[One-Shoot] 7 Days in July





cast :
  • Lee Taemin
  • Byun Aehyun

Author : Hana (GIGS' Junior)






                18 Juli

Tepatnya di tahun 1993 aku dilahirkan, sebagai seorang Lee Taemin. Seorang lelaki yang begitu tak berpengalaman dalam urusan asmaranya. Lelaki yang bahkan terlalu bodoh untuk dikatakan sebagai pelindung.

Pantaskah aku mendapatkan dirimu yang begitu sempurna? Melindungi mu? Menatap kedua mata sayu mu? Menggenggam erat tangan mu? Merengkuh tubuh mungil mu? Berada di sisi mu selamanya?

Ketika takdir mempertemukan ku dengan dirimu. Ketika takdir mempersatukan kita. Ketika takdir mengharuskan kau menjauh dari ku. Aku akan selalu mencintai mu.

Aku tak akan pernah bosan untuk selalu menyebut namamu. Memikirkan mu. Tersenyum hanya karena dirimu. Sekalipun senyum itu hanya sebagai tanda penyesalan ku.

                19 Juli

Ditahun 1994 kau dilahirkan. Sebagai seorang gadis dengan nama Byun Aehyun. Gadis yang telah memporak porandakan isi hati ku.

Awalnya aku tak begitu tertarik dengan mu. Namun begitu Baekhyun hyung mempaparkan tentang diri mu, sedikit demi sedikit kau mulai mencuri isi hati ku.

Tepatnya ketika aku berkunjung ke kediaman keluarga Byun-tentunya menjadi kediaman Aehyun dan Baekhyun hyung. Kau dengan sopannya dan tutur bahasa yang lembut menyuguhkan minuman dan makanan ringan untuk ku dan Baekhyun hyung.

“Eung...Baek hyung, gadis itu? ia kerabat mu?”
“Ia adik ku. Byun Aehyun. Mau ku kenalkan?”
Aehyun, gadis yang penurut dan lembut, ia bukanlah gadis yang manja. Senyum yang manis dengan eyesmile. Ketika matanya yang sayu tengah terfokus akan terlihat begitu indah. Ah apakah itu daya tariknya?

Rambutnya yang panjang terkadang ia kuncir kuda ataupun ia biarkan terurai. Kulitnya yang putih bersih. Jari-jemarinya yang cantik. Aehyun sangat manis.

Aehyun bukanlah gadis yang senang bergosip seperti kebanyakan para murid perempuan di sekolahnya, membicarakan pria tampan maupun kejelekan guru-guru kejam di sekolahnya. Aehyun memang tak pandai bergaul, temannya pun dapat terhitung hanya dengan menggunakan jari. Aehyun memang bukan termasuk murid populer di sekolahnya, tetapi ia termasuk dalam golongan murid dengan otak yang cerdas.

Ah aku masih ingat jelas ketika sepupu ku membawa seorang gadis yang tak lain adalah Aehyun berkunjung ke rumah untuk belajar bersama-saat itu ia sedang menginap di kediaman keluarga Lee. Awalnya ku kira Aehyun adalah kekasih bocah tengil itu, maksud ku Kim Jongin, adik sepupuku, namun syukurlah Jongin dan Aehyun hanya berteman.

Tunggu, berteman?

Ah mengapa Aehyun dapat berteman dengan bocah tengil itu? Lelaki berkulit tan yang terobsesi dengan panggilan Kai.

Kau tahu apa saja yang selalu di lakukan bocah Kai dengan teman-temannya semasa sekolah menengah pertama kepada Aehyun? Yup! Mengganggu dan menggoda Aehyun! Lantas bagaimana Aehyun dapat berteman dengannya yang notabene gangster sekolah yang selalu mengganggu dan menggoda para murid perempuan terutama Aehyun? Apa mau mu Kim Jongin dengan selalu mengganggu Aehyun?

Bocah Kai kedapatan tengah berkelahi dengan para senior ketika jam telah menunjukan waktu untuk para murid kembali ke rumah. Kai hanya seorang diri dan itu memudahkan para senior untuk menghajarnya. Ah bocah Kai mendapatkan hukuman karena menjadi gangster sekolah.

Namun Aehyun segera menghentikan perkelahian itu, mengapa Aehyun terlalu baik? Maksud ku Aehyun tetap menolong Kai sekalipun fakta mengatakan bahwa Kai adalah orang pertama yang selalu mengganggunya.

Dan kau tahu? Bocah Kai yang dikenal sebagai gangster yang tak takut kepada siapa pun, kalah dalam berkelahi dan ia merasa malu karena Aehyun lah yang menolongnya. Ku fikir setelah itu Kai akan mengancam Aehyun untuk tidak membocorkan seorang-Kim-Jongin-yang-dikenal-sebagai-gangster-sekolah-kalah-dalam-berkelahi-melawan-para-senior, namun Kai dengan rasa bersalah meminta maaf kepada Aehyun. Ini sangat langka.

“Aehyun adalah penolong ku”

Kalimat itu selalu terngiang di fikiran ku setelah mendengar ribuan kata masa lalunya saat pertama kali berteman dengan Aehyun. Menurut Kai, Aehyun adalah penolongnya, malaikatnya. Entah mengapa dada ku terasa sesak setelahnya.

                20 Juli

Di tahun 2007, ketika Baekhyun hyung meminta ku membelikannya jabchae di kedai paman Moon. Ia memang pemalas, berbeda sekali dengan Aehyun.

Namun sesuatu terjadi berbeda dari apa yang ku bayangkan. Aehyun ada di sana. Tengah duduk seorang diri sembari melahap semangkuk tteokbokki.

Aku mencoba menghampirinya tanpa memanggilnya terlebih dahulu dan segera duduk berhadapan dengannya. Ku lihat sebuah keterkejutan ketika ia mendapati ku tengah duduk di hadapannya-secara tiba-tiba.

“Annyeong Aehyun.”

“Annyeong Taemin oppa.”

“Apa yang kau lakukan di sini seorang diri? Dengan masih menggunakan seragam?”

“Ah aku menunggu Taemin oppa. Bukankah oppa meminta ku untuk bertemu? Setidaknya itu yang dikatakan Baekhyun oppa kepada ku sepulang sekolah tadi.”

Tu-tunggu. Apa maksudnya? Aku memintanya untuk bertemu?

“Apa oppa tidak ingat?”

“Ah tetapi Baekhyun hyung meminta ku untuk membelikannya Jabchae.”

“Jabchae? Sejak kapan Baekhyun opppa menyukai Jabchae?”

Gotcha! Sekarang aku mengerti maksud dari semua ini. Baekhyun hyung memaksa ku untuk membelikannya Jabchae dan mengatakan kepada Aehyun bahwa aku ingin bertemu dengannya-Aehyun. Ini hanya sebagian besar dari rencana Baek hyung.

“Ehm jadi, ada apa oppa ingin bertemu dengan ku?”

Mimpi buruk. Memalukan. Sesuatu yang ku takutkan akhirnya terlontar baik dari mulutnya. Aku malu, ini memalukan. Aku tak tahu harus menjawab apa.

“Ah? Eh... aku hanya ingin kenal lebih dekat dengan adik sahabat ku? Apa boleh?”

Ia hanya mengangguk dan tersenyum simpul. Syukurlah ia tidak menertawakan alasan ku.

“Bagaimana kalau kita mulai dari ice cream?”

“Jinjja?”
Dan awal kedekatan kami di mulai dari sebuah hal konyol. Rencana Baekhyun hyung yang membuat ku harus menanggung malu. Dengan dua buah ice cream. Dua buah mint ice cream. Ia memiliki kesukaan rasa ice cream yang sama dengan ku.

                21 Juli

Senja itu, udara musim panas di tahun 2008 terasa cukup hangat. Aku berniat untuk mengajak Aehyun berjalan-jalan. Hampir satu tahun kami berteman-hubungan kami semakin dekat, dan kali pertama ini aku mengajak Aehyun berjalan-jalan di malam hari.

Ia datang dengan pakaiannya yang sederhana namun terlihat casual untuknya-Aehyun bukan gadis yang rumit dalam berpakaian- ia pun tak memoleskan macam-macam make up diwajahnya. Kulitnya yang putih bersih tanpa menggunakan make up pun bagi Aehyun sudah terlihat cantik.

"Annyeong Taemin oppa." Sapanya.

"Annyeong Aehyun."

"Caramel macchiato?" Ia tersenyum sumringah mendapati secangkir Caramel Macchiato yang sebelumnya sudah ku pesankan kini ada di hadapannya. Aku pun kembali menyeruput secangkir Caffe Latte-yang sudah habis setengahnya- ku.

Aku memintanya untuk menemui ku di sebuah cafe. Hanya untuk berbincang ringan mengenai kesibukannya dengan pendidikannya atau Kai yang selalu merajuk meminta untuk di ajari pelajaran-pelajaran neraka itu. Mereka kini tengah berada di tingkat akhir masa sekolah menengah atas. Pantas mereka selalu sibuk karena tak lama lagi ujian kelulusan akan segera tiba.

"Bagaimana kalau toko buku? Aku tahu kau sangat lelah dengan buku-buku neraka itu. Untuk hiburan? Membaca novel-novel kesukaan mu tak akan membuat mu lupa akan waktu belajar bukan?" Tawar ku. Ia terlihat menimang-nimang.

"Baiklah. Aku memang merasa sedikit jenuh dengan pelajaran dan tugas yang menumpuk." Ia tersenyum simpul.

Kami segera keluar dari cafe, tetapi sebelumnya kami sudah membayar tagihan.

Cafe ini terletak di tengah kota. Tepat di sepanjang jalan besar kau dapat menemukan cafe, restauran, butik, distro untuk para remaja, atau bahkan kedai-kedai ringan. Tak perlu menggunakan bus untuk menuju toko buku, karena jaraknya yang tak terlalu jauh.

Kami memasuki sebuah toko buku yang terkenal di daerah ini, pengunjungnya pun terhitung banyak atau sangat banyak perharinya.

Selain menemani Aehyun mencari novel-novel kesukaannya, aku juga membantunya mencari buku evaluasi dan pengetahuan untuknya, setidaknya dapat membantu untuk ujian nanti.

Setelah membayar tagihan, kami bergegas untuk pulang. Dan benar saja, hujan sudah turun dan mengguyur kota. Aku berinisiatif untuk melepaskan jaket ku yang akan ku gunakan untuk menutupi tubuh kami. Awalnya ia menolak, namun aku terus memaksanya, aku tak ingin ia jatuh sakit.

Kami berlari kecil menuju halte bus terdekat. Sekalipun jaket ku sudah menutupi puncak kepala kami, tak ayal tubuh kami tetap terkena rintik-rintik hujan.

Sembari menunggu bus datang, aku kembali merenungi niat awal ku mengajak Aehyun berjalan-jalan. Bahkan sudah berkali-kali Baekhyun hyung mengirimkan ku pesan-pesan yang isinya semua sama. Dan sesekali ia menghubungi ku. Ah itu membuat ku semakin gugup.

Niat ku mengajak Aehyun berjalan-jalan tidak hanya semata untuk menghilangkan kejenuhan Aehyun sesaat, tetapi rencana yang sudah ku matangkan bersama Baekhyun hyung akan ku lancarkan sekarang.

Aku gugup.

"Taemin oppa? Kau melamun? Bus sudah tiba, atau kau ingin pulang dengan berjalan kaki?"

"Ah? Eh mian. Kajja."

Aku bergegas mengikutinya yang telah lebih dulu memasuki bus. Malam yang terguyur hujan, sehingga tak banyak penumpang yang menaiki bus. Aehyun memilih duduk dikursi didekat jendela kaca, dan aku tentu di sampingnya.

Aehyun terlihat tengah menggosokan kedua tangannya, ia kedinginan. Aku sampirkan jaket ku di kedua pundaknya. Ia sedikit terkejut dengan apa yang ku lakukan, namun aku tersenyum meyakinkannya.

"Gomawo..."

Drrrt... drrrt...

Dapat ku rasakan ponsel ku bergetar. Segera aku merogoh saku celana ku. Dan terpampang nama Byun Baekhyun hyung di ponsel ku.

From : Byun Baekhyun hyung
To : Lee Taemin
Taemin-ah, kalian kini berada dimana? Hujan turun dengan lebat. Ku harap kau menjaga Aehyun ku dengan baik. Aku tak ingin Aehyun ku jatuh sakit. Taemin-ah kau tak lupa dengan rencana kita bukan? Oh ku harap kau tak melupakannya. Aku sudah tak sabar mendengar akhir cerita kalian. Semoga kau sukses Taemin-ah, kekekeke~ dan jangan lupa untuk mengabari ku arra?

From : Lee Taemin
To : Byun Baekhyun hyung
Kami tengah di perjalanan pulang. Kau tak perlu khawatir hyung, aku akan menjaga Aehyun dengan baik. Ah tentu aku tak akan lupa dengan rencana kita. Aku akan melakukannya dengan benar. Dan ku harap kau tak mengirimkan ku pesan-pesan mu atau kau ingin aku mati gugup sebelum mengatakannya pada Aehyun.

Begitu balasan pesan ku telah terkirim kepada Baekhyun hyung, kembali ku masukan ponsel ku ke dalam saku celana. Ku lirik Aehyun, ia tengah menatap jalan raya yang padat akan kendaraan dengan hujan yang masih mengguyur kota-entah apa yang difikirkannya.

"Aehyun-ah..."

"Hem?" Ia menatap ku.

"Tetapi ku harap kau tidak marah."

Ia tersenyum tipis, "memang ada apa?"

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Memejamkan mata seraya mengepalkan tangan-setidaknya sedikit untuk menghilangkan rasa gugup ku.

Aku mendekatkan wajah ku kearah kaca di samping Aehyun. Menghembuskan nafas hingga membentuk lingkaran embun. Dan menuliskan beberapa kata di sana.

Aehyun cukup terkejut dengan apa yang ku lakukan. Ia menatap ku tak percaya. Aku hanya mampu menundukan wajah ku dan mengusap tengkuk ku gusar.

"Taemin oppa.."

"Ne?" Aku mengangkat wajah ku dan menatapnya dengan sedikit ragu.

"Aku terima."

Satu kalimat singkat yang hampir membuat ku berjerit. Satu kata yang mampu membuat jantung ku bergejolak, membuat senyum tak pernah lepas dari bibir ku.

"Benarkah?"

Aehyun hanya mengangguk, namun cukup membuat ku yakin dengan jawaban yang ia berikan.

Tak ambil fikir segera aku memeluknya. Ah mungkin aku sudah tak sadar bahwa kami sedang berada di tempat umum.

"Op...oppa. Paman itu melirik ke arah kita." Semburat merah pun menghiasi pipi putih Aehyun.

21 Juli 2008 menjadi hari yang tak akan pernah terlupakan untuk ku, begitu pula dengan Aehyun.

Kau tahu apa yang ku tuliskan di atas embun?

Aku menyukai mu Byun Aehyun. Maukah kau memerima ku menjadi kekasih mu?

22 Juli
Bagi sepasang kekasih yang menjalin sebuah hubungan dalam kurun waktu yang terhitung lama, masalah ringan dan kesalah pahaman itu lumrah bukan?

Lee Taemin memang lelaki bodoh.

Dalam kurun waktu empat tahun aku dan Aehyun menjadi sepasang kekasih, tak pernah terbesit sepintas pun fikiran bodoh yang membuatnya harus pergi dari ku.

Namun ketika nasi sudah menjadi bubur, hanya penyesalan yang ku rasakan.

Tepatnya di tahun 2012. Seseorang mengirimkan sebuah paket kepada ku. Amplop cokelat yang ukurannya tak terlalu besar dengan beberapa lembar foto di dalamnya.

Awalnya ku fikir hanya orang jahil yang mengirimkan paket berisi foto ini. Namun sesuatu menarik perhatian ku, terdapat dua anak adam pada foto-foto tersebut.

Foto pertama yang berisikan seorang gadis dan lelaki yang tertawa lepas bersama. Lalu foto kedua dengan wajah mereka yang berlumuran krim, sang lelaki merangkul pundak gadis disampingnya. Foto ketiga ketika sang lelaki mendekatkan wajahnya kepada sang gadis yang tengah menatap ke arah bawah.

Dan lelaki itu adalah Kim Jongin dan gadis yang bersamanya adalah Byun Aehyun.

Aku meremas kedua tangan ku sembari memejamkan mata untuk beberapa saat. Menetralkan fikiran ku. Ini sulit untuk ku. Sebenarnya apa yang mereka lakukan?

Aku menemukan secarik kertas di dalam amplop cokelat itu. Aku membaca tulisan yang tertera di sana, dan sepertinya aku tahu siapa pemilik kertas ini. Tulisannya sangat persis dengan tulisan Kai.

Aku tak ingin Aehyun tersakiti. Aku menyayangi Aehyun, karena Aehyun adalah penolong ku.

Tanpa fikir panjang, aku segera menyambar kunci motor ku dan bergegas menuju motor ku yang terpakir di halaman rumah. Menyalakan mesinnya dan melajukannya dengan kecepatan yang hampir melebihi rata-rata.

Fikiran ku kacau. Kai dan Aehyun. Apa yang mereka lakukan? Ataukah...

Aku segera menghentikan laju motor ku begitu rumah Kai sudah tepat berada di hadapan ku. Membuka pagar rumahnya dan memasuki halaman rumahnya. Mengetuk pintu rumah Kai dengan sedikit brutal.

"Iya tunggu!" Sahut suara dari dalam.

"Oh hai hyung. Ad-"

Buugh!

Aku segera melayangkan sebuah pukulan tepat di wajahnya sebelum ia sempat menyelesaikan ucapannya. Dan itu berhasil membuatnya tersungkur.

"Astaga Kai! Apa yang terjadi? Kena- Taemin oppa?"

"Oh ternyata ada Aehyun juga di sini. Baguslah. Aku tak perlu bersusah payah mencari mu hanya untuk meminta penjelasan." Ucap ku sinis seraya mematap tajam Aehyun begitu juga Kai.

"Apa maksud mu hyung? Kenapa tiba-tiba kau memukul ku?" Kai sedikit menyeka darah di sudut bibirnya dan mencoba untuk bangkit dengan bantuah Aehyun yang membopohnya. Cih aku benci itu.

"Lantas apa maksud dengan semua ini!?" Aku melemparkan foto-foto beserta secarik kertas yang ku dapatkan ke arah keduanya.

Aehyun memungut foto-foto dan kertas tersebut. Memperhatikannya dengan dahi mengernyit. Begitu pula Kai.

"Oppa, ini bisa ku jelaskan. Aku-"

"Apa!? Jelaskan apa!? Kau ingin menjelaskan bahwa kau dan Kai sudah berhubungan di belakang ku kan!?"

"Bu...bukan begitu. Aku dan Kai hanya..."

"Hanya apa!? Hanya teman!? Cih. Alasan murahan! Bahkan di foto itu Kai mencoba untuk mencium mu kan!?"

Kai berjalan mendekati ku. "Hyung dengarkan aku. Foto itu tidak seperti yang kau fikirkan. Jangan percaya dengan foto tersebut. Kami hanya teman tid-"

"Diam kau brengsek!" Dan aku kembali melayangkan pukulan ke wajah Kai secara bertubi-tubi. Aku pun sudah menindih tubuh Kai yang tersungkur. Aku tak dapat berfikir dengan rasional, fikiran ku sudah di penuhi dengan emosi.

"Taemin oppa hentikan! Jangan memukul Kai lagi! Hentikan! Ku bilang hentikan!"

Aku menghentikan pukulan ku ke wajah Kai yang sudah babak belur dan melirik ke arah Aehyun dengan tatapan tajam. Aehyun menangis dengan tangan yang mengepal. Aku bangkit dan menjauh dari tubuh Kai.

"Kenapa kau mengehentikan ku ha!? Ah aku tahu. Kau membela Kai bukan? Cih ternyata benar kau berselingkuh di belakang ku Byun Aehyun!"

Aehyun mendekati Kai. Ia terduduk dan mengangkat kepala Kai kepangkuannya dengan mata Kai yang terpejam. Aku membenci kalian.

"Kai sadarlah, Kai... Taemin oppa kau kenapa? Kenapa kau begini? Kau salah paham. Aku tidak berselingkuh di belakang mu. Aku berani sumpah oppa, aku bisa menjelaskannya."

"Aku tak butuh penjelasan mu Aehyun. Ku rasa sebaiknya kita akhiri hubungan kita sampai disini. Terima kasih untuk empat tahun ini Aehyun-ah" ucap ku pelan.

Aku segera berlalu tanpa memperdulikan teriakan Aehyun. Menuju motor ku dan melajukannya.

"Andwae! Oppa! Taemin oppa berhenti! Aku bisa menjelaskannya! Aku tak ingin kau salah paham! Oppa ku mohon ber- AAAAAAARGH!!!"

Rasanya begitu cepat. Aku tak dapat mengerti kejadian sebenarnya. Aku menghentikan laju motor ku dan menengok arah belakang ku.

Disana sebuah mobil berhenti. Dengan kumpulan orang yang mengerumuni tepat di hadapan mobil tersebut.

Aku mendekati kerumunan orang-orang itu. Berjalan dengan gontai dan memaksa menerobos masuk kedalam kerumunan.

"Aehyun-ah..."

Disana Aehyun tergeletak dengan darah segar yang mengalir dari pelipisnya. Dan air mata yang mengalir dari kedua sudut matanya yang terus menatap ku sendu.

Aku ambruk di hadapannya dengan bendungan yang memenuhi kedua mata ku. Aku tak bisa menahan air mataku ketika Aehyun dengan lemahnya mencoba meraih tangan ku.

"Tae...taemin...op..oppa..."

Aku segera memeluknya kedalam dekapan ku. Mengangkat kepalanya ke atas pangkuan ku.

"Ku lihat tadi ia mengejar mu nak. Namun sebuah mobil melaju dan menabrak tubuhnya." Seseorang menepuk pundak ku.

"Aehyun-ah! Mianhae! Ini salah ku! Kau harus bertahan! Mianhae Aehyun-ah!"

"Annio oppa... I...ini salah ku. Mianhae... aku tak bermaksud menghianati mu. Ku mohon maafkan aku. Kau hanya salah paham oppa..." Aehyun menggenggam tangan ku.

"Saat itu ulang tahun Kai. Aku membawakan sebuah kue ulang tahun untuknya... di foto itu Kai tidak mencoba untuk mencium ku oppa... Kai hanya membantu ku untuk membersihkan krim yang terkena di mata ku... hanya itu. Kami tidak berselingkuh, kami hanya teman... percayalah kepada ku... ku mohon.. aku mencintai mu..."

Aku mengangguk, "ne Aehyun-ah. Aku terlalu bodoh. Seharusnya aku tidak seperti ini. Mianhae... mianhae..."

Tepat saat itu suara sirine ambulan dan mobil polisi datang. Aku membantu membawa Aehyun kedalam ambulan. Mata kami tidak pernah lepas, dan aku tak ingin melepas genggaman tangan Aehyun di tangan ku.

Aku salah. Aku yang terlalu di kuasai emosi. Aku hanya lelaki bodoh yang tak dapat menjaga Aehyun.

Ketika Aehyun di larikan ke salah satu rumah sakit besar di Seoul. Ketika Aehyun di masukan ke dalam ruangan UGD. Aku hanya menangis dengan perasaan kacau.

Cukup lama aku menunggu keadaan Aehyun dengan resah. "Tuhan ku mohon selamatkan Aehyun!"

Aku mengacak rambut ku frustasi. Tak henti menghela nafas dengan gusar.

"Taemin-ah!"

Suara Baekhyun hyung yang memanggil ku. Suara sepatu Ayah juga Ibu dari Aehyun dan Baekhyun hyung menggema di sepanjang koridor rumah sakit.

"Baekhyun hyung..." suara ku terdengar parau.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Baekhyun hyung menatap ku khawatir.

"Maafkah aku hyung, ahjumma, ahjussi. Aku tak dapat menjaga Aehyun. Ini semua salah ku."

Namun sebuah suara samar-samar terdengar dari dalam ruangan UGD Aehyun. Dan itu adalah suara Heart Detector yang berbunyi nyaring.

"Apakah anda dari keluarga pasien Byun Aehyun?" Seorang lelaki paruh baya keluar dari ruangan UGD Aehyun.

"Benar saya ibu dari Aehyun. Bagaimana keadaan putri saya?"

"Maafkan kami. Kami sudah berusaha dengan semaksimal mungkin, kami hanya manusia biasa. Kami tidak dapat menyelamatkan Nona Aehyun. Ia kehabisan banyak darah untuk hal ini."

DEG.

Tubuh ku kaku. Tanpa terasa air mata turun semakin deras dari pelupuk mata ku. Ini semua salah ku. Aku yang membuat Aehyun pergi untuk selamanya. Aku memang lelaki bodoh yang tak pantas bersama Aehyun yang sempurna.

"Aehyun-ah putri ku!!!" Jeritan ibu Aehyun mengiringi air mata kami.

Ketika seluruh orang diperboehkan untuk terakhir kalinya menatap Aehyun. Sungguh aku tak kuasa menatap tubuh kaku dan wajah pucatnya. Aku bersalah.

"Aehyun-ah mianhae... aku mencintai mu..."

Sore itu ditanggal 22 Juli tahun 2012 kota kembali di guyur hujan. Senja itu menjadi saksi bisu dimana salah satu anak adam harus kembali kepada penciptanya. Ya, ia Byun Aehyun.

Pemakaman Aehyun yang di iringi isak tangis. Dan langit yang seakan merasakan apa yang dirasakan orang-orang yang mencintai Aehyun.

Aku berjalan gontai menuju salah satu pohon di dekat makam Aehyun. Aku menyenderkan tubuh ku seraya menatap langit. Tubuh ku yang basah karena diguyur hujan sedikit membantu ku untuk menutupi air mata yang tak henti-hentinya mengalir di pipi ku. Aku tak sanggup membiarkan Aehyun pergi.

"Taemin hyung..." sebuah suara dan sebuah tepukan di pundak ku membuat ku tersadar.

"Kai-ah... mianhae..."

Kai dengan wajahnya yang babak belur akibat ulah ku mengusap punggung ku. "Aku sudah mendengar seluruh kronologis ceritanya."

"Aku salah Kai-ah. Aku menyesal. Ini semua salah ku..."

"Annio hyung... ini bukan salah mu. Mungkin ini yang terbaik untuk mu dan Aehyun. Mungkin untuk saat ini kau tak dapat bersama Aehyun, tapi percayalah, jika kalian memang ditakdirkan untuk bersama, suatu saat nanti kalian pasti akan kembali."

23 Juli

Sepeninggal Aehyun, aku seperti bukanlah Lee Taemin. Aku bahkan tak memiliki gairah untuk hidup. Aku menjadi pendiam. Bahkan sangat pendiam.

Setelah satu tahun sepeninggal Aehyun. Malam ini di tanggal 23 Juli 2013. Aku berjalan gontai di jalanan yang ramai dengan hiruk pikuk kota Seoul.

Aku menapakan kaki ku menaiki beberapa anak tangga. Membuka pintunya dan berjalan menelusuri jalan setapak di hadapan ku. Aku menduduki sebuah kursi yang berada di bagian terdepan.

Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Aku menautkan kedua tangan ku dan memejamkan mata.

"Tuhan ku mohon, aku mencintai Aehyun. Aku tak bisa melupakannya. Maafkan aku karena aku yang membuat Aehyun harus pergi untuk selamanya. Aku sangat mencintainya, jikalau aku memang di takdirkan untuk bersamanya, ku mohon biarkan aku bertemu Aehyun Tuhan."

Tanpa terasa setetes air mata jatuh dari pelupuk mata ku. Aku tetap diam tak bergeming. Malam ini waktu untuk ku melakukan kegiatan di keseharian ku sepeninggal Aehyun, berkunjung ke gereja dan berdoa untuk Aehyun.

Aku membuka kedua mata ku dan menyeka sisa air mata di sudut mata ku. Aku bangkit dan berjalan keluar dari gereja ini.

Sepanjang jalan aku tak dapat berfikir dengan rasional. Fikiran ku kacau. Aku hanya menatap lurus jalanan dihadapan ku dengan pandangan kosong.

Semakin malam jalan raya kota Seoul semakin penuh dengan hilir mudik manusia dan kendaraan. Lampu-lampu di sepanjahg jalan dan toko-toko pun menambah keramaian kota pada malam hari. Aku tak tertarik dengan keramaian ini. Aku hanya ingin Aehyun.

Aku membelah jalan melewati jalanan khusus penyeberang. Entah setan apa yang merasuki ku. Aku tak dapat mendengar apapun, semua hilang. Pandangan ku kosong, dan fikiran ku kacau.

Tin! Tin! Bruuuk!

Kejadiannya sangat cepat. Aku tak mengerti apa yang sudah terjadi. Ketika sebuah cahaya menghalangi pengelihatan ku, dan rasa sakit di sekujur tubuh ku. Dan selanjutnya pandangan ku hilang ketika semakin banyak orang mulai mengelilingi tubuh ku.

"Ia menyeberang jalan tanpa melihat lampu lalu lintas menunjukan penyeberang di larang untuk memyeberang."

Itu adalah satu kalimat terakhir yang ku dengar.

24 Juli

Ketika sebuh tubuh terbaring kaku dengan bermacam-macam alat yang terpasang ditubuhnya dan mata yang terpejam. Di sekelilingnya terdapat banyak orang yang mencintainya tengah mengeluarkan air mata.

Ketika seorang lelaki paruh baya dengan pakaian rumah sakit tengah menatap tubuh itu kasihan.

"Sepertinya anak ibu dan bapak memang tidak dapat di selamatkan." Lelaki paruh baya itu keluar dari ruangan yang di ikuti beberapa wanita-dengan pakaian rumah sakit- di belakangnya.

"Andwae ya! Andwae! Taemin-ah!! Jangan tinggalkan ibu! Taemin-ah!!" Itu suara yang sangat aku kenal. Ibu mengguncang-guncangkan tubuh yang terbujur kaku itu seraya meraung dengan air mata yang tak henti mengalir.

"Aah hyung! Taemin hyung! Kau tidak boleh seperti ini! Sadarlah hyung!" Dan itu suara Kai yang menangis menatap nanar tubuh di atas ranjang rumah sakit itu.

24 Juli 2013, siang ini sebagai saksi bisu kembalinya salah satu anak adam kepada penciptanya.

Aku Lee Taemin yang menatap tubuh kaku itu di kuburkan ke dalam tanah.

"Taemin oppa..." suara lembut memanggil ku dari arah belakang. Sontak aku membalikan tubuh ku dan mendapati seorang gadis tengah berdiri dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

"Aehyun-ah..."

Gadis itu Byun Aehyun dengan tubuhnya yang bersinar. Ia terlihat sangat cantik.

Aehyun mengulurkan tangannya pada ku. Tanpa ragu aku menyambut dan menggenggam uluran tangannya.

"Mianhae eomma, abeoji, Kai..."

Ini takdir ku. Tuhan telah mengabulkan seluruh doa ku. Ketika aku di pisahkan dengan Aehyun, namun aku percaya bahwa Aehyun akan kembali bersama ku.




E N D


Comments

Popular Posts