[One-Shoot] It Will Never Change






cast :
  • IU a.k.a Lee Ji Eun
  • Yook Sungjae BtoB a.k.a Jung Sungjae
  • Park Kahi a.k.a eomma
  • G.O MBLAQ (Jung Byunghee) a.k.a appa





     Monday, better day
     Cheo-eumcheoreom seolle-ineun geureon nal
     Sunday, better day
     Jon-gil neoman saenggakhaneun geureon nal


Ku rogoh dalam tas ku demi mencari benda berbentuk persegi panjang yang tengah berdering. Sangat sulit rasanya untuk mengambil benda itu, karena tas ku kini telah terisi penuh oleh berbagai macam buku yang baru saja ku pinjam dari perpustakaan. Aku terus mencari benda itu, hingga kini dering nya sudah tak terdengar lagi dan hanya menyisakan getaran singkat yang terasa pada tubuh ku.

Setelah beberapa detik tangan ku menari-nari didalam sana, akhirnya aku berhasil menemukannya. Dengan cepat ku tarik tangan ku keluar dan mulai menatap layar touchscreen nya. Mata ku terbelalak seketika, tak percaya atas apa yang baru saja terbaca oleh ku. Masih dengan rasa tak percaya, aku menekan tombol open yang terpampang jelas disana.


“Ji Eun sunbeanim, bisakah kita bertemu sepulang sekolah nanti? ada yang ingin aku tanyakan pada mu.”

To : Ji Eun


Aku mulai merasa tak terkontrol. Rasanya bibir ku telah menyunggingkan sebuah lengkungan tipis tepat saat aku selesai membaca pesan singkatnya. Aaaaaa..... ottokhae? Apakah kini wajah ku telah  seperti kepiting rebus yang berwarna merah padam? Dan jika itu terjadi, aku harus segera pergi meninggalkan kelas, kalau tidak aku bisa mati malu karena tidak ada angin tidak ada hujan wajah ku menjadi merah merona.

Tangan lincah ku mulai ku gerakkan menyusuri seluruh screen benda ini. Dengan lihai jari-jari ku menekan huruf-huruf yang akan berubah menjadi sebuah kalimat balasan yang akan aku kirim. Setelah ku pastikan jari jemari ku telah melaksanakan tugas dengan baik, tanpa basa-basi lagi aku segera menekan tombol send.

“Ji Eun-ah.” Mendengar nama ku terpanggil, sontak aku pun langsung menoleh pada sosok yeoja yang kini tengah berdiri tepat didepan ku. Wajahnya terlihat begitu bingung menatap ku. Aisshh... pasti ini karena perubahan mimik wajah ku yang terjadi beberapa saat yang lalu. Ah... Ji Eun pabo!

“nde?” Aku menatapnya dengan tatapan yang sebisa mungkin ku buat untuk tenang. Walau ku tahu ia bukanlah typical yeoja yang dengun mudahnya menghilangkan rasa penasarannya akan apa yang membuatnya penasaran. Dan itu berarti aku harus memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan padanya.

“apakah tadi kepala mu sempat terbentur?”

“mwoya? yak! Jung Eunji!” Aku membulatkan mata ku. Rasanya ingin sekali ku maki yeoja ini hingga ia tak bisa lagi sembarangan berbicara. Jung Eunji, yeoja ini merupakan sahabat ku. Kami telah bersahabat sejak berada dibangku menengah pertama, dan hingga kini kami masih menjadi sahabat baik.

Oh iya, aku belum memperkenalkan diri. Nama ku Lee Ji Eun, seorang siswi kelas tiga di Gyoyang Itta High School. Berbicara mengenai perkenalan diri, apakah kalian menemukan keanehan? Ya, keureom. Pasti dengan mudah kalian dapat menemukan keanehan itu. Ya.... Ji Eun dan Eunji, nama yang sama, penulisan yang sama, hanya berbeda letaknya saja. Banyak yang mengira kami merupakan saudara kembar ketika kami memperkenalkan diri hanya dengan menggunakan nama sapaan. Tetapi itu hanya berlaku bagi sebagian orang yang baru bertemu dengan kami. Tetapi untungnya kami tak memiliki nama keluarga yang sama. Untungnya aku bermarga Lee dan dia bermarga Jung. Andai saja aku bermarga Jung atau dia yang bermarga Lee, pasti seluruh orang yang baru mengenal kami atau mungkin semua orang akan mengira kami merupakan saudara  kembar. Yah.... walau hingga saat ini pun aku masih bertanya-tanya, apakah aku memiliki kemiripan wajah dengannya? Tetapi aku harap itu tidak terjadi.

Asih... lupakan masalah itu. Sepertinya, yang penting sekarang adalah menghilangkan rasa penasaran dari yeoja ini dan pergi meninggalkannya sebelum aku terlalu lama membuat orang itu menunggu. Tapi apa yang harus aku lakukan sekarang? Pwa! Yeoja ini terus menatap ku dengan lekat, sepertinya ia tengah mengamati ku dan tak lama lagi pasti ia akan mengintrogasi ku dengan berbagai pertanyaan yang tengah bermain riang difikirannya. Argghh... jinjja! Aku tak memiliki bahan untuk mengelak jika ia bertanya yang akan menjerumuskan ku dalam kegelapan yang tengah ia rancang.

“kau tengah memikirkan siapa?” Dingin dan datar. Hanya itu yang dapat ku rasakan dari pertanyaan yang terlontar darinya. Tetapi walaupun begitu, aku tetap merasakan hawa kelam telah mengikat ku. Aisshh apa yang harus aku jawab sekarang? Haruskah aku membuat lelucon yang pastinya akan berujung garing, atau aku pergi begitu saja? Aaaaaa Tu..............


     Monday, better day
     Cheo-eumcheoreom seolle-ineun geureon nal
     Sunday, better day
     Jon-gil neoman saenggakhaneun geureon nal


Arrggghhhhh.... kenapa disaat seperti ini ia mengirimkan pesan balasannya. Aahhh... apa yang harus aku katakan sekarang? Eunji, yeoja ini telah mengeluarkan seringainya begitu mendengar ponsel ku berdering dengan sangat nyaringnya.

“nugu? kenapa kau tak membacanya.”

“bukan urusan mu. sudah sana pergi. jangan ganggu aku.” Ketus ku sembari menatapnya dingin.

“em... boleh aku tebak. pasti pesan itu berasal dari hoobae itu kan. siapa namanya?”

“Sungjae!” upss.. apa yang baru saja aku katakan. YAK!! LEE JI EUN!!!!! Kau baru saja menggali kuburan mu sendiri. Arghhh... pasti sekarang ia tengah merasa bahagia. Lihat saja, tawanya membuat ku ingin sekali melemparinya dengan kursi yang tengah ku duduki ini.

ㅋㅋㅋㅋ

“ya! hentikan tawa mu itu!” Erang ku saat melihatnya masih tertawa dnegan bahagianya. Aish... ada apa dengan yeoja ini? Tidak bisakah ia berhenti tertawa? Aku harus segera menemuinya. Arghhh.... Jung Eunji!!!!

“waeyo? aku hanya tertawa. apakah ada peraturan yang melarang seseorang untuk tertawa? tidak kan? jadi kau jangan melarang ku untuk tertawa, karena itu salah satu bentuk pelanggaran HAM, dan akan ada sanksi nya bagi yang melanggar. apakah kau ingin ku laporkan ke kejaksaan karena telah melarang ku tertawa?”

“BO? tsk.. terserah kau saja. yang jelas aku harus pergi!” Ketus ku dan tanpa basa-basi lagi, ku raih tas berwana hijau toska dan membawanya bersama dengan ku. Tsk... itulah sosoknya. Mengesalkan dan selalu membuat ku tak berkutik jika ia telah mengeluarkan jurus andalannya. Ya apa lagi kalau bukan pasal-pasal kepolisian yang sangat ku benci karena aku tak mengerti.

“ya Ji Eun-ah.... jangan lupa kabari aku ya, jika kau telah resmi bersama hoobae itu.” Ujarnya lagi dengan suara yang kencang membuat seisi kelas menatap ku dengan tatapan yang sangat tak ku sukai. Argghhh.... Jung Eunji!! Kau membuat ku malu!! Sungguh aku akan segera menghabisi mu setelah urusan ku selesai.


********


Aku mulai merasakan desiran yang lebih hebat lagi setelah aku berhasil menemukan sosoknya. Gemuruh di jantung pun dapat ku rasakan dengan jelas, bahkan aku tak dapat menghitungnya. Aish... detakannya berpacu kelewat normal. Apakah ini tandanya aku akan mati? Setahu ku jika detak jantung seseorang telah berdetak dengan sangat cepatnya berarti orang itu sudah dalam keadaan yang tak baik.

Aku tetap melangkahkan kaki ku. Semakin lama aku dapat melihat sosok nya dengan jelas, walau yang ku lihat hanya bagian belakangnya saja, tetapi walaupun begitu peredaran nafas ku sudah mulai tak normal. Rasanya nafas ku mulai tercekak, dan sulit sekali untuk ku menghirup atau bahkan membuang hasil respirasi di tubuh ku.

Aroma tubuhnya semkain lama dapat ku hirup dan ku nikmati. Dan tanpa ku sadari kini tubuh ku telah berdiri dibelakangnya, berjarak hanya beberapa centi darinya. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam, menikmati kehadirannya dari belakang. Tetapi itu tak bertahan lama, karena seper sekian detik kemudian ia membalikkan tubuh nya. Menatap ku dengan senyuman yang tak pernah lepas menghiasi wajahnya. Entah bagaimana ia bisa tahu keberadaan ku? Apakah ia memiliki sebuah mata lagi dibelakang hingga ia dapat melihat kedatangan ku?

Aku membalas senyumnya, walaupun rasa canggung masih ku rasakan tetapi dengan sebisa mungkin ku buat diri ku tenang. Walau ku tahu itu sama sekali tak bekerja dengan baik. Karena kini hormon adrenalin ku telah mempekerjakan jantung serta  pembuluh darah ku secara tak wajar.

“mian.. apakah kau sudah lama?” Ku dudukan tubuh ku disampingnya. Sesekali ku hembuskan nafas ku sepelan mungkin agar ia tak menyadarinya. Tetapi walaupun aku telah meghembuskan nafas hingga tak terhitung sudah berapa kali, rasa gugupnya tak kunjung mereda. Bahkan semakin lama semakin tak karuan saja.

Cukup lama kami berada dalam kebisuan. Tetapi kebisuan itu semakin membuat ku gugup. Aku terus menatap lurus kedepan, kesebuah taman kecil yang ditanami berbagai jenis bunga yang berwarna-warni. Tak ada niatan bagi ku untuk mengubah arah pandang ku menjadi dirinya. Walau hati ini telah meminta ku untuk melakukannya, tetapi saraf pusat ku tak mengizinkannya.

Gemuruh di jantung ku semakin terasa sangat cepat ketika ekor mata ku menangkap sosoknya yang tengah melihat ku. Aish... ottokhae? Apakah  wajah ku telah memerah? Aish bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Rasanya aku ingin segera pergi dari tempat ini. Tetapi untuk menggerakkan jari jemari ku yang telah mengaku pun aku tak bisa. Tsk.. Jung Sungjae! You make me crazy!!!!

“sunbea....” Aku menoleh pelan kearahnya. Bahkan sangat pelan dan terlihat kaku. Dan dapat ku pastikan bahwa kini gerakan yang ku lakukan terlihat seperti sebuah robot. Aish.... Lee Ji Eun! Tenanglah, jangan gugup.

“em.... bolehkan aku memanggil mu dengan nama saja?”

“nde? ah... em......” Lidah ku kelu seketika. Aku seperti menjadi gagu dan tak dapat melanjutkan ucapan ku saat kedua tangannya meraih tangan ku. Ia menggenggamnya, begitu hangat hingga aku tak ingin ia melepaskannya.

“nan saranghanda.”

Aku tertegun, tak percaya atas apa yang baru saja ku dengar. Kalimat yang begitu singkat dan jelas, tetapi dapat menggetarkan hati  ku. Apakah aku sedang tertidur? Atau ini  hanya sebuah mimpi saja? Jika pun benar, tolong jangan bangunkan aku. Biarkan saja aku menikmati indahnya mimpi ini.

“Ji Eun-ah...”

Ah ini bukan mimpi. Ini nyata. Kalimat itu, dirinya, semuanya benar-benar nyata. Aku tidak sedang bermimpi.  Tapi tunggu, apa yang harus aku katakan padanya. Arghhh... lidah ku sudah tak berfungsi dengan baik. Tuhan... tidak bisakah kau membuat ku kembali ke keadaan semula. Saat dimana aku belum menjadi seperti robot seperti sekarang ini.

“apakah kau tak memiliki perasaan yang sama dengan ku?”

Aku menatapnya. Pertanyaannya itu langsung membuat tubuh ku terasa sangat panas. Aku? Jika pun benar, aku akan sangat menyesalinya.

“sepertinya aku sudah mendapatkan jawabannya. mian sunbeanim.....” Ia melepaskan genggamannya, yang membuat tangan ku terasa hampa. Aish... Lee Ji Eun, apa yang kau lakukan? Cepat hentikan langkahnya. Kau tak mungkin menyi-nyiakan kebahagiaan mu.

“Sungjae-ah. nado, nado saranghae.....” Ujar ku saat tubuhnya sudah berjarak jauh dari ku.


********


Hari-hari ku terus berlalu dengan meninggalkan berbagai kegembiraan. Setiap hari kami selalu bersama. Tak pernah sekali pun kami terpisahkan. Pergi ke sekolah, pulang, atau ke toko buku sekali pun. Sungguh aku sangat bersyukur memilikinya sebagai kekasih ku. Haa sepertinya kehidupan ku sudah lengkap. Aku sudah memiliki semua yang ku inginkan.


********


Aku terus tersenyum sepanjang pesan yang ku terima. Pesan dengan kata-kata yang tak terlalu manis tetapi dapat membuat ku merasa seperti bidadari  yang paling beruntung. Ah... namja ini benar-benar membuat ku tergila-gila akan sosoknya. Senyumnya, tubuh tingginya, bahkan gerak-geriknya pun masih terekam dengan sangat baik di otak ku.

Aku terkejut ketika mata ku menangkap sosok eomma dan appa yang tengah memperhatikan ku. Tsk pasti ini karena sedari tadi aku terus tersenyum. Arghhh... Ji Eun paboya.

“appa, sepertinya sebentar lagi anak perempuan kita satu-satunya akan diambil seseorang.” Mata ku membulat seketika. Aish.. apa-apaan mereka ini, kenapa berbicara yang aneh-aneh seperti itu. Aku hanya memiliki seorang kekasih, dan lagi pula aku masih seorang pelajar. Dan diambil seseorang, sepertinya kalimat itu terlalu berlebihan. Aku belum ingin menikah.

“siapa namja itu? kenalkan  kepada kami. setidaknya appa harus tahu, apakah namja itu cukup baik untuk bersanding dengan anak perempuan appa satu-satunya ini.”

Aku sedikit tergelitik dengan ucapan appa. Bagaimana tidak, appa ku ini paling pelit dalam berbicara. Mungkin dalam satu hari dapat dihitung dengan jari berapa kali ia berbicara dengan ku. Bukan karena kami tak dekat, tetapi karena aktivitas kami yang banyak sehingga membuat intensitas pertemuan kami hanya sedikit. Dan juga karena aku lebih senang menghabiskan waktu ku didalam kamar dengan music yang menyala, ponsel atau pun gadget-gadget ku yang lainnya. Tetapi kebiasaan ku itu sedikit berkurang, ketika aku telah  bersama dengannya. Jung Sungjae, ya.. namja itulah yang mengalihkan sebagian dunia ku.

“aish.. appa eomma. aku kan baru berpacaran saja bukannya ingin menikah.”


Flashback end



Semakin mengingatnya hati ku semakin merasa sakit. Sangat sakit hingga aku tak dapat lagi membendungnya. Andai saja Tuhan menciptakan manusia dengan anggota tubuh yang dapat di rakit, pasti saat ini aku telah melepaskan hati ku dan meninggalkannya untuk beberapa saat.

Begitu sakit, begitu pedih, dan begitu menyiksa. Semua... semua berakhir begitu saja. semua tinggallah kenangan manis yang semakin lama akan menjadi pahit yang tertinggal di memori ku. Dan bahkan hanya akan meninggalkan rasa pedih, tak lebih dari itu.

Aku bangkit meninggalkan ranjang menuju meja rias. Ku tatap pantulan diri ku di cermin. Wajah ku, tubuh ku, sangat tak layak untuk hidup. Hanya ada kesedihan yang ku lihat disana. Wae? Wae? Kenapa harus aku? Kenapa tak orang lain saja yang merasakannya? Kenapa harus aku ya Tuhan?



Author POV

Matanya yang bengkak, bibirnya yang pucat, serta tubuhnya yang lemah menunjukkan betapa rapuhnya yeoja itu. Ia tak menyangka bahwa kisah cintanya akan berakhir dengan sangat tak menyenangkan. Dipisahkan karena ketidak sukaan orang tuanya. Hingga saat ini pun yeoja itu sama sekali tak mengetahui alasan mengapa orang tuanya sangat tak menyukai ke kasihnya itu. Ia hanya dapat memendamkan saja beribu-ribu pertanyaan yang terus saja menggelayuti fikirannya. Bahkan nyaris membuat aktivitasnya lumpuh total. Untunglah disaat itu yeoja tersebut tak benar-benar sendiri. Ia masih memiliki seorang sahabat yang sangat mengertinya. Bahkan dapat sedikit menghiburnya walaupun hanya beberapa saat.

Hari demi hari ia lalui dengan guratan kesedihan yang tergambar jelas pada wajah cantiknya. Berbagai macam hiburan telah dipersembahkan untuknya, tetapi yeoja itu tak juga lepas dari kelamnya kesedihan yang ia alami. Bahkan semakin hari gurat kesedihannya semakin terlihat jelas.

“Ji Eun-ah, jaebbal. tak mungkin kan kau terus-terusan mengurung diri mu di kamar?” Suaranya terdengar panik. Dengan ketukan yang bertubi-tubi yeoja itu terus memaksa Ji Eun yeoja yang sudah hampir satu minggu itu terus mengurung dirinya di kamar untuk keluar. Tetapi sayangnya Ji Eun seperti sangat enggan untuk mengabulkan permintaan sahabatnya itu. Buktinya, ia sama sekali tak menggubris keberadaan yeoja itu, bahkan mengucapkan sepatah kata saja tidak. Ia benar-benar sudah seperti mayat hidup. Kegiatannya hanya tidur, menangis, dan makan, itu juga kalau kepala asisten rumah tangganya telah meminta bahkan dapat dibilang telah memohon kepadanya.

“Ji Eun-ah... tolong buka pintunya. aku ingin bicara dengan mu..”



Flashback


“apakah ini namja yang kau maksud?” Suaranya terdengar begitu lembut. Wanita itu mengambil selembar kertas yang bergambarkan wajah seorang namja tampan yang tengah tersenyum dengan merangkul seorang yeoja yang tengah duduk disampingnya. Wanita itu terus memperhatikan sosok namja yang ada di foto tersebut.

“apakah lembaran foto itu adalah foto kekasih mu?” Seru suara berat khas seorang lelaki paruh baya. Lelaki itu menyunggingkan senyumnya kepada dua orang wanita yang merupakan bagian penting dari hidupnya itu.

“ne appa. apakah appa ingin melihatnya?” Tawar yeoja muda itu. Seulas senyum juga terlukis indah di bibir mungilnya. Dengan senang hati yeoja itu pun menyerahkan lembaran foto yang ia pegang kepada lelaki yang ia panggil appa itu.

Senyumnya terus saja ia sunggingkan, hingga tiba-tiba saja senyum cantiknya hilang seketika saat didapatinya mimik wajah lelaki itu tak sesuai dengan apa yang ia bayangkan. Wajahnya menatap lelaki itu bingung. Sebuah pertanyaan besar telah menghiasi fikirannya, ‘ada apa dengan appa?’.

Lelaki itu mengangkat kepalanya, ia menatap sosok yeoja itu dengan tatapan yang sama sekali tak dapat diketahui maksudnya.

“siapa nama namja ini?” Nada bicaranya berubah. Berubah menjadi dingin, ia nampak tak seantusias sebelumnya. Dan hal itu semakin menambah gurat kebingungan di wajah yeoja itu. Dengan sedikit ragu ia pun menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh lelaki itu.

“Sungjae, Jung Sungjae.”

“nde? Jung Sungjae?” Tanya lelaki itu lagi seperti ingin memastikan bahwa yang ia dengar tidaklah salah.

“ne, waeyo appa?”

Tak hanya nada bicaranya saja yang berubah, tetapi mimik serta tatapan lelaki itu berubah seketika saat ia melihat wajah seorang namja yang terlihat bahagia dilembaran foto  tersebut. Ia terlihat sangat bingung serta tak percaya dengan apa yang baru ia lihat. Berkali-kali lelaki itu menundukkan kepalanya, dan sepelan mungkin menghembuskan nafasnya. Tetapi apa yang ia lakukan semakin membuat sosok yeoja itu terlihat bingung, atau bisa dikatakan kalau kini yeoja itu terlihat takut bahkan sangat takut.

“akhiri hubungan kalian!” Suaranya yang terdengar begitu datar, membuat beribu pertanyaan yang tak tersampaikan terus saja memenuhi fikiran serta benak yeoja muda itu.

“wae appa? apakah appa mengenal Sungjae?”

“tak ada urusannya dengan mu Ji Eun-ah. yang jelas kau harus mengakhiri hubunngan mu dengan namja itu jika kau masih menganggap ku sebagai appa mu!!” Lelaki itu bangkit seketika dan meninggalkan sosok yeoja yang terlihat terkejut dengan genangan air mata yang sebentar lagi akan membanjiri kedua pipinya.


Flashback end



Ji Eun POV

Aku semakin terisak ketika bayang-bayang itu kembali muncul memenuhi fikiran ku. Kini aku hanya berharap bahwa semua yang aku alami hanyalah bagian dari buah tidur, dan saat aku terbangun yang muncul hanyalah segudang kebahagiaan yang akan memenuhi hari-hari ku. Tetapi itu sangat mustahil. Tak mungkin aku tengah bermimpi. Semua sudah berakhir Ji Eun. Berakhir. Tak ada lagi yang tersisa.


“Ji Eun-ah... tolong buka pintunya. Aku ingin bicara dengan mu..”


Eunji, apakah ia datang karena mengkhawatirkan ku atau karena eomma yang memintannya untuk datang? Huhh... kenapa rasanya aku sulit untuk mepercayai orang lain?


“Ji Eun-ah.. kau dengar aku?”


Suara teriakannya membuat ku semakin merasa pusing. Tak ada pilihan lain selain membiarkannya melihat keadaan ku kini. Walau saat ini aku tak memiliki hasrat untuk bertemu dengan orang lain. Ku raih kunci yang masih tergantung di pintu. Aku sedikit memutarnya, dan tak lama setelah itu pintu yang awalnya terkunci kini sudah tak terkunci lagi.

“gwaencana?” Tanya nya saat tubuh kami sudah tak terhalangi oleh sekat apa pun. Ia meraih pundak ku, memegangnya dengan keras seperti ingin memberikan sedikit tenaganya pada ku. Sayangnya apa yang ia lakukan sangatlah sia-sia. Karena aku masih seperti sebelumnya. Lemas dengan rasa sakit yang sangat sulit disembuhkan, bahkan dokter pun sepertinya tak mampu untuk menyembuhkannya.

“ada apa?” Tanya ku dan kembali mendudukkan tubuh ku diatas ranjang.

“ada apa? cih... yak! Lee Ji Eun! kau sudah hampir dua minggu tidak masuk sekolah. apakah pantas kau bertanya seperti itu pada ku?”

Aku hanya diam. Aku sama sekali tak memiliki niatan untuk menjawab pertanyaannya, atau menimpali pembicaraannya. Yang ku butuhkan kini hanyalah ketenangan dan juga sosok nya. Sosok namja yanng sudah hampir dua minggu ini telah tak berstatus kekasih ku lagi.

“LEE JI EUN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”


********


“kau tak bisa terus begini?  sebentar lagi kita akan lulus, dan kau harus fokus pada skripsi mu. kalau tidak, bagaimana kau bisa melanjutkan pendidikan mu?”

“diam? diam tak akan memberikan hasil apa pun. diam hanya akan memberikan mu penyiksaan secara tak langsung.”

“wae? apakah kau tak berani bertanya pada appa mu?”

“Ji Eun-ah... kau harus bangun. jaebbal....”


Ku sunggingkan seringai ku setiap kali kalimat-kalimat itu terngiang-ngiang di telinga ku. Diam? Bertanya? Ha.. semua itu akan memberikan hasil yang sama. Apakah ia fikir aku tak pernah menanyakan alasan mengapa appa sangat tak suka dengan sosok Sungjae? Tetapi sayanganya, sudah hampir lima puluh kali aku menanyakan pertanyaan yang sama, tetapi apa? Aku tak mendapatkan jawaban apa pun. Dan Sungjae? Namja itu seperti membiarkan ku terombang-ambing didalam kapal besar yang hampir hanyut dibawa ombak. Ia melepaskan tangannya begitu saja saat aku menceritakan semuanya.



Flashaback


“Sunngjae-ah.. ottokhae?” Tangis ku semakin pecah. Rasanya aku sudah tak sanggup untuk melanjutkan hidup ku lagi. Semua penyemangat ku hilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.

Ku raskaan genggamannya semakin kencang saja. Tetapi anehnya aku tak merasakan apa yang biasanya aku rasakan. Kehangatannya tak lagi ku rasakan.

“kalau itu yang appa mu inginkan, kita akhiri saja hubungan kita. mian Ji Eun-ah....”

Aku tersantak. Ku rasakan detak jantung ku berdetak dengan sangat kencangnya. Apakah aku sedang bermimpi? Sungjae, namja yang sangat aku sayangi tiba-tiba saja mengakhiri hubungannya dengan ku hanya karena appa. Dan ia sama sekali tak terlihat ingin mempertahankan hubungan yang telah berjalan lebih dari dua tahun ini.

“Sungjae-ah...”

“sejujurnya aku masih sangat mencintai mu. tetapi sepertinya appa mu benar, kita tak mungkin bersama. karena................”

“karena apa? apakah karena kau telah menemukan yeoja lain? jawab aku Sungjae-ah, jawab.”

“ne. mian Ji Eun-ah.. jinjja mianhae.........”


Flashback end



Aku tak bisa terus seperti ini. Aku harus tahu alasan appa yang tak menyetujui hubungan ku dengan Sungjae. Walau bagaimana pun caranya, walau tanpa sosoknya disamping ku.



Author POV

Langkahnya yang begitu terburu-buru, membuatnya tak memperhatikan sekitarnya yang nyaris menyebabkannya jatuh terjerembab kedalam kolam. Untunglah orang yang bertabrakan dengannya memeganginya hingga menyelamatkan tubuhnya dari dinginnya air kolam.

Kakinya terus berlari tanpa henti. Nafasnya yang terengah pun tak membuatnya menghentikan aksi gilanya. Ia terus saja berlari mencari keberadaan seseorang. Matanya terus ia edarkan keseluruh penjuru bangunan nan besar itu. Hingga, tepat pada puncaknya, ia berhenti. Berhenti berlari serta berhenti berharap.

Wajahnya terlihat begitu tekejut. Semakin lama matanya kian berwarna merah. Tubuhnya pun semakin terlihat bergetar.

“Sungjae-ah.....” Suaranya yang bergetar membuat sosok yang ia panggil segera menoleh kearahnya. Wajahnya terlihat sangat terkejut. Ia tak dapat mempercayai apa yang tengah ia lihat.

“Ji Eun....”

Ji Eun, yeoja itu segera pergi meninggalkan sosok Sungjae. Ia berlari menghindari Sungjae yang ternyata juga ikut berlari mengejarnya.

“Ji Eun-ah....” Tangan besarnya berhasil meraih lengan kecil milik Ji Eun. Langkah mereka pun terhenti. Tak ada yang bergeming, atau mengubah posisi mereka agar lebih nyaman berbicara pun tak mereka lakukan.

Mereka hanya diam, dan membiarkan diri mereka menjadi pusat perhatian bagi banyak pasang mata yang sejak awal memang sudah berada di tempat itu. Sekitar beberapa detik saraf pusat mereka berhenti bekerja. Namun selang beberapa saat, tangan besar milik Sungjae bergerak mengajak sang pemilik lengan untuk berjalan mengikutinya. Kedua anak manusia itu terus melangkah  menembus kerumunan mata yang menatap mereka penuh tanya.

Tepat didepan sebuah taman, Sungjae menghentikan langkahnya. Ia melepaskan genggamannya. Melangkah maju mendekati kolam air pancur.

“mian.....” Satu kata yang singkat namun langsung dapat membuat Ji Eun semkain terlihat menyedihkan. Wajah putihnya kini kian dibasahi oleh genangan air bening yang tak kunjung berhenti. Tubuh mungilnya pun sudah tak dapat berdiri dengan kokoh. Ia pun jatuh. Terjatuh dengan wajah yang tertunduk.

“wae?”

“aku tak mungkin melanjutkannya. appa mu telah melarang hubungan kita.”

“appa? tapi kita masih dapat berusaha untuk meyakinkan appa. kenapa kau menyerah begitu saja?”

“aku tak menyerah. ini demi kebaikan mu Ji Eun-ah...”

“demi kebaikan ku? kau salah jika menganggap ini demi kebaikan ku. aku mohon Sungjae-ah, kita berusaha bersama...” Suaranya yang semakin bergetar tetap tak membuat Sungjae mengubah fikirannya. Bahkan untuk membantu Ji Eun bangun saja ia tak melakukannya.

“annie.”

“wae? apakah karena yeoja itu?” Suaranya kini meninggi, namun tetap terselip kesedihan dari pertanyaannya itu.

“nde. mian Ji Eun-ah.....”


********


Rumah nan besar namun tak ada satu penghuni pun yang terlihat disana. Keadaaan yang memang sudah biasanya terjadi tapi tak untuk sekarang. Keadaan rumah nan sepi, sunyi serta tak berpenghuni semakin membuat kesedihan terpampang jelas pada wajahnya. Ia begitu terlihat pucat, tenaganya yang ia miliki pun sepertinya telah terhisap habis begitu saja.

Ia tetap melangkahkan kakinya mendekati sebuah pintu berwarna putih dengan sedikit corak. Tangannya ia layangkan meraih gagang pintu tersebut. Wajahnya yang pucat memaksa tubuhnya harus berbaring diatas ranjang besar yang menghadap ke cermin. Ia menatap langit-langit dengan tumpukan air bening yang siap mengalir membasahi pipinya.

“kau jahat..” Tangisnya pecah begitu saja bersamaan dengan ungkapan kemarahan yang sedari tadi ia pendam.

Matanya terus saja  mengalirkan cairan bening dan membuat genangan air pada pipinya semakin meluas. Tubuhnya pun semakin bergetar tatkala otaknya kembali memutar rekaman-rekaman yang membawanya pada kesedihan yang teramat ini.

“aku tak akan menyerah begitu saja. setidaknya aku harus tahu alasan appa. walaupun hanya aku, sendiri.”



Ji Eun POV

Matahari telah bersinar namun nampaknya aku lebih dulu terbangun sebelum sinarnya menyinarkan seluruh penjuru di bumi. Oh iya, sepertinya aku harus segera bergegas sebelum ada yang mengetahui ini semua.



Author POV

Detik telah berubah menjadi menit. Menit berganti menjadi jam. Jam pun yang telah berputar selama dua puluh empat jam telah berganti menjadi hari. Hari terus bergulir hingga membentuk  minggu disetiap  bulannya. Tanpa kenal lelah, Ji Eun, yeoja itu terus berusaha mencari apa yang memang harus ia ketahui. Ia seperti menemukan keanehan pada appa, eomma, serta Sungjae mantan kekasihnya itu.

Tak kenal malam maupun pagi, ia terus melangkahkan kakinya menyusuri seluruh penjuru Seoul. Berhari-hari ia terus lalui tanpa tujuan yang benar-benar pasti. Hingga sebuah kebenaran besar menyapanya yang membuatnya seperti kehilangan akal sehatnya.

Langkahnya begitu tak menentu. Hampir saja ia menabrak seseorang yang berpapasan dengannya.

“ottokhae?”



Ji Eun POV

Dada ku terasa sangat sesak hingga untuk bernafas pun rasanya sangat sulit ku lakukan. Aku tak dapat melihat dengan baik, fokus ku hilang. Bahkan tak hanya itu saja, seluruh hidup ku pun telah menghilang bahkan lenyap dan tak akan kembali.


“Ji Eun, apa itu kau?”


Apakah itu eomma? Huh, jam berapa ini? Tumben sekali ia telah berada di rumah.


Saat aku hendak memasuki kamar, ku rasakan ada sebuah tangan yang menghentikan ku. Namun rasa lelah serta sakit yang ku rasakan membuat ku tak berniat untuk mengetahui siapa orang itu bahkan hingga meladeninya. Tapi tanpa aku menoleh kearahnya pun aku yakin siapa orang yang menahan ku.

“Ji Eun, kau  kenapa?” Suaranya terdengar begitu khawatir. Khawatir? Apakah ia tak salah? Bukankah ia lebih memihak kepada appa dari pada kepada aku yang jelas-jelas merupakan anak kandungnya. Huh... kenapa sekarang ia harus mengkhawatirkan ku? Toh bukannya sejak appa melarang hubungan ku, ia lebih peduli pada appa. Dan membiarkan ku merasakan rasa bingung yang membuat ku nyaris  menjadi gila.

“kau menangis? wae? ceritakan pada eomma..” Aku menoleh padanya. Sebisa mungkin aku berusaha mengumpulkan sisa-sisa  tenaga yang masih bisa ku  pergunakan.

“unntuk apa?”

“Ji Eun-ah, kau kenapa? kenapa kau berbicara seperti itu pada eomma?”

“huh.. kenapa? aku? bukankah seharusnya aku yang bertanya pertanyaan seperti itu pada eomma? eomma kenapa? kenapa eomma sama seperti appa? membiarkan ku berada dalam lingkaran kebingungan yang kalian buat? wae? WAEYO EOMMA?” Tangis ku pecah begitu saja. Aku tak dapat lagi membendung semuanya sendiri, bahkan sedetik pun aku sudah tak sanggup.

“ada apa ini?”
“Ji Eun-ah, kau kenapa?”
“kenapa kalian diam? appa sungguh tak mengerti.”



Author POV

Intonasinya yang telah berubah pun bahkan tak membuat kedua wanita itu menjawab pertanyaannya. Kedua wanita itu hanya diam dan membisu dalam tangis masing-masing.

“sudahlah, aku lelah. aku ingin istirahat.” Ia lenggangkan tangannya yang bebas kearah gagang pintu berwarna putih itu, membukanya dan membiarkan dirinya lenyap tertutup oleh daun pintu.

Tapi sepertinya keinginannya untuk beristirahat pun harus ia kubur dalam-dalam karena suara seseorang yang membuatnya mengurungkan niatnya. Ia kembali membuka pintu itu dan menoleh kearah tangga tempat dimana suara itu berasal. Matanya membulat seketika ketika retina matanya menangkap sebuah berkas sinar yang diorientasikan membentuk tubuh manusia.

“changkkaman.”


********


Diam, hanya kata itu lah yang dapat dikatakan sebagai gambaran keadaan ruang keluarga itu. Empat manusia yang berada disana hanya diam, mengunci mulut mereka dan tak membukanya. Terlalu sunyi hingga deru nafas dari mereka pun dapat terdengar.

“untuk apa kau kesini?” Sinis seorang yeoja yanng sedari tadi hanya diam menatap sosok orang yang ia tanya dengan penuh amarah. Namun dibalik itu semua, tatapan kesedihan masih terlihat jelas dari mata indahnya.

“sepertinya sudah tak ada lagi yang perlu dibicarakan. aku juga sudah lelah. lebih baik kau cepat pulang, ini sudah malam.” Yeoja itu bangkit, hendak ia ingin pergi namun tak jadi karena namja itu menghalangi keinginannya.

“saranghanda Ji Eun-ah.” Ujarnya begitu lantang tanpa memperdulikan sosok yeoja yang ia panggil Ji Eun itu. Sosoknya berjalan menghampiri Ji Eun, meraih tangannya dan menggenggamnya begitu hangat. Namun Ji Eun terlihat sangat tak menyukai itu, sampai-sampai ia tak mau menatap sosok namja dihadapannya itu.

“cih, wae? apakah kau dicampakkan oleh yeoja itu. siapa namanya? Kim... Kim... ah Kim Nam Joo? ha?”
“ah, hampir saja aku lupa. bukankah kau lebih takut pada appa ku? kenapa sekarang kau kembali kesini dan mengatakan kalau kau mencintai ku didepannya? apakah kau tak takut jika suatu waktu appa akan membunuh mu?”

“Jung Ji Eun!”

“nde? Jung? Lee Ji Eun! itulah nama ku! ah aku baru menyadari satu hal. kalian memiliki nama yang sama, Jung. Jung Byunghee dan Jung Sungjae, seperti ayah dan anak saja. ha... atau kalian memang ayak dan anak?” Suaranya semakin terdengar sarkartis. Bahkan tatapannya semakin lama semakin terlihat menyeramkan. Ia menatap kedua pria itu bergantian dengan tatapan sinis.

“Ji Eun! jaga bicara mu!”

“wae eomma? ah, apakah eomma juga mengetahui hal ini? jadi hanya aku yang tak tahu. huuhh... sudah kuduga. apakah kalian tahu seberapa frustasinya aku? Apakah kalian memikirkan ku? kalian diam? berarti kalian mengakuinya.” Ia menengadahkan kepalanya ke atas. Entah apa yang ia lakukan, tapi saat ia kembali menatap tiga orang yang hanya dapat diam membisu itu, kedua pelupuk matanya telah dipenuhi oleh genangan air yang siap meluncur membasahi pipinya.

“kalian keterlaluan.” Kedua pelupuk matanya seperti tak sanggup lagi menampung butiran demi butiran air bening itu hingga membiarkannya bebas jatuh ke pipi yeoja itu. Ji Eun, yeoja itu masih menatap ketiga orang yang terus saja diam itu, tapi sedetik kemudian ia melepaskan genggaman namja itu dengan kasarnya dan beranjak meninggalkan mereka.



Ji Eun POV

Dada ku begitu tersa sakit, hingga untuk bernafas pun rasanya sangat sulit ku lakukan. Kepala ku juga terasa pusing, bahkan sangat pusing hingga membuat pandangan ku tersa bergerak, seperti tak memiliki fokus yang tetap. Hingga aku merasa seluruh penglihatan ku berubah menjadi satu warna, hitam.


********


Pergelangan tangan ku begitu terasa perih saat ku gerakan. Aku juga merasakan rasa sakit dibeberapa bagian tubuh ku. Huh... kepala ku pun terasa masih berputar. Sebenarnya apa yang terjadi.


“Ji Eun, apakah kau sudah sadar? dokter.. dokter.......”


Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba sdada ku terasa dingin? Dan... kenapa mata ku terhalang oleh sinar yang sangat terang?


“dia sudah tak apa-apa. dia hanya perlu beristirahat saja. mungkin ini akibat dari rasa lelah yang ia rasakan serta terlalu banyak yang ia fikirkan.”

“ne. Kalau begitu terimakasih dok...”


Apakah aku sedang mengigau? Sepertinya tadi suara eomma, dan kenapa ia menyebut dokter?


“Ji Eun-ah... apakah kau mendengar eomma?”


Aku mencoba membuka kelopak mata ku, tapi rasanya sangat sulit ku lakukan. Kepala ku juga sangat pusing. Ayolah Ji Eun, kau pasti bisa. Perlahan...... huh, kenapa rasnaya begitu menyilaukan. Aku tak dapat melihat apa pun.


“Ji Eun.....”


Ku pejamkan kembali mata ku. Huuuu... semoga setelah ini aku dapat melihat seperti semula. Perlahan Ji Eun, kau pasti bisa.


“Ji Eun-ah......”


Nde? Itu, suara itu. Apakah aku tak salah dengar? Suara itu, suara berat itu.....

“Ji Eun......”

Kini aku merasa ada yang menggenggam tangan ku. Awalnya aku tak dapat melihat siapa sosok itu. Tapi beberapa saat kemudian semua kembali. Aku dapat melihatnya. Melihat sosok eomma yang tengah berdiri disamping ku dengan matanya yang terlihat bengkak. Tungggu, bengkak? Apakah eomma menangis?

“eomma......”

“Ji Eun-ah, mianhae. jinjja mianhae.. eomma bejanji, eomma tak akan pernah merahasiakan apa pun dari mu. mian Ji Eun-ah.......”

Wajahnya begitu terlihat menyesal. Sungguh hati ku terasa sakit melihat eomma menangis. Apakah aku telah keterlaluan hingga membuat wanita yang dengan tegarnya telah membesarkan ku ini menangis?



Author POV

Ji Eun, yeoja yang masih terbaring diatas ranjang itu tak henti-hentinya merutuki diri atas apa yang telah ia lakukan hingga membuta wanita yang sangat ia sayangi itu menangis dihadapannya. Ia tak menyangka keputusannya untuk membeberkan apa yang telah ia temukan seminggu ini membuat eomma nya merasa bersalah. Dan ia juga tak menyangka bahwa sosok namja yang awalnya tak mau mempertahankan hubungan mereka itu tiba-tiba saja datang.

“kalian harus selesaikan masalah ini. appa dan eomma akan menemui dokter dulu.” Mereka pun melangkah pergi, tetapi sebelumnya wanita paruh baya itu terlebih dulu menghentikan langkahnya dan menggenggam tangan kekar seorang namja yang berdiri  tak jauh dari ranjang dimana Ji Eun terbaring.

Suasana aneh mulai  menyergapi seisi runagan itu. Ji Eun terlihat sangat tak menginginkan keadaan seperti itu. Ia lebih memilih untuk memejamkan matanya dan tak mengindahkan sosok namja ynag kini telah berdiri disampingnya. Beberapa menit telah berlalu, tetapi Ji Eun tetap menutup matanya. Hingga nyaris sepuluh menit barulah Ji Eun membuka matanya. Ia menatap sosok namja itu dengan pandangan yang tak dapat diartikan. Senang? Sedih? Marah? Kesal? Tak ada yang tahu arti dari tatapan itu. Tetapi sesuatu terjadi. Sebuah butiran krystal mengalir tanpa ada yang memerintahkannya. Ji Eun segera menyekah butiran itu. Ia tak ingin namja itu melihatnya menangis. Sudah cukup baginya untuk menangis, dan kini bukan lagi waktunya untuk itu.

Namun gerakan yang tak terduga membuat Ji Eun harus kembali membiarkan gengan air bening itu mengalir membasahi pipinya. Ia seperti terhanyut begitu saja dalam dekapan namja itu. Namja yang masih sangat ia sayangi. Namja yang membuatnya dengan suka rela menghabiskan waktunya hanya untuk mencari kebenaran. Kebenaran yang sangat pahit hingga membuatnnya harus terbaring di rumah sakit.

“lepaskan aku...” ucapnya lirih.

“mian. mian Ji Eun-ah.. jinjja mian.......”

“mian? wae? apakah karena kau telah dicampakkan oleh yeoja itu, makanya kau kembali kepada ku? jawab aku Sungjae-ah....”

Tak ada jawaban yang terlontar dari mulut namja itu. Ia malah semakin mengeratkan pelukannya pada Ji Eun. Dan seperti tersihir oleh keadaan saat itu, Sungjae, namja itu juga menangis. Ia merasa sangat menyesal. Ia merasa bahwa dia merupakan namja terbodoh di dunia ini. Namja yang dengan mudahnya meninggalkan yeoja yang ia cintai melebihi apa pun.

“aku terlalu pengecut untuk menghadapi kenyataan sesungguhnya. aku bukanlah namja yang baik. aku hanya memikirkan diri ku sendiri. tetapi aku sadar, semua ini salah. dan meninggalkan mu adalah kesalahan terbesar ku..”

“apakah sekarang kau menyesal? tetapi kau terlambat. hubungan kita sudah tak dapat dilanjutkan lagi. semua telah berakhir. kau benar. kau pengecut. kau takut untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada ku. membiarkan ku mencari kenyataan pahit itu sendiri. kau jahat Sungjae-ah......”

“mian.. jinjja mian.....”

Sungjae kembali menarik tubuh mungil Ji Eun kedalam dekapannya. Membenamkan wajah Ji Eun dalam dada bidangnya. Awalnya Ji Eun meronta, tak ingin Sungjae melakukan hal yang menurutnya sangat menyiksa perasaannya itu, tetapi ia sama sekali tak dapat berbuat apa pun. Sungjae lebih kuat darinya, sekeras apa pun ia mencoba untuk melepaskan pelukan itu, tetapi pada akhirnya ia akan tetap berada didalam pelukan Sungjae.

“kenapa kau melakukan ini? apakah kau tak tahu  bagaimana perasaan ku? kau jahat Sungjae-ah.. kau jahat.” Tangisnya. Ji Eun seperti kehilangan akal sehatnya. Ia terus menangis dan memukuli Sungjae dengan tangannya.

“mian.. aku memang jahat. aku membiarkan mu sendiri. tetapi aku berjanji, aku tak akan mengulanginya lagi.”

Ji Eun tersentak. Seketika ia seperti tak dapat mengalirkan air matanya. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sungjae, namja itu mengatakan satu kalimat yang benar-benar membuatnnya marah.

“Sungjae-ah. kau gila. kau adik ku, lebih tepatnya adik tiri ku. kita tak mungkin kembali melanjutkan hubungan ini. appa mu adalah appa ku, berarti kita keluarga.”

“annie. itu tidak benar.”

“tidak benar? Sungjae-ah, sadar. appa mu telah menikah dengan eomma ku, dan berarti kita adalah saudara.”

“annie, kau salah Ji Eun-ah. apa yang kau ketahui semuanya salah!”

“salah? memangnya apa yang salah? kau adalah anak appa, dan appa telah menikah dengan eomma. lalu aku salah dimana?” Ji Eun tampak tak ingin kalah. Ia yakin apa yanng ia ketahui adalah benar. Tak mungkin seseorang yang memberitahunya tentang semua itu berbohong, untuk apa orang itu berbohong. Toh ia sama sekali tak memberikan apa pun pada orang itu.

“appa memang appa ku, tetapi ia bukan appa kandung ku.”

Ji Eun nampak tertegun. Ia tak mengerti apa yang tengah dibicarakan Sungjae. Appa, tetapi bukan appanya.

“apa maksud mu?”

“appa, ia merupakan adik appa ku. saat appa ku meninggal, appa menikah dengan eomma ku. dan ia kembali berpisah dengannya saat umur ku sepuluh tahun.”

“jadi maksud mu?”

“ne, kita tak memiliki hubungan apa pun. kau bukan kakak ku dan aku bukan adik mu.”

“kau jangan bercanda Sungjae-ah. ini tak lucu sama sekali.”

“aku tak bercanda, aku serius. Nam Joo lah yang telah mengatakannya pada ku.”

“Nam Joo?” Ji Eun nampak sedikit terkejut. Ia tak menyangka bahwa Sungjae akan kembali menyebutkan nama yeoja itu. Apakah ia tengah mempermainkan ku? Itulah yang ada dibenak Ji Eun kini. Ia bingung, kenapa yeoja itu bisa mengetahui apa yang seharusnya Sungjae tahu.

“ne, karena ia adalah teman masa kecil ku. mian Ji Eun-ah, karena waktu itu aku mengatakan kalau Nam Joo adalah kekasih ku. aku tak tahu harus mengatakan apa, karena yang ku tahu saat itu kau adalah kakak ku.”

“ja... jadi, dia tak memiliki hubungan apa pun dengan mu?”

“ne. mian Ji Eun-ah...”

“ka-kau jahat Sungjae-ah....” Ji Eun kembali terisak. Butiran-butiran krystal yang sempat berhenti mengalir pun kini kembali membuat genangan di pipinya. Sungjae yang menyadarinya pun dengan cepat kembali menarik tubuh Ji Eun kedalam dekapannya.

“menangislah, karena setelah ini aku tak akan pernah membiarkan sedikit pun air mata mu jatuh. saranghae Ji Eun-ah......”



Ji Eun POV

“ka-kau jahat Sungjae-ah...”

Aku kembali terisak. Entah kenapa aku merasakan keringanan. Apakah karena fakta yang baru ku ketahui itu?

“menangislah, karena setelah ini aku tak akan pernah membiarkan sedikit pun air mata mu jatuh. saranghae Ji Eun-ah......”

Aku terbelalak. Apakah aku tak salah mendengar? Aku segera melepaskan pelukannya. Menatapnya tak percaya. Apakah semua ini hanya mimpi? Atau halusinasi ku?

“nan saranghae Ji Eun-ah......” Ia  kemabli mengucapkannya. Ini nyata. Aku tak mungkin salah mendengar hingga dua kali.

“apakah kau tak sedang bercanda?”

“annie, aku benar-benar menyukai mu Ji Eun noona. nan jeongmal saranghae.”

Aku terdiam untuk beberapa saat. Rasanya nyawa ku tak sepenuhnya sadar hingga membuat ku harus kembali memfokuskan semua sistem saraf pusat ku. Ku tatap matanya lekat-lekat. Huu... ini bukanlah mimpi. Ini nyata.

Ku rundukkan kepala ku dan menghembuskan nafas ku dengan begitu pelannya. Tak lama, aku kembali mengangkat kepala ku dan menatap matanya dengan lekat.

“ nado saranghae Jung Sungjae.....” 



The End ^^,





annyyeeeooonnnggggg readers-deul..... I'm back with my new story with new cast *turn on the firework* 

hhooooaaaaa..... how is it goes? are readers amused with this story?
i hope this story doesn't disturb readers. and mian for the stright story.
i think only that, so see you in the next fanfiction.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts