JOURNEY OF LOVE THE SERIES - Painfully Smile Part 1










Cast : Park Gyuri
          Xi Luhan
          Kim Jongdae









Tak perlu menunggu titik-titik noktah itu jatuh, cukup pandangi bagaimana matanya berucap. Tak perlu mendengar bagaimana lirihnya ia menangis, cukup pahami bagaimana caranya tersenyum.


~Painfully Smile~


******



Author POV





Dua pasang kaki kurus tengah berjalan menyusuri lorong-lorong yang juga dilewati oleh beberapa orang. Pemilik kaki-kaki itu tak membuka perbincangan seiring dengan salah satu diantara keduanya berlari ke arah seorang namja yang telah menyambutnya dengan senyum indah.




“ Gyuri-aa, tunggu disini sebentar. Aku tidak akan lama.” Pesan orang itu pada temannya. Orang itu kemudian berlari dengan penuh semangat, terlebih saat melihat sosok tampan yang berada beberapa di depannya.




Melihat hal itu, Gyuri hanya bisa menghela nafasnya. Ia bukannya baru belajar bernafas, hanya saja ia sedang berusaha untuk memupuk kesabarannya. Karena yang ia tahu, sahabatnya itu akan membuatnya menunggu lama. Tentu ia tak mengenyampingkan sebuah fakta, kalau temannya akan lupa waktu jika sudah bersama namjachingunya.



Sejauh ini Gyuri tak ingin mengeluh dengan waktunya yang telah terbuang, karena ia yakin jika waktunya akan terbuang lebih banyak lagi. Jadi, ia tak ingin membuang energinya dengan mengeluh di waktu yang terlalu dini. Meski begitu, gadis itu tak bisa mengelak jika dirinya sudah bosan belum lagi dengan kaki yang merasa pegal karena dibiarkan berdiri selama itu. demi mengendurkan saraf-saraf kakinya yang mulai menegang, gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan kecil. Tak sadar, aktivitasnya itu mampu meringankan sedikit rasa pegalnya.



Saking asiknya berjalan, gadis itu malah tak merasa jika ia sudah berjalan terlalu jauh dari tempat sebelumnya, tempat dimana ia menunggu temannya, Ji Eun. Langkahnya tak surut, bahkan raut kusut yang tadi mendominasi ekspresi wajahnya, kini berganti dengan rona segar, sesegar pemandangan yang sedang ia lihat. Seorang pria…ah tidak! sebenarnya tidak seorang, hanya saja yang berhasil menarik perhatiannya hanya seorang, yaitu seorang ketua jurnalis berwajah tampan dengan paras imut. Xi Luhan  atau Luhan biasa dipanggil.



Degup-degup di hatinya tak bisa terelakkan saat ia bisa melihat jelas bagaimana pria itu tertawa, rasanya jantungnya sebentar lagi akan lepas atau mungkin ia akan pingsan. Tapi di saat suasana hatinya yang begitu baik, tiba-tiba saja ia teringat Ji Eun, ia juga membayangkan bagaimana temannya itu akan mengomel jika tak menemukan dirinya.

Dengan berat hati, iapun memutar badannya dan hendak kembali ke tempat tadi. Rasa menyesal turut mengiringi langkahnya, disela-sela pergerakkannya ia terus mendumel. “ Ahh…kenapa aku harus mempedulikan Ji Eun? Bukankah ia sedang bersenang-senang dengan namjachingunya.” 

Di saat langkah kakinya yang tak terlalu besar membawanya bergerak dari tempat semula, tiba-tiba ia mendengar sesuatu. Sesuatu yang tak asing lagi untuknya. Niatan yang tadi ingin segera kembali ke tempat dimana Ji Eun menyuruhnya untuk menunggu, kini pupus tergantikan oleh rasa penasaran yang begitu besar.

“ Kau belum menjawabku, apa kau menyukai Tao?”

Suara yang sama dengan kalimat yang berbeda kembali tertangkap oleh indera pendengaran Gyuri. Kini kemampuannya mendengar diuji, ia harus benar-benar teliti agar ia tak datang ke tempat yang salah.

“ Kalau kau tidak menyukainya, kenapa berada disini? Harusnya kau tetap menghampirinya sekalipun gadis tadi menciumnya.”


Hatinya kembali diajak bergerilya dalam rasa penasaran, hingga tanpa disangka, langkah membawanya ke asal suara. Asal suara yang dari tadi mengundangnya untuk masuk dan menjadi pendengar setia. Tapi tak lama, ia tercekat saat menyadari siapa yang menjadi tujuannya dari tadi.

Agar tak menimbulkan suara yang bisa mengundang perhatian, Gyuri membungkam mulutnya dengan tangan kanannya dan membiarkan tangan kirinya meremas ujung bajunya. Ia sudah berada tak jauh dari asal suara yang tadi ia dengar, singkatnya ia berada diantara pohon-pohon yang amat lebat, cukup membuat tubuh kecilnya tak terlihat.



Gyuri POV


Mungkin ini bukan hakku, tapi aku sudah terlanjur masuk ke dalam lingkaran ini. aku sudah terlanjur masuk untuk mengetahui semuanya. Aku tahu ini salah, tapi lebih baik begini daripada aku harus kembali dengan rasa penasaran yang mendalam. Dari tadi aku berdiri sembari memperhatikan dua sosok yang berada di depan sana, mereka sedang duduk di salah satu bangku panjang yang ada di taman. Dengan mata menyelidik aku terus memperhatikan dua orang itu , Jong Dae dan Sora.



“ Hhh…bukankah sudah kubilang, kalau aku baik-baik saja. aku hanya perlu waktu, kemudian aku akan kembali seperti biasanya. Aku jamin itu.” ujar pria itu.



“ Bisakah kau tinggalkan aku sendiri? aku ingin menenangkan diriku sejenak.”ucap pria itu lagi.

 “ Jong Dae-aa…” lirih gadis di sebelahnya.


Sepanjang aku mendengar percakapan mereka, hatiku tak henti-hentinya merasa bergetar. Entah kenapa aku merasakan perasaan yang begitu mengganggu. Aku tak begitu mengerti, hanya saja aku merasa sesak, rasanya seperti terluka.


“ Percaya padaku. Aku hanya butuh sedikit waktu.”
“ Jong Dae-aa…”
“ Sora-aa, kenapa kau menangis? Aku akan baik-baik saja.”

“ Apa kita masih bisa berteman?” tanya Sora perlahan. Suaranya terdengar lemah.

“ Harusnya aku yang bertanya seperti itu.” Jong Dae tersenyum, iapun bangkit dari duduknya.


Tak sedikitpun senyumnya pupus, ia terus tersenyum meski faktanya hatinya telah hancur. “ Tentu…kita masih bisa berteman.” Jong Dae mengusap airmata Sora dengan kedua ibu jarinya, lalu menatap gadis itu dengan tegar.

“ Sekarang pergilah.”

Tak lama, Sorapun pergi. Aku bisa melihat jelas bagaimana beratnya ia pergi meninggalkan tempat ini, disaat ia tahu ada seseorang yang tersakiti karenanya disini. Sepeninggal Sora, Jong Dae mendudukan dirinya kembali. Ia sudah terduduk sambil tertunduk lemas. Dari tempatku, aku tak bisa melihat jelas apa yang sedang ia lakukan, tapi bisa kupastikan ia sedang menangis. 

Tanpa kusadari rasa simpati menyelimuti benakku, entah kenapa aku juga ingin menangis. Aku baru saja melihat kerapuhan dengan jelas, yang entah kenapa malah menyeretku masuk lebih dalam dan ingin masuk lebih dalam lagi. Dan yang aku sesali adalah kenyataan bahwa hati ini tak merasa tenang setelahnya, rasa penasaran yang harusnya terselesaikan, kini malah berujung pada sebuah empati.


Aku tak tahu bagaimana caranya, yang jelas aku sudah berada di belakangnya. Bisa melihat jelas bagaimana tubuhnya bergetar, mendengar suara isakan kecil yang tertahan dari mulutnya. Semua terasa memilukan untukku, tapi kenapa? Ini bukan urusanku. Ayolah Gyuri…berhenti sampai disini! Jangan bertindak terlalu jauh!. Tapi sebesar apapun akal sehatku mencegah, tetap saja tangan ini bergerak menyentuh punggungnya.


“ Berhentilah menangis. Bukankah kau bilang kau baik-baik saja? kau hanya butuh sedikit waktu, bukan?” ia mengangkat kepalanya kemudian memutar tubuhnya, dengan begini sekarang aku bisa melihat bagaimana keadaannya.

Ia sedikit terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ada di dekatnya, tapi tak lama ia kembali menundukkan kepalanya dan menggerakkan tangannya untuk menghapus airmata yang membasahi wajahnya.

“ Ah..Gyuri ada apa? apa kau butuh sesuatu?” dengan cepat ekspresi kelamnya menghilang terganti oleh ekspresi yang biasa ia tunjukan. Ramah dan bersahabat. Tapi…sekeras apapun ia menutupi semuanya, aku tahu apa yang sedang ia simpan jauh dalam hatinya. Sakit…pasti.

Ia tersenyum sambil menunggu jawabanku. “ Apa…”


“ Ku harap kau benar-benar memegang janjimu.” Aku menyelaknya disaat beberapa kata mendesak keluar untuk diucapkan. Selepasnya dia menatapku bingung, dia menautkan alisnya. Bisa kutebak ia tak mengerti dengan apa yang sedang kubicarakan.

“ Maksudmu?” ia memiringkan kepalanya, menatapku dengan sangat serius.

Aku tak tahu apa aku pantas untuk mengatakannya atau tidak, yang jelas inilah yang aku pikirkan. “ Kau hanya butuh waktu, kemudian kau akan kembali seperti biasa. Apa kau bisa memenuhi kata-katamu?” entah mendapat kekuatan darimana, aku mengutarakan semua yang ada dalam pikiranku tanpa menimbang baik buruknya terlebih dulu.

Ia mendesis, kemudian bangkit dari duduknya. Sekejap sarafku seakan mati saat matanya menatapku dengan tajam. aku merasa sepertinya lelaki ini tidak terlalu senang dengan apa yang kuucapkan barusan. Dilihat dari bagaimana caranya menatapku, ia seperti menyuruhku untuk diam.

“ Kau mendengarnya?”  ia mendelik, membuatku merasa tersudut.


“ Aku bahkan mendengar semuanya.” Jawabku.

Setelah itu ia menunduk serta menarik dan membuang nafasnya berulang kali. Setiap helaan nafasnya seakan menggambarkan bagaimana suasana hatinya, begitu lelah dan berat.

“ Pasti…aku pasti akan melakukannya. Bangkit dari suatu keterpurukan bukankah sebuah keharusan? Kita memang harus bangkit kembali setelah terjatuh, kan?” ungkapnya. Aku tak tahu manusia seperti apa dirinya, yang jelas aku merasa dia adalah seorang yang pandai bersandiwara. Di awal aku masih bisa melihat bagaimana hancurnya ia, dan sekarang ia memperlihatkan dirinya yang begitu percaya diri dengan apa yang ia ucapkan.


“ Terimakasih karena sudah mengingatkanku, kalau begitu aku pulang dulu.” Ia melebarkan senyumnya, kemudian memutar balik tubuhnya. Ia mulai melangkah menjauh dari tempatku, langkahnya terlihat biasa cuma aku merasa ia sedang sangat terburu-buru. Yah..mungkin itu hanya perasaanku saja.




******


Jongdae POV


Dengan lesu ku sandarkan punggung ini pada jok mobil, ku pegang erat-erat stir di depan sambil menengadahkan kepalaku. Rasanya berat, pusing, dan lesu. Ditambah dengan sebuah ingatan pahit yang dari tadi membelenggu batin ini terus saja terngiyang.

Rasanya aku sudah tak kuat untuk membawa mobil ini, tapi aku harus segera pergi. Aku tak ingin terlalu lama disini, aku tak ingin semuanya semakin menyakitkan untukku. Baiklah…dengan tenaga yang masih tersisa, ku starter mesin mobil ini kemudian melajukannya dengan kecepatan sedang.

Meski sedang kalut aku tahu benar bagaimana cara berkendara, selama memacu benda ini aku tak pernah menggunakan emosi, melainkan akal sehat. Jadi aku tak perlu mengkhawatirkan bagaimana keselamatanku selama berkendara, karena sudah pasti aku akan mengendarai mobil ini dengan berhati-hati.

Sorot mataku tak lepas dari jalan raya di depan yang rasanya begitu hampa meski kenyataannya banyak sekali pengemudi lain disana. Tapi bagiku sama saja, baik jalan itu sangat ramai atau tak ada orang sama sekali, aku tetap merasa sunyi dan sepi. Apalagi saat ini, di saat aku merasa rongga dadaku mengecil, membuatku merasa sesak, merasa dunia ini begitu sempit sehingga menyulitkan aku untuk bernafas.

“ Sora… ku harap kau bahagia. Sebisa mungkin aku akan menerimanya,hhh…meski berat.” Kulirik sekilas foto kecil yang kuselipkan di atas dashboard. Aku…sama sekali tak berniat untuk melepasnya, tapi kenyataanlah yang memaksaku untuk melepasnya. Meski berat, aku akan berusaha untuk melupakannya, walau butuh waktu lama.

Berkutat dengan masalah hati yang baru kualami, membuat perjalanan tak terasa. Hhhh…ya tak terasa, aku sudah sampai di sebuah gedung tinggi. Tak jarang keluar beberapa orang berpakaian rapih dari bangunan itu dengan membawa tas.



Seorang petugas pengaman menyambutku di depan lobby sebuah gedung besar yang menjulang tinggi, lantas aku segera keluar dari mobilku dan membiarkannya untuk memarkirkan mobilku. aku menatap malas pintu kaca yang berada tak jauh di depanku. “ Hhh…baiklah Jongdae, ini yang harus kau hadapi.” Gumamku sambil merapihkan kaos lengan panjang yang ku pakai sebelum melangkah maju ke depan.


Setiap orang yang melihatku langsung membungkukkan badannya kemudian menyapaku dengan ramah, ada beberapa pula yang menanyakan keadaanku. Meski bukan benar-benar mengkhawatirkan keadaanku, tapi aku senang ada yang menyisihkan waktunya untuk sekedar menanyakan hal semacam itu padaku. Tidak seperti orang yang sebentar lagi ku temui.

“ Masuk saja, nyonya ada di dalam.” Ucap seorang wanita muda dengan baju kantor lengkap, ia adalah nona Im Sunhee, sekretaris ibuku. 

Ku ketuk pintu besar berplang President Director di depanku ini. “ Silahkan masuk.” Setelah mendengar persetujuan dari orang di dalam, aku langsung membuka pintunya kemudian menutupnya kembali. Langkahku terasa begitu berat, entah kenapa. Tapi aku merasa ingin segera pergi dari tempat ini.

Aku melangkah perlahan, menghampiri seorang wanita yang sedang duduk di kursi kekuasannya sambil membaca beberapa berkas di atas mejanya. Ia terlihat sangat serius mengerjakan kegiatannya tersebut.


“ Jongdae? Tumben kau datang, ada apa?” ia terkesiap dengan kedatanganku, namun tak lama kemudian kedua ujung bibirnya tertarik.

Aku memutar bola mataku, tak habis pikir dengan ingatan ibuku. “ Bukankah eomma yang memintaku untuk datang hari ini?” tanyaku sinis. Kemudian tawanya pecah, tak lama ia bangkit dari kursi kebanggaannya dan berjalan menghampiriku.

“ Aigoo…aku lupa. Oh ya, bagaimana? Apa kau sudah memikirkan usul eomma?”

Suara khasnya yang biasanya membuatku tenang, kini tak lagi begitu. Kini suaranya bagai sebuah tanda peringatan selamat datang pada sebuah akhir dari kehidupan.

“ Ayolah nak.. Paris bukanlah ide buruk. Banyak seniman ternama yang lahir dari sana, kaupun pasti tak akan menyesal.” Ia merajuk dan selalu begitu, karena memang itulah pekerjaannya. Memaksaku untuk sekolah di Paris, disaat aku tak menginginkannya. Di sini aku juga sekolah, lalu apa bedanya jika aku bersekolah di luar negeri?.

Aku hanya menatapnya jengah yang sedang menunggu sebuah jawaban terlontar dari mulutku.

“ Eomma…apa ini karena appa? Heum?” dia kelihatan sedikit terperangah dengan jawabanku. Lihat saja bagaimana matanya yang bulat terbuka lebar kemudian menyorotku tajam.

“ Jika iya, lebih baik eomma pendam jauh-jauh niat itu. toh..disini aku juga sekolah. Dan satu hal lagi, selama ini eomma tak pernah benar-benar peduli dengan apa yang ku lakukan. jadi sekarangpun jangan pedulikan aku, biarkan aku melakukan apa yang ku inginkan. Permisi.” Ucapku tegas. Aku menatapnya dengan sedikit rasa hormat, kemudian membalik tubuhku. bergegas untuk keluar dari ruangannya.


“ Baik…lakukan apapun yang kau inginkan.” Tanganku yang hendak meraih gagang pintu di depanku terhenti kala suaranya terdengar. Sepertinya ia marah, hanya saja tertahan. tapi aku tak peduli, aku langsung keluar dari ruangannya.




******




Author POV

Chung Ang University  


Siang menjelang sore kegiatan para mahasiswa universitas Chung Ang sedikit menyurut, ada beberapa yang memutuskan untuk kembali ke rumah, namun adapula yang memilih untuk mengikuti kegiatan lain. seperti ketiga gadis yang masih terduduk manis mendengarkan sebuah kuliah ringan di dalam perpustakaan. Sebut saja mereka Gyuri, Sora, dan Ji Eun.



Meski sebenarnya semua mata kuliah hari ini sudah usai, tapi tak membuat gadis-gadis itu berniat untuk segera pulang ke rumah dan beristirahat. Mereka malah memanfaatkan waktunya untuk mengikuti sebuah kegiatan di luar jam belajar mengajar. Mereka memilih untuk bergabung dengan kelompok peminat sastra. Pada hari-hari tertentu, organisasi itu mengadakan sebuah pertemuan.


Setiap pertemuan, biasanya organisasi tersebut mengadakan  kegiatan semacam pembinaan karya tulis, bedah buku dan tak lupa membicarakan buku-buku terkini. Sebenarnya tak hanya itu saja, organisasi itu juga memiliki sebuah program, dimana setiap bulannya semua anggota bisa menghasilkan sebuah karya tulis. Entah itu puisi, cerpen, maupun karya ilmiah. Ya…intinya organisasi yang dipilih oleh ketiga gadis itu tak pernah lepas dari buku serta pepustakaan.


“ Jadi begitu. Bagaimana? Apa dari kalian ada yang berminat untuk ikut?” ujar salah seorang dari beberapa orang yang berdiri di depan. Sekitar lima sampai enam orang yang merupakan pengurus organisasi tersebut berdiri di depan untuk memberikan sebuah kuliah singkat, dan yang sedang mereka lakukan sekarang adalah menawarkan para anggota untuk pergi ke acara pameran buku sabtu nanti.

“ Kau ikut tidak?” Bisik Ji Eun pada Sora. ia berbisik dengan sangat pelan, berusaha agar suaranya hanya didengar oleh Sora. “ Entahlah…sepertinya tidak. kau sendiri, apa kau ikut?” balas Sora tak kalah pelan, sepertinya gadis itu kelihatan sangat berhati-hati. Seperti tak ingin orang-orang menganggapnya tak beretika karena mengobrol di sebuah forum.


“ Hari sabtu nanti hari ulang tahun Joo Won oppa…” Sora hanya memutar bola matanya dengan jengah saat mendengar suara manja Ji Eun. “ Ya sudah…rayakan saja ulang tahun namjachingu-mu itu.” ujar Sora sambil melirik Ji Eun malas, kentara ia tak ingin terlibat percakapan lebih banyak lagi.

Di sisi lain, seorang gadis yang duduk di sebelah kanan Ji Eun, gadis yang dari tadi memperhatikan dengan serius, perlahan terusik dengan kebisingan yang dibuat oleh kedua temannya itu. ia menoleh ke samping, tepat pada dua orang di sebelahnya.

“ Bisa diam tidak? berisik sekali sih!” cecar Gyuri pelan namun mampu membuat kedua temannya terdiam. Gadis itupun kembali memutar kepalanya ke depan, kembali pada kegiatan sebelumnya, memperhatikan dengan baik penjelasan orang-orang di depan.

Berbeda dengan suasana antara tiga gadis itu, keadaan di depan, tepatnya keadaan dimana para pengurus organisasi menyelesaikan kegiatannya dengan baik. tak lupa mereka mengulas senyum terlebih dulu serta memberi kesan ramah pada yang lainnya.

“ Jangan lupa, kalian bisa hubungi Luhan jika ada yang ingin kalian tanyakan lebih lanjut.” Imbuh salah seorang pengurus bernama, Song Ryu Hoon. pria berkacamata dengan minat yang tinggi pada benda bernama buku.

Mendengar ucapan Ryu Hoon tadi, beberapa gadis histeris sendiri. tentu mereka tahu benar apa yang akan mereka lakukan setelah ini. pastinya mendatangi Luhan dengan dalih untuk membicarakan acara pada sabtu nanti. Bisa dibilang sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Di tempat yang sama, Gyuri juga tengah menghembuskan nafasnya, membuang sisa-sisa pembakaran metabolismenya dengan perlahan. Sebuah senyum manis terpampang di wajahnya membuat Sora serta Ji Eun yang sedang melihatnya menjadi ngeri.

“ Tidak perlu sesenang itu. coba…lakukan! jangan hanya berkhayal saja.” Cibir Ji Eun merusak segala impian indah yang sedang terangkai dalam imajinasi Gyuri.

Gadis itu hanya menatap sebal ke arah temannya, ia menekuk wajahnya sesaat, tapi sedetik kemudian langsung berganti. Berganti dengan sangat drastis, matanya membulat dan gimik wajahnya menjadi panik seperti sedang mencoba menenangkan perasaannya.

Yah…jelas ia bertingkah seperti itu. gadis mana yang tak merasa ketar-ketir ketika didatangi orang yang ia sukai. Begitu juga dengan Gyuri, perasaannya begitu meledak-ledak, sulit sekali untuk dijabarkan apalagi saat langkah perlahan sepasang kaki itu membawa pemiliknya semakin dekat pada Gyuri.

Pemilik kaki itu berhenti tepat diantara tiga gadis, Gyuri, Ji Eun, dan Sora. ia tersenyum ramah, meninggalkan degup-degup tak terkendali dalam hati Gyuri. Paras tampan itu memikat siapa saja, hingga Gyuri tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok itu, Luhan.

“ Apa diantara kalian ada yang berminat untuk ikut?” tanya Luhan. Suaranya terdengar begitu lembut dan sangat menenangkan, yah…setidaknya untuk Gyuri, suara Luhan adalah melodi terindah yang pernah ia dengar.


Ketiga gadis itu saling melempar pandangan, terlebih Sora dan Ji Eun yang dari awal memang tak berminat untuk mengikuti acara itu. Dan satu-satunya makhluk yang menyimpan rasa tertarik hanyalah Gyuri.

“ A..a..aku..” jawab Gyuri tergagap, tapi setelahnya ia malah membisu karena saat itu Luhan meliriknya menatapnya dengan serius kemudian tersenyum sambil mengangkat sebuah note kecil kemudian menulis sesuatu di atasnya.

Gadis itu tak banyak bereaksi, ia hanya berharap agar dirinya bisa mengendalikan dirinya dengan baik. meski ia memiliki perasaan pada lelaki ini, tapi ia juga tidak ingin jika orang itu mengetahui perasaannya.

“ Sabtu jam sepuluh, jangan sampai terlambat.” Ucap Luhan tak lupa menyunggingkan senyumnya, ia lantas bergerak menjauh. Menghampiri orang lainnya untuk ia data.


******


Gyuri POV


Aku melangkah teratur menuruni setiap undakan yang sedang kutapaki. Dedaunan kering yang telah jatuh dari rantingnya, menjadi hiasan tersendiri pada jalan yang ku lalui. Bersama Sora dan Ji Eun, aku bergegas untuk pulang. Hari semakin senja, membuat kami bertiga berjalan lebih cepat.

Setiap langkah kami lewati dengan berbincang, bertukar pikiran, meski bertukar sesuatu yang tidak terlalu penting. Tapi obrolan ringan semacam ini mampu membuat perjalanan tak terasa, sampai tak sadar kami sudah sampai di penghujung jalan, tepat di depan gerbang sekolah.Berhubung diantara kami tidak ada yang membawa kendaraan maka kami memutuskan untuk berjalan sedikit lagi menuju halte bus.


“ Kalau aku boleh tahu, apa Jong Dae sudah mengetahui hubunganmu dan Tao?” tanya Ji Eun memecah keheningan di antara kami. Mataku secara otomatis berputar menatap Sora, memperhatikan ekspresi macam apa yang akan ia tunjukkan.

“ Belum..apa menurutmu ia harus tahu?”



Pandanganku pun beralih pada Ji Eun yang sekarang malah terdiam, ia seperti bingung mencari jawaban yang tepat atas pertanyaan Sora.


Suasana hening menyelimuti, semenjak tadi tidak ada yang berbicara. Hanya suara lalu lintas saja yang terdengar atau tidak suara orang-orang yang juga sedang menunggu bus. Sampai akhirnya ada suara deru motor terdengar dan semakin jelas di telingaku.

Aku menoleh ke asal suara. Badanku mengejang sekejap saat mata ini menangkap seorang pengendara motor menepikan kendaraannya. Bisa kulihat dengan jelas bagaimana kerennya sosok itu menunggangi kendaraan miliknya.  

“ Kalian belum pulang?” suara menenangkannya terdengar, menghibur jutaan sel dalam tubuhku.


“ Kami sedang menunggu bus, jadi sebentar lagi kami pulang.” Jawab Ji Eun ramah dalam porsi yang wajar, tidak berlebihan.

Sosok itu, lebih tepatnya Luhan sunbae tersenyum. Ia mengangguk pelan. Lantas ia melepaskan tasnya yang masih terpasang di bahunya, kemudian membukanya dengan perlahan. Kelihatan sedang mencari sesuatu, sampai akhirnya ia mengeluarkan sebuah binder berwarna putih.

“ Ini.” ia mengangsurkan benda putih itu, Sorapun mengambilnya dengan senang hati. Kemudian membalik lembaran demi lembarannya dengan antusias.

“ Aku suka karya-karyamu. Teruslah menulis, aku yakin kau bisa menghasilkan lebih banyak karya tulis lagi.” Tutur Luhan sunbae dengan tenang. Ia tak lupa tersenyum, layaknya seorang senior yang sedang menasihati juniornya. Tapi tidak bagiku, aku merasa ada yang aneh dengan senyumnya itu. senyum dan sorot matanya pada Sora tidaklah seperti senior pada juniornya.

“ Gamsahamnida sunbae.” Balas Sora sambil membungkuk sebentar.

Sorot mata pria itu begitu bahagia dan untuk pertama kalinya aku merasa tidak senang dengan kebahagiannya. Aku merasa takut. Hatiku merasa waspada entah karena alasan apa. mungkinkah Luhan sunbae menyukai Sora?.

“ Dan kau Gyuri. Sampai sekarang tidak ada satupun karyamu yang kau kumpulkan, kau hanya membuatnya hingga setengah tanpa menyelesaikannya. Ada apa?” Mataku mengerjap saat Luhan sunbae melontarkan ucapannya untukku.

Aku merasa tak percaya saat ia berbicara denganku. Ini bukan perihal aku tak pernah bicara dengannya, aku pernah bicara dengannya walau jarang. Aku bingung mau senang atau bagaimana. Aku merasa sangat senang saat mengetahui kalau orang yang ku sukai tahu siapa namaku, tapi di sisi lain aku merasa kecewa. Kecewa karena saat berbicara padaku, ia tak semanis saat bicara dengan Sora.


“ Jeosonghamnida sunbae…aku masih mengerjakannya.” Ucapku pelan, entah kenapa aku merasa sangat payah.

“ Gwenchana…aku hanya mengingatkanmu untuk tetap fokus. Kalau kau menemui kesulitan kau bisa meminta bantuan Sora atau Ji Eun.” Aku menegakkan kepalaku, mensejajarkan pandanganku untuk menatapnya. Terlintas sebuah rasa bahagia, tapi lagi-lagi rasa kecewa lebih mendominasi hatiku.


“ Baiklah…kalau begitu aku duluan.”


Ia langsung menstarter mesin motornya dan kemudian melajukan kendaraannya itu, melesat meninggalkan rasa gamang dalam benakku. Astaga….apa yang kau pikirkan Park Gyuri!!. Jangan bilang kau cemburu pada temanmu sendiri!. andwae!!! itu…belum pasti, mungkin itu hanya pikiranku saja. ya…benar. Kau harus berpikiran positif Gyuri.




******




Saturday, 10.30 KST
At Chaewon Bookstore  



Suasana ramai di toko buku tak sedikitpun menyurutkan niat ku untuk pergi berkeliling, berpindah dari satu stand ke stand lainnya. Berbagai macam buku bisa ku temukan di sini, dari mulai buku-buku motivasi, fiksi, hingga ensiklopedia. Beberapa orang memilih untuk tinggal di satu stand, membaca buku-buku yang ada di sana. Tidak denganku yang terus berjalan, berpindah-pindah entah kemana tujuanku.


Mataku terus mengedar menuju pada objek apapun yang menarik perhatianku. Suara-suara bising jelas terdengar menjadi latar musik di tempat ini. saking banyaknya orang yang berbincang, aku sampai pusing mendengarnya, rasanya seperti sedang mendengar suara kaset kusut. Tidak jelas, hanya ramai saja yang terdengar.


Langkahku masih terus berpindah, tanganku masih sibuk menyentuh tiap deretan buku yang terpajang di rak-rak yang tengah kulewati. Tak sedikitpun mataku beralih dari benda-benda yang entah sejak kapan dinamai buku. Konyol…untuk apa aku berbicara seperti itu? tapi benar juga ya, pasti ada alasannya kenapa benda ini dinamai buku,kan? Aishh…sepertinya semakin hari aku semakin tidak waras. Ahh…sepertinya ini efek karena aku terlalu sering bersama Ji Eun. 


Sedang asyik-asyiknya melihat berbagai macam buku yang sebenarnya tidak begitu menarik, tiba-tiba sebuah impuls terkirim menuju saraf sensorikku. Aku tidak salah lihat kan? Itu… karena sangat penasaran, yah entah karena penasaran atau karena menemukan sesuatu yang lebih menarik dari semua buku yang ada di tempat ini, aku melangkah pelan mendekati sebuah siluet yang kini berada tak jauh dariku.  Kepalaku terus bergerak, mencoba untuk menemukan rupa dari pemilik siluet tubuh  di depanku.

“ Sepertinya ini…” matanya melebar yang mungkin tak jauh berbeda denganku.




******




Author POV

At FlipVlop café



Dua orang yang tengah duduk berhadap-hadapan itu kini memandangi indahnya bentuk makanan yang telah tersaji di atas meja mereka. salah satu dari dua orang itu langsung meraih sebuah sendoknya, memulai makannya. Tak peduli dengan pandangan orang di depannya, ia maksudnya Gyuri melanjutkan aktivitasnya dengan sangat baik.

Meski merasa sedikit terhibur dengan tingkah gadis di depannya, Jong Dae tak sedikitpun mengeluarkan respon, ia hanya menahan tawanya dan memulai apa yang sudah dimulai Gyuri sejak tadi, yaitu makan. Oh ya, bicara tentang Jong Dae dan….keberadaan dua orang itu.

“ Sepertinya ini seru.” Gumam Jong Dae mengomentari novel yang baru saja ia temukan di deretan buku-buku lainnya. Tapi…sedetik kemudian ia langsung tercekat, bukan seperti yang sering kita lihat di drama-drama, yang ini sedikit lebih manusiawi.

Tak perlu waktu lama untuk seorang Jong Dae merasa terkejut karena setelahnya ia langsung tersenyum ramah pada sosok di hadapannya, sosok yang membuatnya kaget setengah mati. Seperti cepatnya reaksi Jong Dae, secepat itulah pria itu membawa pergi sosok yang tadi hampir membuatnya serangan jantung. Setelah membayar bukunya, dengan ramah ia langsung mengajak sosok itu, Gyuri untuk keluar dari toko buku tersebut. Meski awalnya gadis itu kelihatan keberatan, namun pada akhirnya Jong Dae tetap berhasil keluar dari toko buku dengan membawa serta gadis itu.

Ia, Jong Dae mengajak gadis itu makan siang di sebuah Café terdekat yang bisa ia jumpai setelah berjalan beberapa langkah dari toko buku tadi. Sebenarnya hubungannya dengan Gyuri memang tak begitu akrab, bisa dikatakan dia tidak kenal Gyuri jika bukan......karena Sora. namun berhubung dengan karakternya yang ramah dan humble, sepertinya itu bukan masalah. Lagipula hari ini ia memang sedang sendirian, yah…walaupun setiap hari memang selalu ia lewati dengan keadaan seperti itu. tapi keluar dari rutinitas yang terus terjadi setiap harinya, bukankah nampak menyenangkan?.


Kembali pada keadaan saat ini, tepat dimana dua orang itu belum saling berbincang, hanya ada suara dentingan sendok maupun garpu yang terdengar. Dengan perasaan tenang dan tentram Gyuri melahap makanannya, yah setidaknya untuk saat ini ia masih bisa seperti itu, entah apa yang akan ia lakukan jika ia ingat apa yang telah ia lakukan beberapa menit yang lalu. pergi dari pameran buku tanpa izin pada ketua kelompoknya.

“ Tadi kau hanya sendiri? maksudku tidak pergi bersama teman-temanmu?” akhirnya sebuah pertanyaan terlontar dari mulut Jong Dae yang baru saja meneguk minumannya. Membuat sosok gadis di depannya menghentikan kegiatan makannya.

Gyuri mengangkat kepalanya, menatap orang yang baru saja bertanya pada dirinya. “ Mereka? mereka sibuk dengan urusannya masin-masing. Tapi sebenanya aku tidak sendiri juga, karena aku pergi bersama……” setelah panjang lebar menjabarkan jawabannya, tiba-tiba mulut Gyuri tenganga lebar. Sekejap ketenangan yang tadi menyelimuti benaknya berganti dengan perasaan mencekam, tiba-tiba jantungnya berdegup begitu cepat.

“ Aishhh! Jinjja!!! Ahh…ottokhae?” umpat Gyuri tertahan agar tak terdengar jong Dae, tapi sepertinya sia-sia, karena orang di depannya sudah terlanjur mendengarnya dan terlanjur heran dengan perubahan tingkahnya.


Karena takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada Gyuri, Jong Dae langsung ikut menaruh perhatian. “ Ada apa?” tanyanya yang membuat Gyuri beralih menatapnya. Bukannya menjawab, Gyuri malah mendesis tak karuan kemudian membuang pandangannya. Benar-benar membuat Jong Dae bingung.


Sadar jika tingkahnya sudah tak karuan, Gyuri langsung menghempaskan tubuhnya dengan frustasi. Sekarang ia sudah tak tahu harus seperti apa, mengumpat sampai bibirnya lepas-pun, ia tetap tak bisa memutar waktu. Ia memang salah karena meninggalkan toko buku tadi tanpa berpamitan pada yang lainnya, tapi…siapa peduli? Bukankah ia tak begitu dikenal oleh para anggota kelompok tersebut. Setidaknya ia tak seperti Sora yang sering mendapat pujian karena karya tulisnya, ia juga bukan Ji Eun yang memiliki banyak kenalan. Jadi..santai saja. mungkin orang-orang disana tak kan menyadari atau mereka malah tak tahu kalau ia pernah berada di tempat tadi. Walau menyedihkan tapi ia bersyukur, karena ia tak begitu dikenal setidaknya pikiran buruk, seperti diomeli, dicari-cari tak akan terjadi.


Meski sudah tak terbebani dengan pikirannya, sekarang gadis berambut panjang itu malah merasa kesal, merasa terkucil, atau apa yah? Yang jelas ia merasa tidak diindahkan oleh orang lain. ia mendesah frustasi sambil menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga, tak sengaja matanya bertemu dengan mata Jong Dae yang sedang menatapnya dengan tatapan sebenarnya-ada-apa?.

Merasa lawan bicaranya sudah siap untuk diajak berkomunikasi, Jong Dae pun mulai merangkum segala tanya dalam kepalanya. “ Apa ada masalah?” tanya sambil menatap gadis di depannya dengan seksama.

“ Entahlah…mungkin belum saja, mungkin masalahnya akan terjadi besok.” Jawab Gyuri lemas.

Mendengar jawaban Gyuri yang terkesan begitu menarik untuknya, Jong Dae langsung menaruh perhatiannya untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa yang terjadi pada gadis itu. tapi ketika melihat betapa kusutnya wajah gadis itu, Jong Dae buru-buru menepis rasa ingin tahunya jauh-jauh. Yah…meski pada dasarnya seorang Kim Jong Dae bukan orang yang suka mencampuri urusan orang lain, tapi jika hatinya sendiri yang memintanya untuk turun tangan, ia akan berusaha untuk mengetahui masalah sebenarnya.

“ Tadi..aku pergi ke sana bersama teman-teman satu kelompokku. Maksudku kelompok membaca yang kuikuti. Tadinya setelah acara ini kami akan melakukan sebuah diskusi, tapi…ya sudahlah.” Tutur Gyuri diiringi dengan desahan berat yang menandakan betapa paniknya ia tadi.

Jong Dae mengangguk tenang, ia mengerti dengan apa yang dikatakan gyuri. Tapi otaknya tiba-tiba saja menghubungkan apa yang terjadi padanya dari toko buku hingga ke café ini. membuat perubahan ekspresi wajah Jong Dae langsung menyesal. Ia juga langsung beralih memandang Gyuri, gadis yang sedang duduk bersender dengan sisa-sisa nyawanya.


“ Ah…ini pasti karena aku. Coba saja aku tidak memaksamu untuk ikut. Ah…jinjja mianhaeyo..”


“ Bukan seperti itu! itu bukan salahmu, aku saja yang lupa untuk izin terlebih dulu. Tapi tenang saja, itu tak masalah. Mereka yang berada disana, tak begitu mengenalku, ah tidak! mungkin juga mereka memang tidak mengenalku.” Sergah Gyuri dengan begitu meyakinkan.


Jong Dae terdiam, ia meringis entah kenapa. Yang jelas ia meringis setelah mendengar kata-kata terakhir dari Gyuri. Mereka yang berada disana, tak begitu mengenalku, ah tidak! mungkin juga mereka memang tidak mengenalku. Sebegitu terkucil itukah dirinya? Sampai-sampai orang yang berada dalam wadah yang sama dengan dirinya saja tak mengenalnya?. Meski merasa lega dengan penuturan Gyuri, tapi setelah mendengar kalimat itu, Jong Dae jadi merasa tidak enak hati.



******




At Chaewon Book Store



Di waktu yang sama, suasana ramai masih mendominasi atmosfer pada toko buku Chaewon. Bisa dibilang semakin siang semakin banyak juga orang yang datang ke sana. Tak terhitung sudah berapa orang yang menyambangi tempat tersebut, termasuk rombongan pelajar Universitas Chung Ang yang hingga kini masih berada di sana. Bagi penggemar buku seperti mereka, menghabiskan waktu seharian penuh bersama benda itu sungguh menyenangkan. Merupakan kegiatan yang begitu berharga bagi mereka, meski untuk orang pada umumnya, dua jam berada bersama buku hanya membuat jengah atau mungkin muak.  


Berbeda dengan orang-orang lainnya yang masih mencari buku-bukunya dengan tenangnya, beberapa pengurus organisasi SarangBook, begitulah organisasi pencita buku itu dinamai, sedang sibuk mendata anggotanya yang berada di toko buku itu. mereka hilir mudik mencari satu persatu anggotanya yang tercatat mengikuti kegiatan hari ini.

Pada awalnya kegiatan mereka tak menemukan hambatan, tapi lambat laun hambatan itu muncul, mendera tiga pengurus itu hingga rasanya pusing bukan main. Hampir semua sudut toko buku telah mereka sambangi guna mencari seseorang. Seseorang yang namanya berada di nomor urut duapuluh satu, nama yang membuat tiga orang dewasa itu kelimpungan dan mungkin setengah emosi.


“ Sebenarnya dia datang atau tidak sih?” kesal seorang bernama Im Seo Jin, salah satu pengurus SarangBook.

Dengan wajah yang tak kalah kusutnya, Song Ryu Hoon hanya menghela nafas, menahan penatnya pikiran. Konyol…memang. Hanya karena mencari seseorang, tiga orang itu harus naik darah saking kesalnya karena tak kunjung menemukan orang itu, Park Gyuri.

“ Tadi aku melihatnya.” Sahut Ban Min Hee, dengan menahan suaranya.


Ketiga orang itu hanya bisa mendesis kesal, sambil mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Kemana saja yang jelas tak membuat mereka semakin pusing. Ya…meski sebenarnya mereka tak perlu sekhawatir itu hanya karena tak bisa menemukan seorang Park Gyuri, yang jelas-jelas sudah berumur duapuluh tahun, jadi tidak mungkinkan kalau gadis itu menghilang karena diculik? Tapi masalahnya tidak sesederhana itu, mereka bertiga yang notabenenya memegang jabatan penting dalam SarangBook, telah dilimpahi amanah oleh dosen mereka, Gwak Jun Jin. mereka harus memastikan semua anggota yang ikut, datang dengan selamat serta pulang dengan selamat.


“ Luhan!”

Orang yang bernama Luhan pun langsung menoleh dan mendekat pada orang yang memanggilnya barusan, Ryu Hoon. ia berjalan dengan tenang, sangat kontras dengan ketiga rekannya yang berwajah kusut. Ia menatap santai temannya tersebut, kemudian alisnya berkerut. Ia baru sadar kalau temannya sedang dalam keadaan yang kacau.

“ Ada apa? Kenapa wajah kalian tegang begitu?” tanyanya sambil terkekeh pelan, membuat ketiga orang di depannya ingin segera mencekik leher pria berwajah mungil itu.


“ Park Gyuri…dia tidak ada. Bagaimana kalau sampai Jun Jin sunbae tahu, pasti dia akan menganggap kita lalai.” Jawab Seo Jin yang lebih terdengar seperti aduan. Yah…kedengarannya seperti orang yang sedang mengeluh pada customer service layanan listrik, karena lampu di rumahnya mati. 

Mengerti dengan apa yang membuat teman-temannya seperti sekarang ini, Luhan hanya tersenyum sinis. bukannya memberi tanggapan yang berarti, ia malah membuka kembali buku kecil yang dari tadi berada dalam genggamannya. Menyadari bahwa kawannya sama sekali tak memberi respon, Ryu Hoon mendecak kesal. Padahal tujuannya memanggil Luhan adalah karena ia berharap agar lelaki itu bisa memberinya saran.


“ Ckk…percuma bicara denganmu! Sama sekali tak membantu!” protes Seo Jin. Tapi sekali lagi, Luhan sama sekali tak memberi respon berguna. Ia malah kembali mendengus pelan.


“ Untuk apa kalian mengkhawatirkan orang tak berkomitmen seperti dia? Huh?” ia mengangkat kepalanya, dan menatap lekat teman-temannya. “ Huh? Kalian disini sedang sibuk mencari gadis itu. ckk…tapi beberapa waktu yang lalu ia meninggalkan tempat ini dengan seenaknya. Sudahlah…mungkin gadis itu sedang bersantai sekarang. abaikan saja.” lanjut Luhan dengan sinis.


Ia lantas meninggalkan teman-temannya yang masih membisu, terperangah dengan apa yang diucapkan Luhan, terlebih dengan gayanya yang kelewat sinis. berbeda dengan Luhan biasanya yang santai dan tidak mudah marah. Tapi untuk kali ini beda situasi. Meski pada dasarnya Luhan bukan tipikal orang yang suka mencampuri urusan orang lain, tapi ia benar-benar tidak bisa berbesar hati pada orang yang suka mangkir dari tanggung jawab dan itulah yang ia tangkap dari Gyuri selama ini.


“ Untuk apa susah mencari satu orang jika masih ada sepuluh orang lagi yang mesti kalian cari.” Gumam Luhan. Ia masih bergerak menjauh dari keramaian, sungguh ia sama sekali tak ingin ikut pusing dengan masalah gadis itu.





~ TBC ~



Well…akhirnya publish juga.
Niatnya mau publish bulan depan, maksudnya bulan mei. Tapi…ya udahlah, anggap aja aku lagi baik. belakangan ini ide+mood buat nulis journey of love tuh nguap gitu aja, kayak ilang. Aku aja mau publish pikir-pikir dulu.

Yah…aku gak banyak omong deh…berharap ada yang baca. Oke itu aja..



Regards,

GSB


Comments

Popular Posts