High School Romance



Cast = Park Hyo Jin
            Lee Byunghun (L.Joe)
            Lee Chan Hee (Chunji)
            Kim Myungsoo
            Jung Soo Jung (Krystal)

Genre = Romance, friendship, school life

Length = Oneshoot


Author = Salsa

Warning = Looooooooooooooooooooooooooooong post



 *****


Seorang gadis dengan rambut penuh tepung tengah menatap lurus pada wanita di depannya, wanita yang sejak tiga tahun lalu ia sebut sebagai ibu kepala sekolah. Di samping gadis itu, ada seorang pria dengan tubuh basah kuyup yang juga sedang melakukan hal yang sama. Mereka berdua, untuk yang kesekian kalinya dipanggil ke ruangan itu, ruang besar milik seorang wanita dengan jabatan tertinggi di sekolah ini.


Ibu kepala sekolah yang sejak tadi berteriak-teriak marah sampai urat lehernya terlihat itu hanya dibalas dengan tatapan bosan, jengah, tak peduli oleh dua orang siswa-siswi di hadapannya. “Jadilah sedikit lebih dewasa. Ingat! Ujian di depan mata, harusnya kalian belajar yang benar! Jangan bertingkah kekanakan.” Dua orang yang dimaksud, Hyo Jin dan L.Joe, serempak mendengus. Sudah muak dengan pilihan kalimat sang kepala sekolah yang tak berubah sejak terakhir mereka ‘berkunjung’ kesana.


“Kalian sudah kelas 3. Dan dua bulan lagi kalian akan lulus.” Nyonya Choi yang sudah menjabat sebagai kepala sekolah selama belasan tahun itu melepas kacamatanya dengan gerakan yang sangat emosional. “Itu artinya sudah hampir 3 tahun kalian bertingkah seperti kucing dan anjing yang tak bisa akur.”


“Kalau dia tidak mulai menggangguku duluan, aku juga tidak akan seperti ini,” seru Hyo Jin sambil melipat tangannya.


“Aku yang mulai?”
“Ya! Ada yang salah tuan pendek?”
“Heh gendut, jaga bicaramu!”
“Sudah berapa kali aku bilang padamu? Aku-tidak-GENDUTTTTT!!!” Hyo Jin melemparkan tepung yang tersisa di tubuhnya ke arah L.Joe. Pria itu juga langsung balas membekap muka Hyo Jin dengan kemejanya yang basah. Sukses membuat gadis itu berteriak-teriak.


“YA! YA! YA! Aku sedang menceramahi kalian untuk berhenti bertengkar dan kalian malah melakukannya di hadapanku?” Mendengar teriakan menggelegar sang kepala sekolah, Hyo Jin dan L.Joe langsung memisahkan diri dan kembali ke posisi semula.


“Kalau sudah sejauh ini, sepertinya memang sudah tidak ada cara lain.” Nyonya Choi membuka laci mejanya dan mengeluarkan borgol. “Anda mau membawa kami ke kantor polisi hanya karena bertengkar beberapa kali?” seru L.Joe tak percaya.


“Ani.” Nyonya Choi mendekat dan berdiri di tengah dua orang yang sedang menatapnya waspada itu. Lantas tanpa basa-basi menarik tangan L.Joe dan melingkarkan salah satu sisi borgolnya disana. Pria itu terperanjat, sementara gadis disebelahnya girang bukan main. “Woaaaaa…… kau akan berkeliaran di sekolah dengan tangan terborgol, Joe….. YAA! YAA! IGE BWOYA?” Hyo Jin yang tangannya sedang terulur menunjuk muka syok L.Joe langsung tak berkutik saat tiba-tiba saja sisi borgol yang lain sudah ikut melingkar di tangannya. “KENAPA AKU JUGA?”


“Selama jam istirahat, untuk seminggu ke depan, kalian akan diborgol seperti ini.”
“APA?” Keduanya berteriak kompak. “Omo! Kalau begini kan bagus, kalian sudah seperti anak kembar.”


“Kyojangnim! Ini benar-benar tidak adil. Harusnya dia saja yang diborgol!” Hyo Jin mengeluh dan melirik L.Joe yang tengah melotot padanya. “Kumohon! Beri kami kesempatan sekali lagi,” lanjut Hyo Jin.


“Aku sudah memberikan 12 kesempatan selama ini, dan tidak ada kesempatan ke-13. Ara?” Choi Kyojangnim bicara dengan sangat tenang sambil berjalan kembali ke singgasananya.


“Heh! Katakan sesuatu!” Hyo Jin yang sudah kehabisan kata menyikut L.Joe yang sejak tadi terus diam.


“Ah~ eum~ a… kyojangnim! Kami pernah mendapat nilai 80 saat ulangan harian loh,” seru L.Joe.


“Lalu?” Choi Kyojangnim meraih cangkir tehnya.
“Kau sama sekali tak ada gunanya ya” Hyo Jin mendengus. “Kukira dia bisa memberi  keringanan karena prestasi belajar kita.” L.Joe berbisik.


“Kalian bisa keluar dari ruangan ini sekarang.”
“Changkaman~ changkaman~ Kyojangnim! Tidakkah hukuman ini terlalu berlebihan?” Hyo Jin yang masih sangat tidak terima mengeluh sambil mengangkat tangannya, tak peduli kalau ada tangan lain yang ikut terangkat. L.Joe mendesis geram dan menarik tangannya kembali. Ia tak mau alat geraknya itu bergerak kesana-kemari jika bukan dia sendiri yang mengendalikan.


“Bagaimana jika aku harus ke toilet?” seru Hyo Jin lagi.
“Aku akan membuka borgolnya dan memasangnya lagi begitu kau selesai.” Hyo Jin mendecak keras, sementara L.Joe sudah terlihat sangat pasrah.



**********



Mereka baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah, dan seketika semua mata langsung tertuju pada kedua orang itu, lebih tepatnya lagi pada borgol yang mengikat keduanya. L.Joe langsung menunduk, mendengus menghalangi mukanya dengan tangan kiri, sementara Hyo Jin malah dengan sinisnya balik menatap mereka semua.


“Ah~ ini benar-benar memalukan. Ayo ke kelas,” ucap L.Joe, menarik tangannya. Hyo Jin menggeram. “Bisakah kau berhenti menarik-narik borgolnya? Tanganku sakit.”


“Oh, sakit ya? Kasihan sekali,” balas L.Joe dengan nada prihatin yang dibuat-buat.



**********



Sepanjang jalan, tidak, bahkan saat mereka sudah sampai di kelas sekalipun, semua mata tetap tertuju pada keduanya. Tak jarang teman-teman mereka menggoda dengan mengatakan kalau keduanya terlihat sangat serasi dalam ikatan borgol. Hanya dengan hitungan menit, ‘handcuff  couple’ menjadi sangat populer di seluruh penjuru sekolah.


“Ah jinjja! Aku lupa.” L.Joe yang baru saja duduk langsung mendecak begitu tangannya tertarik ke atas. Hyo Jin tengah sibuk merapikan rambutnya yang penuh tepung dengan tangan kiri. “Ya! Gunakan tangan kananmu, bodoh!” bentak L.Joe sambil menarik tangannya.


“Ayo ke washtafel! Aku harus mencuci rambutku.”
“Shireo.”
“Heh! Memangnya rambutku jadi begini gara-gara siapa?” L.Joe menatap Hyo Jin tajam. “Lalu kau pikir siapa yang mendorongku sampai jatuh ke kolam renang?”


“Itu karena kau tidak hati-hati.”
“Ha.. yang benar saja! Pokoknya aku tak mau.” L.Joe bertahan di kursinya. Hyo Jin mendecak, lalu berjalan begitu saja sambil memutar mata. L.Joe mencoba tetap pada posisinya, tapi gadis itu terlalu kuat dan dengan mudah membuatnya terseret.


Selama menemani Hyo Jin mencuci rambut, L.Joe terus menunduk, sebisa mungkin menghalangi wajahnya. Ia merasa sangat risih, semua orang terus menatap mereka dengan tatapan luar biasa takjub. Seolah ia dan Hyo Jin adalah makhluk Mars yang tersesat di bumi.


“Heh gendut, cepat sedikit!” L.Joe menyelipkan tangan kirinya di saku sementara sebelah tangannya yang lain terulur mengikuti pergerakan tangan Hyo Jin. Padahal mereka baru terborgol selama lima menit, tapi L.Joe sudah merasa tidak sanggup dan ingin mengibarkan bendera putih. Ini benar-benar menyusahkan! Selama 18 tahun hidup, inilah hal paling mengerikan yang pernah kualami.


Hyo Jin mematikan keran yang memang disiapkan di setiap sudut halaman, lantas mengeringkan rambutnya dengan handuk yang sebelumnya ‘mereka’ ambil di loker. L.Joe mendengus, lagi-lagi tangan kanannya dibuat bergerak kesana kemari karena ulah Hyo Jin. oh…. kapan gadis ini akan berhenti menggunakan tangannya? Menyusahkan!


“Apa sebaiknya aku tidak masuk sekolah selama seminggu ini?”
“Setuju!! Dengan begitu aku tak perlu diborgol bersamamu dan hariku seminggu kedepan akan damai tanpa L.Joe’s prank.”


“Apa? oh tidak! Selama itu membuatmu senang, aku tak akan melakukannya.” Hyo Jin menatap L.Joe tak percaya. “Seharusnya ini menjadi simbiosis mutualisme. Kau senang, aku senang, iya kan?”


“Aku senang? Darimana aku senang? Absenku bagaimana? Lagi, tak ada simbiosis mutualisme di kamusku. Yang ada hanya aku senang, kau susah. Ara?” ucap L.Joe dengan nada tegas. Ia membalik badan dan hendak pergi meninggalkan Hyo Jin, tapi....KREEGG...... suara gesekan borgol di tangannya terdengar. L.Joe memejam sambil menggigit bibir, untuk sesaat ia lupa kalau mereka berdua tak bisa jauh-jauh karena borgol itu.


Second day, Recess Time……


Bel istirahat terdengar nyaring mengintrupsi kegiatan belajar. Tak bisa dipungkiri, inilah suara paling ditunggu-tunggu oleh semua orang yang menamakan dirinya pelajar. Di kelas 3-1, Kim Sonsengnim baru saja meninggalkan ruang kelas, hampir seluruh siswa segera bangkit dari kursinya dan bersiap menuju kantin. Tapi tidak dengan Hyo Jin, begitu mendengar suara bel, sekujur tubuhnya terasa lemas. Mungkin mulai sekarang, dan untuk seminggu kedepan, bel istirahat adalah hal paling ia benci di atas bumi. Hyo Jin menelungkupkan kepalanya di meja.


“Selamat bersenang-senang jagi. Kurasa L.Joe sudah siap diborgol bersamamu.” Chunji, sahabat kecil yang sejak zaman batu sudah menjadi teman sebangkunya itu berbisik tepat di telinga Hyo Jin. Gadis itu menggeram.


“Tunggu, mau kemana?” Hyo Jin menangkap tangan Chunji yang baru saja berdiri. “Kantin. Mau ikut? Atau mau minta dibelikan sesuatu?”


“Tidak. Please, temani aku disini.”
“Sebentar lagi kyojangnim akan datang dan memborgolmu bersama L.Joe. Aku tak mau mengganggu.”


“Cih…. Hentikan! Kau membuatku muak.”
“Muak? Ei, jangan bilang begitu! Cepat atau lambat, aku yakin kau pasti akan suka padanya.” Chunji mengedikan kepalanya ke arah L.Joe yang juga sedang menelungkupkan kepala di atas meja. Sepertinya pria itu juga memiliki pemikiran yang sama dengan Hyo Jin. Waktu istirahat adalah yang terburuk.


“Terserah. Tapi kau jangan ke kantin! Temani aku disini. Kalau kau pergi, aku hanya akan berdua dengannya.”


“Tidak bisa. Kau tahu kan ada anak baru di kelas 2? Kudengar dia sangat cantik. Aku harus bisa berkenalan dengannya siang ini.”


“Lee Chanhee! Bisakah sehari saja berhenti menggoda perempuan? Ingat, kau baru putus dari Yoomi kemarin.”


“24 jam bukan waktu yang sebentar, Park Hyo Jin.”
You’re really a real brat,” dengus Hyo Jin.
“kenapa kau selalu memanggilku bread? aku bukan roti.”
“Kubilang brat, bukan bread. PABO!”
 “Iya, bread kan? Berhenti bicara seolah aku sangat bodoh dalam bahasa inggris.”
Brat itu salah satu kata kasar, Lee Chanhee.”
“Tapi bisa diartikan sebagai roti kan?”
“Apa? oke…..terserah kau saja.” Hyo Jin yang merasa lelah berdebat dengan Chunji kembali menelungkupkan kepalanya, dan di saat itulah ketukan pintu bersamaan dengan suara gemerincing besi terdengar. “Woops, borgol cintamu datang! Selamat bersenang-senang,” ledek Chunji sambil menepuk kepala gadis itu. Ia lalu terkekeh geli dan membungkuk hormat pada Choi kyojangnim yang baru saja memasuki kelasnya. “Anyeonghaseyo, kyojangnim. Anda semakin cantik saja.”


“Aish bisa saja,” ucap wanita setengah baya itu sambil mengibaskan tangan. Hyo Jin menggeleng-geleng, sementara L.Joe pura-pura tak dengar dan tetap pada posisi tidurnya. Chunji tersenyum manis sebelum berlalu keluar kelas. Bahkan dengan kepala sekolah pun ia berani tebar pesona.


“Park Hyo Jiiiiin... L.Joe......” Hyo Jin dan L.Joe langsung membuang muka dengan kompak.


Beberapa saat kemudian…… ‘KREEK’


“Jika bel masuk berbunyi, kalian datanglah ke ruanganku untuk mengambil kunci borgol ini.” Keduanya mengangguk. Choi kyojangnim keluar dari ruang kelas dan meninggalkan mereka dalam keheningan.


“Sekarang bagaimana?” L.Joe mengangkat bahunya, lalu membuang muka.
“Oke, karena kau tak menjawabku, jadi aku yang menentukan. Kita akan berdiam diri di kelas. Setuju?”


“Tidak setuju! Aku akan melakukan apapun yang bertentangan dengan keinginanmu! Jadi kita jalan-jalan di luar. Sekarang.” Tanpa menunggu persetujuan, pria itu berdiri, melangkah, membuat Hyo Jin yang belum siap menjadi terseret di belakangnya.


Keduanya berjalan tanpa tujuan di koridor sekolah yang cukup ramai. Dan seperti kemarin, Hyo Jin L.Joe masih menjadi sorotan menarik para siswa. “Ah jinjja! Bilang saja kalau kau sebenarnya senang bisa terborgol bersamaku! Dan sekarang kau berniat memamerkannya pada semua orang,” ucap Hyo Jin ketus. L.Joe tak menjawab, dengan santai ia mengeluarkan permen dari saku kemejanya, membuka bungkusnya lalu mengemutnya sambil menatap Hyo Jin. “Mau?”


“Sungguh? Tentu saja aku mau!” seru Hyo Jin riang, lantas mengulurkan tangan kanannya di depan muka L.Joe. Pria itu langsung tersenyum geli sambil mengalihkan mukanya. “Sayangnya aku cuma punya satu. Lagipula kalau aku punya pun aku tak akan membaginya denganmu. Dan apa tadi aku bilang akan membagimu? Aku hanya ingin tahu, kau mau atau tidak.”


“Tentu saja.” Hyo Jin mendengus. Untuk sesaat ia merasa sangat bodoh karena menaruh harapan pada musuhnya sendiri.


KREEGG….. L.Joe menoleh dengan wajah geram, Hyo Jin tiba-tiba saja berhenti dan membuatnya mau tak mau melakukan hal yang sama. “wae??”


“Aigoo..... kenapa dia semakin tampan saja ya?” L.Joe mengikuti arah pandang Hyo Jin dengan malas. Dan yang ia temukan adalah sang pangeran sekolah sedang mencoba memasukkan bola basket ke dalam ring. Bingo. Bola itu masuk dengan sempurna, kemudian memantul ke bawah dan membentur tiang. Lantas menggelinding mendekati Hyo Jin dan L.Joe. Tanpa berpikir, Hyo Jin segera mengambil langkah cepat untuk memungut benda bundar itu. Namun, L.Joe sama sekali tak berkenan membantu. Ia bahkan sengaja menahan tangannya lebih kuat agar Hyo Jin tak bisa kemana-mana.  


“Yah Bodoh! Aku harus mengambilkan bola itu untuk Myungsoo,” desis Hyo Jin sambil menarik-narik tangannya.


“Lakukan saja sendiri! Aku tak mau.”
“Aku juga akan melakukannya sendiri jika kita tidak dalam keadaan TER-BOR-GOL.” L.Joe menggigit permen di mulutnya dan mengarahkan pandangannya kembali ke lapangan. Pria itu, Myungsoo, kini tengah berjalan mendekat.


“Dia bisa mengambilnya sendiri,” ujar L.Joe enteng. Mendengar itu, Hyo Jin segera menolehkan kepalanya kembali ke lapangan. “Ya Tuhan! Dia menghampiriku!” Hyo Jin memekik dan langsung berlari ke belakang L.Joe.


“Dia tidak menghampirimu, dia menghampiri bolanya.”
“Lihat! Lihat itu! Dia semakin dekat!! Ya Tuhan, bagaimana ini? Apa rambutku beranta... Astaga astaga tanganku sedang terborgol!” Hyo Jin sama sekali tak mendengarkan L.Joe, gadis itu terus berteriak-teriak seperti fangirl yang melihat idolanya.


“Apa yang sangat spesial dari seorang Kim Myungsoo hingga membuatmu begini?” desis L.Joe tak percaya. Matanya menatap sangsi pada Myungsoo yang melangka hsemakin dekat dengannya. Pria itu berjalan melewati L.Joe dan Hyo Jin yang berdiri sangat dekat, lalu mengambil bolanya tanpa bicara apa-apa.


“Ya! Menjauh dariku!” L.Joe yang merasa risih mencoba menjauhkan Hyo Jin yang menempel di punggungnya.


“Ayolah, hanya sebentar! Aku sedang diborgol dan aku tak mau terlihat konyol dihadapannya.” Mendengar nada panik yang Hyo Jin gunakan, L.Joe tahu kalau gadis ini tidak sedang main-main. Ia pasti sangat memedulikan image-nya di hadapan Myungsoo. L.Joe menyeringai, lantas dengan sengaja mengangkat tangan kirinya. Secara otomatis tangan kanan Hyo Jin ikut terangkat, bertepatan dengan Myungsoo yang berdiri setelah mengambil bola basketnya.


Hyo Jin merasa dadanya baru saja dipukul oleh pemukul baseball. Ia ingin tersenyum pada Myungsoo yang tak sengaja menatap ke arahnya, tapi di sisi lain ia juga ingin berlari karena tangan terborgolnya terlihat dengan sangat jelas. Semoga aku tidak kelihatan terlalu bodoh dengan borgol ini.


Tanpa diduga, Myungsoo berjalan menghampirinya. “Diborgol seperti itu pasti sangat menyusahkan, ya?”


“Kau boleh merasakannya sendiri jika benar-benar ingin tahu,” jawab L.Joe tanpa melihat Myungsoo, Hyo Jin memberikan tatapan ‘jangan ikut campur’ pada L.Joe lalu kembali menatap pria di hadapannya dengan wajah berseri.


“Kau benar. Ini memang sangat sangat menyusahkan. Apalagi jika terborgolnya dengan pria tanpa hati seperti seseorang." Ia melirik L.Joe. "Kuharap waktu berjalan dengan cepat.”


“Ya, kuharap juga begitu. Hanya seminggu kan?” Hyo Jin mengangguk, ia tak bisa berpura-pura terlihat biasa saja saat Myungsoo bicara. Gadis itu terus-menerus tersenyum, terpesona oleh si pangeran sekolah yang sudah ia suka sejak pertemuan pertama mereka tiga tahun lalu. 


“Sebentar lagi bel masuk, aku harus mengganti baju olahragaku. Bye.” Pria itu tersenyum pada Hyo Jin dan memberikan tatapan ramah pada L.Joe, lalu berlari lagi ke lapangan sambil mendribble bolanya. How cool!


“KYAAAAAAAAAAAAA!!! MYUNGSOO BICARA PADAKU! BARUSAN DIA BICARA PADAKU!” pekik Hyo Jin sambil menggenggam kedua tangan L.Joe dan melompat-lompat di hadapannya. Gadis itu sama sekali tak peduli jika mereka sedang berada di KORIDOR sekolah di tengah jam ISTIRAHAT. Semua orang yang lewat sibuk berbisik-bisik dengan rekannya mengenai tingkah Hyo Jin, sementara L.Joe terus memaki sambil mendorong-dorong gadis yang tiba-tiba saja menjadi sangat agresif itu.


“YAAA!! MENJAUH DARIKU!”



**********



Seperti biasanya, Chunji dan Hyo Jin pulang bersama dari sekolah. Chunji terlihat agak berbeda -setidaknya di mata Hyo Jin- pria yang biasanya sangat hiperaktif itu kini menutup mulutnya rapat-rapat dengan tatapan kosong.


“Kau kenapa sih? Anak kelas 2 itu menolakmu ya?”
“Hah? Apa?” Chunji menoleh dengan linglung. Sepertinya ia benar-benar sedang melamun.
“Bagaimana anak kelas 2 itu?”
“Oh.. dia. Namanya Krystal,” jawab Chunji lesu.
“Ada apa? Dia tak cantik?”
“Ani. Dia malah lebih cantik dari yang kukira.” Saat mengucapkannya, bibir pria itu menekan membentuk senyum tipis.


“Lalu? Apa yang salah? ”
“Ini... sepertinya dia agak berbeda.” Chunji menghembuskan napasnya dengan berat. “Dia sama sekali tidak tertarik padaku. Menurutnya wajahku terlalu cantik untuk jadi seorang pria, dia bicara begitu di depan teman-temannya, setelah aku mengeluarkan seluruh isi dompetku untuk mentraktir mereka. AH! Gila! Aku tidak tahu Hyo, mereka membuatku terlihat benar-benar bodoh."


“jadi kau menyerah?”
“ANIO. Aku menginginkan Krystal” respon Chunji cepat. “mungkin ini butuh waktu yang sedikit lebih lama. Tapi aku pasti bisa mendapatkan dia”


“oh ya? Semangat sekali” ledek Hyo Jin sambil meliriknya.
“jangan panggil aku Lee Chan Hee kalau menaklukan gadis sok jual mahal seperti itu saja aku tak bisa”
“hahaha….. oke.. oke…”
“dan kau!”
“wae?” Hyo Jin menoleh dengan bingung.
“kau baik-baik saja hari ini? tidak basah? Tidak ada tepung? Tidak jatuh dari mana-mana?” tanya Chunji sambil membulak-balik badan Hyo Jin seolah sedang mengeceknya.


“anio. Mungkin karena sejak tadi kita diborgol berdua, dia jadi tak punya kesempatan untuk mengerjaiku” Hyo Jin mengangkat bahunya.


“Tidak mungkin. Coba periksa isi tasmu” sambil mendesah dan menggeleng-gelengkan kepala, Hyo Jin menurunkan tasnya dan “HYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”


“KEOBWA!! AKU BENAR KAN? tak mungkin L.Joe tak melakukan apa-apa”
“CHUNJI! KELUARKAN!”
“hei… itu cuma mainan”
“aku tak peduli. Demi Tuhan keluarkan cicak itu dari tasku”


**********


“ah~ itu dia!”
“apa?”
“Krystal! Kau duluan saja ya” Chunji langsung berlari sementara Hyo Jin hanya membuang napas maklum dan melanjutkan langkahnya. Kemudian setibanya di kelas, ‘TEEEEEEETT’ Suara bising terompet beserta gemuruh ledakan kecil terdengar nyaring mengagetkan Hyo Jin. Gadis itu masih belum mengerti saat semua orang di kelas menyanyikan lagu ulang tahun dan memasangkan topi kerucut padanya. Kemudian tiba-tiba saja…. ‘PLAK’ seseorang dari belakang Hyo Jin memecahkan telur tepat di atas kepalanya. Hyo Jin langsung membuka mulutnya tak percaya sambil membalikkan badan dan…. “L.JOEEEE!!!!!”


“ayo oleskan krimnya!!!!” seru L.Joe. Hyo Jin menoleh lagi ke depan dan wajahnya langsung diserbu oleh krim kocok oleh teman-temannya. Mereka semua tertawa bahagia sambil mengoleskan krim itu dan mengucapkan selamat ulang tahun lengkap dengan berbagai harapan baik.


Chunji memasuki kelasnya yang super gaduh dengan heran, terlebih kegaduhan ini ternyata berpusat pada Hyo Jin. “jinjjayo Hyo Jin~aa? Kau ulang tahun? huaa… saengil chukahaeyo” Chunji menepukkan tangannya dengan antusias lalu melirik L.Joe, “hei… ucapkan selamat ulang tahun padanya” seru Chunji.


“YA!!! AKU TIDAK ULANG TAHUNNNNN” Hyo Jin yang tak tahan akhirnya berteriak, membuat semua orang yang bicara bersamaan itu serempak terdiam.


“ah~ benar!!! Dia ulang tahun bulan Oktober” seru Chunji pada semua orang, tiba-tiba saja teringat.
“tapi kata L.Joe kau ulang tahun hari ini” ucap salah satu temannya, disambung oleh banyak orang yang intinya membenarkan perkataan itu. Hyo Jin sudah muak mendengar ‘kata L.Joe’ dan berteriak lagi menyuruh mereka semua diam. Lalu tiba-tiba saja Kim sonsengnim datang. Semua murid –kecuali Hyo Jin- langsung berebut jalan menduduki kursi masing-masing. Hyo Jin yang wajahnya penuh krim dan dari kepalanya menetes kuning telur itu hanya  mampu balik menatap sonsengnimnya tanpa mampu bergerak.


“astagaaaa!! Park Hyo Jin”
“anio! ini salah mereka semua” Hyo Jin menunjuk seluruh teman-nya.
“anio~!! ini salah L.JOE” teriak teman-temannya sambil menunjuk L.Joe yang sibuk membantah dan melimpahkan semua kesalahan pada gadis malang di depan kelas. Akhirnya semua orang di kelas itu bicara berbarengan dan menyalahkan satu sama lain.


“STOP!” dan mereka pun berhenti. “L.JOE! HYO JIN!” kedua pemilik nama itu menatap sonsengnim mereka dengan tatapan pasrah.


“sekarang bersihkan lantainya! Dan saat jam istirahat nanti, kalian berdua bersihkan kamar mandi murid dan guru” saking terbiasanya, kedua orang itu bahkan sudah tidak terkejut lagi.



**********


“ini semua gara-gara kau!” desis Hyo Jin sambil mengepel lantai kamar mandi.
“lalu?” respon L.Joe tenang. Tangan kirinya sibuk berputar-putar di permukaan kaca.
“lalu????? Heh pendek! Ini sudah tiga tahun, dan aku masih tak mengerti kenapa kau terus-menerus mengerjaiku begini. Aku salah apa?” Hyo Jin berseru dengan emosional sambil membanting alat pel-nya. Namun tak ada respon dari L.Joe.


“dan sekarang kau diam. DAEBAK” Hyo Jin memungut alat pel-nya lagi dan membersihkan lantai dengan tidak sabar. “Hei! cium ini! Rambutku bau amis. Aku harus mencuci seragamku tiap hari karena kau. Aku harus hidup dibawah rasa takut dan waspada selama 3 tahun terakhir. Lalu gara-gara kau, nama kita jadi terkenal di seluruh penjuru sekolah.  Handcuff couple. What the hell. Satu-satunya orang yang kuharap menjadi pasanganku adalah Myungsoo. Bukan kau” dan pria itu masih diam. Hyo Jin yang darahnya kian mendidih itu semakin tak tahan dan membalik badan, “HEH! KAU! SUDAH PENDEK, SEKARANG TERNYATA TULI JUGA YA… KENAPA KAU TAK MENJAWABKU? JANGAN-JANGAN MULUTMU BISU. DASAR PENDEK, TULI, BI…”


Kreg! Suara borgol yang beradu dan alat pel yang terjatuh terdengar memenuhi toilet. L.Joe dengan gerakan yang tak terbaca membalik badan dan mendorong Hyo Jin sampai punggungnya menabrak dinding. Gadis itu langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat dan menatap L.Joe dengan tatapan takut.


“HEH! GADIS BAWEL, GENDUT, HIPERAKTIF” Hyo Jin membelalakkan matanya mendengar teriakan L.Joe. “aku tak menjawabmu bukan karena aku tuli atau bisu. Aku tak menjawabmu karena aku sendiri bahkan tak tahu jawabannya. Aku hanya ingin melakukannya dan aku tak tahu kenapa. Berhenti menanyakan sesuatu yang aku tak tahu!!!” Hyo Jin benar-benar ingin masuk ke dalam tembok sekarang juga, tatapan L.Joe membuat lututnya lemas. Tatapan itu seolah menyatakan bahwa ia siap memakan Hyo Jin jika gadis itu membuka mulut untuk alasan apapun. Bersamaan dengan itu, bel berbunyi. “ayo minta kunci” L.Joe tanpa aba-aba langsung memutar badan dan bersiap keluar. Hyo Jin yang lututnya lemas karena baru saja dibentak-bentak oleh monster langsung terhuyung ke depan dan GUBRAKKK!


Tangan L.Joe langsung tertarik ke belakang dan jika saja ia tidak berpegangan di gagang pintu, mungkin namja itu bisa ikut jatuh dan meniban Hyo Jin. “KAU KENAPA HUH?” Bentak L.Joe, kesal setengah mati.


“AKU JATUH, NAMJA SIAL”


**********


Hyo Jin menutup telinganya rapat-rapat dan menangis terisak di belakang pintu kamarnya. Orang tuanya bertengkar lagi. Padahal ini sudah terjadi selama 2 tahun, tapi tetap saja Hyo Jin tak bisa merasa terbiasa. Suara teriakan ibunya terdengar bersamaan dengan pecahan kaca, Hyo Jin terus berkata ‘hentikan’ dengan suara lirih sambil memegangi dadanya yang tiba-tiba saja terasa perih. Sudah 30 menit berlalu, namun semuanya masih belum berhenti, pertengkaran kedua orang tuanya di lantai bawah masih terdengar sangat jelas –bahkan semakin hebat-. Semua suara tangis, teriakan dan bentakan terus berputar-putar di kepala Hyo Jin seolah sengaja membuatnya gila. Mungkin anak-anak lain juga pernah merasakan ini, tapi apa anak-anak lain juga mendengarnya tiap malam?


Dengan tangan yang gemetaran, Hyo Jin meraih ponselnya dan menelpon Chunji.
“yeoboseo”
“mereka… mencoba…membunuhku…lagi…chunji~aa… mereka”
“ara~ ara~ aku kesana sekarang”
“Chunji… hiks…. Chunji…. Aku tak kuat…lagi”
“aku sedang tak ada di rumah. Mungkin butuh sekitar 10 menit untuk sampai. Tapi tenang saja… aku sudah dalam perjalanan” Hyo Jin bisa mendengar suara mesin mobil yang baru dinyalakan. “jangan kunci jendelanya, ara?”


**********


Biasanya, setiap Hyo Jin menelpon, Chunji akan muncul dari jendela kamarnya secepat kilat. Tapi kali ini, Chunji tak datang secepat itu. Ia benar-benar serius ketika bilang ‘aku menginginkan Krystal’. Saking seriusnya, malam ini pria itu mencoba menjadi pria paling romantis sedunia dengan datang ke rumah Krystal sambil membawa bunga mawar. Tapi, ketika baru sampai di toko bunga, Hyo Jin tiba-tiba menelponnya dan berkata ‘mereka mencoba membunuhku lagi’ dengan nada yang sangat mengerikan. Tanpa pikir panjang Chunji pun kembali menaiki mobil dan memutar balik arah tujuannya.


Chunji mengunci jendela kamar Hyo Jin dari dalam dan berjalan pelan-pelan mendekati gadis itu. “kau tidur?” tanya Chunji saat melihat Hyo Jin yang tak bergerak di atas ranjang. Namun gelengan kepala Hyo Jin mematahkan asumsinya.


Chunji yang masih menggenggam bunga mawar yang tadi ia beli untuk Krystal duduk di pinggir ranjang sambil meletakkan bunganya di atas nakas. Chunji lalu menoleh menatap Hyo Jin yang tengah berbaring membelakanginya dengan rasa bersalah. “maaf. Jalannya macet, aku sudah berusaha datang secepat mungkin”


“gwaenchana~~ maaf sudah merusak malammu” Chunji menghela napas berat. Tangannya bergerak mengelus kepala Hyo Jin.


“kau butuh teman malam ini?”
“anio. pulanglah” Chunji tak mendengarkan ucapan Hyo Jin dan membuka jaket kulitnya. Ia meletakkan jaket itu di atas kursi lantas ikut berbaring di samping Hyo Jin. Tangis Hyo Jin mulai reda saat ia berbaring, tapi ketika tangan Chunji memeluknya dari belakang, air mata itu malah turun lagi. Rasanya seperti semua rasa sakit yang ia pendam sendirian sejak tadi menyembur keluar. Sejujurnya yang paling ia butuhkan sekarang adalah teman untuk berbagi kesedihan. Dan Chunji cukup pintar untuk mengetahui itu.


“mereka…. bertengkar lagi. Tapi malam ini yang terparah” Hyo Jin berusaha menjelaskan sambil menahan tangis.


“wae?”
“appa berteriak akan menceraikan eomma. Oke… mungkin bercerai memang menjadi pilihan terbaik untuk mereka. Tapi….. ..aku tak mau melihat orang tuaku bercerai” nada bicara Hyo Jin terdengar sangat serak dan bergetar, seolah ada sejuta rasa sakit yang coba ia tahan. Yang pasti nada bicaranya barusan sukses membuat Chunji tertohok.  Pria itu merasa sangat bersalah karena sampai kesini terlalu lama, tapi sekarang ia merasa lebih bersalah lagi karena tak tahu harus bicara apa.


“mungkin appa-mu hanya terlalu emosi. Sekarang lebih baik kau tidur, besok kita harus sekolah”
“hanya karena terlalu emosi?”
“ne.. besok, saat kau membuka mata, semua akan kembali normal”
“aku tak yakin”
“setidaknya akan menjadi lebih baik” Chunji mencium puncak kepala Hyo Jin dan menenggelamkan wajahnya disana, “kumohon tidurlah dengan nyenyak! Aku disini”


**********


A day later……


Saat jam istirahat berbunyi, Chunji langsung berdiri dari kursinya. Namun seolah teringat sesuatu, ia menahan langkah kakinya dan memutar kepala menghadap Hyo Jin. Gadis itu tengah menunduk dengan tangan yang memijit kening. Sejak tadi pagi ia belum makan, wajah gadis itu juga terlihat lebih pucat. “jangan lupa makan ya..” ujar Chunji, “aku ingin menemanimu makan. Tapi, Krystal, aku sedang usaha Kau tahu kan?” Hyo Jin menekan kedua bilah bibirnya yang memutih membentuk senyum tipis, lantas mengangguk.


“Ya! L.Joe! Bawa Hyo Jin ke kantin. Dia belum makan dari pagi” namja yang tengah sibuk menulis itu melirik Chunji dengan tatapan terganggu.


“kenapa aku?”
“kalian kan akan diborgol bersama”
“aku belum mengerjakan PR”
“Bawa bukumu. Kau bisa mengerjakannya di kantin”
“tapi aku pinjam PR-mu” Chunji langsung mengambil buku miliknya dan melemparnya ke meja L.Joe.
“bawa Hyo Jin ke kantin. Dan pastikan dia makan” tekan Chunji. Hyo Jin langsung membalik kepalanya menatap Chunji seolah berkata ‘aku bukan anak kecil’ lalu mendecakkan lidahnya dengan keras. Sementara L.Joe langsung membuka buku milik namja itu dan menghina-hina tulisannya yang susah dibaca.


**********


Setelah sang kepala sekolah datang ke kelas dan memborgol tangan mereka, L.Joe dan Hyo Jin yang sudah sepakat pun akhirnya berjalan menuju kantin. “tak ada yang kosong” desis Hyo Jin, merujuk pada meja makan yang sudah penuh oleh siswa-siswi. L.Joe berjalan santai dan mendekat ke satu meja, “aku mau duduk disini” dan entah bagaimana kalimat sederhana itu mampu membuat 3 orang siswi bangkit dari kursinya dan berjalan pergi sambil mendumel. “uh.. daebak” Hyo Jin tersenyum –setengah menyeringai- sambil duduk di kursi. Baru kali ini ia merasa bangga bisa mengenal pria itu.


L.Joe meletakkan buku yang  ia bawa di atas meja dan duduk di samping Hyo Jin. “ahjussi! Jajjangmyeon” teriak Hyo Jin.


“kau mau?” Hyo Jin menoleh menatap L.Joe yang langsung balik menatapnya dengan tatapan ‘kau sakit?’ Seketika Hyo Jin tersadar dan langsung merutuki dirinya sendiri dalam hati. dia musuhmu, bodoh. Jangan terlalu baik!!


Hyo Jin segera membalikkan kepalanya dengan cepat ke pedagang itu dan berteriak “aku pesan satu saja” L.Joe menyeringai kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara Hyo Jin langsung memejamkan mata sambil meringis diam-diam.


“aish~ kau yakin dia menulis dengan tangan? Dari tulisannya, sepertinya ia menulis dengan kaki” 
“YA! Jangan bicara buruk tentang Chunji. Walaupun tulisannya jelek, dia itu sahabatku”
“bahkan kau mengakui tulisannya jelek” L.Joe menyeringai, sementara Hyo Jin menggigit bibirnya, bukan itu maksudku.


“coba kau baca ini! bisa tidak?”
“ah…. Itu….”
“tidak bisa kan? hahaha….. “ L.Joe benar-benar puas menertawakan wajah konyol Hyo Jin yang tak bisa membaca tulisan sahabatnya sendiri. Ia lalu membuka halaman berikutnya dan mulai menyalin semua tulisan disana ke buku miliknya dengan tangan kanan yang terborgol. “jangan gunakan tangan kirimu. Aku sedang menulis, oke?” Hyo Jin mengangguk dengan patuh, dan sesaat kemudian pesanannya datang.


L.Joe berpaling dari bukunya dan melirik Hyo Jin yang sedang fokus memakan jajjangmyeon. Hari ini Hyo Jin terlihat lebih lesu dari biasanya. Pikiran ‘apa dia sedang sakit?’ berputar-putar di kepala L.Joe. Memang, L.Joe seharusnya tak memikirkan ini, tapi bibir Hyo Jin yang terlihat kering dan wajahnya yang sangat pucat cukup membuat pria itu khawatir.


“kau yakin kau tidak…….” L.Joe menahan bibirnya, Hyo Jin menoleh. “tidak apa?” sakit? L.Joe hanya mampu melanjutkan pertanyaannya dalam hati. Sekali lagi gengsi mengalahkan segalanya.


“kau yakin kau tidak mau minum? Aku benar-benar haus! Harusnya kau sekalian pesan minum”
“ne..  kalau hanya mau minum, tak perlu sampai marah-marah begitu kan?” Hyo Jin berkata dengan sinis dan mengangkat tangan kanannya memanggil penjual minuman. “aku mau….. ei, kau mau apa?”


“samakan denganmu saja”
“iced chocolate dua” Hyo Jin tersenyum pada penjual itu dan kembali melanjutkan makannya. Sesaat kemudian minuman mereka datang, “katanya haus. Cepat habiskan!! Aku ingin lihat” seru Hyo Jin sambil mendorong minuman itu lebih dekat kepada L.Joe. “dasar! Sudah marah-marah, sekarang dikasih minum bukannya langsung diminum” Hyo Jin mulai menggerutu sambil menyumpit mie hitam di depannya. Lalu tiba-tiba saja, KREEGG tangan kirinya bergerak keatas bersamaan dengan rambutnya yang diraup ke belakang secara kasar.


“kau yakin kau anak SMA? Kelakuanmu seperti anak sekolah dasar. Rambutmu dari tadi menyentuh mangkuk jajjangmyeon-mu. Kau tak sadar huh?” racau L.Joe sambil mengikat rambutnya dengan karet gelang yang sepertinya berasal dari tangan pria itu sendiri, Hyo Jin kaget bukan main. “dan lihat bibirmu itu! aish~ gunakan tisu itu dan lap bibirmu sendiri” L.Joe berucap dengan ketus dan kembali menyalin PR-nya.


 Hyo Jin masih belum bisa menemukan kesadarannya dan terus menatap L.Joe dengan ekspresi takjub. “wae? kau mau aku juga yang mengelap bibirmu huh?”


“aH? Apa? anio!” Hyo Jin langsung menyambar tisu dan mengelap bibirnya buru-buru.
“oh iya.. tadi kau bilang kau ingin melihatku menghabiskan minumku kan?” L.Joe menarik dagu Hyo Jin menghadapnya dan mulai menyedot ice chocolate miliknya. Hyo Jin berusaha melepaskan tangan L.Joe dari wajahnya, tapi pria itu malah menahannya semakin kuat.


“L.Joe aku tak mau melihatmu minum” seru Hyo Jin sambil memalingkan wajah sekuat tenaga. Ia berhasil. Tapi L.Joe tetap tak mau kalah, “aku belum selesai menghabiskannya. Katanya kau mau melihatku minum” ucap pria itu sambil kembali menarik dagu Hyo Jin menatapnya. Lalu disaat seperti itu, Myungsoo bersama teman-temannya malah lewat di depan mereka. Hyo Jin benar-benar terkejut dan secara refleks menarik wajahnya ke belakang dengan kuat. Saking kuatnya, bukan hanya wajah gadis itu saja yang berbalik, tapi sekujur tubuhnya pun berbalik. Hyo Jin terjungkal dari kursinya dan jatuh dengan gaya paling memalukan ke atas lantai. L.Joe yang tangannya tertarik pun tak bisa berpegangan pada apapun dan jatuh menubruk Hyo Jin. Myungsoo tepat berada di hadapan mereka saat kejadian itu terjadi. Semua orang terdiam syok selama beberapa saat sebelum BUAHAHAHAHA tertawa-tawa tidak karuan. Nyaris seisi kantin tertawa kecuali 3 orang, L.Joe, Hyo Jin dan Myungsoo. Namja itu malah langsung menunduk dan membantu dua orang di depannya sambil menanyakan keadaan Hyo Jin dengan khawatir.


“ah… aku…. aku….” tangan Hyo Jin saat ini tengah berada di genggaman Myungsoo yang sedang menatapnya dengan tatapan khawatir. Gadis itu merasa senang bukan main, tapi rasa malunya mengalahkan rasa senangnya itu. Dan pada akhirnya Hyo Jin lebih memilih berlari pergi bersama L.Joe yang terseret di belakangnya. Sementara Myungsoo menatap kepergian kedua orang itu dengan heran sebelum akhirnya menegakkan badan.


**********


Hyo Jin menangis-nangis histeris di depan toilet sambil memukuli L.Joe dan melimpahkan semua kesalahan padanya. “Ya! Berhenti menangis! Dan berhenti memukuliku! Kau jatuh sendiri, bukan karena aku. Bahkan gara-gara kau jatuh, aku jadi ikut jatuh. Bukan hanya kau yang malu disini, oke?” L.Joe menangkap tangan Hyo Jin, membuat pukulannya berhenti.


“DASAR IDIOT! KALAU KAU TAK MENAHAN MUKAKU SEPERTI TADI, AKU TAK AKAN TERJUNGKAL DARI KURSI”


“jangan berteriak-teriak, KAU YANG IDIOT”
“KAU!”
“KAUUUU!!!”
“heh… kalau kau tak minta minum, mungkin semuanya tak akan terjadi”
“kalau kita tak ke kantin mungkin ini semua tak akan terjadi”
“Kalau begitu kenapa kau mau-mau saja saat Chunji menyuruh kita ke kantin”
“Harusnya kau tanya pada sahabatmu itu. Kenapa menyuruh kita ke kantin?”
“kau menyalahkan Chunji?”
“lalu siapa lagi yang salah?” pekik L.Joe. Hyo Jin terdiam selama beberapa saat sebelum HUAAAAA! Menangis sejuta kali lebih keras dari sebelumnya. L.Joe mendesah berat sambil menutup telinganya. Lalu tiba-tiba saja Chunji datang dengan heboh dan langsung menghampiri Hyo Jin sok pahlawan.


“Ya! Kenapa Hyo Jin menangis? Kau apakan dia!”
“INI SALAHMU” Teriak L.Joe dan Hyo Jin serempak.
“m..mwo?”


**********


Setelah insiden itu, wajah Hyo Jin yang sebelumnya sudah pucat kini terlihat dua kali lebih pucat. Beban pikiran gadis itu bertambah. Selain memikirkan kedua orang tuanya yang akan bercerai, kini ia juga memikirkan image-nya yang semakin buruk di hadapan Myungsoo. Gadis itu menoleh pada L.Joe dengan tatapan benci. Namja itu sudah merusak hidupnya.


 “Hyo Jin” sang pemilik nama menoleh menatap Chunji.
“aku tak bisa pulang bersamamu” gadis itu tak menjawab. Dalam hati sudah yakin kalau ini pasti karena Krystal lagi. Belum apa-apa anak baru itu sudah membuatnya jauh dari Chunji. Apalagi jika mereka sudah pacaran nanti. Bukan tak mungkin Chunji benar-benar akan meninggalkannya.


“dia memintaku mengantarnya pulang. Tak apa-apa kan?” Hyo Jin mengangguk dengan ekspresi seolah ia tak peduli. Chunji tersenyum lebar, “gomawo”


Tak lama kemudian suara bel pulang berbunyi. Setelah memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas, Hyo Jin berdiri, dan saat itulah ia langsung terhuyung. Chunji memegangi Hyo Jin dengan khawatir.


“gwaenchana? Astaga…. Kau sakit! Badanmu panas sekali”
“anio! aku tak apa-apa” Chunji mendesah tidak karuan dan mulai berpikir untuk membatalkan janjinya dengan Krystal. Tapi…… “oppa” panggil seseorang di ambang pintu kelasnya. Otomatis baik Chunji maupun Hyo Jin menoleh kesana. “itu yang namanya Krystal?” tanya Hyo Jin. Chunji mengangguk sambil menggigit bibirnya.


“oke.. begini, lebih baik kau minta diantar seseorang saja, atau naik taksi. Pokoknya hati-hati. Jangan sampai kau pingsan di jalan dan….”


“oppa….. kau tidak lihat langitnya huh? Sebentar lagi pasti hujan”
“ne.. ne.. aku kesana”
“Hyo Jin! Maafkan aku! aku benar-benar…… aish! Aku janji nanti malam kau kutraktir makan, oke?” Chunji berjalan mundur menuju pintu sambil terus menatap Hyo Jin dengan khawatir. Tapi ia tak punya pilihan lain. Langkahnya untuk mendapatkan Krystal mulai menuai hasil. Setidaknya sekarang gadis itu sudah tak secuek dua hari yang lalu dan sudah mau meresponnya. Chunji tak bisa mengabaikan semua kesempatan emas ini begitu saja.


Setelah Chunji sudah benar-benar menghilang dari pandangannya, Hyo Jin mendesah berat. Ia merasa ada yang hilang. Biasanya Chunji tak pernah terasa sejauh ini saat mendekati gadis-gadis lain, biasanya ia selalu jadi prioritas. Tapi sekarang, sepertinya gadis bernama ‘Krystal’ itu mampu membuatnya menjadi nomor 2. Hyo Jin berusaha menghilangkan pikiran buruk itu dan mulai melangkah pulang.


Di tengah perjalanan pulangnya yang sangat sepi, Hyo Jin merasa diikuti oleh seseorang. Ia mencoba untuk bersikap tenang dan berpikir positif, tapi sepertinya seseorang benar-benar sedang mengikutinya. Hyo Jin mulai merasa takut dan mempercepat jalannya. Dan seseorang tak dikenal itu malah ikut mempercepat jalannya, Hyo Jin pun berlari. Dan….. SREEKKK “TOLONGGG!” teriak Hyo Jin. Mulut gadis itu dibekap oleh kain, dan sang pencuri langsung menggasak isi tas Hyo Jin, mengambil dompet dan telfon genggamnya. “kau hanya punya segini huh?” ujar pria itu.


“ei.. tapi kau cantik juga ya?” Namja itu menyeringai dan mulai membuat Hyo Jin semakin takut. Lalu tiba-tiba saja…. BUKKK!!!!! Seseorang memukul kepala pencuri itu dengan kayu, membuat sang pencuri bodoh tersebut langsung kehilangan fokus dan terjatuh. Ia lantas menyuruh Hyo Jin mengikutinya dengan bahasa isyarat. Hyo Jin segera merampas handphone dan dompetnya dari tangan si penjahat dan langsung menaiki motor pria yang menolongnya itu. Detik selanjutnya, motor itu sudah melaju membelah jalan yang sepi, lalu saat jalan sudah kembali ramai, pria itu menurunkannya. Namun, sebelum sempat gadis itu berterimakasih, ia sudah pergi. Sepertinya dia sedang sangat buru-buru.


Hyo Jin berjalan pelan-pelan menuju rumahnya. Langit semakin gelap dan ia yakin sebentar lagi akan hujan. Hyo Jin tak mungkin bisa sampai di rumah sebelum tetesan air itu menyentuh bumi. Hyo Jin sudah pasrah, ia berjalan semakin pelan dengan tatapan kosong. Jika saja Chunji disini. Hyo Jin mulai memikirkan Chunji dan membayangkan apa yang sedang pria itu lakukan bersama Krystal. Hingga….. sesuatu membuat keningnya berkerut. Motor milik pria yang menolongnya tadi tiba-tiba saja berhenti di depannya.


“ah~ ada apa? apa kau kehilangan sesuatu?” tanya Hyo Jin hati-hati. Pria itu pun membuka helm-nya, dan seketika Hyo Jin merasa udara di sekelilingnya tersedot habis. Myungsoo.


“maaf menurunkanmu di jalan. Kuantar pulang ya..” dan ucapannya barusan membuat hati Hyo Jin yang sedang rapuh bergetar hebat hingga meledak. Myungsoo…. Pria yang mengisi hatinya selama 3 tahun….. menawarkan tumpangan pulang. Ternyata di balik semua kesialan yang menimpanya hari ini, ada juga hal baik yang bersedia datang.


*********


Air mulai menetes-netes dari langit, Myungsoo segera memasukkan motornya ke dalam rumah Hyo Jin. Sementara sang pemilik rumah hanya berdiri tegang, memperhatikan sang namja tanpa bisa menahan rasa bahagianya yang luar biasa. Ini semua terasa seperti mimpi –hanya saja terlalu nyata-. Saat itu, Myungsoo menoleh tiba-tiba, membuat tatapan mereka bertemu. Hyo Jin yang tak siap langsung terhuyung saat itu juga, namun beruntung tangannya ditangkap dengan sigap.


“kau sedang sakit ya?” Hyo Jin mau pingsan saat ditanyakan pertanyaan semanis itu. Seumur hidup satu-satunya pria yang pernah menanyakan itu padanya hanya Chunji, tapi sekarang Myungsoo juga ikut-ikut menanyakannya. eomona~


“anio”
“rambutmu basah. Lebih baik cepat dikeringkan” ujar Myungsoo dengan penuh perhatian. Lagi-lagi Hyo Jin merasa mau pingsan.


“rambutmu juga basah. Mau aku keringkan?” perkataan itu keluar secara spontan dari mulut seorang gadis yang bertanya sambil tersenyum bodoh.


“apa?”
“A..APA? AKU TIDAK!!!” dan setelah sadar, Hyo Jin pun segera berteriak sendiri dan langsung berlari ke dalam rumahnya. Tapi kemudian ia menyembulkan kepalanya di sela-sela pintu, “a..ayo masuk!”


“ah~ ne” Myungsoo yang bingung dengan tingkah ajaib Hyo Jin hanya mengangguk dengan kaku.


Setelah sepuluh menit Myungsoo menunggu di ruang tengah, Hyo Jin akhirnya datang sambil membawa teh hangat dan handuk. “kau bisa keringkan rambutmu dengan ini. Aku ganti baju dulu ya..”


Myungsoo mengangguk dan tersenyum, “gomawo Hyo Jin~a”


*********


BRAAKK!!! Hyo Jin menutup pintu kamarnya dengan keras dan menyandarkan punggungnya di belakang pintu sambil memegangi dadanya yang berdebar-debar. “astaga!! Cara dia bilang gomawo Hyo Jin~aa. Ya Tuhan! Manis sekali!” Hyo Jin melangkah riang menuju kaca besar dan berputar-putar seperti ballerina.


“caranya menatapku. Uh! Di matanya hanya ada aku” Hyo Jin berujar takjub pada bayangannya di cermin.


“dan senyumnya! Dia tersenyum padaku oaaaaaa eottokhae~~ aku bisa mati jika begini caranya”
“bagaimana ini? Myungsoo ada di ruang tamu rumahku ” Hyo Jin menutup matanya sambil menggoyangkan badan ke kanan kiri seperti tak punya tulang.


“ternyata kalau rambutnya kena air seperti itu, ia jadi sejuta kali lebih tampan. Eomo…. Kim Myungsoo… tampannya!!!” ucap Hyo Jin dengan nada mengagumi sambil memilih-milih baju yang bisa membuatnya tampak lebih bersinar. Setelah 3 kali berganti pakaian, Hyo Jin masih tampak ragu dan menatap kaca sambil berlatih ekspresi. Dia tak mau terlihat terlalu bodoh di depan idolanya. Rasanya gadis itu ingin menelpon Chunji dan menanyakan apa dia sudah tampak cantik atau belum. Akhirnya, setelah nyaris 30 menit di dalam kamar, Hyo Jin keluar dan duduk di samping Myungsoo dengan tegang, seolah-olah sedang dijodohkan.


Setelah 5 detik Hyo Jin duduk seperti gadis normal, gadis itu mulai tak bisa menahan jiwa fangirl-nya. Ia menepuk pipinya, tersenyum lebar, menggoyang-goyangkan badan, menggigit ujung lengan baju yang ia kenakan dan menutupi mukanya sambil mendesis girang. Myungsoo menoleh dan mendapati Hyo Jin sedang merentangkan tangannya seperti ingin melayang, Hyo Jin ikut menoleh. Dan seketika senyum idiot di wajah gadis itu menghilang, ia menurunkan tangannya dan menatap ke depan dengan elegan.


Hyo Jin berdehem ringan, “bagaimana teh-nya?”
“enak kok. Aku sudah menghabiskannya” ujar pria itu sambil tersenyum. Hyo Jin menahan diri untuk tidak berteriak saat melihat senyum itu.


“Park Hyo Jin. Boleh aku bertanya sesuatu?”
“keurae”
“sebenarnya kau itu pacar Chunji atau L.Joe?”
“APAA?”
“ah~ maaf aku tidak bermaksud mencampuri uru………….”
“anio anio! gwaenchana…. Mereka berdua bukan pacarku. Sungguh”
“bukan?” ulang Myungsoo.
“ne.. Chunji hanya sahabatku dan L.Joe, eomo! Mana mungkin aku memacari musuhku sendiri?”
“musuh? Tapi orang-orang menyebut kalian ‘couple’”
“anio!” Hyo Jin menggelengkan kepalanya sekuat tenaga dengan ekspresi ingin menangis. “kita disebut ‘handcuff couple’ di sekolah karena hukuman dari Choi kyojangnim. Selebihnya kita adalah musuh dan kita berdua saling membenci satu sama lain. Tolong jangan salah paham, tolong”


“oh? O... Oke! maaf kalau begitu” bahkan di saat namja itu tak ada, ia tetap saja membuatku susah.


**********


Mungkin karena terlalu bahagia, Hyo Jin sampai tak merasakan suhu tubuhnya yang meningkat drastis. KIni, saat Myungsoo sudah pulang, Hyo Jin langsung melompat ke ranjangnya dan menggulung tubuhnya dengan selimut. Gadis itu mencoba menahan rasa sakit di perutnya dengan menggonta-ganti posisi hingga berputar-putar di atas ranjang. Tapi rasa sakit itu tak juga pergi. Hyo Jin mengenal rasa sakit ini. Sepertinya ini waktu periode bulanannya datang. Tapi kenapa aku harus mengalami menstruasi saat demam? Benar-benar menyusahkan. Saat ingin bangkit, Hyo Jin teringat sesuatu dan langsung menepuk kepalanya. “harusnya aku ke minimarket dulu” sesal gadis itu.


Ia lalu meraih ponselnya dengan susah payah dan menelpon Chunji.
“yeoboeseo”
“Chunji~aa….”
“wae?”
“bisakah kau belikan aku hmm….. kau tahu kan?”
“beli apa?”
“itu loh…. benda yang wanita harus pakai saat periode bulanannya datang?”
“APA? Kau menyuruhku membeli itu? SHIREO”
“Chunji~aa…. Tapi aku sedang demam, perutku sakit sekali, eomma sedang tidak ada di rumah, dan aku sedang sangat membutuhkan itu”


“memangnya sudah tidak ada lagi?”
“ada sih… tapi tinggal satu dan aku butuh lebih”
“cih…. Tapi aku sedang bersama Krystal, mana mungkin aku membeli…………”
“Chunji~aa….. aku benar-benar minta tolong. Kau satu-satunya orang yang kupercaya sekarang. Aku tak yakin eomma akan pulang malam ini”


“Hyo Jin~ aku tidak…..”
“tolong ya… saranghae” Hyo Jin langsung mematikan sambungan telfonnya dan kembali mengerang sambil menekuk badan. Sebenarnya ia juga merasa jahat pada Chunji, tapi mau bagaimana lagi, gadis itu tak punya pilihan lain. Dan sebagai perempuan, membicarakan hal seintim itu dengan seorang pria memang terasa tidak nyaman, tapi sayangnya Hyo Jin tak pernah memiliki sahabat perempuan, dan ia tak tahu harus minta tolong pada siapa selain Chunji. Di tengah rasa sakitnya yang luar biasa, Hyo Jin masih sempat mengutuk Chunji yang berkelamin laki-laki. Kenapa dia tidak jadi perempuan saja sih?


Dua jam berlalu. Saat Hyo Jin masih berjuang menahan rasa sakitnya, seseorang membuka pintu. Chunji. Pria itu mengulurkan bungkusan hitam kepada Hyo Jin dengan tampang kesal.


“aish~ kenapa lama sekali sih? Aku sudah hampir mati, tau!” Hyo Jin menyambar bungkusan itu tak kalah kesal. Dengan susah payah ia berdiri dan mendorong Chunji agar menyingkir memberinya jalan.


“Ya! Sudah untung aku mau beli! Mana ada namja yang mau disuruh membeli benda seperti itu?”
“sudah keluar sana” jerit Hyo Jin, lantas masuk ke kamar mandi dan membanting pintunya.


*********


Setelah 15 menit, Chunji kembali masuk ke kamar Hyo Jin sambil membawa obat demam, buah jeruk dan makan malam.  Hyo Jin melirik pria itu dengan sebal dan kembali menenggelamkan kepalanya di bantal.


“mian!” Chunji duduk di pinggir ranjang. Walaupun kesal dengan sikap Hyo Jin yang sangat kekanakan, namja itu mencoba untuk mengerti. Kata orang, kalau wanita sedang datang bulan, dia akan lebih emosional. Dan sepertinya Hyo Jin benar-benar menganut paham ini.


“hei.. aku bawa makan malam untukmu, aku bawa jeruk juga. Ayolah…. Jangan marah!” ucapannya sama sekali tidak direspon, Chunji menghela napas. “Park Hyo Jin, Aku kan sudah minta maaf, aku lama karena harus mengantar Krystal ke rumahnya dulu” Hyo Jin menolehkan kepalanya dan duduk bersandar di kepala ranjang.


“jadi sebelum mengantarnya pulang, kalian kemana dulu?” tanya gadis itu menginterogasi.
“dia mengajakku makan. Lagipula tadi hujan, kita menunggu hujannya reda dulu”
“jadi sekarang kalian sudah pacaran?”
“belum. Yang satu ini harus pelan-pelan. Kalau aku menembaknya sekarang, dia pasti akan menolak” Chunji memejamkan matanya dengan lelah. “dia membuatmu susah ya? Dia minta yang macam-macam ya? Kau terlihat lelah sekali saat menceritakannya”


“ya.. begitulah”
“kalau begitu cari gadis lain saja”
“tidak semudah itu. Gadis ini, aku benar-benar menginginkannya” ucap Chunji sambil mengupas kulit jeruk dan menyuapkannya pada Hyo Jin. Hyo Jin memejamkan mata sambil mengunyah jeruk itu, lalu berkata dengan pelan, “tau tidak? tadi sore aku hampir mati, untung ada Myungsoo”


“Myungsoo?” ulang Chunji sambil memasukkan jeruk ke mulutnya.
“ne.. dia menolongku dari penjahat dan mengantarku pulang”
“syukurlah! Kau tidak apa-apa?”
“penjahat itu hampir mencuri handphone dan dompetku, tapi untung ada Myungsoo” Hyo Jin tersenyum dan mulai membayangkan apa yang baru saja terjadi sore ini.


“Chunji”
“wae?”
“menurutmu… aku cantik tidak?” Chunji langsung tersedak dan terbatuk-batuk mendengar pertanyaan itu. “kenapa…. kau tiba-tiba menanyakan itu?”


“menurutmu Myungsoo mau tidak mengajakku ke prom?” Chunji tersenyum dan mengulurkan tangannya merapikan poni Hyo Jin. “kau cantik. Sangat cantik”


“kalau aku cantik, kenapa kau tidak mengencaniku?”
“oh.. jadi kau mau jadi pacarku?”
“hahaha…… bukan begitu”
“aku sudah menganggapmu sebagai……. Entahlah…… kembaranku mungkin? Tanggal lahir kita cuma selisih 3 hari. Lagipula perasaanku tak berdebar saat……”


“saat apa?” tanya Hyo Jin heran. Tanpa aba-aba, Chunji memajukan wajahnya menjadi sangat dekat. Hidung mereka bersentuhan, pria itu memejamkan mata dan memiringkan kepalanya lalu,…… “YA! Kenapa kau tak mendorongku? Kau benar-benar ingin kucium huh?” pekik Chunji sambil menarik wajahnya kembali. Hyo Jin tertawa, “aku sudah tahu kau tak mungkin menciumku. Memang benar kau sudah sangat berpengalaman dalam hal pacaran, tapi Lee Chan Hee tak pernah sekalipun berani mencium perempuan! hahahaha”


“Ya! AKU BERANI”
“oh ya? Hahaha”
“sini kucium! Awas kau”
“HAHAHA! MENJAUH DARIKU! YA! CHANHEE”


**********


“tunggu! Jangan masuk dulu!”
“wae?” tanya Hyo Jin heran. Mereka baru saja sampai di depan sekolah, tapi Chunji melarangnya memasuki gerbang.


“kau tahu kan L.Joe seperti apa? kau sedang sakit, bagaimana kalau hari ini dia menyirammu dengan air” Chunji berjalan ke arah gerbang dan menoleh ke kanan kiri dengan waspada. Lalu, “aman!” ucap pria itu sambil melambaikan telapak tangannya menyuruh Hyo Jin masuk. Saat mereka baru berjalan beberapa langkah, Chunji tiba-tiba saja berteriak “Krystal!” dan pergi begitu saja meninggalkan Hyo Jin. Gadis itu menghela napas dengan berat, lantas melewati lapangan sendirian. Beberapa detik setelahnya…..……..  BUG!! Sebuah bola basket melayang tepat ke kepala Hyo Jin. Gadis itu langsung terjatuh dan seketika pingsan.


L.Joe yang baru melangkah memasuki area sekolah kontan berlari menghampiri Hyo Jin dan mengangkat tubuhnya. Namun Chunji juga ikut berlari kembali ke lapangan dan langsung mendorong pria itu. “sebenarnya apa maumu huh? Kenapa kau mengerjainya terus? Hyo Jin sedang sakit. Bisakah kau berhenti?” Chunji membentak-bentak L.Joe dengan kasar lalu segera mengangkat tubuh Hyo Jin dan membawanya ke UKS.


Chunji menemani gadis itu dari jam pertama, dan sampai saat ini ia masih belum sadar juga. Chunji terus menggerutu memaki L.Joe yang menurutnya sangat kekanakan sambil mengoleskan obat di kening Hyo Jin yang membiru. Dan saat itulah yang menjadi objek dumelan Chunji datang….


“apa yang kau lakukan disini?”
“bukan urusanmu” tukas L.Joe tajam. Ia lalu mengambil lengan Hyo Jin dan memasangkan satu sisi borgol padanya. “jinjjayo? Kyojangnim menyuruh kalian terborgol? Kau tak bilang Hyo Jin sedang sakit?” tanya Chunji takjub. Sementara L.Joe cuma menjawabnya dengan anggukan singkat.


“CIH…. Harusnya kau menolak! Aku benar-benar tidak rela melihat Hyo Jin dekat-dekat denganmu begini”


“heh! Kau pikir kau sahabat paling setia di dunia ya?”
“apa maksudmu?”
“setiap mendengar nama Krystal kau meninggalkannya” desis L.Joe sambil menyeringai sinis.
“a..aku….. walaupun begitu, aku tetap menyayangi Hyo Jin” ujar Chunji terbata.
“kemarin dia hampir menjadi korban kejahatan gara-gara kau tidak menemaninya pulang”
“ne.. aku juga merasa bersalah dan…..tunggu! Dari mana kau tahu?” Chunji mengerutkan keningnya dan menatap L.Joe curiga. Membuatnya langsung menegakkan badan salah tingkah. Haruskah kubilang aku mengikutinya saat pulang sekolah? Haruskah kubilang aku khawatir karena Hyo Jin yang sedang sakit harus pulang sendiri? Sebenarnya aku ada saat penjahat itu membekap Hyo Jin, tapi saat kakiku melangkah mendekat, seorang pengendara motor menjadi pahlawan keren dan membuat kakiku tertahan di tanah. Lalu karena khawatir dengan orang misterius yang membawa Hyo Jin pergi dengan motornya, aku ikut membuntuti mereka dengan menumpang di motor orang. Dia menurunkan Hyo Jin di pinggir jalan begitu saja. Langit sudah gelap, aku buru-buru membuka payung dan hendak menghampirinya, namun pengendara motor itu datang lagi. Myungsoo. Melihat Myungsoo yang mengantarnya pulang, aku pun lebih tenang dan tidak membuntutinya lagi. Haruskah aku mengatakannya?


“hanya menebak” jawabannya terdengar sangat tidak berdasar, tapi Chunji tidak mau terlalu ambil pusing dan lebih memilih diam.


“asal kau tahu, bola basket itu bukan salah satu jebakanku. Di lapangan tadi memang ada yang sedang main basket dan sepertinya……………”


“aku tak mau dengar. Kau kira aku bisa percaya begitu saja huh?” dan bertepatan dengan itu, Myungsoo datang. “dia belum bangun?” tanyanya dari ambang pintu.


“kau punya mata kan?” jawab L.Joe ketus.
“tolong katakan aku minta maaf, tadi bola itu terpantul dari ring dan mengenainya”
“ah~” Chunji langsung menoleh pada L.Joe sambil menggigit bibirnya. Sementara yang ditatap langsung memutar mata seolah bilang ‘apa kataku’


“ck…. harusnya kau hati-hati” dumel Chunji
“maaf! Aku benar-benar minta maaf”
“kemari lagi kalau Hyo Jin sudah sadar. Jangan minta maaf padaku” Myungsoo memegang tengkuknya serba salah dan mengangguk pelan sebelum akhirnya pergi. Lalu selama beberapa saat dua pria di UKS itu tak terlibat percakapan apapun sampai….. “sekarang apa yang kau lakukan disini?” tanya Chunji sinis.


“kami terborgol, lihat? harusnya aku yang menanyakan itu padamu!”
“aku sedang menjaganya”
“hei.. tadi Krystal ke kelas, ia mencarimu sepertinya. Kubilang saja kau ingin menemani Hyo Jin”
“A..APA? lalu dia dimana sekarang?”
“ke kantin mungkin. Bersama pria lain yang lebih tampan” Chunji langsung mendecak mendengar jawaban asal L.Joe dan berdiri dari tempat duduknya.


“heh! Jaga dia baik-baik. Awas kau” Chunji mengangkat genggaman tangannya seolah ingin memukul L.Joe. Namun pria itu hanya menatapnya dengan ekspresi datar dan menghela napas.


Kini tinggalah L.Joe dan Hyo Jin di UKS. L.Joe memperhatikan tangan mereka yang terborgol dan tersenyum. Sebenarnya Choi kyojangnim memberi keringanan karena Hyo Jin sakit, tapi L.Joe malah pergi ke ruang kepala sekolahnya itu dan memohon agar hukumannya tetap dijalankan.


“hei…. Park Hyo Jin! Gara-gara pertanyaanmu kemarin, aku jadi berpikir semalaman” L.Joe mendesah dan menatap Hyo Jin yang masih memejam. “dan kurasa aku tahu jawabannya” lanjut pria itu pelan.


“3 tahun lalu, saat pertama kali aku melihatmu………” pria itu menghentikan ucapannya dan tersenyum. Ia menghela napas dan matanya berputar seolah sedang mereka ulang, “yang dapat kupikirkan hanyalah ‘aku ingin dekat dengan gadis itu’ Ya, aku tahu itu alasan paling bodoh sedunia. Tapi aku bukan pria yang pintar menyusun kata, aku tak bisa mendekatimu dan bilang ‘maukah kau jadi temanku?’”


“jadinya aku melakukan ini untuk mendapat perhatianmu” L.Joe berkata dengan lembut dan menatap Hyo Jin sungguh-sungguh. “dan aku berhasil. Walau kau membenciku, setidaknya kita jadi saling kenal kan? kau mengetahui namaku, bahkan sering meneriakkannya”


“lalu…. semakin lama dilakukan, mengerjaimu menjadi suatu kebiasaan yang tak bisa kuhentikan. Aku merasa ada sesuatu yang membuatku lega saat kau marah, menatapku dengan tajam lalu balas mengerjaiku. Hh.. aku pasti terdengar seperti psikopat ya..” L.Joe menggigit bibirnya sambil menunduk. Tangannya yang terborgol bergerak menjangkau tangan Hyo Jin dan menggenggamnya seperti menggenggam kapas.


“kedengaran sangat tidak masuk akal. Tapi aku senang seperti ini. Mungkin sebenarnya aku menyukaimu” L.Joe mengangkat kepalanya lagi dan ternyata mata Hyo Jin sudah terbuka. Pria itu terbelalak dan langsung melepas tangannya. “kau sudah bangun?” L.Joe yang tak suka basa-basi kali ini terpaksa harus berbasa-basi. Apa dia mendengar ucapanku tadi?


Hyo Jin mengerjapkan matanya dan menoleh pada L.Joe dengan ekspresi ‘apa yang kau lakukan disini?’
“dimana Chunji?”
“menurutmu kemana?” saat mendengar itu, Hyo Jin tahu harusnya ia tak perlu bertanya. Chunji pasti sedang bersama Krystal. Hyo Jin menggerakkan tangannya untuk memijit kening, tapi suara regangan borgol membuat gerakannya terhenti.


“kita terborgol?”
“geurae. Ini waktu istirahat”
“ah? Sudah istirahat? Astaga~ ayo ke kelas” Hyo Jin segera bangkit dari posisinya. Sementara L.Joe terus menatap Hyo Jin dengan ekspresi panik.


“kenapa kau melihatku begitu?”
“kau tak mendengar tadi aku bicara apa?”
“bicara apa?” tanya Hyo Jin sambil mengangkat sebelah alisnya.
“bukan apa-apa” L.Joe mendesis dengan lega. Membuat Hyo Jin menatapnya tak mengerti.
Mereka berjalan berdampingan dengan tangan terborgol di selasar sekolah. Dan masih ada saja siswa siswi yang menatap keduanya dengan tatapan aneh. Kemarin-kemarin mereka tidak masuk sekolah ya?


“AWH! AWH! L.Joe aku tak kuat lagi. Bisa kita duduk dulu?” Hyo Jin berjalan tertatih-tatih dan duduk di pinggir lapangan. Karena kondisi tangan mereka yang terborgol, mau tak mau L.Joe ikut duduk di sebelah gadis itu. Hyo Jin terus memegangi perutnya sambil menunduk dalam-dalam dan meringis perih. Tangan kirinya yang terborgol meremas dan mencakar tangan L.Joe untuk menyalurkan rasa sakit. Wajah gadis itu semakin pucat dan L.Joe benar-benar tak tahu harus apa. Walaupun terasa sakit, namja itu berusaha untuk tidak berteriak saat Hyo Jin meremas tangannya seperti buah jeruk.


“kau belum makan?” tanya L.Joe
“sudah”
“lalu kenapa?”
“sudahlah… kau tak akan mengerti. Ini urusan perempuan” Hyo Jin bicara dengan ketus sambil menahan sakit.


“datang bulan?” tebak L.Joe seraya menaikkan alisnya. Hyo Jin langsung menatap pria itu dengan tidak nyaman. Walaupun pria ini mengerti sekalipun, seharusnya tidak usah diucapkan begitu kan?


“memang rasanya sesakit itu ya? Sepertinya perempuan lain baik-baik saja”
“Kalau begitu coba rasakan sendiri!” Hyo Jin langsung berdiri dan membuat tangan L.Joe tertarik ke atas.
“padahal ini masih pertengahan bulan” gumam gadis itu.
“pertengahan bulan?” seru L.Joe sambil berdiri.
“APA SIH? Aku tidak bicara denganmu”
“tidak tidak! ini bulan Januari kan? tanggal berapa sekarang?” desak L.Joe sambil mengguncang tubuh Hyo Jin.


“e-enam belas”
“APA?” Pekik L.Joe dengan mata terbelalak. Tanpa aba-aba pria itu segera memutar badannya dan berjalan cepat-cepat meyusuri koridor sekolah.


“kenapa? Ada apa? Kau telat datang bulan ya?” seru Hyo Jin kesal. Bayangkan saja! saat perutnya sedang kesakitan, pria ini malah menyeret-nyeretnya dengan kasar. Dasar pria!


“kita harus ke ruang kepala sekolah”
“tapi bel-nya masih lama kan?”
“tapi aku harus pergi”
“KAU MAU KABUR?” kontan L.Joe langsung membalik badan dan membekap mulut Hyo Jin dengan tangannya.


“bisa tidak jaga mulutmu?” bisik L.Joe sambil menatapnya tajam.
“a.. aku akan jaga mulut”
“bagus”
“tapi aku boleh ikut ya..”
“ANIO”
“WAEEE?”
“kau pasti akan menyusahkanku. Lagipula perjalanannya sangat jauh dan perutmu sedang sakit”
“aku janji tidak akan merepotkanmu”
“tidak. Bagaimana jika kau pingsan? Aku tak mau bertanggung jawab”
“setidaknya kita terborgol dan mau tak mau kau pasti akan tanggung jawab” Hyo Jin tersenyum di akhir kalimatnya.


“what the hell”
“ayolah…. Ini tahun terakhir aku sekolah. Aku juga mau tahu bagaimana rasanya kabur dan bolos seharian”


“tapi ini tidak seperti yang kau pikirkan” decak pria itu.
“bagaimana cara kita keluar? Memanjat?” tanya Hyo Jin antusias seakan L.Joe sudah mengizinkannya. Bahkan gadis itu sudah tidak merasa sakit sama sekali saking semangatnya. Lalu setelahnya Hyo Jin langsung menggiring L.Joe berlari menuju pagar belakang. Oh.. ini pasti akan seru!


**********


Ternyata seorang L.Joe berbakat juga dalam hal memanjat. Walau tangan kami terborgol, ia tetap bisa menyusun taktik keren dan membuat kita berdua kabur dari sekolah seperti seorang ahli. Mulai detik ini, ia punya satu nilai plus di mataku.


Setelah berhasil keluar dari sekolah, kini keduanya tiba di stasiun kereta super cepat. 30 menit berlalu, mereka pun sampai di tempat yang sangat asing bagi Hyo Jin. Udara disini cukup dingin, terlebih angin-nya cukup kencang hingga membuat rambut Hyo Jin berterbangan mencakar wajahnya sendiri. “tunggu….. ini laut?” mata Hyo Jin mulai membesar, senada dengan ulasan senyum di wajahnya.


“ne..” L.Joe mengangguk pelan dan ikut tersenyum. Hyo Jin menahan napasnya untuk sesaat. Sepertinya ini kali pertama ia melihat L.Joe tersenyum padanya setulus itu. Hyo Jin jadi ingin memotretnya dan memamerkannya pada Chunji.


“dan apa yang kau lakukan disini?” L.Joe tak menjawab dan langsung menoleh ke kanan kiri, seperti mencari sesuatu.


“kau mencari apa?” lagi-lagi pria itu lebih memilih diam dan langsung melangkah begitu saja. Hyo Jin mendengus dan mengikuti pria itu dengan penasaran. Hingga sampailah mereka di toko bunga. Hanya dalam sekali lihat, L.Joe sudah bisa menentukan pilihannya. Namja itu berjalan lurus dengan tatapan lemah dan mengambil beberapa tangkai lili putih.


“bunga itu untuk sia……”
“byunghun?” tiba-tiba saja seorang wanita keluar dari balik tirai dan tersenyum cerah kepada L.Joe.
“anyyeong” pria itu balik tersenyum ramah dan membungkukkan badannya. Demi Tuhan ini pertama kalinya. L.Joe tak pernah sesopan itu pada siapapun selama 3 tahun terakhir. Atau jangan-jangan sebenarnya ia namja yang sopan jika di luar sekolah. Entahlah. Tapi sikapnya yang seperti ini membuatku sangat terkejut. Inilah hari dimana sisi lain dari namja yang tak pernah suka melihatku bahagia terkuak satu persatu.


“ini ahjumma” ujar L.Joe sambil menyodorkan sejumlah uang. Namun wanita itu langsung menggeleng-geleng dan menolaknya dengan cepat, “ambil saja! gratis untukmu”


“tapi tahun lalu kau sudah…….”
“tak apa-apa! aku menunggumu sejak tadi pagi. Tumben sekali kau baru datang siang-siang begini”
“ne.. aku hampir saja melupakannya”
“Ya Tuhan! Untung kau tidak lupa” ucap sang wanita sambil mengelus dadanya penuh syukur. “dan siapa gadis ini?” ia tersenyum saat melihat Hyo Jin yang berdiri di belakang L.Joe.


“ah~ ige… yeojachingu” ujar pria itu begitu saja.
“apa?” desis Hyo Jin, namun L.Joe hanya menanggapinya dengan senyum tenang.
“neomu yeppeo” pria itu tertawa pelan, lalu… “ahjumma, terima kasih bunganya. Aku permisi dulu”
“ne.. Byunghun~aa… datanglah kemari lebih sering lagi”
“arayo ahjumma. Anyyeong”


Dan tepat setelah mereka meninggalkan tempat itu, Hyo Jin langsung membentak L.Joe sambil menyikut perutnya, “sejak kapan aku jadi yeojachingumu huh?”


L.Joe melirik gadis itu dengan tatapan aneh lalu menoleh ke kanan kiri untuk menyeberangi jalan.
“L.Joe jawab aku! kau tidak boleh seenaknya mengenalkanku begitu” seru Hyo Jin di tengah-tengah kegiatan menyebrang mereka.


“siapa yang bilang kau yeojachingu-ku huh? Kau sakit ya?”
“apa? tapi barusan kau bilang aku….”
“tch… kalau kau menyukaiku bilang saja!” ujar L.Joe, memutar fakta. Pria itu berjalan lebih cepat hingga membuat Hyo Jin tertinggal di belakangnya dan tersenyum geli sambil menggeleng-geleng. Belum ada L.Joe’s prank kan hari ini? anggap saja ini penalty!


‘Sebenarnya bunganya untuk siapa? Kenapa kita ke laut? L.Joe kenapa penjual bunga tadi akrab sekali denganmu? L.Joe kenapa kau tidak menjawabku? Kau buta ya? Atau kau tuli mendadak? L.JOE JAWAB AKU!!!’ pertanyaan itu terus Hyo Jin tanyakan berulang-ulang. Tapi L.Joe sama sekali tak meresponnya dan terus berjalan berjalan dan berjalan. Sekalinya menjawab, pria itu hanya akan menatapnya dengan tatapan membunuh sambil berteriak ‘DIAM!’


Hyo Jin mengatupkan mulutnya, senada dengan langkah L.Joe yang terhenti. Mereka sampai. Akhirnya L.Joe tak membawanya berjalan lagi. Hyo Jin terdiam, ia terus mengagumi pemandangan yang tersaji di hadapannya dalam hati. Sementara L.Joe memandang lurus ke lautan biru yang terlihat seperti tak berbatas. Mentari bersinar terik di atas kepala mereka, namun angin yang berhembus teduh membuat hawa panas dari matahari itu tak terasa. Ombak bergulung-gulung di bawah kaki mereka. Hyo Jin yang masih terkesima parah langsung menoleh saat mendengar desahan napas berat dari pria disampingnya. Dan tepat saat itu, L.Joe menjatuhkan bunga lilinya satu persatu sambil membisikkan sesuatu.


“eomma, aku disini” ucap pria itu sambil menjatuhkan lili pertamanya. Saat mendengar kalimat pendek itu, hati Hyo Jin langsung bergetar. Jadi eomma-nya sudah meninggal?


“Selamat ulang tahun eomma” dan tangkai lain pun jatuh.
“Tuhan tolong jaga eommaku baik-baik……. dan katakan aku sangat mencintainya” L.Joe menggigit bibirnya untuk menahan tangis sambil menjatuhkan bunga ke tiga. Namja itu menoleh dan mendapati pipi gadis yang terborgol bersamanya sudah basah. Dia kecipratan air? Atau menangis? Kenapa dia menangis? Ini kan eommaku.


“kau….. mau melemparnya juga?” ada setangkai lili lagi di tangan L.Joe. Hyo Jin menatap bunga yang disodorkan padanya itu dan beralih menatap L.Joe seolah berkata ‘bolehkah?’ Hyo Jin pun mengambil bunga itu dan menatapnya dengan sendu. “selamat ulang tahun bibi. Aku temannya L.Joe, namaku Park Hyo Jin. Aku~” Hyo Jin menggigit bibir untuk menyembunyikan isakannya yang mengeras, tapi gadis itu tak dapat menahannya lagi dan malah terus mengeluarkan air mata. “aku~” ulang Hyo Jin, masih mencoba. Hingga sebuah tangan menggenggamnya, “lepaskan pelan-pelan” ujar L.Joe, dan mereka melepaskan bunga lili terakhir itu bersama-sama. Sesaat keheningan menyelimuti. L.Joe masih menatap air laut yang menyimpan sejuta kenangan, sementara Hyo Jin menangis mengingat ibunya sendiri. Ia tak tahu mana yang lebih menyakitkan, tak punya ibu atau punya ibu tapi seperti tidak punya.


“Ibuku meninggal 8 tahun yang lalu karena kecelakaan” tanpa disangka-sangka L.Joe bercerita. “dan abunya dibuang ke sini. Ke laut ini” lanjutnya lagi. Hyo Jin menahan napasnya dan menatap ke laut. Entah kenapa perasaannya ikut terasa sesak, seolah-olah terhubung dengan perasaan namja disebelahnya. jangan-jangan akibat borgol ini.


“L.Joe” panggil Hyo Jin pelan.
“hmm?”
“jadi ini alasanmu tidak masuk sekolah setiap tanggal 16 Januari?” tidak aneh jika Hyo Jin mengingatnya. L.Joe bukan tipe namja yang suka membolos, lagipula L.Joe yang tidak masuk sekolah ibarat sebuah oasis di gurun pasir bagi Hyo Jin. Karena jika pria itu tidak ada, sudah pasti ia akan terbebas dari L.Joe’s prank.


“aku tak mengerti. Kenapa aku harus selamat?” desis L.Joe pelan. Namun sepelan-pelannya pria itu menggumam, Hyo Jin tetap bisa mendengarnya dengan jelas. Gadis itu mulai menghubungkan perkataan L.Joe barusan dengan pemikiran paling logis yang ia punya. Apa karena kecelakaan? Lalu dia selamat sedangkan ibunya tidak? Sungguh, aku bukan bermaksud mencampuri urusan keluarganya terlalu jauh.


Hyo Jin menoleh lagi pada L.Joe, pria itu masih menatap lurus ke arah birunya laut dengan ekspresi yang belum pernah Hyo Jin lihat sebelumnya. Ekspresinya benar-benar membuatku tak tahan.


Sesaat ia menahan perasaannya, lebih keras dan lebih keras. Hingga….… KREEGG!! Hyo Jin memeluk L.Joe, membuat pria itu terkejut. Tangan kanannya agak tertahan ke belakang karena Hyo Jin memeluk pinggangnya dengan sangat erat. Seketika itu juga kesadaran L.Joe langsung tercecer, ia melirik Hyo Jin dengan kaku sambil menahan napasnya. Kenapa dia?


“aku tidak apa-apa” ucap L.Joe pelan. 
“ibuku….. aku jadi memikirkannya”
“ibumu sudah meninggal?”
“anio”
“kalau begitu kau masih bisa memeluknya saat sudah sampai di rumah nanti”
“anio”
“dia tidak tinggal bersamamu?”
“mungkin dia sedang mengurus surat perceraian. Entahlah…. Aku tidak peduli lagi dengannya” ucap Hyo Jin. Dari nada bicaranya, L.Joe tahu gadis ini juga sedang berada dalam situasi yang sulit dan membuatnya sakit. Dan dengan alasan itu, L.Joe merasa perlu –setidaknya meletakkan tangannya di bahu Hyo Jin- sebagai bentuk keprihatinan.  


Hyo Jin pun melepaskan pelukannya dan kembali berdiri di sebelah L.Joe. Angin lautnya terasa dingin tapi menyegarkan, persis seperti pria di sebelahku ini.


**********


Setibanya di sekolah, Hyo Jin dan L.Joe tertegun. Sekolah mereka sudah kosong. Hyo Jin memeriksa arlojinya dan mendesah, “ini sudah lewat jam pulang”


“ayo ke ruang kepala sekolah dan minta kunci”
Setibanya di ruang kepala sekolah, kedua orang itu kembali tertegun. Ruangannya sudah kosong dan terkunci. “bagaimana mungkin kyojangnim pulang duluan? Lalu kita bagaimana?” ucap Hyo Jin panik. Ia menarik-narik gagang pintu dengan tidak sabar seolah ingin merusaknya.


“hei,…. Coba periksa kelas! Jangan-jangan sudah dikunci juga” keduanya bertatapan dengan napas tertahan lalu segera berlari menuju kesana.


Dan ternyata kelas mereka pun sudah terkunci. Buku dan tas milik L.Joe maupun Hyo Jin diletakkan begitu saja di depan pintu. Hyo Jin mendesah lebih keras lagi, “L.Joe bagaimana ini??? bagaimana kita membuka borgolnya?”


“lebih baik kita pulang dulu. Lihat awannya” Hyo Jin mengikuti arah telunjuk L.Joe dan meringis. Awan hitam ternyata sudah menggantikan langit yang sebelumnya terang benderang. Kenapa hujan senang sekali turun akhir-akhir ini?


“ke rumah siapa? Rumahku saja ya..” ucap Hyo Jin.
“ne.. kau punya obeng, palu, gergaji…..”
“huh?”
“kurasa kita bisa merusak ini dengan alat-alat itu” L.Joe mengangkat tangan kirinya, membuat benda yang sedang ia bicarakan terlihat di hadapan mereka.


“aku tak tahu. Mungkin punya” Hyo Jin mengangkat bahu.


Ketika mereka baru setengah jalan, sedikit demi sedikit titik-titik air berjatuhan dari langit. “hujan”
“ambilkan payung di tasku” L.Joe menyerongkan badannya membelakangi Hyo Jin. Gadis itu segera membuka tas L.Joe dan mengambilnya cepat-cepat. Payung itu cukup besar, setidaknya mampu untuk melindungi mereka dari serangan hujan. Namun semua hal baik tak pernah berlangsung lama. Terhitung sepuluh langkah sejak payung itu dibuka, angin bertiup semakin kencang dan fyung~~ cengkraman tangan L.Joe tak cukup kuat untuk menahan serbuan angin yang kini telah menerbangkan payungnya. Jauh. Hingga dua orang manusia yang terborgol itu hanya mampu terdiam kaku sambil memandangi payung mereka yang terseret-seret menjauh.


“astaga~ lari” dan L.Joe menjadi orang pertama yang sadar kalau tubuh mereka sudah dihantam oleh ribuan titik air. Hyo Jin terkejut dengan tubuhnya yang basah kuyup dan segera menoleh pada L.Joe. Lantas keduanya berlari sambil menyamakan posisi satu sama lain. Berlari menembus hujan dengan tangan terborgol bukanlah hal yang mudah. Percayalah.


Begitu mereka tiba di rumah Hyo Jin, secara serempak keduanya memelantingkan tubuh di sofa. Berlari nyaris satu kilometer di tengah hujan yang dinginnya sampai menusuk tulang benar-benar menguras habis semua tenaga.


“L.Joe……. berdiri! Nanti sofaku…….. basah” Hyo Jin berkata dengan napas terengah dan langsung berdiri sambil menarik tangan kirinya.


“aku lelah” racaunya.
“aku juga. Tapi aku tak mau sofaku basah”
“tch… menyusahkan” decak L.Joe. Ia berdiri dari sofa sambil menatap Hyo Jin kesal.
“aku punya banyak baju pria. Kau mau?”
“baju pria?” ulang L.Joe sambil mengerutkan kening.
“ne.. punya Chunji. Kau mau?”
“kenapa kau menyimpan bajunya? Sebenarnya sedekat apa kalian berdua?”
“Dan sebenarnya apa hakmu menanyakan itu?” sungut Hyo Jin. Padahal dia sudah bermaksud baik dengan menawarkan pakaian. Tapi pria ini malah bertanya sinis dengan gaya menuduh, benar-benar tidak bisa dikasih hati.


“lupakan saja!” Hyo Jin berjalan begitu saja, membuat L.Joe tertarik. Gadis itu ternyata mengambil kipas angin yang sudah tersimpan lama di dalam gudang, lalu mendorongnya sampai menemukan stop kontak terdekat. Padahal L.Joe berada disampingnya, tapi namja itu sama sekali enggan untuk membantu Hyo Jin mendorong-dorong benda berdebu itu dan mengotori tangannya. Sudahlah! Lagipula dia kan kuat.


Kipas itu berputar-putar begitu Hyo Jin menyalakan tombolnya. L.Joe langsung berdiri persis di depan benda itu dan merentangkan kanannya mengeringkan diri, namun Hyo Jin –yang sudah melakukan semuanya sendirian- tidak terima dan langsung mendorong L.Joe.


“Aku yang nyalakan. Minggir kau!”
“YA! Aku kan tamu! Kau harusnya mendahulukan tamu”
“sejak kapan aku menerimamu sebagai tamu? Lagipula ini punyaku” walaupun Hyo Jin sangat kuat, tapi ternyata gadis itu tak bisa menahan tenaga L.Joe. Lagi-lagi pria itu berada di tengah-tengah kipas angin sambil membuka kancing kemeja putihnya. Membiarkan kaos hitam polos yang dia gunakan terlihat. Dan saat itulah Hyo Jin kembali mendorongnya. Aksi dorong-mendorong pun terjadi, lengkap dengan umpatan luar biasa kasar yang dilontarkan satu sama lain. Padahal beberapa jam lalu mereka baru berpelukan di depan laut biru dengan ombak yang bergulung-gulung, tapi sekarang semua hal itu seolah tak pernah terjadi. L.Joe dan Hyo Jin tetaplah seperti kucing dan anjing, persis seperti apa yang kepala sekolahnya bilang.


Setelah sepuluh menit berbagi kipas angin, mereka sama-sama lelah –bukan karena berdiri, tapi karena saling berteriak dan dorong-mendorong- akhirnya kedua orang itu berjalan mundur dan memelantingkan tubuh di sofa.


“L.Joe ayo ke kamarku” pria itu langsung menoleh pada Hyo Jin dengan ekspresi terkejut. “a..apa?”
“handphone-ku ada di kamar. Aku harus menelpon Chunji” jelas Hyo Jin sambil berdiri. L.Joe yang dadanya sudah berdebar keras itu langsung membuang napas lega.


“apa yang kau pikirkan?”
“menurutmu apa? makanya kalau mau bicara itu yang jelas, jangan sepotong-sepotong” ketus L.Joe sambil berdiri dan mendorong dahi Hyo Jin dengan telunjuknya.


In Hyo Jin’s room……


“aku lupa bawa handphone hari ini. Dan lihat…….. Chunji menelfonku 8 kali! Pasti dia sangat khawatir” gadis itu mengarahkan layar handphone-nya pada L.Joe lalu menariknya lagi dan langsung menghubungi Chunji. L.Joe memutar matanya dengan jengah, berlebihan! Gadis ini kan sudah 18 tahun.


“Chunji~aa…. “
“YA! PARK HYO JIN! KAU KEMANA?”
“aku ke~……” gadis itu menoleh pada L.Joe dan menggigit bibirnya. “kau bersama L.Joe kan?” Chunji mendesaknya dengan nada tinggi.


“aku masih terborgol bersamanya” Hyo Jin berkata pelan.
“APA?” Teriak Chunji kencang. Suaranya barusan bahkan sampai terdengar oleh L.Joe.
“ne.. kyojangnim sudah tidak ada di ruangannya dan…….” Chunji langsung menyelak ucapan gadis itu dan mengomel panjang lebar. Ia menceramahi Hyo Jin yang membolos saat ujian akhir semakin dekat, terlebih bersama L.Joe yang merupakan musuh terbesarnya. Chunji juga marah besar karena Hyo Jin tak membawa ponsel dan membuatnya khawatir bukan main. Nyaris dua menit penuh pria itu bicara dan bicara tanpa mau mendengarkan Hyo Jin. Hingga L.Joe yang tak tahan langsung merebut ponsel itu dan berkata….. “Jadi kau mau marah-marah terus atau membantu kami?”


“KAU! Kalau mau membolos tolong jangan mengajak Hyo Jin!”
“menurutmu kalau kau bicara begitu semuanya akan terulang huh? Nyatanya Hyo Jin dan aku sudah membolos berdua, jadi tutup mulutmu dan dengarkan aku!”


“beraninya ka…”
“pergilah ke rumah kyojangnim dan minta kuncinya”
“kenapa jadi kau yang menyuruhku begini?”
“jadi mau bagaimana? Ini sudah malam. Kau mau kami berdua tidur bersebelahan malam ini?” Mata Hyo Jin membulat begitu mendengar L.Joe yang sedang berbicara lewat telfon. Ia benar-benar lupa akan konsekuensi lain dari terborgol bersama. Bagaimana kalau aku mau ke kamar mandi? Bagaimana kalau aku mau tidur? Ya Tuhan! Ini mulai menyeramkan.


Hyo Jin langsung merebut ponselnya dan berteriak pada Chunji, “AYO CEPAT CHUNJI~AA…. DATANG KEMARI!!!”


“tutup” desak L.Joe. Sungguh! Jika pria ini tidak mendorong-dorong Hyo Jin dan mencoba mengambil ponselnya mungkin sekarang gadis itu masih terhubung dengan Chunji. Ya.. Hyo Jin sudah memutuskan sambungannya gara-gara pria itu. 


“kenapa kau malah menyuruhnya datang kemari? Suruh dia ambil kunci di rumah Choi kyojangnim. Kukira dia bisa sedikit lebih berguna. Telfon orang lain saja!”


“sepertinya aku punya tang, linggis, palu, atau perkakas lain. Ayo cepat buka ini! Kau harus pulang” Hyo Jin berucap dengan sengit. Ia lalu berjalan dan menabrakkan bahunya pada L.Joe dengan sengaja. Pria ini benar-benar menyebalkan, lebih dari apapun.


Sudah hampir setengah jam Hyo Jin menyeret L.Joe berjalan kesana kemari mencari kotak perkakas. Namun box itu tak kunjung ditemukan. Hyo Jin bahkan tak ingat kapan terakhir ia memakai alat-alat di kotak itu –atau bahkan bentuk kotak itu sendiri-.


“percuma! Bilang saja kau tak punya” L.Joe melirik Hyo Jin sinis.
“aku punya…. Ayo cari di dapur”
“dapur? Kau menyimpan kotak perkakas di dapur?” ulang L.Joe tak percaya. Sementara tangannya sudah tertarik mengikuti pergerakan Hyo Jin.


Setelah beberapa saat membuka-buka lemari dengan gaduh, Hyo  Jin berteriak gembira sambil memaksa L.Joe untuk menyambut high five-nya. Mereka langsung membuka kotak perkakas itu di konter dapur dan berteriak  bangga saat mendapati alat-alat di dalamnya yang sangat lengkap.


“lebih baik kau buatkan tamu-mu ini sesuatu. Aku sudah sejam disini, tapi kau bahkan tak menawarkanku air putih”


“oh… jadi disini ada yang sedang haus ya? Hahaha” ledek Hyo Jin. Gadis itu melirik L.Joe dan tertawa-tawa. Tangannya bergerak membuka lemari dan mengambil dua gelas kaca berbentuk piala. “kau mau sirup yang mana? Aku punya melon, markisa, jeruk, straw…………”


“YA!!… buat saja!” sela L.Joe. Sepertinya namja ini benar-benar sedang kehausan. Hyo Jin langsung tergelak. Ia mengambil botol sirup markisa-nya dan menuangkan cairan kental itu di atas gelas. Untuk saat ini, pemandangan yang tak biasa terjadi. Hyo Jin dan L.Joe terlihat sangat kompak di dalam dapur. Selama nyaris 5 menit penuh tak sekalipun terdengar kata ‘Awas’ , ‘Gunakan tangan kirimu!’ atau ‘Jangan menarik tanganku’. Detik itu, mereka bekerjasama dengan baik tanpa harus berteriak. Komunikasi yang terjalin pun cukup harmonis. Tanpa harus bicara, L.Joe sudah mengerti jika Hyo Jin sedang membutuhkan tangan kirinya untuk memegangi gelas. Pria itu bahkan berinisiatif mengangkat tangan kanannya sendiri tanpa harus diperintah. Benar-benar menakjubkan. Mereka terlihat sudah sangat terbiasa dengan borgol ini. Sudah tahu kapan harus mengangkat atau menurunkan tangan agar tak ada yang merasa tak nyaman.


Lagi-lagi, berkat kerja sama yang sangat cemerlang, kedua orang itu berhasil membawa minuman mereka dan –tak lupa- kotak perkakasnya ke ruang tengah.


Satu jam berlalu, baik L.Joe maupun Hyo Jin sudah mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk membuka borgol itu. Mulai dari obeng, tang, palu sampai gergaji sudah mereka gunakan. Tapi tetap saja tak berhasil. Kalau sudah begini, L.Joe jadi teringat kalau hal ini seharusnya tidak terjadi. Ya.. karena Hyo Jin sakit, sebenarnya mereka tidak perlu terborgol. Tapi gara-gara tadi pagi ia ingin melihat keadaan Hyo Jin di UKS sementara gengsinya terlalu tinggi untuk bilang ‘menjenguk’, terpaksa ia berdalih datang ke UKS karena harus menjalankan hukuman. Lagipula ini hari terakhir mereka terborgol berdua, sayang jika terlewat begitu saja. Dan sepertinya Tuhan memberi dua kali lipat dari yang L.Joe inginkan, bukan hanya jam istirahat, mereka bahkan terborgol sampai malam.


Kini, dua orang yang sudah pasrah itu menyandarkan kepalanya di kepala sofa. Suasana yang hening membuat mata keduanya terpejam. Suasana sempurna untuk terlelap. “kau dan Chunji benar-benar hanya sahabat?” kelopak mata Hyo Jin terbuka dengan perlahan, bola matanya menatap lurus pada langit-langit.


“iya” jawab Hyo Jin seadanya. L.Joe tak tahu harus merespon seperti apa lagi dan hanya terdiam.
“memangnya kenapa?”
“entahlah…. Hanya penasaran. Memangnya kalau sahabat boleh mencium seperti itu ya?”
“mencium?”
“tadi saat kau pingsan di UKS, Chunji mencium keningmu. Lalu di dalam kamarmu ada baju-bajunya… jadi kalau bersahabat harus sedekat itu ya?” L.joe bicara dengan nada menyindir yang sangat kentara. Tapi Hyo Jin tak begitu memedulikannya dan hanya tersenyum. “kami lahir cuma selisih tiga hari. Dia bilang, aku seperti kembarannya”


“tapi dia tetap pria dan seharusnya kalian tidak sedekat itu” Hyo Jin mulai merasa aneh dan langsung menoleh pada L.Joe. Kenapa nada bicaranya terdengar seperti orang yang sedang cemburu?


“jadi kalian juga akan pergi ke pesta prom berdua?” L.Joe yang tak sadar kalau Hyo Jin sedang memperhatikannya terus bertanya. Wajahnya saat menanyakan itu terlihat datar. Hyo Jin jadi tak bisa menebak apa yang pria itu sebenarnya rasakan.


“menurutmu ia akan mengajakku? Dia pasti bersama Krystal kan?”
“tapi kan dia masih kelas 2”
“Kata Chunji dia panitia”
“lalu kau?” ekspresi Hyo Jin langsung berubah sedih. “kuharap Myungsoo mau mengajakku” ujar gadis itu pelan. Ia menarik napas berat dan memejamkan mata, terlihat benar-benar berharap. L.Joe menoleh dan mengangguk lemas.


“ini tahun terakhir kita sekolah. Aku sudah menyukai Myungsoo sejak kelas 1. Benar-benar menyedihkan jika semuanya berakhir hanya seperti ini. Aku ini fans nomor satu-nya” lanjut Hyo Jin. Dan kali ini L.Joe sama sekali tak menanggapi. Hanya menatap nanar pada lantai “dan kau??” tanya Hyo Jin tiba-tiba. Membuat L.Joe yang sedang melamun langsung tersadar.


 “wae?” sahutnya datar. Pikirannya sudah melayang kemana-mana.
“ada yang ingin kutanyakan. Sebenarnya aku sudah lama ingin menanyakan ini tapi aku tidak enak denganmu jadinya aku tidak pernah berta……..”


“ara ara ara! Jadi apa pertanyaannya?”
“Kau gay ya?”
“APAAA?”  L.Joe yang syok dengan pertanyaan itu langsung bangkit dari posisinya dan menatap Hyo Jin dengan bola mata yang nyaris keluar.


“begini… begini.. tenang dulu! Setelah 3 tahun kuamati, kau sepertinya tak pernah dekat dengan perempuan. Maaf jika aku salah… aku kan stalker-nya Myungsoo bukan stalkermu. Padahal lumayan banyak perempuan yang sepertinya menaruh hati padamu. Tapi kau ini tetap bersikap dingin pada mereka semua dan…… entahlah, aku dan Chunji jadi berargumen kalau kau ini…… yah… gay” setelah mendengarkan pemaparan Hyo Jin, L.Joe jadi kehabisan kata. Ia ingin membela diri dan meluruskan ini semua, tapi tak mungkin rasanya jika ia bilang yang sebenarnya.


“aku menyukai seseorang” akhirnya pria itu buka suara. Terpaksa.
“perempuan kan?”
“tch….”
“oke.. oke… perempuan” ucap Hyo Jin langsung. Ia benar-benar takut saat pria itu sudah merapatkan rahang dan mendecak, dia terlihat seperti ingin menelannya.


“Park Hyo Jin, kali ini aku serius” nada suara dan tatapannya sangat menusuk, sukses membuat mata Hyo Jin terkunci disana. Ya.. Tatapan mata pria itu memang selalu tajam, tapi berbeda dari biasanya. Kali ini tatapan itu tak membuat Hyo Jin takut. Malah membuatnya betah berlama-lama. Tatatapan mata L.Joe seolah mengisyaratkan ‘aku menyukaimu’ tapi Hyo Jin tak mau buru-buru menyimpulkan sendiri sebelum mendengarnya langsung. Terlebih pria ini adalah musuhnya.


Aku menyukaimu. Hanya saja caranya sedikit berbeda dari orang-orang yang lain.


Chunji datang disaat kedua orang itu sedang bertatap-tatapan. Dia berdiri di tengah-tengah mereka dan bersedekap sambil mendengus. “HALOOO” teriak Chunji. Kedua orang itu langsung terlonjak dan saling memisahkan diri, “sejak kapan kau disini?” tanya Hyo Jin kaget.


“sejak kalian bertatap-tatapan dengan sangat mesra. Oh.. aku jadi menyesal sudah mengganggu” ucap  Chunji sinis. Ia mengeluarkan kunci dari saku jumper-nya dan menatap dua orang itu dengan sengit. “jadi masih mau terborgol berdua dan melanjutkan bertatap-tatapan atau mau dilepas?”


“chunji…” Hyo Jin berkata dengan nada memohon. Membuat namja itu langsung mendesah dan menarik tangan mereka dengan kasar, “besok-besok bolos lebih sering lagi ya..” ucap Chunji bertepatan dengan suara ‘kreg’ dari borgol yang terbuka. Tanpa bicara apa-apa lagi Chunji langsung berlalu dan pergi dari rumah Hyo Jin.


Dia tidak tahu sepanik apa aku tadi pagi. Dia juga tak tahu berlarian kemana saja aku sepulang sekolah tadi. Bahkan dia tak tahu kalau aku sudah berteriak pada Krystal karena takut terjadi apa-apa pada sahabat yang paling kusayang di dunia. Saat gadis itu menelponku dan bilang dia sudah ada di rumah, aku senang bukan main, rasanya ingin melompat ke atas bulan. Tapi saat gadis itu bilang ia masih terborgol bersama L.Joe, aku jadi ingin berteriak dan menjambaknya. Kenapa L.Joe? dia bukan pria baik. Aku langsung berlari ke rumah kepala sekolah dan meminta kunci tanpa peduli sopan santun. Tapi saat aku sampai di rumahnya, yang kudapati malah dua orang yang sedang betatap-tatapan. Entah kenapa rasanya sakit. Tidak mengertikah dia? Aku hanya  mengkhawatirkanmu, Park Hyo Jin. Aku hanya khawatir. Maaf kalau berlebihan. Tapi.. karena aku menyayangimu dan aku ingin yang terbaik untukmu, kumohon jangan L.Joe.


*********


Minggu baru. Setelah diborgol berdua selama 5 hari, sekarang, setelah borgol itu tak melekat selama jam istirahat, rasanya jadi asing. L.Joe berjalan pelan tanpa tujuan di selasar sekolah sambil memperhatikan tangannya. Hingga… BRUK! Bahunya bertabrakan dengan seseorang.


“YA!” teriak L.Joe. Namun ternyata orang yang ia tabrak adalah seorang perempuan.
“mian L.Joe sunbae” gadis itu berdiri setelah sebelumnya memungut bukunya yang jatuh. Krystal. “gwaenchana” sahut L.Joe datar, lalu kembali melanjutkan langkah.


“sunbae” panggil Krystal. Membuat kaki sang pria mau tak mau berhenti.
“kau tak pernah membuka lokermu ya?” L.Joe menolehkan kepalanya dengan bingung.
“memangnya kenapa?”
“anio” gadis itu menggeleng dengan malu-malu.
“hmm… kau sudah mengajak seseorang untuk prom?”
“kami bahkan belum ujian akhir. Lagipula aku tidak akan datang kesana” seketika wajah gadis itu berubah sedih. “k.kenapa? padahal aku sudah berusaha agar terpilih menjadi panitia demi sunbae”


“demi aku?” gadis itu mengangguk dengan kecewa.
“datanglah! Kalau sunbae memang benar-benar tak punya seseorang untuk diajak kesana,  aku bersedia kok”


“huh?” L.Joe menatap Krystal dengan sebelah alis terangkat. Lalu membuang napas bingung dan kembali melanjutkan langkah. Krystal tersenyum masam, ia memperhatikan punggung L.Joe yang semakin menjauh dengan sesak. Padahal dia sudah senang karena namja itu bisa berkeliaran sendiri tanpa harus didampingi Hyo Jin, tapi ternyata sama saja. Bersama atau tanpa Hyo Jin, pria itu tetap tidak bisa diajak bicara.


“hei… kau mau ke kantin?” seseorang tiba-tiba memegang punggungnya. Krystal menoleh. Seorang namja yang kemarin berteriak menyuruhnya diam tiba-tiba saja datang dan bersikap seolah semua baik-baik saja.


“urus saja Hyo Jin-mu itu!” ketus Krystal lalu berjalan melewati pria itu, Chunji. Sang pria tentu saja tak mau pasrah begitu saja, sudah berhari-hari ia mengejar gadis ini, tak mungkin ia melepasnya begitu saja. Chunji mulai berusaha menyamakan langkahnya disamping Krystal sambil terus meminta maaf dan mengeluarkan sejuta kata manis andalannya.


********


Kakinya membawa sang pemilik ke kantin. Mata L.Joe berpencar otomatis mencari seseorang –hyo jin-, tapi bukan seseorang itu yang ia dapat, melainkan idolanya. Tanpa sadar kakinya melangkah lagi, semakin dekat dengan meja itu, Myungsoo. Ia sedang berbincang bersama teman-temannya sambil menikmati sarapan. Kepala pria itu terangkat begitu merasa L.Joe berhenti di depan mejanya.


“ada apa?” tanya Myungsoo langsung.
“hanya ingin memastikan. Kau akan mengajak Hyo Jin ke prom kan?” Myungsoo meletakkan sumpitnya dan mengerutkan kening menatap L.Joe. Sementara teman-temannya yang lain sibuk berbisik-bisik dan saling melempar pandang heran padanya.


“memangnya kenapa? Dia memintamu bicara begini padaku?”
“anio”
“lalu?”
“dia menyukaimu”
“Kudengar kalian bermusuhan. Benarkah?”
“jangan mengalihkan pembicaraan. Katakan saja iya”
“sebelum bilang iya, aku ingin tahu apa alasanmu mengatakan ini padaku”
“kau tuli ya? Dia menyukaimu”
“lalu urusannya denganmu?” L.Joe langsung terdiam. Semuanya meluncur begitu saja dari mulutnya. Tanpa direncanakan, saat melihat Myungsoo, ia hanya ingin memastikan semua akan baik-baik saja bagi Hyo Jin. Ini gila.


“kenapa tidak kau saja yang mengajaknya? Sepertinya kau juga menyukainya” Myungsoo tersenyum saat mengucapkan itu. L.Joe merasa seperti sedang diledek.


“aku tidak menyukainya”
“kalau tidak suka, kau tidak akan repot-repot mendatangiku hanya untuk membuat Hyo Jin  bahagia”
“tch… lebih baik kau benar-benar mengajaknya” L.Joe menggebrakkan tangannya pada meja sambil menatap pria itu dengan sengit, seolah sedang mengancam. Semua orang di kantin terkejut melihat L.Joe yang selama ini terlihat dingin dan tak pernah mencari masalah –kecuali dengan Hyo Jin- bersikap seperti itu pada pria bertitel pangeran sekolah. Lantas L.Joe berbalik dan melangkah menjauhi meja. Myungsoo tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya, “tanpa kau suruhpun aku akan mengajaknya. Aku juga suka dia” seru Myungsoo, langkah L.Joe terhenti sesaat, sebelum akhirnya melangkah lagi dengan perasaan terganjal.


Toh kau juga akan pergi, bodoh. Jangan berharap sesuatu yang tak mungkin kau dapat!


**********


Karena penasaran, L.Joe membuka lokernya. Dan saat pria itu menarik pintunya, beberapa kertas berjatuhan. L.Joe memungut kertas-kertas itu dan melihat nama pengirimnya, ada beberapa nama tak dikenal yang ia lihat hingga matanya berhenti di kertas terakhir…. Krystal. L.Joe langsung membuka kertas milik Krystal dan membacanya.


Oppa! walaupun sikapmu dingin seperti es. Aku yakin kau sebenarnya memiliki hati yang hangat. Ayo saling mengenal satu sama lain lebih dekat lagi. Jika kau bertanya-tanya kenapa aku mengirimkan ini padahal aku sedang dekat dengan teman sekelasmu, chunji, sebenarnya aku tidak menyukainya. Sungguh. Dia saja yang mengejarku terus.Oppa…. tolong respon suratku.


L.Joe tertegun selama beberapa saat setelah membaca itu. Haruskah aku memberitahukannya pada Chunji?


Namja itu kembali menengok ke dalam loker. Ada cokelat dan beberap kado juga. Padahal ini bukan hari ulang tahunnya. L.Joe menatap semua benda itu dengan ekspresi ‘apa ini?’ lantas mengambil benda-benda itu dan menutup lokernya. Ia berjalan menuju tempat sampah dan menjatuhkan semua cokelat, surat dan kado ke dalam sana, kecuali satu kertas. Saat ia berbalik, Hyo Jin ternyata sudah berdiri di depannya dengan mata melebar.


“KAU MEMBUANG COKELATNYA JUGA? DAN ASTAGA….. APA ITU? BAGAIMANA KALAU ISINYA JAM TANGAN MAHAL ATAU PARFUM?” Hyo Jin berteriak saat menengok ke tempat sampah. Gadis itu menggulung lengan kemejanya dan siap mengambil benda-benda itu, namun L.Joe langsung menahannya. “YA! APA YANG KAU LAKUKAN?”


“HARUSNYA KALAU KAU TAK MAU BERIKAN PADAKU SAJA”
“aku ingin bicara padamu” L.Joe menarik tangan Hyo Jin dan membawanya pergi. Gadis itu berteriak ‘tunggu sebentar’ sambil menahan tubuhnya dan mengulurkan tangan ke arah tong sampah. Tapi tenaga L.Joe ternyata semakin kuat. Buktinya sekarang ia berhasil menarik Hyo Jin dengan mudah.


“lihat ini” Hyo Jin menyambar kertas yang diberikan L.Joe dan membaca isinya dengan kaget. “astaga! Beraninya gadis itu mempermainkan Chunji”


“lebih baik kau beritahu dia”
“bagaimana caranya? Chunji sedang tergila-gila dengan gadis itu”
“jadi mau didiamkan saja?”
“aku akan bicara padanya. Tapi tidak sekarang” Ujar Hyo Jin pelan. Lalu tiba-tiba saja gadis itu memicingkan matanya pada L.Joe seolah sedang menilai, “kau yakin tidak menyukainya? Dia kan sangat cantik”


“tidak secantik itu” L.Joe berkata dengan dingin dan melewati Hyo Jin begitu saja.


**********


“Dance Woo~ I Wanna Dance, Dance, Dance, Dance, Dance Fantastic Baby” Hyo Jin menggerakkan telapak tangannya di depan mata sambil menggoyang-goyangkan badan di depan kaca. Di belakangnya, ada Chunji yang sedang melompat-lompat di atas ranjang sambil bernyanyi dan menggenggam sisir seolah sedang menggenggam microphone. Speaker yang terhubung dengan mp4 milik Hyo Jin masih setia berdebum-debum mengumandangkan lagu milik Big Bang, menguasai kamar minimalis milik pria bermarga Lee itu.


Saat Chorus kedua terdengar, keduanya semakin asik dan mulai berimajinasi seperti sedang bernyanyi di atas panggung. Hyo Jin ikut melompat ke ranjang dan bernyanyi lebih keras dari sebelumnya. Sesaat kemudian, asistan rumah tangga Chunji datang membawakan kue. Secara kompak, Hyo Jin dan Chunji turun dari tempat tidur dan menggiring sang bibi yang baru meletakkan nampan di nakas menuju keatas tempat tidur. Walau perempuan itu menolak habis-habisan, tapi dua anak muda dikanan kirinya tetap tak mau ditolak, sampai akhirnya bibi itu tak punya pilihan lain selain ikut melompat-lompat di tengah sepasang muda mudi yang sudah hilang kewarasan.


“Keep it up to bibi Seok Hee, EVRYBODEEEHHHHH” teriak Chunji di akhir lagu sambil mengarahkan sebelah tangannya yang tidak memegang sisir kepada sang bibi yang sedang mencoba turun. Sementara Hyo Jin berteriak riuh sambil memutar-mutar tangannya di udara.


“ahahahaha” mereka tertawa dan berhigh five dengan kompak. Sementara bibi Seok Hee sudah keluar dari kamar secara diam-diam. Chunji mematikan speakernya, kemudian berbaring di sebelah Hyo Jin yang tengah tersenyum menatap langit-langit.


“satu jam non-stop!” ujar pria itu setengah tertawa.
“benarkah?”
“Ne.. sekarang sudah jam 6! Keobwa” Chunji menunjuk jam dindingnya sambil menyenggol lengan Hyo Jin. “Daebak. Kita benar-benar jjang.  Big Bang harusnya mengajak kita konser” Chunji cuma tersenyum menanggapi khayalan Hyo Jin. Mereka mengontrol napas sambil menatap lurus pada langit-langit. Hingga…..


“Chunji…” sang pemilik nama menoleh. “soal prom…..” Hyo Jin menggantungkan ucapannya dan menarik napas dalam.


“belum ada yang mengajakmu?” tebak pria itu tepat sasaran.
“pokoknya kalau tak ada yang mengajakku ke prom, kau juga tak boleh ikut” putus Hyo Jin. Namja disebelahnya langsung bangkit dan menatap Hyo Jin seolah berkata ‘ini tidak adil’


“kau rela membiarkanku sendirian di prom?” Hyo Jin menggunakan nada minta dikasihani dan menatap namja itu dengan lesu.


“lalu Krystal? Aku sudah mengajaknya!”
“APA?” Kali ini Hyo Jin yang bangkit dari posisi berbaringnya. Mereka saling bertatapan seolah sedang saling menyalahkan.


“Chunji! Kau harus tahu! Krystal itu tidak menyukaimu. Dia suka L.Joe”
“dan sekarang, karena tak ada yang mau mengajakmu ke Prom, kau menjelek-jelekkan Krystal di hadapanku?”


“YA! Bukan begitu”
“Aku tak akan percaya semudah itu. Di malam prom nanti aku akan menembaknya”
“Jangan! Dia tak akan menerimamu, sudah kubilang dia suka L.Joe” Hyo Jin berdiri dan mulai bicara dengan sewot.


“KAU! Berhenti bilang yang tidak-tidak tentangnya. Dia suka L.Joe? Apa yang membuatmu berkata begitu? Jangan bertingkah seperti cenayang, oke?”


“Chunji! Krystal memberikan surat pad….”
“Aku tahu kau kecewa Myungsoo tak mengajakmu pergi. Oh.. atau kau kecewa karena L.Joe juga tak mengajakmu pergi?” Chunji tersenyum sinis sambil memalingkan muka. Tiba-tiba saja bayangan L.Joe dan Hyo Jin yang sedang bertatap-tatapan dengan tangan terborgol di ruang tengah terbersit di kepalanya.


“YAA! KENAPA KAU BERKATA SEPERTI ITU?”


“DAN KAU! MENURUTMU KENAPA KAU BERKATA SEPERTI ITU?”


“APA KRYSTAL SEBEGITU BERARTINYA UNTUKMU HAH?”


“YA! DIA BERARTI BAGIKU. SANGAT”


“TAPI CHUNJI, DIA SUKA….”


“L.JOE? HUH? JANGAN-JANGAN KAU YANG MENYUKAIKU YA?”


“dafuq! Kau masih menganggapku sebagai teman atau tidak huh? Chunji aku menyayangimu. Aku hanya tak ingin gadis sial itu…..”


“kalau kau hanya mau berkata omong kosong begini lebih baik keluar saja” Hyo Jin benar-benar tersentak mendengar ucapan itu. Ini pertama kalinya ia diusir oleh Chunji, oleh sahabat kecil yang sangat ia sayangi. Dan ternyata rasanya sungguh menyakitkan. Tanpa sadar air mata meluncur bebas dari matanya, Chunji ikut terkejut melihat Hyo Jin yang tiba-tiba menangis.


“Hyo Jin~aa… mianhae” namja itu memegang punggung Hyo Jin serba salah. Namun Hyo Jin langsung menepisnya.


“TERSERAH KAU SAJA BRENGSEK! AKU SUDAH MENGINGATKANMU” Jerit Hyo Jin, lantas berlari pergi. Menghasilkan debuman keras yang memenuhi ruangan. Chunji refleks berdiri, tapi kakinya sengaja ia tahan. Gadis itu butuh waktu untuk menenangkan diri, kalau ia menghampiri Hyo Jin sekarang, bukannya membaik, mereka berdua bisa saling berteriak lagi.


Saat Hyo Jin membuka pintu rumahnya, seorang wanita berdiri menyambutnya. Tubuh Hyo Jin langsung kaku, ia mematung dan menatap wanita itu dengan ekspresi kosong. Rasa sakitnya terhadap Chunji semakin menjadi-jadi saat melihat wanita ini. Ibunya.


“Hyo Jin” Saat suara lirih ibunya terdengar, Hyo Jin mendadak teringat L.Joe yang menjatuhkan bunga lili ke laut sambil bilang ‘eomma aku disini’ Hatinya bergetar lebih parah lagi. Rasa sakit karena Chunji mengusirnya bukan apa-apa jika dibandingkan ini.


“eomma tidak bermaksud meninggalkanmu sendiri. Tapi ada urusan yang sangat mendesak antara eomma dan appa. Sesuatu yang tak bisa kami……..” ucapan itu terputus. Hyo Jin yang mencoba mendengarkan penjelasan ibunya baik-baik tak bisa menahan diri untuk memeluk wanita itu. Wanita yang sudah melahirkannya.


“eomma dan appa bercerai?”
“ah~ maafkan eomma” sang ibu mulai menangis terisak-isak.
“anio. Gwaenchanayo… apapun yang terbaik untuk kalian, Hyo Jin akan menerima semua keputusan eomma dan appa” Hyo Jin menggigit bibirnya, berusaha untuk tidak menangis. Tangan gadis itu bergerak di belakang punggung sang ibu, mencoba berbagi ketenangan.


**********


Hyo Jin menutup pintu kamarnya dan berjalan pelan menuju ranjang. Masalah keluarganya sudah terselesaikan –sebut saja begitu- setidaknya ia sudah bicara dengan ibu yang selama ini ia sebut-sebut tidak peduli. Masalahnya dengan Chunji pun sebenarnya bukan masalah penting. Ia hanya tak terima diperlakukan seperti itu oleh pria yang biasanya bertingkah sangat manis. Mereka sering bertengkar, tapi bukan mempertengkarkan hal-hal seperti ini. Krystal? Harusnya gadis itu tak menjadi bahan penting untuk diributkan.


Kepalanya tertoleh keatas nakas, menatap handphone yang tergeletak disana. Apa kutelfon saja?
“dan minta maaf, begitu? tapi aku kan tidak salah” gumam Hyo Jin. Ia menyambar ponsel itu dan berbaring di ranjang. Saat matanya mulai memejam, ponsel itu bergetar. Satu pesan baru bertengger di inbox-nya. Dari nomor tak dikenal. Hyo Jin membuka pesan itu dengan malas.


“kau mau ke prom? Bersamaku?”
Seketika matanya melebar. Gadis itu senang bukan main dan secara refleks langsung melompat berdiri di atas ranjang. “Ya Tuhan! Ada yang mengajakku” pekik Hyo Jin sambil membaca pesan itu sekali lagi. Takut-takut salah baca. Namun, “hei…. tapi siapa dia? Bagaimana kalau orangnya jelek?”


Hyo Jin memperhatikan rangkaian nomor itu seolah sedang menerka. Hingga tiba-tiba saja handphone yang tengah ia genggam berbunyi. Nomor tak dikenal itu menghubunginya. Hyo Jin yang terkejut langsung terhuyung dan memegangi tembok. “bagaimana ini? aku harus bilang apa?” ringisnya tak karuan. Hingga…. “y..yoo…yoboseo”


“jadi bagaimana? Kau mau?”
“siapa ini?”
“ah~ kukira kau akan mengenali suaraku. Ini aku, Myungsoo”


**********


“hei….. kau mau bersamaku atau Myungsoo akan menjemputmu?” Chunji mengetuk-ngetuk pintu kamar Hyo Jin sambil mencoba memasang dasinya. Yep! Malam prom tiba. Semua murid kelas 3 –tentu saja- berusaha tampil maksimal dengan menggunakan gaun dan setelan jas formal yang elegan. Tak terkecuali dua manusia itu –chunji dan Hyo Jin- keduanya sibuk mempersiapkan diri, terlebih Hyo Jin yang sejak pagi sudah menata rambutnya di salon. Ayolah…. Ini malam yang sangat spesial bagi gadis itu, bukan hanya karena ‘ini adalah pesta sebelum kelulusannya’ tapi juga karena Myungsoo –sang idola sepanjang masa- akan berada di sampingnya sepanjang acara. Gadis itu tak ingin terlihat jelek sedikitpun di mata Myungsoo. Sama sekali tidak.


Hyo Jin membuka pintu kamarnya dan langsung menarik Chunji masuk. Padahal mereka baru bertengkar karena ‘Krystal’ beberapa hari yang lalu, tapi sekarang, kedua orang itu bertingkah seperti semuanya baik-baik saja. “menurutmu aku pakai bando yang mana?”


“kau mau pakai bando? Kau? KAU?” Chunji melebarkan sebelah matanya dan menunjuk Hyo Jin dengan dramatis. “ayolah…. Aku harus terlihat feminim di depan Myungsoo” ia memasang bando berwarna putih gading dan merapikan rambutnya sambil menatap kaca dengan gelisah. 


“jadi dirimu sendiri saja. Kau cantik seperti ini” Chunji mengangkat bando yang baru tersemat di kepala Hyo Jin begitu saja. Membuat sang gadis langsung mendecak, khawatir rambut yang sudah dicuci bersih di salon itu jadi kusut.


 “tapi Myungsoo suka gadis feminim” rebutnya lagi.
“kalau begitu kau bukan tipenya”
“aku akan berusaha menjadi tipenya” Ekspresi kecut, kesal, tak terima mulai terpancar dari wajah sang lawan bicara. Tapi namja itu berusaha menghargai semua jerih payah Hyo Jin yang ingin tampil sempurna. Ia menahan semua hasratnya untuk berkomentar. Asalkan gadis itu senang, sebagai sahabat, ia juga pasti akan senang.


Chunji memegang kedua bahu Hyo Jin dan menatap pantulan bayangan mereka di cermin, lantas kedua bilah bibirnya tertekan membentuk senyum. Sesuatu di kepalanya mengusik, mengundang senyum yang lebih lebar lagi. “aku benar-benar gugup malam ini” Hyo Jin tak merespon, terlalu sibuk memasang kembali bandonya. “aku akan menembak Krystal di hadapan seluruh kelas 3” gerakan tangan Hyo Jin langsung terhenti. Ia menatap Chunji yang terlihat sangat sungguh-sungguh dari kaca, persendiannya terasa kaku. Tak tahu lagi harus berkata apa.


“kenapa diam saja? kau masih tak setuju aku dengan Krystal?”
“kau masih tak mau mendengarkanku juga?”
“ayolah,….. jangan mulai lagi! kita sudah sering bertengkar gara-gara ini”
“benar. Persahabatan kita sungguh menjijikkan. Jangan sebut sahabat jika tak saling percaya” Mereka saling melempar ekspresi marah melalui kaca. Chunji melepas tangannya dari bahu Hyo Jin dan langsung membalik badan. Bertengkar lagi? Ya.. akhir-akhir ini, Krystal memang sedang menjadi objek hangat untuk dipertengkarkan.


**********


Saat semua orang sedang menikmati malam indah di pesta prom. Hyo Jin justru sibuk menahan jantungnya yang berdegup-degup tak karuan disamping Myungsoo. Rasanya ia ingin salto di atas panggung lalu naik roket ke angkasa. Ya Tuhan bagaimana tidak? Myungsoo, idola nasional di sekolahnya, sejak tadi menggandeng tangan Hyo Jin seolah takut kehilangan. Mungkin ini perasaannya saja. Tapi pikiran ‘sepertinya Myungsoo menyukaiku’ berputar-putar di kepala Hyo Jin, siap membuatnya gila. Sejak tadi Myungsoo terus mengajaknya bicara dengan senyum mempesona dan tatapan yang menggetarkan seluruh sel di tubuhnya. Lebih dari itu, bahkan saraf-sarafnya berulang kali dibuat lumpuh saat permukaan kulit namja itu menyentuh kulitnya. Kalau disentuh saja aku langsung kaku, bagaimana mungkin aku bisa menikahinya? Khayalan Hyo Jin semakin melambung menembus awan, musik rock yang dibawakan band sekolah malah terdengar seperti musik klasik. Hingga sebuah tangan terlambai-lambai di depan wajahnya,  “Hyo Jin~”


“ah~ ne? Myungsoo?”
“bisa kau lepas tanganku? Aku mau ke toilet……. sebentar”
“Lepas?” kecerdasan Hyo Jin yang luar biasa turun sampai ke inti bumi. Myungsoo melirik tangan mereka yang bertautan erat, atau lebih tepatnya tangan Hyo Jin yang meraup tangannya, seolah ingin meremukkan jari-jarinya.


“Maafkan aku!” Hyo Jin langsung melepaskan genggamannya begitu sadar kemana arah tatapan itu. Ternyata dari tadi yang menggenggam tangannya itu aku.


Myungsoo tersenyum seadanya dan mengangguk sambil bilang ‘tidak apa-apa’. Namja itu melirik arah ke kamar mandi seolah sedang mengirimkan bahasa isyarat, sang gadis mengangguk, memberi izin. Hyo Jin baru saja ingin mengumpat kebodohannya sendiri saat tiba-tiba saja suara pengang terdengar dari speaker, membuat seluruh murid refleks menutup telinga sambil mengerang. Makian pun keluar dari banyak mulut, hingga suara pengang itu berhenti.


“maaf mengganggu pesta kalian” merasa mengenal suara itu, Hyo Jin menolehkan kepalanya ke atas panggung. Dan….. Chunji.


Telapak kaki Hyo Jin terasa melayang saat melihat Chunji di depan sana. Ia rasa ia tahu apa yang akan Chunji lakukan. Pria itu –tentu saja-  ingin menembak Krystal dari atas panggung. Hyo Jin berusaha tak peduli dan terus-menerus mensugestikan bahwa ini bukan salahnya, jika namja itu akhirnya ditolak dan dipermalukan di depan banyak orang seperti ini, Chunji tak berhak menyalahkannya. Toh,… gadis itu sudah sering mengingatkan. Krystal hanya menyukai L.Joe. Dan Chunji cuma dianggap sebagai ‘pria yang terus mengejar-ngejarnya’ Kenapa pria itu tak mau mengerti? Dan kenapa pria itu tak mau mendengar sahabatnya sendiri? Cinta itu buta…. Ya! Chunji yang sedang jatuh cinta sungguhan. Ini pertama kalinya Chunji benar-benar seperti orang buta.


Tangan Hyo Jin menyilang di dada. Menunggu kalimat manis macam apa yang akan digunakan pria itu untuk menembak sang pujaan hati. Namun belum sempat Chunji bicara, seseorang menarik tangannya. Seorang pria. Hyo Jin berteriak-teriak menyuruh pria itu melepaskannya, tapi bukan dilepas, ia malah menggenggam tangan Hyo Jin semakin kuat dan membawanya keluar dari gedung. Entah kenapa, genggaman tangan ini terasa tidak asing, dan benar saja……. that’s L.Joe!


L.Joe menyentaknya dengan kasar di area taman. Gadis itu ingin marah, memaki, kalau bisa menjambak. Hei… bagaimana jika Myungsoo sedang mencari-carinya sekarang? atau… hei… sahabatnya sedang mencoba menembak seorang gadis disana. Dan jangan lupakan betapa merepotkannya heels dan gaun yang ia kenakan. Harusnya L.Joe bisa sedikit lebih lembut pada Hyo Jin yang malam ini terlihat anggun. Hanya malam ini. Tak bisa ya?


“WHAT THE HELL! KENAPA KAU MENARIKKU KESI………….”
“aku akan pergi” tiga kata singkat itu sukses membuat Hyo Jin terdiam. Ekspresi keras yang terpeta di wajahnya seketika melemah, matanya menatap resah pada L.Joe. Pergi kemana? Jauh tidak? berapa lama? Untuk apa? jangan bilang mau kuliah di luar negri? Memang di Korea sudah tidak ada universitas yang bagus ya? Entah kenapa ia malah memikirkan semua itu, padahal L.Joe musuhnya. Mungkin 3 tahun bersama-sama membuat perasaan mereka terhubung dengan cara yang aneh. Dan dari semua pertanyaan yang melesat di otaknya, tak ada satupun yang bisa terucap.


“yah… aku tahu kau mungkin tak akan peduli. Tapi aku merasa harus mengatakan ini padamu” padahal L.Joe sudah menekan gengsinya dalam-dalam. Tapi Hyo Jin yang terus menerus diam membuat pria itu berpikir ulang. Dia sepertinya sama sekali tak peduli. Mungkin tidak ada gunanya aku mengatakan ini.


“sebelum pindah ke Amerika, aku ingin meluruskan semuanya” nafas berat L.Joe terhembus. Sementara Hyo Jin masih tetap menahan napasnya.


“selama 3 tahun kita sekolah bersama, maaf sudah membuatmu tak nyaman. Aku pernah membuatmu olahraga tanpa sepatu, menyirammu dengan tepung, mencoret wajahmu dengan spidol dan segalanya” L.Joe terkekeh kecil, seakan semua yang diucapkan baru saja diputar ulang di otaknya. Sementara Hyo Jin yang seharusnya merasa kesal malah tersenyum tipis seperti mengingat kenangan manis. Dan pada akhirnya, seburuk atau sebaik apapun itu, tetap saja akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.


“kenapa harus pergi?”
“kalau aku bisa lebih baik disana, kenapa harus tinggal?”
“kau yakin bisa lebih baik disana, maksudku….. kau tak ingin kuliah disini? Siapa tahu kita bisa satu kampus? Mungkin aku bisa membuat Hyo Jin’s prank untukmu… mungkin kita….” suara Hyo Jin saat mengucapkan itu terdengar semakin lemah dan parau, seolah sedang berupaya menahan sesuatu. Menahan L.Joe untuk pergi. Ia berusaha terlihat biasa-biasa saja, tapi dadanya semakin sesak dan sesak kala mata itu menatapnya. L.Joe bisa melihat mata Hyo Jin yang mulai berair. Ia tersenyum tulus dan mengusap mata berair itu dengan ibu jarinya. Pria ini tersenyum lagi…… padaku.


L.Joe yang sedang tersenyum sungguh membuat dunia Hyo Jin terasa berputar. Senyumnya. Ya.. senyumnya memang bukan tipe senyum yang membuat hati wanita luluh, tapi entah kenapa cara dia tersenyum terasa seperti sihir. Hyo Jin bahkan sampai ingin menghentikan waktu dan melihat pemandangan ini terus-menerus. Seperti deburan ombak di musim panas, seperti salju pertama di musim dingin.


Detik berikutnya, wajah tersenyum yang jarang Hyo Jin lihat itu menghilang, berganti dengan ekspresi terganggu, “Ya! Sejak kapan kau memakai benda ini?” L.Joe melepas bando putih yang Hyo Jin pakai dan menjatuhkannya begitu saja. “ini baru Park Hyo Jin” dan tersenyum lagi sambil merapikan rambut Hyo Jin. L.Joe menarik napas berat sambil memperhatikan wajah gadis itu, tangannya turun dan ia selipkan di saku celana. Sementara gadis dihadapannya masih belum bisa menentukan ekspresi. Terlalu syok, sakit, entahlah…. Perasaan ini sungguh tidak tepat.


“sebenarnya aku bersikap seperti ini selama tiga tahun hanya untuk menarik perhatianmu” Hyo Jin semakin tidak paham. Ia menatap L.Joe seakan berkata ‘kau bercanda kan?’ tapi dari mata pria itu, sepertinya ia sedang serius.


“Aku bukan gay. Aku punya seorang gadis yang kusuka” Hyo Jin mengarahkan tatapannya ke bawah.
“dan gadis itu kau” darahnya langsung berdesir. Hyo Jin menarik napas dalam-dalam guna menormalkan kerja jantungnya. Tapi sia-sia. Efeknya terlalu kuat. Musuh nomor satu-ku menyukaiku?


Kemudian mereka tak lagi bicara, hanya suara derikan jangkrik yang terdengar. Tak lama, saat L.Joe baru mau membuka mulut, tiba-tiba saja suara ‘wuuhhh’ dari gedung pesta terdengar riuh. Hyo Jin langsung teringat Chunji.


“Chunji! Dia pasti membutuhkanku sekarang. Nanti kita mengobrol lagi ya..” ucap Hyo Jin cepat. Ia segera membalikkan badan, namun L.Joe menarik tangannya dengan kuat. Pria itu menatap Hyo Jin tepat di matanya, minta diperhatikan.


“aku akan pergi. Kau mengerti tidak sih?” L.Joe menggeram. Tangannya terselip di helaian rambut Hyo Jin, pelan-pelan menggiring wajah gadis itu mendekat.


Detik berikutnya wajah mereka tak lagi berjarak. Bibirnya menempel sempurna pada bibir Hyo Jin. Atau dengan kata lain, mereka berciuman. Otak Hyo Jin seketika kosong, mustahil rasanya berpikir rasional disaat-saat seperti ini. Suara riuh dari gedung prom tak lagi terdengar, hanya dengungan tak berarti yang ada. Perlahan Hyo Jin memejamkan mata, larut dalam suasana.


Harusnya aku tak memikirkan ini. Tapi bibirnya terasa hangat dan…………. Hangat.


L.Joe menjauhkan wajahnya dan menatap Hyo Jin sungguh-sungguh. “aku menyukaimu, Park Hyo Jin”
“ah? Itu…” Hyo Jin tak tahu harus bicara apa. Ia menggerakkan matanya kemana-mana sambil menggaruk tengkuk. Lalu..….. “kalau begitu selamat jalan, semoga harimu di Amerika menyenangkan” dan akhirnya sikap paling tak biasa ia tampakkan. Benarkah? Setelah berciuman di tengah malam prom, gadis itu hanya mengucapkan kalimat tanpa makna? Hyo Jin tersenyum paksa dan langsung berlari, meninggalkan L.Joe yang masih tak percaya. Ayolah…. Ini pertama kali ia menembak perempuan, dan sekarang ia dicampakkan?


**********


Langkah tak fokus Hyo Jin membawanya persis ke depan Myungsoo. Walaupun jantungnya bergemuruh parah, wajah gadis itu tetap terlihat kosong. Masih melamun, masih belum sadar akan keadaan. Myungsoo memegang dagu Hyo Jin dan menatap gadis itu keheranan.


“kau habis dari mana?” tak ada respon. Myungsoo memperhatikan bibir Hyo Jin lalu mengganti pertanyaannya, “kau bersama siapa?” pertanyaannya terasa sangat dingin, membuat Hyo Jin mau tak mau balik memandang pria itu.


“aku…..”
“L.Joe?” tebak Myungsoo –sangat tepat-. Hyo Jin tak menjawab lagi. Baiklah….. terserah pria ini mau berpikir seperti apa. Yang pasti perasaan Hyo Jin sekarang sungguh terasa berat. Dan ia bahkan tak tahu pasti apa yang membuatnya begini. Karena L.Joe menciumnya? Karena L.Joe mau pergi? Karena takut tak bisa bertemu L.Joe lagi? padahal dulu aku selalu berdo’a agar pria itu cepat menghilang dari hidupku.Tapi saat do’aku dikabulkan…… aku malah ingin menariknya lagi.


Idola yang biasanya terlihat sangat bersinar kini mulai redup cahayanya –setidaknya di mata Hyo Jin-. Lagu-lagu dansa berputar, Myungsoo memegang pinggang Hyo Jin dan tersenyum mempesona seperti biasa. Tapi anehnya, senyum mempesona itu tak berdampak besar bagi Hyo Jin. Benar…. Gadis itu ikut tersenyum secara otomatis, tapi entah kenapa rasanya berbeda. Ini semua terlalu diluar akal. Selama 3 tahun ini Myungsoo hanya menjadi idolanya, dan saat pria itu melakukan semua hal yang biasanya cuma bisa diimpikan, ini semua malah terasa seperti……. tidak nyata. Mungkin Myungsoo hanya pria impian negeri dongeng-nya. Bukan seseorang yang benar-benar ia inginkan. Atau tidak. Atau gadis itu saja yang tak tahu untung. Hyo Jin melirik gadis-gadis yang menatapnya iri. Ia jadi merasa bersalah. Mereka sepertinya lebih bisa menghargai kesempatan emas ini dari pada Hyo Jin. Saat semua orang menginginkan posisiku, saat semua orang memandang penuh cemburu padaku, aku malah kehilangan semua rasaku.


Tiba-tiba saja, Hyo Jin yang sedang berdansa ditarik kasar oleh seseorang. Oleh Chunji. Kontan membuat keduanya terkejut.


“KAU MAU IKUT AKU PULANG ATAU TETAP BERSAMANYA?” Chunji bertanya dengan nada membentak. Wajah pria itu terlihat luar biasa merah. Matanya penuh binar benci dan rahangnya keras. Jelas emosinya sedang berkuasa penuh. Hyo Jin yang tak bisa memutuskan akhirnya lebih memilih diam dan memandang Chunji dengan takut. Pria itu mendesah keras, melepas tangannya dengan kasar dan segera pergi.


Hyo Jin kembali membalik badannya pada Myungsoo yang ikut syok. “aku baru tahu dia bisa jadi semenyeramkan itu”


“kau dengar Krystal bilang apa tadi? Apa Chunji ditolak?”
“lebih dari itu! ia mengatakan playboy seperti Chunji tak berhak mendapat cinta yang tulus. Aku baru kembali dari kamar mandi dan semuanya sudah ribut. Kurasa gadis itu juga bicara banyak hal buruk sebelumnya”


“astaga” Hyo Jin merasa sangat bersalah. Apa ia harus menemani sahabatnya? Atau tetap disini, berdansa dengan namja favoritnya?


Dan pilihan kedua lah yang Hyo Jin pilih. Ia tak mengerti. Ia juga bukan bermaksud ‘balas dendam’ karena dulu Chunji selalu mendahulukan Krystal. Hanya saja….. entahlah.


L.Joe POV


Aku berdiri menyandar diluar gedung sambil terus menatap ke dalam. Dari sini aku bisa melihat Hyo Jin dan Myungsoo tengah berdansa, gadis itu tersenyum, begitu pula pria di depannya. Mereka serasi.


Kumohon…. Gadis bodoh.


Menoleh padaku.


Sekali saja.


Menoleh.


Biarkan aku tahu perasaanmu.


Jika kau sungguh tak punya rasa, setidaknya aku bisa pergi dengan tenang.


Heh gendut!


Ayo menoleh.


Izinkan aku bicara sekali lagi.


Izinkan aku menyuruhmu menungguku.


Aku….. membutuhkanmu.


Apa di Amerika nanti ada gadis yang bisa sesabar dirimu?


Gadis bodoh.


Kau tak mau menoleh juga?


Hampir sepuluh menit sejak pertemuan singkat kami di taman. Dan hampir sepuluh menit juga aku berdiri disini sambil berharap. Semakin lama, aku mulai merasa jika tak ada gunanya berdiri lebih lama. Dia sedang bersama Myungsoo kan? akal sehatnya pasti sudah tak berjalan. Ia pasti tak akan menoleh kemana-mana dan hanya menatap pria itu saja. Ya.. sebesar itulah Hyo Jin mencintainya. Cinta? Mengidolakan dan mencintai adalah dua hal yang berbeda kan? tapi melihat Hyo Jin yang seperti itu, kurasa selain mengidolakan, dia juga sudah jatuh cinta. Kim Myungsoo, sampai saat ini aku tak tahu apa yang begitu ‘hebat’ darinya. Tapi ada satu hal luar biasa yang harus kuakui darinya, dia bisa membuat seorang Park Hyo Jin selemah itu. Sejatuh itu. Sefokus itu.


Aku meremas kaleng soda sampai jemariku sakit. Tapi tidak, ada hal yang lebih menyakitkan dari jemari itu. Sebuah organ vital di dalam tubuhku. Rasanya sudah remuk. Harusnya aku tak pernah mengatakan itu pada Hyo Jin, harusnya biar saja ini semua menjadi rahasia pribadiku. Aku menyesal sudah bilang menyukainya. Setelah ini, aku tak tahu akan secanggung apa kami berdua saat bertemu. Dengan perasaan tak menentu aku berbalik, berjalan lurus menuju pintu keluar.


Jadi hanya begitu? Kalimat terakhir yang bisa kukenang darimu hanyalah ‘semoga harimu di Amerika menyenangkan’? Jadi semua hal yang telah kuperbuat kepadamu selama tiga tahun ini sama sekali tak berkesan?


**********


Hyo Jin POV


“Chunji~aa…” tok… tok.. tok… “Chunji maafkan aku” kumohon.


Mungkin namja ini tak akan membukakan pintu untukku. Pasti dia kecewa, atau marah, atau benci, atau…… ceklek. Pintu terbuka. Ekspresi lelah dan depresi tampak dari sang pemilik kamar. Ya.. Chunji. Namja itu sudah melepas jas formalnya, dan kini hanya memakai kemeja putih yang sudah tampak tak beraturan. Krystal ternyata berdampak sebesar ini baginya.


“maafkan aku. Aku bukannya tidak peduli padamu. Tapi aku……..”
“gwaenchana…. Ini salahku” ujarnya. Wajah pria itu terlihat sangat kusut, sepertinya dia habis marah besar-besaran dan berteriak tanpa henti. Aku bicara begini bukan tanpa alasan, saat aku sampai di rumahnya, bibi Seok Hee langsung mengadu kalau Chunji marah-marah sendiri di dalam kamar. Ya.. itu memang gaya-nya dalam meluapkan emosi. Tidak buruk. Setidaknya dia tidak merugikan orang lain atau merusak barang apapun.


Chunji meninggalkan pintu dan berjalan gontai menuju ranjangnya. Aku mengekor di belakang pria itu setelah sebelumnya menutup pintu. Aku duduk disampingnya. Mengusap bahunya untuk membuat emosi pria ini benar-benar reda.


“harusnya aku mendengarkanmu” tatapan matanya terlampau kosong, membuatku serba salah untuk bicara. Kalau mengikuti suara hati, rasanya aku ingin berteriak di depan mukanya ‘KUBILANG APA? MAKANYA DENGARKAN AKUU!!!!’ tapi melihat kondisi sekarang, lebih baik aku diam dan menenangkannya. Aku tak mau mengorbankan diriku menjadi bahan amukan Lee Chan Hee, walaupun wajahnya terlihat feminim, cantik, lembut dan sebangsanya, namja ini bisa terlihat seperti kerasukan jika sedang marah. Inilah mengapa ia lebih senang marah-marah sendiri di dalam kamar.


Aku menghembuskan napas dan mulai mengeluarkan segala ucapan motivasi padanya. Bahwa di dunia ini perempuan bukan hanya Krystal saja, bahwa dia bisa mendapat puluhan gadis yang lebih cantik darinya, dan lain-lain. Yang pasti aku terus bicara sampai namja itu mulai bisa tersenyum dan meresponku. Bukan hanya diam dan diam. Sungguh! Aneh rasanya melihat pria ini diam.


“dan kau?”
“wae?”
“bagaimana kencanmu dengan Myungsoo?”
“ah~ itu”
“kenapa? Myungsoo tidak semenarik itu?”
“bukan begitu. Dia sangat menarik, sangat perhatian, sangat tampan. Apalagi saat dilihat dari jarak dekat. Kami berdansa bersama dan semuanya sempurna…. tapi…..”


“ada tapinya?
“menurutmu…… Myungsoo atau……”
“nugu?”
“Myungsoo atau……..” aku menggigit bibir dan menatap Chunji, masih ragu untuk menyebut namanya.
“L.Joe?”
“HAH?”
“Tadi dia membawaku ke taman, dia bilang dia akan pergi ke Amerika untuk kuliah, dan yang lebih parah, dia bilang dia menyukaiku”


“MWORAGO? Setelah 3 tahun membuatmu susah sekarang dia malah bilang suka?”
“L.Joe memang sedikit…. eumm….. berbeda”
“dan sekarang kau membelanya?”
“kita hanya belum memberinya kesempatan untuk menunjukkan siapa dirinya. Sebenarnya dia baik kok”
“sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian?”
“kami baru saja berciuman” Mata Chunji langsung saja terbelalak. Entah karena terkejut atau marah  karena aku mendahuluinya.


“dengan L.Joe? bagaimana bisa?”
“semua terjadi begitu saja. Kenapa ya orang yang biasanya terlihat biasa saja selalu terlihat mempesona di akhir? Maksudku…. Dia bilang dia akan pergi dan aku tak tahu kapan. Sementara aku masih bingung apa aku menyukainya atau tidak”


“jadi kau jawab apa?”
“aku bilang selamat jalan dan bersenang-senanglah disana”
“YA! Jawaban apa itu? Tanya hatimu, kau suka dia atau tidak?”
“mollayo”
“jika dibandingkan dengan Myungsoo….. kau memilih siapa?”
“aku…… tak tahu”
“itu artinya kau memilih L.Joe”
“kenapa kau bisa menyimpulkan seperti itu? aku bingung begini karena L.Joe akan pergi setelah mengucapkan ia menyukaiku. Bukan karena hal lain…………………. sepertinya” sejujurnya aku tak yakin. Ini terasa seperti, aku sedang jatuh cinta dengan dua orang sekaligus di waktu yang sama.


“Kau menyukai Myungsoo sejak 3 tahun, lalu tiba-tiba ada namja yang datang dan bilang menyukaimu. Dan boom! Hanya dalam semalam kau jadi meragukan cintamu pada Myungsoo. Tentu saja efek L.Joe lebih kuat”


“tapi…….”
“kata orang, pilih pilihan kedua”
“Kenapa harus yang kedua?”
“karena jika kau benar-benar mencintai yang pertama, kau tidak akan ragu menolak yang kedua”



“if you love two people at the same time, choose the second. Because if you really loved the first one, you wouldn't have fallen for the second.” ― Johnny Depp


*****

5 years later…..
High School Reunion


Author POV


Sebuah taksi berhenti tepat di depan gerbang sekolah, gedung yang sudah 5 tahun ini tak lagi ia datangi. Pria itu turun, menampakkan rupanya. Berbeda dengan orang-orang disekitar yang memakai setelan jas formal. Pria ini hanya memakai jins, kaos berlengan pendek dan jaket. Dan jangan lupakan ransel besar penuh sesak yang masih setia menempel di punggungnya. Namja itu sudah terlambat. Tak ada waktu lagi untuk berganti pakaian dan lain-lain. Setelah mendarat kembali di Seoul, ia langsung menuju kesini. Ada hal yang selalu menjadi prioritas, bahkan setelah 5 tahun.


Kebutuhan untuk melihat seorang gadis terus mendesaknya. Namja itu berjalan pelan-pelan menyusuri gedung sekolah yang sudah ramai. Sudah dibilang ia terlambat. Acara reuni SMA-nya sudah dimulai satu jam yang lalu.


Langkahnya terhenti. Ransel yang tersampir di sisi bahunya ia jatuhkan begitu saja. Seorang gadis tengah berjalan lurus kearahnya, terlihat sibuk membawa beberapa botol air mineral sambil bercanda dengan seorang pria. Hingga gadis itu mengarahkan kepalanya ke depan dan….. DEG! L.Joe merasa udara di sekitarnya tersedot habis. Setelah 5 tahun, ini kali pertama ia bertatapan dengan Hyo Jin. Dan gadis 18 tahun yang dulu kini telah berubah menjadi wanita sesungguhnya, yang elegan, yang cantik, yang dewasa. Rambut yang biasanya lurus kini ia buat agak bergelombang, membuat L.Joe tak berhenti memujanya dalam hati. Gadis ini jelas melewati standar kesempurnaan.


Mata Hyo Jin melebar begitu ia melihat L.Joe, senada dengan gerakan kakinya yang berhenti. Chunji –yang berdiri disebelahnya- langsung menoleh begitu melihat Hyo Jin tertinggal, “YA! Kenapa kau berhenti?” namja itu menarik tangan Hyo Jin dan kembali melihat ke depan saat…..


“L.JOE!” ikut menyadari apa yang membuat Hyo Jin terpaku.
“hei!” dan pria itu berlari, dengan Hyo Jin di tangannya. Menghampiri L.Joe yang masih belum benar-benar menarik napas selama 5 detik terakhir.


“kau benar-benar dari Amerika? Whoaaa….. bagaimana cuaca disana?”
“jinjjayo? Kau menanyakan cuaca? Bukan perempuannya?” Hyo Jin meliriknya dengan sinis. Lalu kembali menatap L.Joe dan tersenyum senang.


“jadi mana yang lebih cantik? Perempuan Amerika atau Korea?”
“tentu saja perempuan Korea” saat mengucapkan itu, mata L.Joe lurus menatap bola mata Hyo Jin.
“YA! LEE CHAN HEE” Panggil seseorang dari belakang mereka.
“cih…. Kenapa semua gadis sama saja? tak ada yang sabaran!” dengus Chunji, lalu…… “Aku datang!!!” berteriak sambil melambaikan tangannya pada L.Joe dan Hyo Jin, lantas pergi, menemui yeojachingu barunya itu. Setelah kejadian di pesta Prom 5 tahun lalu, Chunji sungguh memutus seluruh komunikasinya dengan Krystal. Bahkan ia selalu pura-pura tidak kenal setiap ada yang menyebut nama itu. Tapi siapa sangka kalau Chunji masih tak berubah? nyatanya…. Seminggu setelah kejadian itu, Chunji sudah menggandeng gadis baru. Ya.. itulah Chunji.


Kini tinggalah L.Joe dan Hyo Jin. Berdua saja di tengah suara malam. Hyo Jin sibuk memutar otak untuk mencari topik obrolan, tapi otaknya terus-menerus menolak untuk memikirkan sesuatu. Hingga tiba-tiba L.Joe berkata, “hei… apa kabar?” mungkin mulutnya berkata seperti itu. Tapi sesungguhnya ia tengah berteriak-teriak dalam hati. Membisikkan kalimat lain. aku merindukanmu.


“aku baik. Bagaimana denganmu?”
“baik” aku tak bisa berhenti memikirkanmu 5 tahun terakhir ini.
“baguslah. Kukira kau tak akan datang”
“kukira juga begitu. Tapi ternyata aku bisa sedikit meluangkan waktu” Tak mungkin aku melewatkan acara ini. Bolehkah aku memelukmu sekarang?


Terkadang kata-kata yang tak terucap justru lebih mewakili perasaan. Dan inilah yang terjadi pada L.Joe sekarang. Ia ingin mengucapkan semua kalimat yang selalu mengiringi ucapannya seperti gema, tapi disisi lain ia merasa tak mampu. Dan namja itu berusaha untuk mengatakan semua isi hatinya lewat tatapan mata.


Hyo Jin bisa merasakan sebuah rasa rindu yang tak bisa terucap, tapi jika L.Joe tak bicara, ia berjanji tak akan menyimpulkan yang macam-macam. Namja ini sudah meninggalkannya 5 tahun, tanpa apa-apa. Apa menurutnya ada yang bisa dipertahankan dari sesuatu yang bahkan belum dibangun?


“kau mau ke da……” tiba-tiba saja dari belakang Hyo Jin seorang pria merangkulnya. Myungsoo. Seperti yang sudah kubilang, aku tak bisa bertahan jika aku sendiri tak yakin kau akan kembali atau tidak.


“hei.. L.Joe?”
“ah.. kau!”
“Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Kau menghilang begitu saja setelah prom”
“benar”
“Hyo Jin~aa…. Kau sudah memberitahukannya?” gadis itu langsung tersenyum tipis dan buru-buru mengeluarkan sebuah kartu dari tas kecil yang ia pegang. Kartu itu disodorkan pada L.Joe. Harusnya kau tidak begitu. Harusnya kau bisa membuatku diam dan menunggumu. Tapi yang kau lakukan malah pergi dan membiarkanku jatuh cinta lebih dalam dan dalam lagi pada seseorang yang sudah sangat kucintai.


L.Joe terdiam. Seketika lututnya terasa lemas. Disana tertulis nama ‘Park Hyo Jin’ dan ‘Kim Myungsoo’ berdampingan. Dalam sebuah surat undangan pernikahan.


“Kau datang kan?” tanya Myungsoo sambil tersenyum bersahabat. L.Joe menarik napas dalam-dalam sembari menatap kedua orang itu bergantian. Pasangan serasi yang ia pikirkan 5 tahun lalu ternyata memang benar-benar serasi. Detik ini, di hadapannya, Myungsoo yang  tampan dengan setelan jas rapi tengah merangkul gadis tercantik di matanya. Sedangkan dirinya sendiri hanya memakai kaos biasa, lengkap dengan rambut yang tak tertata.


“aku tidak akan datang. Besok aku mau kembali ke Amerika” padahal bukan ini rencananya.
“kenapa cepat sekali?”
“aku pulang dulu”
“kau bahkan belum masuk”
“aku ada urusan lain” L.Joe langsung membalik badan dengan ekspresi kecewa yang sama sekali tak bisa ia tutupi. Sementara Myungsoo dan Hyo Jin hanya terdiam heran di belakangnya.


Jika saja waktu bisa diulang. L.Joe akan kembali ke masa-masa SMA dan memperbaiki semuanya. Kenapa harus menjadi musuh? Seharusnya berteman saja. Dan kenapa saat prom malam itu, ia tak meminta Hyo Jin untuk menunggunya? Bukankah pergi tiba-tiba sama saja dengan memberi gadis itu kesempatan untuk jatuh cinta lebih jauh lagi pada Myungsoo? Harusnya…… tck harusnya ia mengatakan ‘aku mencintaimu’ sedikit lebih awal. Dan seharusnya ia menekan gengsinya selama tinggal di Amerika, menelfon Hyo Jin untuk memastikan penantiannya tak sia-sia. Tapi lebih dari semua itu, harusnya aku tak berharap banyak. Ia bahkan tak pernah menyukaiku. Jadi atas dasar apa aku dengan begitu percaya diri datang kembali ke Korea dan berharap akan mendapat pelukan hangat dari gadis itu? Namja bodoh.


“ah! Dan Park Hyo Jin” L.Joe mendadak berbalik, berseru. “terimakasih” namja itu menghela napas, emosinya sungguh membuat kepalanya terbakar. “terimakasih banyak” desisan itu tergumam dengan emosi yang lebih dalam, seolah mengekspresikan perasaan dari sudut-sudut hatinya yang terluka.


“ Dan Kalian berdua!” L.Joe kini menatap Myungsoo dengan senyum seadanya. “semoga bahagia”


END




Buat yang udah ngebaca ini tanpa di-skip!




ASDFGHJKLKJHGFDSASDFGHJKL




CONGRATULATION!




THANKS A LOOOOTTTTT!:*<333333333




KALIAN LUAR BISA *gaya ariel NOAH*




Ini panjang banget, dan ngebosenin banget, dan bahasanya jelek banget. Kl kalian bisa baca ini sampe abis *tarik napas* *buang* PROK PROK PROK *standing applause*


Aku lagi males nulis dan mohon maklumin kl jadinya ancur. Ini ff udah lama banget, tapi gitu deh moodnya angin-anginan. Apalagi aku sempet lupa sama ff ini, seminggu yang lalu baru ketemu lagi pas ngebersihin folder dokumen dan jeng jeng…… akhirnya aku lanjut. Semoga ada yang terhibur deng! Kapan lagi bisa berkhayal satu sekolah sama l, chunji, l.joe? dan kapan lagi bisa gabungin rasanya sahabatan, musuhan sama fangirlingan di satu ff?


para readers GIGSent yang unyu, sedia payung selalu ya.. musim ujannya lagi parah banget. Tiap jam ujaaaaan mulu! Semoga ga ada yang kena musibah banjir *doa*. Kalaupun ada langsung ngungsi ke tempat yang ga banjir, jangan sampe kamu lagi serius-serius baca ff tau-tau nganyut, kan ga lucu//abaikan//


Okeh…. Segitu aja! Bye and see ya^^

Comments

  1. Ni ff bagus banget sumveh! Perasaan sedih, seneng, terharu, nyampur jadi satu..sedih banget akhirnya hyo jin malah jadi sama myungsoo, pengennya sih hyo jin jadinya sama l.joe, kekekek xD
    ..pokoknya daebak banget lah! Ff terbaik yang pernah aku baca, keep writing ya thor! ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. aw.. pujian kamu bikin terbang banget sumveh! (ï¼´▽ï¼´) <33333333333

      huhu jangan sedih! Kamu pengen hyo jin ama l.joe? aku malah pengen dia ama Chunji, tapi pengen sama myungsoo juga tapi sebenernya juga mau sama l.joe (¬_¬")

      Thanks komennya ya.. ara ara keep writing(งˆ▽ˆ)ง.

      Delete
    2. Punya fb/twitter/pin bb? Pengen kenalan nih ^^

      Delete
    3. sadly no(⌣́_⌣̀) aku ga main fb/twitter/bb. kenalan disini aja yah(∩_∩)

      Delete

Post a Comment

Popular Posts