The Darkness - part 1





cast :
  • Hwang Chan Hyo  (OC)
  • Xi Luhan
     ( and the other cast, you can find when you read this fic. )

Author : Hana  (GIGS'Junior)







                PLUK


Seorang gadis menghentikan langkahnya, ia menunduk untuk sekedar memungut benda yang terjatuh di hadapannya.


“Mawar hitam? Mengapa terjatuh di tempat seperti ini. Setahu ku tak ada yang menanam mawar hitam di sekitar sini.” Ia melirik sekitarnya.






“Mawarnya juga tidak layu. Cantik. Lebih baik ku bawa pulang saja.”


Ia kembali melangkahkan kakinya-dengan mawar hitam yang tetap berada di tangan- menuju rumah atap kesayangannya.


~O~’


“Chanhyo-ah, kau bersungguh-sungguh akan tetap tinggal di rumah atap itu? Kau seorang gadis, dan tinggal di rumah atap itu sendiri. Kau tak takut jika nantinya akan terjadi sesuatu?” bisik Seul Ah kepada ku yang-pasti ia tau- sedang sibuk melayani pelanggan di café.






“Untuk apa aku takut? Toh kata bibi Im keamanannya cukup terjamin. Dan lagi pula letaknya cukup strategis. Banyak yang tinggal di daerah itu, jadi jika terjadi sesuatu, aku hanya perlu berteriak saja.” Jelas ku begitu selesai melayani seorang pelanggan.


“Bukan begitu Chanhyo-ah. Kau tinggal berpisah dengan orang tua mu, memang kau tak takut ji-“


“Shin Seul Ah! aku hanya tinggal berbeda kota dengan kedua orang tua ku, bukan berbeda planet! Kau tak perlu takut. Lagipula tak akan ada organisasi Shinda Sekai Sensen yang akan membunuh ku, dan juga aku bukanlah Tuhan yang akan mereka perangi atas protes mereka.” aku memotong ucapannya sebelum mulutnya yang cerewet itu kembali melontarkan berbagai macam alasan untuk menghalangi niat ku, menyewa rumah atap kesayangan itu untuk setahun ke depan.


“tapi… ya terserah kau saja lah. Aku hanya mengingat kan. Tetapi jika terjadi sesuatu, kau boleh meminta bantuan ku.” ucapnya.


“Tentu saja, kau kan teman ku nona Shin.” Aku terkikik.


Tak lama lagi waktu menunjukan pukul sebelas malam, dan berarti café akan segera tutup, aku pun akan segera kembali pulang ke rumah atap ku. Oh hampir saja lupa! Bukan kah hari ini adalah akhir bulan? Itu berarti malam ini aku akan mendapatkan gaji ku! Dengan begitu aku dapat membayar sewa rumah atap untuk setahun ke depan! Dan sisanya akan ku tabung untuk menambahkan uang saku ku selama aku berada di Suwon!


“Hwang Chanhyo! Shin Seul Ah! kalian di panggil Sajangnim ke ruangannya.” Manager memanggil kami. Aku dan Seul Ah segera berlari-lari kecil menuju ruangan bos di lantai atas café ini.


“Sajangnim memanggil kami?” tanya Seul Ah begitu masuk ke ruangan di ikuti ku di belakanganya.


“Ini ambil lah. Gaji kalian bulan ini.” ucap Choi Sajangnim yang tetap duduk di kursinya.


Kami-aku dan Seul Ah- saling bertukar pandang, namun tak lama senyum terukir di bibir kami. Segera menuju meja Choi Sajangnim dan mengambil amplop berwarna cokelat yang berada di atasnya.


“Gamsahamnida Sajangnim!” kami membungkuk, Choi Sajangnim hanya tersenyum. Direktur muda pemilik café ini sungguh tampan, dan benar saja, begitu ia tersenyum kedua pipi Seul Ah mulai menampakan semburat merahnya, namun tidak dengan ku.


Kami keluar dari ruangannya, dan apa yang terjadi dengan aku dan Seul Ah selanjutnya? Aku hanya dapat pasrah begitu Seul Ah mulai memuji-muji bagaimana ketampanan direktur muda itu.


“Chanhyo-ah! siapa yang tidak akan tertarik dengannya? Choi Minho Sajangnim sungguh sangat tampan! Senyum mautnya! Tinggi semampainya! Kecerdasannya! Dan lagi ia masih muda! Ia benar-benar pria idaman!”


“tetapi tidak dengan ku payah!” desis ku.


Seul Ah terus berceloteh semenjak kami keluar dari ruangan Choi Sajangnim, tepat saat Café tutup, hingga kami pulang bersama pun. Aku hanya dapat memutar bola mata ku. Ya, ku akui memang Choi Minho itu tampan. Tetapi menurut ku, tentu jauh lebih tampan Sakakibara Kouichi!


Mungkin keputusan kami untuk bekerja paruh waktu di café itu tidak sepenuhnya benar. Walau di universitas pun, Seul Ah masih sempat saja memikirkan Choi Minho Sajangnim itu. tetapi tidak dengan ku! tak perduli tentang pria tampan di sekitar ku, aku harus segera lulus dan menjadi seorang Animator yang sukses kelak!


~O~’


Setelah pelajaran Dosen Kim berakhir, aku harus segera menuju ruang kesenian Animasi. Entah mengapa pertemuan anggota klub Animator tiba-tiba di adakan hari Selasa? Bukan kah biasanya di adakan pada hari Kamis?


Sang ketua klub, Jung Daehyun mengatakan alasan mengapa para anggota klub di kumpulkan di hari yang tidak seharusnya di karenakan adanya sebuah pemberitahuan, bahwa kami di harapkan dapat membuat kurang lebihnya satu buah animasi untuk di tunjukan pada acara pembukaan gedung baru Haegdong University yang di laksanakan satu bulan mendatang.


Aku merasa bersemangat karena ini project yang menyenangkan. Membuat animasi yang di sukai banyak orang dan menjadi Animator adalah impian ku. Karena itu aku memilih jurusan Animasi dan Seni di Haegdong University ini. Mungkin karena aku yang terlalu gila akan anime? Ya bisa di katakan aku adalah seorang Otaku, yang tak bisa hidup tanpa anime-mungkin ini terlalu berlebihan.


Seusainya penjelasan dari sang ketua, Jung Daehyun, berakhir pula pertemuan anggota klub yang tak terduga ini, dan itu berarti aku dapat kembali pada rumah atap ku. Ku dengar nona Shin itu masih ada mata kuliah, lebih baik aku pulang lebih dulu.


Aku melangkah keluar gedung Haegdong. Menelusuri jalanan yang ramai akan penduduk yang berlalu lalang. aku jadi teringat, sudah cukup lama aku tak berkunjung ke rumah orang tua ku di Daegu. Benar, kami tinggal berpisah. Orang tua ku di Daegu karena pekerjaan appa di pabrik tekstilnya, dan aku di Suwon. Awalnya mereka tak mengizinkan ku tinggal berpisah, namun tekad ku untuk hidup mandiri yang mendorong ku lah untuk berpisah sejenak dari mereka. Dan lagi pula, jika aku tetap tinggal di Daegu, mungkin saja akan memakan waktu yang lebih banyak untuk menuju Haegdong University. Mungkin akhir pekan akan ku putuskan untuk mengunjungi mereka.


“Chanhyo-ah!”


Ku putar balik tubuh ku, menengok siapa yang memanggil ku.


“Aih! Bibi Im. Mengagetkan saja.” Ujar ku terkikik. Aku menghampiri bibi Im yang tengah berdiri menunggu ku di depan rumahnya.


“Ada apa bi?” tanya ku.


“Ada seorang laki-laki muda datang berkunjung ke rumah mu. Ia terus menerus mengetuk pintu rumah atap. Berhubung kau sedang tak ada di rumah, jadi bibi putuskan untuk menghampirinya dan menanyakan keperluannya datang kemari. Ia bilang sedang mencari mu. Apakah ia teman mu?” jelas bibi Im.


Aku terlihat befikir sejenak. Laki-laki muda? Siapa? Setahu ku yang mengetahui rumah atap ku ini hanya eomma dan appa, lalu Seul Ah dan Choi Minho. Jika laki-laki muda, apakah itu Direktur muda Choi?


“Mungkin saja benar bi. Kalau begitu terima kasih atas informasinya. Aku pamit bi.” Aku membungkuk sekilas dan kembali menuju rumah atap. Kini fikiran ku hanya di penuhi tentang, siapakah yang berkunjung ke rumah atap selama aku berada di Haegdong?


Aku menaiki tangga dan segera membuka pintu. Hari ini cuaca cukup dingin, dan semilir angin terus berhembus. Segera menuju kamar, mencari benda berbentuk persegi panjang yang ku letakan di atas meja.


“aigoo, cerobohnya. Sampai lupa membawa ponsel.”


Aku berniat untuk menghubungi kedua orang tua ku di Daegu, namun segera ku urungkan. Karena siapa tau dengan datang tiba-tiba akan membuat mereka lebih senang?


Kembali ku letakkan ponsel itu diatas meja-di sisi ranjang. Terlintas sebuah benda di atas ranjang ku. Ku pungut dan ku perhatikan benda itu.


“Mawar hitam? Mengapa tiba-tiba ada di sini? Apakah ini mawar yang ku dapati beberapa hari yang lalu sepulang dari Haegdong?” ku lirik ke arah sebuah vas di atas meja.


“Tidak. Mawar itu tetap berada di dalam vas. Lantas ini mawar hitam yang berbeda. Seingat ku, aku tak pernah memiliki mawar hitam selain yang ku dapati beberapa hari yang lalu. Sudahlah, mungkin mawar ini tertiup angin lalu masuk melalui jendela.” Aku mengendikan kedua bahu-acuh-.


~O~’


                TOK TOK


Ku ketuk pintu ruangan Choi Sajangnim.


“Masuk!”


Memutar knop pintu ruangan itu dan menutupnya kembali.


“ada apa Hwang Chanhyo-ssi?” tanyanya.


Aku sedikit mengusap tengkuk ku, “ehm… begini sajangnim. Ah.. apakah siang ini Sajangnim berkunjung ke rumah atap?” tanya ku hati-hati, sedikit gugup mungkin.


“Rumah atap mu?” aku mengangguk. “Sepertinya tidak. Memang ada apa?”


“Bibi Im memberi tahu ku, jika siang ini ada seorang lelaki muda yang berkunjung ke rumah atap dan datang mencari ku. Berhubung aku sedang tak ada karena ada rapat tak terduga klub animator. Karena bibi Im berkata jika seseorang itu adalah lelaki muda, jadi ku fikir itu Sajangnim.” Jelas ku. ternyata bukan Choi Minho Sajangnim. Lalu jika bukan dirinya, siapa?


Ia hanya mengangguk-angguk seraya ber-oh ria. Aku hanya tersenyum kikuk, “ehm kalu begitu dugaan ku salah, dan aku mohon permisi Sajangnim.” Sedikit membungkuk dan berbalik.


Ini aneh. Lelaki muda? Lelaki muda selain Choi Sajangnim yang mengetahui rumah atap ku? Seingat ku, aku belum pernah memberikan alamat rumah atap apa lagi mengundang seorang lelaki muda untuk berkunjung. Sekalipun itu ketua klub Jung Daehyun.


~O~’


Akhir pekan ini di sibukkan dengan para penduduk yang berlibur, dan begitu pula dengan diriku. Aku menaiki kereta yang akan membawa ku ke Daegu. Duduk pada salah satu kursi yang sudah di tetapkan.


Aku melirik keluar kaca sebelum pada akhirnya kereta itu berlaju menuju Daegu. Tanpa ku sadari seorang pria dengan topi yang hampir menutupi setengah wajahnya tengah tertidur di samping ku.


Merasa bosan, ku sumpal kedua telingaku dengan earphone yang memutarkan bermacam lagu dengan volume terkeras. Sesekali memandang keadaan di luar kereta, dan itu membuat ku merasa mengantuk.


~O~’


Ku langkahkan kedua kaki ku menuju sebuah rumah di kota metropolitan ini. entah mengapa, suasana terasa lebih berbeda dari terakhir kali aku berada di Daegu. Seingat ku, benar ini jalan menuju rumah kedua orang tua ku.


Sepanjang perjalanan, tak banyak orang yang berlalu lalang. Hanya satu, dua orang saja yang ku temui. Aku terus berjalan mengikuti jalan setapak ini. Sungguh aneh, semua terasa berbeda. Mungkin selama aku bertempat di Suwon, sudah banyak keluarga yang merenovasi rumah mereka. Cukup banyak rumah bergaya eropa yang ku lihat.


                TES


Ku rasakan setets air mengenai pipi ku. ku tengok langit, benar saja, langit sudah dipenuhi awan hitam yang menandai akan turunnya hujan lebat. Ku percepat langkah ku menuju rumah kedua orang tua ku sebelum pada akhirnya hujan membuat tubuh ku basah kuyup.


Demi tuhan, aku tak salah jalan kan? Ini benar jalan menuju rumah kedua orang tua ku, tetapi mengapa aku terus kembali ke tempat ini. Di hadapan ku kini ada sebuah bangunan bergaya eropa tua.


                PRAAAK


“astaga!” sungguh aku sangat terkejut. Kucing hitam menjatuhkan sebuah pot tanaman di atas bangunan bergaya eropa tua ini yang hampir saja mengenai ku. Kucing hitam itu sedikit melirik ku, hingga akhirnya ia kabur.


Ku rasakan sebuah benda ringan terjatuh dan mengenai puncak kepala ku hingga akhirnya terjatuh tepat di atas kedua sepatu ku. Ku pungut benda itu, “Mawar hitam? Lagi?”


Sepertinya ini bukan lah Daegu, tak mungkin Daegu seperti ini! Demi Tuhan, siapa pun jika ini adalah mimpi buruk, cepat bangunkan aku!


Sesuatu seperti berhembus di sekitar tengkuk ku. Tidak. Ini bukanlah angin. Seperti ada sosok yang meniupi sekitar tengkuk ku. Ku tengok arah belakan ku. Nihil. Tak ada siapa pun. Dan ku yakin tak ada orang lain selain diri ku di tempat ini.


Aku berlari. Berlari secepat yang ku bisa. Bagaimanapun aku harus segera keluar dari tempat ini! Jantung ku terus memacu. Berdegup dengan tempo yang tak beraturan. Cukup lama aku berlari, namun belum ada satupun orang yang ku temui. Aku sudah tak sanggup berlari lagi, hingga akhirnya aku jatuh terduduk.


Aku menunduk, mencoba menormalkan pernafasan ku. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk memenuhi isi paru-paru ku. Terdengar suara derap langkah yang amat sangat pelan. Sebuah senyum kecil terukir di bibir ku begitu suara derap langkah kaki mulai terdengar dengan jelas. Ku angkat kepala ku untuk melihat siapa pemilik suara itu.


Aku membelalak. Kedua mata ku membulat. Entah sosok apa yang berdiri di hadapan ku ini. Ia hitam dengan menggunakan jubah hitam dan tudung hitam yang menutupi kepalanya. Aku tak dapat melihat jelas wajah sosok itu. Jika sosok itu adalah malaikat pencabut nyawa, ku mohon biarkan aku bertemu dengan kedua orang tua ku untuk yang terakhir kalinya!


“Cepat lari!!!” Ku rasakan sebuah tangan menarik lengan ku. Mau tak mau aku bangkit dan mengikutinya berlari.


“Cepat lah!!!” seseorang dengan jaket cokelat dan topinya terus berlari tanpa memperhatikan diri ku. Tak tau kah jika aku ini sudah lelah berlari sedari tadi?


“Ak-aku tak kuat berlari lagi. Aku su-sudah lelah.” ucap ku terbata.


“Bertahanlah! Lihat itu!” ia menunjuk ke arah langit. Dan mata ku kembali membelalak. Yang benar saja dia!? Apa dia sudah gila!? Ia membawa ku ke arah utara. Oh sungguh, sebenarnya apa itu!?


“Ikut aku!” ucapnya mantap. Aku hanya dapat pasrah dengan perlakuannya. Kini aku dapat melihat dengan jelas apa yang ia tunjukan kepada ku tadi. Lingkaran hitam yang muncul di langit. Dan kini ia menarik ku, dan aku hanya dapat memejamkan kedua mata ku.





~O~’


                Author POV’


Nona? Sadarlah! Kau mendengar ku? Hey! Sadarlah!” Lelaki itu terus mengguncang tubuh gadis di sampingnya. Dirasanya tubuh itu bergetar.


“Apa yang harus ku lakukan? Tuan maafkan aku jika terjadi sesuatu kepada putri mu yang menyusahkan ini!” ia bergumam, tak menyadari bahwa gadis itu perlahan membuka matanya.


Ia membuka kedua matanya perlahan, mencoba membiasakan indera penglihatannya dengan sinar matahari yang cukup terik. Merasakan sebuah tangan yang berada di pundaknya, dan melirik si empunya. Dan ia terkejut.


Oh kau sudah sadar nona? Syukurlah! Terima kasih Tuhan!” lelaki itu berucap seraya menatap langit.


“Ada apa dengan lelaki ini? Ataukah ia sudah gila?” gadis itu membatin sembari melontarkan tatapan dia-orang-gila.


Menyadari tatapan yang dilontarkan kepadanya, sesegera mungkin ia mencoba kembali tenang. Sesekali berdeham dan mengusap tengkuknya.


Sebenarnya kau siapa? Dan tempat apa ini? Sepertinya, aku belum pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya. Kita benar berada di Korea bukan? Ataukah kau seorang penculik? Membawa ku pergi dari Korea? Ya! dasar penculik! Kembalikan aku ke tempat asal ku! Atau kau akan ku laporkan ke polisi? Ya! Tolong! Ada penculik! Tol-“ Lelaki itu dengan sigap menutup mulutnya-gadis.


Sssttt!!! Tidak bisakah kau tenang? Dengarkan aku dulu nona! Bagaimana cara ku untuk menjelaskannya kepada mu jika kau saja tak memberikan ku waktu untuk berbicara!? Dasar cerewet!”


Ya! Apa kau bilang!? Ce- hmmppht!!!“


Aish! Diamlah!” ia menggerutu.


Dengarkan aku! Nama ku Xi Luhan. Dan kau tahu? Kita sudah tidak berada di Korea maupun di negara lainnya. Kita berada di planet Nemoir dan bukan planet Bumi! Dan satu hal lagi, aku bukanlah penculik! Jadi kau tak perlu melaporkan ku ke polisi nona Hwang Chanhyo!” tegasnya. Xi Luhan sedikit menyeringai mendapati keterkejutan yang tersirat di wajah Chanhyo.


Chanhyo melirik sekitarnya. Sepi. Hanya ada bukit dan rerumputan. Sekali lagi ia melirik lelaki yang tengah bersiul-siul ringan-sejujurnya, Luhan tengah mencoba menahan tawanya.


“ehm…planet apa kau bilang? Planet Nemi? Ne…ma? Ne…aku tak tahu!”


Luhan memutar bola matanya, “Planet Nemoir.”


“Ah chakkaman. Kau bilang kita sedang tak berada di Bumi bukan?


Luhan hanya mengangguk. “Ku rasa otaknya perlu perbaikan. Daya ingatnya sangat lamban.” Batinnya.


“Apa maksud dari semua ini!? Eomma! Appa! Tolong aku! Kembalikan aku ke bumi bodoh!”


“kau ini berisik sekali! Diamlah Hwang Chanhyo!” Luhan sedikit menaikan intonasi suaranya, merasa tersulut emosi dengan kelakuan gadis lamban di hadapannya.


“Neo! Kau alien! Bagaimana kau dapat tahu nama ku!? Kau penguntit! Alien! Bodoh!” Chanhyo merajuk. Ia memukuli Luhan, tak perduli jika Luhan akan babak belur olehnya.


“Ya! Ap-appo! Appo! Hentikan!” Luhan nampak kesakitan dan mencoba menghindar dari pukulan bertubi-tubi itu.


“Ya! Gadis gila! Lebih baik kau ikut aku sebelum otak mu bertambah rusak dan kau semakin tak waras!” Luhan mendelik dan menarik pergelangan tangan gadis itu.


“Sepertinya aku yang akan gila.”


~O~’


                ‘Chanhyo POV’


“Cepat masuk!”


“Kasar sekali.” Desis ku.


“Hei alien. Sebenarnya kau membawa ku kemana? Dan ini tempat apa, huh?” ku tatap sekeliling ku. Di hadapan ku kini berdiri sebuah err…mension yang cukup mewah. Ku rasa alien ini berbohong tentang ia-membawa-ku-pergi-dari-bumi.


“Sudah lah, kau ikuti saja kata-kata ku. Sekarang cepat kau masuk sebelum beribu-ribu pertanyaan itu terlontar dari bibir cerewet mu.” ia membuka pintu mension dan mendorong ku masuk ke dalamnya. Sungguh laki-laki yang kasar terhadap perempuan!


“Kau berbohong kepada ku, benarkan Luhan-ssi?” tanya ku begitu kami-sebenarnya aku malas menyebut aku dan alien bodoh nan kasar ini dengan sebutan ‘kami’- telah memasuki mension besar yang sepi ini.


Ku rasa tak ada orang di mension ini, lantas aku beralih untuk melihat-lihat isi mension ini. Tak memperdulikan tatapan aneh alien bodoh itu yang di lontarkannya terhadap ku.


“Apa maksud mu?” kini giliran ia yang bertanya.


“Maksud ku, kau berbohong tentang kau membawa ku pergi dari bumi. Kau tak bersungguh-sungguh akan hal itu bukan? bahkan semua ini tak ayal seperi yang ada di bumi.”


“Kau fikir semua ini hanya milik bumi?” ia tersenyum remeh dan segera berlalu mendahului ku. Dan itu membuat ku jengkel.


“Ya chakkaman!” mengikutinya sembari terus merutuki diri ku sendiri. Hingga ia menghentikan langkahnya tepat di hadapan sebuah pintu besar.


Alien bodoh itu memutar kenop pintunya dan memasuki ruangan di dalam sana. Ku lihat ia bebincang dengan seseorang di dalam sana. Tak lama ia mengisyaratkan ku untuk mengikutinya masuk kedalam ruangan itu.


Ku hirup nafas panjang sebelum melangkah masuk. Entahlah perasaan ku menjadi gugup.


Ku lirik seisi ruangan ini. Ruangan yang di dominasi warna putih, beberapa lemari besar yang menyediakan buku-buku tebal. Terdapat sebuah meja kerja dengan beberapa map-map yang tertumpuk rapih di atasnya. Seperti ruangan seorang presiden direktur.


Pandangan ku terhenti dan mata ku membulat sempurna. Sebuah meja yang di kelilingi beberapa sofa. Bukan. bukan tentang sofa maupun meja, bahkan beberapa cangkir di atasnya. Tetapi tentang kedua orang yang tengah terduduk di sana.


Ku lirik si alien bodoh, dan ia hanya mengendikan kedua bahunya.


“Eomma, Appa.” Panggil ku dengan volume suara yang sangat pelan, hampir tak terdengar.


“Chanhyo putri ku. Kau baik-baik saja nak? Tak terjadi hal yang melukai mu?” Eomma menghambur memeluk ku, dan Appa sedikit mengacak-acak rambut ku.


“Eomma, Appa, sebenarnya apa maksud semua ini? mengapa kalian berada disini? Apakah ini Daegu?” tak ku indahkan pertanyaan eomma. Walaupun ada benarnya, aku memang hampir meregang nyawa.


Tak ada satupun yang menjawab ku. Mereka semua diam dan hanya tersenyum. Apakah ini lucu? Tolong jangan mempermainkan aku! Aku serius!


Eomma pun membimbing ku untuk duduk di sampingnya. Dan appa bersama si alien Luhan itu duduk berhadapan dengan kami.


~O~’


“MWOYA!?!” sungguh, mata ku mungkin saja sudah membulat sempurna. “Jadi, alien bodoh itu tidak berbohong?” aku menunjuknya, si alien kasar nan menyebalkan itu.


Eomma terkekeh, begitu pula Appa yang menepuk pundak alien bodoh itu. “ ia punya nama sayang, Xi Luhan. Jadi jangan memanggilnya dengan sebuatn alien. Dan umur kalian sepertinya sebaya.” Dan aku mendelik kesal ke arah al- ehm Luhan.


“baiklah. Lalu bagaimana aku dapat berada di sini? Maksud ku planet Nemoir. Dan bagaimana eomma dan appa juga berada di sini? Kalian tidak menggunakan roket antariksa bukan? Karena seingat ku, aku pun tidak.” Tanya ku asal, ini memang tak masuk akal. Roket antariksa? Sejak kapan uang ku cukup untuk menaiki benda besar itu?


“Kau ingat, ketika aku menolong mu dari iblis yang hendak membunuh mu itu? Ketika kau di Daegu.”


“Iblis? Kau berbohong? Untuk apa iblis membunuh ku? Memang aku pernah menculik anak iblis?” oke ini benar-benar pertanyaan yang tidak masuk akal.


“Hey! Aku serius!” alien-jangan tanyakan mengapa aku selalu memanggilnya alien, karena jawabannya adalah, aku sudah terbiasa dengan panggilan itu, itu lebih cocok menurut ku- terlihat mendengus. Aku hanya mengangguk.


“Iblis dengan jubah hitam itu adalah Lucifer. Beruntung saat itu aku menemukan mu, jika tidak mungkin saja kau sudah mati di tangannya.” Ia menatap ku remeh, baiklah kali ini dia menang.


“Menemukan ku? Kau mengikuti ku? Ternyata benar, kau penguntit.” Aku mencibir.


“Aissh molla!” sembari melepaskan topi di kepalanya. “Lelaki yang menggunakan topi ini, di dalam kereta, itu adalah aku.” Ia menyerahkan topinya kepada ku.


“Beberapa hari yang lalu aku sudah mencari mu di rumah atap, namun kau tak ada di sana. Beruntung ketika Lucifer itu hendak menyerang mu, aku sudah lebih dulu membawa mu pergi.”


Ada sedikit rasa takut yang terbesit kala aku mengingat kembali dengan apa yang sudah terjadi. “Lalu untuk apa Luhan datang menemui ku? Mengapa tidak eomma dan appa saja?” tanya ku.


“Appa menyuruh Luhan untuk menjemput mu. Begini nak, selama beberapa bulan kau tinggal di Suwon. Appa dan eomma tidak lah di Daegu, melainkan kami kembali ke planet Nemoir. Eomma, Appa, kau, maupun Luhan, bukanlah umat manusia bumi, tetapi penduduk asli planet Nemoir. walaupun perwujudannya memang sangat mirip dengan manusia bumi, tetapi tetaplah ada perbedaan. Kami memiliki garis biru yang melingkar pada leher.” Aku sedikit terkejut dengan penuturan Appa.


“Jika aku umat planet Nemoir, lalu untuk apa aku hidup di bumi? Mengapa tidak sejak lahir saja aku tumbuh di planet Nemoir?”


“Chanhyo sayang, kau berbeda. Kau berbeda dari para penduduk planet Nemoir yang lain. Kau adalah umat terpilih nak. Sama seperti Harabeoji mu, tetapi tidak dengan kami. Kami hanya umat planet Nemoir biasa yang bertugas untuk menjaga bumi, sedangkan kau sayang adalah umat terpilih yang harus menyelamatkan bumi nak.” Jelas eomma sembari membelai rambut ku, mencoba memberikan perhatian.


“Menyelamatkan bumi? Dan aku umat terpilih? Apa maksudnya?”


“Umat terpilih memiliki api biru di dalam darahnya. Saat kau berumur tiga tahun, tak sengaja kau terjatuh dan luka mu mengeluarkan darah yang bercampur dengan api biru. Sama halnya dengan harabeoji. Dan umat terpilih memiliki batu permata di dalam jantung mereka. Batu permata itu dapat menguntungkan maupun merugikan pemiliknya.” Ujar appa.


“Dengan batu permata itu, umat terpilih dapat menghancurkan ratu kegelapan planet Alste, pemimpin para iblis. Dan dengan batu permata itu pula kau dapat mati jika batu permata itu sudah berada di tangan ratu kegelapan. Batu permata itu dapat membuatnya bertahan hidup selama lima puluh tahun. Harabeoji mu meninggal ketika hendak membunuh ratu kegelapan, namun ia tak berhasil. Melainkan ia di bunuh oleh iblis planet Alste dan batu permata itu telah masuk ke dalam tubuh ratu kegelapan.”


Aku semakin tak mengerti dengan penjelasan eomma. “planet Alste?”


“Ya. Planet Alste adalah planet yang akan menghancurkan bumi. Perlahan dan perlahan, hingga gerhana ke dua belas nanti yang akan menjadi penentunya. Bumi sudah semakin buruk sayang. Kau tumbuh di bumi seperti halnya harabeoji yang harus merasakan perubahan bumi dan pada akhirnya kau harus melawan ratu kegelapan. Jika kau berhasil membunuh ratu kegelapan sebelum gerhana kedua belas, maka bumi tidak akan hancur dan dikuasai ratu kegelapan. Dan kami harap kau berhasil sayang.” Eomma mengusap bahu ku. Entah mengapa aku menjadi khawatir.


“Jika aku tak berhasil seperti harabeoji , apakah aku akan mati?” tanya ku.


“Tidak jika kau segera kembali ke planet Nemoir, lalu membunuh ratu kegelapan pada hari berikutnya sebelum gerhana ke dua belas.” Luhan menjawab.


“Kau tak perlu takut sayang walaupun planet Alste adalah planet dengan rumah para iblis. Kau akan di dampingi oleh Luhan. Ia adalah ketua Mashril di planet Nemoir ini. Kau tak perlu khawatir karena Luhan akan melindungi mu.” terang appa.


“Tetapi… aku tak tahu harus melakukan apa. Lagipula mengapa harus aku?” ku rasa aku sudah cukup takut. Yang benar saja? Jika saja aku sudah diberi tahu sejak awal, mungkin aku akan dapat mempertimangkannya dengan sangat matang. Lantas dengan ini? arrrgghh! Demi Tuhan aku takut!


“Tenanglah nak. Luhan akan mendampingi mu. Hanya kau yang dapat melakukannya sayang.”


“Tetapi eomma…”


“Untuk seluruh umat manusia bumi sayang.”


“Lantas, kapan aku harus melakukannya?”


“Malam ini saat bulan purnama.”




To Be Contined~



oke.... gimana? gimana? apakah readers penasaran? apakah ceritanya cukup membuat readers amused? atau malah sebaliknya? ya.... apapun itu, yang jelas uri hoobae mengucapkan terima kasih karena telah menyempatkan waktu readers untuk membaca karyanya ini.

dan kalau  dipikir-pikir, Hana -read author  diatas- itu satu tipe dengan author GSB *maaf tidak bermaksud mengumbar aib GSB sunbeanim(?) tapi emang kenyataannya sih. heheh*. mereka bermain dengan kesempatan menulis dan juga mood. jika ada mood tapi enggak ada kesempatan, cerita yang sebelumnya ingin ditulis pasti menghilang, dan begitu sebaliknya. jadi mohon dukungannya untuk Hana. dan karena ini juga fic chapter pertama dia.

oh iya, dia juga minta kritik dan saran readers sekalian. karena ini kali pertamanya dia membuat fic yang akan berlanjut *chapter maksudnya*, jadi dimohon kerjasamanya. tapi dia enggak memaksa kok, kalau readers mau tinggal mengetikan apa yang ingin readers sampaikan di kotak comment abis itu klik publikasikan.

oke, dari pada nanti jadi ngelantur. lebih baik aku segera menyingkir dari cuap-cuap kali ini. *soalnya Zelo udah narik-narik aku buat belajar bareng, maklumlah kita ada di line yang sama..*
see you guys....

Comments

  1. cerita apaan sih, pake nama-nama ala korea atau apalah ???

    ReplyDelete
    Replies
    1. siapa pun anda, kalau anda belum tau isi blog ini coba diliat dulu jangan marah-marah. blog ini berisi fanfiction yang pakai visual idol korea. karena itu namanya pun nama korea bukan ala-ala. kalau enggak berminat cukup tinggalin blog ini jangan bikin dosa buat diri sendiri.
      be wise ya :)

      Delete

Post a Comment

Popular Posts