[One-Shoot] The Final





cast :
  • Kris Wu  (EXO)
  • Kevin Park  (OC)
  • Lee Hara  (OC)
   - and other SM artist -




* Happy Reading :) *







Alunan musik klasik terus mengalun. Manambah kesan elegant pada café yang tak terlalu dipadati oleh pengunjung itu. Hanya sedikit orang saja yang mau meluangkan waktunya di tempat tersebut. Mungkin design serta interior café yang terlihat seperti telah termakan usia, membuat sebagian orang lebih memilih menghabiskan waktu mereka di tempat yang lebih masa kini. Namun tak bagi sepasang insan yang tengah menikmati indahnya pemandangan dihadapan mereka dengan musik-musik klasik itu.



Dengan ditemani segelas jus strawberry dan secangkir mochachino, kedua insan itu larut dalam perbincangan ringan yang sanggup membuat orang lain yang melihat mereka merasa iri. Mereka seperti tak memperdulikan fakta bahwa dunia ini tak hanya dihuni oleh mereka, tetapi masih banyak penghuni lain yang juga menempati dunia ini. Dan, oh ayolah.. hal seperti ini tak mungkin tak dialami oleh orang lain. Bukankah sudah menjadi sebuah tradisi bagi sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta, dan bahkan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang hanya berstatuskan 'teman' saja pun pasti pernah mengalami hal serupa.



Kembali kepada sepasang cucu Adam dan Hawa yang masih terlarut dalam dunia yang mereka buat. Mereka -seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tengah menikmati pemandangan dari dalam café-, tak henti-hentinya melempar canda antara satu dengan yang lain. Jika ditelisik lebih lanjut mengenai candaan-candaan yang mereka lontarkan, mungkin akan ada sebagian orang yang menganggap bahwa candaan itu sama sekali tak lucu. Namun kembali lagi kepada keadaan yang tengah menyelimuti mereka, pasti apa pun akan menjadi lucu. Tak jarang, candaan-candaan itu membawa mereka pada sebuah situasi dimana tangan mereka saling berikatan satu dengan yang lain. Bahkan terkadang tangan kekar milik sang lelaki membelai lembut wajah gadis yang duduk disebelahnya.



Hingga keadaan berubah saat seseorang yang tak terduga muncul dihadapan mereka. Sosok itu merupakan sosok laki-laki yang menjadi idola bagi sebagian besar remaja perempuan dibelahan dunia ini. Laki-laki dengan tubuh tingginya, serta tatapan mata yang mampu membuat siapa pun yang melihatnya seakan terhipnotis. Namun jangan melupakan fakta yang sudah sangat jelas, bahwa laki-laki itu memiliki wajah yang tampan. Bahkan sangat tampan.



Sang gadis mengernyitkan dahinya, begitu pun dengan laki-laki disampingnya. Rasa bingung melanda mereka saat melihat sosok itu. Bahkan tak hanya bingung, rasa ketakutan juga tiba-tiba saja ikut muncul dibenak sang laki-laki.



"bisakah kita bicara sebentar Hara-ah?" Tanya sosok itu sopan.



Ya.. gadis itu bernama Hara. Tepatnya Lee Hara, gadis yang masih menatap sosok itu dengan kebingungan. Bagaimana tidak? Coba kalian memposisikan diri kalian sebagai Hara. Apakah kalian tak akan bmerasakan apa yang dirasakan Hara atas kumunculan sosok itu? Terlebih ia bukanlah orang biasa. Sedangkan Hara, ia hanya seorang mahasiswi jurusan kedokteran salah satu universitas di Seoul.



Hara kembali tersadar saat sosok itu melambaikan tangannya tepat dihadapannya. Ia melirik sekilas pada laki-laki yang duduk disebelahnya, namun laki-laki itu seperti tak memberikan reaksi yang berarti. Namun setak peduli serta sedingin apa pun seorang Lee Hara menurut teman-temannya, tetapi ia tetap mengetahui bahwa laki-laki disebelahnya sedang dalam keadaan yang tak terlalu baik. Tanpa ditebak, Hara meraih tangan laki-laki itu -yang berada dibawah meja- dan menggenggamnya. Dan berhasil. Sang laki-laki menatapnya. Namun tak lama, laki-laki itu memalingkannya dan beralih menatap sosok yang masih berdiri disamping meja café yang tengah mereka tempati.



"kalau kau ingin bicara, katakan saja disini." Ucap sang laki-laki yang langsung membuat Hara membulatkan matanya.



Bukan ini tujuannya menggenggam tangan laki-laki itu. Bukan agar laki-laki itu mengucapkan kalimat seperti itu.



Sosok itu menghela nafasnya kasar. Seakan ia tahu bahwa keadaan akan berujung tak baik. "aku hanya ingin berbicara dengan Hara." Jawab sosok itu masih dengan emosi yang terkendali.



"oh yah? tapi sayangnya aku tak akan mengizinkanmu untuk berbicara bahkan menyentuh sehelai rambut Hara sekali pun!"



Mendengar ucapan yang terdengar seperti ancman itu, tak membuat sosok tadi mundur. Ia malah mencoba untuk langsung berkomunikasi dengan Hara, dan sama sekali tak memperdulikan laki-laki itu.



"Hara-ah bisakah kita bica-" Belum sempat sosok itu mengakhiri ucapannya, laki-laki tadi telah lebih dulu melayangkan tinjunya. Membuat sosok tadi langsung jatuh terjungkal.



"bukankah sudah ku katakan. aku tak mengizinkan kau berbicara dengan Hara!!" Maki laki-laki itu sambil terus memukuli sosok yang entah sejak kapan telah berada diatas tubuhnya dan berganti memukuli dirinya.



Hara, gadis itu masih terpaku. Rasa keterkejutannya belum sirna hingga membuat ia tak dapat berpikir dengan baik.



"hentikan!!!" Teriak Hara namun tak mendapat respon apa pun dari kedua laki-laki yang tengah bertarung itu.



Tak mau menjadi seorang gadis bodoh yang hanya diam sembari menangis, Hara mengambil inisiatif untuk langsung merelai keduanya walau hal buruk yang akan terjadi, ia akan merasakan rasa sakit akibat pukulan yang tak seharuanya mengarah kepadanya.



"HENTIKAN!!!!" Teriaknya lagi sembari melepaskan cengkraman laki-laki tadi dari pakaian yang dikenakan sosok yang mengajak Hara untuk bicara.



Laki-laki itu bangkit dan langsung menatap Hara. Ia seperti meminta penjelasan tentang apa yang baru saja Hara lakukan.



"kenapa kau menghentikanku? apakah kau membelanya, ha?" Tanya laki-laki itu dengan nada suara yang agak meninggi.



"aku tak membelanya. apakah kau tak tahu, dimana kita sekarang? apakah kau tak melihat berapa pasang mata yang tengah melihat kearah kita? dan apakah ka-" Belum sempat Hara mengakhiri ucapannya, laki-laki itu telah lebih dulu menyelaknya.



"tsk! itu hanya alasan! bilang saja kau membela laki-laki ini!"



Mendengar ucapan itu, membuat amarah yang telah coba ia redam tak mampu lagi diredamnya. Oh begitu bodoh dirinya tadi yang mencoba merelai perkelahian itu. Seharusnya ia tak usah melakukannya. Bukankah lebih baik ia diam saja atau langsung pergi tanpa menghiraukannya.



"terserah kau saja Kevin-ah. aku tak peduli!!!" Hara meraih kunci mobilnya dan langsung berjalan pergi meninggalkan café. Namun belum sempat tubuhnya berdiri di depan pintu, sosok-sosok yang sama sekali tak pernah ia pikirkan akan bertemu, tertangkap oleh indera penglihatannya.



"jadi mereka juga berada disini." Gumamnya singkat dan langsung berjalan pergi.




° ° ° ° ° ° ° ° ° °




Hara memarkirkan mobilnya di dalam basement bangunan bertingkat yang untuk pertama kalinya ia datangi. Bukan tanpa alasan ia mendatangi tempat itu. Malah boleh dibilang alasan yang mendasari kedatangannya sangatlah kuat dan berdasar.



Hara turun dari mobilnya dengan membawa dua buah tas tenteng berwarna coklat, dan tak lupa selembar kertas kecil yang ia genggam pada tangan kanannya. Ia segera berjalan menuju lift dan menekan salah satu dari deretan angka yang tertera pada dinding lift itu.



Tepat saat angka penunjuk lantai menunjukan angka 1 dan 4, suara dentingan terdengar bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Hara segera berjalan keluar dan langsung mencari roomtag dengan anka 1412 yang terpasang pada salah satu pintu dilantai tersebut. Tak lama, ia telah berdiri di depan pintu berwarna putih dengan nomor roomtag yang dicari. Segera ia menekan bell dan menunggu sosok di dalam untuk membuka pintunya.



Cukup lama Hara berdiri disana dengan perasaan yang tak terlalu baik. Otaknya terus bekerja memikirkan ketakutan-ketakutan yang mungkin terjadi dan mungkin tidak. Namun selang beberapa saat, pintu putih itu terbuka. Menampakanse sosok laki-laki dengan matanya yang bulat.



"oh Hara-ah.." Sosok itu sedikit terkejut saat mendapati sosok Hara-lah yang menekan bell tadi.



"oh annyeong Kyungsoo-ah. apakah Kris ada?" Tanya Hara sedikit berbisik pada sosok laki-laki bernama Kyungsoo itu.



Sesaat Kyungsoo memperhatikan Hara. Namun tak lama, ia mempersilahkan Hara untuk masuk. Ya.. setidaknya ia tahu kenapa Hara bisa datang sepagi itu.



"aku membawakan ini untuk kalian. tak terlalu banyak, tapi semoga ini cukup dan kalian menyukainya." Ucap Hara sembari menyerahkan salah satu tentengan yang dibawanya pada Kyungsoo.



"eo gomawo. oh iya, yang lain ada di ruang tengah. kau langsung saja kesana. aku ingin ke dapur dulu." Ucap Kyungsoo yang langsung pergi meninggalkan Hara.



Dengan sedikit kikuk, Hara berjalan menuju ruang tengah yang tadi sempat ditunjukan Kyungsoo padanya. Kini dibenaknya hanyalah satu, segera bertemu dengan Kris dan meminta maaf atas insiden yang terjadi kemarin siang.



Samar-samar Hara sudah mulai mendengar suara keributan-keributan kecil dari ruang tengah. Namun saat ia memasuki ruangan itu, suara-suara tadi tiba-tiba saja menghilang dan berganti dengan keheningan.



Hara merundukan badannya. Rasa kikuk yang sebelumnya ia rasakan semakin bertambah saat ia melihat sosok-sosok yang langsung terdiam saat melihat kedatangannya.



“annyeonghasaeyo..” Hara merundukan badannya. Dan begitu pula dengan sekumpulan laki-laki yanng masih menatapnya dengan terkejut.



"hm~ maaf mengganggu. tapi apakah Kris ada?"



Sosok-sosok itu saling melempar pandang sesaat setelah mendengar pertanyaan Hara. Namun salah satu diantara mereka tiba-tiba saja berdiri dan berjalan menghampiri Hara.



"ada. dia ada di kamarnya. mariku antar." Ucap sosok itu sembari menunjukan dimana kamar Kris.



Sosok itu mengetuk singkat pintu kamar yang bercatkan warna putih itu. Ia memanggil nama sang pemilik kamar, seperti meminta izin untuknya membuka pintu.



"siapa?"



"ini aku Luhan." Balas Luhan.



"masuklah." Ujar Kris dari dalam. Mendengar itu Luhan segera menekan gagang pintu dan mempersilahkan Hara masuk. Sesaat Hara kembali merundukan tubuhnya, berterima kasih pada sosok Luhan yang telah mengantarnya menuju kamar Kris. Sementara Luhan, ia membalasnya dengan tersenyum bagaikan seorang malaikat.



Setelah pintu terbuka, Luhan pergi meninggalkan Hara. Ia seperti tak ingin terlalu jauh menyertakan dirinya dalam permasalahan antara Hara dan juga Kris. Walaupun pada kenyataannya, rasa keingintahuannya kini tengah mencapai batas tak normal.



"mmm~ apakah kau sedang sibuk?"



Masih dengan berdiri di depan pintu, Hara berusaha mengalihkan fokus Kris dari buku yang dibacanya dengan kedatangannya. Sebenarnya ia sama sekali tak tahu harus berkata apa saat bertemu dengan sosok pria itu. Terlebih rasa canggung kini tengah menggelayut dibenaknya. Tapi ayolah, tak mungkinkan jika ia hanya berdiri disana sampai Kris menyadari kedatangannya. Mau sampai kapan ia harus berdiri mematung di tempat itu.



Mengenali suara yang baru saja mengalun ditelinganya, Kris menutup buku dihadapannya dan beralih menatap sosok yang tengah berdiri di depan pintu. Ia sedikit terkejut saat melihat sosok itu. Walaupun ia mengenali suaranya, tetapi telinga dapat salah bukan?



Kris menelan salivanya. Masih tak mempercayai apa yang tengah dilihatnya. Oh jangan bangunkan ia jika itu hanyalah mimpi.



Hara menggaruk tengkuknya sebelum berjalan mendekati ranjang dimana Kris tengah berada. Seluruh rangkaian kata serta rencana yang telah dibuatnya semalam hilang begitu saja. Bagaikan tertiup angin kencang, atau lebih parahnya bagaikan hilang ditelan bumi. Sedangkan Kris, sama halnya dengan sosok gadis disampingnya, ia juga tak berkata sepatah kata pun.



Sesaat hanya kebisuan yang ditemani dengan keheningn yang tengah menyelimuti kedua anak manusia itu. Tak ada yang membuka mulut, bahkan helaan nafas pun bagaikan BBM langka yang harus dicari kebeberapa SPBU.



Merasa gerah dengan situasi itu, Kris mencoba untuk mengalahkan egonya dengan membuka pembicaraan terlebih dahulu. "ada apa? kenapa kau datang ke dorm?" Tanyanya dengan intonasi seorang Kris EXO -dingin dan tak beremosi-.



Dan kini giliran Hara yang terlihat kesulitan menelan salivanya. Dan lancangnya lagi, jantungnya kini berdegup dengan teramat cepat. Membuat sensasi aneh menjalar disekujur tubuhnya.



"eemm~ aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin. dan terlebih meminta maaf atas nama-"



"sudahlah. kalau masalah itu lupakan saja." Potong Kris yang seperti enggan untuk mendengar lanjutan permintaan maaf Hara. Bagaikan teriris lalu dilumuri cairan garam. Ia takut merasakan hal itu jika ia tetap membiarkan Hara menyelesaikan ucapannya.



Mereka kembali diam. Tak ada yang bergeming. Bahkan tak terjadi kontak sedikit pun. Kris memandang lurus ke depan, sedangkan Hara, gadis itu menundukan wajahnya.



Hara kembali menelan salivanya. Jari jemarinya saling bertaut. Bahkan terlalu kencangnya hingga membuat darahnya tak mengalir dengan benar.



Hara menghela nafasnya. Mengangkat kepalanya dengan seluruh keberanian yang ia miliki. "apakah itu sakit?" Tanya nya sembari menunjuk memar yang menghiasi wajah tampan Kris.



Kris tersenyum. Entah karena senang atau merasa aneh dengan pertanyaan itu. Well, pertanyaan yang sesungguhnya tak perlu ditanyakan oleh seorang gadis berumur sembilan belas tahun, namun Hara malah menanyakannya dengan ekspresi kekanakan.



"kenapa? apakah ada yang lucu?" Hara memperhatikan dirinya. Ia nampak bingung sekaligus risih saat Kris hanya tersenyum padanya.



Kris hanya diam. Ia seakan terhipnotis akan paras gadis dihadapannya. Ia merasa begitu beruntung bisa mengenal Hara. Walaupun akhirnya nanti, hatinya akan merasa sakit.



" em aku membawakan ini untukmu. ini cream yang bisa menutupi memarmu sekaligus mengobatinya."



Hara mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tas tenteng yang dibawanya. Ia menyerahkan kotak itu pada Kris. Kris memperhatikan benda itu yang kini sudah berpindah tangan ke tangannya.



Hara menjentikan jarinya saat melihat raut kebingungan pada wajah Kris. Dengan cepat ia kembali mengambil kotak cream tersebut.



"aku akan memberikan contoh padamu." Ucap Hara.



Hara mendudukan tubuhnya ditepi ranjang. Membuka tutup kotak tersebut, dan mengambil sedikit cream itu. Ia oleskan cream tersebut pada ujung bibir Kris yang berwarna keunguan. Dengan lembut dan hati-hati, jari jemarinya bergerak menyentuh setiap inci wajah Kris yang dipenuhi dengan memar akibat perkelahian yang terjadi kemarin.



Awalnya Kris terkejut, dan tak menyangka bahwa gadis yang selalu berlaku layaknya seorang anak kecil berumur enam tahun dapat melakukan hal yang.... ya, tanpa dijelaskan pun pasti kalian sudah tahu. Walaupun begitu Hara tetaplah seorang gadis yang telah menginjak usia sembilan belas tahun dan bukan enam tahun. Dan Kris tetaplah Kris. Sekalipun ia adalah seorang idol tetapi ia tetap seorang laki-laki normal.



Tanpa sadar, matanya terus bergerak memperhatikan wajah gadis dihadapannya. Setiap inci wajah gadis itu. Mulai dari mata, hidung, rahang, hingga berakhir pada bibir tipis Hara.



Seakan tak memperdulikan Hara yang masih mengoleskan cream pada wajahnya, Kris malah mendekatkan wajahnya pada wajah Hara. Dekat dan semakin dekat. Hingga kini bibir Kris telah mendarat dengan sempurna pada permukaan bibir Hara.



Hara yang terkejut, segera mendorong tubuh Kris. Ia sempat terdiam. Mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun tak lama berselang -saat ia telah menyadarinya-, Hara bangkit dan berjalan meninggalkan kamar Kris.



Kris tak tinggal diam saat melihat Hara hendak menekan gagang pintu. Yang ada dipikirannya kini hanya ia tak ingin Hara pergi meninggalkannya. Dengan cepat ia bangkit dan menghentikan Hara. Menarik tangan gadis itu dan mendorongnya kedinding. Kris langsung mengunci pergerakan Hara dengan meletakan kedua tangannya dikedua sisi tubuh Hara.



Kris menatap dalam pada manik mata Hara -gadis yang masih terlihat begitu terkejut-. Dan tak lama, ia kembali mendaratkan ciumannya pada bibir Hara -dengan tanpa meminta persetujuan dari Hara terlebih dahulu-. Ciuman yang tak menuntut dan tak bernafsu. Hanya sekedar menempelkan kedua bibir mereka.



Namun, semakin lama ciuman itu berubah. Kris semakin menunjukan bahwa ia menginginkan gadis yang tengah diciumnya itu seutuhnya. Ia mulai meminta lebih dari sekedar menempelkan bibir. Karena Hara tak kunjung membuka mulutnya, Kris mulai menggigit bibir Hara. Membuat Hara mengerang dan secara otomatis membuka mulutnya. Mengetahui itu, ia langsung memasukan lidahnya ke dalam mulut Hara. Membuat mereka secara tak langsung saling bertukar saliva. Kris mulai mencium Hara dengan ganas. Lidahnya terus bergerak menjamah keseluruh rongga mulut Hara.



Berkali-kali Hara mencoba untuk menghentikan Kris. Mulai dari mendorong tubuh laki-laki itu, dan berbagai macam cara lainnya telah ia coba. Namun sebanyak apa pun ia mencoba, Kris akan tetap menciumnya. Bahkan ciuman itu akan menjadi semakin dalam dan semakin menuntut.



Hara mulai kehabisan nafas. Nafasnya tak sepanjang nafas laki-laki yang masih menciumnya. Beruntungnya saat Hara merasa bahwa ia akan mati karena kehabisan nafas, seseorang mengetuk pintu kamar Kris. Membuat Kris mau tak mau menghentikan ciumannya. Dan Hara segera memburu nafas saat bibir Kris sudah tak lagi menjamah bibirnya.



Kris membuka pintu. Dan terlihatlah sesosok laki-laki yang mengenakan t-shirt abu-abu disana. Laki-laki itu menatap Kris dari atas hingga bawah. Dan setelah itu ia menggelengkan kepalanya.



"ckck kau belum mengganti pakaianmu. lihatlah member-membermu yang lain. mereka telah siap." Ucap laki-laki itu sembari bersedekap. Kening laki-laki itu sempat berkerut saat ia menyadari ada sosok Hara disana. Laki-laki itu memicingkan matanya. Menatap Hara dan kemudian beralih menatap Kris dengan tatapan meminta penjelasan. Hara yang menyadarinya, segera membungkukan tubuhnya.



"ah mian manager-nim. biar aku jelaskan diluar." Ujar Hara sembari mengajak laki-laki itu keluar.




Selang lima belas menit, Kris telah siap seperti teman-teman se-groupnya. Namun pikirannya kini tengah dipenuhi oleh seorang gadis bernama Lee Hara. Apa yang dibicarakan oleh laki-laki tadi dengan Hara? Apa yang terjadi pada Hara? Apakah laki-laki itu berbicara kasar padanya? Dan masih banyak lagi 'apakah dan apa' yang tengah menghuni pikiran Kris. Namun nampaknya semua yang ia pikirkan hanya sebuah pikiran tak berarti. Karena saat ia melihat kemunculan laki-laki itu, ekspresi serta mimiknya masih tak berubah.



"ayo cepat kalian ke van. kita sudah diburu waktu!!" Ujar sosok itu sembari menepukan tangannya beberapa kali sebagai tanda bahwa kedua belas member EXO itu harus segera bergegas menuju van mereka.



Kris menghela nafasnya sesaat setelah sosok itu pergi. Ia tahu bahwa Hara tak mungkin berkata bodoh atau melakukan sesuatu yang akan membawa dirinya dan tentunya diri gadis itu kedalam masalah. Walaupun ia baru mengenal Hara beberapa bulan belakangan ini, namun Kris yakin bahwa Hara bukanlah gadis yang suka mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Lalu untuk apa sejak tadi ia mengkhawatirkan gadis itu?




° ° ° ° ° ° ° ° ° °




     2 weeks later......



Hara kembali melajukan SUV-nya keluar dari sebuah pekarangan dimana terdapat rumah nan besar yang berdiri kokoh ditengahnya. Ia merasa senang bisa datang ke tempat dimana ia tumbuh selama ini. Terlebih sudah hampir dua belan ini ia tidak bertemu dengan orang tuanya -walaupun mereka sama-sama tinggal di Seoul-, mengingat sepadat apa jadwalnya sebagai seorang mahasiswi. Namun rasa senang itu berubah seketika saat ia mendengar alasan kenapa ayahnya memintanya atau lebih tepatnya memaksanya untuk bertemu.



Hara tak habis pikir dengan ayahnya. Oh ayolah.. ia seorang mahasiswi jurusan kedokteran. Ingat kedokteran! Dan dalam juruasan yang dipilihnya, ia sama sekali tak mendapatkan pembelajaran tentang not balok, not angka, ritme, irama, beat, lagu, atau tari yang berhubungan dengan dunia ke-entertainment-an. Namun bagaiman bisa laki-laki paruh baya itu memintanya untuk kembali menyumbangkan waktu, tenaga, serta bakatnya ke dalam dunia itu.



Hara tahu dirinya menyukai dunia musik, terlebih ia memiliki sedikit bakat dalam dunia itu. Dan dia juga tahu kalau ayahnya berteman baik dengan pendiri agency besar itu. But come on..... ia seorang calon dokter. Dokter! Bukan calon penulis lagu. Bukan calon composser. Dan bukan calon apa pun yang berkaitan dengan dunia ke-musikan.



Tapi seorang ayah tetaplah seorang ayah. Ia tak mungkin menolaknya. Ralat, bukan menolak -karena sesungguhnya ia telah menyampaikan berbagai macam alasan untuk menolak permintaan laki-laki paruh baya itu-, tapi memaki laki-laki itu -karena ia tak menginginkannya- sebab ia tak mau menjadi anak yang durhaka. Terlebih karena ia tengah melakukan misinya untuk tak berhubungan lagi dengan orang-orang yang berasal dari agency besar dimana DBSK, Super junior, hingga yang terbaru Henry dilahirkan. Dan lagi, hubungannya dengan Kevin sedang tak berjalan dengan baik semenjak insiden dimana Kevin dan Kris berkelahi.



Tapi mau bagaimana lagi, sosok laki-laki paruh baya itu tak menerima penolakan, sekalipun Hara adalah anaknya sendiri. Dan tanpa ia sadari, SUV-nya telah terparkir di area parkir bangunan agency besar itu.



Hara menghela nafasnya berat. Untuk saat ini hanya mental-lah yang harus ia persiapkan. Bukan penolakan-penolakan, karena hal itu sudah tak berguna lagi. Walaupun terselip rasa senang karena bisa bertemu dengan sosok Donghae dan Sungmin yang selalu memperlakukan dan menganggapnya seperti adik perempuan mereka sendiri, dan begitu pun sebaliknya. Namun tetap saja kemungkinan ia bertemu dengan sosok Kris ada.



Hara keluar dari mobilnya. Berjalan menuju pintu utama bangunan bertingkat itu. Ia memasuki bangunan itu dan segera berjalan menuju lift. Selama lift bergerak, otaknya juga ikut bekerja memikirkan cara-cara yang bisa menyelamatkan dirinya jikalau ia bertemu dengan sosok bernama Kris ditempat itu.



Suara dentingan terdengar tepat dilantai tiga, tempat dimana ia akan menyalurkan bakatnya sesuai permintaan sang ayah. Hara segera berjalan keluar menuju ruangan yang sengaja ataupun tidak, berada di koridor yang tak terlalu sering didatangi oleh orang-orang yang tak mempunyai kepentingan disana. Dan ia sangat mensyukuri hal itu, karena presentasi ia bertemu dengan Kris ditempat itu sangatlah kecil.



Hara melangkahkan kakinya sembari mengotak-atik benda berbentuk persegi panjang yang akan selalu menjadi benda favoritnya. Namun langkahnya terhenti saat telinganya samar-samar mendengar namanya tersebut didalam ruangan dimana ia tengah berdiri di depannya. Ia mengenali suara itu. Bahkan sangat mengenalinya.



Hara berinisiatif untuk melihat ke dalam, karena beruntungnya pintu ruangan itu tak tertutup sepenuhnya.



"Donghae-ah, kau berilah pengertian kepada Hara. kau kan sangat dekat dengannya."



"atau tidak, kau saja Sungmin-ah. kau kan juga dekat dengan Hara."



"ya aku setuju. bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau seorang dokter menjalin hubungan dengan sesama dokter, pasti hubungannya tak akan berjalan dengan lancar. terlebih Hara dan laki-laki bernama Kevin itu barulah seorang calon dokter."



Donghae menyenderkan tubuhnya. Ia menghela nafas berat. Rasanya untuk melakukan apa yang diminta oleh orang-orang itu tak semudah seperti membalikan telapak tangannya.



"aku tahu hyung. aku pun akan lebih memilih jika Hara bersama dengan mu Kris-ah. tapi........ untuk berbicara dengannya-" Donghae menggantungkan ucapannya. Ia kembali menghela nafas sebelum kembali melanjutkannya.



"hh~ itu cukup sulit hyung. aku tak terlalu yakin."



"tapi Donghae hyung. hyung kan juga melihat, bagaimana seorang Kevin waktu ia memukul Kris hyung. coba hyung pikirkan lagi."



Donghae menelan salivanya. Hati dan pikirannya tengah tak sejalan hingga membuatnya harus berpikir keras untuk menemukan titik terang dari pembicaraan yang sebenarnya sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kehidupannya. Mengingat ia bukan keluarga ataupun kerabat Hara. Ia hanya seorang Lee Donghae Super Junior, laki-laki yang ingin memiliki seorang adik perempuan dan beruntungnya ia bertemu dengan Hara.



"aku tahu dan aku mengerti kalau kalian sangat peduli dengan Kris dan tentunya Hara. tapi aku tak memiliki hak untuk memintanya bersama denganmu Kris. semua itu harus kau sendiri yang berusaha. tapi aku dan Sungmin hyung akan mencoba untuk berbicara dengannya."



"ya. kami akan mencobanya. tapi kami tak janji kalau ia mau mendengarkan kami."



Hara mendengus. Tangannya terkepal seakan ia tengah menyalurkan rasa kesalnya. Ayolah.. ini kehidupan pribadinya. Tak seharusnya orang-orang itu ikut ambil andil di dalamnya.




° ° ° ° ° ° ° ° ° °




Jarum pendek telah menunjuk angka 6, sedangkan jarum panjang telah menunjuk angka 2. Dan tepat saat itu, Hara baru saja menyelesaian tugasnya -me-rearranged beberapa lagu dari artis-artis dibawah naungan agency besar itu, yang akan ditampilkan dengan ritme dan melody yang lebih unik-. Ia memang bukan staff tetap diperusahaan itu, tapi entah kenapa perusahaan itu mempercayainya untuk me-remix lagu-lagu yang kemungkinan besar akan ditampilkan disebuah event besar, seperti solo concert, family concert, atau acara musik akhir tahun.



Hara berdiri dari duduknya. Meregangkan otot-otot tubuh yang terasa pegal karena lebih dari enam jam ia terus saja duduk demi merampungkan pekerjaannya. Namun suara nyaring yang berasal dari ponselnya membuat ia menghentikan aktivitasnya.



"Sungmin oppa?" Gumamnya saat melihat nama penelphone pada screen ponselnya.



"yeoboseyo."


"..............."


"aku? em~ tidak. memangnya kenapa oppa?"


"..............."


"ah, bagaimana kalau kita bertemu di café dekat SM. kebetulan aku sedang berada didekat sana."


".............."


"ya. sampai bertemu nanti oppa."



Hara kembali menyimpan ponselnya di dalam saku celana. Ia kembali duduk. Menyenderkan tubuhnya, dan memejamkan mata sejenak.



"aku tahu ini akan terjadi. tapi aku masih belum bisa..”




° ° ° ° ° ° ° ° ° °




Hara memasuki café dimana ia akan bertemu dengan Sungmin. Pelayan café tersebut dengan sigap menyambut Hara, saat gadis itu memasuki café.



"ada yang bisa saya bantu nona?" Tanya pelayan itu dengan ramah.



Hara tersenyum. Namun matanya terus bergerak mencari-cari keberadaan Sungmin. Dan benar dugaannya bahwa laki-laki itu akan memilih tempat yang tak terlalu dipadati oleh pengunjung lain.



"ah tidak. terima kasih." Ujarnya. Hara merundukan badannya kepada pelayan café tersebut sebelum ia berjalan pergi meninggalkannya.



Hara berjalan menghampiri meja dimana sudah menunggu dua orang laki-laki tampan yang selalu menjadi pusat perhatian oleh seluruh masyarakat dunia. Tak perlu merapihkan dirinya terlebih dahulu, karena ia langsung mendudukan tubuhnya disalah satu bangku kosong yang ada dimeja itu.



"apakah oppa sudah lama?" Tanyanya sembari meletakan kunci mobilnya diatas meja.



"tidak. tidak terlalu lama untuk menunggu adik kecil kami yang sibuk ini." Ujar Sungmin sembari mencubit pelan pipi Hara.



"benarkah? oh iya, ada apa oppa memintaku bertemu? apakah oppa merindukan adik kecilmu ini?" Tanya Hara sembari menyunggingkan senyum kekanakannya yang membuat sosok Sungmin dan Donghae tak dapat menahan tawa mereka.



"aish tentu saja Lee Hara. kami bahkan sangat merindukan mu."



"hm~ benarkah? apakah hanya karena oppa merindukanku?" Pancing Hara yang mulai merasa jengah dengan pembicaraan yang terlalu mengulur waktunya itu.



Sontak Sungmin dan Donghae saling melempar pandang. Mereka tak memperkirakan sebelumnya bahwa Hara yang memulainya terlebih dahulu. Well, bukankah wajar jika Hara yang memulainya. Bukankah ketika permasalahan ini berawal, kedua sosok itu juga berada di café yang sama dengan Hara, Kevin, dan Kris, bersama dengan beberapa orang lainnya yang diketahui bernama Sehun, Taemin, Siwon, Jongin, Minho, dan juga Yixing.



"oppa sebenarnya apa yang ingin kalian bicarakan?" Tanya Hara langsung dengan intonasi yang masih normal.



Sungmin menghela nafasnya. Ia seakan membuang seluruh bebannya bersama dengan helaan itu.



"em~ sebenarnya bagaimana hubungan mu dengan Kevin?" Tanya Sungmin hati-hati.



Hara tersenyum. Entah senyum apa yang ia tunjukan. Namun yang pasti, Hara telah memperkirakan pertanyaan seperti itu.



"menurut oppa bagaimana?" Tanyanya ambigu.



Kembali, Sungmin dan Donghae terlihat terkejut. Mereka seakan tengah menghadapi sebuah bom waktu yang siap meledak kapan saja jika mereka tak berhati-hati.



"Hara-ah, sebelumnya kami tak bermaksud untuk mencampuri kehidupan pribadimu. tapi, kami tak ingin diam saja karena kami menganggap kau seperti adik kami sendiri,-" Donghae menggantungkan ucapannya. Berpikir sejenak guna merangkai kata-kata yang tak akan menyinggung Hara.



"apakah kau tak bisa memikirkan kembali tentang hubungan mu dengan Kevin? ah maksud oppa...... eemm~ bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau hubungan seorang dokter dengan dokter tak akan berjalan baik. terlebih lagi-"



"aku dan Kevin baru seorang calon dokter, begitukan oppa?" Hara langsung menyenderkan tubuhnya setelah mengucapkan kalimat itu. Namun matanya tetap menatap Sungmin dan Donghae.



"apakah oppa juga ingin membujukku untuk memikirkan hubunganku dengan Kris? oh maksudku Kris oppa, eo?" Sambung Hara yang semakin membuat sosok Donghae dan Sungmin seakan kehabisan kata-kata hinga membuat mereka hanya mampu mengangguk.



Hara menghela nafasnya. Oh ayolah, ini kehidupan pribadinya. Apakah harus orang-orang itu ikut mengurusinya? Walaupun mereka sudah seperti saudara, tetapi mereka bukanlah saudara kandung. Bahkan saudara kandung sekalipun tak seluruhnya mau mencampuri masalah saudaranya seperti ini.



Keadaan menjadi hening. Hara hanya diam. Begitupun dengan Donghae dan Sungmin. Mereka telah benar-benar kehabisan kata-kata untuk diucapkan.



Hara menundukan kepalanya. Memejamkan mata. Mencoba meredam emosinya yang tengah tak stabil. Namun tiba-tiba kemunculan seseorang, ah maksudnya beberapa orang lain membuatnya seakan tersambar oleh petir.



"maaf karena oppa tak memberitahumu bahwa Kris juga berada disini." Ucap Sungmin menyesal saat ia menyadari bagaimana raut gadis yang ia sebut sebagai adik kecilnya itu, saat Hara melihat siapa sosok yang tengah berdiri disamping meja yang tengah ia serta Sungmin dan Donghae tempati.



Sementara Hara, ia hanya mampu menghela nafasnya. Ia tak mungkin pergi begitu saja. Ia juga tak mungkin memundurkan waktu kembali kesaat dimana ia baru akan sampai, karena ia tak mempunya kemampuan untuk melakukan itu.



Kris serta Luhan, Joonmyun, Jonghyun, Siwon, dan Ryeowook langsung menempati tempat kosong dimeja itu. Dan Hara, ia kembali merutuki kebodohannya karena tak menyadari alasan lain kenapa Donghae dan Sungmin memilih tempat itu. Oh ayolah, tempat itu bisa digunakan untuk lebih dari lima orang. Dan Hara tak menyadarinya sama sekali!!



Setelah kemunculan keenam orang itu, keadaan tetap tak berubah. Hening masih mendominasi mereka. Menguasai pikiran serta raga mereka. Hingga kejengahan yang dirasakan Hara membuat gadis itu segera meraih kunci mobilnya dan hendak pergi dari tempat itu. Namun pengakuan dari Kris membuat ia tak dapat bergerak untuk beberapa saat, dan sekaligus mengurungkan niatnya untuk pergi.



"aku menyukai mu Hara. aku menyukai mu! ku mohon, kau jangan pergi."



Hara menelan salivanya. Bahkan terasa sangat sulit untuk melakukannya. Nafasnya menjadi memburu. Oh jangankan nafasnya, jantungnya juga ikut berdetak dengan kecepatan yang melebihi batas normal. Inikah yang ingin dikatakan laki-laki itu waktu itu?



Hara mencoba untuk menatap laki-laki itu. Namun urung, saat tiba-tiba saja sosok Kevin muncul dihadapannya. Hara membulatkan matanya. Oh ayolah kenapa harus selalu seperti ini? Pertemuan yang menyiksanya ini kenapa harus kembali terjadi??



Hara tak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Rasanya lidahnya kelu untuk ia berbicara. Otaknya juga tak bisa ia gunakan untuk berpikir.



"jadi karena ini, belakangan kau sulit sekali ku temui."



Lontaran Kevin berhasil membuat Hara seperti kembali disambar petir. Perasaannya seperti tengah ditusuk dengan sebilah pedang yang teramat tajam. Hara mencoba untuk menjelaskannya, namun nampaknya kali ini Kevin tak ingin mendengar apapun dari mulut Hara. Ia lantas pergi dan hal itu spontan membuat pelupuk mata gadis itu dipenuhi oleh genangan air yang siap melesat jatuh.



"Hara-ah.." Donghae berjalan menghampiri Hara. Mencoba merengkuh adik kecilnya itu, namun Hara langsung menepisnya dan pergi meninggalkan tempat itu.




° ° ° ° ° ° ° ° ° °




Mentari telah kembali berubah menjadi bulan. Angin juga telah berhembus semakin kencang. Jalan-jalan pun telah mulai sepi dari para penggunanya dikarenakan prakiraan cuaca yang mengatakan kalau malam ini hujan deras akan mengguyur ibukota.



Masih dengan perasaan yang kacau, Hara mengendarai mobilnya. Menembus rintikan hujan yang mulai jatuh membasahi bumi dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia tidak gila. Dan ia juga tak ingin membunuh dirinya sendiri. Namun otaknya terus memutarkan rekaman kejadian ketika di café, dan hal itulah yang membuatnya menjadi seperti itu.



"ayolah Kevin.. angkat." Gumamnya sembari terus menghubungi laki-laki bernama Kevin itu. Namun usahanya tak pernah membuahkan hasil. Setiap kali Hara menghubungi laki-laki itu, setiap kali itu pula panggilannya berakhir pada suara seorang wanita yang memintanya untuk meninggalkan pesan.



Hara mengerang frustasi. Ia lemparkan ponselnya ke kursi penumpang. Dan kembali menambah kecepatan kendaraannya.




° ° ° ° ° ° ° ° ° ° °




     September 9, 2013.



Hara segera mengenakan sepatunya saat jam yang terpasang didinding kamarnya telah menunjukan pukul setengah lima pagi. Ia segera meraih tasnya dan berjalan keluar. Sesaat ia tatap kamarnya dan menghela nafas.



"sampai bertemu lagi." Gumamnya pelan.



Hara kembali berjalan keluar dari apartmentnya. Ia segera menghampiri lift bangunan bertingkat itu, dan menekan tombol lantai 1 pada dinding bagian kanan lift.



Selama lift bergerak. Selama itu pula kejadian-kejadian yang terjadi satu bulan yang lalu berputar diotaknya. Kejadian yang membuatnya bagaikan manusia yang tak bernyawa. Oh ayolah.. ia selalu mencoba untuk bertemu dengan sosok laki-laki bernama Kevin. Tak peduli panas ataupun dingin, malam maupun siang, bahkan ia juga tak memperdulikan apakah ia telah makan ataupun belum. Namun usahanya tak pernah membuahkan hasil apa pun. Dan lebih parahnya lagi, setiap malam air matannya tak pernah habis untuk menangisi sosok laki-laki itu. Ia juga tak pernah fokus disetiap pelajaran yang diikutinya. Dan bukankah tepat jika ia dijuluki manusia tanpa nyawa?



Suara dentingan lift membuat Hara kembali tersadar dari segala macam kejadian yang tengah memenuhi otaknya. Namun otaknya tetap saja memutarkan kejadian-kejadian tersebut tiada henti.



"ahjussi tolong antarkan saya ke apartment di daerah gangnam." Pinta Hara pada laki-laki paruh baya yang merupakan supir pribadi keluarganya saat ia telah berada di dalam SUV-nya.



Saat mobil itu mulai melaju, saat itu pula ucapan wanita paruh baya yang ia panggil eomma terngiang ditelinganya. Ucapan yang akhirnya membuat ia memutuskan pilihannya. Pilihan yang sangat berat namun pilihan terbaik yang harus dipilihnya.




"sebongkah batu tak mungkin bisa hancur karena batu yang lain. begitupun kau dengan Kevin. kalian sama-sama berwatak keras, selalu ingin menjadi yang utama, hhh~ dan itu sulit Hara."




"nona, kita sudah sampai." Ucap laki-laki itu. Hara mengerjapkan matanya. Benar. Kini ia telah berada di depan bangunan bertingkat yang pernah ia kunjungi sebelumnya. Kenapa rasanya cepat sekali? Oh come on, bukankah ia terus saja melamun sepanjang perjalanan, eo?



Hara keluar dari mobilnya. Mengeratkan mantel yang dikenakannya, dan kemudian berjalan memasuki bangunan itu. Tujuannya bukan untuk bertamu karena ia tak mau dibilang gadis sakit jiwa yang datang dipagi yang terlalu pagi untuk bertamu. Tujuannya hanyalah satu, ia hanya ingin meletakan satu buah amplop yang dibawanya, kedalam kotak yang berada disalah satu pintu yang ada dibangunan itu.



Hara menghembuskan nafasnya. Menghilangkan berbagai macam perasaan yang menggelayut dibenaknya. Tak mau membuang banyak waktunya lagi -karena sudah hampir lima menit ia hanya berdiam diri memandangi pintu putih dihadapnnya itu tanpa melakukan apa pun-, Hara segera menyelipkan amplop yang ia bawa ke dalam kotak dan segera pergi meninggalkan tempat itu.




° ° ° ° ° ° ° ° ° °




Kris langsung terduduk setelah secarcik kertas yang berada digenggamannya telah selesai ia baca. Hatinya bagaikan teriris. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Menyusul sang pengirim surat, namun ia telah terlambat. Bahkan sangat terlambat. Yang dapat ia lakukan hanyalah menyesali kebodohannya.



"hyung apa isi surat itu?" Tanya Sehun dengan wajah yang begitu penasaran.



Sementara itu, Kris hanya terdiam. Ia benar-benar menyesal. Ia tak menyangka bahwa gadis itu akan memilih keputusan yang.... oh ayolah, keputusan itu tak pernah terpikirkan olehnya barang sedikit pun.



Sehun yang kesal dan juga penasaran akan surat itu, segera mengambilnya dari tangan Kris dan membacanya.




Untuk Kris...



Maaf untuk semuanya. Maaf untuk membuatmu menjadi seperti sekarang ini. Sungguh aku tak bermaksud. Mungkin ini egois, bahkan sangat egois. Karena aku lebih memikirkan perasaanku dibandingkan perasaanmu. Maaf Kris, maaf. Dan ketika kau membaca surat ini, mungkin aku sudah tak berada lagi di Seoul. Aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ku di German. Mungkin ini tak adil untukmu. Tapi aku terlalu pengecut untuk tetap melanjutkan kehidupanku disini.



Hhh~ sepertinya air dipelupuk mata ku sudah mendesak untuk keluar. Jadi lebih baik aku mengakhirinya. Terimakasih... terimakasih untuk semuanya. Dan bolehkah aku berkata jujur kepadamu untuk yang terakhir kalinya?? Semoga kau mengizinkannya. Walaupun kau tak mengizinkannya, tetapi aku akan tetap mengatakannya.



Hhmm.. aku tak tahu sejak kapan aku merasakannya, dan sejak kapan perasaan ini tumbuh. Tapi yang jelas, aku baru menyadarinya saat aku memutuskan untuk pindah ke German. Aku..... aku sepertinya memiliki perasaan yang sama dengan mu. Hhhh~ nampaknya aku menyukai mu Kris. Maaf aku baru menyadarinya. Hhh~ mungkin ini jahat untuk mu. Tapi itulah perasaanku kini. Sekali lagi aku minta maaf atas semuanya. Atas kebodohanku yang tak pernah mau melihat mu. Atas kebodohanku yang tak pernah mau menerima kehadiranmu. Dan atas kebodohanku yang baru menyadari perasaan ini. Sekali lagi maaf Kris.



Ahh sepertinya aku harus benar-benar pergi. Semoga kita bisa bertemu lagi, dan jaga kesehatan mu Kris.....



Lee Hara





F I N





yoohoooo~ i comeback *again!!* with the flat and absurd fic.*oh come on.. when could i make a 'wow' fic??*

oke, i don't want to linger. i just hope readers feel amused and satisfied (?) after read my fic. and sorry if my fic made readers feel dizzy or something like that lah~, because honesty i made this fic on the sidelines of exam.
and the last one before i go is...

see you guys and.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts