White Guy
Main Cast = You (just
think who you want)
Genre = Deathfic,
Angst, Romance
Length = Ficlet with +/- 891 words
Author =
Salsa
Kau kembali ke tempat itu. Ke tempat yang seharusnya tak kau
datangi lagi. Memijakkan kakimu yang telanjang ke rerumputan basah. Hujan yang
mengguyur tadi malam menjadi saksi betapa tersiksanya kau yang merindu.
Entah sudah berapa juta detik yang kau lewati tanpanya.
Seseorang yang dengan penuh perhatiannya mendengar keluh kesah tentang
kehidapan nistamu. Kau dipaksa menikahi seseorang yang tidak kau cinta hanya
demi mempertahankan gengsi tinggi orang tuamu.
Saat itu, kau duduk menyendiri di taman kosong yang sudah
tak terawat. Tak perdulikan semak belukar yang tumbuh tinggi disekelilingmu.
Rerumputan yang tumbuh panjang pendek dibawah kakimu. Juga ayunan kosong dengan
besi berkarat dan tali nyaris lepas yang setia menemanimu. Kau diam. Meratapi
hidup laknatmu yang menyedihkan. Duduk beralaskan rumput, cukup teduh karena sebuah pohon besar melindungimu
dari teriknya sinar sang surya. Siang ini, mimpi burukmu dimulai. Kau mendapat
kabar itu. Kabar mengenai pernikahan yang tak kau inginkan. Kau kabur dari
rumah. Hilang di perumahan aneh yang tak pernah kau lihat sebelumnya hingga
akhirnya menemukan taman ini. Kau dilanda depresi hebat dan benar-benar
membutuhkan seseorang untuk berkeluh kesah.
Seorang pria berjas putih datang menghampirimu, tubuh dan
wajahnya tampak bercahaya. Kau termangu menatap pria itu, mendongak dan
menatapnya tanpa berkedip. Ia lantas duduk disebelahmu, menatapmu ingin tahu.
Kau merasa risih dengan tatapan lekatnya, akhirnya dudukmu menjadi tak nyaman
dan gelisah. Dari ekor matamu kau bisa melihat pria itu tersenyum melihat
tingkah lucumu. Kau semakin kesal. Menurutmu tidak seharusnya pria itu disini, terlebih
menatapmu seintens itu. Kau menoleh, menatapnya yang tengah balik menatapmu
dengan ekspresi bingung.
ākenapa menatapku
begitu?ā tanyamu geram. Pria itu langsung tersentak. Terlihat kaget dan tak
percaya. Lantas segera menolehkan kepalanya ke belakang. Nampak tak yakin kalau
orang yang kau ajak bicara adalah dia.
āYA! Aku bicara
padamuā serumu tinggi. Ia menunjuk wajahnya dengan lugu. Masih terlihat tak
yakin.
āIya. Kau! Memangnya
ada siapa lagi disini?ā Matanya terbelalak. Jelas sebuah ekspresi tak
pecaya.
āKauā¦ā¦ā¦ā¦ā¦ bisa
melihatku?ā
Dari satu kalimat yang ia ucapkan, kau mulai menyadari sesuatu.
Tubuh pria itu tak menyentuh rerumputan, melainkan melayang setengah inci dari
tanah. Awalnya kau takut, tapi sepertinya rasa penatmu terhadap hidup
mengalahkan rasa takutmu. Bukannya lari, kau malah berkeluh kesah pada makhluk
itu. Tak perduli kalau orang yang kau ajak bicara adalah seorang yang tiada.
Entah itu makhluk tak kasat mata, atau justru delusi otakmu yang timbul saking
dalamnya depresi yang kau rasa.
Waktu bergulir, entah sudah berapa purnama kalian lewati
bersama. Lama-lama kau menjadi begitu dekat dengannya. Kelewat nyaman dengan
limpahan perhatian yang tak pernah kau dapat sebelumnya. Dan saat rasa itu
datang, lidahmu tak bisa lagi berkelit. Nyaris setiap hari kau menyempatkan
diri untuk menemuinya disana. Tak sakit hati ketika orang yang lewat
menganggapmu gila saat tertawa sendiri, saat kepalamu bersender diatas angin,
saat bibirmu bertautan dengan suatu yang tak terlihat. Mungkin kau memang sudah
gila, tapi kalian memang benar-benar bercinta.
Dan kenyataan pahit mulai nyata di suatu sore. Kau datang
dengan sejuta rasa bahagia ke taman itu, namun yang kau dapati justru tubuhnya
yang mulai transparan. Kau bertanya apa yang sebenarnya terjadi, namun ia tak
mau menjawab. Terus-menerus berbohong dan bilang ia tidak apa-apa. Kau terus
mendesaknya, hingga akhirnya pria itu pun mengalah. Menjawab juga.
āwaktuku habis.
Sekarang giliranmu yang menentukan. Ikut akuā¦ā¦ā¦ā¦.atau tidakā
Hanya kalimat itu yang dia ucapkan. Tanpa memberimu
penjelasan lebih. Membuatmu mau tak mau berpikir keras mencari siratan atas
ucapannya. Hingga kau pun mulai mengerti. Tujuan kehadirannya selama ini adalah
menjemputmu. Membawamu ke alam yang sama dengannya. Mungkin kasihan melihatmu
yang tak bisa menikmati hidup.
Kau buru-buru menyetujui, sudah muak dengan hidupmu sendiri.
Tapi pria berjas putih itu malah menolak. Ia memberimu waktu satu bulan untuk
berpikir. Dan dalam satu bulan itu kau tak boleh menemuinya dulu. Kau menangis,
menolak tegas usulannya. Selama ini, satu-satunya alasan yang membuatmu
bertahan dalam pusaran hidup nistamu hanyalah dia. Dan kini dia justru
menyuruhmu menjauhinya.
Satu bulan pun berlalu. Kau mengikuti ucapannya dengan
patuh. Hari iniā¦ bertepatan dengan hari pernikahan bodohmu, kau sudah bisa
bertemu pria delusi itu lagi. Di pagi buta, kau mengendap-endap pergi dari
rumahmu. Berlarian diaspal yang dingin tanpa alas kaki.
Hingga disinilah kamu sekarang. Di taman menyeramkan yang justru
terlihat bagai surga dimatamu. Kau jejakkan kakimu diatas rumput-rumput basah
yang menggelitik, berjalan semakin jauh ke dalam. Dari kejauhan kau bisa
melihat pria itu, sedang berdiri tegap dibawah pohon besar tempat kalian
pertama bertemu. Kau tersenyum, nampak lega bisa melihatnya kembali. Kau
berjalan mendekatinya, terenyuh saat mendapati wujudnya yang semakin transparan
juga cahaya tubuhnya yang mulai redup. Tatapan matanya pilu, membuatmu ikut
merasa sesak. Ia mengulurkan tangannya, menggenggammu dengan segala kelembutan.
Dia menatapmu, seolah menanyakan keyakinanmu. Kau mengangguk mantap dengan mata
yang berkaca-kaca. Matahari sudah mengintip di balik bukit, sebentar lagi pagi.
Kau tersenyum sembari memejamkan mata, kemudian terkesiap begitu kau membukanya
kembali. Cahaya terang berada tepat dihadapan kalian. Kau merasakan genggaman
tangannya menguat, kaki kalian melangkah, teratur menjangkau cahaya itu. Sudut
bibirmu tertarik, lagi-lagi tersenyum. Kau melihat pria disampingmu kembali
mendapat sinarnya, sesaat sebelum tubuh kalian hilang, lenyap dalam cahaya.
Kau tak tau. Saat matahari yang mengintip itu meninggi, ia
memberitahukan pada semua orang. Bahwa ada tubuh seorang wanita yang terkapar.
Tewas bersimbah darah. Tubuhmu ditemukan jauh diantara bebatuan besar. Diduga
tergelincir dari taman bukit yang licin akibat bekas hujan semalam. Kau tewas.
Dihari saat orang tuamu mengundang ratusan orang. Acara pengikraran janji suci
siang itu pun berganti, menjadi acara yang tak pernah sebelumnya mereka bayangkan.
Pemakamanmu. Dan itu pilihanmu.
FIN
Rightā¦ā¦ ini fic paling sesat yang aku pernah bikin. Ya aku emang g
nulis secara gamblang, tapi intinya ini kisah percintaan antara manusia dan
setan. Aigooā¦.. what did I do? *pura-purafrustasi* tapi
g papalah, sekali-kali sesat, g apa-apa kan ya? *jangan ditiru*
Mian kl alurnya membingungkan, jalan ceritanya g masuk akal. Lagi-lagi
aku pake sudut pandang āKAMUā disini. Aku emang lagi pengen nyoba-nyoba dan
ternyata nulis dengan sudut pandang āKAMUā tuh enak. Dan biasanya ficlet itu
dibuat untuk bikin JLEEBBB readers dan cara paling ampuh buat bikin JLEEBBB
orang tuh ya pake POV ky gini.
Walaupun ficlet saya ini masuk ke kategori gagal, tp bolehkan berharap
ff ini dikasih komen, atau reaksi. Thanks bagi yg dh nyempet2in baca, semoga g
nyesel-nyesel banget. ^_^
Comments
Post a Comment