinya. Aishā¦. Sudah
berapa kali naskahku di tolak sutradara? Kalian tau? Aku juga sudah pernah
menyerahkan naskahku kepada seorang sutradara yang terbilang masih baru di
Korea, namun ternyata ditolak juga. āaku sudah menduganyaā ujarku pelan,
memaksakan senyum walaupun canggung.
āahā¦ menduga apa? Naskahmu bagus dan sutradara itu tertarik
untuk mengangkatnya ke layar lebarā ucap Seung Ho sambil menepuk bahuku. Aku
mengangkat kepala, āJinjja?ā teriakku syok. Untungnya tak terdengar kencang
karena teredam oleh suara bising orang berbincang, tertawa dan
dentingan-dentingan gelas yang sejak tadi menjadi background percakapan kami.
Suzy menatapku dan Seung Ho tak paham. Ya.. aku berani
bertaruh kalau gadis ini bingung setengah mati mengenai apa yang kami
bicarakan, dan bagaimana bisa kami saling kenal. Lagipula pekerjaan Seung Ho
memang tak ada hubungannya sama sekali dengan bidang naskah ataupun perfilman.
Ia hanya mengenalkanku pada seorang sutradara, dan kebetulan sutradara itu
adalah temannya. Untuk ukuran seorang Bae Suji, mungkin ini agak sulit untuk
dimengerti. Lihat saja sekarang. Matanya terlihat menuntut penjelasan, tapi bodohnya
sama sekali tak mencoba untuk membuka mulut. Baiklahā¦. Terserah kau saja. Kita
lihat sampai kapan kau berhasil menahan rasa penasaranmu. Ckā¦ tapi aku jadi
ingin tahu, apa yang membuatnya menahan diri untuk bicara? Kenapa ia segugup
ini dihadapanku?
āsyuting perdananya akan dimulai kira-kira 2 minggu lagi. Tapi
kalau semua pemerannya sudah siap kurasa bisa lebih maju dari jadwal
sebelumnyaā
ābegitu?ā
āne.. dan jika kau tak ada keperluan lain, kurasa lebih baik
kau melihat proses syutingnya Chanyeol~aā¦.. walaupun disana ada sutradara, tapi
kau tetap penulis naskahnya dan kurasa kau lebih pahamā
ābaikā anggukku.
āmengenai pembelian naskahnya, mungkin ia akan bicarakan
langsung denganmuā
āaku tidak menjualnyaā ralatku.
āmaksudmu? Bagi hasil begitu?ā
ābenar. Aku tidak apa-apa jika tidak dibayar sekarang,
tapiā¦ā¦. setiap filmku diputar, kuharap aku mendapat royaltiā
āwawā¦. Kau cukup berani untuk ukuran penulis baruā puji
Seung Ho, terlihat kagum akan pemikiranku. Yaā¦ saat ini aku memang tidak sedang
sangat membutuhkan uang. Penghasilanku dan Joon Myeon masih cukup untuk biaya
hidup kami di Seoul juga untuk dikirimkan ke orang tua kamā¦ā¦ā¦ ralat, orang tua
Joon Myeon dan nenekku di Daejeon.
āgamsahmnida Sunbaeā
āaishā¦ā¦ sudah kubilang panggil Seung Ho sajaā
āah iya.. maafā
āeungā¦. kau kerja disini?ā
āa..aniyaā¦. aku ikut temanku. Namanya Kim Joon Myeon, dan
dia karyawan disiniā jawabku malu. Tentu saja malu. Saat ini, pasti dipikiran
Seung Ho, aku hanyalah seorang penyusup di acara orang. Walaupun memang benar,
tapiā¦.. lebih baik cukup aku saja yang tahu. Yasudahlahā¦ā¦.. apa boleh buat? Ini
resiko orang jujur.
āhmmā¦. Kurasa aku harus pulang sekarang. Banyak yang harus
kukerjakanā
āsekarang?ā
āne.. sekarang. Aku permisi Yoo Seung Ho~ssi, Suzyā¦ā¦..-ssiā Ucapku
seraya merundukkan badan. Jelas sebagai bentuk penghormatan. Ya.. aku sadar
akan derajatku disini. Terlebih ia sunbaeku, aku tak mungkin hanya melambaikan
tangan dan bilang āaku pulangā lalu pergi begitu saja.
Seung Ho tersenyum tipis sambil mengangguk, membuat mataku
beralih teratur pada gadis ābisuā disampingnya. Gadis itu tak bereaksi apa-apa,
hanya balik menatapku dengan tatapan yang tak kukenal. Baiklahā¦ dia terlihat
begitu anggun jika disandingkan dengan Seung Ho. Bukan Suzy cerewet yang
biasa.Tapiā¦.. apa itu sesuatu yang baik? Atau malah buruk? Jujur saja aku lebih
suka Suzy yang biasa. Bae Suji-ku.
Suzy POV
āhmmā¦. Kurasa aku harus pulang sekarang. Banyak yang harus
kukerjakanā Ujar Chanyeol sok sibuk. Cihā¦. Mengerjakan apa? Bilang saja mau
menghindar dari Seung Ho.
āsekarang?ā
āne.. sekarang. Aku permisi Yoo Seung Ho~ssi, Suzyā¦ā¦ā¦-ssiā
Suzy~ssi? Dia memanggilku Suzy~ssi? Apa aku tak salah dengar? Tiba-tiba saja
mata namja itu beralih menatapku, berhasil membuatku langsung menahan nafas.
Entah atas sebab apa. Kemudian Chanyeol memutar langkahnya dan pergi keluar.
Meninggalkanku.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦
Chanyeol POV
20:48 KST
Sudah 30 menit penuh aku berjalan, menahan rasa perih
ditumitku yang sepertinya sudah lecet parah. Aishā¦ā¦ sepatu ini, sepertinya ia
tak menyukaiku. Setiap langkahku terasa perih sejak tadi, mungkin karena
terlalu jarang kupakai ia jadi marah dan melukaiku. Aku ingin sekali
melepasnya, namunā¦.. apa kata orang? Masa ia memakai jas tapi tak memakai
sepatu. Ah.. memalukan. Jadi lebih baik aku tahan saja rasa perih ini, yaā¦
sedikit lagi kok. Aku sudah bisa melihat gedung apartemenku dari sini. Aigooā¦ā¦
apartemenku sayang, aku merindukanmu.
Hmmā¦.. kenapa aku berjalan? Sederhana saja. Menaiki
kendaraan umum itu butuh biaya dan aku tak bawa sepeserpun. Tadi kan aku kesana
bersama Joon Myeon, jadiā¦. semua uang Joon Myeon yang bawa. Ayolahā¦.. aku sama
sekali tak berpikir sejauh ini, aku sama sekali tak berpikir akan pulang
sendiri. Aishā¦ā¦. Yoo Seung Ho, ini gara-garamu! Kau senang sekarang huh?
Membawa gadis yang seharusnya menemaniku dan membuatku pulang jalan kaki. Aku
tak mau menunggu Joon Myeon dan berada satu ruangan dengan sepasang calon
suami-istri bahagia itu. Tidak. Terimakasih. Aku tak begitu suka melihat
mereka, mereka itu tidak cocok. Seung Ho harusnya bisa mendapatkan gadis yang
lebih cantik dari Suzy. Kasihan sekali hidupnya. Dan Suzy, ia sama sekali tidak
terlihat baik saat bersama dengan pria itu, kurasa sosok gadis sepertinya lebih
cocok disandingkan dengan seorang penulis. Pasti akan lebih baik.
Tiba-tiba saja, ponselku berdering. Membuatku langsung
merogoh saku celana dan mengambil ponsel berisik itu.
āapa?ā tanyaku tanpa basa-basi. Bahkan sama sekali tidak
tertarik melihat nama kontak dari si penelepon.
āYAA!!! PARK CHANYEOL! KAU DIMANA HUH? AKU SUDAH MAU PULANGā
apa katanya? Sudah mau pulang? Aku pulang dari setengah jam yang lalu tapi
tidak sampai-sampai. Aku tersenyum sinis sambil menghentikan langkah kakiku.
Menghadapkan badanku ke sisi jalan sambil menumpangkan sebelah tanganku yang
bebas di besi pembatas yang dingin.
āaku sudah pulang duluanā
ājinjja? Naik apa?ā
ājalan kakiā
āastaga! Kau dimana sekarang? kau diamlah! Aku akan
menjemputmu disana dan kita ke apartemen yaā
ātckā¦ā¦ terlambat. Apartemennya ada di depan matakuā
terdengar desahan kecewa dari ujung telfon, tapi tak begitu kuhiraukan. Aneh
sekali anak ini. Kenapa malam ini ia jadi sangat memperdulikanku?
āhmmā¦.. Chanyeol~aā¦. kau lihat yang tadi? Yang tadi
dipanggung?ā tanyanya ragu. Pertanyaan bodoh.
Apa ia pikir aku buta? Jelas-jelas gadis yang ada di panggung tadi
adalah gadis yang menemaniku. Masa ia aku tak lihat?
āahā¦ ternyata dia calon istrinya Seung Ho sunbae. Kau ingat
Seung Ho sunbae tidak?ā aku mengangguk. Dengan mata yang menatap nanar entah
kearah mana.
ākau ingat Seung Ho sunbae kan?ā
āYAA BUTA! KAU TIDAK LIHAT AKU MENGANGGUK?ā Bentakku tak
tahan.
āYAA JENIUS! KITA BICARA LEWAT TELFONā Joon Myeon balik
membentakku. Aishā¦ benar! Bagaimana bisa ia melihatku mengangguk?
āye.. mianhae. Sudah ya.. aku pusing mendengar suaramuā
jawabku jujur. Lalu tanpa menunggu persetujuannya, segera mengakhiri sambungan.
Aigooā¦. malam ini. Padahal ini musim panas, tapi kenapa udaranya berbau basah?
Sepertinya sebentar lagi akan hujan. Aku menarik nafas dalam, kemudian mulai
berbalik dan bersiap melanjutkan langkah. Tapiā¦ā¦. Arrggghhh. Aku tak kuat lagi,
ini benar-benar sakit.
Akhirnya, aku mengalah dan langsung duduk. Yepā¦. Dipinggir
jalan, membuka sepatu kemudian meringis begitu melihat kulit tumitku yang
terkelupas dan mengeluarkan darah. Ahā¦ separah ini ternyata, pantas saja perih.
Apa lebih baik aku menunggu Joon Myeon lewat saja? Aku benar-benar tak kuat
lagi berjalan. Kakiku mau patah. Tapiā¦.. Ya Tuhan, apartemenku tinggal 20 meter
lagi. Setelah beberapa detik terdiam sambil memandangi apartemen, aku
mengangguk mantap pada diriku sendiri. Ya.. tekadku sudah bulat. Aku akan jalan
kesana.
Aku menenteng sepatu yang tadinya mau kutinggal dijalan,
lalu perlahan-lahan berjalan. Dengan iringan suara meringis disetiap langkahnya.
Baiklahā¦. Persetan dengan jasku. Aku berjalan keapartemen tanpa alas dan dengan
rambut yang berantakan hebat. Membuat siapapun sangsi kalau aku baru saja
menghadiri pesta. Harusnya malam ini, aku memang tidak datang. Harusnya tidak
datang.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦
21:03 KST
Seung Hoās car
Suzy POV
Akhirnya setelah kurang lebih 2 jam menghabiskan waktu
membosankan di gedung kantor, Seung Ho mengajakku pulang juga. Awalnya ragu
untuk mengiyakan, tapi disisi lain aku juga tak mungkin menolak. Jadiā¦. disinilah
aku sekarang. Dikursi penumpang mobil Yoo Seung Ho. Sebisa mungkin diam,
meminimalisir gerakan sesederhana apapun. Demi Tuhan, aku benar-benar takut.
Padahal sudah 3 tahun berada disekitarnya, tapi sampai saat ini aku belum
mengerti juga bagaimana cara menghadapi sikapnya.
Tckā¦ begini. Dia sudah tau kalau aku salah, tapi bukannya
marah-marah ia malah diam. Itu aneh kan? jujur sajaā¦. Aku lebih bisa tenang
jika dia marah, kalau didiamkan begini aku malah bingung. Seung Ho itu tipe
orang yang bisa mengintimidasi dengan sikap bungkamnya. Cara ia diam itu
benar-benar membuatku merasa bersalah, merasa terpojok, merasa canggung untuk
sekedar menarik nafas didalam mobilnya.
ākenapa?ā aku langsung tersentak, mendadak kehilangan fokus
dan menatap Seung Ho gusar. Hanya satu kata, namun terlalu jelas ditelingaku.
Terlalu jelas untuk kupahami. Yang ia tanyakan adalah ākenapa?ā dan seharusnya
aku punya sesuatu untuk dikatakan. Bukannya diam begini. Ayolah Suzy, pikirkan
sesuatu lalu katakan.
āakuā¦ā¦.ā baru satu kata, dan mulutku kembali tertutup rapat.
Tak tau kata apa yang pantas diucapkan setelahnya.
ākenapa membohongiku?ā Seung Ho memperjelas pertanyaannya.
Tanpa menoleh. Tanpa nada yang tinggi. Tanpa raut wajah kesal. Ia memegang
setir dengan sebelah tangannya, dan sebelah lagi ia tumpangkan disisi
sampingnya. Wajahnya tenang, menatap fokus jalanan didepan. Selalu begitu.
Bagaimana mungkin aku bisa setakut ini dihadapan seseorang yang jelas-jelas tak
pernah mengekspresikan rasa marahnya? Tak pernah membentak.
āmianhaeā akhirnya, setelah berpikir keras mencari alasan,
aku kembali dengan sebuah kata magis yang umum dikatakan orang yang mengakui
kesalahan. Aku bukan tipe wanita yang bisa berpikir cepat, bukan tipe wanita
yang bisa mengarang dengan baik. Jadi kalau sudah begini, aku tidak bisa
apa-apa selain berkata jujur dan minta maaf. Hanya mampu berharap Seung Ho mau
memaafkanku dengan kepala yang tertunduk dalam. Tak berani dan tak punya
kekuatan untuk mengangkatnya.
Seung Ho POV
āmianhaeā putus Suzy akhirnya. Setelah sekian lama menunggu,
ia malah meminta maaf. Seketika aku mendesah, aku membutuhkan jawaban yang
lebih dari itu.
Sebenarnya, sejak awal aku tahu dia akan pergi. Maksudkuā¦..
saat tadi aku ke rumahnya, saat ia mengaku sedang sakit. Aku mencium bau parfum
dibadannya, sebuah kebiasaan kecil yang sangat kuhafal. Suzy hanya akan memakai
parfum aroma itu saat mau pergi pada malam hari. Lalu, heelsnya. Seorang Bae
Suji bukanlah gadis yang ceroboh, ia juga tak pernah mempunyai kebiasaan seaneh
itu. Memakai heels saat sedang tidur? Itu hal yang tidak mungkin untuk Suzy. Jadi
karena dua alasan itu, aku langsung keluar dari kamarnya tanpa bicara apapun.
Aku sudah cukup kesal saat itu, maksudkuā¦ā¦ā¦.. kenapa dia berbohong? Tapiā¦
karena aku sudah diundang dan diharuskan hadir tepat waktu, aku tak terlalu
memusingkan hal tadi dan segera pergi. Kemudianā¦ā¦.. saat tadi di gedung, saat
aku sedang bercengkerama dengan para pimpinan perusahaan mitra-ku, aku melihat
Chanyeol dan Suzy sedang memasuki ruangan dengan tangan yang terkait. Persis
seperti sepasang kekasih. Aku tak bersikap gegabah, aku hanya mengawasi mereka
dari jauh. Takut kalau Chanyeol melakukan hal yang tidak pantas pada
perempuanku.
ākau mengenal Chanyeol?ā tanya Suzy dengan nada yang begitu
hati-hati. Seolah aku akan menelannya hidup-hidup jika salah sedikit. Apa aku
terlihat seperti monster dimatanya? Perlahan kutolehkan kepalaku menatapnya,
mencoba mencari sesuatu yang lain dimatanya, namun yang kulihat hanyalah
ketakutan, ketakutan dan ketakutan. Bahkan saat aku menoleh, ia malah langsung
menundukkan kepalanya secepat kilat. Seolah baru melakukan kesalahan. Kau
kenapa Bae Suji? Kenapa? Apa yang salah dariku?
Lagi-lagi aku mendesah, untuk kesekian kalinya lebih memilih
diam daripada menjawab pertanyaannya. Keputusan untuk diam dan tak menjawab
adalah keputusan langganan bagiku. Ya.. itulah caraku untuk mengekspresikan
rasa kecewa. Mungkin tak manusiawi, tapi aku memang tak tahu cara seperti apa
yang bisa dianggap benar. Haruskah aku memarahinya? Maaf, tapi aku tak pernah
terbiasa melakukan hal semacam itu. Hanya menguras tenaga tanpa hasil yang
pasti, bahkan bisa-bisa Suzy malah sakit hati dan makin menjauh. Hmmmā¦. Makin?
Entahlahā¦. Tapi kurasa ia mulai menjauhiku. Kuharap hanya perasaanku.
ākau dan Chanyeolā¦ā¦ā¦ā¦ā¦. Hubungan kalian sedekat apa?ā
tanyaku akhirnya, setelah kurang lebih 10 menit dalam diam. Hujan deras yang
tiba-tiba saja mengguyur kota Seoul sejak 5 menit yang lalu menjadi background
percakapan canggung kami. Padahal ini musim panas, seharusnya tidak hujan.
Kalaupun hujan, seharusnya tidak sederas ini. Mungkin alam sedang
mengekspresikan rasa sakitku.
āmollaā ujar Suzy pelan. Hanya āmolla?ā padahal ia sudah mengambil
jeda nyaris 30 detik penuh setelah aku melontarkan pertanyaan.
ābagaimana bisa tidak tahu sih?ā aku menarik nafas gusar,
mengepalkan sebelah tanganku sekuat mungkin. Upaya kecil untuk meminimalisir
rasa kesal. Tck.., Bae Sujiā¦ā¦ apa yang ada dipikiranmu sekarang? kauā¦ā¦kenapa?
āaku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagiā
tiba-tiba saja Suzy menangis, terisak-isak memegangi dadanya. āmaafkan aku
Seung Ho oppa. aku tak bermaksud membohongimu. Aku hanyaā¦ā¦ aku hanyaā¦ā¦ā¦. Aku
sudah berjanji pada Chanyeol sebelumnya, tapi disisi lain..ā¦.. aku juga tidak
bisa menolakmu. Jadiā¦. jadi akuā¦.ā
āSuzy~aā¦.. jangan menangisā aku mengusap kepalanya dengan
sebelah tanganku. Aku bodoh dalam urusan seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana
caranya menenangkan seorang wanita yang sedang menangis. Suzy tak pernah
menangis dihadapanku sebelumnya. Akhirnya aku menepikan mobil, aku benar-benar
tak bisa berkonsentrasi menyetir jika perempuanku masih menangis.
ājangan menangisā ujarku sambil meletakkan kedua tanganku
dibahu Suzy. ājebal mianhaeyo oppaā lirihnya. Aku tak bisa menjawab lagi,
akhirnya lebih memilih menarik gadis itu lebih dekat kemudian memeluknya.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦.
Author POV
Hari demi hari berlalu dengan cepatnya. Ini sudah terhitung
minggu ke-dua dari pertemuan pertama Chanyeol dan Suzy. Dan selama itu, sama
sekali tak ada satu haripun yang mereka lewatkan tanpa agenda bersama. Entah
itu pergi ke bioskop, makan siang atau hanya jalan-jalan santai di pusat
perbelanjaan. Semua rutinitas baru itu tentu saja membuat mereka semakin dan semakin
dekat tiap harinya. Membuat keduanya merasa nyaman satu sama lain. Saking
nyamannya, bahkan seorang Chanyeol pun bisa menceritakan masalah keluarganya
yang rumit pada Suzy. Begitu pula Suzy. Nyaris tiap bersama Chanyeol, ia selalu
mengeluh tentang hubungannya dengan Seung Ho.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦
10:19 KST
Chanyeolās apartment
āChanyeol~aaā¦.. ayo ke bioskop. Aku bosan di rumahā ucap
gadis diujung telfon. Chanyeol tak langsung menjawab, ia menjepit ponselnya di
antara bahu dan telinga, lalu menggunakan kedua tangannya untuk mengambil
kertas-kertas acak disekeliling komputer. Ya.. saat ini, didepan Chanyeol ada
sebuah komputer yang masih dalam kondisi menyala, terbuka di aplikasi Microsoft
word. Namja itu sedang bekerja. Mengetik lanjutan naskah āBlue Wedding
Dayā-nya. Syuting film sudah dimulai sejak 3 hari yang lalu, dan secara
tiba-tiba sutradara film menelfon Chanyeol dan meminta namja itu mengganti
beberapa dialog naskah. Sederhana sebenarnya, hanya sepuluh lembar saja yang
harus diganti, tapiā¦.. kalau ia cuma diberi waktu dua hariā¦ā¦ pekerjaan
sederhana itu bisa menjadi luar biasa sulit. Apalagi ini pengalaman pertamanya
menulis dibawah tekanan deadline.
āmianhaeā¦ā¦ aku agak sibuk Suzy~aā
ājinjja? Sebentaaaaarā¦ā¦. saja! Janjiā pinta Suzy dengan nada
bicara yang ia buat semanis mungkin.
āaku benar-benar tidak bisa. Besokā¦ā¦ā¦ā¦ā
ābaiklah. Maaf
mengganggumu. Kututup yaā¦ Anyyā¦ā¦ā¦ā¦..ā
āokeā¦. okeā¦.. Kujemput sekarang. Bersiap-siaplahā ujar
Chanyeol akhirnya. Ia meletakkan kertas-kertasnya dimeja, lalu menyandarkan
punggungnya disandaran kursi dengan sebelah tangan yang bersedekap. Sudah
berapa kali ia mengalah demi gadis itu?
āa..ap..apa? kau benarā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā
"Jika kau bicara sekali lagi, demi Tuhan aku akan
berubah pikiranā ancam pria itu geram. Sukses membuat Suzy membekap mulutnya
dan mengangguk patuh, kemudian segera mematikan sambungan telfon dan
bersiap-siap. Persis seperti yang diperintahkan Chanyeol tadi.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦.
12:29 KST
Sinsadong J Cafe
Chanyeol POV
Gadis itu masih lekat memperhatikanku, sialnya dengan
tatapan iba yang terlalu jelas sekalipun berusaha ia tutupi. Gara-gara gadis
ini, aku tanpa sadar kembali bicara soal kondisi eomma di Daejeon. Menurut
kabar terakhir, keadaan eomma kian memburuk, selain tidak mau diajak bicara dan
gemar mengurung diri di kamar, sekarang wanita itu semakin merepotkan nenek
dengan sikap kekanakannya yang tidak mau makan. Membuat nenek dan tidak
kupungkiri, aku pun khawatir. Ya.. Joon Myeon benar. Seperti apapun sikapnya,
ia adalah ibuku. Orang yang melahirkanku. Aku harus menghargainya karena fakta
itu.
ājadi kapan kau akan pulang ke Daejeon?ā
āmollayo. Kemungkinan besar dalam waktu dekat ini. Mungkin
saat Blue Wedding Day selesai di produksiā
ātidakkah itu terlalu lama? Kau tidak merindukan nenek dan
eomma-mu?ā
ājika aku sudah disana, aku tak akan kembali kesini lagiā
jawabku sambil melipat tangan dimeja dan menatap Suzy serius. Memperhatikan
betapa drastisnya perubahan air muka perempuan didepanku. Jelas ia tercekat.
Balik menatapku dengan mata yang bergerak tak fokus, menandakan sebentar lagi
akan ada cairan-cairan bening yang keluar. āwaeyo?ā tanyanya lirih.
āaku sudah menulis banyak sekali naskah. Aku tinggal menjual
semuanya dan hidup dengan keluargaku di Daejeon. Nenek sudah berusia lanjut, ia
membutuhkan bantuan disanaā responku tenang. Walau sejujurnya, aku sendiri
sesak mengatakannya. Aku mulai muak dengan hidupku.
ākau rela meninggalkanku sendiri?ā
āapanya yang sendiri huh? Seung Ho selalu disisimuā racauku.
ātapi kalianā¦ā¦ā¦ berbedaā
āArasseo. Lagipula masih tersisa cukup banyak waktu kan?
kita bisa menghabiskannya bersamaā Ucapku seiring dengan senyum tulus yang
otomatis terbuat menghiasi wajahku. Suzy meloloskan tatapannya dariku, terlihat
tidak setuju.
āKau baik-baik saja, Chanyeol~a?ā
āwae?ā
ākau agak pucatā aku langsung terkesiap, refleks menyentuh
wajahku sendiri. ājinjjayo? Tapi aku baik-baik sajaā
āmungkin karena kelelahan. Makanya istirahat yang benarā
āiyaā¦ cerewet. Geumanhae! Jangan terlalu perhatian. Tidak
takut jatuh cinta padaku hum?ā Suzy tersenyum kecil. Setelah kubilang akan
tinggal di Daejeon, gadis ini jadi agak berbeda. Apa pertemuan kami memang seberarti
itu?
āChanyeol~aā¦. kau tau? Sekarang aku mulai berpikir
bahwaā¦ā¦ā¦ā¦ā Suzy menggantung kalimatnya, lalu menghela nafas sambil menggeleng.
Seolah bicara pada dirinya sendiri. Aishā¦. Anak ini! kalau mau bicara ya
bicara! Jangan membuat orang penasaran begini!
ābahwa apa?ā
āaniyaā
āahā¦ bahwa apa?ā
āaigooā¦.. eobseo Chanyeol~aā
ātckā¦ bahwa apa Bae Suji?ā desakku dengan nada suara yang
mulai naik.
ābahwa sejak awal hubungan kita tidak benarā akhirnya Suzy
berteriak, kesal menatapku.
ātidak benar bagaimana?ā tanyaku tak mengerti.
āmungkin kau tidak merasakannya, tapi akuā¦.. aku kan yeoja.
Perasaan yeoja itu lebih peka daripada namja. Kau sudah mengerti apa maksudku
kan?ā Suzy menatapku ragu. Ahā¦ yaā¦ sepertinya aku mengerti. Tapi aku tak
benar-benar yakin. Jika apa yang ada dipikiranku sekarang sama dengan apa yang
ada dipikirannya, maka dipastikan kalau pernyataannya tadi salah besar.
Maksudkuā¦. āmungkin kau tidak
merasakannya, tapi akuā¦.. aku kan yeojaā ayolahā¦. Jika perasaan nyaman
sudah bergelayut, mau namja atau yeoja tak ada bedanya. Memangnya siapa yang
bisa menampik rasa itu?
āini lebih sulit bagiku. Aku akan segera menikah. Seharusnya
aku tidak merasakan rasa iniā¦ā¦.ā Suzy menarik nafas dalam-dalam, nampak sangat
tidak nyaman.
ākenapa diam saja?ā tanyanya memecah keheningan.
āah.. aku?ā aku menunjuk diriku sendiri dengan bodoh. Dan
dengan sabarnya, Suzy mengangguk.
āKau mengerti maksudku kan? tanpa kuucapkan secara jelaspun
kau sudah paham kan?ā
āakuā¦ā¦ tidak begitu yakinā ucapku jujur, sambil menggaruk
kepalaku yang tidak gatal. Baiklahā¦. Suasananya mulai canggung sekarang.
Sebelumnya kami tak pernah membicarakan soal perasaan satu sama lain dan demi
Tuhan ini benar-benar bukan sesuatu yang menyenangkan.
āah.. sudahlah. Lupakan sajaā pasrah Suzy. ākita pulang
sekarang ya..ā
āsecepat ini?ā
ātujuan utama kita kan cuma ke bioskop dan kita sudah
kesana. Lagipula bukannya kau sedang sibuk?ā ucap gadis itu tanpa menatapku
sedikitpun. Ia lebih memilih memperhatikan gelas jusnya yang sudah kosong dan
memainkan sedotannya.
āiyaā¦ tapi, kurasa aku masih punya cukup waktu untuk
menemanimu disiā¦ā¦ā
ākajjaā tanpa menghiraukan ucapanku, Suzy berdiri sambil
meraih tas tangannya. ākau mau mengantarku kan?ā tanya gadis itu sambil
tersenyum.
ātentu sajaā ujarku, lantas segera berdiri.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦
Joon Myeon POV
Apartment
Setiap hembus nafasku terasa berat, terasa sakit. Ini semua
karena benda laknat diatas meja itu. Benda laknat yang membuatku duduk gelisah
menunggu seorang pria sialan disini. Ya.. disini. Di ruang tengah apartemen
yang mendadak terasa sunyi seperti pemakaman, sedari tadi hanya suara desah
nafasku dan bunyi detakan jam yang terdengar. Sejak tadi aku diam, menahan rasa
perih dimata dan dadaku. Aku tau aku sedang sendiri sekarang, tapi itu tak
lantas membuatku dengan mudah mengeluarkan air mata. Terlebih untuk sesuatu
yang belum pasti kebenarannya.
Aku kembali menatap benda bajingan itu, selembar kertas terkutuk yang kini sudah
berada didalam genggamanku. Tadinya kertas itu terlipat didalam sebuah amplop
putih resmi. Disimpan rapi disebuah laci yang tidak seharusnya kubuka. Laci
kamar Chanyeol. Biasanya didalam sana hanya ada flashdisk dan kertas-kertas
naskahnya. Kuakui aku lancang, berani-beraninya masuk kedalam kamar pria itu
dan mengambil barangnya. Tapiā¦.. niat awalku tidak begitu, tadi aku hanya mau
meminjam flashdisk dikamarnya. Namun, ternyata yang kudapati justru surat
berengsek yang membuat tanganku bergetar hebat, membuat otot-ototku lemas luar
biasa. Aku tau dia orang yang tertutup, tapi tidak seperti ini juga seharusnya.
Lalu apa gunanya aku selalu berada disampingnya? Apa gunanya kami tinggal bersama? Apa gunanya
saling bahu-membahu membayar uang sewa apartemen, saling bahu-membahu untuk
bertahan hidup di ibu kota yang keras ini?
Kutengadahkan kepalaku dengan lemah, seiring dengan bunyi
āklikā dari arah pintu masuk. Dia pulang. Tanpa basa-basi aku segera berdiri,
berjalan mendekati seorang pria yang tengah duduk dilantai, melepas sepatunya dengan
tampang lesu. Mungkin aku bisa saja bermurah hati untuk membiarkannya istirahat
dulu, tapi kurasa tidak untuk kali ini. Masalah sejenis ini tak bisa menunggu.
Dengan kasar kutarik kaus belakangnya, membuat Chanyeol
tercekik dan memutar badannya kearahku, lantas berdiri. āYAAā¦ā¦ ADA APA
DENGANMU?ā Serunya sambil menepis tanganku, kemudian memegangi lehernya.
ābisa kau jelaskan ini!ā Ujarku parau. Dengan tangan yang
bergetar, kuangkat kertas penyebab masalah itu tepat didepan wajahnya. Aku bisa
melihat perubahan air mukanya yang jelas, dari marah karena dicekik menjadi terbengong
hebat tak percaya.
ākau lancang ya! Siapa yang memperbolehkanmu memasuki
kamarku?ā nada suaranya meninggi. Merebut kertas ditanganku itu secepat kilat.
ākenapa kau menyembunyikan hal sepenting ini dariku?ā tanyaku, lebih bisa
mengontrol emosi.
āaku tidak apa-apa. Sungguhā ujarnya santai, kemudian
beranjak melewatiku. Tentu saja aku tak tinggal diam, kutahan lengannya,
membuat Chanyeol mau tak mau menghadapku kembali. āapa lagi?ā tanyanya, seolah
tak ada yang terjadi. Seolah tak ada masalah. Dia itu terlalu pemberani atau
terlalu bodoh sih? Dia sadar atau tidak apa yang sedang ia hadapi sekarang?
āradang selaput otakā lirihku tak habis pikir, serentak
mengundang cairan bening yang daritadi mati-matian kutahan itu mengalir, keluar
tak terkendali dari mataku. Aku menangis. Demi Tuhan, aku menyayanginya.
Chanyeol dan aku sudah tinggal bersama bertahun-tahun, ia sudah kuanggap
sebagai saudara kandungku sendiri. Tapi diaā¦.. sepertinya dia tidak
menganggapku begitu.
āitu baru dugaanā ujarnya tanpa beban, kemudian menyentak
tanganku hingga terlepas. ākau lihat? aku baik-baik saja. Jangan perdulikan
surat ituā perintahnya. Ia menghela nafas lalu tanpa bicara apa-apa lagi segera
berlalu ke kamarnya.
Baru dugaan? Sekedar dugaanpun sudah sangat mengerikan jika
yang bilang adalah dokter. Kertas tadi adalah surat resmi dari rumah sakit.
Dari tanggalnya, surat itu sudah berada ditangan Chanyeol sejak kemarin malam.
Pantas saja kemarin dia pulang larut.
Aku berlalu kedapur, membuka keran washtafel dan membasuh
wajahku. Sial, aku menangis karenanya. Karena ketakutan lebih tepatnya. Coba
bayangkan. Saat sedang serius mencari flashdisk, aku menemukan sebuah amplop
putih bersih dari rumah sakit. Setauku seorang Park Chanyeol tak akan meluangkan
waktunya yang berharga untuk pergi ke tempat seperti ārumah sakitā kecuali
benar-benar diperlukan. Karena dilanda rasa penasaran yang hebat, akhirnya aku
membuka kertas itu. Serentak sarafku menjerit, lemas. Dan tubuhku langsung
bersandar keras ditembok. Di surat itu, tertulis vonis āRadang selaput otakā
atas nama āPark Chanyeolā.
Dulu saat melihatnya tersiksa karena sakit kepala, aku hanya
menyuruhnya meminum obat. Tanpa sedikitpun ada rasa khawatir yang berlebihan.
Maksudkuā¦.. ayolah, sakit kepala adalah hal yang biasa. Dan kukira itu wajar
dialami oleh orang yang pekerjaan sehari-harinya hanya berpikir dan mendekam
dikamar. Ia terlihat begitu tersiksa saat sakit kepala, sampai-sampai tak kuat
menggenggam gelas, sampai-sampai berteriak keras ditengah malam. Tapi lagi-lagi
kukira itu bukan gejala penyakit atau apalah. Aku hanya menyuruhnya istirahat
yang benar dan jangan terlalu lelah. Ia juga sering mual, bahkan sebelum
memakan apa-apa. Kupikir seseorang sepertinya tak mungkin sakit. Ternyata aku
salah besar. Bahkan ini bukan penyakit biasa,ā¦ā¦ iniā¦ā¦ ah..Jinjja!
Chanyeol POV
Setelah berhasil melewati Joon Myeon dan menjangkau pintu
kamar, helaan nafas frustasi itu langsung terdengar dari mulutku. Aku segera
memasuki kamar, menguncinya dan menyandarkan tubuhku yang limbung dibelakang
pintu. Tanganku mengepal, kecewa dengan diriku sendiri. Kertas ditanganku ikut
teremas, hingga akhirnya lecak dan nyaris robek. Gara-gara kertas ini,
gara-gara vonis ini, hidupku yang sudah tidak menyenangkan menjadi semakin
tidak menyenangkan. Radang selaput otak.
Beberapa hari yang lalu akhirnya aku mengunjungi suatu
bangunan yang sebelumnya tak pernah kupikirkan, rumah sakit. Aku tak sanggup
lagi menahan rasa sakit kepalaku yang mengerikan. Rasanya seperti
dibentur-benturkan ke dinding. Awalnya sakit kepala itu hanya terjadi sekitar
dua kali dalam sebulan, tapi lama-kelamaan rasa sakit itu semakin sering
datang. Bahkan ditengah malam. Saat aku sedang mencoba untuk istirahat.
Aku baru mendapatkan surat itu malam kemarin, tanpa
sepengetahuan Joon Myeon aku mengambil hasil general check-up itu di rumah
sakit. Aku masih ingat bagaimana wajah pilu dokter begitu memberitahukan
penyakitku. Katanya aku mengalami gejala radang selaput otak. Jika mau sembuh
harus cepat-cepat dioperasi.
Tapi begitulahā¦ā¦ aku bukan memasalahkan soal biaya. Hanya
saja, operasipun paling hanya untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk diotakku.
Dan itu artinya aku belum tentu bisa sembuh 100%. Untuk apa melakukan sesuatu
yang hasilnya ābelum tentuā? belum lagi ucapan dokter yang membuat keyakinanku
makin menipis. Ia bilang rata-rata orang yang mengidap penyakit sepertiku hanya
bisa bertahan kurang lebih 3 bulan. Intinya, penyakit seperti ini jika tidak
ditangani dengan baik bisa menyebabkan kematian, dan bila diobati sekalipun
sulit untuk benar-benar sembuh. Maksudku, efek samping dari pengobatan itu
adalah kecacatan permanen. Kemungkinan sembuh yang benar-benar sembuh hanya
sedikit. Dan kurasa tidak mungkin Tuhan sebaik itu, tidak mungkin ia memberikan
kemungkinan kecil itu untukku. Bukankah sejak awal Tuhan memang tidak pernah
berpihak padaku? Jadi atas dasar apa, aku bisa benar-benar sembuh?
Danā¦ā¦. cacat? Tidak, terima kasih. Aku lebih memilih mati
daripada menjadi orang cacat. Ayolahā¦.. aku tak mau menyusahkan halmeoni atau
Joon Myeon. Lagipula lebih baik aku memberikan uangku untuk halmeoni. Setidaknya
bisa lebih berguna dibandingkan melakukan operasi yang bisa jadi malah
mengantarku lebih cepat ke gerbang kematian. Yahā¦. Tersenyumlah Park Chanyeol.
Setidaknya kau masih punya 3 bulan untuk bernafas. Manfaatkanlah.
Aku berpindah ke meja belajarku, meremas kertas tadi dan
membuangnya ke keranjang sampah disamping meja. Membuka jaket kemudian
merebahkan diriku diranjang. Aku harus segera menyelesaikan semua pekerjaanku,
menjual semua naskahku dan pulang ke Daejeon. Aku mau meninggal disana saja.
Dan satu lagiā¦ā¦ā¦. Sebelum meninggal, setidaknya aku harus tahu apa penyebab
appa tidak kembali ke Daejeon, dan apa yang membuat eomma menjadi seperti
sekarang. Aku harus membuat sisa hidupku menjadi lebih berguna. Aishā¦. Tidakkah
aku terdengar menyedihkan? Kemana hilangnya rasa optimisku selama ini? Ternyata
aku lemah. Dengan mudahnya aku kalah pada vonis dokter. Tckā¦. Dokter juga
manusia, bisa jadi ia salah. Tapiā¦ā¦ sesalah-salahnya seorang dokter, tetap saja
ia dokter.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦..
āKlekā āsiapa saja yang sudah tahu tentang penyakitmu?ā baru
saja aku membuka pintu, suara dingin Joon Myeon langsung menyambutku. Ia sedang
duduk bersandar disofa tengah sambil menyesap kopi. Matanya menatap lurus ke
depan, lebih tepatnya kearah tv yang menyala.
Aku diam, menutup pintu kamarku dengan tenang lalu segera
beranjak ke dapur. Mengabaikan ucapan pria itu. ājangan bilang kalau hanya aku
yang tauā dengan cepat ia membalik badannya, mengikutiku dengan matanya.
āaku tidak apa-apa. Tau soal apa?ā ucapku dengan segala
kemunafikanku. Aku bersikap seolah-olah aku begitu tegar menghadapi ini,
padahal nyatanya aku bahkan sudah memikirkan rencana-rencana apa saja yang akan
kulakukan sebelum kematianku. Muka dua sekali bukan?
āJadi hanya aku saja yang tau?ā lirih Joon Myeon. Sepertinya
tak begitu perduli dengan ucapanku barusan. āBahkan Suzy juga?ā seketika
rahangku langsung mengeras begitu mendengar pertanyaan pelannya. Entah kenapa menjadi
begitu kesal. āKUBILANG AKU TIDAK APA-APA. AWAS KALAU KAU BERANI BICARA
PADANYAā bentakku tak tahan. Sukses membuat Joon Myeon langsung terkesiap, tak
tahu letak kesalahannya dimana.
ākau kenapa Chanyeol~a? kenapa berteriak padaku?ā tanyanya
sabar. Dengan raut wajah polos yang membuat siapa saja merasa bersalah. Aku
langsung berjalan mendekati sofa yang didudukinya. āberjanjilah untuk tidak
mengatakan pada siapa-siapa soal ini. Terutama Suzyā Ujarku sambil mengulurkan tangan
dihadapannya.
āmemangnya kenapa Suzy tak boleh tahu?ā
ākumohon berjanjilahā ulangku. ābaiklahā ujar Joon Myeon
pasrah. Walau wajah tak rela jelas terpeta, namja itu tetap mengulurkan
tangannya dan menjabat tanganku. Baiklah. Aku percaya padanya.
ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦.
A day laterā¦..
Suzyās private room
09:21 KST
Author POV
Alunan musik bergema didalam ruangan. Membuat seorang gadis
yang sebelumnya sedang sibuk mengeringkan rambut di depan kaca segera bergegas
meraih ponsel. Ia menatap layar ponselnya, tampak penuh dengan sederet angka
yang tak ia kenal. Akhirnya setelah beberapa detik menimbang, gadis itu membuka
flip ponsel dan menjawab panggilan.
āyoā¦boā¦seoā ujar Suzy ragu. Tangan yang tadinya bergerak
mengeringkan rambut kini terhenti sejenak.
āyoboseoā¦. Suzy~aaā¦ ini aku! Joon Myeonā
āahā¦Joon Myeonā gadis itu mengangguk, lalu kembali
melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. āada apa?ā tanya Suzy ramah, sambil
berbalik badan kembali menghadap kaca.
āaku mau bicara padamuā
ābicaralahā
ātidak. Tidak disiniā
ājadi? kita ketemuan?ā
āya.. jam 11 siang di taman samping kantorkuā
āmemangnya ada apa?ā
ādatang saja. Eung Suzy~a, aku harus kembali bekerja. Jangan
terlambat ya.. kumohon datanglahā
āb..baikā respon Suzy, ada nada bingung di suaranya. Gerakan
mengeringkan rambutnya pun jadi memelan karena penasaran. Sebenarnya ada apa?
Kenapa sepertinya penting sekali sampai-sampai seorang Kim Joon Myeon
menelfonnya? Semoga bukan sesuatu yang
buruk harapnya.
TBC
*sigh*ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ā¦mianhaeL
tadinya aku g kepikiran sama sekali bikin Chanyeol sakit T_T bahkan
sebelumnya aku udah nulis kata āTBCā di part Chanyeol Suzy lagi di restoran, yg
bilang chanyeol mo balik ke Daejeon itu *nunjuk2 atas*. Pokoknya tadinya part
ini selesai sampe situ doang, dan itu udh selesai dr tgl 20 desember, so.. aku
masih punya banyak waktu sampe bulan Januari *berhubung aku emang berkomitmen
mau publish BM sebulan sekali*
Trus entah kenapa selama itu aku banyak mikirin āgimana kl Chanyeol-nya dibuat meningitis aja?ā alhasil aku mulai
browsing *lewat hp* tentang penyakit itu. Ya udahlah,ā¦ intinya gitu.
Setelah di setiap part akunya kebingungan mau nge-end-in ky gimana,
akhirnya di part ini aku mulai bisa ngeraba siapa yg bakal jd pasangan Suzy
akhirnya. Yang pasti antara Chanyeol ama Seung Ho, secara Joon Myeon g masuk
list. Hehe. Kemungkinan BM bakal end di part 8 *ini baru kemungkinan. Bisa
kurang bisa lebih* aku harap si bisa lebih cepet.
Mungkin kalian juga udh mulai bs nebak akhirnya bakal gimana. Dan aku
yakin, tebakan kalian itu g bakal beda jauh sama rencana aku. Tapi ini masih
rencana yaā¦ bisa aja aku berubah
pikiran lagi.
Maaf kl penulisan aku kurang rapi atau cara penyampaian aku yang masih
g enak. Author masih belajar^_^
Makasih bg yg dah baca. Terus baca sampe part terakhir ya.. Mian hrs
nunggu sebulan sekali. Aku emang lg kehilangan mood. Bisa nulis sebanyak ini
aja udh prestasi besar *tabok* oke my lovely readers, Anyyeong.
Comments
Post a Comment