Marry Me - Chapter 2 ( He Is A Game Addict )







Cast : Jang Hyunra
          Bang Min Soo
Genre : romance, married life
Rating : PG 13

PREVIOUS CHAPTER


~~~



Ku percepat langkah kaki saat malam mendesak cahaya untuk melenyap dan membiarkan bulan menggantikan posisi matahari di langit. Beginilah rutinitasku yang tak pernah berubah meski statusku di mata hukum sudah berubah, aku adalah gadis bersuami sekarang. Tak banyak yang berubah setelah satu minggu menikah dengannya. Aku masih melakukan kegiatanku dengan baik, mulai dari bekerja dan berkuliah. Jika ada perbedaan, itu pun karena sekarang aku tidak perlu bangun terlalu pagi untuk bekerja sebagai pengantar susu.



Tadinya rutinitasku sama sekali tidak berubah, aku bangun di saat langit masih enggan untuk menampakkan cahayanya dan bergegas mengantar susu. Tapi itu berubah saat beberapa hari yang lalu aku bangun saat keadaan rumah masih sangat sepi, -padahal sebenarnya rumah itu memang selalu sepi, tidak peduli pagi atau malam. Di saat aku sudah bersiap untuk meninggalkan rumah, pria itu berada di depan rumah. Ia juga akan berangkat kerja.



Setelah tinggal di rumahnya selama satu minggu, aku tidak pernah tahu apa yang dikerjakan pria itu, selama itu juga aku tidak pernah bertemu dengannya saat pagi karena ia pergi bekerja saat langit masih sangat gelap. Jadi itu pertama kalinya aku bertemu dengannya di pagi hari. Ia kelihatan rapih walau dengan tatanan santai yang membalut tubuhnya. Paduan kaos beserta mantel kaku berwarna cokelat gelap terpasang dengan baik.



Aku tak bersuara, meski suara tapak sepatuku terdengar cukup mengganggu. Ia yang sedang memastikan ikatan sepatunya, mengangkat kepalanya. pria itu memberi kesan ramah, walau tidak tersenyum.



“ Mau kemana?” suaranya begitu tenang, yah..dia memang sangat tenang.

“ Sama denganmu bekerja.”



“ Memangnya pekerjaan apa yang kau lakukan sepagi ini?” ia tersenyum kecil dan entah kenapa membuatku kesal. Senyumnya seperti mengejekku secara terang-terangan.



“ Lalu pekerjaan macam apa yang kau lakukan sepagi ini? untuk apa kau bertanya seperti itu? memang yang punya pekerjaan itu kau saja?” tanpa bisa ku kendalikan amarah ini meledak begitu saja, entah kenapa rasanya benar-benar jengkel.



Dia tertawa pelan sambil terus memandangku dengan jenaka, hei..apa aku terlihat seperti badut di taman hiburan untuknya?. Aku tak mempedulikannya, terserah dia mau menertawaiku sampai bibirnya lepas itu bukan urusanku. Aku kembali memijaki undakan yang menyambungkan jalan dari area rumah ke jalan raya, yah…bisa dibilang rumah yang menampungku selama beberapa hari ini terletak di dalam gang yang sebenarnya tak begitu sempit, mobilpun bisa masuk.



Aku melenggang dengan kecepatan penuh, limabelas menit lagi aku harus sampai ke tempat Hong ahjumma. Wanita yang selama ini memberiku upah untuk pekerjaan mengantar minuman berkalsium itu. hah…rumahnya berada tak jauh dari rumahku yang dulu, rumah kecil tempatku berlindung sebelum akhirnya aku pindah ke rumah Min Soo. Benar-benar melelahkan, jarak dari sini ke tempat itu lumayan jauh.



Setelah menempuh perjalanan dengan bus umum, aku berlari masuk ke dalam sebuah gang yang sudah tak begitu jauh. Rasanya jantungku ingin copot, alat vital pemompa darah di dalam dadaku ini rasanya ingin meledak.



“ Ini jauh sekali! Kau pergi jauh-jauh kesini hanya untuk mengantar susu?” aku menoleh ke samping, tadinya aku ingin menjerit keras begitu menemukan sosok di sebelahku, tapi karena aku sedang fokus mendengarkan penjelasan Hong ahjumma aku tak begitu menghiraukan pria itu.



Hong ahjumma menghentikan ucapannya, matanya lalu berfokus pada sosok di sampingku. Wanita paruh baya itu kembali memandangku, menanyakan identitas pria yang entah kenapa malah berada di tempat ini.



“ Annyeonghaseyeo..aku Bang Min Soo, suaminya Hyunra.”



“ Nde? Suami? Yak! Hyunra-aa! Kapan kau menikah? Bagaimana bisa kau tidak memberitahuku! Aigoo gadis ini!”


“ Maaf ahjumma aku lupa..” tak ada lagi yang bisa ku katakan, selain mengutuk pria bernama Bang Min Soo yang terlihat seperti orang tersesat. Bukannya membantuku mencari alasan, pria itu malah memperhatikan pemandangan di sekitarnya.



“ Aishh..ya sudah kita bahas lain kali! Sekarang cepatlah antar semua susu itu!” wanita itu terlihat cukup kesal, namun karena aku harus segera mengantar semua susu ini, ia memilih untuk menunda pembicaraan yang mungkin akan dibahas sangat lama.



“ Walau begitu mendadak, aku doakan kalian berdua bahagia.” Aku tersenyum sambil membungkukkan badan, tak lama ia berbalik dan masuk ke dalam rumahnya.



Helaan nafas menjadi hal pertama yang ku lakukan begitu sampai di depan sepeda keranjang yang akan membantuku menyelesaikan pekerjaan ini. Walau masih sangat lelah setelah berlari, aku tetap naik ke atas sepeda dengan segera.  Saat aku berniat mengayuh pedal sepeda, kakiku kembali menapak ke aspal menyanggah agar sepeda tidak jatuh. Mataku beralih pada sosok pria yang masih berdiri tegak sambil memperhatikan sekelilingnya.



Aku mendehem pelan yang membuatnya berbalik melihatku. “ Kenapa kau mengikutiku? Bukankah harusnya kau bekerja?” tanyaku tak mempedulikan fakta bahwa nada bicaraku begitu ketus dan tidak bersahabat.



“ Kau tahu ini sangat jauh dari rumah. Lebih baik kau berhenti dari pekerjaan ini.” mataku terbuka lebar. Begitu mudahnya mulut itu mengucapkan hal yang ku rasa tak ia pikir matang-matang sebelumnya. arghh..kenapa pria ini samakin menyebalkan saja?.



“ Kau tahu aku tidak peduli dengan jarak, yang penting aku bisa mendapatkan uang!.” Lagi-lagi ia hanya memperlihatkan senyum simpulnya. Langkahnya yang pelan membawa sosok itu berada tepat di depanku.



Ia berada tepat di hadapanku, dengan tatapan mata yang tenang, ia terus menyusuri apa yang bisa ia lihat dari diriku. Untuk sesaat aku merasa pria ini sangat menyebalkan, tapi beberapa waktu kemudian dia membuatku bergetar karena terus memandangku dari jarak sedekat ini. sebenarnya tidak dekat juga, aku saja yang berlebihan.



“ Memang uang yang ku berikan tidak cukup untuk memenuhi kebetuhanmu?”



“ KAU!...” aku terus mengepalkan tanganku kemudian memukul pelan stang yang sedang ku genggam. Dari sudut pandangku pria ini sangat menjengkelkan, tapi tidak ku sangka jika ia juga tidak memiliki perasaan. Baiklah…aku tahu sebenarnya dia tidak bermaksud jahat, tapi aku tetap tak bisa mengendalikan perasaanku. Mungkin besar di tengah-tengah kerasnya kehidupan membuat harga diriku begitu tinggi, hingga hal sekecil itu saja sudah menyinggung perasaaanku.



“ Hufftt..keurae! lakukanlah yang terbaik untuk hari ini, karena besok kau tidak akan bekerja di sini lagi.” Ia membalik badannya, pergi begitu saja setelah memutuskan sesuatu yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan apapun dengan hidupnya. Aku memang istrinya, itupun hanya dimata hukum dan agama. Ku rasa dalam keadaan seperti itu tidak seharusnya ia mengatur kehidupanku, membatasi ruang untuk ku jamahi. Dia memang tidak mengekangku, dia juga tidak melarangku untuk bepergian tapi ada satu hal yang telah ia lakukan, ia tidak membiarkanku mengantar susu lagi! Jinjja!



Mengingat kejadian beberapa hari lalu membuat kepalaku panas, rasanya ingin menelannya begitu rasa berkecamuk memenuhi dadaku. Ah…pria tenang yang sebenarnya menyebalkan itu memang benar-benar membuatku kesal. Kalau tak mengingat ini rumahnya, sudah ku usir dia dari beberapa hari yang lalu.




Gerakan kaki yang semakin melemah membuatku mau tak mau , memaksa sisa tenaga untuk menggerakan tubuhku. Dengan malas ku tutup kembali sambil memutar kunci pada knop pintu rumah. Rasanya lega sekali begitu sampai di rumah, bagaimana tidak? aku sudah lelah setelah bekerja seharian di Kafe dan saat pulang aku mesti memasuki jalan yang cukup panjang serta melewati beberapa tangga.



Baru sampai di ruang tengah, aku merasa semakin lelah. pasalnya semakin dekat aku dengan ruang tv, suara bising yang sedang berseru heboh kian jelas. Huh…lagi-lagi pria itu main video game. Awalnya aku tak tahu kalau pria yang menikahiku itu senang sekali bermain game, tapi aku tahu begitu saja saat terbangun dari tidurku karena terganggu dengan suara gaduh. Saat ku tengok apa yang terjadi, ternyata pria itu sedang berceloteh tidak jelas di depan televisi. Dari situlah aku tahu kalau dia itu sebenarnya sangat berisik. Dia memang pendiam, tapi bukan berarti dia itu tidak berisik karena aslinya dia itu sangat berisik dan parahnya ia melakukan hal seperti itu saat malam hari.



Aku berlalu begitu saja, tidak menyapa atau meliriknya yang sedang duduk bersila dengan pandangan lurus ke depan sambil terus mencengkram console di tangannya. Aku masuk ke dalam kamar kemudian menghempaskan tubuhku ke atas ranjang.




****




Author POV




Setelah selesai membersihkan diri, Hyunra keluar dari kamarnya. Ia sangat bosan berada dalam kamar sementara orang di luar tengah bersorak senang karena memenangkan permainan yang sedang ia mainkan. Tanpa mendapat respon dari orang itu, Hyunra mendudukkan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruangan yang sama dengan orang itu. Matanya yang mulai mengantuk, ia alihkan untuk melihat ke layar televisi. Sebuah video pertarungan antar karakter game ia saksikan dengan decakan yang tak jarang menambah kesan bosan.



Namun sebosan apapun Hyunra, itu tak akan terjadi pada Min Soo yang sedang memainkan gamenya dengan serius. Sebenarnya ia menyadari jika Hyunra berada di atas sofa sebelahnya, tapi ia tak berniat untuk mengajak gadis itu bicara karena sekarangpun ia sedang sangat konsentrasi dengan misinya, melenyapkan kawanan alien yang berusaha untuk menyerangnya. Pria itu bergerak tak tenang, membuat karpet yang menjadi pemisah antara kulitnya dengan lantai terlihat begitu berantakan.




TOK TOK TOK






Merasa terganggu dengan bunyi ketukan pintu yang terus terdengar, Hyunra menyeret kakinya untuk berjalan cepat menghampiri pintu. Gadis itu bicara pelan, menyuruh orang di balik pintu itu bersabar, walau sebenarnya percuma karena orang itu tidak akan bisa mendengarnya.



Belum sempat ia menarik gagang pintu, benda berbahan dasar kayu itu langsung terdorong dengan tak sabaran. Hyunra hanya mendecak sebal karena selalu mengalami hal yang sama ketika membukakan pintu untuk tamu yang entah kenapa sering sekali berkunjung beberapa hari belakangan ini.



“ Hyunra-aa…suamimu ada kan?” Hyunra tak menjawab dan memilih untuk mendahului orang itu.



Ia langsung membanting tubuhnya ke atas sofa dengan perasaan jengkel, apalagi saat tamu yang baru saja datang berteriak dengan sangat senang.



“ Min Soo Hyung! Kenapa tidak menjawab teleponku!” tanpa buang waktu lagi, pria langsung duduk di samping Min soo yang sebelumnya hanya menjawab keluhannya dengan tatapan seadanya.



Pria itu berbalik melirik Hyunra yang terlihat bosan memerhatikan televisi, tatapannya berganti melihat pria yang selama ini ia anggap sebagai kakak kandungnya itu. cihh…pasangan macam apa mereka? pikir orang itu sambil menggelengkan kepalanya.



Pemandangan seperti itu memang bukan hal mencengangkan lagi untuknya, karena selama beberapa hari saat ia berkunjung ke rumah ini ia selalu melihat pasangan suami istri yang terlihat tak begitu mengacuhkan keberadaan satu sama lain. raga keduanya memang berada di ruangan yang sama, tapi jiwa mereka seperti melayang ke tempat lain. ia memang tak heran karena ia tahu pernikahan yang terjadi diantara keduanya, tidak seperti pernikahan lainnya yang dilandasi cinta atau hal-hal sensitif yang biasa dijadikan alasan sebuah pernikahan.



Sudah hampir satu jam lebih ia duduk memerhatikan layar televisi yang hanya berisi visualisasi game yang sedang dimainkan Min Soo serta temannya –Niel, lama-lama ia merasa semakin bosan belum lagi perutnya terasa begitu kosong karena memang dari tadi ia belum makan. Ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur.



Bunyi kegaduhan akibat ulahnya membuat dua pria yang sedang berkutat dengan console masing-masing menghentikan permainannya sejenak. “ Hyung…apa yang dia lakukan?” tanya Niel sambil memerhatikan jalan kecil menuju dapur, tempat Hyunra tadi menghilang.



Tidak seperti Niel, Min Soo kembali mengalihkan arah pandangannya. Ia kembali bersiap untuk melanjutkan permainannya. “ Biar saja! Walau sedikit payah, dia tidak akan membuat dapur meledak.” tandas Min Soo santai.



Sementara dua pria itu kembali asik dengan permainannya, Hyunra masih bergerak suntuk sekaligus kesal. Setelah mengobrak-ngabrik lemari di dapur, tak satupun makanan ia temukan. Gadis itu mendecak kesal kemudian berpindah tempat ke lemari es. Dengan tidak sabar gadis itu langsung membuka pintu mesin pendingin itu. tubuhnya sedikit merunduk, menyesuaikan dengan tinggi lemari es yang sedikit rendah. Ia kembali menghela kesal, kemudian menutup pintu lemari es dan beranjak ke meja makan. Di sana ia duduk dengan malas, tangannya ia jadikan tumpuan untuk kepalanya yang bersender di atas meja. Rasanya benar-benar frustasi begitu melihat meja makannya sama menyedihkannya seperti dapur dan lemari esnya yang kosong. Di atas meja hanya ada sebuah teko dan mug cokelat berukuran cukup besar.



“ Min Soo-aa…apa tidak ada makanan sama sekali?”

“ Sudah tahu tidak ada, kenapa masih bertanya!” ujar Min Soo yang nampaknya tidak begitu terusik dengan keluhan Hyunra.



Ya..lelaki itu masih sibuk membalas serangan Niel pada karakter game-nya. Sementara Niel membagi perhatiannya antara layar televisi dan seorang gadis yang sedang terduduk di kursi meja makan. Ia melirik Min Soo yang nampak tak terpengaruh, pria itu terlihat sangat antusias dengan permainannya.


“ Hyung…bagaimana kalau kita bertaruh?”


Min Soo yang masih sibuk menggencarkan serangan, melirik Niel sekilas. “ Apa? memangnya kau pikir kau bisa mengalahkanku?”

“ Eiyy…kau belum lihat saja kemampuanku! Pokoknya kalau aku menang kau harus membelikanku makanan! Dan kalau kau yang menang, terserah kau mau menyuruhku apa.”



Min Soo mengalihkan perhatiannya kemudian menatap Niel dengan serius, senyum simpul-pun tercetak jelas di wajahnya. “ Baiklah..tapi jangan menyesal kalau setelahnya kau merengek ampunanku.” Tanpa buang waktu, pertarungan antara keduanya dimulai. Kaset game-nya perang yang tadi dimainkan, kini berganti dengan kaset balapan mobil. Kedua pria itu memulai duelnya dengan adu balap yang berjalan sengit itu.



Tidak ada yang mau mengalah, keduanya bertekad untuk menjadi yang lebih unggul. Semangat keduanya dalam bertarung nampaknya terbawa pada gerak-gerik tubuhnya, sambil memusatkan perhatian pada layar televisi, badan keduanya terlihat bergerak ke kanan-ke kiri mengikuti arah mobil yang mereka kendalikan dalam video game. Suara sound effect menambah keseruan keduanya, membawa aura adu kecepatan lebih nyata. Tengok saja bagaimana tampang Niel yang kelihatan begitu waspada, matanya terus menatap serius layar di depannya sedangkan tangannya tak ia biarkan lengah dalam mengendalikan segala tombol pada consolenya.



Bunyi raungan mobil dalam permainan itu semakin terdengar jelas diikuti dengan backsound pengiring tulisan 'You Win'. Teriakan senang serta antusias pecah begitu mendapat hasil yang setimpal dengan usahanya selama beberapa menit. Begitu mobil yang dikendalikannya tiba di garis finish lebih dulu, tak peduli jika habis ini ia tak bisa bermain game lagi karena console gamenya rusak, pria itu melempar consolenya dengan senang. Ia bersorak begitu bangga sambil menatap lawan di sebelahnya. Ia tertawa cukup lebar sambil mengisyaratkan pada orang di sampingnya agar tak mengingkari kesepakatan yang telah mereka buat sebelumnya.


“ Baiklah aku akan membelikanmu makanan.” Tanpa harus ditagih, Min Soo sudah mengerti jika inilah kewajibannya. Membelikan Niel makanan, sesuai dengan kesepakatan awal.



Pria itu beranjak dari duduknya, posisinya selama beberapa waktu yang baru berubah sekarang ini. Begitu raganya berdiri, ia baru menyadari sosok menyedihkan yang tengah mematung dengan posisi mengenaskan. Duduk sambil menyenderkan kepala di atas meja makan.



“ Hyunra..kau ingin sekalian ku belikan?”



Mendengar temannya menawari gadis itu makanan, Niel menolehkan kepalanya belakang sambil mengutuk pelan sikap payah Min Soo.



“ Tidak usah! Aku sudah kenyang!” jika sebelumnya Hyunra terlihat seperti makhluk menyedihkan yang kelaparan, kini gadis itu kelihatan seperti gadis kelebihan hormon yang sedang melampiaskan kekesalannya. Tanpa melirik sedikitpun niat baik Min Soo, gadis itu bangkit dari kursi dan berlalu ke kamarnya. Debuman keras akibat hempasan daun pintu menjadi saksi betapa ganasnya gadis yang sedang menahan rasa laparnya itu.





****





Kejadian menyebalkan, menjengkelkan dan berbagai tragedi menguras emosi seolah menjadi hal lumrah yang Hyunra rasakan pasca dua minggu pernikahannya. Pria yang ia kira pria pendiam dengan sikap serta perilaku seperti kebanyakan orang pendiam biasanya, ternyata tak lebih dari pria menyebalkan yang membuatnya seperti orang gila. Bagaimana tidak? Dengan gaya tenangnya pria itu melemparkan serangan tak terduga yang membuatnya naik darah dan sayangnya setiap kali ia mengomel, pria itu hanya menanggapinya dengan santai. Kalau sudah begitu ia kelihatan seperti orang gila karena berteriak-teriak tanpa ada yang menimpali.



Seperti tadi malam contohnya, ia sudah terang-terangan menunjukkan jika dirinya kelaparan tapi pria itu seperti tidak peka atau memang pura-pura tidak menyadarinya dan membiarkannya kelaparan hingga matanya terbuka begitu sinar matahari mulai menyapa sudut-sudut dinding kamarnya. Gadis itu beranjak dari ranjangnya, masih dengan nyawa yang masih belum terkumpul, ia berjalan menghampiri jendela. Dengan gerakan tegas, tangannya menarik tirai yang menutupi matanya dari pemandangan di luar jendela, ke dua sisi berlawanan.



Setelah membuka jendela kamarnya, membiarkan udara pagi menggantikan udara kotor yang bersarang di kamarnya, ia mengambil peralatan mandi serta baju ganti. Rambutnya masih sangat berantakan begitu ia keluar dari kamarnya untuk bergegas ke kamar mandi yang terletak di samping kamarnya.



Tak lama setelah Hyunra masuk ke dalam kamar mandi, dari arah berlawanan muncul Min Soo yang baru saja selesai mengganti baju. Wajah segar serta wangi maskulin yang menguar dari rambutnya menunjukkan dengan sangat jelas jika pria itu baru selesai mandi. Langkahnya menuju dapur begitu lancar, bahkan langkahnya keluar dari dapurpun tak kalah lancarnya ketika masuk tadi.



Pria itu mengacak pelan rambutnya karena tak menemukan satupun bahan makanan yang bisa ia olah sebagai makan pagi untuk hari ini. Ia pun membuka lemari es dan menemukan pemandangan yang tak jauh berbeda dari dapurnya tadi, tidak ada bahan makanan atau apapun yang bisa dimakan di dalam sana.



Pandangannya beralih ke arah lain begitu suara pintu terbuka terdengar, dari sanalah sosok Hyunra muncul dengan rambut setengah basah. Awalnya gadis itu tak menyadari jika jauh di dekat kulkas sana ada Min Soo yang tengah memperhatikannya, namun suara deheman pelan membuatnya mengindahkan sosok yang sedang menatapnya dengan canggung. Maklum setelah kejadian tadi malam, Hyunra jadi kelihatan sangat menyeramkan bagi Min Soo.



Baru saja ia ingin mengucapkan sesuatu namun suara debuman keras langsung mengurungkan niatnya, rupanya meladeni gadis yang sedang marah tidaklah mudah.



Cukup lama ia duduk di kursi meja makan sambil meneguk air putih, satu-satunya benda yang bisa tubuhnya cerna. Rumahnya terasa begitu sepi walau memang biasanya juga begitu hanya saja kali ini rasanya sedikit berbeda, karena ia sedikit tidak nyaman dengan situasi seperti sekarang. Merasa bersalah namun di satu sisi ia ingin bersikap biasa saja. Melelahkan! Diam saja tetap tak menyelesaikan apapun, rasa lapar semakin membelit perutnya. Oke…sebuah perang tak akan pernah berakhir jika tidak ada pihak yang mau mengalah bukan?.



Tak mempedulikan resiko yang akan diterimanya nanti, ia berjalan menghampiri pintu kamar Hyunra. Tangannya bergerak ke udara, untuk beberapa saat ia biarkan tangannya melayang selagi pikirannya masih menimbang apa yang harus ia lakukan.



TOK TOK TOK



Ia ketukan kepalan tangannya dengan beraturan, tanpa membuat kesan gaduh dan ribut. Tak ada jawaban, makhluk di dalam sana rupanya tak berniat untuk menjawabnya. Iapun mengalah, ia kembali mengetuk pintu itu sama seperti yang telah ia lakukan sebelumnya.



“ Hyunra-aa mau ikut aku pergi makan?”



Hening..benar-benar seperti sedang menunggu sebuah ruangan tak berpenghuni. Walau tak merasa jengkel, Min Soo tetap menyudahi usahanya untuk memperbaiki citranya di mata gadis di balik pintu itu. Bang Min Soo bukan dilahirkan sebagai orang yang senang menawari pertolongan secara berulang-ulang, jika ia sudah mengulurkan tangannya, itu berarti kesempatan pertama dan terakhir yang ia berikan. Pria itu membalikkan badannya, ia meraih jaketnya kemudian menengok isi dompetnya. Setelah semua siap, iapun melenggang terus menghampiri pintu depan.



“ Kau itu berniat mengajakku atau tidak sih? Tidak bisa menunggu sebentar apa? aku kan harus mengganti bajuku dulu!”



Min Soo yang hendak melangkah keluar menengok ke belakangnya, tepat pada seorang gadis yang habis berlari mengejarnya. Ia cukup tercengang melihat keberadaan gadis itu, gadis yang ia kira tidak akan sudi menerima ajakannya kini sudah ada di sekitarnya sambil mengomel. Dengan wajah datarnya Hyunra berjalan mendului dirinya yang masih mematung di sisi pintu.



“ Cepatlah! Aku lapar sekali!” omel Hyunra yang sudah berjalan keluar dari rumah. Ia pun segera mengunci pintu rumahnya. Dengan langkah tenang dan beraturan ia berjalan di belakang gadis yang nampaknya sudah tak sabar menemukan makanan.




****




Setelah menyusuri jalan yang tidak terlalu jauh dua manusia yang memang memiliki satu misi itu langsung mengedarkan pandangannya guna menemukan penganan yang pas untuk menemani makan pagi mereka hari ini. ramainya jalanan akibat banyaknya pedagang makanan yang tumpah ke seluruh badan jalan membuat keduanya masih bingung untuk menentukan pilihan.



“ Bagaimana lkalau itu saja?” Min Soo meminta pendapat Hyunra. Pria itu menunjuk pedagang yang menjual berbagai olahan laut, seperti yang terlihat jelas pada spanduk di depan gerobaknya.



“ Kau yang bayarkan?”


“ Ya…”



“ Kalau begitu cepat! Asal kau yang bayar tak masalah mau makan dimana.” Ujar Hyunra yang lagi-lagi berjalan duluan. Sepertinya kelaparan membuat gadis itu mengenyampingkan etika di depan seorang pria, biar bagaimanapun makhluk bernama gadis akan sedikit menjaga kelakuannya di depan seorang pria, sekalipun dalam keadaan lapar. Sepertinya julukan gadis hutan yang diberikan Min Gi padanya bukan isapan jempol semata.




****



Hyunra POV






Setelah selesai makan, aku dan dia kembali berjalan menyusuri aspal yang memberhentikan kami di depan sebuah supermarket yang berada tak begitu jauh dari sini. Tadi ia bilang ia ingin membeli beberapa persediaan makanan untuk di rumah. Memang sudah seharusnya ia membeli semua itu karena tidak ada apapun yang bisa dimakan yang tersisa di rumah.



Udara sejuk langsung menerpa wajahku begitu memasuki kawasan berpendingin ini. Berbagai buah serta sayuran segar langsung menyapa mataku, memberi pemandangan indah untuk penglihatanku. Beberapa buah begitu menggodaku, namun karena dalam situasi seperti ini dialah yang memiliki uang, jadi aku melupakan niatku untuk membeli apel merah yang kelihatan begitu segar.



Tanpa tahu apa yang sedang dicarinya aku terus mengekori kemanapun pria ini bergerak, setiap perpindahannya adalah komando tak terucap untukku. Sementara ia masih sibuk memperhatikan deretan selai serta produk lain untuk menaburi roti, aku memalingkan wajahku ke arah sebuah stand yang sedang menjual daging asap. Rasanya jiwaku tertarik untuk pergi ke sana begitu wangi bakaran daging masuk ke dalam indera penciumanku, belum lagi saat aku membaca tulisan ‘gratis mencoba’, jiwa makanku kembali bangkit.



“ Kita tidak mungkin pulang hanya dengan membeli selai kacang dan cokelat saja kan?”

“ heh?”



Aku cukup terkejut begitu ia menepuk bahuku, untuk sementara aku mesti rela meninggalkan daging asap tadi. Pria ini benar juga, rasanya menyedihkan sekali setelah lama berbelanja hanya membeli dua botol selai. Lebih menyedihkan lagi karena pria ini malah mengambil trolley bukannya keranjang, untuk apa memakai alat sebesar itu jika yang dibeli cuma dua botol selai saja.


“ Ah…” aku mendapat ide cemerlang. Segala sesuatu yang biasa kubeli untuk memenuhi kebutuhanku telah tersusun rapih dalam memori, tanpa mengkomandoinya atau menyuruhnya mengikutiku, aku segera berjalan melewati deretan makanan yang terjajal di atas rak.



Langkahku berhenti begitu tiba pada barang yang diperlukan, tanpa bertanya pendapatnya lagi, aku langsung memasukkan barang-barang tersebut ke dalam trolley yang menjadi tanggung jawabnya. Ya..selama aku memilih barang-barang, ia terus mendorong trolley itu kemanapun aku melangkah.



Lobak,wortel, tomat, daging ayam, jeruk, apel, roti, jjangmyeon instant, susu, beberapa makanan ringan, aku kembali menilik barang-barang yang telah ku beli sambil mengingat-ngingat yang terlupakan. Multuku menggumam begitu teringat sesuatu, aku belum membeli sabun, pasta gigi, dan peralatan mandi lainnya.



“ Kau yakin mampu membayar ini semua?” aku melirik lelaki di hadapanku. Ia tak membalas apapun, kecuali mendorong trolley-nya kembali. Aku tidak bermaksud meragukan kemampuan ekonominya, tapi bayangkan trolley yang tadinya hanya berisi dua botol selai kini sudah terisi penuh. Seumur hidup aku belum pernah belanja sebanyak itu.


“ Tidak ada yang terlupa?”


“ Cokelat…minuman cokelat…” aku langsung berlari menuju deretan minuman instant, tak perlu membuang waktu banyak dua kotak cokelat bubuk ku ambil dan memasukkannya ke dalam trolley.



Aku menatap puas tumpukan belanjaan yang bercampur pada di dalam trolley. Apa masih ada yang terlupa? Ckk…sepertinya tidak. Aku melayangkan pandangan ke arahnya yang berjalan tenang menuju kasir.



Ia tak banyak bicara begitu meletakkan semua barang belanjaan ke atas meja kasir untuk dihitung, karena aku sangat pengertian, tanpa ia pinta aku langsung membantunya. Aku masih heran dengan pria ini, oh ayolah…sepertinya aku memang tidak bisa berhenti merasa heran dengan sosoknya. Ku hembuskan nafas pelan, alisku mengerut ketika menyadari gadis penjaga kasir di depanku ini tengah menatap Min Soo seakan ingin menelannya hidup-hidup. Ckk..sepertinya gadis itu tidak tahu kalau Bang Min Soo, pria yang sedang ia tatapi itu lebih tertarik dengan video game daripada perempuan cantik.



Melihat gadis itu tak kunjung puas melihat ‘suamiku’ ini, aku mendapat ide brilian. Aku langsung menolehkan kepalaku. “ Min Soo-aa kapan akta pernikahan kita selesai?” sengaja aku mendayu-dayukan suaraku.



Pria itu memberikan sejumlah uang pada si kasir yang tengah menatapnya dengan waspada, kemudian berpaling menatapku. “ Mungkin lusa. Ah…kalau sudah jadi kau harus cepat mengambilnya ya. Aku memerlukannya untuk pendataan di kantor.” Jawabnya santai sambil memasukkan dompet ke dalam saku belakang celananya. 



“ MWO?? Kenapa tidak kau saja yang mengambil?” pekikku sambil mendorong pelan bahunya.



Dia menghela nafas, kemudian memamerkan wajah tidak-bisakah-kau-saja-yang-mengambil. “ Aku sibuk.” Tak pelak mulutku menganga lebar. “ Ya sudah ambilnya nanti saja kalau sudah kau tidak sibuk.” Ucapku tak peduli.



“ Tapi aku memerlukannya!”



“ Aku juga sibuk Bang Min Soo!” aku menatapnya sengit walau sebenarnya ia menatapku dengan santai-santai saja. ku tiup udara dari mulutku hingga poni-ku berterbang. Arrggh…kenapa jadi adu mulut sih? Aku kan menyinggung akta nikah untuk mengerjai si kasir yang tengah memandang kami dengan aneh itu.



“ Maaf…nyonya..tuan belanjaannya.” Ia menunjuk beberapa bungkusan yang sudah berjejer rapih di meja kasir.

Akhirnya dengan sangat tidak nyaman, aku melihat ke sekitar. Orang-orang tengah melihat ke arahku dengan tatapan yang sulit diartikan. Aku hanya meringis pelan begitu melihat antrian panjang di belakang Min soo yang tengah melihat ke arah kami dengan penasaran. Ckk…kenapa mereka melihat kami dengan tatapan seperti itu? Astaga…mau tahu saja urusan orang!.





TBC


Keeuut….akhirnya, finally publish juga!!!
Gila!! Hebat bgt!!! Ckck….sebenernya ada gak sih pasangan suami-istri kayak mereka??
Oh ya…hampir lupa!!! Happy Birthday To Dancing Machine Changjo!!!!! Wah gila!!! Si bro ini udh 18 tahun….semoga makin pinter, smoga sukses di universitasnya!!!*cieee..yg udah keterima!!*#injek changjo#, makin ramah, dan semoga gak ngejahatin Ricky lagi!!!!


Oke…berasa kayak BFF-nya Changjo…ckckk…sebelum semua salah paham, aku tuh ga ada hubungan apa-apa kok ama Changjo. Cuma pernahlah beberapa kali ketemu, kadang CAP kalo main ke rumah aku tuh suka ngajak Changjo..tpi sekali lagi aku cuma temenan aja ama dia..*authornya mulai sarap*.

Huft…apa lagi yah? Kalian mau aku ngomong apa?udah kali ya aku capek bgt. Aku sebenernya lagi gak mood bgt…. Tapi karena CAP bilang aku harus ngelawan bad mood itu, makanya aku publish…ya udah deh ya…dripada abis ini ada yang masuk rumah sakit jiwa mending aku pamit dulu… BYE!! 





In a hurry,

GSB

Comments

Popular Posts