Hurt






cast  :
  • a girl / YOU
  • you can imagine your bias as your boyfriend, Kris EXO juts on cover









Apakah ini yang namanya penghianatan?


Seperti ini kah rasanya terhianati?


Apakah sesakit ini?


Kenapa? Kenapa harus sesakit ini?



**********



Ribuan kali kucoba untuk mengabaikan semua yang kuketahui. Namun semua itu tak ada gunanya. Lagi-lagi tanpa bisa kutahan, rasa itu kembali menyergapku. Menusuk relung hatiku. Hingga membuat aku merasakan rasa sakit ini. Rasa yang teramat sakit untuk kupendam, bahkan untuk kuceritakan kepada orang lain.


Rasanya ingin sekali kuhempaskan tubuh ini begitu saja kehadapan sebuah mobil yang tengah melaju. Biar tubuh ini dapat merasakan rasa sakit dan mampu mengalihkan rasa sakit yang tengah mengusik hatiku. Rasanya begitu perih. Sangat perih. Andai saja dengan merangkai kata-kata aku mampu menjelaskan bagaimana rasa sakit yang tengah kurasakan, pasti sudah sejak lama aku lakukan itu. Tetapi nyatanya, rasa ini tak dapat aku ungkapkan dengan kata-kata.


Semua ini terjadi begitu cepat. Bahkan sangat cepat hingga tak mampu memberikan sedikit jeda untuk aku berpikir. Seperti  kecepatan cahaya yang hanya mampu dihitung dengan menggunakan alat khusus.


Aku kembali mencoba untuk membuang semuanya. Menghilangkan segala sesuatu yang kuketahui, dan mencoba untuk tetap menjadi diriku yang biasanya. Namun semua itu tak berhasil. Aku tetap seorang gadis rapuh yang sampai kapan pun tak akan bisa menjadi tegar. Aku masih tetap sama. Semua yang aku bayangkan hanya akan berakhir pada sebuah impian. Impian yang sampai kapan pun tak akan pernah terwujud.



Kembali, pagi ini aku berniat untuk mengawali kehidupanku dengan sebuah harapan yang masih sama. Melupakan semuanya dan berlaku layaknya aku yang biasanya. Kulangkahkan kakiku mengikuti arah jalan yang akan membawaku ke sebuah tempat perhelatan yang telah dipersiapkan untuk merayakan kelulusan senior-seniorku. Ya…. walaupun aku bukanlah tipe gadis yang suka menerjunkan diri ke dalam kegiatan kampus, tetapi setidaknya aku masih memiliki satu kegiatan yang sampai aku lulus nanti, aku akan terus terlibat dalam event-event seperti ini.


Dari kejauhan tampak beberapa temanku yang telah datang dan menunggu beberapa anggota lainnya. Ya…. maklum saja, kegiatan yang aku ikuti termasuk kegiatan yang memerlukan banyak pengikut. Kupercepat langkahku menghampiri mereka. Seperti biasanya, tak ada perbincangan yang terjadi selain tersenyum dan saling melempar pandang.


Tentu saja, karena ini kali pertamanya kami mengenakan pakaian yang sedikit formal, dan juga dengan warna yang sedikit mencolok. Siapa pun juga akan bertindak seperti kami. Yah walaupun aku sedikit ingin tertawa karena melihat bagaimana salah satu temanku menahan rasa sakit dikakinya karena sepatu yang ia gunakan.


Sejenak aku diam dan menatap gamang sesuatu dihadapanku. Entah siapa yang berdiri dihadapanku, yang jelas kini sesuatu kembali menyerang perasaanku. Membuat aku mati-matian harus mengalihkannya, setidaknya tidak di depan mereka, di depan teman-temanku.


Kupejamkan mataku. Ku coba untuk membuang segala rasa yang kini tengah memenuhi relung hatiku. Rasa sakit, perih, pedih, kecewa, tak percaya yang kini tengah menyayat sedikit demi sedikit lapisan hatiku. Yang akan membuatku menjadi gadis rapuh.


“aku tak suka mengenakan pakaian seperti ini!” Kesal Hye Rin. Gadis itu terus saja bergerak tak menentu. Entak menarik lengan pakaiannya, atau memegangi celananya yang nyatanya dalam keadaan baik-baik saja.


“sudahlah. pakaianmu tak bermasalah, tetapi kau-lah yang bermasalah Hye Rin-ah.” Ucapku sembari memutar-mutar tubuhnya.


Ya memang benar apa yang aku ucapkan. Pakaian yang ia gunakan tak kekecilan dan juga tak kebesaran. Dia saja yang bertingkah seperti pakaiannya itu telah melakukan banyak kesalahan terhadap tubuhnya.


Ia sedikit menghembuskan nafasnya frustasi. Terlihat sekali dari wajahnya kalau ia ingin sekali melepaskan pakaian-pakaian itu dan menggantinya dengan pakaian yang biasanya ia gunakan, jeans serta t-shirt kebesaran kebanggaannya.


“cha… changkkaman. kau habis menangis?” Ia menatapku, lebih tepatnya memperhatikan mataku.


Apakah terlihat sekali? Ya… aku akui semalaman aku terus saja menangis. Menangisi sesuatu yang sampai detik ini pun aku belum dapat percaya sepenuhnya. Aku ingin megelaknya, tapi sepertinya itu hanya sia-sia. Nampaknya hanya dengan melihat wajahku ia tahu apa yang terjadi padaku semalam.


“mata mubengkak. kalau pun kau mengantuk, matamu tak akan menjadi sekecil itu.”


Aku hanya menghela nafas panjang dan pelan saat kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Nampaknya usahaku untuk membuat keadaan menjadi seperti biasanya hanya sia-sia saja. Buktinya Hye Rin saja yang terkenal dengan keacuhannya dan ketidak perduliannya terhadap urusan hati dapat mengetahui keadaanku, bagaimana dengan yang lain.



**********



Duduk ditengah-tengah kegaduhan yang tengah terjadi memang sedikit mengusik. Namun itulah yang kini tengah kulakukan. Menunggu acara dimulai dengan dikelilingi oleh orang-orang yang entah sejak kapan terus saja berkeliling, saling berteriak, memberikan perintah, atau memberikan aba-aba. Ya walaupun begitu, aku menikmatinya.


“kau habis menangis?”


Refleks kepalaku berputar menatap sosok gadis yang tengah sibuk menata rambutnya. Shin Ae Hyun, gadis itu yang baru saja melontarkan kalimat pertanyaan itu. Apakah itu ia tunjukkan untukku? Geureom. Bukankah sudah kukatakan sebelumnya bahwa tak mungkin tak ada yang menyadari wajahku saat ini.


Aku hanya dapat tersenyum kecut padanya. Tanpa kujawab pun Ae Hyun pasti sudah tahu jawabannya, karena setalah itu ia juga ikut tersenyum seperti memberikan sedikit semangatnya padaku. Hei… aku tak apa. Aku baik-baik saja. Aku hanya membutuhkan waktu untuk berpikir. Jadi tolong jangan kasihani aku hanya karena hal ini. Dan lagi pula, bukankah hanya aku yang mengetahui apa yang terjadi padaku?!



**********



Waktu yang terus berputar membuat acara kelulusan para senior nyaris saja berakhir. Namun sepertinya semangat mereka untuk menyaksikan berbagai macam hiburan tak juga sirnah. Rasa lelah yang seharusnya mereka rasakan karena sejak tadi pagi mereka harus terus mengikuti serangkaian acara tak nampak diwajah mereka. Berbeda denganku, rasanya kini tulang-tulangku sudah tak mampu lagi bekerja dengan baik. Semua terasa sakit. Namun rasa sakit ini tak sebanding dengan rasa sakit yang masih terus dengan setianya menggelayuti perasaanku.


Aku menghela nafas begitu saja. Kini aku merasa sepeti tengah menanggung beban berat yang tak akan pernah habis sampai kapan pun. Aku lelah. Aku ingin menyerah. Tapi aku tak bisa. Aku tak bisa melakukan hal itu. Aku tak ingin menjadi gadis rapuh untuk yang kesekian kalinya. Aku tak mau!


Lagi-lagi otakku kembali berputar menayangkan sebuah rekaman kejadian yang membuatku menangis semalaman. Layaknya sebuah pemutar film, otakku dengan sangat baik memutar kembali kejadian itu.


Sungguh, aku tak sengaja melakukannya. Aku tak bermaksud bertindak lancang. Aku hanya penasaran. Aku tak ingin mengganggu privacy nya, tetapi rasa penasaranku mengalahkan semuanya. Namun… karena rasa penasaran itu, kini hatiku menjadi sangat pedih. Sungguh…. aku tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi padaku.


Dia… dia menghianatiku. Dia memiliki gadis lain. Tetapi kenapa? Kenapa dia tak mengakhirinya denganku? Apakah ia sengaja? Apakah ia menganggap bahwa hubungan yang kami jalani hanya sebuah permainan yang tak akan menyakiti pihak mana pun???


Dan kini aku benar-benar merasa sangat menyesal. Aku ingin mengulang lagi waktu kembali kesaat diaman aku tak mengetahui apa pun. Aku ingin kembali kemasa itu. Aku sangat ingin kembali. Aku tak mau menjadi seperti ini. Mengetahui fakta yang sebenarnya seorang diri, itu benar-benar menyiksaku.


Hingga tadi ia masih berlaku seperti biasanya. Bahkan malam saat aku menangis pun ia masih berperilaku seperti saat dimana aku tengah menangis. Ia mencoba membuatku tenang. Mengusap puncak kepalaku, bahkan ia juga menyekah aliran air yang mengalir membasahi wajahku. Berkali-kali ia bertanya kepadaku, tetapi aku tetap tak dapat mengatakannya. Aku hanya terus menangis. Membiarkan rasa sakit ini aku saja yang mengetahui dan merasakannya.


Bodohkah?


Ya… aku memang bodoh. Bagaimana bisa ada seseorang seperti aku di muka bumi ini? Tetapi… inilah aku. Aku tak mau ia pergi dari sisiku. Aku tak mau ia pergi meninggalkanku seorang diri. Aku tak mau itu terjadi. Aku tak mau.


Jadi… salahkah aku melakukan hal ini? Memendam semuanya dan berperilaku layaknya tak terjadi apa-apa? Menutupi semuanya? Apakah semua itu salah? Nampaknya kini hanya itu yang dapat aku lakukan. Aku takut ia pergi. Aku takut. Jadi lebih baik, biar aku yang merasakan rasa pedih ini sendiri.




F  I  N





hi.. i'm back.
after 'Promise', now i brought 'Hurt'!!
how's it???? 
hhhh~ okay i know it isn't fit with what you would expect. so.. i think to not linger here because i don't wanna disturb you.
but.. i still hope that you are enjoy when read this.

thanks for your time  to read my fic and..... 감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts