[One-Shoot] Relationship
cast :
- Song Hana (OC as a girl)
- Kim Jong In
- Song Jihoon (OC as a boy)
- Park Chanyeol
Hubungan
adalah satu kata dari bemiliyar miliyar kata dalam kamus hidup setiap manusia
yang tersirat jelas dengan rasa bahagia. Gadis maupun lelaki. Namun sesuatu
bernama hubungan itu adalah sebuah bencana bagi ku. sebuah kesialan yang khusus
untuk ku. dan aku membenci kenyataan itu.
~.~
Senja itu, langit jingga menampakkan awan
hitamnya, menandakan tak lama lagi rintik hujan akan membasahi seluruh penjuru
kota Seoul. Ia masih tetap setia berdiri di bawah halte bus sembari memainkan
jari-jari tangannya. Menunggu. Satu kata yang tidak mungkin ada dalam kamus
hidupnya. Ia sangat membenci itu, namun demi seseorang, Ia rela melakukan itu.
Sudah hampir satu jam ia menunggu
kedatangan ‘sosok’ itu, namun di bawah halte tempat ia berpijak kini belum ada
tanda-tanda kehadiran ‘sosok’ nya. untuk kesekian kalinya ia mengecek isi
ponselnya, dan belum ada kabar dari ‘sosok’ itu. dan benar dugaannya,
rintik-rintik halus mulai membasahi kota.
Ia mendesah kesal, “lebih baik aku pulang
dan akan ku tanyakan alasannya tak menepati janjinya besok!”.
Ia mengembangkan payung transparan yang
setia berada disampingnya sedari tadi, melindungi dirinya dari rintik-rintik
air hujan yang akan membasahi tubuhnya. Dan melangkah keluar untuk kembali pada
rumah yang-setidaknya- dapat membuatnya merasa hangat.
“aissh hujan. Bagaimana ini?” sebuah suara
baritone sama-samar terdengar oleh indera pendengarannya.
Belum terlalu jauh ia melangkah
meninggalkan halte bus tempatnya menunggu tadi, ia berbalik untuk sekedar
melihat siapa pemilik suara itu. siapa tau pemilik suara itu adalah ‘sosok’
yang tengah ditunggu-tunggunya bukan?
Dari kejauhan, ia melihat seorang lelaki
tengah membantu menutupi kepala seorang gadis-dengan pipi yang bersemu merah-
disampingnya. Ia mengeratkan pegangan tangannya pada tongkat payung
transparannya, mencoba menyalurkan rasa kesalnya.
Tak ingin berlama-lama ia melihat aksi
kedua orang yang notabenenya hanya lelakinya saja yang ia kenali, dengan cepat
ia meninggalkan halte bus itu. mengambil langkah seribu dengan sebelah tangan
yang mengepal, ia benar-benar kesal. Ia terus merutuki dirinya selama
perjalanan menuju rumahnya.
“mengapa aku dengan mudahnya percaya ucapan
si bodoh itu!? lihat saja kau Park Chanyeol! Akan ku habisi kau!” ia mendesis
geram.
-------^^-------
“hey. Maaf untuk kemarin. Aku tidak datang
karena harus menemani eomma-“
“anniya gwaenchana. dan kau tak perlu
membuat bermacam-macam alasan untuk membohongi ku. karena aku sudah tahu.” Ia
tetap berkutat pada pena dan buku di hadapannya, tak berniat sedikitpun untuk
menoleh kepada siapa yang tengah mengajaknya berbicara.
“apa maksud mu?”
“kemarin kau tidak bersama dengan eomma mu
bukan? kau bersama seorang gadis, yang aku tak kenal ia siapa. Dan sepertinya
cukup sampai disini, kita akhiri saja hubungan ini. terima kasih.” Ia bangkit
mencoba meninggalkan lelaki itu, namun dengan cepat lelaki itu menahannya.
“Song Hana, dengarkan aku dulu. Gadis itu-“
“kau ingin mengatakan bahwa gadis itu bukan
siapa-siapa mu kan? Hey sudah ku katakan kau tak perlu mencari-cari alasan
untuk membohongi ku Park Chanyeol! Gadis itu kekasih mu kan?” ia terlihat
menahan marah, menatap tajam kepada kedua manik mata Chanyeol.
Chanyeol diam. Lelaki itu bingung harus
menjawab apa. ia tau ia telah mempermainkan gadis di hadapannya, mengatakan
bahwa ia tidak mempunyai kekasih dan menjalin hubungan dengan gadis di
hadapannya.
“sudahlah! Jangan ganggu aku!” ia pergi
meninggalkan Chanyeol yang masih terdiam. Setidaknya ia akan berterima kasih
kepada Noona Chanyeol yang berbaik hati memberi tahukannya ‘siapa gadis yang
bersama Chanyeol tempo hari’ atau ia akan terus di permainkan oleh si bodoh
Chanyeol itu.
Chanyeol mengacak rambutnya kesal. Ia tak
tahu bagaimana rahasianya dapat terbongkar. Dan bodohnya, ia lupa bahwa tempo
hari adalah kencan pertamanya dengan gadis tadi-yang kini bernotabene sebagai
‘mantan kekasihnya’- selama seminggu keduanya menjalin hubungan.
-------^^-------
“Song Hana! Mau kemana kau? Mau mencoba
kabur lagi? Ya! Aissh anak ini! cepat bantu eomma, jaga adik mu!” seru seorang
wanita paruh baya dari arah dapur membuat langkahnya harus terhenti. Ia, gadis
bermarga Song itu mendesah berat. Di akhir pekan ia harus menjaga adik
lelakinya? Oh rasanya saat itu juga ia ingin terjun saja.
“hana? Kau dengar eomma tidak? Jaga adik
mu! bagaimana jika terjadi sesuatu padanya ketika tak ada seorang pun di rumah?
Eomma harus pergi, ada yang harus eomma beli untuk makan malam nanti! Terlebih
rekan kerja appa mu akan datang. atau jika kau ingin pergi, mengapa tak pergi
bersama Jihoon? Lebih baik kau ajak Jihoon pergi bersama mu!”
“eomma! Jihoon sudah berumur dua belas
tahun! Untuk apa ia di jaga? Ia sudah besar dan pasti bisa menjaga dirinya!”
rengek Hana.
“walaupun ia sudah dua belas tahun tetap ia
masih anak-anak. Sudah jangan membantah!”
“aisshh arrasseo arrasseo.” Dengan langkah
berat ia menuju ruang keluarga, mendapati adik lelakinya tengah duduk sembari matanya
terfokus pada layar televisi yang menampilkan acara musik kesukaannya.
“hey Jihoon!”
“hmm…”
“aissh anak ini!” Hana mengumpat. “hey
Jihoon! Mau pergi tidak?”
“aish Noona mengganggu!”
“ya! Song Jihoon! Kau mau pergi tidak? Jika
kau tidak mau, katakan kepada eomma kau tidak mau!” Hana merebut gitar yang ada
di pangkuan Jihoon sembari menatap adik lelakinya itu kesal.
“memang mau pergi kemana? Tumben sekali
Noona berbaik hati menawari ku pergi.” Jihoon berkata dengan nada menyindir.
“jika tidak di suruh eomma, aku juga tidak
mau dan tidak akan mengajak mu untuk pergi. Hey siapa juga yang ingin akhir
pekannya diganggu oleh bocah menyebalkan sepertimu?” Hana mengomel. “dan ku
harap kau berkata tidak dan segera mengatakan kepada eomma bahwa kau tidak
ingin pergi bersama ku!”
Jihoon terlihat berfikir. Namun sepersekian
detik ide jahil muncul di otaknya. Ia tersenyum jahil. “baiklah, aku ikut pergi
dengan mu Noona!”
Hana terbelalak. Sejak kapan adik lelaki
menyebalkannya ini mau pergi bersamanya? Oh koreksi, atas-paksaan-dari-eomma!
perasaannya mulai tak nyaman begitu senyum setan terukir di bibir adik
lelakinya itu.
-------^^-------
“Noona belikan aku ice cream! Aku mau ice
cream!”
“sudah ku duga akan jadi seperti ini. jika
saja aku dapat lebih cepat mungkin eomma tak akan menyuruh ku untuk menjaga dan
terlebih lagi mengajak bocah menyebalkan ini!” erangnya dalam hati.
Hana hanya dapat pasrah begitu Jihoon
menarik tangannya menuju sebuah kedai ice cream.
“ahjussi aku ingin pesan ice cream cokelat
lima.”
“ya! Jangan seenaknya!” Hana membentak
Jihoon kesal, namun parahnya Jihoon malah tak mengindahkan bentakan itu.
Dengan sangat terpaksa Hana memberikan
uangnya yang sangat sedikit itu kepada paman penjual ice cream. Dan untuk
pertama kalinya di akhir pekan ini ia berfikir, hal terbodoh yang pernah ia
lakukan adalah pasrah ketika adik lelaki menyebalkannya menarik paksa dirinya
untuk menuju kedai ini.
“Hana?” suara baritone seseorang mengganggu
indera pendengarannya.
“Noona, ada yang memanggil mu.”
“ah eh? Nugu- Park Chanyeol?“
“hai.” Chanyeol tersenyum menyapa kedua
orang dihadapannya. “siapa lelaki manis ini? apakah ia adik mu?”
Belum sempat pertanyaan Chanyeol terjawab,
Hana telah lebih dulu meninggalkannya termasuk adiknya sendiri yang tak
mengerti apa-apa. Jihoon hanya dapat diam sembari berlari mengejar kakaknya
yang dengan tega meninggalkannya.
“Noona! Tunggu aku! Noona!” Jihoon terus
mencoba mengimbangi langkah kaki kakaknya yang terlampau lebar dan cepat bagi
seorang gadis.
“Noona, kakak itu siapa? Apa ia kekasih
mu?” Jihoon mencoba mengajak kakaknya berbicara sembari terus menjilati ice
cream ditangannya.
“bicara apa kau? Sudahlah lupakan orang itu
dan masalah tadi!” Hana semakin kesal dibuatnya setelah kejadian tadi-dimana
orang yang dibencinya tiba-tiba saja menampakkan batang hidungnya, siapa lagi
jika bukan si bodoh Park Chanyeol? Tak memperdulikan terikan lelaki muda yang
mulai tertinggal jauh-lagi- dibelakangya, ia semakin mempercepat langkah
kakinya meninggalkan helaan nafas kesal bersamaan dengan bertiupnya angin pagi
kota Seoul.
-------^^-------
Menurut
mu apa arti sebuah hubungan? Apakah kau merasakan kebahagiaan? Namun mengapa
aku tidak?
~.~
Saat itu masih terlalu pagi untuk mendengar
suara pertanda jam pelajaran pertama. Hana dengan malasnya menyeret kakinya
untuk berjalan menelusuri koridor yang sangat sepi itu ditemani suara decitan
antara sepatunya dan lantai dingin koridor.
Sungguh siapa lagi yang harus disalahkan
selain bocah menyebalkan Song Jihoon itu? karenanya ia harus berada di Kyunghee
lebih awal dari pada biasanya. Dengan alasan Jihoon mempunyai tugas yang harus
dikerjakannya bersama temannya pagi ini, Hana pun harus ikut terseret kedalam
masalah yang tak ia inginkan.
Eommanya yang selalu mementingkan Jihoon dibanding
dirinya memaksanya untuk berangkat ke sekolah lebih awal bersama Jihoon. Demi
apapun Jihoon sudah besar dan ia dapat pergi ke sekolahnya sendiri, tetapi
eommanya yang selalu memperhatikan Jihoon beralasan merasa khawatir dengan
keselamatan Jihoon jika harus pergi ke sekolah dengan bus seorang diri.
Sedangkan dirinya yang masih ingin menyelami alam mimpi dengan terpaksa harus
berangkat bersama adiknya di saat sang penyinar masih nyaman bersembunyi.
Dan kau tahu? Ayah mereka benar-benar tak
berperasaan! Mengapa ayah mereka lebih memilih berangkat ke perusahaannya pagi
sekali seorang diri, tanpa ada niatan untuk mengantar Jihoon kesekolahnya
padahal keduanya pergi dalam waktu yang bersamaan? Benar-benar tak dapat
dipercaya! Ini tak adil! Hubungan keluarga yang sangat di benci seorang Song
Hana!
Ia tersenyum miris meratapi hubungan
keluarganya yang sangat menyebalkan. Adiknya yang menyebalkan, eommanya yang
selalu menganggap Jihoon nomor satu, dan Appanya yang lebih mementingkan
pekerjaan di banding anak-anaknya. Benar-benar kau-harus-hidup-dengan-sangat-sabar!
Hana mengambil kunci dari dalam saku jas
sekolahnya begitu ia telah mencapai arah tujuannya, yaitu loker. Ia mengambil
sepasang sepatu dari dalam lokernya, lalu memakainya, dan menutup pintu
lokernya kembali. Ia berniat untuk kembali ke kelasnya namun segera di urungkan
karena sudah ‘pasti’ belum ada satu orang pun yang datang selain dirinya.
Hingga sebuah ide muncul, mengapa tak ia habiskan waktunya di perpustakaan?
Tak pernah terfikirkan kah mengapa tak ia
hubungi saja salah satu temannya untuk datang ke sekolah lebih awal dan
menemaninya? Jangan berikan angan-angan akan sosok seorang teman apa lagi
sahabat kepada Song Hana! Teman? mereka semua teman bukan? namun pernahkah kau
berfikir barang memiliki seorang sahabat saja? Namun bagi Hana itu hanya sebuah
angin belaka.
Ia memasuki area perpustakaan yang
benar-benar ‘sangat’ sepi. Hanya ada seorang pengawas wanita dan-mungkin-
dirinya saja. Aissh! Lupakan permasalahan dirinya yang harus terjebak di
Kyunghee yang masih sangat sepi akibat ulah sang adik menyebalkan Song Jihoon!
Ia menelusuri setiap deretan buku yang
berjajar rapi dalam rak-rak yang tinggi-tinggi itu. tak ada yang menarik. Dan
mengambil asal salah satu buku dari dalam jejeran buku yang tertata rapi,
membawanya kepada salah satu meja di pojok ruangan. Duduk di sana sembari melihat
judul buku yang ia ambil-tanpa melihat ‘tentang apa buku itu’. sebuah buku
sosiologi. Ia membuka halaman pertama, dan apa yang ia dapati disana? hanya
deretan kalimat yang membosankan!
Ia membalikan setiap halaman tanpa ada
sedikitpun niat untuk membacanya. Yang ia fikirkan kini, adakah yang akan
datang untuk sekedar menghilangkan kesunyian yang amat mencekam di dalam
ruangan yang cukup luas ini yang hanya terisi olehnya dan seorang guru
pengawas-dengan kacamata tebalnya?
Kembali ia terbayang akan kata seseorang.
Seseorang yang tak sengaja ia tolong ketika hampir saja maut menghampiri.
Seorang pemuda yang notabenenya ia tak kenali. Namun pemuda itu dengan
beraninya melontarkan sebuah pertanyaan yang sangat anti di dalam indera
pendengarannya.
Pertanyaan pemuda itu membuat fikirannya
melayang akan nama teman, sahabat, dan yang lebih parahnya…oh cukup! Ini sangat
gila!
Sahabat? Ia selalu ada untuk mu bukan?
namun ketika kau telah merasakan arti seorang sahabat dalam hidup mu, ia lebih
memilih untuk pergi dari hidup mu. apakah itu dapat di sebut sebagai sahabat?
Lalu bagaimana dengan teman? “mereka
adalah teman mu”, kata-kata yang selalu diucapkan seorang guru untuk murid
TKnya.
Lalu apa yang salah dengan kata ‘teman’
maupun ‘sahabat’? pernahkah kau berfikir bahwa seorang teman yang kau mulai
anggap sebagai sahabat tiba-tiba saja menghancurkannya? Menghancurkan anggapan
mu bahwa ia dapat menjadi seorang sahabat yang setia. Ia tiba-tiba saja
‘membuang’ mu, menganggap mu tidak ada, bahkan kau sendiri tak tahu apa
kesalahan yang telah kau perbuat. Namun itu yang telah terjadi kepada sosok
Song Hana.
Hubungan pertemanan maupun persahabatan tak
selalu berjalan mulus dan terasa bahagia. Bagi seorang Song Hana hubungan
pertemanan maupun persahabatan merupakan sebuah keterketakutan untuk
mengingatkannya kepada kejadian lama. Kejadian di mana ia membenci hubungan
dengan nama ‘pertemanan’ maupun ‘persahabatan’.
Dan ia telah mengingatnya, kembali
mengingat akan hubungan ‘pertemanan’ maupun ‘persahabatan’ dengan beberapa
orang yang–mungkin- masih dapat ia temua di Kyunghee ini karena kejadian itu
hanya terjadi kurang lebih dua tahu silam ketika mereka-termasuk Hana- mulai
menimba ilmu di Kyunghee, akibat seorang pemuda yang tiba-tiba saja masuk
kedalam fikirannya.
Dan tanpa seizinnya, senyum manis dengan
mata yang memancarkan harapan itu ketika melontarkan pertanyaan mautnya
terlintas kembali di dalam otaknya. Aissh!! Benar-benar menghancurkan semangat
seorang Song Hana!
“permisi. Boleh aku duduk di sini? Ku lihat
hanya ada kau di perpustakaan ini, jadi… bolehkah aku duduk disini juga?”
Sebuah suara membuat lamunannya buyar.
Setidaknya suara itu dapat membuatnya sedikit melupakan wajah ‘pemuda’ itu dan
mengembalikan jiwanya kepada dunia nyata.
“maaf. Kau mendengar ku?”
Hana mendongak untuk dapat melihat siapa
yang telah berbaik hati membuyarkan lamunannya. Dan saat itu juga, matanya
membelalak, dan ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Astaga! Kini hana
menunduk untuk sekedar mengumpat.
“maaf?”
Hana kembali mendongak, dan tebak apa yang
ia dapat? Sebuah senyuman yang teramat manis dari sang pelaku, dan saat itu
juga tanpa terasa lidahnya kelu.
“maaf? Kau mendengar ku? bolehkan aku duduk
di sini?”
“ah? eh? Ne. silahkan.” Hana menunduk dan
mengumpat. Saat itu juga ia merasa menjadi seorang yang teramat sangat bodoh.
Melamun dan melamun. Mungkin ini efek dari ulah Song Jihoon menyebalkan itu
yang telah mengganggu waktu tidurnya!
“apa aku mengganggu? Sepertinya kau sedang melamun?”
“ah iya, sepertinya.” Hana tetap menunduk,
ia tak berani hanya untuk sekedar melirik apalagi menatap sang empunya suara.
Ia takut mimpi buruknya dalam sekejap menjadi kenyataan.
“sepertinya aku mengganggu mu.” terdengar
menyesal.
“ah tidak! Tidak apa-apa! kau tidak
mengganggu ku. sungguh.” Entah mendapat dorongan dari mana ia dapat melihat
wajah ‘itu’ dan mendapatai senyum senang disana. dan benar, mimpi buruknya
dalam sekejap menjadi kenyataan.
Orang itu duduk berseberangan dengan tempat
duduknya, memudahkannya melihat dengan jelas wajah orang ‘itu’.
“benar. Ternyata kau.” Gumamnya.
Sepertinya orang ‘itu’ dapat mendengarnya
walaupun suara Hana terdengar sangat kecil bahkan nyaris tak terdengar karena
perpustakaan ini yang tetap terlampau kata ‘sepi’.
“apa maksud mu?” tanya orang ‘itu’.
“kau lupa? Padahal kejadiannya belum
terlalu lama. Hanya sekitar dua minggu lalu.” jawabnya tanpa memperdulikan
tatapan bertanya dari orang ‘itu’.
Orang ‘itu’ terlihat berfikir hingga
terlihat timbul beberapa kerutan di keningnya. “dua minggu lalu? apa? atau…”
bergumam seraya menatap Hana tak percaya.
“kau gadis yang menyelamatkan ku dari
tabrakan itu kan?” orang ‘itu’ tersenyum menatap Hana. Sedangkan Hana hanya
mengendikan bahunya.
“akhirnya kau ingat.”
“tentu saja. Dan aku tak menyangka jika
kita ternyata satu sekolah.” Ujarnya antusias.
Hana yang mendengarnya hanya menganggap
biasa, namun sedetik kemudian ia mencoba untuk mencerna maksud dari perkataan
itu. itu bukan perkara yang sulit, namun bagi Song Hana entah ini akan menjadi
kebaikan atau pun malah akan menjadi keburukan.
Hana mengangkat kepalanya yang sedari
tertunduk-menatap buku sosiologi membosankan di hadapannya. Ia memperhatikan
sosok di hadapannya takjub, sedangkan yang ditatap tetap tersenyum senang.
“kau menggunakan seragam Kyunghee sama
seperti ku…” Hana bergumam.
“ne. ternyata kita satu sekolah. Tetapi
mengapa sepertinya aku jarang sekali melihat mu? bahkan seperti baru melihat
mu.”
“itu karena…” Hana tak melanjutkan
kalimatnya, tak mungkin kan ia menjelaskan semuanya? Memang orang ‘itu’ siapanya?
Bahkan keduanya baru mengenal satu sama lain belum sampai lima menit yang lalu.
“karena? Jika kau tak ingin member tahu ku
juga tak apa. sepertinya kita belum kenal satu sama lain, aku Kim Jongin dari
kelas 12-A. kau sendiri?”
“Song Hana dari 12-C.” Hana mentapnya
dengan tatapan datar, kontras sekali dengan Jongin yang tersenyum.
Tak ada yang berbicara lagi. Keadaan
menjadi hening. Jongin yang benar-benar membaca bukunya, sedangkan Hana yang
setengah hati membacanya, bahkan mungkin dapat dikatakan hanya melihat-lihat
saja.
-------^^-------
Bagaimana
dengan ucapan dari kebanyakan orang yang mengatakan bahwa setiap manusia perlu
menjalin sebuah hubungan? Tetapi aku takut jika akhirnya kepedihan yang menjadi
akhir dari kisah sebuah hubungan.
~.~
Akhir-akhir ini Jongin selalu menyempatkan
untuk bertemu dengan Hana. Awalnya mungkin ini biasa karena-mungkin- Jongin
ingin berterima kasih kepada Hana yang notabenenya sudah menyelamatkan
hidupnya, namun semakin lama malah membuatnya risih.
“Hana, ada yang mencari mu.” seorang gadis
memanggilnya yang tengah tidur sembari mendengarkan musik di mejanya yang
terletak di pojok ruangan.
“nugu?” tanyanya datar. Sedangkan yang
ditanya hanya mengendikan bahunya acuh.
Hana yakin pasti itu Jongin. ia malas untuk
meladeni pemuda yang notabenenya bukan siapa-siapanya, jadi ia putuskan untuk
mengacuhkan Jongin. Masa bodoh jika pemuda itu terus menunggunya, siapa pula
yang menyuruhnya untuk menemui Hana?
“Song Hana! Cepat urusi orang aneh ini!”
teriakan seseorang membuat kegiatan ‘tidur’nya terganggu. Ia mengerang kesal.
Mau apa lagi ini!?
Hana beranjak dari duduknya. Dengan langkah
besar ia berhasil mendapati Jongin yang tengah menunggunya di luar kelas dengan
senyum bodohnya itu.
“mau apa lagi? Kau mengganggu ku tau!” Hana
bertanya dengan nada ketus. Ia tak membuat-buat, kini ia benar-benar kesal.
“maaf jika aku mengganggu mu. aku hanya
ingin berbicara pada mu, tetapi tidak di sini.” Tanpa menunggu jawaban dari
gadis di hadapannya, Jongin segera menarik Hana menjauh dari pandangan
murid-murid yang menatap keduanya. Dan kini, disini Jongin membawa Hana, tempat
yang tak terlalu ramai akan murid-murid.
“apa yang ingin kau bicarakan?”
“eerr…” Jongin mengusap tengkuknya gusar,
ia bingung bagaimana merangkai kata-kata yang tepat.
“kau ingat saat kau menyelamatkan ku dari
kecelakaan itu?” dan Hana mengangguk mengiyakan pertanyaan Jongin.
“mungkin saat itu aku gila, dan pasti kau
juga menganggap ku gila. Pertanyaan gila ku saat itu belum terjawab oleh mu
karena dengan begitu saja kau meninggalkan ku. ketika kau membawaku ke rumah
sakit dan bersedia menungguku sampai aku tersadar dari pingsan, aku merasa kau adalah
orang yang hangat hingga aku dengan beraninya menanyakan pertanyaan gila itu.
dan saat ini aku akan menagih jawaban dari mu, apakah kau mau menerima ku? aku
menyayangi mu Song Hana.”
“kau mengingatnya Kim Jongin.” Hana membatin
sembari menatap kedua bola mata milik Jongin intens, mencoba mencari celah
kebohongan walau hanya setitik dari dalam tatapan milik lelaki itu. namun
nihil, tatapan hangat Jongin terlampau serius, tak ada kebohongan barang hanya
setitik saja.
Lidahnya kelu. Fikirannya melayang entah
kemana. Pertanyaan maut yang membuatnya harus mengingat luka lama tentang hal
bernama ‘hubungan’. Dan ia membencinya.
Hana bungkam, ia tidak tahu harus menjawab
apa. Di satu sisi ia tak ingin merasakan luka yang sama untuk kesekian kalinya,
namun di sisi lain ia tak ingin egois hingga membuat perasaan pemuda itu terluka
hanya karena kebenciannya. Oh koreksi! Untuk apa ia takut jika sampai menyakiti
perasaan Jongin? Apa ada yang salah dengan perasaannya terhadap Jongin? Oh
Tuhan! Kembalikan fikiran Song Hana!
“Hana? Kau melamun lagi?”
“mati kau Song Hana! Sudah berapa kali kau
tertangkap basah sedang melamun oleh Jongin!?” batinnya.
“a..annio!” elak Hana.
“lalu?”
“mianhae Jongin. Aku…tidak bisa.” Hana
dengan wajahnya yang ditundukan sigap berlalu meninggalkan Jongin. Sedangkan
Jongin hanya dapat menghela nafas berat sembari menatap punggung Hana yang kian
menjauh dari pandangannya.
“mianhae…” lirihnya.
Namun sedetik kemudian ia menghentikan
langkahnya. Terdiam, mengingat apa yang telah ia katakan.
“Ya! Aissh! Untuk apa aku merasa bersalah
padanya!? Apa yang salah dengan dirimu ha!? Hyaa! Neo babo Song Hana!”
-------^^-------
“annyeong Hana!” sebuah sapaan ringan,
namun sebuah bencana menurutnya.
“untuk apa kau menampakan senyum bodoh mu
itu!? harus ku katakan berapa kali, jangan pernah mengganggu ku lagi tuan
Park!” geramnya dengan tatapan sinis.
“tapi bisakah-“
“aku benci dirimu! Dan apa yang telah kau
berikan kepada ku yang pada akhirnya kau sendiri yang menghancurkan itu! jadi
ku harap, kau tak lagi mengganggu ku!”
“hana?”
Hana menoleh mencari asal sumber suara,
begitu pula dengan Chanyeol.
“mau pulang bersama?”
Hana sedikit melirik ke arah Chanyeol.
Setidaknya ini sebuah keberuntungan baginya. Dengan begitu, ia dapat pulang ke
rumah dengan tenang tanpa harus berurusan dengan si bodoh Park Chanyeol!
“baiklah. Kajja, kita pulang Jongin!”
dengan nada menyindir dan tatapan sinis, ia berlalu bersama Jongin yang berada
di sampingnya tanpa memperdulikan Chanyeol yang tanpa henti memanggilnya.
-------^^-------
Mungkin
ini terlalu egois dan gila. Menjauh dari segalanya. Ku fikir aku yang salah.
Tak sepantasnya aku harus membenci ‘hubungan’. Dan mungkin saat ini, dengannya,
aku akan membuka hal baru bagi kehidupan ku, dan membuang seluruh fikiran buruk
ku akan ‘hubungan’.
~.~
“ku fikir karena rumah kita yang hanya
berbeda blok saja jadi mengapa tidak pulang bersama?” Jongin berucap sembari
terus berjalan, memandang lurus jalanan di hadapannya. Sedangkan gadis di
sampingnya hanya mengangguk sembari memandangi sepatunya-yang kau yakin pasti
tak ada yang menarik disana.
“jika ku boleh tahu, lelaki itu siapa mu?
bukankah ia Park Chanyeol?” Jongin memandang Hana-meminta penjelasan- yang
tetap menundukan wajahnya.
“bagaimana kau tahu ia Park Chanyeol?”
“ia teman sekelas ku. bukan kah ia juga
murid kelas 12-A?” Jongin terkekeh.
“ah kau benar. Aku lupa.”
“maaf, kau belum menjawab pertanyaan ku.
apa hubungannya Park Chanyeol dengan mu? tetapi jika kau tak ingin memberi tahu
ku juga tidak apa-apa, aku tak akan memaksa mu.”
“Park Chanyeol… dia mantan kekasih ku.”
jawab Hana parau.
“mian, aku tak bermaksud menyinggung.” Ucap
Jongin dengan nada bersalah. Hana menggelengkan kepalanya, dan itu membuat
Jongin dapat bernafas lega.
Selanjutnya tak ada yang berani membuka
suara. Hanya suara benturan antara sepatu keduanya dengan aspal jalanan yang
terdengar.
“boleh ku tahu satu hal?” Jongin memecahkan
keheningan.
“tentu, apa itu?”
“boleh ku tahu apa alasan mu menolak ku? maksud
ku, menjawab tidak atas pertanyaan ku? apa ada yang salah pada diriku? atau aku
telah berbuat sal-“
“anni! Bukan begitu!”
“lalu?”
Kali ini untuk kesekian kalinya Hana
terdiam, ia bingung. Ia tak mungkin menjelaskan seluruhnya kepada Jongin bukan?
tetapi untuk apa pula ia menyembunyikannya dari Jongin? Toh sepertinya Jongin
bukanlah pemuda yang…buruk?
“tetapi ini rahasia.” Ujar Hana menatapa
Jongin intens. Mencoba mencari kebenaran dari mata Jongin, mencoba membuat
spekulasi dirinya yang menyatakan Jongin adalah pemuda yang dapat di percaya
itu benar.
“baiklah, aku akan menyimpan rahasia mu
baik-baik.” Jongin tersenyum meyakinkan, dan Hana dapat merasakan kejujuran
dari senyuman Jongin.
Gadis itu menatap jalanan di hadapannya,
mencari keyakinan jika ia dapat menceritakan keluh kesalnya kepada seorang Kim
Jongin. “aku membenci hubungan. Maksud ku bukan aku tak ingin memiliki hubungan
dengan orang lain, hanya aku takut untuk merasakan akhir dari sebuah hubungan.”
Hana menghentikan ucapannya. Menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan,
membuat keraguan dalam hatinya hilang.
“aku tahu, bagaimanapun usaha ku untuk
menghindari sebuah hal yang bernama hubungan itu, tak di sadari pun aku sudah
menjalin hubungan itu. Hubungan keluarga ku tak selalu bahagia, eomma lebih
mengutamakan adik ku Song Jihoon, appa yang mementingkan pekerjaannya dibandingkan
anak-anaknya, dan Jihoon yang menyebalkan selalu membuat ku jengkel.” Hana
terkekeh singkat mengingat kembali bagaimana hubungan keluarganya.
“hubungan ‘pertemanan’ maupun
‘persahabatan’? aku pernah mengalami hal kelam akan hubungan itu. mereka pergi.
mereka membuang ku, menyingkirkan ku, menganggap ku tak pernah ada. Apakah itu
dapat di sebut sebagai sahabat maupun teman? dan hubungan ku dengan lelaki,
maksud ku kisah err…cinta yang konyol? Tak ada yang pernah berjalan dengan
berhasil. Selalu kandas dan aku yang selalu mengalami sakitnya. Aku yang selalu
menanggung rasa pedihnya…dikhianati. Seperti si bodoh Park Chanyeol itu!”
Tak terasa kedua sudut bibirnya terangkat,
walau hanya kecil. Ia tersenyum kecil menyadari apa yang telah ia lakukan. Ia
berhasil mengatakannya. Mengatakan seluruh keluh kesalnya yang selama ini di
pendamnya kepada pemuda di sampingnya yang dengan setia mendengar seluruh isi
perasaannya.
“ehm…Jongin?”
“ne?”
Hana menatap Jongin ragu-ragu, sedangkan
Jongin, ia tersenyum. “kau tak marah kepada ku?” tanyanya ragu.
“marah? Untuk apa aku marah kepada mu? tentu
tidak, aku tak marah.”
“syukurlah. Ku fikir kau marah karena aku
tak…” ucapannya menggantung, ia bingung bagaimana harus merangkai kata-kata
agar Jongin tak sakit hati. Oh astaga! Sebenarnya apa yang terjadi pada Song
Hana? Mengapa ia harus takut jika sampai Jongin sakit hati?
“karena kau tak menerima ku? aih lupakan
saja masalah itu. toh mungkin aku saja yang terlalu percaya diri.” pemuda itu
terkekeh.
“Dan lagi pula aku tak berhak marah kepada
mu karena kini aku telah mengetahui alasannya” di balik ucapannya ia tersenyum.
ia-Jongin- menghentikan langkahnya dan menghadap gadis di sampingnya, membuat
Hana pun melakukan hal yang sama.
“aku senang karena kau mau memercayaiku.
Dan aku senang kau tak marah atas pertanyaan gila ku. kau tahu? Kau bukan takut
dengan sebuah hubungan, kau hanya takut dengan akhir dari sebuah hubungan.
Hubungan yang kau masih jalani maupun sudah berakhir. Tak ada yang perlu kau
hindari dari hubungan. Sekeras apapun kau mencoba untuk menghindarinya, itu
semua hanya akan sia-sia saja.” Jongin mengambil nafas sejenak, lalu
melanjutkan kalimatnya.
“Hana, aku tahu aku sangat gila kali ini.
sudah sangat jelas kau menolak ku, dan aku tahu akan hal itu. tetapi
bagaimanapun aku akan tetap menunggu mu. menunggu hingga kau mau membuka hati
mu kembali. Dan aku akan membuktikan padamu bahwa aku tak akan membuat mu
kembali merasakan akhir kelam dari sebuah hubungan, karena aku akan berusaha.
aku akan terus menunggu mu Song Hana.”
“Kim Jongin…”
Jongin menggenggam kedua tangan
Hana-mencoba menyalurkan hangatnya kejujuran. “aku berjanji dan aku tak
berbohong dengan ucapan ku.”
“maaf karena keegoisan ku. maaf karena
alasan konyol ku. ku fikir kau berbeda. Kau berbeda dari lelaki yang lain. Dan
tak sepantasnya aku mengatakan tidak ketika kau menagih jawaban atas pertanyaan
mu di rumah sakit ketika aku menolong mu dari kecelakaan.”
“maksud mu?” Jongin menatap Hana bingung.
“Kim Jongin, dengarkan aku! Aku tarik
kembali ucapan ku saat mengatakan tidak bisa menerima dirimu. Karena ku fikir
mengapa aku tak mencobanya? Aku tak seharusnya terus menyendiri hanya karena
kebencian konyol ku akan hubungan. Dan mulai saat ini aku akan menagih janji
mu. kau harus membuktikan jika aku dapat melupakan kebencian konyol ku!”
“jadi? Kau…menerima ku?”
“tentu.” Gadis itu tersenyum. Dan untuk
pertama kalinya Jongin dapat melihat senyum hangat dan manis milik gadis di
hadapannya yang kini sudah bernotabene menjadi kekasihnya.
“kau tak sedang bercandakan?” Jongin terus
menatap kedua manik mata Hana, mencari kebohongan di dalam sana.
Hana menggelengkan kepalanya, semakin
membuat senyum pemuda di hadapannya mengembang.
Jongin merangkul pundak itu, membuat tak
adanya jarak di antara keduanya. Tak ada perasaan sebahagia ini yang ia rasakan
sebelumnya. Dan gadis itu hanya dapat membelalakan matanya tak percaya. Ia
terkejut, terkejut mendapat perilaku dari pemuda yang kini sudah bernotabene
sebagai kekasihnya. Kebenciannya akan hubungannya perlahan mencair bersamaan
dengan bagaimana-ia-mendapatkan-sebuah-hal-baru-dalam-hidupnya.
Jongin melepas rangkulannya, “kini Song
Hana telah resmi menjadi kekasih Kim Jongin!” itu membuat gadis di hadapannya
terkekeh.
“kita harus merayakannya!” seruan Jongin
mendapat anggukan dari Hana. Tak henti hentinya Jongin berseru akan
kebahagiaannya dengan senyum yang terus mengembang di kedua sudut bibirnya, dan
itu membuat Hana tersenyum sumringah. Dan tangan Jongin yang dengan setia
menggenggam tangan Hana, menyalurkan kehangatan kebahagiaan kepada gadisnya.
THE END
readersss-deul... now uri hoobae comeback with "Relationship"..
how's the story? she hope that her story can make readers amused.
and she also apologized if the story isn't good.
and thanks for readers who have been taking the time to read this.
see you.....
Comments
Post a Comment