Boy Friend
Main cast = Son Dong
Woon, Jung Nicole
Genre = friendship
Length = oneshot (+/-
938 words)
Author = Salsa
Sometimes, I feel so
damn glad to know that I have you as my friend. An idiot boy who can make me
be me. Never feel ashamed to show you my ugliest face, my folly side or my
worst bawling. Though we just friend, I can’t help but love you^^. Just stay
with me till forever. Hug me tightly and protect me like what you used to be. Thanks,
My wonderful Boy Friend.
*********
Kakiku terasa melayang. Peluh bercucuran dan napasku
terengah. Mungkin dalam sekian detik aku benar-benar akan jatuh tersungkur di
aspal dan tak sadarkan diri. Hingga…….. UGH! Seorang pria menarik tanganku dari
samping. Tarikannya kuat, membuat nyawaku serasa tertinggal dari raga. Pria itu
membawaku masuk ke celah kecil antara dua bangunan, menuntunku berlari sambil
terus tertawa-tawa kegirangan. Kegiatan favoritnya.
“kau gila! Kenapa meninggalkanku?” aku berteriak di
sela-sela pelarian kami. Pria itu meluangkan sepersekian detik dari waktunya
yang berharga untuk terkekeh melihat wajah mengerikanku yang basah karena
keringat.
“lompat”
“apa?”
BUK!!
Oh… jangan salahkan aku yang tidak melompat. Salahkan pria
bodoh ini karena memberikan peringatan dengan sangat tiba-tiba. Atau salahkan
saja kayu sial yang bertengger ditengah jalan itu. Aku tak bergerak dan membeku
diatas aspal. Bukannya menahan diri dan merasa prihatin, seperti biasanya…… Son
Dong Woon tentu saja akan tertawa sampai mengeluarkan air mata. Oh… ayolah,
teman macam apa dia?
“SON DONG WOON!” tawanya memelan, pria itu lalu segera
membantuku berdiri dan………..
“o…ow” tanpa aba-aba ia menggendongku dan langsung kembali berlari.
Dengan tubuh yang terguncang-guncang, aku mencoba menoleh ke belakang. Dan
benar saja…… objek yang sejak tadi mengejar kami ternyata sudah mendekat. Dong
Woon menurunkanku di depan tangga, lalu dengan gerakan yang sangat cepat ia
menarik tanganku dan menaikinya. Jujur, rasanya sakit. Sangat amat sakit. Tapi….
apa boleh buat? tak ada cara lain. Memang harus begini jika ingin selamat.
Begitu sampai di atas, Dong Woon langsung melepas tasnya dan
melempar benda itu ke sisi tembok flat. Lantas mendekat ke tralis pembatas dan
menjulurkan kepalanya ke bawah. “hahahaha!!! Kau kalah lagi anjing gendut!
Sudah berapa kali aku menyuruhmu diet huh?” begitulah….. aku tak mengerti
kenapa namja itu senang sekali menggoda anjing milik nyonya Na yang tinggal
selisih 2 blok dari flat kami. Oh… ayolah…. Kami memang selalu dikejar-kejar
seperti ini minimal 4 hari sekali karena ulahnya.
Dong Woon yang sedang tertawa puas tak sengaja bertemu
pandang denganku. “Nicole~aa….. mian” ucapnya dengan nada menyesal yang
dibuat-buat. Dasar menyebalkan! Aku meliriknya tak suka lalu membuang muka.
Darah keluar dari lutut dan tangan kiriku. Perih. Rasanya mau menangis. Aku
bertingkah ‘baik-baik saja’ dan langsung sibuk mencari-cari kunci flat di dalam
tas. Sekedar info, flat kami bersebelahan. Terletak di lantai dua sebuah gedung
kecil di kawasan Yeoido.
Pria itu menarik tas miliknya yang teronggok di lantai dan
mengeluarkan sesuatu. Plester. Ia merobek beberapa diantaranya dan menghampiriku.
“sekarang duduk! kuperiksa lukamu”
“tidak! Aku bisa sendiri, manusia jahat!”
“atas dasar apa kau memanggilku begitu?” sahutnya tak
terima. Pria itu menarik pergelangan tanganku secara paksa dan menekan bahuku
ke bawah, sampai merosot dan terduduk di lantai. Sial! Dia memang tak pernah
bisa bersikap lembut.
“kau meninggalkanku! Apa itu kurang jahat huh?” aku merengut
sebal. Dong Woon menekuk sebelah lututnya, memperhatikan lukaku dengan serius
lalu berdiri lagi dan menghampiri tasnya.
“tapi kan aku kembali lagi dan menyelamatkanmu”
“oh.. benar! Dan lihat apa yang terjadi sekarang!” ujarku,
merujuk pada cairan berwarna merah pekat di siku dan lututku.
“dan lihat apa yang kulakukan sekarang!” balas Dong Woon
seraya mengeluarkan sebotol air dan sapu tangan dari tasnya. Aku tersenyum
remeh, tentu saja! ini memang sudah menjadi tugasnya.
Pelan-pelan pria itu menyapukan sapu tangan basahnya di
lututku yang berdarah. Tentu saja aku meringis, mencengkram dan menarik-narik
lengan kemejanya dengan brutal. Pria itu diam, jelas sudah terbiasa. Tunggu….. sudah
berapa kali kami melewati adegan ini? tiga? Delapan? Oh,… kurasa lebih. “selesai”
ujarnya setelah menempelkan plester.
“aku penasaran dimana lagi aku harus menempelkan plester
besok sore” ia tertawa jenaka.
“tidak lucu” jawabku kesal. Bagaimana tidak? aku PEREMPUAN.
Mana ada perempuan yang senang jika di pipinya ada plester? Di lututnya ada
plester, dan jangan lupakan tiga plester lain yang menyebar di tangannya. Dong
Woon menatapku dengan senyum puas, seolah habis menyelesaikan suatu karya seni kelas dunia. Jangan bilang menempel
plester mulai masuk ke dalam daftar hobinya.
“sekarang bukakan flatku sana” aku menyodorkan kunci. Dong
Woon langsung merebutnya dan berdiri. Baiklah,…. Kuakui dia menyebalkan. Tapi
di sisi lain aku merasa sangat beruntung bisa bersahabat dengannya. Dialah
satu-satunya teman pria yang kupunya. Satu-satunya teman yang bisa membuatku
menjadi diri sendiri. Aku tak pernah merasa malu walau dia melihat wajah mengerikanku
saat bangun tidur, melihatku menangis meraung-raung, melihatku berpose super
aneh di depan cermin, menari tidak sesuai irama, bernyanyi diluar nada atau
apapun. Setiap bersamanya, aku merasa nyaman, senyaman di rumah. Jadi salahkah
aku jika kubilang Son Dong Woon adalah rumahku? Ah… terserah. Aku
menyayanginya, sebagai sahabatku dan doakan saja supaya selalu begitu.
Setelah pintu flatku
terbuka, pria itu kembali menghampiriku dan tanpa diminta langsung mengangkat
tubuhku. “kenapa kau senang sekali menggendongku?” aku berujar dengan nada
jengah, terlalu malas untuk berteriak-teriak meminta turun. Lagipula kakiku
memang masih terasa ngilu, jadi apa salahnya menerima sedikit bantuan?
“karena kau senang sekali kugendong?” itu bukan jawaban.
“tidak juga. Tapi terimakasih” Ia menurunkanku dengan
hati-hati diatas sofa.
“dan terimakasih juga” ucapnya. “untuk?”
“menemaniku dikejar-kejar anjing milik nyonya Na”
“dasar! Kuharap ini yang terakhir”
“benar…… bagaimana kalau kita mencoba dikejar anjing yang lebih
kurus?”
“YAA!!!! SON DONG WOON”
“aku bisa membayangkan seluruh tubuhmu tertutup plester nona
Jung”
“SON DONG WOON!!!”
“oke….. hahaha!”
“aku tak mau dikejar anjing lagi. ara?”
“I can’t promise that one”
Honestly, I have no
time to think about stupid romance. I just love my friendship. So much.
END
Just a weirdo fic, as
usual. Thanks for reading^^
Comments
Post a Comment