Can I Really Hate You?


Main Cast = Park Jung Soo, Park Yeom Na (oc)
Genre = Romance
Type = Oneshot
Author = Salsa


Author POV



Yeom Na masih memejamkan mata, ia sedikit mengerang begitu merasakan sinar mentari pagi menyiram wajahnya. Tangannya mengulur ke samping, meraba-raba sebelah sisi ranjangnya. Dahi gadis itu langsung berkerut saat tak mendapati siapapun disana. Ia cepat-cepat bangkit dari posisi berbaringnya, membuka mata lalu menoleh ke samping dengan gerakan cepat. “Jung Soo op..” ucapannya langsung terhenti, tersadar didetik itu juga.
  

Dadanya langsung sesak, benar-benar sesak. Mungkin oksigen di sekitarnya baru saja disedot habis sehingga ia tak mampu bernafas sama sekali. Gadis itu menyesal, Kenapa ia harus bangun? Kenapa ia tak mati saja? Kenapa ia diharuskan untuk hidup tapi tak disediakan oksigen untuk bernafas? Ini tidak adil.


Tatapan mata yeoja itu kini kosong. Selalu seperti ini selama 3 hari terakhir. Apa kehadiran namja itu sebegitu berpengaruhnya untuk kelangsungan hidupnya? ia meremas ujung selimutnya kuat-kuat. Jika sudah seperti ini apa yang harus ia lakukan?


Kali ini mata yeoja itu beralih pada jendela kaca besar yang masih tertutup gorden putih polos di sebelah sisi kamarnya. Ia memperhatikannya beberapa saat sebelum akhirnya kakinya melangkah tak terkendali kesana. Dengan tangan yang bergetar, yeoja itu menyibak sedikit gorden dan mengintip dari sana. Ia bisa merasakan otaknya yang langsung kosong, tak mampu memikirkan apa-apa. Ia hanya tak habis pikir. Bagaimana bisa namja itu bertahan? Ia benar-benar masih disana. Masih berdiri di sudut jalan dengan badan yang menyandar dibox telfon umum. Tangan pria itu bersedekap ringan dengan tatapan mata yang tertuju padanya, pada gadis yang sedang memperhatikannya dibalik gorden. Pria itu tau, gadisnya sedang memperhatikannya. Entah kenapa, walau pagi ini yeoja itu bahkan terlihat lebih kacau dari 2 hari sebelumnya, namja itu masih bisa berpikir bahwa ‘ia adalah yeoja paling sempurna di muka bumi’, ‘Yeoja paling ia inginkan, ia butuhkan’.


Yeom Na melepas raupan kain gorden ditangannya, membuat gorden itu kembali tertutup sepenuhnya. Matanya mulai memanas lagi, kalau begini caranya bisa-bisa ia luluh. Mengapa namja bernama Park Jung Soo itu mudah sekali mempengaruhinya? Hanya karena melihat wajahnya saja, ia merasa lemah. Tapi tidak, yeoja itu langsung menggeleng, menepis semua bayangan menyenangkan yang mulai berkelebat. Ia menoleh ke cermin di belakangnya lalu berjalan mendekat. Menatap pantulan wajah kacaunya dicermin itu penuh ambisi. “namja itu jahat! Dia orang jahat! Dia membunuh appa! Dia bukan orang baik! Sama sekali tidak baik!” ucapnya dengan nafas yang tersengal, ia berusaha mati-matian menahan butiran air yang sudah menggenang di pelupuk matanya dan hebatnya, ia berhasil. Ia memang sudah berjanji untuk tidak menangis hanya karena seorang Park Jung Soo, dan sampai detik ini, ia berhasil. Hanya saja, menahan tangis malah membuatnya semakin kesakitan.



.........................................................



Namja itu menahan nafas saat gorden kamarnya terangkat kecil. Dia bisa melihat seorang gadis dengan sorot mata menyakitkan  sedang menatapnya. Namja itu balik menatapnya dan beberapa saat kemudian, gorden kamar itu tertutup kembali. Pria itu membuang nafas frustasi, sampai kapan ia akan seperti ini?


Kakinya sudah benar-benar lemas sekarang, dia berdiri selama berjam-jam di sudut jalan hanya untuk seorang gadis. Park Yeom Na. Entahlah, ia juga masih tak yakin apa hubungan mereka saat ini. Yang jelas, mereka sudah menikah. Tapi jika namja itu menyebut Yeom Na adalah istrinya, untuk saat ini ia yakin yeoja itu pasti takkan terima. Lagipula, ia juga merasa tak pantas disebut sebagai seorang suami. Ayolah, mana ada seorang suami yang membunuh ayah istrinya sendiri? Membunuh? Ya.. membunuh.


Ia mengangkat kedua tangannya yang bergetar, sudah terlalu banyak nyawa yang terenggut karena tangan ini, apa sebaiknya ia berhenti saja?


Park Jung Soo, pria itu sempat menjadi mata-mata kepolisian dengan tugas mengerikan semacam ‘membunuh’ dan akhirnya mengundurkan diri saat masa tugasnya baru beberapa bulan. Namja itu lebih memilih menjadi seorang polisi biasa, ya.. tapi kata biasa di dalam kalimat itu sepertinya benar-benar tidak tepat. Pekerjaan sebelumnya benar-benar membuat Jung Soo menjadi sangat disegani oleh sesama polisi bahkan penjahat sekalipun. Tak terhitung berapa kasus yang telah ia tangani dan ia yakin akan lebih banyak lagi ke depannya. Semula pria itu tak merasa begitu terbebani dengan pekerjaan mengerikannya, menurutnya kejar-kejaran dengan mobil diiringi deru tembakan sudah selayaknya makanan sehari-hari, walau ia pun sudah tau jelas apa konsekuensi yang ia pertaruhkan, nyawa.


Dan kejadian 3 hari yang lalu, benar-benar membuatnya merasa sangat hina. Ia membunuh ayah mertuanya. Jung Soo sendiri syok berat begitu mengetahui tugasnya saat itu, ia benar-benar tak habis pikir bahwa seorang yang ia hormati ternyata adalah seorang buronan. Park Tae Woo. Namja setengah baya itu adalah mertua sekaligus musuhnya. Ia terlibat dalam kasus pembunuhan berantai dengan motif balas dendam, uang dan kekuasaan. Tae Woo sendiri bukanlah tersangka utama dalam kasus ini, namun jelas dia bersalah karena ikut memberikan dana untuk memuluskan kegiatan keji tersebut. Mungkin faktor persahabatan yang membuat Tae Woo dengan suka rela membantu pembunuh berantai itu, tidak tanggung-tanggung, 14 nyawa melayang. Dan Jung Soo jelas tak habis pikir, bagaimana bisa orang yang tak terlihat memiliki masalah ternyata melakukan kegiatan semacam pembunuhan dibelakangnya. Berulang kali ia berpikir, kenapa Tuhan sebegitu jahatnya? Kenapa dari sekian banyak polisi-polisi hebat di Seoul harus ia yang menangani kasus ini? Dan kenapa harus mati di depan matanya?  Terlebih kenapa ia tak bisa berbuat apa-apa? Terlalu banyak pertanyaan tanpa jawaban.



………………………………………………………………………………………………………………………………………..



Seorang gadis tengah merapatkan mantelnya sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Ia mengerang frustasi lalu menambahkan lebih banyak bedak ke wajahnya. Bagaimana bisa ia sehancur ini? Maksudnya, wajah pucat? Mata berkantung? Ia terlihat seperti mayat hidup, aniya, ia benar-benar mayat hidup.


Ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin lalu meringis didetik yang sama. Ia sudah bermake-up habis-habisan tapi wajahnya tetap terlihat sangat kacau. Ayolah, ia harus bekerja. Hah… baiklah, siapa perduli? Yeom Na mengedikan bahunya lalu menyurukkan alat-alat make up itu ke dalam tas tangannya dan segera beranjak keluar.


Gadis itu menarik nafas panjang-panjang begitu sampai di depan pagar rumahnya. Rumahnya? Bahkan gadis itu sangsi, bukankah ini rumah mereka? Rumahnya dan Park Jung Soo? Lalu kenapa gadis itu malah membentaknya dan menyuruh namja itu menjauhinya? Punya hak apa dia melakukan itu? Yeom Na menghentakkan kakinya dengan kesal, kenapa selalu seperti ini? Kenapa ia selalu bertengkar dengan jalan pikirannya sendiri? Manusia macam apa dia?


Kini gadis itu menundukkan kepalanya dalam-dalam, mencoba berpura-pura tidak menyadari ada sepasang bola mata yang sedang memperhatikannya. Ia melangkah dengan sedikit tergesa-gesa begitu merasakan pria yang tadinya berdiri di sudut jalan itu mulai beranjak dan melangkah mengikutinya. Langkah kakinya dipercepat seiring dengan detakan jantungnya yang menggila. Ia bahkan bisa mendengar langkah pria itu, langkah yang terkesan tenang namun menusuk.


Yeom Na menghentikan langkahnya tepat di halte bus, ia mengarahkan pandangannya ke jalan raya sambil berdiri tegap di sisi jalan. Kegiatan membosankan ini lagi, menunggu bus. Kapan pekerjaan sesederhana ini bisa menjadi sedikit lebih menyenangkan? Yeom Na mengangguk-angguk kecil, mengiyakan apa yang sedang ia pikirkan saat ini sampai tiba-tiba ia merasakan tubuhnya meremang.  Pria itu dengan santainya berdiri di sampingnya dengan tangan yang bersedekap dan mata yang menatap lurus ke jalan raya. Seolah tak pernah ada masalah di antara mereka. Yeom Na sendiri masih mempertahankan raut wajah penuh keangkuhannya, mengabaikan lututnya yang mulai melemas. Reaksi tubuhnya benar-benar berlebihan. Bisakah namja ini memberikan efek yang sedikit lebih normal saja?


“Apa maksudmu dengan memakai make up setebal itu? Kau mau merayu seseorang, huh?” Yeom Na diam saja, menganggap ucapan pria itu hanya angin lalu tak berguna.


“hei… kau tuli? Atau kau sudah bisu? Cepat jawab aku!” ujar Jung Soo sedikit berteriak. Yeom Na mendecak, tak tahan dengan teriakan pria disampingnya. Gadis itu mengambil inisiatif dengan menepuk bahu seorang ahjuma didepannya pelan-pelan. “Jeogiyo (permisi)” Yeom Na tersenyum sopan dan tentu saja mendapat balasan senyum dari ahjuma tidak berdosa itu. “bisakah anda membantuku?”


“keureom”  ahjumma itu mengangguk lalu memasang senyum terbaiknya. “tolong katakan pada namja disampingku, aku tidak mau bicara dengan seorang pembunuh” seketika wajah ahjumma tersebut berubah jadi horor, ia menatap Jung Soo dengan tatapan ngeri lengkap dengan wajah yang mendadak pucat.


“k..ka..kat….”
“tidak usah ahjumma, aku dengar. Gamsahamnida” Jung Soo mengangkat tangannya disertai ulasan senyum tipis, meminta ahjumma itu menghentikan ucapannya. Wanita itu mengangguk kaku lalu sesegera mungkin menyingkir teratur, menjauh dari kedua orang tersebut, kalau tidak mengingat ia harus menaiki bus, bisa saja ia mundur sejauh 1 km dari sini.


Yeom Na masih menjaga raut wajah tak perdulinya sedangkan Jung Soo tersenyum penuh arti “kau tidak mau bicara dengan pembunuh? Sepertinya kau lupa, Aku pernah menjadi mata-mata kepolisian 5 tahun lalu, dan aku sudah mulai membunuh orang sejak itu. Kau terlalu terlambat untuk mengatakan itu sekarang, Park Yeom Na-ssi” gadis itu terkesiap, mendadak kehilangan kontrol atas raut wajahnya. Keduanya saling terdiam untuk beberapa saat hingga Jung Soo kembali membuka mulutnya, “Yeom Na….. jadi aku masih belum boleh pulang? Sampai kapan kau akan marah padaku?” ujar pria itu lemah. “aku akan tetap berdiri diseberang rumah sampai kau mau memaafkanku” lanjut Jung Soo, terdengar seperti sebuah ancaman berbahaya bagi Yeom Na. Gadis itu sudah bisa mengontrol ekspresinya lagi sekarang, dan kali ini ia masih memasang ekspresi tak perdulinya lagi, padahal otaknya sudah mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan seperti ‘bagaimana pria itu makan?’, ‘bagaimana ia tidur?’, ‘bagaimana jika dia sakit?’


Yeom Na tersenyum penuh rasa syukur begitu melihat bus datang, ia benar-benar tak kuat lagi, kepalanya berdenyut keras begitu memikirkan nasib namja itu ke depannya. Yeom Na baru saja akan beranjak memasuki bus saat sebuah tangan menahannya, gadis itu berbalik dengan tatapan mengintimidasi namun yang ditatap malah tersenyum senang, sama sekali tak merasa terintimidasi “biarkan yang lain masuk dulu! Jangan berdesak-desakan dan membuat orang lain sesak nafas” ujar pria itu tenang. Yeom Na mengerang sebal sambil menghentakkan tangannya hingga terlepas dari cengkraman pria itu. Cengkraman? Tidak. Sentuhan pria itu tak bisa disebut dengan cengkraman. Ia menahan tangan yeoja itu kuat namun lembut, tak membuatnya kesakitan sama sekali.


Yeom Na menyedekapkan tangannya sambil menunggu sekumpulan orang didepannya masuk dengan wajah tak sabar. Gadis itu benar-benar mengikuti ucapan Jung Soo. Ia menunggu sampai semuanya masuk dulu. Lihat! Bahkan di saat ia mengatakan ia membenci pria bernama Park Jung Soo itu setengah mati, ia tetap menuruti ucapannya. Bodoh.


Yeom Na memasuki bus diikuti dengan Jung Soo dibelakangnya. Baru saja masuk, gadis itu langsung mendecakkan lidahnya. Bagaimana tidak? hanya ada dua kursi kosong jauh dideretan belakang. Otaknya sudah memanas lagi, jauh berbeda dengan namja dibelakangnya yang tersenyum puas. Tidak sia-sia pria itu menahan Yeom Na, ia benar-benar mendapat apa yang dia mau. Duduk berdampingan dengan gadis itu.


Yeom Na mendengus sambil berjalan menuju dua kursi kosong itu, namun langkahnya langsung terhenti dan matanya berbinar-binar begitu melihat ahjumma yang tadi. Sebuah ide hebat melintas di otaknya. Ia memasang wajah sekarat sambil memegangi perutnya lalu berlutut didepan ahjumma itu, mendadak wajah ahjumma tersebut langsung mengeras dan ketakutan, persis seperti tanah liat yang habis dijemur, mungkin ia berpikir ‘Kenapa dari sekian banyak orang, aku lagi yang harus menjadi korban?’


“Jebal, bolehkan aku duduk disini. Aku sedang hamil” rintih Yeom Na
“k..ke..keu…..” ahjumma itu langsung tergagap dan terlihat hendak bangkit.
“Aniya ahjumma, dia bohong” seru Jung Soo sambil menarik lengan Yeom Na hingga berdiri lalu mendorongnya ke deretan kursi di belakang. Gadis itu mendecak namun tak mampu melawan.


Dan disinilah mereka sekarang, di deretan kursi belakang bersama sekumpulan pekerja kantoran lain. Jung Soo sengaja membiarkan gadis itu duduk di samping jendela agar tidak ada yang bisa duduk disebelahnya selain dia.
“jangan mengikutiku” ujar Yeom Na tiba-tiba
“eh? Katanya tak mau bicara dengan pembunuh” Jung Soo menyeringai lalu tertawa kecil begitu menyadari perubahan ekspresi Yeom Na. Gadis itu mendengus lalu membuang muka ke arah jendela.


“Yeom Na….. nanti aku akan menjemputmu. Sama seperti biasanya” yeoja itu mendelik, membuat Jung Soo meralat ucapannya, “ya.. mungkin tidak akan sama. Tapi bisa kupastikan, aku akan selalu berada di sekitarmu”


Tempat pemberhentian bus selanjutnya sudah terlihat, itu artinya gadis disampingnya akan turun sebentar lagi “Yeom Na…….. tak usah menoleh. Dengarkan saja!” ucap Jung Soo, membuat gadis itu langsung terpaku ditempat.


“kalau nanti kau terbangun lalu merasa kehilanganku, lari saja ke sudut jalan, aku pastikan aku akan selalu ada disana. Menunggumu. Menunggu maafmu” pria itu menarik nafas lemah lalu kembali melanjutkan ucapannya “Tolong, jangan biarkan aku menunggu terlalu lama” Kalimat yang ia ucapkan selesai bersamaan dengan bus yang berhenti. Nyaris separuh dari penumpang bus bersiap-siap turun, tak terkecuali Yeom Na yang langsung berdiri, ia benar-benar harus segera keluar dari bus ini. Bola matanya sudah bergetar sejak tadi, dia takut kalau ada butiran air yang jatuh dari sana. Tidak. Tidak boleh ada air mata, terlebih saat Jung Soo disampingnya.


Jung Soo menggeser kakinya, memberikan celah untuk gadis itu keluar. Yeom Na melewatinya dengan tergesa-gesa dan tanpa bicara sepatah katapun.


Pria itu terdiam dikursinya sambil mengamati yeoja yang kini sudah nyaris tak tertangkap pandangannya lagi. “Josimhae (hati-hati)” gumamnya pelan. Yah… bukan pertemuan yang buruk, mengingat ini pertama kalinya gadis itu menampakkan dirinya pada dunia luar sejak berhari-hari mengurung diri di rumah. Lagipula namja itu merasa sangat beruntung, beruntung karena bisa mendengar suara yeojanya lagi, melihat wajahnya dari dekat, duduk berdampingan dengannya, menyentuh lengannya, berbicara dengannya. Ini semua benar-benar tidak buruk, mungkin bisa dibilang sempurna jika pria itu juga mendapat senyum darinya.



……………………………………………………….



15:42 KST
Yeom Na POV


Insomnia. Aku tak pernah mengalami itu sebelumnya. Tapi khusus 3 hari ini, aku mengalaminya. Aku benar-benar tak bisa tidur, mungkin singkatnya, aku takkan bisa tidur dengan benar sampai pria itu juga ikut berbaring disebelahku. Dan sekaranglah imbasnya, tubuhku benar-benar letih, aku benar-benar butuh istirahat saat ini juga. Berulang kali tubuhku limbung dan nyaris terjatuh ke lantai. Aku tak dapat menatap seseorang dengan fokus dan  tak bisa berkonsentrasi. Aigooo…. Ini benar-benar mengerikan.


Sekarang aku sedang berjalan melewati lobi kantorku, ya.. waktunya pulang. Demi Tuhan, rasanya ingin cepat-cepat sampai di rumah dan merebahkan tubuh, walau aku sendiri tak yakin akan merasa lebih baik tapi ya,.. setidaknya mungkin bisa sedikit membantu. Aku berdecak ringan begitu sampai di luar, entah kenapa aku merasa sebentar lagi kepalaku akan meledak. Aku mengambil nafas sebanyak-banyaknya, menghiraukan semua benda disekelilingku yang seolah berputar-putar. Dan tanpa berpikir dua kali, segera berjalan menyeberangi jalan raya didepanku. Tujuanku satu, halte diseberang jalan. Dari tadi aku tak berhenti memikirkan bagaimana caranya aku bisa duduk di bus dan sampai di rumah secepatnya.


Namun…………………………..



Author POV




“sial” desis Jung Soo saat tiba-tiba saja gadis itu melangkahkan kakinya menyebrangi jalan raya. Gadis itu benar-benar buta sepertinya! Apa ia tak bisa melihat truk besar yang siap menghantam tubuhnya? Sambil mengerang, Jung Soo melemparkan semua benda ditangannya, makanan ringan dan ice coffee-nya pun langsung meluncur bebas ke aspal dan tumpah ruah dalam sekejap.


Jung Soo dengan sigap berlari ke tengah jalan dan merengkuh tubuh gadis itu kepelukannya.



Yeom Na POV



Aku masih melangkah pelan menyeberangi jalan namun sialnya pandanganku semakin kabur dan tak bisa kuandalkan lagi. Semuanya berubah menjadi gelap. Ya Tuhan mungkin beberapa detik lagi aku akan pingsan. Aku mulai sedikit menunduk, berusaha menahan rasa nyeri di kepalaku saat tiba-tiba saja suara klakson besar yang memekakkan telinga disertai pekikan-pekikan entah dari mana menusuk telingaku, belum sempat aku menoleh kemana-mana, aku mendapat hentakan keras ditubuhku, seseorang merengkuhku kepelukannya lalu membawaku lompat ke bahu jalan. Seseorang? Aniya… aku mengenalnya. Aku memang tak melihat wajahnya tapi aku mengenal wangi tubuhnya. Dan bodohnya, di saat seperti ini, aku masih bisa terbuai selama beberapa saat karena aroma itu, harum yang kurindukan.


BRAAKK


Aku langsung terkesiap begitu tubuh kami terhempas dan membentur bahu jalan. Kalian pikir aku kesakitan? Tidak! Tidak sama sekali! Aku hanya merasakan hentakan kecil di punggungku. Jung Soo oppa memeluk tubuhku dengan sangat erat, membiarkan lengannya langsung berpapasan dengan trotoar yang keras. Aku tak berani bangkit, sama sekali tak berani, aku sudah bisa membayangkan darah segar mengalir dari tangannya sekarang. Kenapa dia melindungiku sampai sebegininya?


Nafasnya menderu keras, terdengar puas sekaligus ketakutan. Dengan terengah-engah, aku mendongakkan kepalaku menatapnya, menatap sorot matanya yang lelah. Bagaimana bisa aku membenci seseorang sepertinya? Jika aku tak memaafkannya saat ini juga, dapat kupastikan kalau hatiku sudah membusuk.


Namun….. PLAAKK, Jung Soo terkesiap begitu juga denganku. Apa yang kulakukan? Ya Tuhan!!!!!! Bahkan aku tak bisa menyatukan pikiran dan gerak tubuhku. Barusan aku…. Aku…… aku menampar keras pipinya. Tapi……..kalian tau responnya? Demi Tuhan aku benar-benar tak mempercayainya.


“Yeomie~ya, gwaenchanayo?” pria itu malah menatapku dengan sorot mata tenang lalu menanyakan keadaanku dengan nada khawatir. Aigoo….. apa aku menikahi seorang malaikat?


Setelah terdiam dan syok selama beberapa saat, akhirnya aku bisa mendapatkan kembali kesadaranku “KAU! Kenapa kau menyelamatkanku? Aku tak butuh bantuanmu! Menyingkirlah dariku” seruku sambil mendorong dadanya. Ia terlihat pasrah dan langsung bangkit dari posisinya. Jung Soo oppa mengulurkan tangannya ke arahku, hendak membantuku berdiri namun aku malah menghempasnya. Aku bangun dengan usahaku sendiri sementara ia memandangku dengan tatapan yang tak bisa kudeskripsikan, hanya menyakitkan. Bagaimana bisa ia terlihat begitu mengkhawatirkanku? Bukan seharusnya dialah yang patut dikhawatirkan? Seperti dugaanku, tangannya terluka.


“kajja! Kuantar kau pulang!”
“Lepaskan”
“jebal! Jangan kekanakan! Kau sedang tidak sehat, Yeom Na~ya”
“Kekanakan? Aku hanya membenci seseorang yang sudah membunuh ayahku. Aku tidak kekanakan. Ini semua wajar.”


“Yeom Na! Aku hanya menjalankan tugasku”
“Ne.. tapi tidak dengan menembak mati appa. Bukankah ada hukuman penjara? Kenapa kau jahat sekali, oppa?”


“kau tak tau apa yang terjadi saat itu. Jadi diamlah! Sekarang kuantar kau pulang”
“Lepaskan!”
“Yeom Na! Kau sedang tidak sehat! Berhentilah membantah”
“Jangan menyentuhku! Dasar pembunuh” tiba-tiba cengkraman tangannya di tanganku mengendur lalu terlepas begitu saja. Tatapan matanya mendadak kosong dan disaat itulah aku melangkah pergi. Aku keterlaluan? Sangat. Sangat keterlaluan. Aku menyemprotnya dengan nada tinggi dan berkata ‘DASAR PEMBUNUH’ bagaimana bisa malaikat sepertinya disandingkan dengan iblis sepertiku?


Dengan langkah tertatih, aku berjalan meninggalkannya.Ya.. mungkin penampilanku saat ini lebih mirip seperti orang gila dibanding orang yang baru pulang kerja. Aku benar-benar kacau. Sangat kacau.



21:50 KST
Author POV



Ini sudah hampir jam 10 malam namun Yeom Na masih betah duduk bersandar di dinding kamar. Ia belum melakukan apa-apa sejak pulang kerja tadi. Bahkan untuk sekedar melepas mantelpun tidak. “Pria itu sudah membunuh appa. Kau pantas membencinya” Ucap gadis itu berkali-kali. Matanya memejam dengan mulut yang tak berhenti bergerak, ia sedang berusaha sekeras mungkin untuk mempengaruhi otaknya sendiri. Ya.. ia merasa, tubuhnya sudah bisa ia kendalikan namun tidak dengan otaknya, ia selalu mengkhawatirkan namja itu, namja yang seharusnya ia benci.


“Huft…. Takkan berhasil. Fakta mengerikannya adalah aku tak bisa berhenti mencintainya. Sebesar apapun kesalahannya” gadis itu mendengus lalu akhirnya berdiri setelah sekian lama bertahan dengan posisinya. Ia bisa merasakan kakinya yang kram, aliran darahnya menjadi tidak lancar. Gadis itu berusaha mengabaikan rasa sakit di kakinya dan segera melepas mantel. Hati gadis itu mencelos saat melihat bercak merah dipunggung mantelnya. Deminya, Jung Soo bahkan rela melukai dirinya sendiri dan hebatnya, namja itu tak mengeluh atau sekedar mengekspresikan kesakitannya di depan Yeom Na. Baiklah, ini semakin mempersulit gadis itu untuk membencinya.


Yeom Na melangkah gontai menuju kamar mandi dan berhenti tepat di depan washtafel. Ia meringis sambil menyalakan keran air lalu membasuh lengannya yang penuh dengan darah yang mengering. Darah pria itu. Tadi Jung Soo sempat mencengkram pergelangan tangannya, dan bercak darah dari tangan pria itu melekat disana. Yeom Na mengangkat kepalanya, memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Matanya terlihat mengerikan. Mungkin karena sering menahan tangis, kelenjar air mata yeoja itu seolah tak berfungsi lagi. Ini gila, tak bisa menangis dan menahan tangis itu jauh berbeda. Dan tak bisa menangis itu sangat menyakitkan. Disaat kau ingin meluapkan kesedihanmu, kau tak punya air mata untuk dikeluarkan. Itu mengerikan.



Yeom Na POV



Setelah selesai membersihkan tubuh, aku memutuskan melakukan hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Aku berjalan menuju jendela dan mengintip ke luar. Aigoo…….. dia tak mungkin berdiri disana semalaman kan? Aku tau persis bahwa rumah diseberang sana, rumah dengan dinding berwarna soft green tepat dibelakangnya adalah rumah Yun Bi, rekan kerjanya sesama polisi. Dan dengan fakta itu, aku cukup bisa mengendalikan kekhawatiranku, aku berfikir dia bisa beristirahat disana pada malam hari. Namun lihatlah, dia masih berdiri tegap dengan tubuh yang bersandar di box telfon. Tapi kali ini berbeda, telapak tangannya dibalut perban putih, entah orang baik mana yang sudah bersedia membalut lukanya. Ia sedang menundukkan kepalanya sambil memegangi dada sebelah kanannya, terlihat seperti menahan rasa sakit. Dia kenapa? Dadanya kenapa?



Jung Soo POV



Cish…. Dadaku kembali sakit. Luka tembak didadaku belum sembuh benar dan sekarang ditambah lagi dengan kejadian tadi sore. Eomeo…. Kuharap tidak akan lebih buruk lagi. Sambil menahan rasa sakit, aku menengok jam tanganku. Sepertinya sudah saatnya aku membaringkan tubuh. Aniya…. Aku bukan bermaksud untuk membohongi Yeom Na. Hanya saja, aku ini manusia biasa, bukan manusia super. Aku juga butuh istirahat di tempat yang layak. Dan rumah Yun Bi berada tepat dibelakangku.


Walaupun begitu ,sebenarnya kurasa aku bisa bertahan disini tanpa masuk rumah. Ayolah, aku pernah menjadi mata-mata kepolisian sebelumnya, dan tentu saja aku dituntut untuk bisa beradaptasi dengan semua jenis lingkungan. Ini tak terlalu sulit untukku, tapi mengingat luka tembak di dadaku. Sebaiknya aku tidak memaksakan diri.



Author POV



Sama persis seperti hari sebelumnya, Yeom Na keluar rumah dan berjalan menuju halte bus tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya pada seorang namja yang setia menunggunya di sudut jalan. Jelas dengan ekspresi tak perduli yang berusaha gadis itu tunjukkan. Yeom Na berhenti di halte dengan posisi berdiri yang sama dengan kemarin, lengkap dengan Jung Soo yang ikut berhenti dan berdiri disampingnya. Hanya satu yang berbeda, kali ini Yeom Na yang berbicara terlebih dahulu.
“Terima kasih” Ucap yeoja itu dengan nada datar, masih kekeh mempertahankan sikap tak perdulinya.
“apa ada yang terluka?”
“berhenti mengkhawatirkanku! Jangan membuatku semakin kesulitan!” Yeoja itu tak dapat menyembunyikan rasa kalutnya lagi. Ia ingin membenci pria itu namun rasanya terlalu mustahil, padahal ia punya alasan yang sangat kuat untuk melakukannya.


“jadi kapan kita bisa seperti dulu lagi?”
“kurasa takkan bisa lagi. Kau pikir keluargaku akan memaafkanmu begitu saja. Mereka tau kalau appa salah dan patut mendapat hukuman, tapi bukan dengan mengakhiri hidupnya kan?”


“YEOM NA! kau tak tau apa yang terjadi! Kumohon berhentilah”



………………………………………………………………………………………………………….



12:10 KST
Police Office
Jung Soo POV



Aku mengetuk-ngetukkan jemariku diatas meja, hari ini bisa dibilang aku bebas. Maksudku, tak ada kasus yang harus kutangani.


“Kopi?” tawar Yun Bi sambil menyodorkanku secangkir kopi hangat.
“Ah.. ne.. gomawo Yun Bi~ya” Yun Bi mengangguk lalu menarik kursi terdekat dan duduk persis didepan mejaku. Jelas dia tidak sedang sibuk saat ini, ya.. seperti biasanya. Kami sering ditugaskan dalam kasus yang sama, jadi intinya kalau dia tidak bekerja, aku juga tidak.


“Terima kasih aku sudah boleh menumpang di rumahmu”
“Tak usah dipikirkan. Geunde, kapan kau akan bicara dengan Yeom Na? Kau tak boleh menyimpannya sendiri! Dia juga harus tau apa yang sebenarnya terjadi! Jung Soo~ya, nyawamu juga terancam saat itu” aku menarik nafas berat lalu meneguk cairan hitam dicangkirku.


“jangan terus menerus menyalahkan dirimu sendiri! Inilah tugas kepolisian” senyuman tipis tersungging diwajahku, tugas kepolisian? Kenapa aku jadi sangat muak dengan kalimat itu?


“Yeom Na masih sangat berduka. Aku pasti akan bicara padanya jika ia sudah lebih tenang”
“Jangan sampai kalian berpisah karena ini. Ini semua hanya salah paham, ng…. salah paham yang sangat rumit. Kau sendiri tau kau bukan pembunuhnya”


“tapi aku juga mengarahkan pistolku pada abouji. Otomatis, aku juga bersalah karena tak bisa mencegah Seung Bok menembaknya, menembak ayah mertuaku sampai mati”


“Dia hampir membunuhmu, idiot. Beruntung pria itu tak bisa menembak dengan benar. Coba bayangkan jika pelurunya berhasil mengenai jantungmu! Park Jung Soo hanya tinggal nama” mendengar ucapan Yun Bi yang menggebu-gebu, tanpa kusadari tanganku sudah terangkat, menyentuh dada kananku, rasanya masih perih. Ya.. luka tembak disana adalah hasil tembakan abouji.


“Ah.. sudahlah!” seruku sambil memijit ringan kepalaku yang tiba-tiba saja terasa pusing. Bayangan kejadian itu masih melekat kuat diotakku. Dan aku yakin tak akan menghilang untuk waktu yang sangat lama.



Author POV



Suara sirine mobil polisi, decitan ban yang bergesekan sengit dengan aspal dan deru senapan mewarnai insiden malam itu. Jung Soo, Yun Bi dan Seung Bok berada dalam mobil yang sama. Mereka mengejar sebuah Ferrari silver bersama 2 mobil polisi lainnya. Ferrari itu melaju dengan kecepatan maksimal ditengah jalanan kota yang lengang.


DOORRR
Tembakan pertama dari Jung Soo. Pria itu melongokkan tubuhnya dari kaca mobil yang terbuka dan menembakkan pelurunya tepat ke ban belakang Ferrari silver didepannya. Ciiiiiiiitttttttttttttt, mobil itu nyaris berbalik arah namun masih bisa melaju.


DOORRR
Tembakan kedua oleh polisi lainnya dan untuk kali ini tembakan itu berhasil membuat suara decitan mengerikan yang mau tak mau membuat kecepatan Ferrari itu tak dapat dipertahankan. Dan tentu saja, para polisi tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Dengan sigap, mereka semua membuka formasi dan mengepung Ferrari itu.


Empat orang polisi dari 3 mobil yang berbeda turun dan mengarahkan senapannya pada Ferrari itu, termasuk Jung Soo dan Seung Bok. Sementara Yun Bi dan dua polisi lainnya tidak keluar, bertugas memegang kendali mobil. “Keluar dari mobil sekarang! Kalian sudah dikepung” seorang polisi berteriak. Jung Soo sendiri diam-diam mengeluarkan seluruh peluru dalam senapannya dan hanya menyisakan satu, ia bersumpah tak akan membiarkan peluru itu keluar dari senapannya, tak akan. Untuk kali ini, ia bertekad untuk tidak membunuh siapapun. Dia yakin ayah mertuanya juga tak mungkin melawan terlalu keras, tapi sepertinya dia salah. Tiba-tiba saja pria itu keluar dari mobilnya dan DOORRR………… Tanpa berkata apa-apa langsung menembak mati salah satu rekannya. Jung Soo terkesiap begitupun polisi yang lainnya.



DOORRR


DOORRR


DOORRR


Setelah itu, tembakan saling bersahut-sahutan. Jung Soo sendiri masih bersikeras untuk tidak mengeluarkan pelurunya, ia hanya mengulurkan tangannya kedepan sembari memegang pistolnya kuat-kuat, hanya untuk menggertak. Malam yang benar-benar mencekam ditengah jalan raya yang lengang. Jung Soo memperhatikan ayah mertuanya itu, dia bisa melihat raut ketakutakan yang tertera jelas diwajahnya, mungkin pria itu sudah membayangkan hal-hal mengerikan jika nantinya ia ditangkap dan lebih memilih melakukan tindakan konyol seperti menembaki para polisi. Bisa dibilang ia menembak karena merasa ketakutan, terancam dan jelas tak bersedia mendekam di penjara.


“Jung Soo~ya! Mianhae” ucap pria itu sebelum DOORRR……….  “ARRGGGHHHH” Jung Soo menjerit kesakitan dan langsung jatuh tersungkur saat dadanya menerima hentakan keras. Peluru. Dan disaat seperti itu, Jung Soo masih harus memilih, menjadi menantu yang baik atau polisi yang baik. Pilihan terberat yang harus cepat-cepat ia tentukan sebelum nyawanya melayang, bisa saja Tae Woo menembaknya lagi sampai benar-benar mati.


Ia menahan rasa sakit didadanya sambil mengulurkan pistol dengan tangan yang bergetar hebat, dia mendongakkan kepalanya menghadap Tae Woo dan yang terlihat malah wajah Yeom Na yang sedang tersenyum manis, seketika konsentrasi pria itu langsung buyar dan dengan gerakan cepat DOORRR, ia menembak kaki Tae Woo bersamaan dengan peluru Seung Bok yang melesat lurus ke kepala namja setengah baya itu dan dalam hitungan detik pria itu terhempas dan tergeletak ditanah dengan darah yang bercucuran tanpa henti dari kepalanya. Darah Tae Woo mengalir dengan cepat hingga menggenang dibawah kaki Jung Soo, orang dengan posisi terdekat dengannya.


Jung Soo terpaku di tempatnya, ia melihat kejadian itu dengan teramat jelas. Otaknya langsung kosong, tak mampu memikirkan apa-apa seiring dengan sel-sel darahnya yang seolah menjerit. Pria itu merasakan hantaman maha dahsyat dijantungnya, apa yang akan ia katakan pada Yeom Na? Baru saja ayah gadis itu meninggal didepannya. Dia bahkan sudah ketakutan duluan saat memikirkan akan sehancur apa Yeom Na-nya nanti. Jika satu peluru dipistolnya masih ada, ia bersumpah akan menembak dirinya sendiri saat ini.



“Tersangka utama kasus pembunuhan berantai datang” Ucapan itu sontak membuat Jung Soo tersadar dari bayangan kelamnya, ia segera berdiri dan refleks mengarahkan senapan di meja kerjanya dengan marah. Bisa dibilang, pria itu adalah salah satu penyebab kehancuran hidupnya saat ini. Jika saja ayah mertuanya tak membantu manusia hina itu, mungkin ia masih bisa memeluk yeojanya tadi malam.


“kau harus mati ditanganku, bajingan” ucap Jung Soo geram, sukses membuat seisi kantor panik dan langsung menjauhkan tersangka utama itu dari hadapan Jung Soo. Jung Soo sendiri sudah nyaris melompat dari mejanya saat tiba-tiba saja ia mendengar sesuatu yang lebih penting dan sukses membuat paru-parunya berhenti bekerja. “Kebakaran? Shin-Tae building? Kami kesana! Sekarang!”


“kebakaran?” ulang Jung Soo syok.
Pria itu segera berlari keluar, meninggalkan Tae Woo yang saat itu masih tak mengerti.



................................................................



Jung Soo POV



Jantungku langsung mencelos begitu sampai disana dan melihat kobaran api yang menyala. Dengan panik, aku berlarian sambil mengedarkan pandangan ke segala sisi penjuru. Sial, aku tak menemukannya. “YEOM NA” teriakku.


“YEOM NA” aku masih berteriak sambil berlari mengelilingi sekumpulan orang berpakaian formal ala pegawai kantor yang sudah berhasil meloloskan diri dari amukan api, mereka semua terlihat sangat syok, bahkan beberapa pegawai wanita sampai menangis.


“ada yang tau dimana Yeom Na?” tanyaku pada sekumpulan orang itu. Mereka semua menoleh ke kanan dan ke kiri lalu menggelengkan kepalanya dengan raut wajah menyesal. Ya Tuhan, dia dimana? Jangan bilang gadis itu masih di dalam!


“Tolong!! Tolong!! Temanku masih di dalam!” seorang gadis tiba-tiba saja berteriak, sepertinya dia baru saja keluar dari gedung itu. “Jung Soo oppa!” panggilnya, dia mengenalku? Sambil mengernyit, aku berlari menghampirinya.


“Yeom Na masih di dalam. Dia bilang dia tak mau keluar” ujar gadis itu dengan paniknya. Mataku langsung membelalak lebar dan tanpa berkata apa-apa lagi segera melesat memasuki gedung itu.


“Dia masih diruang kerjanya, lantai 5” Yeoja yang tak kukenal itu berteriak.



………………………………………..



Author POV                                        



Jung Soo berlari menaiki tangga darurat sampai ke lantai 5. Ia sudah hapal benar dimana ruang kerja gadisnya dan saat ini tempat itulah yang menjadi tujuannya. BRAAKK, namja itu mendobrak pintu ruang  kerja Yeom Na lalu tanpa membuang waktu segera berkeliling mencari keberadaan gadis itu. Hingga………


“Yeom Na!” seru Jung Soo sambil berlari menghampiri seorang gadis yang tengah terkulai lemas dengan kepala yang sengaja dibaringkan diatas meja. ‘Gadis itu pingsan’ batin Jung Soo sambil menyentuh bahu Yeom Na. Namun, tiba-tiba saja kepala gadis itu terangkat, membuat Jung Soo langsung menghentikan gerakan tangannya.


“Oppa? Apa yang kau lakukan disini? Cepat keluar! Kau mau mati?”
“Harusnya aku yang bertanya padamu! Gedung ini sedang kebakaran. Kenapa kau malah duduk tenang disini?” Bentak Jung Soo.


Yeom Na membuang pandangannya ke arah jendela, melihat kepulan asap hitam pekat yang ada disana. Sepertinya kepulan asap itu berasal dari lantai di bawahnya. Ya.. api memang belum sampai ke lantai ini dan suasana di ruangan Yeom Na sekarang sama sekali tak memperlihatkan tanda-tanda kebakaran, hanya listriknya saja yang padam.


“Aku takkan keluar dari sini. Aku mau menyusul appa saja. Untuk apa aku hidup jika setiap detiknya habis untuk menahan rasa sakit dan frustasi?” Ujar Yeom Na tenang


“Kalau kau tak keluar! Aku juga takkan keluar!” Jung Soo menarik kursi terdekat dan duduk berhadapan dengan Yeom Na. Gadis itu membulatkan matanya, tak percaya dengan tindakan Jung Soo.


“Jangan bodoh! Cepat keluar dari sini” Seru Yeom Na.
“aku akan keluar dari sini asal kau ikut denganku”
“Kalau begitu lupakan! Biarlah kita berdua hangus terbakar disini” gadis itu berusaha tenang, walau sejujurnya ia sendiri tak yakin dengan kata-katanya, terlebih ada Park Jung Soo didepannya. Yeom Na mengetuk-ngetukkan jemarinya ke meja dengan tidak sabar, ia sedang menunggu pria didepannya berubah pikiran namun pria itu malah terlihat sangat tenang. Bukannya membujuk Yeom Na keluar, Jung Soo lebih memilih menyibukkan diri dengan ballpoint yang ia dapatkan dari meja.


“Keluar dari sini” Bentak Yeom Na tak tahan


1 detik
2 detik
3 detik


Pria itu sama sekali tak menjawab, “KUBILANG PERGI!” Kali ini gadis itu menjerit dan respon yang ditunjukkan Jung Soo masih sama. Yeom Na meringis sambil mengepalkan tangannya “Fine! You win! I’ll get out with you” seru gadis itu sambil berdiri. Jung Soo tersenyum puas lalu tanpa membuang waktu lagi, ia menarik lengan Yeom Na menuju pintu darurat. Namun saat pintu itu dibuka, kepulan asap dan kobaran api menyapa mereka. Keduanya kaget dan refleks menutup kembali pintu itu.


“oppa” Yeom Na mempererat genggaman tangannya pada Jung Soo. Raut khawatir mulai terlihat dari wajahnya.


Jung Soo tak menjawab, ia berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali menarik tangan Yeom Na dan berlari keluar ruangan, “Kita lewat tangga utama” ucap Jung Soo tanpa menghentikan langkah kakinya. Yeom Na mengangguk.


Mereka berlarian menuruni tangga dengan langkah tergesa-gesa. Saat ini, mereka sudah sampai di lantai 3 dan mau tak mau mereka harus menghentikan langkahnya. Di lantai ini, api sudah berkuasa sepenuhnya. Lemari, meja kerja dan kursi-kursi pegawai sudah terbakar dengan posisi yang mengerikan, nyaris tak ada jalan keluar lagi bagi mereka. Jung Soo masih menggenggam kuat-kuat tangan gadisnya sambil berlarian kesana kemari mencari jalan keluar, namun hasilnya nihil.


Asap hitam pekat yang berasal dari api yang berkobaran itupun juga semakin tak terkendali, membuat dada keduanya sesak karena oksigen  yang nyaris tak terjamah. “oppa, kau tau? Aku ingin menangis. Sudah beberapa hari ini aku tidak bisa menangis. Rasanya sakit sekali”


“Yeom Na! Kumohon diamlah! Jangan bicara apa-apa dulu! Nafas yang benar saja! Jangan sampai kau kehabisan nafas” Ujar Jung Soo memperingatkan, gadis itu tak berhenti bicara sejak tadi, ia mengungkapkan apa yang dirasakannya selama ini. Entahlah, yang ada dipikiran gadis itu sekarang hanyalah mengatakan semuanya pada Jung Soo. Ia yakin seyakin-yakinnya, ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bicara. Yeom Na hanya berusaha berpikir rasional, mereka masih berada di lantai 3 disebuah gedung yang terbakar dan mungkin sebentar lagi akan roboh. Tak mungkin mereka bisa keluar dari sini hidup-hidup, hanya tunggu waktunya hingga mereka terkena runtuhan sesuatu atau mungkin terbakar dan akhirnya mati. Gadis itu hanya ingin memperjelas semuanya sebelum benar-benar mati.


Mata Jung Soo masih berpencar mencari jalan keluar saat tiba-tiba gadis dibelakangnya merangsek maju dan melingkarkan tangannya dileher pria itu, lantas mendekapnya erat. “aku tak tau kenapa bisa begini. Aku bahkan tak bisa membencimu setelah kesalahan besar yang kau lakukan terhadap ayahku. Anak macam apa aku? Jung Soo oppa, aku selalu bilang bahwa aku membencimu tapi hatiku selalu berbisik bahwa aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Ini benar-benar membuatku bingung”


“hentikan! Jangan bersikap seolah-seolah ini adalah kesempatan terakhir kita untuk bicara!” Seru Jung Soo sambil melepaskan pelukan gadis itu pada tubuhnya, ia segera menggenggam kembali tangan Yeom Na lalu berlari menuju kobaran api yang menyala-nyala.


“Kau gila” pekik Yeom Na, menyadari tujuan mereka sekarang.
“Jika kubilang lompat, maka lompat. Arasseo?”
“mwo? Lompat?”
“Tak ada waktu! Lompat” mereka berdua melompat diatas kobaran api yang menyala-nyala dan terus begitu selama beberapa saat berikutnya. Hingga akhirnya, Jung Soo merasakan tangan gadis digenggamannya melemah, membuat ia segera menoleh pada gadis itu. “bertahanlah” ucap Jung Soo


Yeom Na memegangi dadanya yang sesak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda ia benar-benar tidak bisa menarik nafas lagi sekarang. Tanpa bicara apa-apa, Jung Soo langsung menggendong Yeom Na dan membawanya ke sudut ruangan, satu-satunya sisi yang belum terjamah api. Pria itu membaringkan tubuh Yeom Na yang melemah disana, lantas langsung mengambil posisi duduk disampingnya. Ia menundukkan kepala menghadap Yeom Na lalu didetik berikutnya bibirnya sudah menyentuh permukaan bibir gadis itu, mencoba berbagi nafas. Memberikannya nafas buatan. Gadis itu langsung terkesiap, entah itu karena nafas buatan Jung Soo yang bekerja atau malah karena alasan lain yang terlalu jelas.


Setelah merasakan dadanya yang mulai ikut sesak, Jung Soo bangkit dari posisinya lalu mengambil beberapa benda keras disekitarnya dan menggunakan benda itu untuk memecahkan kaca disekeliling mereka. Udara benar-benar dibutuhkan disini. Setelah itu, Jung Soo segera membantu Yeom Na untuk duduk, ia memegangi bahu gadis itu dan menyenderkannya di tembok. “bernafaslah” ujar Jung Soo sambil membuka kancing paling atas kemeja Yeom Na, berusaha membuat gadis itu tak terlalu sesak. “kalau begini bagaimana bisa aku membencimu? Lakukanlah sesuatu yang bisa membuatku membencimu! Kau membuat keraguanku semakin besar sa…..”


“diamlah Yeom Na! Nafas yang benar saja! Jangan banyak bicara! Berjanjilah untuk tetap bernafas!” Selak Jung Soo dengan nafas yang terengah-engah.


Yeom Na mengangguk walau sebenarnya ia mulai merasakan rasa sesak lagi di dadanya, sepertinya ia sudah terlalu banyak menghirup asap. Tapi untuk kali ini gadis itu lebih memilih untuk diam, tidak ingin membuat namja disampingnya lebih terbebani lagi. Ia cukup tau kalau sekarang Jung Soo juga sudah sulit bernafas dengan benar.


“kakiku sudah tak bisa digerakkan lagi” Ucap Yeom Na lemah sambil menyandarkan kepalanya di bahu Jung Soo.


“Tenanglah! Kita akan selamat”



………………………………………………….



BRUUSSHHH……………. Suara semprotan air. Suara itu sampai ke telinga Jung Soo, membuat pria itu langsung membuka matanya cepat-cepat. Ia baru memejamkan matanya beberapa saat yang lalu, tepatnya saat Yeom Na menyenderkan kepala dibahunya.


“Yeom Na! Bangunlah! Pemadam kebakaran datang! Lihatlah, apinya sudah tak sebesar tadi. Ayo kita keluar!” tak ada jawaban, gadis disampingnya tengah menutup mata rapat-rapat dengan wajah yang sangat pucat.


“Yeom Na” kali ini pria itu mengguncang tubuh Yeom Na dengan lebih keras, namun gadis itu sama sekali tak bereaksi. Akhirnya dengan rasa panik yang tak tertahankan, Jung Soo segera menggendong Yeom Na dan berlari keluar dengan sisa tenaganya. Pria itu meringis dan mengerang berkali-kali, luka di dadanya tiba-tiba terasa perih lagi. Belum lagi lututnya yang makin lemas. Dia harus cepat-cepat menjangkau pintu keluar jika masih ingin hidup.



Jung Soo POV



Akhirnya dengan usaha keras dan langkah yang tertatih, aku berhasil menjangkau pintu keluar. Setelah itu, yang kuingat adalah beberapa orang yang dengan sigap mendatangiku dan langsung membawa Yeom Na yang sudah tak sadarkan diri ke ambulan. Selanjutnya, aku tak ingat lagi. Semuanya menjadi gelap.


Dan sekarang, disinilah aku, didepan sebuah pintu kamar rumah sakit, kamar dimana ada Yeom Na didalamnya. Ya.. kami berdua dilarikan ke rumah sakit dan aku langsung mendapat perban didadaku. Ternyata luka yang belum sembuh benar itu terkena hantaman benda tumpul yang tidak kusadari hingga berdarah kembali. Entah kapan luka ini akan sembuh.


Dengan sedikit ragu, aku membuka pintu kamar didepanku dan saat itu juga semua mata langsung tertuju padaku. Ya.. eomonim dan anggota keluarga Yeom Na yang lain sedang menjaga gadis itu sekarang. Mereka tengah berbincang sambil duduk disofa yang terletak persis didepan ranjang pasien. Sebagai bentuk rasa sopan santun, aku memberi salam sambil membungkuk. Mereka semua membalasnya dengan anggukan perlahan. Aku tau jelas perasaan itu, mungkin mereka sendiri juga bingung harus melakukan apa terhadapku, aku telah membunuh abouji dan sekarang menyelamatkan nyawa Yeom Na. “aku hanya mau melihat keadaan Yeom Na”


“Dia belum sadar sejak tadi” ujar eomonim. Aku bisa mendengar nada ragu dalam suaranya. Ini pertama kalinya kami berbicara satu sama lain sejak kematian abouji dan tentu saja terasa sangat canggung. “kalau begitu, aku permisi dulu” ujarku, kembali membungkukkan badan. Aku memutar langkahku kebelakang lalu membuka pintu ruangan, “Jung Soo”


“ne?” aku menghentikan langkahku dan langsung berbalik menghadap eomonim
“terima kasih telah menyelamatkan putriku! Terima kasih” aku terdiam, bersyukur dalam hati. Bersyukur atas banyak hal, bersyukur karena ternyata eomonim masih ingat namaku, masih sudi memanggilku, masih mau berterima kasih padaku. Padahal jelas, wanita itu masih sangat dendam terhadapku.


“sudah menjadi kewajibanku” ujarku sambil tersenyum lalu beranjak meninggalkan ruangan itu.



……………………………………………



5 days later…………


Yeom Na POV



“Eomma! Nanti malam aku sudah bisa pulang kan?”
“memangnya kau sudah merasa lebih baik?”
“sangat baik”


Tok Tok Tok


Secara refleks, aku dan eomma menoleh ke pintu yang terbuka dengan perlahan. Menampakkan seorang pria berusia awal 30 tahunan, pria yang cukup kukenal.
“annyeong haseyo” sapa pria itu ramah.
“ah.. Yun Bi-ssi! Silahkan duduk”  ujarku sambil tersenyum tipis. Namja itu mengangguk lalu duduk dikursi tepat disamping ranjang pasien yang kutempati.


“Bagaimana keadaanmu, Yeom Na?”
“ah.. sudah jauh lebih baik”
“syukurlah” Yun Bi tersenyum dengan wajah lega.
“ng….. ada yang ingin aku bicarakan padamu!” ucap pria itu kemudian
“bicara? Soal apa?”
“soal Jung Soo. Pria itu tak salah.” ucapannya itu sukses membuatku mendesah dan eomma yang langsung beranjak dari kursinya.


“Tunggu, aku akan menjelaskan semua rincian kejadian malam itu. Dengarkan aku dulu! Aku saksinya, aku berada didalam mobil polisi dan tidak ikut turun, jadi aku benar-benar melihat semuanya dengan jelas”


Aku dan eomma saling melempar pandang ragu hingga akhirnya bersedia mendengarkan cerita Yun Bi.



Author POV



Air mata ibu Yeom Na sudah membanjiri wajahnya, ia menangis hingga terisak-isak kencang begitu mendengarkan cerita Yun Bi, ia merasa sangat amat bersalah karena sempat membenci Jung Soo setengah mati. Sedangkan Yeom Na hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong, benar-benar tak ada air mata. Namun tanpa air mata sekalipun, ia sudah terlihat sangat hancur dan terpukul. Yang ada dipikirannya saat ini adalah, ia benar-benar jahat, ia manusia egois. Bahkan sekalipun yeoja itu tak pernah meminta Jung Soo untuk menjelaskan yang sebenarnya dan langsung saja mengatakan bahwa ini semua adalah salah pria itu. Sekarang dadanya benar-benar seperti mendapat hantaman dahsyat, besi-besi panas dan pedang tajam secara bersamaan. Bisa membayangkan sesakit apa dia?


“benarkah?” tanya ibu Yeom Na disela-sela tangisnya
“Ne.. Saat itu Tae Woo-ssi menembak Jung Soo, tepat didada sebelah kanannya, untung saja tak sampai menembus organ-organ dalam. Jadi bisa dibilang, malam itu taruhannya adalah nyawa. Jika peluru dari Tae Woo-ssi tidak meleset maka ya… Jung Soo tak akan selamat”


“jadi bukan Jung Soo oppa yang menembak appa?”
“Jung Soo hanya menembak kakinya namun disaat yang bersamaan Seung Bok menembak kepala Tae Woo-ssi. Kumohon, jangan salahkan pihak kepolisian dalam masalah ini, kami hanya menjalankan tugas. Lagipula saat itu, sikap Tae Woo-ssi benar-benar mengerikan, ia menembak mati salah satu rekan kami sesama polisi. Ah… satu hal lagi. Malam itu aku melihat Jung Soo mengeluarkan semua pelurunya dan hanya menyisakan satu saja. Dari awalpun dia sudah tak berniat menembak sama sekali, namun ia harus melakukannya! ”


“appa pasti melakukan itu karena tertekan dan ketakutan” gumam Yeom Na.
“itu benar. Dia pasti merasa sangat terancam malam itu. Oh Aku lupa!. ada kabar baik! Tersangka utamanya sudah tertangkap”


“syukurlah! Dia harus diadili seberat mungkin” seru ibu Yeom Na sambil mengepalkan tangannya geram. Pria itu sudah menghancurkan keluarganya, benar-benar menghancurkannya.


“keurae! Kalau begitu saya permisi dulu. Saya harus kembali ke kantor polisi” ujar Yun Bi sambil berdiri
“ng… Yun Bi oppa!”
“ne?”
“apa Jung Soo oppa baik-baik saja?”
“dia itu sulit sekali diberitahu. Aku sudah menyuruhnya untuk istirahat saja tapi ia malah lebih memilih bekerja di kantor. Oh… em.. Yeom Na! Tak usah khawatir” pria itu tersenyum lalu terkekeh pelan “selama ini ia beristirahat di rumahku. Walau kau selalu berusaha menyembunyikan kekhawatiranmu terhadap Jung Soo, aku selalu bisa melihatnya dengan jelas”



……………………………………………………………………………………………………….



15:16 KST
Police office
Jung Soo POV



“Habis darimana kau?” semprotku begitu Yun Bi memasuki ruangan. “rumah sakit” jawabnya enteng. Mataku langsung memicing, “jangan bilang kau…”


“Ne….. aku menceritakan kejadian sebenarnya pada Yeom Na dan ibu mertuamu” selak pria itu tanpa ada rasa takut sama sekali. “YAAKKK! Sudah kubilang jangan beritahu dulu! Aku bisa memberitahu mereka sendiri”


“sampai kapan? Sampai kapan mereka akan salah paham jika kau tak cepat-cepat memberitahu yang sebenarnya? Hei… Jung Soo~ya….. lagipula aku juga sudah bosan menampungmu dirumahku”


“ne? Menampung? Memangnya siapa yang menawarkanku untuk istirahat di rumahmu?”
“hei… tentu saja sebagai sahabat yang baik aku kasihan padamu. Berdiri di luar berjam-jam seperti itu. kau harus tau, yang kau gunakan untuk berdiri itu adalah kaki bukan besi, namja nekat” aku hanya mendengus mendengar ucapannya, “kau mau kemana?” tanyaku saat melihat namja itu mengambil topi polisi dan memasukkan beberapa peluru kedalam senapannya.


“terjadi pencurian di bank! Aku harus kesana”
“aku tak diajak?”
“haha…. Ini masalah kecil. Polisi professional sepertimu tak diperlukan. Lagipula urus saja luka didadamu itu, belum sembuh saja sudah minta kasus! Kau harus mengalah pada polisi-polisi lain! Ara?”


“sialan kau!”
“sudah ya! Aku pergi”
“Chakkaman”
“DDO WAE? (apa lagi?)” serunya sambil mengacungkan senapannya padaku secara tiba-tiba membuatku nyaris terjungkal karena kaget. Jinjja!


“HAHAHAAHA!  Park Jung Soo pabo”
“isshhh….. jangan main-main dengan benda itu!” ujarku memperingatkan
“Algesseumnida” ucapnya kali ini dengan tingkah sok sopan. Jinjja!
“cish… sudahlah! Aku ingin bertanya!”
“katakan saja!”
“Yeom Na kan sudah tau yang sebenarnya. Lalu aku harus bersikap seperti apa didepannya?”
“Tck…. Bersikap biasa saja! Ah… sudahlah!  Kau benar-benar membuang-buang waktuku!”
“Yun Bi~ya……. mana bisa begitu? Mana bisa bersikap biasa saja?” Yun Bi tak tampang perduli pada nasibku kedepannya, pria itu malah langsung berjalan keluar ruangan dan menutup pintu begitu saja. Aish…..



………………………………………………………………………



20:54 KST
Author POV



Jung Soo meringis tak jelas sambil menyandarkan tubuhnya di box telfon umum. Namja itu baru saja pulang dan langsung memposisikan diri di sudut jalan, ditempat biasanya. Tempat paling strategis untuk memperhatikan gadisnya, Yeom Na. Pria itu memperhatikan lampu kamarnya dan Yeom Na, em… mungkin untuk kali ini, bisa disebut kamar Yeom Na saja, lampu dikamar itu sudah tak menyala lagi, gadis itu pasti sudah terlelap. Jung Soo tak henti-hentinya menggelengkan kepala, menepis semua bayangan aneh yang mulai berkelebat. Yang ada dipikirannya saat ini adalah, kenapa Yeom Na tak merespon sama sekali? Maksudnya, gadis itu telah mengetahui semua kebenarannya dan sekarang,…. Bahkan tak ada perubahan sama sekali dari sebelumnya. Ya.. pria itu tau! Ia masih tetap saja salah! Ia seharusnya bisa mengendalikan situasi pada malam itu, dan mencegah mertuanya terbunuh. Tapi, ……………. Entahlah!


“hei… ayo masuk!” Jung Soo mengalihkan tatapannya dari kamar Yeom Na ke wajah pria yang tiba-tiba saja muncul disampingnya.


“ah.. kau! Sudah pulang?”
“Pertanyaan bodoh! Tentu saja sudah!” Jung Soo mendecak, namja disampingnya ini sering sekali mengatakan kata bodoh didepannya. Jinjja!


“belum apa-apa sudah membuatku kesal” gumam Jung Soo sambil melirik Yun Bi geram.
“hahaha….. sudahlah! Aku masuk dulu, kalau kau lelah langsung masuk saja kerumah. Ara?”
“aniya…….. untuk malam ini, aku akan berdiri disini saja! Aku pernah bilang pada Yeom Na, kalau ia terbangun dan mulai merasa kehilanganku, lari saja ke sudut jalan dan ia akan menemukanku. Lalu jika nanti malam ia kesini dan aku tak ada bagaimana?” Yun Bi mengangguk ragu lalu menggerakkan kepalanya dengan malas pada rumah diseberang jalan, “semoga kau bisa masuk ke rumah itu secepatnya”


Jung Soo tersenyum dan kembali menatap jendela kamarnya yang tertutup rapat “pasti” ucapnya yakin.



…………………………………….



Yeom Na menatap jendela kamarnya dengan tatapan kosong. Bahkan gadis itu sama sekali tak berani mengintip melalui jendela seperti yang biasa ia lakukan. Ia merasa sangat amat beruntung karena saat ia kembali dari rumah sakit tadi sore, Jung Soo belum pulang. Sedapatnya, Yeom Na berusaha untuk tidak menemui Jung Soo dulu. Ia bingung harus bilang apa, ah… aniyo… ia bingung harus mulai dari mana. Minta maaf itu sudah pasti, lalu ia harus bilang apa lagi?


Gadis itu memilin rambutnya sambil terus berpikir. “ottokhae?” gumamnya. Yeom Na melirik jam dindingnya dan langsung kaget melihat angka yang ditunjuk oleh jarum jam itu. “jam 2 pagi. Baiklah, mungkin minta maafnya besok saja!” ucap gadis itu lalu segera menaikan selimutnya sampai menutupi wajah namun beberapa detik kemudian. “ANDWAE!!!!!”  Yeom Na menjerit sambil menyibak selimutnya kencang-kencang. Gadis itu berlari keluar kamar diiringi dengan jantungnya yang berdetak gila-gilaan, membuat dadanya benar-benar sesak. Ia membuka kunci pintu rumahnya dengan terburu-buru dan tangan yang bergetar, ia sudah tak tahan lagi dan takkan mampu untuk menunggu hingga pagi. Kesalahannya terlalu banyak dan harus diselesaikan saat ini juga.


Begitu gadis itu berhasil membuka pintu rumahnya, ia langsung mengarahkan tatapan matanya pada seorang namja diseberang jalan, pria itu masih disana. Sedang menunduk sambil memegangi dadanya, ia menahan rasa sakit dan itu terlalu jelas untuk dipahami Yeom Na.


Tiba-tiba lutut gadis itu terasa lemas dan matanyapun mulai memanas, seketika ia menangis. Ia sendiri kaget bukan main begitu merasa ada air yang keluar dari matanya. Ia bisa menangis lagi dan itu benar-benar membuat rasa sesak didadanya berkurang drastis. Ternyata tangisan tak selamanya buruk.



Jung Soo POV



Apa malam ini gadis itu juga tak bersedia untuk datang menemuiku? Aku yakin gadis itu masih sangat mencintaiku dan tentu saja merasa kehilanganku, aku yakin 100% aniyo…. 100.000% kalau bisa. Tapi kenapa dia tak kunjung datang? Kalau begini terus, aku tak bisa menjamin pertahananku tak akan goyah. “a..aa..aaawww” aku langsung menunduk sambil memegangi dadaku yang tiba-tiba saja terasa ngilu. Sakit akibat luka tembak itu benar-benar mengerikan. Bahkan sampai sekarang lukanya belum benar-benar kering.


“OPPA” Aku langsung mengangkat kepala begitu mendengar suara panggilan dan DEG, tanpa berkata apa-apa lagi seorang gadis langsung berlari dan memelukku. Yeom Na benar-benar datang malam ini.


“Mianhae! Mianhae! Jinjja mianhaeyo oppa!” gadis itu terisak-isak sambil mengeratkan pelukannya. “aku tak memintamu memaafkanku cepat-cepat! Aku tau kesalahanku terlalu banyak bahkan terlalu besar! Aku benar-benar yeoja egois” hatiku langsung mencelos begitu mendengar ucapannya, ia berhasil membuatku tak bisa merangkai kata-kata sama sekali dan sekarang malah membisu ditempat.



Author POV



“Mianhae! Mianhae! Jinjja mianhaeyo oppa!” Yeom Na mengeratkan pelukannya sambil terisak-isak “aku tak memintamu memaafkanku cepat-cepat! Aku tau kesalahanku terlalu banyak bahkan terlalu besar! Aku benar-benar yeoja egois” terpaku. Jung Soo benar-benar terpaku ditempatnya. Rasanya otaknya langsung kosong mendengar ucapan gadis itu.


 “oppa……… kenapa diam saja? Kenapa kau tak pernah menjelaskan yang sebenarnya padaku? Bahkan aku mengetahui kebenaran itu dari mulut orang lain. Kenapa kau tak pernah mendebat ucapanku dan meralat semuanya? Kau benar-benar membuatku tambah yakin bahwa kaulah yang sudah membunuh appa. Kau pikir dengan diam bisa menyelesaikan masalah? Jujur saja, kau malah memperburuknya” ujar Yeom Na sambil melepaskan pelukannya, ia menatap namja itu lekat-lekat, menuntut penjelasan.


“maafkan aku. Aku pasti akan menjelaskan semuanya tapi aku ingin menunggu agar kau bisa tenang dan mengontrol emosimu dulu. Lagipula secara tidak langsung aku juga bersalah. Aku tak bisa mencegah Seung Bok menembak abouji”


“Dan membiarkan kau mati?” lanjut Yeom Na dingin, ia benar-benar merasa kesal dengan ucapan pria yang terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri itu. “aku sudah tau rincian kejadiannya. Jadi jangan bicara apa-apa lagi. Malam itu pertaruhannya memang nyawa kan? Kalau appa tidak meninggal, maka bisa dipastikan kaulah yang akan kehilangan nyawa. Jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri” lanjut gadis itu dengan bola mata yang bergetar, kesal.


“Kenapa tuhan harus menciptakan manusia sepertimu? Kenapa kau tidak dijadikan malaikat saja?” gumam Yeom Na sambil melangkah mundur.


“KAU BUKAN MALAIKAT! BERHENTILAH MEMBUATKU MERASA SEMAKIN HINA UNTUK DISANDINGKAN DENGANMU” Jerit yeoja itu lalu menangis keras dan berlutut secara perlahan. Jung Soo langsung mendekati gadis itu dan berjongkok didepannya, “terlalu hina untuk disandingkan denganku? Bahkan selama ini aku yang merasa malu karena bisa disandingkan dengan bidadari sepertimu!” Ucap pria itu lembut sambil menyentuhkan jari-jarinya diwajah Yeom Na, menghapus air matanya.


“jangan pernah menangis dihadapan orang lain selain aku. Kau hanya boleh terlihat lemah dihadapanku saja. Ara?” Yeom Na menatap namja didepannya. Kenapa bisa Tuhan setidak adil ini? Kenapa ia menciptakan manusia sesempurna seorang Park Jung Soo? Lalu apa kabarnya manusia lain?


“gomapta”
“ne?” Yeom Na langsung tersadar dan menampakkan ekspresi bingung
“gomapta karena sudah bersedia menjadi istriku. Gomapta karena sudah bersedia mencintaiku. Gomapta karena sudah bersedia membuat hidupku bisa disebut hidup”


“hum?”
“hidupku tak akan bisa disebut hidup jika tidak ada kau didalamnya. Jadi jangan pernah menyuruhku menjauhimu lagi, karena jelas aku takkan pernah melakukannya. Setidaknya sampai waktu benar-benar harus merenggut salah satu diantara kita nantinya.”


“jangan bicara seperti itu dulu. Jangan membuatku ketakutan dulu sekarang”
“sudahlah! Ayo kita pulang!” ujar Jung Soo sambil menadahkan sebelah tangannya didepan wajah Yeom Na. Gadis itu mendongak, menatap mata Jung Soo yang seolah ikut tersenyum.“nde? Pulang? Siapa yang memperbolehkanmu pulang? Tidurlah sana dibox telfon” seru gadis itu, ia meraih tangan Jung Soo lalu segera berdiri.


“YAAAAA!!!!! YEOM NA!!!!” pekik Jung Soo sambil ikut berdiri.
“HAHAHA!!! Ya Tuhan, aku hanya bercanda! Kenapa kau harus berteriak-teriak?”
“hei… tadi siapa yang mulai berteriak duluan?Dasar pikun!” seru Jung Soo sambil berlari menjauh dari  Yeom Na yang diyakini akan meledak mendengar ucapannya.


“kyaa….. apa kau bilang?” benar saja! Yeoja itu langsung berlari mengejar Jung Soo dan kejar-kejaran pun dimulai malam itu.


“aawwww”  tiba-tiba saja Jung Soo berhenti lalu meringis sambil memegangi dadanya. Yeom Na yang sebelumnya sedang berlari sambil tertawa-tawa langsung berhenti dengan raut wajah cemas, “oppa, gwaenchana?” gadis itu segera menghampiri Jung Soo dan berdiri tepat didepannya. Memperhatikan wajah pria yang tampak kesakitan itu lekat-lekat.


“Kena kau!” Jung Soo langsung menarik lengan gadis itu dan memeluknya. “kau curang!”
“memang ada peraturannya?”
“cish…. Sial! Harusnya kita membuat peraturan dulu tadi” ucap Yeom Na sambil tertawa riang. Jung Soo ikut tertawa selama beberapa saat sebelum akhirnya membalik tubuh Yeom Na dan menatap mata indah milik gadis itu lekat-lekat. “Park Yeom Na! Minggu ini adalah minggu terberat bagiku”


“bagiku juga” selak gadis itu tak mau kalah.
“ne.. berat bagi kita” ralat Jung Soo sambil tersenyum
“kuharap takkan ada salah paham sebesar ini lagi”
“aku berjanji tak akan egois lagi tapi kau juga harus janji untuk tidak diam dan membuatku salah paham”
“keoreom”
“oppa! Tau tidak? Aku mencintaimu hari ini, besok, lusa, sehari setelah lusa, dua hari sete…………….”
“selamanya! Katakan saja selamanya! Repot sekali! Sudahlah, matahari sebentar lagi terbit, lebih baik kita masuk kedalam rumah sekarang”


“rumah? Memangnya kau punya rumah? Bukannya biasanya kau berdiri di…………..”
“Yeom Na” seru Jung Soo dengan nada berbahaya
“Ara…. Ara…” ucap Yeom Na sambil terkekeh. Gadis itu lalu meraih tangan Jung Soo dan mengaitkan jemarinya disana.


In the cold lonely night, just the sound of your name comforts me and Yeom Na~ya, I love you more than I love life. You mean more to me than you can understand.



END

Well, ini ff udah aku buat lebih dari setahun yang lalu. Tadinya buat ulang tahun Leeteuk, ato ulang tahun temen aku yang suka leeteuk *sumpah lupa! Buat siapa ya?* tapi karena ceritanya aneh + endingnya bikin enek + ga tau kenapa waktu mau publish ini tiba-tiba aja ga pede, akhirnya ga jadi aku publish. Ditahan. Ditahan. Ditahan. Sampe udah setahunan. Trus kenapa tiba-tiba inisiatif publish? Udah pede? Ya.. ga juga sih. Tapi berhubung ff aku emang jarang yang danta, jadi apa salahnya nambahin satu ff g danta lagi? >^<


Ini belom aku baca ulang, belom aku colek-colek, poster juga ga aku ganti (masih cinta2nya sama pizap hehe). Jadi ini murni tulisan aku setahun yang lalu, kalian bisa bandingin sama yang sekarang, bagusan mana? Kayanya yang ini sih, akhir2 ini bahasa aku lagi jelek banget. Udah kaya baca artikel yang diterjemahanin google translate. Kaku. Aneh. Ngebingungin. Tau deh. -__- harus banyak2 baca ff lagi. tapi…… tapi…… aku lagi ga doyan ff! 



Sekian. Buat yang udah ato berniat baca, makasih^^

Comments

Popular Posts