Please Do It Everyday
Main Cast = Kevin
Woo, Im Nana
Genre = Romance, sad, angst
Length = oneshoot
Author = Salsa
Kevin POV
Pagi itu, tanggal 10 dibulan 11, hari minggu yang
menyenangkan. Seharian penuh aku menghabiskan waktu dengan pacarku, Im Nana.
Kami pergi ke taman hiburan, makan ice cream, naik bianglala, rollercoaster,
rumah hantu. Bisa dibilang kami mencoba nyaris semua wahana disana. Berjalan
santai dengan tangan terkait, seolah dunia dalam genggaman.
“kau mau naik yang
mana lagi?” tanyaku sambil menekan ujung topinya, membuat gadis itu
menggeram.
“kurasa sudah semuanya”
“jinjjayo?” aku menoleh ke sekeliling, mencari wahana lain
yang belum kami coba.
“lebih baik kau mainkan permainan itu dan dapatkan bonekanya
untukku” mataku langsung tertuju ke sebuah permainan sederhana yang ia tunjuk.
Kalian tahu box bening berisi banyak boneka yang diatasnya terdapat tuas
pencengkram. Ya.. benar. UFO Catcher. Aku menyeringai padanya, tidakkah itu
terlalu mudah? Dengan satu koin, kurasa aku bisa mengambil tiga boneka dengan
mata tertutup.
“kenapa diam saja? kau tak bisa ya?”
“tentu saja aku bisa! Kajja!” aku langsung meraih tangan
gadis itu dan menyeretnya menuju permainan. Kami membeli lima koin dan
mengambil alih satu mesin ufo catcher. Nana menatapku dengan ragu, seolah ini
terlalu sulit untuk kulakukan.
“Kevin~aa….. aku mau boneka beruang yang itu” ujar Nana
sambil mengetuk-ngetuk kaca di bagian kanan.
“ara…” aku memasukkan koin dan mengarahkan cakar mesin ke
bagian yang ditunjuk Nana. Ke bagian kanan. Konsentrasi Kevin Woo……. Konsentrasi….....
setelah cakar itu berada tepat diatas boneka beruangnya, aku menekan tombol
merah. Seketika cakar itu turun, menangkap boneka beruang tadi dan
mengangkatnya. Aku tersenyum bangga. Sudah kuduga aku bisa melakukan ini dengan
mudah.
“lihat kan? aku bisa melakukan ini semudah membalikkan
telapak ta…….SIAL”
Bonekanya jatuh. Tepat sebelum kotak keluarnya terjangkau.
CAKAR SIAL.
“tenang! Aku masih punya banyak koin” aku berusaha
menenangkan Nana yang terlihat sedih. Nana melirikku dengan tajam. “kau
sebaiknya memenangkan satu untukku, atau……..” gadis itu membuat gerakan memotong
leher.
……………………………………….
Singkat cerita, koin ke dua sampai ke empat tak membuahkan
hasil. Sejujurnya aku tak berbakat dalam hal ini. Dan inilah saatnya mencoba
keberuntungan di koin terakhir. Kami berdua menatap koin itu dengan perasaan
gugup.
“Kevin~aa….. kali ini biar aku saja”
“tidak! aku saja tidak bisa, apalagi kau?”
“Kau meremehkanku huh?”
“Biar aku saja” aku bukannya meremehkanmu. Aku justru takut
jika kau melakukannya lebih baik dariku. Harga diriku bisa jatuh. Dan aku tak
akan membiarkan itu.
Aku memasukkan koin terakhir sambil mendesah. Nana terlihat
sangat cemas di sampingku. Seolah koin ini adalah penentu hidup matinya. “ambil
yang mana saja! kau tak perlu memaksakan diri mengambil boneka beruangnya” ucap
Nana, putus asa. Hei…. aku bisa kok. Kau suruh mengambil boneka yang paling
bawah pun sebenarnya aku bisa.
Kuletakkan tanganku di atas tuas, mataku tak berkedip. Nana
pun begitu. Hingga……..
CONGRATULATION.
Mesin itu menyala-nyala meriah sambil mengeluarkan bunyi ‘Ting’
yang sangat keras. Bersamaan dengan suara teriakan spontan kami berdua.
Nana mengambil boneka berbentuk hati dari dalam kotak. Ya..
aku gagal mengambil boneka beruang itu dan malah mengambil boneka berbentuk
hati. Aku menoleh pada Nana. Penantiannya tidak sia-sia.
“kau mau pulang sekarang?” ajakku. Entah kenapa rasanya
lebih lega. Nana mengangguk. Sambil memeluk bonekanya, gadis itu memeluk tangan
kananku juga. Berjalan seperti ini.
Di tengah perjalanan pulang, Nana bergumam “Kevin~aa….. maukah
kau menerima tantanganku?” aku menoleh padanya, lantas mengangguk. Bahkan
sebelum gadis itu mengucapkan tantangannya, aku sudah berjanji akan menerimanya.
Kevin bodoh. Bagaimana kalau tantangannya tidak manusiawi?
“hiduplah sehari penuh tanpaku” aku benar kan? tantangannya
sangat tidak manusiawi. Aku menggeleng tanpa menoleh. Kesal. Tantangan apa itu?
benar-benar konyol.
“kita tak boleh saling berkomunikasi selama sehari penuh”
Aku menghentikan langkahku, otomatis membuat gadis itu ikut berhenti. Aku menatapnya
dengan ekspresi ‘sebenarnya apa maumu?’ namun ia malah menjawabnya dengan
senyuman. Manis. Manis sekali. Membuatku tak bisa berpikir jernih. “kau sudah
berjanji akan menerimanya” ujar gadis itu. Aku tersenyum tipis sambil
memalingkan wajah. Menyesal.
“apa yang kudapat jika aku berhasil?”
“aku berjanji akan mencintaimu selamanya”
Aku terdiam.
“setuju”
……..………………….
Selama sehari penuh? Ya.. aku sanggup. Seharian itu, di
tanggal 11 bulan 11, aku sama sekali tak menelfonnya, tak mengiriminya pesan
dan tak berkomunikasi dengannya dalam bentuk apapun. Aku pergi ke taman hiburan
dan menghampiri mesin boneka yang kumainkan bersama Nana kemarin. Membeli
sepuluh koin dan bergulat dengan mesin itu sampai akhirnya aku berhasil
mendapatkan boneka beruang yang Nana inginkan. Rasanya seperti memeluk awan. Aku
benar-benar bahagia dan merasa harga diriku sudah naik sampai ke bulan. Aku
menengok jam tanganku, sepuluh menit lagi waktu ‘seharian penuh hidup tanpa
Nana’ akan berlalu.
Tanpa pikir panjang, aku segera keluar dari taman hiburan
dan menaiki bus. Menuju rumah Nana. Selama perjalanan, aku tak berhenti
tersenyum menatap boneka itu. Membuat tatapan heran tertuju dari berbagai sisi.
Aku tak peduli. Mereka tak tahu apa yang kupikirkan. Mereka tak tahu semanis
apa yeojachinguku jika sedang tersenyum. Terlebih jika ia tahu aku berhasil
memenangkan boneka ini.
Setelah turun dari bus, aku berjalan cepat menuju rumah
Nana. Rumah ketiga di blok ini. Aku mengetuk pintu rumahnya dan segera
menyembunyikan boneka beruangnya di belakang punggungku. Bermaksud membuat
kejutan. Dan saat pintu terbuka, yang kudapati justru seorang wanita yang
sedang menangis. Eomma Nana. Senyumku menghilang. Jantungku berdegup dengan
cepat. Panik. Kenapa ia menangis? Apa yang terjadi?
Sebelum sempat aku menanyakan apa-apa, eomma Nana menyingkir
dari pintu dan memperlihatkan keadaan di dalam. Semua keluarga Nana telah
berkumpul, mengelilingi sebuah peti, aku tak mau melihat siapa yang tengah
berbaring disana. Aku tak mau. Jantungku seperti ditusuk oleh sesuatu. Rasanya
sakit sekali. Kakiku terasa lemas. Mataku panas dan bibirku kelu. Aku tak
sanggup menghampiri peti itu dan melihat wajah Nana. Sebenarnya apa yang
terjadi? Kenapa bisa begini? Kalian tahu rasanya datang dengan sejuta
kebahagiaan dan tiba-tiba saja didorong ke jurang? Nana….. Kenapa kau sejahat
ini? Boneka yang kupegang terjatuh begitu saja. Tanganku gemetar. Saking
syoknya, aku bahkan tak bisa mengucurkan air mata, membuat mataku menjadi
sangat merah dan menyeramkan.
Tiba-tiba saja eomma Nana menyodorkan secarik kertas kecil.
Aku mengambil kertas itu dengan lemas, dan mengangkatnya. ‘Kau berhasil, chagi. Sekarang……. tolong lakukan itu tiap hari…. Aku mencintaimu’
Aku masih terdiam membaca tulisan di kertas itu. Tanpa
ekspresi. Aku tak tahu harus apa sekarang. Aku benar-benar tak tahu. Aku rasa
aku mulai gila.
Ternyata, selama 24 jam itu, Nana sekarat karena kanker yang
ia derita, entah sejak kapan. Ya.. dia tak pernah memberitahuku dia sakit,
terlebih kanker. Aku sama sekali tak tahu menahu soal itu. Ia menyembunyikannya
dengan sangat baik. Ia bisa tertawa lepas, tersenyum, bercanda dan bertingkah
normal seolah ia adalah gadis tersehat di dunia. Ia bisa menutupi semuanya
dariku selama ini. Dan hebatnya, aku tertipu. Tak pernah sedikitpun menyadari
itu. Dasar bodoh.
Yes, I did it baby. Now, you will love me forever, right?
END
wah bagus.. sedih tapi
ReplyDeletemakasih ya^^
ReplyDelete