Story From Suncheon - Part 2 ( END )
Cheonsa yang baru saja kembali ke rumah, kini dibuat cemas
oleh sang ibu yang menangis di sudut ruangan. Ibunya meringkuk di atas lantai
sambil mendekap sesuatu. Cheonsa yang saat itu mencoba menenangkan ibunya, tak
sengaja berhasil mengambil benda yang dari tadi didekap erat oleh sang ibu.
Ternyata secarik surat. Tanpa basa-basi ia langsung membaca isi surat yang
ternyata permintaan maaf dari sang ayah yang tak bisa meninggalkan kekasihnya.
Bersamaan dengan surat itu terdapat surat cerai yang mesti ditanda tangani oleh
ibu Cheonsa.
Nafas Cheonsa benar-benar memburu, ia sangat geram pada
ayahnya. Rasa benci dan marah seakan tak mau pergi dari hatinya. Semua sudah terlanjur
buruk, bahkan ia sudah mengutuk ayahnya sendiri.
Setelah kejadian sore itu ibu Cheonsa berubah menjadi
sedikit pendiam. Wanita yang biasa mengomeli anaknya untuk bangun pagi, kini
hanya mengusap kepala anaknya saat pagi tiba. Wanita itu benar-benar seperti
kehilangan semangat hidupnya. Memang sekitar lima bulan yang lalu, tepat
setelah memergoki perselingkuhan suaminya, Nyonya Kim memutuskan untuk pergi ke
Suncheon, tempat kelahirannya. Berhubung kedua orangtuanya sudah tiada, nyonya
Kim hanya bersama Cheonsa di Suncheon.
Ia pikir setelah kepergiannya, sang suami akan mengubah
tabiatnya. Setidaknya memiliki itikad untuk memperbaiki hubungan mereka yang
hancur berantakan, tapi bukannya mendengar kata damai, secarik kertas
persetujuan cerai malah ia terima. Jadi inilah kenyataan yang harus ia terima,
ia berpisah dengan ayah Cheonsa dua minggu yang lalu. memang sidang perceraian
itu berjalan sangat lancar, nyonya Kim memang sudah tak mau meributkan apa-apa
lagi. Cukup selama ini ia menderita, ia tidak ingin menambah jangka waktu
kepedihannya.
Sementara nyonya Kim sedang berusaha melupakan lukanya
dengan menyibukkan dirinya, Cheonsa tengah sibuk menjadi pengamat setia ibunya.
Ia memang sangat menyayangi ibunya. Saat ibu merasa sedih atau terpuruk,
tentulah Cheonsa menjadi orang pertama yang menenangkan atau paling tidak
mengajak ibunya bicara.
Pasca kejadian itu Cheonsa semakin membenci ayahnya. Ia
sudah bertekad untuk tidak pernah menemui lelaki itu lagi. Tidak. Ia sadar
benar, ayahnya sudah menorehkan terlalu banyak luka pada ibunya.
Cheonsa menghela nafasnya. Ia sedang berada di kebun teh,
duduk menyendiri sambil memeluk kakinya dengan erat. Sesekali ia melempar
dedaunan kering ke depan. tempat ini memang menjadi salah tempat favoritnya,
tempat ini merupakan salah satu tempat yang pernah Kris tunjukan padanya.
Tempat ini sangat nyaman dan tenang. Ia pikir akan lebih baik jika ia
menyendiri di tempat ini untuk sementara waktu. Beberapa hari yang lalu,
ayahnya datang. datang yang ākatanyaā ingin menemui dirinya. Ia cukup terkejut
dengan kunjungan itu, bahkan ia sampai berlari ke tempat ini dan baru pulang
begitu langit sudah mulai gelap.
ā Sedang menenangkan diri?ā tanpa diundang atau petunjuk
sebelumnya. seseorang telah merangsek duduk di samping Cheonsa. gadis itu
menoleh pada orang di sebelahnya, ia kembali menatap ke depan. ternyata orang
itu Kris.
Melihat kebisuan Cheonsa, Kris terus memandangi gadis yang
tengah menyembunyikan segala pikiran dan perasaannya di balik wajah baik-baik sajanya.
ā Kenapa belakangan ini kau sulit sekali ditemui? Kemarin aku ke rumahmu dan
ibumu bilang kau tidak ingin pergi keluar. Ada masalah?ā tanya Kris tanpa
sungkan.
Diam. Cheonsa masih belum berniat untuk menceritakan
masalahnya pada Kris. Jangankan pada Kris, pada dua sahabatnya saja ia tidak
pernah menceritakan tentang hal ini.
ā Mungkin aku bisa membantu.ā
ā Pergilah.ā Tak ada kata lain. Hanya kalimat singkat tanpa
tekanan itu yang keluar dari mulut Cheonsa, sedangkan wajahnya tetap terarah ke
depan.
Kris tak bergeming. Walau sudah jelas gadis di sebelahnya
menginginkan dirinya segera melenyap. Tapi tidak. kadang kata tak sejalan
dengan hati. Itulah yang sedang diyakini Kris. Meski Cheonsa memintanya pergi,
ia tahu kalau gadis itu pasti membutuhkan tempat untuk mengadu dan berbagi. Di
lain sisi Cheonsa mendengus kesal. Ia sedang kesal pada ayahnya, dan sekarang
pria di sebelahnya malah menambah kekesalannya.
Ia mendecak kesal. Cheonsa pun langsung bangun dari
duduknya, ia segera berjalan pergi. namun belum sempat pergi terlalu jauh,
tangan Kris menangkap lengannya dengan cepat. Sontak hal itu menimbulkan
perlawanan dari Cheonsa yang tengah emosional, amarah gadis itu benar-benar
sedang tidak terkendali. Dengan kasar ia menghempas tangan Kris yang tak mau
melepaskan cengkramannya.
Emosi Cheonsa yang meledak-ledak tak lantas diladeni Kris
dengan cara yang sama. Tanpa berbasa-basi, pria itu langsung menarik Cheonsa
pergi mengikutinya. Ia tak peduli dianggap sebagai penculik anak perempuan di
bawah umur, begitu orang-orang di sekitarnya menatap aneh dirinya yang tengah
menarik Cheonsa yang terus saja memberontak.
Ia segera melepaskan tangan Cheonsa begitu mereka sampai di
pinggiran sungai. Masih dengan sikap yang sama, ia menatap datar ke arah
Cheonsa. Merasa dilecehkan, Cheonsa menatap Kris dengan menantang.
ā Heiā¦.kau mau kemana?ā teriak Cheonsa. Gadis itu masih
bingung dengan apa yang dilakukan Kris. Pria itu tengah menyeberangi sungai
dengan menapaki batu-batu berukuran lumayan besar. Pria itu berbalik
menghadapnya. ā Kemarilah!ā tangannya melambai, memerintah Cheonsa untuk
mengikutinya.
ā Cepat kesini bawel!ā teriak Kris yang mulai gemas.
Masalahnya dari tadi ia berusaha untuk menjaga keseimbangannya. Berdiri di atas
batu sungai cukup beresiko.
Entah sudah kesal karena terus diteriaki Kris atau memang
tergoda dengan aliran air sungai yang kelihatan begitu segar, Cheonsa langsung
melepas sandalnya. Perlahan ia menginjak batu sungai, dengan hati-hati ia
berpindah dari satu batu ke batu selanjutnya. Tangannya sedikit merentang guna
menjaga keseimbangan. Begitu hampir menyusul Kris, ia menerima uluran tangan
pria itu. Mereka berduapun akhirnya berpijak dengan formasi Kris di depan, sedangkan
Cheonsa di belakang. Kerja sama mereka patut diacungi jempol karena sepanjang
perjalanan, tak ada percekcokan atau adegan saling mendorong. Hingga keduanya
sampai dengan selamat di batu yang terletak di dekat sebuah dahan pohon yang
tumbuh melengkung. Karena bentuknya yang melengkung ke bawah, dahan yang kokoh
itu dijadikan sebagai tempat duduk. Kris memegangi Cheonsa yang sedang menaiki
dahan tersebut, berjaga-jaga agar gadis itu tidak jatuh karena tergelincir.
ā Wahā¦Daebak!ā Cheonsa tak henti-hentinya mengungkapkan rasa
terpukaunya. Kakinya yang dapat menyentuh permukaan air sungai digerakkannya
dengan senang hati. Maklum jarak dari dahan
yang ia duduki dengan permukaan air hanya sebatas dua lengan pria
dewasa, jadi kakinya bisa dengan bebas menyentuh permukaan air.
ā Kau tahu semua tempat di desa ini! sepertinya kau lebih
pantas disebut orang Suncheon daripada orang Jiangsu! Kalau ada yang melihatmu
merekapun pasti akan mengiramu orang sekitar sini, apalagi bahasa koreamu
sangat lancar.ā Racau Cheonsa sambil menoleh pada Kris sekilas.
Pria itu tak membalas hanya tersenyum kecil. Mungkin cukup
terhibur dengan perubahan emosi gadis di sebelahnya. Bukankah beberapa waktu
yang lalu, gadis itu seperti orang kesurupan yang terus brontak?.
Riakan aliran sungai yang begitu teratur dipadu dengan udara
yang sejuk rupanya menenangkan segenap jiwa Cheonsa. Amarah yang tadi meluap,
seakan tertekan dan mulai terkendali. Perlahan hatinya kembali tenang. Mungkin
dinginnya air sungai yang mengenai telapak kakinya, mengalirkan kesejukan ke
dalam otaknya.
ā Akhirnya eomma dan appa bercerai.ā Ucap Cheonsa tenang.
Gadis itu masih memandang ke depan, seolah tengah menerawang dunia di depan
matanya.
Kris tak banyak komentar. Ia lebih memilih untuk diam dan
mendengarkan cerita lebih lanjut. Benar saja, setelah itu Cheonsa menarik
nafasnya. Menyiapkan segenap jiwanya untuk mencurahkan apa yang belakangan ini
menyita pikirannya.
ā Aku tak mengerti apa yang dipikirkan oleh appa hingga ia
tega untuk menceraikan eomma. Seharusnya selepas kepergian eomma kesini, ia
sadar. Harusnya ia berusaha untuk meminta maaf dan memperbaiki semuanya.
Memulainya kembali dari awal, bukannya malah mengakhiri semua dan memilih untuk
pergi bersama selingkuhannya.ā
ā Selama ini kami hidup bahagia, kenapa ada saja halangan
untuk merasa bahagia?. Padahal kami tidak pernah mengganggu kebahagiaan orang
lain, lalu kenapa kebahagiaan kami hancur begitu saja. Ahhhā¦aku masih tak
mengerti kenapa orang dewasa senang sekali memilih jalan yang menyakiti orang
lain.ā
Cheonsa berceloteh dengan leluasa. Semua yang selama ini
tersimpan dalam benaknya, sekarang ia keluarkan tanpa batas. Semuanya terucap
dengan sangat mudah. Tak ada ketakutan saat mengutarakan keresahannya.
Entahā¦tapi itu membuatnya merasa lega.
ā Memang agak sedikit mengherankan kenapa orang dewasa
senang sekali berbuat sesuatu yang bisa menghancurkan kebahagiaannya. Tapiā¦jika
kebahagiaan itu memang mesti hancur dan berhenti sampai di situā¦.ā Kris menahan
ucapannya. Matanya lekat menatap Cheonsa yang tengah menoleh padanya. Ia ingin
gadis itu mengerti dengan baik apa yang ingin ia sampaikan. ā Berarti itulah
waktu untuk memulai kebahagiaan yang baru.ā
Cheonsa membuang wajahnya. Sungguhā¦ia masih tak sejalan
dengan Kris. Mungkin sebagian akal sehatnya bisa menerima pendapat Kris, tapi
sebagian besar hatinya yang sakit menolak pemikiran model itu. Menurutnya
kebahagiaan keluarganya adalah sesuatu yang harusnya tak hancur.
ā Ckkā¦tapi kenapa harus begitu? Tidak semua orang kuat untuk
berdiri lagi setelah hancur, kan? Kenapa tak berusaha bertahan dengan
kebahagiaannya agar tidak kandas? Kenapa malah memilih kebahagiaan lain dan
membuang kebahagiaan lamanya?ā
Selama beberapa saat dua orang itu terlihat seperti
bersitegang. Di satu sisi Cheonsa ingin posisi ayahnya tetap salah, karena
menurut pandangannya, apa yang diucapkan Kris seperti membenarkan tindakan
ayahnya. Namun di sisi lain, Kris hanya ingin menyampaikan jika ada sesuatu
yang tak bisa dipaksakan. Pria itu bukan bermaksud untuk membenarkan perbuatan
ayah Cheonsa.
ā Jadi kau ingin ayahmu tetap mempertahankan posisi ibumu
sebagai istri sahnya, sedangkan di luar sana ia pergi dengan wanita lain?
begitukah yang kau inginkan?ā Kris nyaris tak beremosi, tapi kelihatan ia
tengah menekan ledakannya. Namun itu tak disambut baik oleh Cheonsa yang merasa
tersudut. ā KAU!!! dengar ya, kau tak berhak berkata seperti itu!ā Cheonsa
mendengus, menggigit bibirnya dengan kesal.
ā Bukankah kau bilang untuk bertahan agar kebahagian tidak
kandas? Itu sama dengan kau mengatakan kenapa ayahmu tak mempertahankan ibumu,
dan membiarkan keduanya terus bersama begitu kan? Tapi apa kau pernah berpikir,
jika itu yang terjadi, apa ibumu akan jauh lebih baik dari sekarang?ā kali ini
tak ada kendali. Sekarang ini Kris tak ingin didebat, cukup ia dibuat kesal
dengan protes Cheonsa yang terpengaruh emosi.
Cheonsa tak menjawab, lebih tepatnya tidak mau. Ia mengelak
dari kebenaran ucapan Kris. Ia masih tinggi hati untuk mengakui kalau
pendapatnya begitu egois.
ā Bayangkan jika detik ini ibumu masih menyandang status
istri sah dari ayahmu. Apakah dia bisa bahagia saat jelas-jelas suaminya pergi
dengan wanita lain? Tentu tidak. Perpisahan justru pilihan yang lebih baik. Setidaknya
sakit yang ibumu rasakan langsung terasa di awal, bukannya perlahan tapi
semakin sakit setiap harinya. Perpisahan membuat ibumu lebih kuat, mungkin dia
sekarang begitu lemah tapi percayalah dia akan berkembang menjadi wanita hebat
yang kuat.ā
****
Setelah kejadian di sungai waktu itu, Cheonsa tak lagi
bertemu dengan Kris. Walau pria itu selalu muncul di hadapannya, tapi Cheonsa
terus menolak untuk menemuinya. Entahlah ā¦ia merasa kalah telak dengan ucapan
Kris. Setelah memikirkannya dengan baik, ia merasa Kris sangat benar dan dirinya
sudah pasti salah. Ia merasa malu sekaligus kesal. Ia terlalu gengsi untuk
menghadapi pria itu.
ā Kau masih bertengkar dengan Kris oppa?ā
Selalu tanya itu yang didengarnya dari mulut Suji atau Sun
Hee dan selalu jawaban yang sama terlontar dari mulut Cheonsa ā tidak! biasa
sajaā . Dua orang itu begitu bingung melihat sikap Cheonsa yang selalu
menghindar saat Kris berada di depan sekolah atau saat pria itu muncul
tiba-tiba ketika mereka bermain basket.
Cheonsa hendak membuka mulutnya, tentu ingin menjawab dengan
jawaban yang hampir sama dengan yang selalu ia katakan, tapi sebelum hal itu
kembali terdengar, Sun Hee menyelak. ā Mau bilang tidak apa-apa? Kalau begitu
temui dia sana! Dari tadi kau sengaja berdiam di taman, karena kau tahu dia ada
di depan kan?ā Sun Hee benar-benar kesal, mungkin terlalu gemas dengan tingkah
Cheonsa yang tak mau terbuka.
ā Yak! Jangan mengada-ngada! Aku memang masih ingin di
sekolah!ā sengit Cheonsa tak terima dengan pendapat Sun Hee, walau itu memang
benar.
ā Ckck! Kau pikir aku tidak mengenalmu apa? Kau itu sangat
semangat begitu bel pulang berbunyi, kau juga tidak pernah menyia-nyiakan waktu
pulang dengan bersantai di taman! Pasti kau lebih memilih pulang secepatnya, ya
kan? Bilang saja kau tidak ingin menemui Kris oppa!ā balas Sun Hee tak kalah
emosi.
ā Hei..heiā¦jangan berteriak seperti itu! Kalian ini!ā untung
Suji langsung mengambil posisi di tengah, memisahkan dua kubu yang sama-sama
tak mau mengalah. Suji melerai kedua temannya sambil terus mengatakan kata-kata
bijak untuk menengahi.
Ia terus bercoleteh sebagai pihak penengah. Ia tak membela
siapapun dalam hal ini. Namun poin yang sama dengan yang Sun Hee sampaikan pada
Cheonsa, ia berharap Cheonsa tak bersikap kekanakan dengan terus berdiam diri
di taman. Tak peduli masalah apa yang sedang membelit Cheonsa dan Kris, ia
berharap temannya itu mau menyelesaikannya baik-baik. Ia cukup kasihan dengan
Kris yang terus diabaikan oleh Cheonsa.
Setelah negosiasi yang cukup panjang dan melalui jalan liku,
karena Sun Hee terus saja menyela dan menasihati Cheonsa dengan kata-kata
emosional, titik terang pun ditemui. Beruntung Suji masih bisa bersikap tenang,
ia terus menarik benang merah jika diskusi sudah melampaui masalah sebenarnya.
akhirnya mereka bertiga meninggalkan sekolah, tak peduli jika setelah ini akan
mendapati Kris yang masih menunggu di depan.
Dan benar, Cheonsa membuang
wajahnya begitu kedua temannya berhenti tepat di depan Kris yang ternyata masih
menunggu di depan pagar sekolah. Ia merutuki setiap ucapan Sun Hee yang
bertujuan untuk menyindirnya, dan ia benar-benar mengutuk Suji yang membiarkan
Kris bersama dengannya. Dua temannya itu pulang lebih dulu, tepatnya
meninggalkannnya, membiarkannya terjebak dalam situasi yang tidak ia inginkan.
Hahā¦mengumpat juga sudah tidak
berguna. Toh kedua temannya sudah pergi, harusnya ia juga pergi. Tapi pria di
sebelahnya masih terus memandangnya dengan menilai. ā Kau itu hanya membuang
waktu yang tersisa.ā Tandas Kris.
Cheonsa merasa kesal. Ia sudah
menurunkan gengsinya dengan mau menemui pria itu, tapi pria itu malah melemparkan
pernyataan seperti itu. Memuakkan! Cheonsa malas berada di situ, walau nyatanya
dia tak bisa pergi karena Kris sudah keburu mencengkram lengannya. Pria itu
memaksanya untuk duduk di kursi penumpang pada sebuah sepeda yang bersandar di
kisi-kisi pagar.
ā Kau tidak punya kerjaan lain
selain memaksa orang apa?ā Kris yang sudah berancang mengayuh pedal sepedanya,
beralih menatap ke belakang tepatnya pada Cheonsa yang terus mengomel. ā Aku
hanya tidak ingin kau menyesal.ā Hanya itu yang Kris katakan, selepasnya
sepedapun langsung berpacu dengan lancar di jalanan.
Cheonsa yang masih kesal, terus
saja menggerutu tidak jelas. Kekesalannya juga semakin bertambah dengan kalimat
misterius yang Kris katakan. Memang apa
yang ingin ia lakukan? kenapa tidak mengatakan yang jelas? Benar-benar membuat
orang penasaran.
Beberapa kilo meter telah dilalui
keduanya, sepeda dengan keranjang itu masih melaju dengan tenang. Hingga di
sebuah kesempatan, Cheonsa menarik kedua sisi baju Kris. Membuat pria itu
berhenti. Cheonsa cukup gemetar, ia benar-benar takut karena jalanan di
depannya merupakan turunan yang begitu curam. Ia tidak pernah melalui jalanan
securam itu dengan sepeda, karena memang ia tidak pernah berani.
ā Kau ingin tetap ke sana?ā tanya
Cheonsa. Gadis itu berharap jika Kris menjawab ātidakā, tapi sayangnya pria itu
malah mengangguk membuat sekujur tubuhnya menegang. Astagaā¦bagaimana kalau nanti aku tersungkur? Bagaimana kalau nanti
sepedanya oleng, kemudian aku terpental, terlempar jauh hingga tergores aspal
dengan luka yang cukup parah? Bagaimana kalau justru aku langsung mati?.
ā Kalau begitu aku tidak ikut.ā
ā Jangan! Kubilang jangan turun!
Kau akan menyesal kalau tidak mencobanya!ā Kris berkeras agar Cheonsa tetap
berada di kursi belakang. Hingga gadis itupun mengurungkan niatnya untuk turun.
Walau seluruh sarafnya menegang, meski ia ketakutan setengah mati, tapi seperti
yang dikatakan Kris. Ia tidak akan membiarkan dirinya menyesal, karena terlalu
takut untuk melewati jalan itu. Yahā¦walau resiko untuk terjatuh sangatlah
besar.
Tanpa aba-aba Kris langsung
mengayuh pedal sepeda dengan sekuat-kuatnya, hingga turunan itu terlihat, ia
meregangkan tekanannya pada pedal. Ia membiarkan sepeda meluncur, sementara
tangannya tetap menjaga keseimbangan. Benar-benar seperti melayang, mereka
bermula dari tempat yang tinggi kemudian meluncur ke jalan yang lebih rendah.
Ditambah dengan kecepatan sepeda yang tak bisa dibilang pelan, menimbulkan
sensasi menegangkan tapi cukup menyenangkan untuk Cheonsa.
ā Aaaaaaaaaaaaaaaā¦ā¦..ā gadis itu
terus berteriak seperti orang yang sedang naik roller coaster. Sumpah demi
apapun jantungnya benar-benar tak bisa tenang. Ia terlalu was-was untuk
menghadapi kenyataan jika dirinya meluncur ke jalan yang begitu curam.
Histeria masih berbekas dengan
sangat jelas, detakan jantungnya bahkan masih terlalu kencang. Cheonsa terdiam
membiarkan dirinya tenang, ia sedikit lemas. Untung Kris membawanya duduk, jika
tidak mungkin ia tengah terkulai lemas karena tak kuat berdiri.
Di samping Cheonsa yang seperti
orang trauma, Kris tengah terkikik geli melihat ketidak berdayaan gadis itu.
Wajah gadis itu benar-benar pucat bahkan nyaris tak kelihatan seperti manusia
sehat. ā Bagaimana? Menyenangkan bukan? Coba kalau tadi kau tidak ikut, pasti
kau benar-benar akan menyesal!ā ujar Kris sambil menyenggol bahu Cheonsa.
Bukannya menjawab, Cheonsa malah
memandangi Kris dengan pandangan lemah. Tapi setelahnya pukulan yang
bertubi-tubi didapatkan Kris. Gadis itu meluapkan rasa takutnya dengan terus
memukuli tangan Kris. Hingga akhirnya Kris menangkap tangannya, meminta gadis
itu berhenti.
ā Kau ingin membunuhku?ā
Cheonsa langsung menghempas tangan
Kris. ā Kau tidak tahu apa kalau jantungku ingin lepas?. Rasanya nyawaku
seperti ingin berpisah dari tubuhku!ā omel Cheonsa.
ā Tapi kau baik-baik saja kan?ā
ā Terserahlah!ā
Untuk sementara waktu keheningan
menyelimuti keduanya. Dua orang itu sama-sama membisu. Mungkin agak rikuh
dengan suasana yang terasa jadi membingungkan. Tak bisa ditampik ada getaran
yang tak bisa dibantah, rasa itu terjadi begitu saja tanpa keduanya ketahui.
Rasa nyaman saat bersama tak sadar telah membuat rasa lain menyelinap masuk
mewarnai hubungan keduanya. Mungkin belum ada yang mengungkapkannya, tapi pasti
mereka cukup mengerti dengan perasaan yang bernaung dalam hati masing-masing.
ā Maaf.ā Cheonsa memecah keheningan, nampaknya dinding yang
selama ini ia buat sengaja ia robohkan. Mungkin ia juga tak mau mendiamkan Kris
terlalu lama.
ā Maafā¦waktu itu aku terlalu keras kepala. Aku hanya
memikirkan betapa kejamnya appa meninggalkan eomma tanpa berpikir jika itu
merupakan awal dari kebahagian eomma yang baru.ā Lanjut Cheonsa. ia menoleh
pada Kris, tersenyum simpul pada orang itu.
ā Aku juga sering berpikir seperti apa yang kau pikirkan,
tapi lambat laun aku mencoba untuk mengerti. ā
Keadaan terasa lebih baik, begitu kata dan maksud
disampaikan tanpa ada sekat. Walau tetap ada kata yang tak terungkap baik dari
mulut Cheonsa ataupun Kris. Keduanya benar-benar mencoba mengabaikan rasa itu.
ā Setelah berpikir cukup lama, aku sudah memutuskan untuk
tidak menikah.ā
Kris benar-benar terkejut dengan ucapan sederhana yang
Cheonsa katakan. Kupikir setelah beberapa
hari tidak bertemu, ia bisa berpikir lebih waras.
ā APA? kau gila?ā
Cheonsa terkekeh, namun dengan cepat mengendalikan
ekspresinya kembali. Ia menarik nafas kemudian membuangnya dengan santai,
sesantai bahunya yang turun dan merasa cukup relaks. ā Setidaknya aku tidak
akan hancur, karena aku tidak merasakan kebahagiaan.ā Jelas Cheonsa santai
sambil menoleh pada Kris yang masih menatapnya dengan angker.
Kris mendecak. ā Jadi kau takut menderita begitu? Kau hanya
ingin bahagia seumur hidupmu? Begitukah yang kau inginkan?ā ia mendesah
frustasi begitu Cheonsa mengangguki pertanyaannya. Saking kesalnya ia langsung
memukul kepala gadis itu, tak peduli gadis itu kesal dan membalasnya
dengan mendorong bahunya.
ā Semua orang ingin bahagia! Itu wajar bukan?ā sungut
Cheonsa tak terima.
ā Bahagia tanpa kesulitan begitu? Heiā¦ini dunia nyata bukan
dunia khayalan seperti di negeri dongeng!ā
ā Memangnya aku peduli?ā gumam Cheonsa mengabaikan Kris yang
terus mengomel.
****
Setelah berhasil memacu adrenalin Cheonsa, akhirnya Kris
mengantarkan gadis itu pulang. Kali ini ia biarkan dirinya berjalan menuntun
sepeda. Ia tak ingin perjalanan berlalu begitu cepat, banyak hal yang ingin ia
sampaikan.
ā Ibuku menelpon tiga hari yang lalu.ā
Cheonsa melirik Kris yang terlihat lesu. ā Apa yang dia
katakan?ā tanya Cheonsa. Gadis itu tak melepas fokusnya dari Kris, ia menangkap
setumpuk kegundahan yang tersimpan dalam mata hitam milik Kris.
ā Dia bilang dia
sudah bercerai dengan ayah.ā
ā Begitukah? Semoga ibumu segera menemukan kebahagiaannya.ā
ā Ya..dia akan membangun kebahagiaannya di Kanada.
Bersamaku.ā
Bibir Cheonsa mengatup. Pandangannya kosong begitu memahami
maksud dari ucapan Kris. Tiba-tiba semua yang di otaknya seakan menghilang, ia
seperti orang linglung. Antara percaya dan tidak ingin percaya. Tapiā¦kenapa
secepat ini.
Kau itu hanya membuang waktu yang tersisa.
Degupan jantung Cheonsa semakin tak beraturan, hingga
meninggalkan efek engap dan sesak. Kini ia mengerti ucapan Kris tadi dengan
semua ini, sekarang ia mengerti kenapa pria itu menyinggung masalah waktu yang
tersisa. Sekarangā¦.sekarangā¦ia ingin menangis. Hatinya begitu terenyuh, ada
sesuatu yang membuatnya tidak bisa menerima kenyataan kala Kris akan
meninggalkannya.
Kris menundukkan kepalanya, ia sendiri tak bisa menahan
gejolak dalam dadanya. Tadinya ia ingin berpamitan dengan baik, bukan dengan cara
menyedihkan seperti ini. Tak bisa dibohongi ada perasaan lebih yang membuatnya
tak ingin berpisah dari gadis yang baru beberapa bulan ini ia kenal. Sekarang
ia sadar kenapa ia begitu senang mendatangi gadis itu, mengajaknya ke berbagai
tempat dengan alasan āorang korea harus mengenal negerinya dengan baikā.
Sekarang ia sadar alasan dari semua itu hanya bermaksud agar ia bisa terus
bersama Cheonsa.
Kris mengganjal sepedanya dengan standar. Kemudian beralih
menghadap Cheonsa, lebih tepatnya mencengkram sisi tubuh gadis itu. Selama
bersama Cheonsa ia tak pernah melakukan hal ini. Tapi malam ini, sebentar saja
ia ingin gadis itu menatapnya dengan perhatian.
ā Ibu memintaku untuk kembali dan menemaninya memulai hidup
baru di Kanada. Tadinya ku kira aku masih bisa tinggal di sini untuk beberapa
waktu lagi, tapi ternyata dia hanya memberiku waktu empat hari, dan itu artinya
besokā¦..ā belum sempat Kris menuntaskan kalimatnya, Cheonsa langsung menghempas
tangan Kris. Jujur..gadis itu tidak akan kuat mendengar kalimat selanjutnya,
karena ia sudah tahu apa yang akan Kris katakan. Ia terlalu takut untuk
menghadapi perpisahan.
Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Ia menahan agar
isaknya tak terdengar Kris. Air matanya benar-benar tumpah, dan saat itulah ia
mengerti bahwa perasaannya untuk Kris lebih besar dari yang ia perkirakan.
Tanpa ia sadari, ia sudah terlalu nyaman pada pria itu, ia sudah terlanjur
menyukai pria itu dalam diamnya.
ā Kenapa kau datang ke hidupku kemudian pergi lagi? Kenapa
kau harus pergi?ā
Cheonsa berusaha untuk tetap menekan emosinya, ia berusaha
untuk tidak histeris. Ia berujar cukup
tenang dengan wajah memerah dan suara parau.
ā Cheonsaā¦akuā¦.ā
ā Baiklah selamat tinggal! Semoga kau selamat sampai di
Kanada.ā Ia tahu seharusnya bukan ini yang ia katakan. Harusnya ia membiarkan
Kris mengatakan sesuatu lebih dahulu, bukannya malah melepas kepergiannya
dengan ucapan selamat tinggal yang begitu dingin. Tidakā¦ia bukannya tidak
berperasaan, ia hanya takut mati rasa setelah ini. Ia telah ditimpa perpisahan
hebat, yaitu perceraian orang tuanya, dan sekarang ia harus berpisah dengan
seseorang yang baru ia ketahui telah merebut hatinya. Ini tidak adil,
benar-benar tidak adil.
****
Tidak ada yang namanya kesempatan kedua, setidaknya dalam
kasus ini Cheonsa tidak mempercayai yang namanya kesempatan kedua. Tadi pagi ia
tersadar, semua tak akan lebih baik jika perpisahan ini hanya berujung dengan
kalimat perpisahan yang begitu dingin seperti semalam. Walau ujungnya ia akan
tetap berpisah juga, tapi setidaknya akan terasa jauh lebih baik.
Pagi-pagi benar Cheonsa langsung keluar rumahnya. Ia terus
merajuk pada ibunya, bahkan sampai menangis dan terus meracau jika dirinya
tidak akan bisa bertemu dengan Kris lagi setelah ini. Akhirnya nyonya Kim
menginzinkannya untuk pergi. Tanpa mengganti piyamanya, Cheonsa terus berlari.
Ia berpacu dengan waktu. Waktunya tidaklah banyak.
Ia tahu apa yang ia lakukan semalam sangatlah bodoh.
Sekarangā¦setidaknya ia ingin mengenyahkan rasa menyesalnya, sebelum ia
benar-benar menyesal seumur hidup.
Nafasnya hampir hilang, tapi setelah itu jantungnya berdegup
dengan kencang. Tak peduli gengsi atau dinding besar yang menjaga harga
dirinya, Cheonsa langsung berlari menghampiri seorang pria yang tengah mengunci
pintu rumahnya.
ā Cheonsaā¦.ā desis pria itu nyaris tidak percaya dengan
sosok yang berdiri di depannya. Pria itu, Kris bahkan mengedipkan matanya
berulang kali. Takut wujud di depannya hanyalah visualisasi dari imajinasinya
semata.
Koper serta tas ransel yang terisi penuh sudah berjejer di
lantai dengan rapih. Seperti yang sudah diketahui keduanya, hari ini Kris mesti
meninggalakan desa ini. Pergi ke Kanada untuk menyusul ibunya.
ā Maaf..kemarinā¦kemarin aku hanya terlalu kesal. Aku kesal
karena kau pergi terlalu mendadak.ā
Kini airmata tak bisa dibendung lagi, langsung pecah dan
mengalir begitu deras. Walau senyum masih bisa terulas, tapi nyerinya hati tetap
terasa. Hal seperti itu berlaku pada Cheonsa maupun Kris. Keduanya menangis,
walau Kris terlihat jauh lebih tegar dari Cheonsa yang terus menundukkan
kepalanya.
ā Yaā¦aku memang salah.ā Ujar Kris tenang.
Di saat tak ada kata-kata yang dapat terucap, terselip rasa
ingin mencegah. Cheonsa benar-benar tak bisa membiarkan pria itu pergi.
ā Krisā¦..ā suara Cheonsa yang parau terdengar begitu
memilukan. Suara itu bergetar seiring dengan kegetiran yang ia tahan dalam
airmata yang dibendungnya.
ā Yaā¦ā
Cheonsa menelan berat ludahnya, kemudian menghembuskan
nafasnya perlahan. Ia kembali menggigit bibirnya, meredam tangis yang mungkin
akan berubah histeris. Setelah lama menundukkan kepalanya, ia mengarahkan
pandangannya pada Kris. Dengan mata yang berkaca ia memandang pria yang tengah
memandangnya dengan sorot mata yang lemah. Walau berat, Cheonsa memaksakan
bibirnya melengkung. Mengulas senyumnya.
ā Mau memelukku?.ā Kris tersenyum dalam pilunya. Ia berjalan
mendekati Cheonsa. Sebelum memeluk gadis itu, tangannya mengusap wajah itu
dengan lembut kemudian tersenyum.
Tangan besar Kris langsung terulur meraih tubuh Cheonsa.
tangan itu membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Dalam duka, ia membiarkan
tangannya mendekap tubuh Cheonsa dengan erat. Begitu juga dengan Cheonsa, gadis
itu langsung memeluk Kris dengan sangat erat. Untuk pertama dan terakhir
kalinya, ia menyandarkan kepalanya di atas dada Kris. Sementara waktu terus
berjalan, ia menikmati detik demi detik yang tersisa. Tak peduli berapa lama
lagi ia bisa bersama Kris, karena sekarang ini ia tengah menikmati kehangatan
yang mungkin tak akan pernah ia dapatkan lagi. Untuk sementara ia melupakan
kenyataan bahwa Kris akan pergi, untuk sementara ia tak peduli dengan hal itu,
karena yang ia pedulikan sekarang adalah ia merasa nyaman, ia merasa sangat
aman.
ā Aku menyukaimu Cheonsaā¦..ā
ā Aku juga Kris. Aku menyukaimu.ā
****
ā Aku bersedia.ā
Di depan sana terlihat dua makhluk tuhan yang tengah
mengucapkan janji setianya. Dengan asa dan niat yang kuat akhirnya ikatan
sucipun mengikat keduanya, menyatukan dua hati dalam satu bangunan yang akan
diterpa banyak badai dan godaan. Bangunan kokoh atas nama tuhan, pernikahan.
Walau akan banyak arang melintang, kedua insan itu sadar betul jika kepercayaan
yang kuat adalah fondasi yang dapat menguatkan bangunannya. Sedangkan rasa
pengertian akan memberikan keindahan serta kebahagian pada kehidupannya.
Meski nanti rasa bahagia berganti dengan derita, mungkin
kebahagiaan lain akan datang menjemput. Tak perlu takut atau khawatir, ini
hanya masalah waktu. Meski jalan masih panjang dan masa depan begitu misterius,
ia tidak akan takut untuk merengkuh kebahagiaannya. Walau nantinya kesulitan
ikut serta, ia percaya hidup manusia memang berputar pada rasa sulit dan
bahagia. Seperti rasa manis dan asam pada jeruk. Setidaknya ia tak akan takut
untuk mencobanya. Karena itulah yang ia pelajari dari seseorang di masa lalunya.
Seseorang yang menjadi bagian hidupnya walau tak pernah menjadi bagian dari
dirinya.
Kris
Sampai kapanpun Cheonsa tak akan pernah melupakan pria itu.
Pria yang dipertemukan tuhan oleh takdirnya yang begitu hebat serta dipisahkan
dengan kehendaknya yang tak terduga. Meski waktu telah berlalu, meski sembilan
tahun telah berlalu sangat cepat. Ceritanya, kisahnya tak akan pernah ia lupakan.
Semua tetap tersimpan rapih dalam ingatan dan memorinya.
Rangkaian masa lalunya tak akan pernah lekang, tetap hidup
walau Cheonsa tak pernah menceritakannya pada siapapun. Karena ceritanya,
cintanya, kisahnya, hanya milik ia, Kris dan Tuhan.
Aku sudah memutuskan untuk tidak menikah
Kini bagai kisah lucu yang tersurat dalam setiap
lembarannya. Tiap kali percakapannya dengan Kris terlintas kembali, ia hanya
bisa tertawa. Tentu tertawa, ia masih ingat betapa yakinnya ia tidak ingin
menikah waktu itu, tapi nyatanya sekarang ia baru saja mengucapkan ikrar
pernikahan pada seorang pria yang ia cintai. Pria konyol yang membuatnya jatuh
hati.
Jika kebahagiaan itu mesti hancur dan berhenti sampai di situ, berarti
itulah waktunya untuk memulai kebahagiaan yang baru.
Yaā¦benar apa yang dikatakan Kris. Karena setiap kebahagiaan
yang hancur akan ada waktu untuk memulai kebahagiaan yang baru. Seperti
dirinya. Setelah Kris pergi, ia pikir ia tidak akan pernah jatuh cinta lagi, karena
menurutnya hanya Kris-lah orang yang ia cintai. Tapi nyatanya bersamaan dengan
waktu yang terus berjalan, ia kembali jatuh cinta. Merasakan bagaimana
jantungnya berdegup tak karuan, darahnya berdesir serta merasa sengatan aneh
yang menjalari tubuhnya. Itulah yang Cheonsa rasakan, jatuh cinta kemudian
memutuskan untuk menikah dengan pria yang ia pilih, Park Chanyeol.
Meski cintanya pada Kris tak berjalan dengan semestinya,
tapi kisah cintanya bersama Kris membinanya menjadi gadis yang kuat. Tak peduli
bagaimana kisah itu berakhir, Kris dan kisahnya akan selalu ada dalam dalam
perjalanan hidup Cheonsa. Semua tersimpan rapih dan akan terus teringat menjadi
cerita menakjubkan yang pernah ia lalui.
END
Ckckckā¦..akhirnya abis jugaā¦huft leganya. Gimana pada seneng ama
endingnya? Puas? Atau biasa aja? Atau lagi diem karena bingung. Okeā¦ff ini
terlahir dari cara yg cukup ajaib. Oke..let me tell you about the story behind
this fanfic. Awalnya aku tuh baca novel gitu, pas baca ampe abis aku ngerasa
āwah gila!ā. Semua tokoh di cerita itu hidup dengan semestinya, walau pemeran
utama cewek ma cowoknya ga bersatu. Pdhl kn lebih enak kalo cast utama cewek dan
cowoknya itu bersatu di akhir cerita. Awalnya aku udh geregetan karena setiap
lembar cerita itu emg bikin aku ngerasa ada di dalam cerita itu, sampe akhirnya
aku mikir āgimana klo bikin ff yg alurnya begini?ā. Dengan semangat 45 serta
nafsu yang berkobar, aku coba nulis dan blablablaā¦sampe akhirnya dapet setengah
cerita.
Besoknya dan besoknya aku ngusahain untuk terus nulis karena takut
ilhamnya ilang, tapi ya gituā¦ff ini tuh termasuk kepedending krna belakangan
ini aku bertranformasi jadi beruang. Aku tuh ngerasa ngantuk terus, pengennya
mau tidur. Jadi untuk beberapa hari ff ini aku tinggal karena aku lebih milih
tidur, tapi untungnya setelah maksain diri buat buka laptop, akhirnya ff ini
bisa dirampungin. Yaā¦walau jadinya flat banget..
Tadinya jalan ceritanya gak begini, bahkan tadinya aku berencana mau
masukin Chanyeol di akhir terus mempertemukan Cheonsa dan kris kembali.
Tapiā¦naskahnya berubah lagi, pokoknya banyak deh. Selama beberapa hari gak
nulis, aku tuh mikir buat bikin endingnya. Selama ini aku kalau bikin ending kn
ada rasanya, seinget aku ff-ku tuh pasti berakhir dengan happy ending. Jadi
akhirnya aku memutuskan untuk bikin akhir yg tanpa rasa *apa maksudnya ini?*.
Lagian itung-itung latihan buat jadi orang kejam. Masih pada inget ama
akhir dari ff-nya kim dhira yang judulnya FATE kn? Sumpah itu ngegantung bgt
dan ngebuat aku pengen tereak-tereak di depan rumah kim dhira. Dan pasti pada
tahu betapa laknatnya author BECAUSE SHE IS NOT YOU yang ngebiarin ffnya
berakhir dengan kata maaf yg penuh misteri. Jadi anggap aja ini debut ku dalam
ff yang berakhir dengan cerita yg kurang āngekā #apasih?#.
Jadi intinya ff ini terlahir dengan cara yg ajaib. Aku Cuma lagi pengen
ngebuat sebuah challenge aja buat diri sendiri. lagi pengen bikin ff yang jalan
ceritanya sulit ketebak, walau ini masih gagal. Okeā¦buat yg nungguin Passion
ambition, mohon sabar. Kalo ada mood pasti aku lanjut kok, tapi mungkin gak
bulan ini karena aku udh terlalu bermurah hati bulan ini. liat aja deretan ff
bulan ini, aku udh publish tried to get up, sibling diary, ama ff ini dua part
sekaligus. Gila!!! Betapa baiknya gue bulan ini!
Okeā¦kayanya aku udh ngoceh terlalu banyak. Maklum klo udh nulis
cuap-cuap, rasanya g mau berenti. Hhhā¦.keurae, daripada nih cuap-cuap jadi ff
one shot. Aku serta segenap cintaku buat Bang Min Soo ( CAP Teen Top ) pamit
undur diri. Udah yahā¦.aku mau angkat telepon dari CAP duluā¦
Beat and Smash,
GSB & Tao
I may be a late reader but.....gabisa bilang apa2 kecuali aku nangis kejer bacanya, udah ć ć
ReplyDeleteterimakasih udah baca..
Deletejangan nangis lagi yaa, btw aku sneng baca komen kmu^^*author jahat*