JOURNEY OF LOVE THE SERIES - Mysterious Sight Chapter 4













Cast :
  • Kim Sora ( OC )
  • Huang Zitao ( Tao )
  • Kim Jong Dae ( Chen )
  • Park Gyuri ( OC )
  • Cho Nayoung ( OC )
  • Lee Hara ( OC )
  • Han Ji Eun ( OC )
  • Jung Cheonsa ( OC )
  • Park Chanyeol ( Chanyeol )







Author POV


At Dansei Karaoke Center



Di tengah suasana riuh, duduk seorang gadis yang hanya menyaksikan aksi gila teman-temannya yang sedang bernyanyi, atau lebih tepatnya berteriak-teriak dari belakang. Sesekali hatinya tergelitik ketika teman-temannya bertingkah konyol di depan plasma berukuran empat puluh inch, tapi sekali lagi, ia hanya merasa terhibur tanpa tertawa sedikitpun, meski iyapun ia hanya tersenyum tipis.


Ia, Sora pikirannya kini sedang terpecah, terbagi menjadi dua bagian. Satu bagian sedang berfokus pada kelima temannya, tapi satu bagian lainnya tengah bersarang pada dompet cokelat pastel dalam genggamannya. Ia menggenggam benda tersebut bukan karena ia begitu menyayangi benda kecil itu, hanya ia sedang berusaha mengingatkan dirinya agar tidak lupa untuk memutuskan tindakan yang harus ia ambil terhadap orang itu, orang yang membelikan dompet cantik itu.

Setelah waktu itu dompet, kini waktunya telah banyak dihabiskan bersama orang itu, Jong Dae. Perasaan takut, bersalah, dan segan menyergapnya tiba-tiba, perasaan itu muncul begitu saja sejak tadi malam. Tanpa dipinta, tiba-tiba ia merasa bersalah saat melihat pesan Jong Dae muncul di layar ponselnya. Malam itu serasa sangat mencekam baginya, terlebih saat ia mengingat bagaimana Jong Dae jatuh pingsan dua hari lalu, saat pergi ke toko buku bersamanya.

Lelaki yang biasa tersenyum tulus itu, tiba-tiba saja jatuh pingsan sambil memegangi dadanya. nafasnya terengah membuatnya nampak sangat lemah. Dan kemarin malam, pria itu mengirimkan pesan teks pada Sora, aku baik-baik saja terimakasih telah mengkhawatirkanku begitulah bunyi pesannya.

Dari kejauhan Gyuri tak sengaja menangkap raut gamang Sora, ia langsung mengamit lengan Cheonsa, menarik gadis itu keluar dari gerombolan gadis yang tengah bersuka cita. “ Ada apa?” tanya Cheonsa mendesak, nampaknya ia tidak rela meninggalkan kegiatannya. “ Lihat! Ada apa dengannya?” tunjuk Gyuri mengarah pada Sora kemudian menoleh kembali pada Cheonsa. Cheonsa hanya mengangkat bahunya , “ Mungkin ia sedang tidak mood.”

Cheonsa hanya mendengus kesal saat tangannya ditarik kembali ketika ia hendak ingin bergabung dengan teman-temannya yang sedang bernyanyi. Dengan sangat terpaksa ia mengikuti langkah Gyuri yang ikut membawanya pada sosok Sora yang tengah berdiam diri.

Menyadari kedatangan dua temannya, Sora tersenyum kemudian kembali diam, menatap ke depan. dua orang, Gyuri dan Cheonsa langsung duduk mengapit Sora. mereka ikut terdiam, mengikuti arah pandangan temannya itu.

“ Kalian tahu…” ucap Sora menggantung. Nada suaranya tak bersemangat kedengaran begitu lirih mengundang banyak tanya dalam benak Gyuri maupun Cheonsa.

“ Jong Dae, dia mengalami gangguan pada jantungnya, lemah jantung.” Lanjutnya. Kedua orang di samping kanan kirinya hanya bisa menoleh lemas ke arah Sora. mereka cukup bingung untuk membalas ucapan Sora, dalam benak mereka muncul banyak simpati untuk Jong Dae.

“ Kalian tahu, melihatnya kambuh… sangat mengerikan.” Lagi-lagi dua orang itu hanya bisa diam, sambil memerhatikan kalimat selanjutnya.

“ Bahkan aku yang membawanya ke rumah sakit, berteriak histeris pada siapa saja untuk segera menolongnya. Aku juga ikut berlari saat ranjang dorong yang ia tempati harus cepat sampai di ruang UGD, akupun melihat bagaimana menderitanya ia saat bernapas kemudian napasnya terengah lalu perawat memasanginya alat bantu bernapas. Aku mendengar bagaimana dokter menyuruhku untuk tetap tenang dan hingga kini aku masih ingat jelas dokter mengatakan, bahwa seharusnya Jong Dae tidak boleh terlalu lelah, psikisnya harus berada dalam kondisi baik, tidak boleh ada yang membuatnya merasa terancam, tersudut, dan takut.” Lanjut Sora. gadis itu masih menatap kosong ke depan, ia tak benar-benar melihat apa yang ada di depannya. Reka ulang kejadian itu malah terputar jelas, membuat hatinya diselimuti rasa takut.


“ Lalu bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Gyuri.

“ Mungkin sudah membaik, setidaknya itulah yang ia beritahukan padaku.”



*****




Sora POV


At Sora’s Home



Ku tatap ragu buku kecil di hadapanku, jemariku menyentuh pelan permukaan benda itu, perlahan-lahan ku balik cover depannya hingga terlihat halaman selanjutnya.  

Tanpa banyak pikir lagi, ku raih pulpen yang tergeletak di atas meja, kemudian membiarkan hati kecilku menuliskan semua yang memang perlu ku tulis.

Haruskah aku mengatakan yang sejujurnya?

Baru sebaris kalimat tertulis, secara tiba-tiba tanganku berhenti, semua pikiran berat kembali mendesak bermunculan.masih jelas dalam ingatanku.

“ Sora-aa” aku menoleh ke arah Jongdae.

“ Apa…aku boleh tetap menyukaimu?” tanyanya dengan sangat berhati-hati. 

Aku terdiam, tak ada sepatah katapun yang bisa ku ucapkan. Atau memang tak ada kata yang ingin aku katakan padanya.

“ Ah….sudahlah jangan dipikirkan. Anggap saja kau tidak mendengarnya.”


Mengingat semua itu, aku kembali teringat dengan kenyataan yang begitu mengerikan. Kenyataan yang menghalangiku untuk mengatakan yang sebenarnya. meski sebenarnya aku bisa saja tetap mengatakan yang sebenarnya bahwa aku tak masalah jika ia tetap menyukaiku, tapi aku ingin dia mengerti jika hingga kapanpun aku tak bisa menyukainya, aku hanya menganggapnya sebagai teman. Bisa saja aku berkata seperti itu, bisa kalau aku sudah tak memiliki rasa kasihan pada orang lain.

Tapi apa? aku tak bisa, aku masih punya hati nurani. Terlebih saat dokter memberitahuku untuk tetap menjaga kondisi emosi Jongdae, menjaganya agar tak merasa terguncang.



*****




Author POV

At Chung Ang University


Suara riuh dalam kelas terdengar seiring dengan selesainya mata kuliah Kim seosangnim. Beberapa anak telah keluar dari kelasnya, namun ada sebagian yang masih sibuk merapihkan buku-bukunya. Begitupun dengan Tao yang masih sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, ia nampak begitu serius sebelum akhirnya salah seorang temannya mendekati.

“ Hei….” Seru Ahn Ki Hoon, salah satu teman Tao.

Tao hanya menoleh sesaat kemudian kembali merapihkan bukunya. Kemudian ia mengenakan tas punggungnya sembari berjalan menjauh dari tempat duduknya. Ki Hoon langsung merangkul sosok jangkung itu dengan bangga.

“ Sepertinya kau mempunyai banyak penggemar sekarang.” ujar Ki Hoon bertujuan menggoda Tao. Pria manis itu tentu amat tahu jika temannya itu merupakan salah satu namja idola di kampusnya, terlebih sekarang derajat Tao kian meningkat saat Mirae, mahasiswi populer di sekolah menaruh perhatian pada Tao.

“ Biasa saja, bahkan sejak kecilpun aku sudah memiliki banyak penggemar.” Kekeh Tao sambil memukul pelan kepala temannya itu.

Ki Hoon, pria bertubuh imut itu mencibir kesal akibat perlakuan Tao. Mereka berjalan sambil sesekali bersenda gurau, memukul kepala satu sama lain. namun minat Ki Hoon untuk membalas Tao urung, saat matanya mendapati sosok cantik bertubuh semampai berjalan bergerombol bersama teman-temannya.

Langsung saja Ki Hoon melemparkan senyum jahil ke arah Tao, “ Annyeonghaseyeo…Sae Ah..” sapa Ki Hoon sembari tersenyum pada gadis berparas cantik itu. berbeda dengan Ki Hoon yang masih memperlihatkan perasaan respect-nya, Tao yang notabene-nya adalah acuan kenapa gadis bernama Sae Ah itu, hanya diam, tak menyapa atau tersenyum sedikitpun.

Ki Hoon yang merasa tidak enak atas sikap yang ditunjukkan temannya itu langsung menyikut perut orang sebelahnya, memberi kode agar orang itu segera menyapa gadis di depan mereka. “ Issshh…kau ini kenapa sih?” bukannya mengerti dengan kode yang diberikan, Tao malah mendecak kesal.

“ Hmm…”

Kedua pria yang masih bergulat dengan misscomunication itu langsung berhenti dan memperhatikan gadis depannya.

“ Aku ke sini ingin memberikanmu ini.” Sae Ah tersenyum manis sambil mengangsurkan sebuah kotak pada Tao.

Tapi sekali lagi, karena Tao tidak merasa kalau benda itu diberikan untuknya, ia malah diam sambil menatap datar Sae Ah. dan untuk kedua kalinya, Ki Hoon menyikut perut Tao, ia mendelik, menyuruh Tao untuk menerima kotak itu.

“ Aku?” tanya Tao sambil menunjuk dirinya sendiri, Ki Hoon mengangguk frustasi, mengamini pertanyaan Tao.

Lantas Tao langsung menatap Sae Ah dengan heran membuat gadis itu sedikit gugup.

“ Ini…. untukku?” tanya Tao hati-hati. Ia tak mau terlalu percaya diri dengan men-claim bahwa benda itu diberikan Sae Ah untuknya.

Gadis cantik itu mengangguk, “ Ne.”

Dengan canggung, Tao mengambil kotak pemberian Sae Ah. “ Gomawo.” Ucap Tao sambil menganggukkan kepalanya, masih tanpa ekspresi kecuali ekspresi bingung dan heran.

“ Cheonman…semoga kau menyukainya. Kalau begitu aku pergi dulu.” Sae tersenyum malu, apalagi saat teman-temannya tersenyum jahil sambil membisikkan sesuatu. Kemudian gadis itu bersama temannya pergi, Tao yang masih bingung dengan gadis-gadis itu hanya bisa menggeleng pelan.


Perlahan ia membuka kotak yang beberapa menit lalu telah menjadi miliknya. Kini matanya menilik isi di dalam kotak itu, dan ternyata isinya adalah…cake?.  Ia lantas menutup kembali kotak itu, membuat ki Hoon, orang yang tengah mencoba untuk melihat isi kotak itu mendesah sebal. Tao hanya tersenyum, “ Aku duluan.” Belum Ki Hoon memberikan respon, Tao langsung pergi. Ia berjalan dengan sangat bersemangat meski tetap memancarkan aura cool.

Tak perlu waktu lama untuk namja berkaki panjang itu untuk sampai di kantin sekolahnya, kira-kira hanya 4-5 menit. Matanya mengedar saat ia baru memasuki ruangan yang biasa menjadi tujuan bagi para manusia yang merasa lapar. Ia tersenyum lega saat matanya menemukan apa yang seharusnya ia temukan, langsung Tao berjalan menghampiri tujuannya.




BUUKK

PRAANGGG

“ NEO!!”

Suasana kantin yang tadi begitu riuh mendadak langsung senyap, semua perhatian tertuju pada satu objek. Begitupun dengan Tao, iapun berhenti di tempatnya.

Di sisi lain, dua objek yang tengah menjadi pusat perhatian itu kini memancarkan aura negatif, terlebih Sin Mi.  gadis berwajah cantik dengan paras angkuh itu menatap nanar orang di depannya, orang yang baru saja menabraknya, membuat semua makanan serta minuman mengotori baju yang ia kenakan.

“ Jeosonghamnida sunbae.” Ucap orang di depannya sambil menunduk, tentu orang itu menyesali perbuatannya.

Sin Mi memutar bola matanya dengan sinis kemudian kembali menatap orang di depannya. “ Maaf? MAAF KATAMU? KAU PIKIR HANYA DENGAN KATA MAAF BISA MENYELESAIKAN MASALAH? DASAR TIDAK PUNYA OTAK!!” bentak Sin Mi dengan intonasi yang semakin meninggi. Orang itu, atau lebih tepatnya Sora kini ikut tersulut dalam lingkaran emosi yang dibangun oleh lawan bicaranya.


“ Tapi aku tidak sepenuhnya salah, karena sunbae-lah yang menabrakku.” Sergah Sora masih dengan intonasi biasa, meski sudah mulai emosi, Sora tetap berusaha untuk bersikap tenang.

Mendengar ucapan Sora, Sin Mi meradang, emosinya semakin membuncah.

“ KAU….. Kau tau siapa aku?”

“ Tentu aku tahu.”

“ Lalu kenapa kau masih bertingkah seolah-olah kau tidak bersalah, hah?”


Sora kini menghela nafas jengah, ia mulai lelah.

“ Baiklah…aku bersalah, aku minta maaf.” Sora langsung membungkukkan badannya. Ia memutuskan untuk mengalah daripada terlibat dalam perdebatan tidak penting seperti itu. terserah siapa yang benar dan siapa yang salah, yang penting bagaimana caranya agar dia bisa keluar dari tempat itu secepatnya.


Saat Sora baru ingin melewati Sin Mi, langkahnya terhenti, ia langsung menoleh pada Sin Mi yang sedang mencengkram lengannya.

“ Hhhh…kau pikir hanya dengan minta maaf, kemudian masalah akan selesai begitu saja?” sinis Sin Mi. Sora memposisikan dirinya menghadap Sin Mi. ia benar-benar sudah malas, tapi apa boleh buat?.

“ Aku sudah mengaku bersalah, bahkan aku sudah meminta maaf dua kali, apa itu kurang?” jawab Sora tenang.

“ Yak Kau! beraninya kau bicara seperti itu!” ucap Sin Mi meradang.

“ Apakah sunbae tidak bisa bermurah hati sedikit? Setidaknya berikanlah maaf pada orang yang telah meminta maaf padamu.”

“ KAU!! kau sedang berusaha mengguruiku? Ckkk…berani-beraninya kau berkata seperti itu padaku!” geram Sin Mi.

Dengan pikiran yang masih diselimuti emosi yang meluap-luap Sin Mi pun kalap. Tanpa pikir panjang lagi ia langsung mengambil segelas berisi jus yang terletak di atas meja yang tak jauh darinya, ia hendak menyiramkannya pada Sora, namun belum sempat tangannya bergerak, air betekstur agak kental itu langsung membasahi wajahnya sendiri.


Sora yang menyadari gelagat Sin Mi, langsung menahan tangan sunbae-nya itu kemudian mengarahkan gelas itu pada wajah sunbae angkuh di depannya.

Malu, kehilangan harga diri, serta merasa tidak dihargai bersatu dalam perasaan Sin Mi, kini ia hanya bisa terdiam sambil memejamkan matanya saat suasana kantin yang tadi hening, semakin hening, hanya terdengar beberapa bisikan yang tengah membicarakan dirinya.

“ Aku memang bersalah dan aku sudah meminta maaf, tidak bisakah kau menghargaiku? Setidaknya jika kau memperlakukanku dengan baik, aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu. sekali lagi aku minta maaf.” Ucap Sora kembali membungkuk, kemudian pergi meninggalkan keramaian lantas ke luar dari ruangan itu.



******




Sora POV


Aku terus berjalan tanpa mempedulikan orang-orang yang tengah membicarakanku. Yah…apalagi yang mereka bicarakan kalau bukan kejadian di kantin tadi. Jujur saja aku sudah sangat muak mendengarnya.

Rasanya aku benar-benar menyesali perbuatanku tadi, tapi bukan menyesali perbuatanku yang telah menyiramkan jus itu pada sunbae gila tadi, melainkan perbuatanku yang berulang kali memohon maaf sambil membungkuk di depannya.  Harusnya sekalian saja aku maki gadis itu dari awal.



Benar-benar menyebalkan. Ditambah dengan sikap orang-orang sekarang, setiap berjalan pasti mereka akan memandangiku kemudian berbisik pada orang sebelahnya. Cihh…mereka seperti baru melihat manusia penyebab kehancuran dunia saja.


Aku sedikit menyesal, coba saja kalau tadi aku ikut teman-temanku pergi ke pusat perbelanjaan setelah mata kuliah selesai dan bukannya pergi ke kantin sendiri, mungkin aku tidak akan berada di posisi seperti sekarang.

Aku berjalan sambil menundukkan kepalaku, memandangi jalan aspal yang telah ku pijaki. Sesekali ku tendangi kerikil-kerikil yang mengganggu jalanku. Kepalaku langsung saja terangkat saat jalanku terhalang oleh beberapa pasang sepatu.


Ku tatap pemilik sepetu-sepatu itu, beberapa pasang mata memandangku seakan berencana untuk membunuhku. Baiklah…sepertinya aku sudah terjebak dalam kandang macan sekarang. bayangkan saja, kini hampir dari lima orang lelaki berdiri di depanku. Mereka memberikan tatapan bengis, seolah aku baru saja membunuh ibu-ibu mereka.

Aku tidak begitu hafal nama-nama mereka, namun ada salah satu diantara mereka yang ku ketahui namanya. Yah…Jaebum, Jaebum sunbae.

Pandanganku kini mengedar saat suara berisik serta heboh menyesaki pendengaranku, setelah ditelisik ternyata hampir semua penghuni kampus ini bergerombol, berkumpul menyaksikan aku…hmm mungkin?. Aku hanya bisa menahan nafasku kemudian membuangnya perlahan, kini hanya tinggal menghitung waktu saja untuk memastikan nasibku nanti. 

“ Kau….apa orang tuamu tidak pernah mengajarkanmu sopan santun?” tanya salah satu diantara mereka sambil maju mendekatiku. Aku tak menjawab, atau lebih tepatnya enggan untuk menjawab.


“ Jawab! Apa kau tuli?” bentak orang itu. aigooo… sudah berapa kali aku dibentak hari ini?.


“ Aissh…kau jangan berkata kasar seperti itu.” lerai Jaebum sunbae sambil menahan bahu temannya yang sepertinya sudah bersiap ingin menelanku.

Kini Jaebum sunbae berjalan mendekat padaku, ia tersenyum, tapi aku tahu jelas bahwa itu bukanlah senyum suka cita, melainkan senyuman selamat datang untuk penyiksaanku hari ini.


“ Adik kecil… kenapa kau tadi bersikap seperti itu di kantin? Apa orang tuamu tidak sedih, kalau melihat anaknya bertingkah tidak sopan seperti itu?” ia bertanya seolah sedang bertanya pada gadis kecil tak berotak yang mungkin akan terjerat dengan kata-kata manisnya.

“ Tentu tidak. orang tuaku malah akan sedih kalau tahu aku membiarkan diriku dibentak dan dihina seperti itu.”  Ia tersenyum, tersenyum sinis maksudku.


“ Anak ini!” Jaebum sunbae kembali menahan temannya yang ingin memukulku. “ Biarkan dulu.” Ucapnya menenangkan temannya, tapi sepertinya orang itu sudah tak bisa mengendalikan emosinya, dari tadi Ia selalu berusaha untuk maju ke depan dan melayangkan tangannya yang sudah terkepal kea rah wajahku.

Ia langsung menghempaskan tangan Jaebum sunbae yang sedang menahan bahunya, “ Kita tidak bisa membiarkan gadis ini, ia harus diberi pelajaran. Berani-beraninya dia memperlakukan Sin Mi seperti itu. aku tidak bisa menerimanya, aku tidak bisa menerima kekasihku diperlakukan seperti itu.” ucapnya berapi-api. Oh…jadi ia kekasihnya Sin Mi sunbae, baiklah…sepertinya aku sudah semakin dekat dengan nasib burukku.


“ Kau benar! Sepertinya gadis ini harus diberi pelajaran, setidaknya dia harus tahu bagaimana bersikap dengan sopan.” Tambah temannya yang lain.

“ Cihh…benahi saja etika kalian dulu sebelum mengajari orang lain.” ucapku sinis.

“ KAU…” aku tersentak hebat saat pria yang mengakui dirinya sebagai kekasih Sin Mi sunbae, mendorongku hingga aku tersungkur ke tanah.  Aku meringis pelan, saat telapak tanganku terasa sedikit perih karena tergesek aspal.

“ Itu pantas untuk gadis sepertimu.” Cemooh pria tadi.

“ Ya…Min Jun-aa, apa yang kau lakukan?” tanya Jaebum sunbae pada pria itu. kemudian ia menoleh padaku kemudian menghampiriku. “ Bangunlah.” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

“ aku bisa sendiri.” aku langsung bangkit, kemudian membersihkan bajuku yang sedikit kotor.

“ Kau lihat? Gadis itu malah semakin menjadi saja! berhentilah untuk memperlakukannya dengan baik.” orasi pria bernama Min Jun itu sambil mendelik ke arahku. 


“ gwenchana?” seolah tak mempedulikan emosi kawannya, Jaebum sunbae malah terus menanyakan keadaanku, ia bahkan ikut menepuk-nepuk bajuku yang kotor.

Aku langsung menghempaskan tangannya saat kurasa ia sudah berlebihan, “ Yak! Menjauh dariku!” ucapku sambil mendorongnya.


PLAKKK


Aku meringis sambil memegangi pipiku, baru saja sisi kanan wajahku ini mendapat tamparan keras dari orang di depanku, Jaebum sunbae yang tengah terengah dengan emosinya.

“ Aku sudah berusaha bersabar dalam menghadapi anak tolol sepertimu! Tapi kenapa kau malah semakin melunjak, HAH?” bentaknya sambil terus merapat padaku. Aku hanya bisa memejamkan mataku, sambil melangkah mundur. Sekuat mungkin aku berusaha menjaga keseimbanganku, terlebih saat Jaebum sunbae terus mendorong bahuku.


“ Dasar gadis tidak punya otak! Sepertinya kau memang tidak memiliki etika, hhh…orang tuamu sepertinya berasal dari kalangan tidak terpelajar.” Ucapnya sinis sambil terus menoyor kepalaku. Jujur aku sangat ingin berteriak, emosiku terpompa hingga tingkat tertinggi, terlebih saat ia menghina orang tuaku.


“ Berhenti! Dasar pecundang!” mataku membulat saat mendapati Tao, menghentikan tangan Jaebum sunbae. Kini sosok jangkung itu berdiri di depanku, melindungiku dari Jaebum sunbae.

“ Cihh…anak ini lagi! Mau apa kau?”

“ Aku hanya ingin kau berhenti memperlakukannya seperti ini.” jawab Tao sambil mencengkram jaket Jaebum sunbae, kemudian melepasnya. Ia langsung berbalik, kemudian meraih tanganku, namun belum sempat kami melangkah, tiba-tiba saja Jaebum sunbae membalik paksa tubuh Tao kemudian memukul wajahnya.


Tao sedikit terhempas sambil memegangi pipinya, tangannya yang tadi menggenggam tanganku kini terlepas. Ia memegangi pipinya, sambil menatap tajam Jaebum sunbae.

“ Aigoo…tatapanmu itu sangat mengerikan! Aku takut…” Jaebum sunbae terkekeh bersama teman-temannya.

“ Kau sudah puas?” ucap Tao penuh penekanan, sepertinya ia sedang menahan amarahnya.

“ Menurutmu?”

Tanpa menjawab, Tao langsung bergegas namun untuk kedua kalinya niat Tao terhalang. Lagi-lagi ia dihalangi, namun kali ini ia di halangi oleh salah satu dari gerombolan Jaebum sunbae. “ Kau pikir semudah itu?. jangan pikir kau bisa melarikan diri. Jika kau sudah memutuskan untuk masuk, maka kau harus tetap tinggal sampai akhir.” Tutur orang itu sambil mendesak tubuh Tao.

Melihat itu aku hanya bisa merasa takut, aku ingin membantu tapi apa yang bisa ku lakukan?.  Pikiranku semakin kacau saat orang-orang yang menyaksikan perkelahian itu malah bersorak sorai, meneriaki nama jagoan mereka. perasaan takutku kian bergemuruh, rasanya benar-benar khawatir.


“ Hajar anak itu!” seru banyak orang yang semakin merapat, membuat arena melingkar. Keadaan semakin heboh, saat tubuh Tao dihempas dari satu orang ke orang lain.


“ Jangan buang-buang waktu, cepat lakukan!”

“ Berikan pelajaran pada anak itu!”

“ Aissh…anak itu hanya pecundang yang tidak berguna!”

Mulai dari suruhan hingga makian terdengar, memperkeruh suasana yang sudah keruh. Rasanya aku ingin sekali mencekik mereka yang berteriak.


Tapi sayangnya minatku sedang terpusat pada Tao, yang terlihat semakin lemah, ia seperti kehilangan jiwanya. Apalagi sekarang, saat Jaebum tengah mencengkram kerah bajunya.
“ Kau pikir, kau bisa mengalahkanku?” ucapnya sambil menghempaskan Tao. Untung Tao masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, kalau tidak, mungkin ia akan tersungkur sepertiku tadi.

Tapi tubuhnya sedikit terhuyung, “ Hanya itu kemampuanmu?” cemooh Min jun.


Melihat ketidakberdayaan Tao, orang-orang semakin bersemangat menghujat dirinya. Mereka berteriak seolah sedang menghakimi pencuri yang tertangkap basah.

Dengan gontai Tao mulai memperbaiki posisi berdirinya, ia mencoba untuk melangkah dengan benar, namun langkahnya terlihat begitu kacau. Ia seperti orang mabuk. Apalagi saat ia menoleh ke sekitarnya, orang-orang yang sedang mengadilinya, ia terlihat gemetar bahkan gugup. Kedua tangannya saling mengerat satu sama lain, seolah sedang berusaha mengusir rasa gugupnya. Namun suara orang-orang itu semakin kencang, hingga akhirnya sosoh jangkung itu ambruk.

Aku langsung menerobos ke depan, menghampiri sosok Tao yang tengah terbaring di aspal. Ia pingsan. Aku terus menepuk-nepuk pelan pipinya sambil terus memanggil namanya, tapi tak berguna karena ia tak kunjung sadar. Perasaan takut semakin menyelimuti batinku saat orang  yang tadi berkerubung itu malah pergi meninggalkan lapangan.


“ Seseorang tolong bantu aku! Ku mohon!” berulang kali aku berteriak panik mengucapkan hal yang sama. Meminta pertolongan untuk membantuku memapah Tao. Tapi tak ada satupun yang datang, hingga aku merasa sedang terhanyut dalam ketakutan seorang diri, berusaha menyadarkan Tao dengan terus memanggil namanya.


“ Sora…” aku mendongak saat seseorang menepuk pelan bahuku, ternyata dia Chanyeol, tidak tapi ada Ki Hoon juga. Mereka terlihat begitu terengah sekaligus panik.

“ Biar aku yang menggendongnya.” Ujar Chanyeol kemudian berusaha mengangkat Tao dengan dibantu oleh Ki Hoon.


Kami bertigapun langsung berjalan panik, sambil memerhatikan sosok Tao yang tengah bertumpu pada punggung Chanyeol.


“ Kita ke mobilnya.” Ucapku mengingatkan mereka.






******




At Tao’s House




Ku pandangi sosok yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjangnya, ia masih memejamkan matanya. Sesaat terlintas rasa bersalah dalam benakku. Ia tidak mungkin seperti ini, kalau bukan karena aku. Aigoo…Lihat apa yang telah kau lakukan padanya Kim Sora.


“ Heh…?” aku terkesiap saat tiba-tiba saja Chanyeol menepuk bahuku.

“ Kami harus kembali ke sekolah, motor kami masih di sana.” Aku mengangguk pelan, entah kenapa rasanya lemas sekali untuk sekedar mengatakan ‘ya’.
“ Tenang saja…pasti dia akan baik-baik saja.” Ucap Ki Hoon mencoba menghiburku.


Aku hanya tersenyum saat kedua orang itu meninggalkan ruangan ini, aku kembali menatap Tao. Huh…apa yang sebenarnya terjadi? kenapa kau seperti tadi? Apa kau sedang kurang sehat? Kenapa kau bisa jatuh tiba-tiba.

Pandanganku berpaling saat suara pintu tebuka terdengar. Aku tersenyum saat tersembul sosok cantik, ialah ibu Tao. “ Bisakah kita bicara sebentar.” Aku hanya mengangguk kemudian mengikuti Fei ahjumma keluar dari kamar Tao.


Ia mempersilahkanku duduk saat kami sampai di ruang tengah. Entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, yang jelas aku merasa takut.


Ia tersenyum padaku kemudian menghela nafasnya. “ Dia memang seperti itu jika dihadapkan pada situasi ramai.”

“ Nde?”


“ Tao….sejak kecil dia mengalami Enochlophobia, rasa takut berlebihan pada keramaian, lebih tepatnya keramaian yang mengepung dirinya. Itu berawal saat ia berumur tujuh tahun, saat kecelakaan motor yang menimpanya. Kala itu Tao kecil diculik, dan motor yang dikemudikan sang penculik oleng kemudian menerobos tiang pembatas jalan. Saat itu sosok Tao yang sudah tak berdaya mencoba untuk melarikan diri dari penculik yang masih bisa mengejarnya, tapi orang-orang di sekitarnya yang menyaksikan itu terus mengerubunginya hingga akhirnya ia jatuh pingsan. Setelah itu Tao jadi anak yang jarang memiliki minat untuk tampil di muka umum, awalnya aneh karena sebelumnya Tao bukan anak seperti itu, tapi akhirnya setelah memeriksakan keadaannya pada dokter, kami tahu bahwa Tao memiliki sedikit gangguan psikis. Maka dari itu ia lebih memilih menghindar daripada mengambil nilai menyanyi di depan kelas, karena nantinya ia akan menjadi gugup dan merasa tertekan. Ia akan nampak tak berdaya…ia..”


“ Ma…sudah cukup berceritanya?” belum juga Fei ahjumma menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja terhenti saat suara seseorang terdengar. Suara yang begitu datar dan dingin.

Aku menoleh, tiba-tiba batinku tersentak saat mendapati Tao yang tengah berdiri sambil menatap tajam dan dingin. “ Tao….” Gumam Fei ahjumma.

Tanpa membiarkan salah satu pihak angkat bicara, Tao langsung menatapku dengan tajam. Ia menghampiriku, membuatku bangkit dari dudukku. Ia pun langsung menarik tanganku dengan erat, membuatku terseret mengikuti langkahnya.

“ Tao…apa yang kau lakukan?” tanya Fei ahjumma khawatir.

“ Ini sudah larut, dia harus pulang sekarang.” dingin dan tak berperasaan, itulah yang kurasakan dari caranya berbicara.


“ Lepaskan! tanganku sakit!”

Ia langsung menghempaskan tanganku, ketika kami sudah sampai di pintu keluar. Ia memutar kunci pintu itu, kemudian menarik pintunya. “ Kau ingat jalan pulang, kan? Sekarang pulang!” suruhnya dengan tegas sambil menatapku. Aku hanya diam, tak tahu harus berkata apa. terlebih saat ia mengusirku dan yang paling menyakitkan adalah ia mengusirku setelah ia tahu kalau di luar sedang hujan.


“ Tao…jangan memperlakukannya seperti itu.” ucap Fei ahjumma setengah berteriak.


“ Keluar!” ia mendorongku keluar, “ Tao.” Mohonku. Namun percuma karena ia langsung menutup, ah tidak, bahkan ia sudah mengunci pintu rumahnya.




******



Tao POV


Aku langsung membalikkan tubuhku, bisa kulihat mama yang tengah menatapku dengan tatapan putus asa. Aku mengerti kenapa ia begitu, tapi untuk sekarang biarlah semua begini. Aku tidak berniat untuk mengubah atau memperbaiki keadaan.

Ku lewati begitu saja mama yang masih tak bergeming di tempatnya. Langsung ku tutup pintu kamarku, kemudian terduduk bersandar di atas ranjang. Helaan nafas panjang menjadi pilihan utama dalam mengatasi kacaunya pikiranku sekarang ini.


Kejadian beberapa menit yang lalu terus saja berputar dalam ingatan, membuatku terhanyut pada rasa bersalah. Aku menyesal, bahkan sangat. Hatiku sakit jika mengingat betapa buruknya sikapku tadi. Mengusirnya pergi saat jelas-jelas di luar sedang hujan deras.

Gemetar rasanya saat kupejamkan mata ini. padahal aku sama sekali tak bermaksud untuk memperlakukannya dengan kasar, tapi mengetahui bahwa ia telah tahu masalah yang ada pada diriku, rasanya aku marah, aku benar-benar kesal. Kesal…ya kesal karena ia telah mengetahui kelemahanku, ketidakberdayaanku.

“ Tao tolong aku!” jerit seorang anak perempuan ketakutan sambil berusaha mempertahankan boneka kecil dalam dekapannya.

Segerombol anak yang lebih besar dari gadis kecil itu malah semakin menjadi, mereka mengepung gadis itu sambil berusaha merebut boneka kecil itu. “ Tao!!” teriak gadis itu lagi, ia sudah berurai airmata. Namun sosok yang dari tadi dipanggil malah menjauh, mencoba menghindari gerombolan itu.


“ Tao…ahh….” Gadis itu langsung menangis keras saat boneka miliknya berhasil direbut oleh gerombolan anak-anak tadi. Ia langsung terduduk di jalan, menundukkan kepalanya dengan dalih menyembunyikan suara tangisnya.


Seorang pria kecil yang tadi menghindar kini menghampiri gadis itu, ia duduk bersimpuh sambil mengelus pelan punggung temannya. Sebisa mungkin, ia berusaha untuk menghentikan tangis gadis kecil itu. “ Sora-aa…hajima..”

Gadis kecil bernama Sora itu mengangkat kepalanya, ia menatap nanar orang di depannya. Dengan kesal ia menghempaskan tangan kecil pria di depannya. “ Tao jahat! Kenapa kau tak membantuku, hah? Kau malah membiarkan mereka mengambil bonekaku!” teriak Sora sambil terisak.

“ Bukan seperti itu, tapi aku…”
“ Sudahlah! Aku benci Tao, aku benci! Kau jahat!” gadis itu langsung bangkit dari duduknya, kemudian berlari meninggalkan pria kecil bernama Tao sendiri. sendiri menyesali apa yang telah diperbuatnya.  


Ingatan buruk itu teringat kembali, membuat saraf-sarafku menegang. Mengingat kejadian itu bukanlah hal yang ku inginkan, sekalipun tak pernah terlintas niatan untuk mengingatnya kembali, hanya saja memori itu terus berputar menambah kacaunya perasaanku.





TBC


 Cihuy!!!! Ketemu lagi ama aku…..si author lucu, imut, dan manis #readers muntah
Wah….gak kerasa, udah part 4 aja. Gila! Rasanya gak kerasa dan gak nyangka, karena ff ini kan Cuma ff selingan yang aku bikin selama masa macet ( baca: Love Need efford ). Karena sebenernya, aku pengen fokus ke ff itu dulu, Cuma gimana yah? Moodku gak bisa ketebak, dan mood buat ff ini lagi bagus banget, jadi sayang banget kalau gak dimanfaatin.


Terlepas dari ff-ku yang belum kelar itu, aku mau nanya nih. Sebenernya ada gak sih yang bener-bener tertarik ama ff ini?. aku sih cuma nanya aja, karena aku bingung sama tanggapan kalian. FF ini tuh gimana?

Alurnya kecepetan atau enggak? Seru, enggak? Enak dibaca atau enggak? Yah…itu sih yang ada di pikiran aku. 

Oke deh, karena aku udah kehabisan kata, cuap-cuap kali ini gak panjang-panjang #readers sorak-sorai#. Semoga part 5 bisa cepet publish dan semoga ff-ku yang lain juga bisa selesai, amien*tengadahin tangan*. Ya udah semoga kalian terhibur dan semoga kalian tertarik untuk ninggalin komen kalian, ya….


Baiklah…dadahh….*lambaiin tangan sambil gandeng  Sehun*



Thanks  



            ~ ~ GSB ~ ~

Comments

Post a Comment

Popular Posts