Do you want some Fluff?
Main Cast = banyak
Genre = Romance
Length = fluff
Author = Salsa
There are more than
one fluff and more than one couple, check it out! Maybe your fav couple
included.
#1. Jealous (Nichkhun Yuri)
“Yuri~aa, aku bersumpah itu bukan apa-apa!” Nichkhun akhirnya berhasil
menarik tangan Yuri dan membuat gadis itu berbalik menatapnya.
"Bukan apa-apa?" balas Yuri tak tahan. "Tentu saja itu apa-apa." Ia menyedekapkan tangan dan menatap kesal pria di depannya. Bagaimana mungkin
setiap bulan mereka harus terlibat percekcokan sejenis ini? Oke,gadis itu
tahu. Ia telah berbuat kesalahan besar dengan mengencani pria pemilik
pergaulan seluas Nichkhun. Ia aktif di klub basket dan beberapa
perkumpulan lain yang membuatnya memiliki banyak sekali kesempatan untuk
bertemu orang-orang –atau dalam konteks
ini, gadis-gadis- yang menarik. Orang-orang baru yang bisa saja merebut
perhatiannya dari Kwon Yuri.
“Kau memeluknya”
“Tidak. Itu namanya merangkul.”
“Bagiku itu memeluk”
“Oke. Itu salahku. Maaf.” Selalu begini. Nichkhun selalu bisa
membuat gadis itu berada di situasi yang menyulitkan. Hanya karena ucapan
‘maaf’ dan caranya bilang ‘maaf’, Yuri sudah kehilangan sebagian rasa kesalnya.
“Yuri~aa, maafkan aku.”
“Tch, baiklah,” ujar gadis itu sambil menggerakkan
kepalanya dengan malas, belum benar-benar bersedia untuk memberi maaf. Ia hanya
berupaya untuk mempercepat segalanya dan segera pergi dari sana. Gadis itu
berbalik, melangkah, dan berhenti lagi karena Nichkhun menahannya.
“Tolong, jangan begini.”
“Kau sudah kumaafkan. Sekarang kenapa lagi?”
“Aku sudah mengenalmu dari kecil. Kau bilang begitu hanya
karena ingin menghindar dariku.” Yuri mendesah, membuang muka sambil
mengusap rambutnya ke belakang.
“Yuri~aa, kumohon. Aku menginginkanmu, bukan, aku membutuhkanmu!”
“Apa kalimat itu juga yang kau ucapkan pada pacarmu
yang lain?”
“Pacar lain apa? Aku cuma punya satu pacar.”
“Yeah, terserah. Bisakah kau lepas tanganku?”
“Tidak. Aku belum selesai bicara.”
“Kalau begitu cepatlah bicara!”
“Begini, kau boleh ikut ke semua perkumpulan klubku, dan
lihat sendiri apa yang kulakukan di sana. Semuanya. Aku bersumpah aku sama sekali tak mencoba menarik
perhatian siapa-siapa.”
“Ya, kau tak mencobanya. Tanpa harus kau coba, mereka
sudah tertarik. Begitu?” simpul Yuri sambil tersenyum sinis.
“Tch, percaya padaku. Di sini," Nichkhun memegang dadanya. "cuma hanya ada kau saja.”
Yuri memutar matanya malas. Bicara
saja memang mudah, ia butuh bukti nyata. “Aku tak butuh gombalanmu, sungguh. Aku hanya... kesal."
"Kenapa kau selalu membuatku cemburu?”
desis gadis itu sambil menghela napas.
“A-apa? Kau bilang apa?"
“Kubilang, kenapa kau selalu membuatku cemburu?” ulang Yuri, suaranya masih amat pelan.
“Membuatmu apa?” Nichkhun menyeringai menyebalkan.
“Cemburu.”
“Apa?”
“NICHKHUN” Pria itu langsung terkikik. Sementara Yuri
membuang muka sambil bersedekap seperti biasa. Ini pertama kalinya gadis itu
menyatakan kecemburuannya secara jujur. Dan Nichkhun nyaris tak bisa merasakan
detak jantungnya saat kata ‘cemburu’ itu benar-benar terdengar.
Saat gadis itu tengah menggerutu sambil melipat tangannya di
dada, Nichkhun tiba-tiba saja meraih bahu Yuri dan membalik tubuh gadis itu
mengikuti arah pandangnya. “Kau lihat pohon mangga itu?” ucap Nichkhun, matanya
mengarah lurus pada objek yang ia sebut, sementara tangannya melingkar di bahu
Yuri.
“Aku akan berhenti mencintaimu ketika buah apel tumbuh di sana."
“Mustahil.”
“Tepat sekali. Itu mustahil, okay?” Yuri terdiam, tiba-tiba
saja wajahnya terasa panas dan ia tak dapat memerintah otot-otot wajahnya untuk
berhenti tersenyum.
"Okay.”
#2. Teaser (L.Joe Hyo Jin)
Begitu mendengar suara PD-nya berteriak ‘cut’, L.Joe
langsung memutar kepalanya mencari keberadaan Hyo Jin. Ia bahkan tak sadar jika
model yang merupakan lawan mainnya barusan tengah membungkuk sambil mengucapkan
sesuatu. Tidak. Bukan ia tidak sopan, sok artis, atau apalah. Tapi detik ini,
tidak, bahkan sejak adegan ciuman itu dimulai, pikiran ‘apa Hyo Jin baik-baik
saja?’ terus berputar di kepalanya. Oh ya Tuhan, jangan sampai dia marah
(lagi).
“Kau baik-baik saja?” Hyo Jin yang sedang duduk di sudut ruangan
mendongak begitu seseorang menghampirinya. Lantas mendengus pendek.
“Tentu saja. Kenapa semua orang menanyakan itu padaku? Tadi
Chunji, sebelumnya Changjo. Ada apa dengan kalian semua?”
“Jadi kau baik-baik saja?”
“Tentu. Itu adegan ciuman paling buruk yang pernah
kulihat seumur hidup. Skinship-nya juga tidak menarik. Kau tidak benar-benar melihat ke matanya. Cih, acting-mu mengerikan.”
“Benarkah? Tapi PD Nam bilang itu bagus.” L.Joe menarik kursi
terdekat dan duduk diatasnya sambil tersenyum, menggoda Hyo Jin yang jelas-jelas sedang cemburu.
“Mungkin dia kasihan melihat wajah melasmu jadinya bohong. Itu tidak ada bagus-bagusnya. Tidak. Tidak bagus sama sekali. Aku penasaran, kenapa acting-mu bisa
seburuk itu? Apa modelnya kurang cantik? Sayang sekali, padahal menurutku modelnya sangat
cantik. Sangat besar dan berwarna biru. Indah sekali,” ucap Hyo Jin dengan nada sinis yang keluar tanpa ia sadari. L.Joe tersenyum tipis, lalu menatap Hyo
Jin yang sedang berpura-pura membersihkan kuku jarinya.
“Okay, maaf.” Hyo Jin membuang muka. Hubungan mereka baru
memasuki bulan kedua, tapi sudah sering sekali dadanya terasa sesak. Hyo Jin
tak menyangka kalau ternyata dirinya termasuk golongan gadis pencemburu. Ia
sudah berulang kali membuat L.Joe kalang kabut karena sikapnya yang
berubah-ubah.
Tapi siapa yang tidak
cemburu jika pacarnya mendapat surat cinta dari ratusan gadis setiap hari?
Siapa yang tidak cemburu jika hampir seluruh staf perempuan, sesama artis,
stylish, dan semua orang memuji-muji pacarnya setiap hari?
Sebagai Manager TEEN TOP, mau tak mau ia harus selalu berada
di sekitar priaa itu setiap hari. Mau tak mau ia harus melihatnya bersikap manis pada gadis-gadis lain setiap hari. Bahkan tak jarang ia sendiri
yang membawakan surat berisi ungkapan cinta dari para penggemar kepada pacarnya ini. Hyo Jin bahkan juga sudah memberanikan diri ikut duduk dan membaca isi
suratnya bersama semua member. Dan biasanya, di saat itulah L.Joe datang,
memeluknya, dan mengancamnya untuk tidak cemburu.
“Aku ke sini bukan untuk melihatmu membuang muka” ucap L.Joe
sambil meraih dagu Hyo Jin, membuat gadis itu mau tak mau menatapnya.
“Aku di sini juga bukan untuk mendengarmu minta maaf.” Hyo Jin
menepis tangan L.Joe dan mengambil papan jalan berselipkan kertas yang
tergeletak di meja. “Ada sedikit interview untuk majalah. Aku sudah
mewawancarai semua member dan sekarang giliranmu!” ucap Hyo Jin dengan nada
profesional. L.Joe tak bicara apa-apa, ia mengganti posisi duduknya menjadi
lebih nyaman dan memperhatikan pertanyaan Hyo Jin dengan serius.
“Apa hidup sebagai idola membuatmu tertekan?”
“Terkadang” jawab L.Joe, matanya fokus menatap Hyo Jin sambil tersenyum.
“Untuk sekarang, siapa yang paling berharga bagimu setelah
orangtua?”
“Park Hyo Jin”
“L.Joe serius! Aku harus menulisnya”
“Aku serius! Tulis saja Park Hyo Jin,” jawab sang pria tanpa
beban. Hyo Jin tersenyum ketus, lalu “Oke, kutulis!” ujarnya tak mau kalah, lantas
benar-benar menuliskan namanya sendiri di kolom jawaban.
“Jika kau berada di atas perahu kecil di tengah laut, lalu
kau melihat member dan pacarmu tenggelam. Kau hanya bisa menyelamatkan salah
satu dari mereka untuk dibawa ke atas perahu. Siapa yang akan kau selamatkan?”
Hyo Jin menampakkan ekspresi tenang, sementara tangannya meremas bolpoin yang
ia pegang. Sejujurnya gadis itu merasa sedikit gugup dan pastinya penasaran
dengan jawaban untuk pertanyaan ini. Hingga... “Tentu saja memberku”
L.Joe menjawab tanpa keraguan. Hyo Jin mengulum senyumnya,
mengangguk pelan, lalu menulis jawaban itu di kertas.
“Lalu aku akan melompat ke laut dan menyelamatkan pacarku.” Gerakan tangan Hyo Jin terhenti di tengah-tengah tulisannya. Ia tersenyum,
tersanjung, terharu, senang bukan main sampai dadanya terasa panas.
L.Joe tersenyum puas dengan jawabannya, tapi ia lebih puas
lagi begitu melihat perubahan air muka Hyo Jin yang begitu jelas. Gadis itu
menatap L.Joe sekilas, mengambil napas gugup, lalu membaca pertanyaan
selanjutnya.
“Ingin menjadi apa kau saat berusia 30 tahun?” L.Joe tak langsung menjawab. Hyo Jin mendesah dan menatapnya tak sabar.
“Jadi apa? Kau pasti punya keinginan untuk mencapai sesuatu, kan?” desak Hyo Jin. Bukannya menjawab,
L.Joe malah menatap gadis itu dalam-dalam.
“Heh, jawab pertanyaanku! Aku tidak punya waktu untuk main-main. Jadi apa? Kau mau jadi apa?”
“Heh, jawab pertanyaanku! Aku tidak punya waktu untuk main-main. Jadi apa? Kau mau jadi apa?”
“Menjadi suamimu, bagaimana?” Lagi-lagi Hyo Jin dibuat kaku.
Jawaban pria itu terlalu menyenangkan di telinganya. Hyo Jin menggigit bibir,
takut bibirnya melengkung di luar kendali.
Kau ingin membunuhku dengan semua jawaban manismu huh? Tidak! kumohon, jangan
sekarang!
“L.Joe!”
“Apa?”
“Aku serius.”
“Aku juga.”
“L.Joe!”
“Aku mau jadi suamimu, okay?”
“L.Joe!”
“Jawab aku! Okay?”
“O-okay”
#3. Ring (Chunji Yoo Hyun)
Brak…….. Brak……... “aigoo….. dimana sih?” Brak……..
Sudah hampir setengah jam Yoo Hyun berkeliling kamar, tidak,
tidak hanya kamar, ia bahkan sudah tiga kali naik turun tangga dan mencari di
setiap sisi rumahnya. Tapi benda itu tetap saja tidak ditemukan. Suara lemari
yang ia buka tutup dengan panik menjadi backsound kegiatannya selama mencari.
Yoo Hyun menyerah, ia menghempaskan tubuhnya yang lemas di atas ranjang dan
mulai menangis. Orang tuanya sedang tidak ada di rumah dan Yoo Hyun tak bisa
meminta bantuan siapapun untuk mencari.
Ia menyambar ponsel di atas laci dan langsung mencari nama
kontak paling tidak biasa di antara daftar kontaknya yang lain. ‘handsome guy’
oke, ini memang cerita lama jika seorang Yoon Yoo Hyun berteriak dan mengancam
akan mengganti nama kontak untuk pria yang satu ini, karena nyatanya setelah
nyaris satu tahun pacaran pun ia tetap tidak melakukannya. Entahlah, kupikir nama ini sangat pas untuk menggambarkannya. Jadi,
untuk apa diganti?
Gadis itu menempelkan layar ponselnya di telinga, lalu
membalik badan menjadi tengkurap selama menunggu nada sambung.
“Chagiiiiiii” teriak Yoo Hyun begitu telfonnya terhubung.
“Wae? ei.. kau menangis?”
“cincinku hilang. Cincin couple yang kita beli di Insa-dong
hilang”
“itu kan cuma cincin mainan” nada bicara namja itu terdengar
bosan. Yoo Hyun langsung bangkit dari posisinya dan bertolak pinggang tak
terima. “ne, aku tahu itu cuma cincin mainan, tapi cincin itu adalah benda
paling berharga yang kupunya. Aku sudah mencarinya di setiap inci kamar, aku
juga sudah mencari di ruang tamu, dapur, kamar eomma dan…………………..”
“akan kubelikan yang baru. Kali ini cincin sungguhan,
eotte?”
“tapi aku tak mau kehilangan cincin itu oppaaaaaa”
“……………………….”
“halo? kenapa diam saja? kau dengar aku?” tak ada jawaban
untuk sesaat. Yoo Hyun mengerutkan kening.
“kau tahu? cincinmu tidak hilang kok. Semalam tertinggal di
dorm. Bukankah kau sendiri yang melepasnya saat ingin ke toilet?” Yoo Hyun
mengingat-ingat selama beberapa saat sebelum menepukkan tangannya dengan lega. “jinjjayo?
Cincinku tidak hilang?”
“tidak. Kau mau aku mengantarnya padamu sekarang?” Yoo Hyun
memutar matanya sambil tersenyum, “kalau kubilang mau, apakah kau benar-benar
akan datang sekarang?”
“geurae”
“sekarangnya benar-benar sekarang. Maksudku…….. detik ini”
“ya.. aku bisa” Yoo Hyun menyeringai kecil. itu tak mungkin! Kau bukan jin, Lee Chan
Hee.
“oh ya? Detik ini?”
“sekarang coba buka pintunya”
“apa?” secara refleks Yoo Hyun langsung menoleh ke jendela
dan tersenyum takjub saat melihat mobil pria itu sudah terparkir di halamannya.
Aish….. bagaimana bisa?
“kubilang, sekarang coba kau buka pin…..” YooHyun yang
membalik badan dengan terburu-buru segera berlari sambil membuka pintu kamarnya, dan seketika
tubuhnya menjadi kaku. Bagaimana tidak? Ia nyaris saja menabrak Chunji yang
ternyata sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
“kukira kau masih di depan”
“aku bisa lebih cepat dari angin jika kumau”
“huh? Keurae….” Cibir Yoo Hyun, masih lewat telfon, tak
perduli jika nyatanya sang lawan bicara telah berdiri di hadapannya.
“nice room” ujar Chunji sambil melongokkan kepala, jelas
sedang memuji betapa mengerikannya kamar gadis itu sekarang. Setiap lemarinya
menjeblak terbuka, dan sebagian isinya sudah tercecer di lantai. Yoo Hyun
merengut, lalu menengadahkan sebelah tangannya pada Chunji.
“cincinku?”
“tenang saja. Aman bersamaku” keduanya lalu menurunkan
telfon secara bersamaan dan saling tersenyum.
“sekarang, sesuai janji, aku belikan satu yang sungguhan
untukmu”
“kau sudah membelinya? Sekarang?” Yoo Hyun menelan ludah. Ia
merasa tegang dan saraf-sarafnya terasa bergetar, sementara Chunji mengeluarkan
kotak beludru yang dari tadi ia sembunyikan dibelakang badan sambil tersenyum
menatap wajah kaku Yoo Hyun.
Satu
Dua
Tiga
Gadis itu menghitung dalam hati dan “would you marry me?” DEG!
Yoo Hyun merasa jantungnya merosot sampai ke perut.
“a..apa?”
“in five years, okey?”
“huh?”
#4. Kitten (Donghae Hyoyeon)
“Donghae! Cepat berdiri! Aku mau mendorong sofanya!” ujar
Hyoyeon sambil menepuk bahu namja yang sudah satu setengah tahun ini berstatus
sebagai suaminya.
“aish….. Hyo~ aku lelah”
“cepat berdiri!” ulang Hyoyeon sambil memberikan tatapan
tajam pada Donghae yang akhirnya beranjak. Pria itu mengamati istrinya yang
sibuk mendorong sofa tanpa berniat membantu. Hyoyeon lalu memposisikan tubuhnya
di lantai dan mengulurkan tangan ke bawah sofa dengan hati-hati, mengambil
seekor anak kucing kecil berbulu putih yang terperangkap disana selama beberapa
lama.
“aigoo….. Kucing kecil, kenapa kau senang sekali bersembunyi
di bawah sofa? Disana gelap kan? kau suka gelap ya?” ujar Hyoyeon dengan nada
yang ia imut-imutkan kepada si anak kucing.
“chagiya, kau pasti lapar ya?”
“ne.. Hyo~ah…. Aku lapar”
“ish… aku tidak bicara padamu” Donghae menatap Hyoyeon tak
percaya, “tapi aku juga lapar”
“di meja makan ada roti, selai, keju dan lain-lain. Kau bisa
buat sendiri kan?” ujar Hyoyeon sambil menuangkan makanan kucing ke dalam
mangkok. Donghae mendengus melihat tingkah istrinya, tiba-tiba saja rasa
laparnya hilang. Namja itu kembali duduk di sofa dan mengganti-ganti channel tv
dengan mood kacau. Ia melirik Hyoyeon sekilas. Wanita itu sedang mengelus-elus
kepala kucingnya yang sedang makan dengan penuh perhatian.
“geunde, aku belum memberimu nama ya?” Hyoyeon beralih
menatap Donghae. “Hae~ya, menurutmu apa nama yang cocok untuknya?”
“bagaimana kalau si-perebut-perhatian?
Atau monster-kecil-perusak-hubungan-orang?”
ujar Donghae ketus, matanya masih
lurus menatap layar tv. Hyoyeon memiringkan kepala dan menatap Donghae sambil
mengernyit.
“wait! You jealous?” Hyoyeon perlahan tersenyum geli, “with
a kitten?” sambungnya, langsung tergelak.
“Ya Tuhan ! suamiku lucu sekali” ledek gadis itu
setelahnya. Hyoyeon berdiri dan menghampiri Donghae yang masih memperhatikan
layar TV dengan tatapan dingin. Namja ini benar-benar sedang cemburu, Hyoyeon
yang tak bisa berhenti tertawa langsung memeluknya dari belakang sofa.
“eomona….. kau itu namphyeonku dan dia hanya kucing
peliharaan. Masa kau cemburu dengan hewan peliharaan?” Hyoyeon meletakkan
dagunya di bahu Donghae. Namja itu mendesah, menekan tombol merah di remotnya,
lalu memutar kepala.
“sejak kapan kau kubolehkan memelihara benda itu?”
“kucing”
“ya terserah”
“aku menemukannya di jalan! Dia sendirian, kelaparan,
kesepian. Jadinya kubawa pulang saja” Hyoyeon mengakhiri penjelasannya dengan
senyuman.
“kalau begitu kau harus mengembalikannya lagi kesana.
Bagaimana jika sekarang ibunya sedang mencari?”
“ah.. aniyeo! Aku mau merawatnya saja”
“tidak! kau harus kembalikan! Kasihan ibunya”
“tapi aku mau punya hewan peliharaan”
“besok akan kubelikan ikan”
“YA! Shireo! Aku tak bisa bermain dengan ikan”
“kau bisa!”
“tidak bisa”
“bisa! Nanti kutunjukkan caranya”
“Donghae, Jebal! Bagaimana kalau hamster?”
“tidak”
“anak anjing”
“tidak”
“kelinci”
“tidak! sekarang kau pilih, anak singa atau ikan?”
“cih! Menyebalkan! Kau orang paling menyebalkan di seluruh
dunia”
“terimakasih chagi”
“I hate you”
“I love you too”
#5. Forgive me, please! (Jong Woon So Eun)
“So Eun~a….. Mianhae”
“pergilah”
“aku tidak akan pergi kemana-mana sampai kau mau
memaafkanku” Teriak Jong Woon.
“diam dan pergi dari halamanku” So Eun balas berteriak dari
jendela kamarnya. “hei, pria berjas, dia bilang pergi dari halamannya” Seru
tetangga So Eun yang sudah tak tahan dengan teriakan kedua orang itu.
“mianhae ahjumma, aku tidak bermaksud berteriak-teriak” So
Eun berujar dengan nada memohon kepada tetangganya, lalu kembali menatap namja
bodoh di halaman rumahnya dengan tatapan ‘ini gara-gara kau’
“Terserah! Aku mau tidur!” gadis itu menutup jendelanya
keras-keras. Jong Woon menghela napas berat, lalu menunduk menatap rerumputan. Malam ini pasti akan menjadi malam yang
panjang. Pasti.
“pulanglah” Jong Woon menoleh ke asal suara, ternyata
tetangga So Eun yang tadi masih memperhatikannya dengan iba.
“gwaenchana…. Yeojachinguku sedang marah, mana mungkin aku
pulang begitu saja?”
“tapi malam ini udaranya akan sangat dingin”
“naneun gwaenchana, ahjumma. Gamsahamnida” ucapnya sambil
membungkuk 90o
“baiklah, aku masuk dulu. Selamat berdiri. Fighting!”
“ah? Ye? Fighting”
Ternyata apa yang diucapkan sang ahjuma benar. Udara dingin
menusuk tubuh namja itu sampai ke tulang-tulangnya. Jong Woon memeluk tubuhnya
yang menggigil, wajahnya semakin pucat, buku-buku jarinya memutih, kakinya
membeku, bibirnya bergetar dan kepulan asap terus keluar dari mulutnya yang menghembuskan
napas. Namun, walaupun begitu, pria itu sama sekali tak punya niatan untuk
berhenti. Ia tahu, ini semua salahnya.So Eun sudah menunggu nyaris dua jam di
taman, tapi ia tak datang karena lupa waktu. Hari ini Jong Woon memang
benar-benar sedang sibuk di kantor sampai-sampai melupakan janjinya dengan So
Eun. Dan beginilah jadinya, sangat wajar jika gadis itu marah.
Tak lama kemudian terdengar
suara pintu terbuka, kontan membuat kepalanya terangkat. “cepat masuk sebelum
aku berubah pikiran” So Eun berujar dingin dari ambang pintu. Jong Woon tak
menyia-nyiakan kesempatan itu dan segera beranjak dari tempatnya berpijak
dengan tubuh menggigil.
Begitu sampai di dalam, So Eun segera menyelimutinya dengan
selimut tebal. “Sudah kubilang pulang saja! apa yang kau inginkan dariku?”
“Sekarang aku tak menginginkan apa-apa lagi. Aku sudah tahu
jawabannya”
“mosun soriya?” So Eun menaikkan sebelah alisnya.
“kau perduli padaku. Itu artinya kau masih mencintaiku”
jawab namja dihadapannya sambil tersenyum.
“aku hanya tak mau jika besok pagi polisi menemukan seorang
namja mati kedinginan di halaman rumahku”
“begitu ya? Setidaknya itu sudah cukup menjelaskan betapa
perdulinya kau padaku” So Eun memalingkan wajah, mendengus, ingin membantah,
tapi sayangnya tak ada yang bisa dibantah. Ia perduli. Ya.. 100%. Bahkan sejak
tadi gadis itu tak tidur dan terus mengintip dari balik jendela kamarnya.
“kau perduli padaku kan?”
“tidak”
“perduli kan?”
“tidak”
“ayo katakan yang sejujurnya! Kau perduli kan?”
“hanya sedikit” gadis itu mendekatkan ibu jari dan
telunjuknya sambil berkata ‘hanya sedikit’, sukses membuat Jong Woon tergelak.
“hanya sedikit?” ulang namja itu sambil mengikuti gerakan jarinya, “kalau hanya
sedikit, kenapa kau sampai menyuruhku masuk? Bahkan menyelimutiku seperti ini?”
“itu karena……”
“karena kau masih sangat amat sangat amat sangat amat
mencintaiku”
“cih,…”
“kau tak mendebatku! Berarti aku benar”
“aku tak perduli”
“jadi aku sudah dimaafkan?”
“aku tak bilang begitu”
“ayolah…….. kumohon! Aku sudah berdiri berjam-jam” So Eun
mendesah, menatap namja dihadapannya dengan ekspresi menimbang lalu…. “Baiklah,
tapi ini terakhir kalinya kau melupakan kencan kita. janji?”
“Janji” ucap Jong Woon yakin, lantas memeluk erat gadisnya.
“kau tidak akan menyesal sudah memaafkanku”
“kuharap begitu”
FIN
Ini pertama kalinya aku maenan fluff dan dengan pedenya langsung
publish 5 cerita-__- g tau deh aku juga bingung kenapa bisa-bisanya ngepublish
ini. dari 5 cerita di atas, mana yang menurut kalian paling sweet, paling
fluffy? Paling sesuatu? Ato g ada? hiks
Sebenernya pengen nyoba hal baru, g terus-terusan romance begini. Tapi
kl bikin komedi, garing! Bikin yang serem, takut! Sekalinya bikin yang mystery,
cuma sanggup nulis teasernya doang! Friendship? Family? Entah! Jadi mendingan
sekarang aku lurus-lurus aja, bikin ff yang sweet walaupun masih blm sempurna.
Oke, semua…. Thnks buat yg dah baca^^ selamat idul fitri bagi yg
merayakan.
Comments
Post a Comment