High School Romance
Cast = Park Hyo Jin
Lee
Byunghun (L.Joe)
Lee
Chan Hee (Chunji)
Kim
Myungsoo
Jung
Soo Jung (Krystal)
Genre = Romance, friendship, school life
Length = Oneshoot
Author = Salsa
Warning = Looooooooooooooooooooooooooooong post
Seorang gadis dengan rambut penuh tepung tengah menatap
lurus pada wanita di depannya, wanita yang sejak tiga tahun lalu ia sebut
sebagai ibu kepala sekolah. Di samping gadis itu, ada seorang pria dengan tubuh
basah kuyup yang juga sedang melakukan hal yang sama. Mereka berdua, untuk yang
kesekian kalinya dipanggil ke ruangan itu, ruang besar milik seorang wanita
dengan jabatan tertinggi di sekolah ini.
Ibu kepala sekolah yang sejak tadi berteriak-teriak marah
sampai urat lehernya terlihat itu hanya dibalas dengan tatapan bosan, jengah,
tak peduli oleh dua orang siswa-siswi di hadapannya. “Jadilah sedikit lebih
dewasa. Ingat! Ujian di depan mata, harusnya kalian belajar yang benar! Jangan
bertingkah kekanakan.” Dua orang yang dimaksud, Hyo Jin dan L.Joe, serempak
mendengus. Sudah muak dengan pilihan kalimat sang kepala sekolah yang tak
berubah sejak terakhir mereka ‘berkunjung’ kesana.
“Kalian sudah kelas 3. Dan dua bulan lagi kalian akan lulus.”
Nyonya Choi yang sudah menjabat sebagai kepala sekolah selama belasan tahun itu
melepas kacamatanya dengan gerakan yang sangat emosional. “Itu artinya sudah
hampir 3 tahun kalian bertingkah seperti kucing dan anjing yang tak bisa akur.”
“Kalau dia tidak mulai menggangguku duluan, aku juga tidak akan
seperti ini,” seru Hyo Jin sambil melipat tangannya.
“Aku yang mulai?”
“Ya! Ada yang salah tuan pendek?”
“Heh gendut, jaga bicaramu!”
“Sudah berapa kali aku bilang padamu?
Aku-tidak-GENDUTTTTT!!!” Hyo Jin melemparkan tepung yang tersisa di tubuhnya
ke arah L.Joe. Pria itu juga langsung balas membekap muka Hyo Jin dengan
kemejanya yang basah. Sukses membuat gadis itu berteriak-teriak.
“YA! YA! YA! Aku sedang menceramahi kalian untuk berhenti
bertengkar dan kalian malah melakukannya di hadapanku?” Mendengar teriakan
menggelegar sang kepala sekolah, Hyo Jin dan L.Joe langsung memisahkan diri dan
kembali ke posisi semula.
“Kalau sudah sejauh ini, sepertinya memang sudah tidak ada
cara lain.” Nyonya Choi membuka laci mejanya dan mengeluarkan borgol. “Anda mau
membawa kami ke kantor polisi hanya karena bertengkar beberapa kali?” seru
L.Joe tak percaya.
“Ani.” Nyonya Choi mendekat dan berdiri di tengah dua orang
yang sedang menatapnya waspada itu. Lantas tanpa basa-basi menarik tangan L.Joe
dan melingkarkan salah satu sisi borgolnya disana. Pria itu terperanjat,
sementara gadis disebelahnya girang bukan main. “Woaaaaa…… kau akan
berkeliaran di sekolah dengan tangan terborgol, Joe….. YAA! YAA! IGE BWOYA?”
Hyo Jin yang tangannya sedang terulur menunjuk muka syok L.Joe langsung tak
berkutik saat tiba-tiba saja sisi borgol yang lain sudah ikut melingkar di
tangannya. “KENAPA AKU JUGA?”
“Selama jam istirahat, untuk seminggu ke depan, kalian akan
diborgol seperti ini.”
“APA?” Keduanya berteriak kompak. “Omo! Kalau begini kan
bagus, kalian sudah seperti anak kembar.”
“Kyojangnim! Ini benar-benar tidak adil. Harusnya dia saja
yang diborgol!” Hyo Jin mengeluh dan melirik L.Joe yang tengah melotot padanya.
“Kumohon! Beri kami kesempatan sekali lagi,” lanjut Hyo Jin.
“Aku sudah memberikan 12 kesempatan selama ini, dan tidak
ada kesempatan ke-13. Ara?” Choi Kyojangnim bicara dengan sangat tenang sambil
berjalan kembali ke singgasananya.
“Heh! Katakan sesuatu!” Hyo Jin yang sudah kehabisan kata menyikut
L.Joe yang sejak tadi terus diam.
“Ah~ eum~ a… kyojangnim! Kami pernah mendapat nilai 80
saat ulangan harian loh,” seru L.Joe.
“Lalu?” Choi Kyojangnim meraih cangkir tehnya.
“Kau sama sekali tak ada gunanya ya” Hyo Jin mendengus. “Kukira
dia bisa memberi keringanan karena
prestasi belajar kita.” L.Joe berbisik.
“Kalian bisa keluar dari ruangan ini sekarang.”
“Changkaman~ changkaman~ Kyojangnim! Tidakkah hukuman ini
terlalu berlebihan?” Hyo Jin yang masih sangat tidak terima mengeluh sambil
mengangkat tangannya, tak peduli kalau ada tangan lain yang ikut terangkat.
L.Joe mendesis geram dan menarik tangannya kembali. Ia tak mau alat geraknya
itu bergerak kesana-kemari jika bukan dia sendiri yang mengendalikan.
“Bagaimana jika aku harus ke toilet?” seru Hyo Jin lagi.
“Aku akan membuka borgolnya dan memasangnya lagi begitu kau
selesai.” Hyo Jin mendecak keras, sementara L.Joe sudah terlihat sangat pasrah.
**********
Mereka baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah, dan
seketika semua mata langsung tertuju pada kedua orang itu, lebih tepatnya lagi
pada borgol yang mengikat keduanya. L.Joe langsung menunduk, mendengus menghalangi mukanya dengan tangan kiri, sementara Hyo Jin malah dengan sinisnya
balik menatap mereka semua.
“Ah~ ini benar-benar memalukan. Ayo ke kelas,” ucap L.Joe, menarik tangannya. Hyo Jin menggeram. “Bisakah kau berhenti
menarik-narik borgolnya? Tanganku sakit.”
“Oh, sakit ya? Kasihan sekali,” balas L.Joe dengan nada prihatin yang
dibuat-buat.
**********
Sepanjang jalan, tidak, bahkan saat mereka sudah sampai di
kelas sekalipun, semua mata tetap tertuju pada keduanya. Tak jarang teman-teman
mereka menggoda dengan mengatakan kalau keduanya terlihat sangat serasi dalam
ikatan borgol. Hanya dengan hitungan menit, ‘handcuff couple’ menjadi
sangat populer di seluruh penjuru sekolah.
“Ah jinjja! Aku lupa.” L.Joe yang baru saja duduk langsung
mendecak begitu tangannya tertarik ke atas. Hyo Jin tengah sibuk merapikan
rambutnya yang penuh tepung dengan tangan kiri. “Ya! Gunakan tangan kananmu,
bodoh!” bentak L.Joe sambil menarik tangannya.
“Ayo ke washtafel! Aku harus mencuci rambutku.”
“Shireo.”
“Heh! Memangnya rambutku jadi begini gara-gara siapa?” L.Joe
menatap Hyo Jin tajam. “Lalu kau pikir siapa yang mendorongku sampai jatuh ke
kolam renang?”
“Itu karena kau tidak hati-hati.”
“Ha.. yang benar saja! Pokoknya aku tak mau.” L.Joe bertahan
di kursinya. Hyo Jin mendecak, lalu berjalan begitu saja sambil memutar mata.
L.Joe mencoba tetap pada posisinya, tapi gadis itu terlalu kuat dan dengan
mudah membuatnya terseret.
Selama menemani Hyo Jin mencuci rambut, L.Joe terus
menunduk, sebisa mungkin menghalangi wajahnya. Ia merasa sangat risih, semua
orang terus menatap mereka dengan tatapan luar biasa takjub. Seolah ia dan Hyo
Jin adalah makhluk Mars yang tersesat di bumi.
“Heh gendut, cepat sedikit!” L.Joe menyelipkan tangan kirinya
di saku sementara sebelah tangannya yang lain terulur mengikuti pergerakan
tangan Hyo Jin. Padahal mereka baru terborgol selama lima menit, tapi L.Joe
sudah merasa tidak sanggup dan ingin mengibarkan bendera putih. Ini benar-benar menyusahkan! Selama 18 tahun
hidup, inilah hal paling mengerikan yang pernah kualami.
Hyo Jin mematikan keran yang memang disiapkan di setiap
sudut halaman, lantas mengeringkan rambutnya dengan handuk yang sebelumnya
‘mereka’ ambil di loker. L.Joe mendengus, lagi-lagi tangan kanannya dibuat
bergerak kesana kemari karena ulah Hyo Jin. oh….
kapan gadis ini akan berhenti menggunakan tangannya? Menyusahkan!
“Apa sebaiknya aku tidak masuk sekolah selama seminggu ini?”
“Setuju!! Dengan begitu aku tak perlu diborgol bersamamu dan
hariku seminggu kedepan akan damai tanpa L.Joe’s prank.”
“Apa? oh tidak! Selama itu membuatmu senang, aku tak akan
melakukannya.” Hyo Jin menatap L.Joe tak percaya. “Seharusnya ini menjadi
simbiosis mutualisme. Kau senang, aku senang, iya kan?”
“Aku senang? Darimana aku senang? Absenku bagaimana? Lagi, tak ada simbiosis mutualisme di kamusku. Yang ada hanya aku
senang, kau susah. Ara?” ucap L.Joe dengan nada tegas. Ia membalik badan dan
hendak pergi meninggalkan Hyo Jin, tapi....KREEGG...... suara gesekan borgol di
tangannya terdengar. L.Joe memejam sambil menggigit bibir, untuk sesaat ia lupa
kalau mereka berdua tak bisa jauh-jauh karena borgol itu.
Second day, Recess Time……
Bel istirahat terdengar nyaring mengintrupsi kegiatan belajar.
Tak bisa dipungkiri, inilah suara paling ditunggu-tunggu oleh semua orang yang
menamakan dirinya pelajar. Di kelas 3-1, Kim Sonsengnim baru saja meninggalkan
ruang kelas, hampir seluruh siswa segera bangkit dari kursinya dan bersiap
menuju kantin. Tapi tidak dengan Hyo Jin, begitu mendengar suara bel, sekujur
tubuhnya terasa lemas. Mungkin mulai sekarang, dan untuk seminggu kedepan, bel
istirahat adalah hal paling ia benci di atas bumi. Hyo Jin menelungkupkan
kepalanya di meja.
“Selamat bersenang-senang jagi. Kurasa L.Joe sudah siap
diborgol bersamamu.” Chunji, sahabat kecil yang sejak zaman batu sudah menjadi
teman sebangkunya itu berbisik tepat di telinga Hyo Jin. Gadis itu
menggeram.
“Tunggu, mau kemana?” Hyo Jin menangkap tangan
Chunji yang baru saja berdiri. “Kantin. Mau ikut? Atau mau minta dibelikan sesuatu?”
“Tidak. Please, temani aku disini.”
“Sebentar lagi kyojangnim akan datang dan memborgolmu
bersama L.Joe. Aku tak mau mengganggu.”
“Cih…. Hentikan! Kau membuatku muak.”
“Muak? Ei, jangan bilang begitu! Cepat atau lambat, aku yakin kau pasti akan
suka padanya.” Chunji mengedikan kepalanya ke arah L.Joe yang juga sedang
menelungkupkan kepala di atas meja. Sepertinya pria itu juga memiliki
pemikiran yang sama dengan Hyo Jin. Waktu istirahat adalah yang terburuk.
“Terserah. Tapi kau jangan ke kantin! Temani aku disini.
Kalau kau pergi, aku hanya akan berdua dengannya.”
“Tidak bisa. Kau tahu kan ada anak baru di kelas 2? Kudengar dia
sangat cantik. Aku harus bisa berkenalan dengannya siang ini.”
“Lee Chanhee! Bisakah sehari saja berhenti menggoda
perempuan? Ingat, kau baru putus dari Yoomi kemarin.”
“24 jam bukan waktu yang sebentar, Park Hyo Jin.”
“You’re really a real brat,” dengus Hyo Jin.
“kenapa kau selalu memanggilku bread? aku bukan roti.”
“Kubilang brat, bukan bread. PABO!”
“Iya, bread kan? Berhenti bicara seolah aku sangat bodoh dalam bahasa inggris.”
“Brat itu salah satu kata kasar, Lee Chanhee.”
“Tapi bisa diartikan sebagai roti kan?”
“Apa? oke…..terserah kau saja.” Hyo Jin yang merasa lelah
berdebat dengan Chunji kembali menelungkupkan kepalanya, dan di saat itulah
ketukan pintu bersamaan dengan suara gemerincing besi terdengar. “Woops, borgol cintamu datang! Selamat bersenang-senang,” ledek Chunji sambil menepuk
kepala gadis itu. Ia lalu terkekeh geli dan membungkuk hormat pada Choi
kyojangnim yang baru saja memasuki kelasnya. “Anyeonghaseyo, kyojangnim. Anda
semakin cantik saja.”
“Aish bisa saja,” ucap wanita setengah baya itu sambil
mengibaskan tangan. Hyo Jin menggeleng-geleng, sementara L.Joe pura-pura tak
dengar dan tetap pada posisi tidurnya. Chunji tersenyum manis sebelum berlalu
keluar kelas. Bahkan dengan kepala sekolah pun ia berani tebar pesona.
“Park Hyo Jiiiiin... L.Joe......” Hyo Jin dan L.Joe
langsung membuang muka dengan kompak.
Beberapa saat kemudian…… ‘KREEK’
“Jika bel masuk berbunyi, kalian datanglah ke ruanganku
untuk mengambil kunci borgol ini.” Keduanya mengangguk. Choi kyojangnim keluar
dari ruang kelas dan meninggalkan mereka dalam keheningan.
“Sekarang bagaimana?” L.Joe mengangkat bahunya, lalu
membuang muka.
“Oke, karena kau tak menjawabku, jadi aku yang menentukan.
Kita akan berdiam diri di kelas. Setuju?”
“Tidak setuju! Aku akan melakukan apapun yang bertentangan dengan
keinginanmu! Jadi kita jalan-jalan di luar. Sekarang.” Tanpa menunggu
persetujuan, pria itu berdiri, melangkah, membuat Hyo Jin yang belum siap menjadi
terseret di belakangnya.
Keduanya berjalan tanpa tujuan di koridor sekolah yang cukup
ramai. Dan seperti kemarin, Hyo Jin L.Joe masih menjadi sorotan menarik para
siswa. “Ah jinjja! Bilang saja kalau kau sebenarnya senang bisa terborgol
bersamaku! Dan sekarang kau berniat memamerkannya pada semua orang,” ucap Hyo
Jin ketus. L.Joe tak menjawab, dengan santai ia mengeluarkan permen dari saku
kemejanya, membuka bungkusnya lalu mengemutnya sambil menatap Hyo Jin. “Mau?”
“Sungguh? Tentu saja aku mau!” seru Hyo Jin riang, lantas
mengulurkan tangan kanannya di depan muka L.Joe. Pria itu langsung tersenyum geli sambil
mengalihkan mukanya. “Sayangnya aku cuma punya satu. Lagipula
kalau aku punya pun aku tak akan membaginya denganmu. Dan apa tadi aku bilang
akan membagimu? Aku hanya ingin tahu, kau mau atau tidak.”
“Tentu saja.” Hyo Jin mendengus. Untuk sesaat ia merasa sangat
bodoh karena menaruh harapan pada musuhnya sendiri.
KREEGG….. L.Joe menoleh dengan wajah geram, Hyo Jin
tiba-tiba saja berhenti dan membuatnya mau tak mau melakukan hal yang sama.
“wae??”
“Aigoo..... kenapa dia semakin tampan saja ya?” L.Joe
mengikuti arah pandang Hyo Jin dengan malas. Dan yang ia temukan adalah sang
pangeran sekolah sedang mencoba memasukkan bola basket ke dalam ring. Bingo.
Bola itu masuk dengan sempurna, kemudian memantul ke bawah dan membentur tiang.
Lantas menggelinding mendekati Hyo Jin dan L.Joe. Tanpa berpikir, Hyo Jin
segera mengambil langkah cepat untuk memungut benda bundar itu. Namun, L.Joe sama
sekali tak berkenan membantu. Ia bahkan sengaja menahan tangannya lebih kuat
agar Hyo Jin tak bisa kemana-mana.
“Yah Bodoh! Aku harus mengambilkan bola itu untuk
Myungsoo,” desis Hyo Jin sambil menarik-narik tangannya.
“Lakukan saja sendiri! Aku tak mau.”
“Aku juga akan melakukannya sendiri jika kita tidak dalam
keadaan TER-BOR-GOL.” L.Joe menggigit permen di mulutnya dan mengarahkan
pandangannya kembali ke lapangan. Pria itu, Myungsoo, kini tengah berjalan
mendekat.
“Dia bisa mengambilnya sendiri,” ujar L.Joe enteng. Mendengar
itu, Hyo Jin segera menolehkan kepalanya kembali ke lapangan. “Ya Tuhan! Dia
menghampiriku!” Hyo Jin memekik dan langsung berlari ke belakang L.Joe.
“Dia tidak menghampirimu, dia menghampiri bolanya.”
“Lihat! Lihat itu! Dia semakin dekat!! Ya Tuhan, bagaimana ini? Apa rambutku beranta... Astaga astaga tanganku sedang terborgol!” Hyo Jin sama sekali tak mendengarkan L.Joe, gadis itu terus
berteriak-teriak seperti fangirl yang melihat idolanya.
“Apa yang sangat spesial dari seorang Kim Myungsoo hingga
membuatmu begini?” desis L.Joe tak percaya. Matanya menatap sangsi pada
Myungsoo yang melangka hsemakin dekat dengannya. Pria itu berjalan melewati
L.Joe dan Hyo Jin yang berdiri sangat dekat, lalu mengambil bolanya tanpa
bicara apa-apa.
“Ya! Menjauh dariku!” L.Joe yang merasa risih mencoba menjauhkan
Hyo Jin yang menempel di punggungnya.
“Ayolah, hanya sebentar! Aku sedang diborgol dan aku tak mau
terlihat konyol dihadapannya.” Mendengar nada panik yang Hyo Jin gunakan, L.Joe
tahu kalau gadis ini tidak sedang main-main. Ia pasti sangat memedulikan
image-nya di hadapan Myungsoo. L.Joe menyeringai, lantas dengan sengaja
mengangkat tangan kirinya. Secara otomatis tangan kanan Hyo Jin ikut terangkat,
bertepatan dengan Myungsoo yang berdiri setelah mengambil bola basketnya.
Hyo Jin merasa dadanya baru saja dipukul oleh pemukul
baseball. Ia ingin tersenyum pada Myungsoo yang tak sengaja menatap ke arahnya,
tapi di sisi lain ia juga ingin berlari karena tangan terborgolnya terlihat
dengan sangat jelas. Semoga aku tidak
kelihatan terlalu bodoh dengan borgol ini.
Tanpa diduga, Myungsoo berjalan menghampirinya. “Diborgol
seperti itu pasti sangat menyusahkan, ya?”
“Kau boleh merasakannya sendiri jika benar-benar ingin tahu,”
jawab L.Joe tanpa melihat Myungsoo, Hyo Jin memberikan tatapan ‘jangan ikut campur’
pada L.Joe lalu kembali menatap pria di hadapannya dengan wajah berseri.
“Kau benar. Ini memang sangat sangat menyusahkan. Apalagi jika terborgolnya dengan pria tanpa hati seperti seseorang." Ia melirik L.Joe. "Kuharap waktu berjalan dengan cepat.”
“Ya, kuharap juga begitu. Hanya seminggu kan?” Hyo Jin
mengangguk, ia tak bisa berpura-pura terlihat biasa saja saat Myungsoo bicara.
Gadis itu terus-menerus tersenyum, terpesona oleh si pangeran sekolah yang
sudah ia suka sejak pertemuan pertama mereka tiga tahun lalu.
“Sebentar lagi bel masuk, aku harus mengganti baju
olahragaku. Bye.” Pria itu tersenyum pada Hyo Jin dan memberikan tatapan
ramah pada L.Joe, lalu berlari lagi ke lapangan sambil mendribble bolanya. How cool!
“KYAAAAAAAAAAAAA!!! MYUNGSOO BICARA PADAKU! BARUSAN DIA
BICARA PADAKU!” pekik Hyo Jin sambil menggenggam kedua tangan L.Joe dan
melompat-lompat di hadapannya. Gadis itu sama sekali tak peduli jika mereka
sedang berada di KORIDOR sekolah di tengah jam ISTIRAHAT. Semua orang yang
lewat sibuk berbisik-bisik dengan rekannya mengenai tingkah Hyo Jin, sementara
L.Joe terus memaki sambil mendorong-dorong gadis yang tiba-tiba saja menjadi
sangat agresif itu.
“YAAA!! MENJAUH DARIKU!”
**********
Seperti biasanya, Chunji dan Hyo Jin pulang bersama dari
sekolah. Chunji terlihat agak berbeda -setidaknya di mata Hyo Jin- pria yang
biasanya sangat hiperaktif itu kini menutup mulutnya rapat-rapat dengan tatapan
kosong.
“Kau kenapa sih? Anak kelas 2 itu menolakmu ya?”
“Hah? Apa?” Chunji menoleh dengan linglung. Sepertinya ia
benar-benar sedang melamun.
“Bagaimana anak kelas 2 itu?”
“Oh.. dia. Namanya Krystal,” jawab Chunji lesu.
“Ada apa? Dia tak cantik?”
“Ani. Dia malah lebih cantik dari yang kukira.” Saat
mengucapkannya, bibir pria itu menekan membentuk senyum tipis.
“Lalu? Apa yang salah? ”
“Ini... sepertinya dia agak berbeda.” Chunji menghembuskan napasnya
dengan berat. “Dia sama sekali tidak tertarik padaku. Menurutnya wajahku terlalu cantik untuk jadi seorang pria, dia
bicara begitu di depan teman-temannya, setelah aku mengeluarkan seluruh isi dompetku untuk mentraktir mereka. AH! Gila! Aku tidak tahu Hyo, mereka membuatku terlihat benar-benar bodoh."
“jadi kau menyerah?”
“ANIO. Aku menginginkan Krystal” respon Chunji cepat.
“mungkin ini butuh waktu yang sedikit lebih lama. Tapi aku pasti bisa
mendapatkan dia”
“oh ya? Semangat sekali” ledek Hyo Jin sambil meliriknya.
“jangan panggil aku Lee Chan Hee kalau menaklukan gadis sok
jual mahal seperti itu saja aku tak bisa”
“hahaha….. oke.. oke…”
“dan kau!”
“wae?” Hyo Jin menoleh dengan bingung.
“kau baik-baik saja hari ini? tidak basah? Tidak ada tepung?
Tidak jatuh dari mana-mana?” tanya Chunji sambil membulak-balik badan Hyo Jin
seolah sedang mengeceknya.
“anio. Mungkin karena sejak tadi kita diborgol berdua, dia
jadi tak punya kesempatan untuk mengerjaiku” Hyo Jin mengangkat bahunya.
“Tidak mungkin. Coba periksa isi tasmu” sambil mendesah dan
menggeleng-gelengkan kepala, Hyo Jin menurunkan tasnya dan
“HYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”
“KEOBWA!! AKU BENAR KAN? tak mungkin L.Joe tak melakukan
apa-apa”
“CHUNJI! KELUARKAN!”
“hei… itu cuma mainan”
“aku tak peduli. Demi Tuhan keluarkan cicak itu dari tasku”
**********
“ah~ itu dia!”
“apa?”
“Krystal! Kau duluan saja ya” Chunji langsung berlari
sementara Hyo Jin hanya membuang napas maklum dan melanjutkan langkahnya.
Kemudian setibanya di kelas, ‘TEEEEEEETT’ Suara bising terompet beserta gemuruh
ledakan kecil terdengar nyaring mengagetkan Hyo Jin. Gadis itu masih belum
mengerti saat semua orang di kelas menyanyikan lagu ulang tahun dan memasangkan
topi kerucut padanya. Kemudian tiba-tiba saja…. ‘PLAK’ seseorang dari belakang
Hyo Jin memecahkan telur tepat di atas kepalanya. Hyo Jin langsung membuka
mulutnya tak percaya sambil membalikkan badan dan…. “L.JOEEEE!!!!!”
“ayo oleskan krimnya!!!!” seru L.Joe. Hyo Jin menoleh lagi
ke depan dan wajahnya langsung diserbu oleh krim kocok oleh teman-temannya.
Mereka semua tertawa bahagia sambil mengoleskan krim itu dan mengucapkan
selamat ulang tahun lengkap dengan berbagai harapan baik.
Chunji memasuki kelasnya yang super gaduh dengan heran,
terlebih kegaduhan ini ternyata berpusat pada Hyo Jin. “jinjjayo Hyo Jin~aa?
Kau ulang tahun? huaa… saengil chukahaeyo” Chunji menepukkan tangannya dengan
antusias lalu melirik L.Joe, “hei… ucapkan selamat ulang tahun padanya” seru
Chunji.
“YA!!! AKU TIDAK ULANG TAHUNNNNN” Hyo Jin yang tak tahan
akhirnya berteriak, membuat semua orang yang bicara bersamaan itu serempak
terdiam.
“ah~ benar!!! Dia ulang tahun bulan Oktober” seru Chunji
pada semua orang, tiba-tiba saja teringat.
“tapi kata L.Joe kau ulang tahun hari ini” ucap salah satu
temannya, disambung oleh banyak orang yang intinya membenarkan perkataan itu.
Hyo Jin sudah muak mendengar ‘kata L.Joe’ dan berteriak lagi menyuruh mereka
semua diam. Lalu tiba-tiba saja Kim sonsengnim datang. Semua murid –kecuali Hyo
Jin- langsung berebut jalan menduduki kursi masing-masing. Hyo Jin yang
wajahnya penuh krim dan dari kepalanya menetes kuning telur itu hanya mampu balik menatap sonsengnimnya tanpa mampu
bergerak.
“astagaaaa!! Park Hyo Jin”
“anio! ini salah mereka semua” Hyo Jin menunjuk seluruh
teman-nya.
“anio~!! ini salah L.JOE” teriak teman-temannya sambil menunjuk
L.Joe yang sibuk membantah dan melimpahkan semua kesalahan pada gadis malang di
depan kelas. Akhirnya semua orang di kelas itu bicara berbarengan dan
menyalahkan satu sama lain.
“STOP!” dan mereka pun berhenti. “L.JOE! HYO JIN!” kedua
pemilik nama itu menatap sonsengnim mereka dengan tatapan pasrah.
“sekarang bersihkan lantainya! Dan saat jam istirahat nanti,
kalian berdua bersihkan kamar mandi murid dan guru” saking terbiasanya, kedua
orang itu bahkan sudah tidak terkejut lagi.
**********
“ini semua gara-gara kau!” desis Hyo Jin sambil mengepel
lantai kamar mandi.
“lalu?” respon L.Joe tenang. Tangan kirinya sibuk
berputar-putar di permukaan kaca.
“lalu????? Heh pendek! Ini sudah tiga tahun, dan aku masih
tak mengerti kenapa kau terus-menerus mengerjaiku begini. Aku salah apa?” Hyo
Jin berseru dengan emosional sambil membanting alat pel-nya. Namun tak ada
respon dari L.Joe.
“dan sekarang kau diam. DAEBAK” Hyo Jin memungut alat
pel-nya lagi dan membersihkan lantai dengan tidak sabar. “Hei! cium ini! Rambutku
bau amis. Aku harus mencuci seragamku tiap hari karena kau. Aku harus hidup
dibawah rasa takut dan waspada selama 3 tahun terakhir. Lalu gara-gara kau,
nama kita jadi terkenal di seluruh penjuru sekolah. Handcuff couple. What the hell. Satu-satunya
orang yang kuharap menjadi pasanganku adalah Myungsoo. Bukan kau” dan pria itu
masih diam. Hyo Jin yang darahnya kian mendidih itu semakin tak tahan dan
membalik badan, “HEH! KAU! SUDAH PENDEK, SEKARANG TERNYATA TULI JUGA YA… KENAPA
KAU TAK MENJAWABKU? JANGAN-JANGAN MULUTMU BISU. DASAR PENDEK, TULI, BI…”
Kreg! Suara borgol yang beradu dan alat pel yang terjatuh terdengar
memenuhi toilet. L.Joe dengan gerakan yang tak terbaca membalik badan dan
mendorong Hyo Jin sampai punggungnya menabrak dinding. Gadis itu langsung
mengatupkan mulutnya rapat-rapat dan menatap L.Joe dengan tatapan takut.
“HEH! GADIS BAWEL, GENDUT, HIPERAKTIF” Hyo Jin membelalakkan
matanya mendengar teriakan L.Joe. “aku tak menjawabmu bukan karena aku tuli
atau bisu. Aku tak menjawabmu karena aku sendiri bahkan tak tahu jawabannya.
Aku hanya ingin melakukannya dan aku tak tahu kenapa. Berhenti menanyakan
sesuatu yang aku tak tahu!!!” Hyo Jin benar-benar ingin masuk ke dalam tembok
sekarang juga, tatapan L.Joe membuat lututnya lemas. Tatapan itu seolah
menyatakan bahwa ia siap memakan Hyo Jin jika gadis itu membuka mulut untuk
alasan apapun. Bersamaan dengan itu, bel berbunyi. “ayo minta kunci” L.Joe
tanpa aba-aba langsung memutar badan dan bersiap keluar. Hyo Jin yang lututnya
lemas karena baru saja dibentak-bentak oleh monster langsung terhuyung ke depan
dan GUBRAKKK!
Tangan L.Joe langsung tertarik ke belakang dan jika saja ia
tidak berpegangan di gagang pintu, mungkin namja itu bisa ikut jatuh dan
meniban Hyo Jin. “KAU KENAPA HUH?” Bentak L.Joe, kesal setengah mati.
“AKU JATUH, NAMJA SIAL”
**********
Hyo Jin menutup telinganya rapat-rapat dan menangis terisak
di belakang pintu kamarnya. Orang tuanya bertengkar lagi. Padahal ini sudah
terjadi selama 2 tahun, tapi tetap saja Hyo Jin tak bisa merasa terbiasa. Suara
teriakan ibunya terdengar bersamaan dengan pecahan kaca, Hyo Jin terus berkata
‘hentikan’ dengan suara lirih sambil memegangi dadanya yang tiba-tiba saja
terasa perih. Sudah 30 menit berlalu, namun semuanya masih belum berhenti,
pertengkaran kedua orang tuanya di lantai bawah masih terdengar sangat jelas
–bahkan semakin hebat-. Semua suara tangis, teriakan dan bentakan terus
berputar-putar di kepala Hyo Jin seolah sengaja membuatnya gila. Mungkin
anak-anak lain juga pernah merasakan ini, tapi apa anak-anak lain juga
mendengarnya tiap malam?
Dengan tangan yang gemetaran, Hyo Jin meraih ponselnya dan
menelpon Chunji.
“yeoboseo”
“mereka… mencoba…membunuhku…lagi…chunji~aa… mereka”
“ara~ ara~ aku kesana sekarang”
“Chunji… hiks…. Chunji…. Aku tak kuat…lagi”
“aku sedang tak ada di rumah. Mungkin butuh sekitar 10 menit
untuk sampai. Tapi tenang saja… aku sudah dalam perjalanan” Hyo Jin bisa
mendengar suara mesin mobil yang baru dinyalakan. “jangan kunci jendelanya, ara?”
**********
Biasanya, setiap Hyo Jin menelpon, Chunji akan muncul dari
jendela kamarnya secepat kilat. Tapi kali ini, Chunji tak datang secepat itu.
Ia benar-benar serius ketika bilang ‘aku menginginkan Krystal’. Saking
seriusnya, malam ini pria itu mencoba menjadi pria paling romantis sedunia
dengan datang ke rumah Krystal sambil membawa bunga mawar. Tapi, ketika baru
sampai di toko bunga, Hyo Jin tiba-tiba menelponnya dan berkata ‘mereka mencoba
membunuhku lagi’ dengan nada yang sangat mengerikan. Tanpa pikir panjang Chunji
pun kembali menaiki mobil dan memutar balik arah tujuannya.
Chunji mengunci jendela kamar Hyo Jin dari dalam dan
berjalan pelan-pelan mendekati gadis itu. “kau tidur?” tanya Chunji saat
melihat Hyo Jin yang tak bergerak di atas ranjang. Namun gelengan kepala Hyo
Jin mematahkan asumsinya.
Chunji yang masih menggenggam bunga mawar yang tadi ia beli
untuk Krystal duduk di pinggir ranjang sambil meletakkan bunganya di atas
nakas. Chunji lalu menoleh menatap Hyo Jin yang tengah berbaring
membelakanginya dengan rasa bersalah. “maaf. Jalannya macet, aku sudah berusaha
datang secepat mungkin”
“gwaenchana~~ maaf sudah merusak malammu” Chunji menghela
napas berat. Tangannya bergerak mengelus kepala Hyo Jin.
“kau butuh teman malam ini?”
“anio. pulanglah” Chunji tak mendengarkan ucapan Hyo Jin dan
membuka jaket kulitnya. Ia meletakkan jaket itu di atas kursi lantas ikut
berbaring di samping Hyo Jin. Tangis Hyo Jin mulai reda saat ia berbaring, tapi
ketika tangan Chunji memeluknya dari belakang, air mata itu malah turun lagi.
Rasanya seperti semua rasa sakit yang ia pendam sendirian sejak tadi menyembur
keluar. Sejujurnya yang paling ia butuhkan sekarang adalah teman untuk berbagi
kesedihan. Dan Chunji cukup pintar untuk mengetahui itu.
“mereka…. bertengkar lagi. Tapi malam ini yang terparah” Hyo
Jin berusaha menjelaskan sambil menahan tangis.
“wae?”
“appa berteriak akan menceraikan eomma. Oke… mungkin
bercerai memang menjadi pilihan terbaik untuk mereka. Tapi….. ..aku tak mau melihat
orang tuaku bercerai” nada bicara Hyo Jin terdengar sangat serak dan bergetar,
seolah ada sejuta rasa sakit yang coba ia tahan. Yang pasti nada bicaranya
barusan sukses membuat Chunji tertohok.
Pria itu merasa sangat bersalah karena sampai kesini terlalu lama, tapi
sekarang ia merasa lebih bersalah lagi karena tak tahu harus bicara apa.
“mungkin appa-mu hanya terlalu emosi. Sekarang lebih baik
kau tidur, besok kita harus sekolah”
“hanya karena terlalu emosi?”
“ne.. besok, saat kau membuka mata, semua akan kembali
normal”
“aku tak yakin”
“setidaknya akan menjadi lebih baik” Chunji mencium puncak
kepala Hyo Jin dan menenggelamkan wajahnya disana, “kumohon tidurlah dengan
nyenyak! Aku disini”
**********
A day later……
Saat jam istirahat berbunyi, Chunji langsung berdiri dari
kursinya. Namun seolah teringat sesuatu, ia menahan langkah kakinya dan memutar
kepala menghadap Hyo Jin. Gadis itu tengah menunduk dengan tangan yang memijit
kening. Sejak tadi pagi ia belum makan, wajah gadis itu juga terlihat lebih
pucat. “jangan lupa makan ya..” ujar Chunji, “aku ingin menemanimu makan. Tapi,
Krystal, aku sedang usaha Kau tahu kan?” Hyo Jin menekan kedua bilah bibirnya
yang memutih membentuk senyum tipis, lantas mengangguk.
“Ya! L.Joe! Bawa Hyo Jin ke kantin. Dia belum makan dari
pagi” namja yang tengah sibuk menulis itu melirik Chunji dengan tatapan
terganggu.
“kenapa aku?”
“kalian kan akan diborgol bersama”
“aku belum mengerjakan PR”
“Bawa bukumu. Kau bisa mengerjakannya di kantin”
“tapi aku pinjam PR-mu” Chunji langsung mengambil buku
miliknya dan melemparnya ke meja L.Joe.
“bawa Hyo Jin ke kantin. Dan pastikan dia makan” tekan
Chunji. Hyo Jin langsung membalik kepalanya menatap Chunji seolah berkata ‘aku
bukan anak kecil’ lalu mendecakkan lidahnya dengan keras. Sementara L.Joe
langsung membuka buku milik namja itu dan menghina-hina tulisannya yang susah
dibaca.
**********
Setelah sang kepala sekolah datang ke kelas dan memborgol
tangan mereka, L.Joe dan Hyo Jin yang sudah sepakat pun akhirnya berjalan menuju
kantin. “tak ada yang kosong” desis Hyo Jin, merujuk pada meja makan yang sudah
penuh oleh siswa-siswi. L.Joe berjalan santai dan mendekat ke satu meja, “aku
mau duduk disini” dan entah bagaimana kalimat sederhana itu mampu membuat 3
orang siswi bangkit dari kursinya dan berjalan pergi sambil mendumel. “uh..
daebak” Hyo Jin tersenyum –setengah menyeringai- sambil duduk di kursi. Baru
kali ini ia merasa bangga bisa mengenal pria itu.
L.Joe meletakkan buku yang
ia bawa di atas meja dan duduk di samping Hyo Jin. “ahjussi!
Jajjangmyeon” teriak Hyo Jin.
“kau mau?” Hyo Jin menoleh menatap L.Joe yang langsung balik
menatapnya dengan tatapan ‘kau sakit?’ Seketika Hyo Jin tersadar dan langsung
merutuki dirinya sendiri dalam hati. dia
musuhmu, bodoh. Jangan terlalu baik!!
Hyo Jin segera membalikkan kepalanya dengan cepat ke
pedagang itu dan berteriak “aku pesan satu saja” L.Joe menyeringai kecil sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara Hyo Jin langsung memejamkan mata
sambil meringis diam-diam.
“aish~ kau yakin dia menulis dengan tangan? Dari tulisannya,
sepertinya ia menulis dengan kaki”
“YA! Jangan bicara buruk tentang Chunji. Walaupun tulisannya
jelek, dia itu sahabatku”
“bahkan kau mengakui tulisannya jelek” L.Joe menyeringai,
sementara Hyo Jin menggigit bibirnya, bukan
itu maksudku.
“coba kau baca ini! bisa tidak?”
“ah…. Itu….”
“tidak bisa kan? hahaha….. “ L.Joe benar-benar puas
menertawakan wajah konyol Hyo Jin yang tak bisa membaca tulisan sahabatnya
sendiri. Ia lalu membuka halaman berikutnya dan mulai menyalin semua tulisan
disana ke buku miliknya dengan tangan kanan yang terborgol. “jangan gunakan
tangan kirimu. Aku sedang menulis, oke?” Hyo Jin mengangguk dengan patuh, dan
sesaat kemudian pesanannya datang.
L.Joe berpaling dari bukunya dan melirik Hyo Jin yang sedang
fokus memakan jajjangmyeon. Hari ini Hyo Jin terlihat lebih lesu dari biasanya.
Pikiran ‘apa dia sedang sakit?’ berputar-putar di kepala L.Joe. Memang, L.Joe
seharusnya tak memikirkan ini, tapi bibir Hyo Jin yang terlihat kering dan
wajahnya yang sangat pucat cukup membuat pria itu khawatir.
“kau yakin kau tidak…….” L.Joe menahan bibirnya, Hyo Jin
menoleh. “tidak apa?” sakit? L.Joe
hanya mampu melanjutkan pertanyaannya dalam hati. Sekali lagi gengsi
mengalahkan segalanya.
“kau yakin kau tidak mau minum? Aku benar-benar haus!
Harusnya kau sekalian pesan minum”
“ne.. kalau hanya mau
minum, tak perlu sampai marah-marah begitu kan?” Hyo Jin berkata dengan sinis
dan mengangkat tangan kanannya memanggil penjual minuman. “aku mau….. ei, kau
mau apa?”
“samakan denganmu saja”
“iced chocolate dua” Hyo Jin tersenyum pada penjual itu dan
kembali melanjutkan makannya. Sesaat kemudian minuman mereka datang, “katanya
haus. Cepat habiskan!! Aku ingin lihat” seru Hyo Jin sambil mendorong minuman
itu lebih dekat kepada L.Joe. “dasar! Sudah marah-marah, sekarang dikasih minum
bukannya langsung diminum” Hyo Jin mulai menggerutu sambil menyumpit mie hitam
di depannya. Lalu tiba-tiba saja, KREEGG tangan kirinya bergerak keatas bersamaan
dengan rambutnya yang diraup ke belakang secara kasar.
“kau yakin kau anak SMA? Kelakuanmu seperti anak sekolah
dasar. Rambutmu dari tadi menyentuh mangkuk jajjangmyeon-mu. Kau tak sadar
huh?” racau L.Joe sambil mengikat rambutnya dengan karet gelang yang sepertinya
berasal dari tangan pria itu sendiri, Hyo Jin kaget bukan main. “dan lihat
bibirmu itu! aish~ gunakan tisu itu dan lap bibirmu sendiri” L.Joe berucap
dengan ketus dan kembali menyalin PR-nya.
Hyo Jin masih belum
bisa menemukan kesadarannya dan terus menatap L.Joe dengan ekspresi takjub.
“wae? kau mau aku juga yang mengelap bibirmu huh?”
“aH? Apa? anio!” Hyo Jin langsung menyambar tisu dan
mengelap bibirnya buru-buru.
“oh iya.. tadi kau bilang kau ingin melihatku menghabiskan
minumku kan?” L.Joe menarik dagu Hyo Jin menghadapnya dan mulai menyedot ice
chocolate miliknya. Hyo Jin berusaha melepaskan tangan L.Joe dari wajahnya,
tapi pria itu malah menahannya semakin kuat.
“L.Joe aku tak mau melihatmu minum” seru Hyo Jin sambil
memalingkan wajah sekuat tenaga. Ia berhasil. Tapi L.Joe tetap tak mau kalah,
“aku belum selesai menghabiskannya. Katanya kau mau melihatku minum” ucap pria
itu sambil kembali menarik dagu Hyo Jin menatapnya. Lalu disaat seperti itu,
Myungsoo bersama teman-temannya malah lewat di depan mereka. Hyo Jin
benar-benar terkejut dan secara refleks menarik wajahnya ke belakang dengan
kuat. Saking kuatnya, bukan hanya wajah gadis itu saja yang berbalik, tapi
sekujur tubuhnya pun berbalik. Hyo Jin terjungkal dari kursinya dan jatuh
dengan gaya paling memalukan ke atas lantai. L.Joe yang tangannya tertarik pun
tak bisa berpegangan pada apapun dan jatuh menubruk Hyo Jin. Myungsoo tepat
berada di hadapan mereka saat kejadian itu terjadi. Semua orang terdiam syok
selama beberapa saat sebelum BUAHAHAHAHA tertawa-tawa tidak karuan. Nyaris
seisi kantin tertawa kecuali 3 orang, L.Joe, Hyo Jin dan Myungsoo. Namja itu
malah langsung menunduk dan membantu dua orang di depannya sambil menanyakan
keadaan Hyo Jin dengan khawatir.
“ah… aku…. aku….” tangan Hyo Jin saat ini tengah berada di
genggaman Myungsoo yang sedang menatapnya dengan tatapan khawatir. Gadis itu
merasa senang bukan main, tapi rasa malunya mengalahkan rasa senangnya itu. Dan
pada akhirnya Hyo Jin lebih memilih berlari pergi bersama L.Joe yang terseret
di belakangnya. Sementara Myungsoo menatap kepergian kedua orang itu dengan
heran sebelum akhirnya menegakkan badan.
**********
Hyo Jin menangis-nangis histeris di depan toilet sambil
memukuli L.Joe dan melimpahkan semua kesalahan padanya. “Ya! Berhenti menangis!
Dan berhenti memukuliku! Kau jatuh sendiri, bukan karena aku. Bahkan gara-gara
kau jatuh, aku jadi ikut jatuh. Bukan hanya kau yang malu disini, oke?” L.Joe
menangkap tangan Hyo Jin, membuat pukulannya berhenti.
“DASAR IDIOT! KALAU KAU TAK MENAHAN MUKAKU SEPERTI TADI, AKU
TAK AKAN TERJUNGKAL DARI KURSI”
“jangan berteriak-teriak, KAU YANG IDIOT”
“KAU!”
“KAUUUU!!!”
“heh… kalau kau tak minta minum, mungkin semuanya tak akan
terjadi”
“kalau kita tak ke kantin mungkin ini semua tak akan
terjadi”
“Kalau begitu kenapa kau mau-mau saja saat Chunji menyuruh
kita ke kantin”
“Harusnya kau tanya pada sahabatmu itu. Kenapa menyuruh kita
ke kantin?”
“kau menyalahkan Chunji?”
“lalu siapa lagi yang salah?” pekik L.Joe. Hyo Jin terdiam
selama beberapa saat sebelum HUAAAAA! Menangis sejuta kali lebih keras dari
sebelumnya. L.Joe mendesah berat sambil menutup telinganya. Lalu tiba-tiba saja
Chunji datang dengan heboh dan langsung menghampiri Hyo Jin sok pahlawan.
“Ya! Kenapa Hyo Jin menangis? Kau apakan dia!”
“INI SALAHMU” Teriak L.Joe dan Hyo Jin serempak.
“m..mwo?”
**********
Setelah insiden itu, wajah Hyo Jin yang sebelumnya sudah
pucat kini terlihat dua kali lebih pucat. Beban pikiran gadis itu bertambah.
Selain memikirkan kedua orang tuanya yang akan bercerai, kini ia juga
memikirkan image-nya yang semakin buruk di hadapan Myungsoo. Gadis itu menoleh
pada L.Joe dengan tatapan benci. Namja itu sudah merusak hidupnya.
“Hyo Jin” sang
pemilik nama menoleh menatap Chunji.
“aku tak bisa pulang bersamamu” gadis itu tak menjawab.
Dalam hati sudah yakin kalau ini pasti karena Krystal lagi. Belum apa-apa anak
baru itu sudah membuatnya jauh dari Chunji. Apalagi jika mereka sudah pacaran
nanti. Bukan tak mungkin Chunji benar-benar akan meninggalkannya.
“dia memintaku mengantarnya pulang. Tak apa-apa kan?” Hyo
Jin mengangguk dengan ekspresi seolah ia tak peduli. Chunji tersenyum lebar,
“gomawo”
Tak lama kemudian suara bel pulang berbunyi. Setelah
memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas, Hyo Jin berdiri, dan saat itulah
ia langsung terhuyung. Chunji memegangi Hyo Jin dengan khawatir.
“gwaenchana? Astaga…. Kau sakit! Badanmu panas sekali”
“anio! aku tak apa-apa” Chunji mendesah tidak karuan dan
mulai berpikir untuk membatalkan janjinya dengan Krystal. Tapi…… “oppa” panggil
seseorang di ambang pintu kelasnya. Otomatis baik Chunji maupun Hyo Jin menoleh
kesana. “itu yang namanya Krystal?” tanya Hyo Jin. Chunji mengangguk sambil
menggigit bibirnya.
“oke.. begini, lebih baik kau minta diantar seseorang saja,
atau naik taksi. Pokoknya hati-hati. Jangan sampai kau pingsan di jalan dan….”
“oppa….. kau tidak lihat langitnya huh? Sebentar lagi pasti
hujan”
“ne.. ne.. aku kesana”
“Hyo Jin! Maafkan aku! aku benar-benar…… aish! Aku janji
nanti malam kau kutraktir makan, oke?” Chunji berjalan mundur menuju pintu
sambil terus menatap Hyo Jin dengan khawatir. Tapi ia tak punya pilihan lain.
Langkahnya untuk mendapatkan Krystal mulai menuai hasil. Setidaknya sekarang
gadis itu sudah tak secuek dua hari yang lalu dan sudah mau meresponnya. Chunji
tak bisa mengabaikan semua kesempatan emas ini begitu saja.
Setelah Chunji sudah benar-benar menghilang dari
pandangannya, Hyo Jin mendesah berat. Ia merasa ada yang hilang. Biasanya
Chunji tak pernah terasa sejauh ini saat mendekati gadis-gadis lain, biasanya
ia selalu jadi prioritas. Tapi sekarang, sepertinya gadis bernama ‘Krystal’ itu
mampu membuatnya menjadi nomor 2. Hyo Jin berusaha menghilangkan pikiran buruk
itu dan mulai melangkah pulang.
Di tengah perjalanan pulangnya yang sangat sepi, Hyo Jin
merasa diikuti oleh seseorang. Ia mencoba untuk bersikap tenang dan berpikir
positif, tapi sepertinya seseorang benar-benar sedang mengikutinya. Hyo Jin
mulai merasa takut dan mempercepat jalannya. Dan seseorang tak dikenal itu
malah ikut mempercepat jalannya, Hyo Jin pun berlari. Dan….. SREEKKK “TOLONGGG!”
teriak Hyo Jin. Mulut gadis itu dibekap oleh kain, dan sang pencuri langsung
menggasak isi tas Hyo Jin, mengambil dompet dan telfon genggamnya. “kau hanya
punya segini huh?” ujar pria itu.
“ei.. tapi kau cantik juga ya?” Namja itu menyeringai dan
mulai membuat Hyo Jin semakin takut. Lalu tiba-tiba saja…. BUKKK!!!!! Seseorang
memukul kepala pencuri itu dengan kayu, membuat sang pencuri bodoh tersebut
langsung kehilangan fokus dan terjatuh. Ia lantas menyuruh Hyo Jin mengikutinya
dengan bahasa isyarat. Hyo Jin segera merampas handphone dan dompetnya dari
tangan si penjahat dan langsung menaiki motor pria yang menolongnya itu. Detik
selanjutnya, motor itu sudah melaju membelah jalan yang sepi, lalu saat jalan
sudah kembali ramai, pria itu menurunkannya. Namun, sebelum sempat gadis itu
berterimakasih, ia sudah pergi. Sepertinya dia sedang sangat buru-buru.
Hyo Jin berjalan pelan-pelan menuju rumahnya. Langit semakin
gelap dan ia yakin sebentar lagi akan hujan. Hyo Jin tak mungkin bisa sampai di
rumah sebelum tetesan air itu menyentuh bumi. Hyo Jin sudah pasrah, ia berjalan
semakin pelan dengan tatapan kosong. Jika saja Chunji disini. Hyo Jin mulai
memikirkan Chunji dan membayangkan apa yang sedang pria itu lakukan bersama
Krystal. Hingga….. sesuatu membuat keningnya berkerut. Motor milik pria yang
menolongnya tadi tiba-tiba saja berhenti di depannya.
“ah~ ada apa? apa kau kehilangan sesuatu?” tanya Hyo Jin
hati-hati. Pria itu pun membuka helm-nya, dan seketika Hyo Jin merasa udara di
sekelilingnya tersedot habis. Myungsoo.
“maaf menurunkanmu di jalan. Kuantar pulang ya..” dan
ucapannya barusan membuat hati Hyo Jin yang sedang rapuh bergetar hebat hingga
meledak. Myungsoo…. Pria yang mengisi hatinya selama 3 tahun….. menawarkan
tumpangan pulang. Ternyata di balik semua kesialan yang menimpanya hari ini,
ada juga hal baik yang bersedia datang.
*********
Air mulai menetes-netes dari langit, Myungsoo segera
memasukkan motornya ke dalam rumah Hyo Jin. Sementara sang pemilik rumah hanya
berdiri tegang, memperhatikan sang namja tanpa bisa menahan rasa bahagianya
yang luar biasa. Ini semua terasa seperti mimpi –hanya saja terlalu nyata-. Saat
itu, Myungsoo menoleh tiba-tiba, membuat tatapan mereka bertemu. Hyo Jin yang
tak siap langsung terhuyung saat itu juga, namun beruntung tangannya ditangkap
dengan sigap.
“kau sedang sakit ya?” Hyo Jin mau pingsan saat ditanyakan
pertanyaan semanis itu. Seumur hidup satu-satunya pria yang pernah menanyakan
itu padanya hanya Chunji, tapi sekarang Myungsoo juga ikut-ikut menanyakannya. eomona~
“anio”
“rambutmu basah. Lebih baik cepat dikeringkan” ujar Myungsoo
dengan penuh perhatian. Lagi-lagi Hyo Jin merasa mau pingsan.
“rambutmu juga basah. Mau aku keringkan?” perkataan itu
keluar secara spontan dari mulut seorang gadis yang bertanya sambil tersenyum
bodoh.
“apa?”
“A..APA? AKU TIDAK!!!” dan setelah sadar, Hyo Jin pun segera
berteriak sendiri dan langsung berlari ke dalam rumahnya. Tapi kemudian ia
menyembulkan kepalanya di sela-sela pintu, “a..ayo masuk!”
“ah~ ne” Myungsoo yang bingung dengan tingkah ajaib Hyo Jin
hanya mengangguk dengan kaku.
Setelah sepuluh menit Myungsoo menunggu di ruang tengah, Hyo
Jin akhirnya datang sambil membawa teh hangat dan handuk. “kau bisa keringkan
rambutmu dengan ini. Aku ganti baju dulu ya..”
Myungsoo mengangguk dan tersenyum, “gomawo Hyo Jin~a”
*********
BRAAKK!!! Hyo Jin menutup pintu kamarnya dengan keras dan menyandarkan
punggungnya di belakang pintu sambil memegangi dadanya yang berdebar-debar.
“astaga!! Cara dia bilang gomawo Hyo Jin~aa. Ya Tuhan! Manis sekali!” Hyo Jin
melangkah riang menuju kaca besar dan berputar-putar seperti ballerina.
“caranya menatapku. Uh! Di matanya hanya ada aku” Hyo Jin
berujar takjub pada bayangannya di cermin.
“dan senyumnya! Dia tersenyum padaku oaaaaaa eottokhae~~ aku
bisa mati jika begini caranya”
“bagaimana ini? Myungsoo ada di ruang tamu rumahku ” Hyo Jin
menutup matanya sambil menggoyangkan badan ke kanan kiri seperti tak punya
tulang.
“ternyata kalau rambutnya kena air seperti itu, ia jadi
sejuta kali lebih tampan. Eomo…. Kim Myungsoo… tampannya!!!” ucap Hyo Jin
dengan nada mengagumi sambil memilih-milih baju yang bisa membuatnya tampak
lebih bersinar. Setelah 3 kali berganti pakaian, Hyo Jin masih tampak ragu dan
menatap kaca sambil berlatih ekspresi. Dia tak mau terlihat terlalu bodoh di
depan idolanya. Rasanya gadis itu ingin menelpon Chunji dan menanyakan apa dia sudah
tampak cantik atau belum. Akhirnya, setelah nyaris 30 menit di dalam kamar, Hyo
Jin keluar dan duduk di samping Myungsoo dengan tegang, seolah-olah sedang
dijodohkan.
Setelah 5 detik Hyo Jin duduk seperti gadis normal, gadis
itu mulai tak bisa menahan jiwa fangirl-nya. Ia menepuk pipinya, tersenyum
lebar, menggoyang-goyangkan badan, menggigit ujung lengan baju yang ia kenakan
dan menutupi mukanya sambil mendesis girang. Myungsoo menoleh dan mendapati Hyo
Jin sedang merentangkan tangannya seperti ingin melayang, Hyo Jin ikut menoleh.
Dan seketika senyum idiot di wajah gadis itu menghilang, ia menurunkan
tangannya dan menatap ke depan dengan elegan.
Hyo Jin berdehem ringan, “bagaimana teh-nya?”
“enak kok. Aku sudah menghabiskannya” ujar pria itu sambil
tersenyum. Hyo Jin menahan diri untuk tidak berteriak saat melihat senyum itu.
“Park Hyo Jin. Boleh aku bertanya sesuatu?”
“keurae”
“sebenarnya kau itu pacar Chunji atau L.Joe?”
“APAA?”
“ah~ maaf aku tidak bermaksud mencampuri uru………….”
“anio anio! gwaenchana…. Mereka berdua bukan pacarku.
Sungguh”
“bukan?” ulang Myungsoo.
“ne.. Chunji hanya sahabatku dan L.Joe, eomo! Mana mungkin
aku memacari musuhku sendiri?”
“musuh? Tapi orang-orang menyebut kalian ‘couple’”
“anio!” Hyo Jin menggelengkan kepalanya sekuat tenaga dengan
ekspresi ingin menangis. “kita disebut ‘handcuff couple’ di sekolah karena
hukuman dari Choi kyojangnim. Selebihnya kita adalah musuh dan kita berdua
saling membenci satu sama lain. Tolong jangan salah paham, tolong”
“oh? O... Oke! maaf kalau begitu” bahkan di saat namja itu tak ada, ia tetap saja membuatku susah.
**********
Mungkin karena terlalu bahagia, Hyo Jin sampai tak merasakan
suhu tubuhnya yang meningkat drastis. KIni, saat Myungsoo sudah pulang, Hyo Jin
langsung melompat ke ranjangnya dan menggulung tubuhnya dengan selimut. Gadis
itu mencoba menahan rasa sakit di perutnya dengan menggonta-ganti posisi hingga
berputar-putar di atas ranjang. Tapi rasa sakit itu tak juga pergi. Hyo Jin
mengenal rasa sakit ini. Sepertinya ini waktu periode bulanannya datang. Tapi kenapa aku harus mengalami menstruasi
saat demam? Benar-benar menyusahkan. Saat ingin bangkit, Hyo Jin teringat sesuatu dan langsung
menepuk kepalanya. “harusnya aku ke minimarket dulu” sesal gadis itu.
Ia lalu meraih ponselnya dengan susah payah dan menelpon
Chunji.
“yeoboeseo”
“Chunji~aa….”
“wae?”
“bisakah kau belikan aku hmm….. kau tahu kan?”
“beli apa?”
“itu loh…. benda yang wanita harus pakai saat periode
bulanannya datang?”
“APA? Kau menyuruhku membeli itu? SHIREO”
“Chunji~aa…. Tapi aku sedang demam, perutku sakit sekali,
eomma sedang tidak ada di rumah, dan aku sedang sangat membutuhkan itu”
“memangnya sudah tidak ada lagi?”
“ada sih… tapi tinggal satu dan aku butuh lebih”
“cih…. Tapi aku sedang bersama Krystal, mana mungkin aku
membeli…………”
“Chunji~aa….. aku benar-benar minta tolong. Kau satu-satunya
orang yang kupercaya sekarang. Aku tak yakin eomma akan pulang malam ini”
“Hyo Jin~ aku tidak…..”
“tolong ya… saranghae” Hyo Jin langsung mematikan sambungan
telfonnya dan kembali mengerang sambil menekuk badan. Sebenarnya ia juga merasa
jahat pada Chunji, tapi mau bagaimana lagi, gadis itu tak punya pilihan lain.
Dan sebagai perempuan, membicarakan hal seintim itu dengan seorang pria memang
terasa tidak nyaman, tapi sayangnya Hyo Jin tak pernah memiliki sahabat
perempuan, dan ia tak tahu harus minta tolong pada siapa selain Chunji. Di
tengah rasa sakitnya yang luar biasa, Hyo Jin masih sempat mengutuk Chunji yang
berkelamin laki-laki. Kenapa dia tidak
jadi perempuan saja sih?
Dua jam berlalu. Saat Hyo Jin masih berjuang menahan rasa
sakitnya, seseorang membuka pintu. Chunji. Pria itu mengulurkan bungkusan hitam
kepada Hyo Jin dengan tampang kesal.
“aish~ kenapa lama sekali sih? Aku sudah hampir mati, tau!”
Hyo Jin menyambar bungkusan itu tak kalah kesal. Dengan susah payah ia berdiri
dan mendorong Chunji agar menyingkir memberinya jalan.
“Ya! Sudah untung aku mau beli! Mana ada namja yang mau
disuruh membeli benda seperti itu?”
“sudah keluar sana” jerit Hyo Jin, lantas masuk ke kamar
mandi dan membanting pintunya.
*********
Setelah 15 menit, Chunji kembali masuk ke kamar Hyo Jin
sambil membawa obat demam, buah jeruk dan makan malam. Hyo Jin melirik pria itu dengan sebal dan
kembali menenggelamkan kepalanya di bantal.
“mian!” Chunji duduk di pinggir ranjang. Walaupun kesal
dengan sikap Hyo Jin yang sangat kekanakan, namja itu mencoba untuk mengerti. Kata
orang, kalau wanita sedang datang bulan, dia akan lebih emosional. Dan
sepertinya Hyo Jin benar-benar menganut paham ini.
“hei.. aku bawa makan malam untukmu, aku bawa jeruk juga. Ayolah….
Jangan marah!” ucapannya sama sekali tidak direspon, Chunji menghela napas.
“Park Hyo Jin, Aku kan sudah minta maaf, aku lama karena harus mengantar
Krystal ke rumahnya dulu” Hyo Jin menolehkan kepalanya dan duduk bersandar di
kepala ranjang.
“jadi sebelum mengantarnya pulang, kalian kemana dulu?”
tanya gadis itu menginterogasi.
“dia mengajakku makan. Lagipula tadi hujan, kita menunggu
hujannya reda dulu”
“jadi sekarang kalian sudah pacaran?”
“belum. Yang satu ini harus pelan-pelan. Kalau aku
menembaknya sekarang, dia pasti akan menolak” Chunji memejamkan matanya dengan
lelah. “dia membuatmu susah ya? Dia minta yang macam-macam ya? Kau terlihat
lelah sekali saat menceritakannya”
“ya.. begitulah”
“kalau begitu cari gadis lain saja”
“tidak semudah itu. Gadis ini, aku benar-benar
menginginkannya” ucap Chunji sambil mengupas kulit jeruk dan menyuapkannya pada
Hyo Jin. Hyo Jin memejamkan mata sambil mengunyah jeruk itu, lalu berkata
dengan pelan, “tau tidak? tadi sore aku hampir mati, untung ada Myungsoo”
“Myungsoo?” ulang Chunji sambil memasukkan jeruk ke
mulutnya.
“ne.. dia menolongku dari penjahat dan mengantarku pulang”
“syukurlah! Kau tidak apa-apa?”
“penjahat itu hampir mencuri handphone dan dompetku, tapi
untung ada Myungsoo” Hyo Jin tersenyum dan mulai membayangkan apa yang baru
saja terjadi sore ini.
“Chunji”
“wae?”
“menurutmu… aku cantik tidak?” Chunji langsung tersedak dan
terbatuk-batuk mendengar pertanyaan itu. “kenapa…. kau tiba-tiba menanyakan
itu?”
“menurutmu Myungsoo mau tidak mengajakku ke prom?” Chunji
tersenyum dan mengulurkan tangannya merapikan poni Hyo Jin. “kau cantik. Sangat
cantik”
“kalau aku cantik, kenapa kau tidak mengencaniku?”
“oh.. jadi kau mau jadi pacarku?”
“hahaha…… bukan begitu”
“aku sudah menganggapmu sebagai……. Entahlah…… kembaranku
mungkin? Tanggal lahir kita cuma selisih 3 hari. Lagipula perasaanku tak
berdebar saat……”
“saat apa?” tanya Hyo Jin heran. Tanpa aba-aba, Chunji
memajukan wajahnya menjadi sangat dekat. Hidung mereka bersentuhan, pria itu
memejamkan mata dan memiringkan kepalanya lalu,…… “YA! Kenapa kau tak
mendorongku? Kau benar-benar ingin kucium huh?” pekik Chunji sambil menarik
wajahnya kembali. Hyo Jin tertawa, “aku sudah tahu kau tak mungkin menciumku.
Memang benar kau sudah sangat berpengalaman dalam hal pacaran, tapi Lee Chan
Hee tak pernah sekalipun berani mencium perempuan! hahahaha”
“Ya! AKU BERANI”
“oh ya? Hahaha”
“sini kucium! Awas kau”
“HAHAHA! MENJAUH DARIKU! YA! CHANHEE”
**********
“tunggu! Jangan masuk dulu!”
“wae?” tanya Hyo Jin heran. Mereka baru saja sampai di depan
sekolah, tapi Chunji melarangnya memasuki gerbang.
“kau tahu kan L.Joe seperti apa? kau sedang sakit, bagaimana
kalau hari ini dia menyirammu dengan air” Chunji berjalan ke arah gerbang dan
menoleh ke kanan kiri dengan waspada. Lalu, “aman!” ucap pria itu sambil
melambaikan telapak tangannya menyuruh Hyo Jin masuk. Saat mereka baru berjalan
beberapa langkah, Chunji tiba-tiba saja berteriak “Krystal!” dan pergi begitu
saja meninggalkan Hyo Jin. Gadis itu menghela napas dengan berat, lantas
melewati lapangan sendirian. Beberapa detik setelahnya…..…….. BUG!! Sebuah bola basket melayang tepat ke
kepala Hyo Jin. Gadis itu langsung terjatuh dan seketika pingsan.
L.Joe yang baru melangkah memasuki area sekolah kontan
berlari menghampiri Hyo Jin dan mengangkat tubuhnya. Namun Chunji juga ikut
berlari kembali ke lapangan dan langsung mendorong pria itu. “sebenarnya apa
maumu huh? Kenapa kau mengerjainya terus? Hyo Jin sedang sakit. Bisakah kau
berhenti?” Chunji membentak-bentak L.Joe dengan kasar lalu segera mengangkat
tubuh Hyo Jin dan membawanya ke UKS.
Chunji menemani gadis itu dari jam pertama, dan sampai saat
ini ia masih belum sadar juga. Chunji terus menggerutu memaki L.Joe yang
menurutnya sangat kekanakan sambil mengoleskan obat di kening Hyo Jin yang
membiru. Dan saat itulah yang menjadi objek dumelan Chunji datang….
“apa yang kau lakukan disini?”
“bukan urusanmu” tukas L.Joe tajam. Ia lalu mengambil lengan
Hyo Jin dan memasangkan satu sisi borgol padanya. “jinjjayo? Kyojangnim
menyuruh kalian terborgol? Kau tak bilang Hyo Jin sedang sakit?” tanya Chunji
takjub. Sementara L.Joe cuma menjawabnya dengan anggukan singkat.
“CIH…. Harusnya kau menolak! Aku benar-benar tidak rela
melihat Hyo Jin dekat-dekat denganmu begini”
“heh! Kau pikir kau sahabat paling setia di dunia ya?”
“apa maksudmu?”
“setiap mendengar nama Krystal kau meninggalkannya” desis
L.Joe sambil menyeringai sinis.
“a..aku….. walaupun begitu, aku tetap menyayangi Hyo Jin”
ujar Chunji terbata.
“kemarin dia hampir menjadi korban kejahatan gara-gara kau
tidak menemaninya pulang”
“ne.. aku juga merasa bersalah dan…..tunggu! Dari mana kau
tahu?” Chunji mengerutkan keningnya dan menatap L.Joe curiga. Membuatnya
langsung menegakkan badan salah tingkah. Haruskah
kubilang aku mengikutinya saat pulang sekolah? Haruskah kubilang aku khawatir
karena Hyo Jin yang sedang sakit harus pulang sendiri? Sebenarnya aku ada saat
penjahat itu membekap Hyo Jin, tapi saat kakiku melangkah mendekat, seorang
pengendara motor menjadi pahlawan keren dan membuat kakiku tertahan di tanah.
Lalu karena khawatir dengan orang misterius yang membawa Hyo Jin pergi dengan
motornya, aku ikut membuntuti mereka dengan menumpang di motor orang. Dia
menurunkan Hyo Jin di pinggir jalan begitu saja. Langit sudah gelap, aku
buru-buru membuka payung dan hendak menghampirinya, namun pengendara motor itu
datang lagi. Myungsoo. Melihat Myungsoo yang mengantarnya pulang, aku pun lebih
tenang dan tidak membuntutinya lagi. Haruskah aku mengatakannya?
“hanya menebak” jawabannya terdengar sangat tidak berdasar,
tapi Chunji tidak mau terlalu ambil pusing dan lebih memilih diam.
“asal kau tahu, bola basket itu bukan salah satu jebakanku.
Di lapangan tadi memang ada yang sedang main basket dan sepertinya……………”
“aku tak mau dengar. Kau kira aku bisa percaya begitu saja
huh?” dan bertepatan dengan itu, Myungsoo datang. “dia belum bangun?” tanyanya
dari ambang pintu.
“kau punya mata kan?” jawab L.Joe ketus.
“tolong katakan aku minta maaf, tadi bola itu terpantul dari
ring dan mengenainya”
“ah~” Chunji langsung menoleh pada L.Joe sambil menggigit
bibirnya. Sementara yang ditatap langsung memutar mata seolah bilang ‘apa
kataku’
“ck…. harusnya kau hati-hati” dumel Chunji
“maaf! Aku benar-benar minta maaf”
“kemari lagi kalau Hyo Jin sudah sadar. Jangan minta maaf
padaku” Myungsoo memegang tengkuknya serba salah dan mengangguk pelan sebelum
akhirnya pergi. Lalu selama beberapa saat dua pria di UKS itu tak terlibat percakapan
apapun sampai….. “sekarang apa yang kau lakukan disini?” tanya Chunji sinis.
“kami terborgol, lihat? harusnya aku yang menanyakan itu
padamu!”
“aku sedang menjaganya”
“hei.. tadi Krystal ke kelas, ia mencarimu sepertinya.
Kubilang saja kau ingin menemani Hyo Jin”
“A..APA? lalu dia dimana sekarang?”
“ke kantin mungkin. Bersama pria lain yang lebih tampan”
Chunji langsung mendecak mendengar jawaban asal L.Joe dan berdiri dari tempat
duduknya.
“heh! Jaga dia baik-baik. Awas kau” Chunji mengangkat
genggaman tangannya seolah ingin memukul L.Joe. Namun pria itu hanya menatapnya
dengan ekspresi datar dan menghela napas.
Kini tinggalah L.Joe dan Hyo Jin di UKS. L.Joe memperhatikan
tangan mereka yang terborgol dan tersenyum. Sebenarnya Choi kyojangnim memberi
keringanan karena Hyo Jin sakit, tapi L.Joe malah pergi ke ruang kepala
sekolahnya itu dan memohon agar hukumannya tetap dijalankan.
“hei…. Park Hyo Jin! Gara-gara pertanyaanmu kemarin, aku jadi
berpikir semalaman” L.Joe mendesah dan menatap Hyo Jin yang masih memejam. “dan
kurasa aku tahu jawabannya” lanjut pria itu pelan.
“3 tahun lalu, saat pertama kali aku melihatmu………” pria itu
menghentikan ucapannya dan tersenyum. Ia menghela napas dan matanya berputar
seolah sedang mereka ulang, “yang dapat kupikirkan hanyalah ‘aku ingin dekat
dengan gadis itu’ Ya, aku tahu itu alasan paling bodoh sedunia. Tapi aku bukan
pria yang pintar menyusun kata, aku tak bisa mendekatimu dan bilang ‘maukah kau
jadi temanku?’”
“jadinya aku melakukan ini untuk mendapat perhatianmu” L.Joe
berkata dengan lembut dan menatap Hyo Jin sungguh-sungguh. “dan aku berhasil.
Walau kau membenciku, setidaknya kita jadi saling kenal kan? kau mengetahui
namaku, bahkan sering meneriakkannya”
“lalu…. semakin lama dilakukan, mengerjaimu menjadi suatu
kebiasaan yang tak bisa kuhentikan. Aku merasa ada sesuatu yang membuatku lega
saat kau marah, menatapku dengan tajam lalu balas mengerjaiku. Hh.. aku pasti
terdengar seperti psikopat ya..” L.Joe menggigit bibirnya sambil menunduk.
Tangannya yang terborgol bergerak menjangkau tangan Hyo Jin dan menggenggamnya
seperti menggenggam kapas.
“kedengaran sangat tidak masuk akal. Tapi aku senang seperti
ini. Mungkin sebenarnya aku menyukaimu” L.Joe mengangkat kepalanya lagi dan
ternyata mata Hyo Jin sudah terbuka. Pria itu terbelalak dan langsung melepas
tangannya. “kau sudah bangun?” L.Joe yang tak suka basa-basi kali ini terpaksa
harus berbasa-basi. Apa dia mendengar
ucapanku tadi?
Hyo Jin mengerjapkan matanya dan menoleh pada L.Joe dengan
ekspresi ‘apa yang kau lakukan disini?’
“dimana Chunji?”
“menurutmu kemana?” saat mendengar itu, Hyo Jin tahu
harusnya ia tak perlu bertanya. Chunji pasti sedang bersama Krystal. Hyo Jin
menggerakkan tangannya untuk memijit kening, tapi suara regangan borgol membuat
gerakannya terhenti.
“kita terborgol?”
“geurae. Ini waktu istirahat”
“ah? Sudah istirahat? Astaga~ ayo ke kelas” Hyo Jin segera
bangkit dari posisinya. Sementara L.Joe terus menatap Hyo Jin dengan ekspresi
panik.
“kenapa kau melihatku begitu?”
“kau tak mendengar tadi aku bicara apa?”
“bicara apa?” tanya Hyo Jin sambil mengangkat sebelah
alisnya.
“bukan apa-apa” L.Joe mendesis dengan lega. Membuat Hyo Jin
menatapnya tak mengerti.
Mereka berjalan berdampingan dengan tangan terborgol di
selasar sekolah. Dan masih ada saja siswa siswi yang menatap keduanya dengan
tatapan aneh. Kemarin-kemarin mereka
tidak masuk sekolah ya?
“AWH! AWH! L.Joe aku tak kuat lagi. Bisa kita duduk dulu?”
Hyo Jin berjalan tertatih-tatih dan duduk di pinggir lapangan. Karena kondisi
tangan mereka yang terborgol, mau tak mau L.Joe ikut duduk di sebelah gadis
itu. Hyo Jin terus memegangi perutnya sambil menunduk dalam-dalam dan meringis
perih. Tangan kirinya yang terborgol meremas dan mencakar tangan L.Joe untuk
menyalurkan rasa sakit. Wajah gadis itu semakin pucat dan L.Joe benar-benar tak
tahu harus apa. Walaupun terasa sakit, namja itu berusaha untuk tidak berteriak
saat Hyo Jin meremas tangannya seperti buah jeruk.
“kau belum makan?” tanya L.Joe
“sudah”
“lalu kenapa?”
“sudahlah… kau tak akan mengerti. Ini urusan perempuan” Hyo
Jin bicara dengan ketus sambil menahan sakit.
“datang bulan?” tebak L.Joe seraya menaikkan alisnya. Hyo
Jin langsung menatap pria itu dengan tidak nyaman. Walaupun pria ini mengerti sekalipun, seharusnya tidak usah diucapkan
begitu kan?
“memang rasanya sesakit itu ya? Sepertinya perempuan lain
baik-baik saja”
“Kalau begitu coba rasakan sendiri!” Hyo Jin langsung
berdiri dan membuat tangan L.Joe tertarik ke atas.
“padahal ini masih pertengahan bulan” gumam gadis itu.
“pertengahan bulan?” seru L.Joe sambil berdiri.
“APA SIH? Aku tidak bicara denganmu”
“tidak tidak! ini bulan Januari kan? tanggal berapa
sekarang?” desak L.Joe sambil mengguncang tubuh Hyo Jin.
“e-enam belas”
“APA?” Pekik L.Joe dengan mata terbelalak. Tanpa aba-aba
pria itu segera memutar badannya dan berjalan cepat-cepat meyusuri koridor
sekolah.
“kenapa? Ada apa? Kau telat datang bulan ya?” seru Hyo Jin
kesal. Bayangkan saja! saat perutnya sedang kesakitan, pria ini malah
menyeret-nyeretnya dengan kasar. Dasar pria!
“kita harus ke ruang kepala sekolah”
“tapi bel-nya masih lama kan?”
“tapi aku harus pergi”
“KAU MAU KABUR?” kontan L.Joe langsung membalik badan dan
membekap mulut Hyo Jin dengan tangannya.
“bisa tidak jaga mulutmu?” bisik L.Joe sambil menatapnya
tajam.
“a.. aku akan jaga mulut”
“bagus”
“tapi aku boleh ikut ya..”
“ANIO”
“WAEEE?”
“kau pasti akan menyusahkanku. Lagipula perjalanannya sangat
jauh dan perutmu sedang sakit”
“aku janji tidak akan merepotkanmu”
“tidak. Bagaimana jika kau pingsan? Aku tak mau bertanggung
jawab”
“setidaknya kita terborgol dan mau tak mau kau pasti akan
tanggung jawab” Hyo Jin tersenyum di akhir kalimatnya.
“what the hell”
“ayolah…. Ini tahun terakhir aku sekolah. Aku juga mau tahu
bagaimana rasanya kabur dan bolos seharian”
“tapi ini tidak seperti yang kau pikirkan” decak pria itu.
“bagaimana cara kita keluar? Memanjat?” tanya Hyo Jin
antusias seakan L.Joe sudah mengizinkannya. Bahkan gadis itu sudah tidak merasa
sakit sama sekali saking semangatnya. Lalu setelahnya Hyo Jin langsung
menggiring L.Joe berlari menuju pagar belakang. Oh.. ini pasti akan seru!
**********
Ternyata seorang L.Joe
berbakat juga dalam hal memanjat. Walau tangan kami terborgol, ia tetap bisa
menyusun taktik keren dan membuat kita berdua kabur dari sekolah seperti
seorang ahli. Mulai detik ini, ia punya satu nilai plus di mataku.
Setelah berhasil keluar dari sekolah, kini keduanya tiba di
stasiun kereta super cepat. 30 menit berlalu, mereka pun sampai di tempat yang
sangat asing bagi Hyo Jin. Udara disini cukup dingin, terlebih angin-nya cukup
kencang hingga membuat rambut Hyo Jin berterbangan mencakar wajahnya sendiri.
“tunggu….. ini laut?” mata Hyo Jin mulai membesar, senada dengan ulasan senyum
di wajahnya.
“ne..” L.Joe mengangguk pelan dan ikut tersenyum. Hyo Jin
menahan napasnya untuk sesaat. Sepertinya ini kali pertama ia melihat L.Joe
tersenyum padanya setulus itu. Hyo Jin jadi ingin memotretnya dan memamerkannya
pada Chunji.
“dan apa yang kau lakukan disini?” L.Joe tak menjawab dan
langsung menoleh ke kanan kiri, seperti mencari sesuatu.
“kau mencari apa?” lagi-lagi pria itu lebih memilih diam dan
langsung melangkah begitu saja. Hyo Jin mendengus dan mengikuti pria itu dengan
penasaran. Hingga sampailah mereka di toko bunga. Hanya dalam sekali lihat,
L.Joe sudah bisa menentukan pilihannya. Namja itu berjalan lurus dengan tatapan
lemah dan mengambil beberapa tangkai lili putih.
“bunga itu untuk sia……”
“byunghun?” tiba-tiba saja seorang wanita keluar dari balik
tirai dan tersenyum cerah kepada L.Joe.
“anyyeong” pria itu balik tersenyum ramah dan membungkukkan
badannya. Demi Tuhan ini pertama kalinya.
L.Joe tak pernah sesopan itu pada siapapun selama 3 tahun terakhir. Atau
jangan-jangan sebenarnya ia namja yang sopan jika di luar sekolah. Entahlah.
Tapi sikapnya yang seperti ini membuatku sangat terkejut. Inilah hari dimana
sisi lain dari namja yang tak pernah suka melihatku bahagia terkuak satu
persatu.
“ini ahjumma” ujar L.Joe sambil menyodorkan sejumlah uang.
Namun wanita itu langsung menggeleng-geleng dan menolaknya dengan cepat, “ambil
saja! gratis untukmu”
“tapi tahun lalu kau sudah…….”
“tak apa-apa! aku menunggumu sejak tadi pagi. Tumben sekali
kau baru datang siang-siang begini”
“ne.. aku hampir saja melupakannya”
“Ya Tuhan! Untung kau tidak lupa” ucap sang wanita sambil
mengelus dadanya penuh syukur. “dan siapa gadis ini?” ia tersenyum saat melihat
Hyo Jin yang berdiri di belakang L.Joe.
“ah~ ige… yeojachingu” ujar pria itu begitu saja.
“apa?” desis Hyo Jin, namun L.Joe hanya menanggapinya dengan
senyum tenang.
“neomu yeppeo” pria itu tertawa pelan, lalu… “ahjumma,
terima kasih bunganya. Aku permisi dulu”
“ne.. Byunghun~aa… datanglah kemari lebih sering lagi”
“arayo ahjumma. Anyyeong”
Dan tepat setelah mereka meninggalkan tempat itu, Hyo Jin
langsung membentak L.Joe sambil menyikut perutnya, “sejak kapan aku jadi
yeojachingumu huh?”
L.Joe melirik gadis itu dengan tatapan aneh lalu menoleh ke
kanan kiri untuk menyeberangi jalan.
“L.Joe jawab aku! kau tidak boleh seenaknya mengenalkanku
begitu” seru Hyo Jin di tengah-tengah kegiatan menyebrang mereka.
“siapa yang bilang kau yeojachingu-ku huh? Kau sakit ya?”
“apa? tapi barusan kau bilang aku….”
“tch… kalau kau menyukaiku bilang saja!” ujar L.Joe, memutar
fakta. Pria itu berjalan lebih cepat hingga membuat Hyo Jin tertinggal di
belakangnya dan tersenyum geli sambil menggeleng-geleng. Belum ada L.Joe’s prank kan hari ini? anggap saja ini penalty!
‘Sebenarnya bunganya untuk siapa? Kenapa kita ke laut? L.Joe
kenapa penjual bunga tadi akrab sekali denganmu? L.Joe kenapa kau tidak
menjawabku? Kau buta ya? Atau kau tuli mendadak? L.JOE JAWAB AKU!!!’ pertanyaan
itu terus Hyo Jin tanyakan berulang-ulang. Tapi L.Joe sama sekali tak
meresponnya dan terus berjalan berjalan dan berjalan. Sekalinya menjawab, pria
itu hanya akan menatapnya dengan tatapan membunuh sambil berteriak ‘DIAM!’
Hyo Jin mengatupkan mulutnya, senada dengan langkah L.Joe
yang terhenti. Mereka sampai. Akhirnya L.Joe tak membawanya berjalan lagi. Hyo
Jin terdiam, ia terus mengagumi pemandangan yang tersaji di hadapannya dalam
hati. Sementara L.Joe memandang lurus ke lautan biru yang terlihat seperti tak
berbatas. Mentari bersinar terik di atas kepala mereka, namun angin yang
berhembus teduh membuat hawa panas dari matahari itu tak terasa. Ombak
bergulung-gulung di bawah kaki mereka. Hyo Jin yang masih terkesima parah
langsung menoleh saat mendengar desahan napas berat dari pria disampingnya. Dan
tepat saat itu, L.Joe menjatuhkan bunga lilinya satu persatu sambil membisikkan
sesuatu.
“eomma, aku disini” ucap pria itu sambil menjatuhkan lili
pertamanya. Saat mendengar kalimat pendek itu, hati Hyo Jin langsung bergetar. Jadi eomma-nya sudah meninggal?
“Selamat ulang tahun eomma” dan tangkai lain pun jatuh.
“Tuhan tolong jaga eommaku baik-baik……. dan katakan aku
sangat mencintainya” L.Joe menggigit bibirnya untuk menahan tangis sambil
menjatuhkan bunga ke tiga. Namja itu menoleh dan mendapati pipi gadis yang
terborgol bersamanya sudah basah. Dia
kecipratan air? Atau menangis? Kenapa dia menangis? Ini kan eommaku.
“kau….. mau melemparnya juga?” ada setangkai lili lagi di
tangan L.Joe. Hyo Jin menatap bunga yang disodorkan padanya itu dan beralih
menatap L.Joe seolah berkata ‘bolehkah?’ Hyo Jin pun mengambil bunga itu dan
menatapnya dengan sendu. “selamat ulang tahun bibi. Aku temannya L.Joe, namaku
Park Hyo Jin. Aku~” Hyo Jin menggigit bibir untuk menyembunyikan isakannya yang
mengeras, tapi gadis itu tak dapat menahannya lagi dan malah terus mengeluarkan
air mata. “aku~” ulang Hyo Jin, masih mencoba. Hingga sebuah tangan
menggenggamnya, “lepaskan pelan-pelan” ujar L.Joe, dan mereka melepaskan bunga
lili terakhir itu bersama-sama. Sesaat keheningan menyelimuti. L.Joe masih
menatap air laut yang menyimpan sejuta kenangan, sementara Hyo Jin menangis
mengingat ibunya sendiri. Ia tak tahu mana yang lebih menyakitkan, tak punya
ibu atau punya ibu tapi seperti tidak punya.
“Ibuku meninggal 8 tahun yang lalu karena kecelakaan” tanpa
disangka-sangka L.Joe bercerita. “dan abunya dibuang ke sini. Ke laut ini”
lanjutnya lagi. Hyo Jin menahan napasnya dan menatap ke laut. Entah kenapa
perasaannya ikut terasa sesak, seolah-olah terhubung dengan perasaan namja
disebelahnya. jangan-jangan akibat borgol
ini.
“L.Joe” panggil Hyo Jin pelan.
“hmm?”
“jadi ini alasanmu tidak masuk sekolah setiap tanggal 16
Januari?” tidak aneh jika Hyo Jin mengingatnya. L.Joe bukan tipe namja yang
suka membolos, lagipula L.Joe yang tidak masuk sekolah ibarat sebuah oasis di
gurun pasir bagi Hyo Jin. Karena jika pria itu tidak ada, sudah pasti ia akan
terbebas dari L.Joe’s prank.
“aku tak mengerti. Kenapa aku harus selamat?” desis L.Joe
pelan. Namun sepelan-pelannya pria itu menggumam, Hyo Jin tetap bisa
mendengarnya dengan jelas. Gadis itu mulai menghubungkan perkataan L.Joe
barusan dengan pemikiran paling logis yang ia punya. Apa karena kecelakaan? Lalu dia selamat sedangkan ibunya tidak?
Sungguh, aku bukan bermaksud mencampuri urusan keluarganya terlalu jauh.
Hyo Jin menoleh lagi pada L.Joe, pria itu masih menatap
lurus ke arah birunya laut dengan ekspresi yang belum pernah Hyo Jin lihat
sebelumnya. Ekspresinya benar-benar
membuatku tak tahan.
Sesaat ia menahan perasaannya, lebih keras dan lebih keras.
Hingga….… KREEGG!! Hyo Jin memeluk L.Joe, membuat pria itu terkejut. Tangan
kanannya agak tertahan ke belakang karena Hyo Jin memeluk pinggangnya dengan
sangat erat. Seketika itu juga kesadaran L.Joe langsung tercecer, ia melirik
Hyo Jin dengan kaku sambil menahan napasnya. Kenapa dia?
“aku tidak apa-apa” ucap L.Joe pelan.
“ibuku….. aku jadi memikirkannya”
“ibumu sudah meninggal?”
“anio”
“kalau begitu kau masih bisa memeluknya saat sudah sampai di
rumah nanti”
“anio”
“dia tidak tinggal bersamamu?”
“mungkin dia sedang mengurus surat perceraian. Entahlah….
Aku tidak peduli lagi dengannya” ucap Hyo Jin. Dari nada bicaranya, L.Joe tahu
gadis ini juga sedang berada dalam situasi yang sulit dan membuatnya sakit. Dan
dengan alasan itu, L.Joe merasa perlu –setidaknya meletakkan tangannya di bahu
Hyo Jin- sebagai bentuk keprihatinan.
Hyo Jin pun melepaskan pelukannya dan kembali berdiri di
sebelah L.Joe. Angin lautnya terasa
dingin tapi menyegarkan, persis seperti pria di sebelahku ini.
**********
Setibanya di sekolah, Hyo Jin dan L.Joe tertegun. Sekolah
mereka sudah kosong. Hyo Jin memeriksa arlojinya dan mendesah, “ini sudah lewat
jam pulang”
“ayo ke ruang kepala sekolah dan minta kunci”
Setibanya di ruang kepala sekolah, kedua orang itu kembali
tertegun. Ruangannya sudah kosong dan terkunci. “bagaimana mungkin kyojangnim
pulang duluan? Lalu kita bagaimana?” ucap Hyo Jin panik. Ia menarik-narik
gagang pintu dengan tidak sabar seolah ingin merusaknya.
“hei,…. Coba periksa kelas! Jangan-jangan sudah dikunci
juga” keduanya bertatapan dengan napas tertahan lalu segera berlari menuju kesana.
Dan ternyata kelas mereka pun sudah terkunci. Buku dan tas
milik L.Joe maupun Hyo Jin diletakkan begitu saja di depan pintu. Hyo Jin
mendesah lebih keras lagi, “L.Joe bagaimana ini??? bagaimana kita membuka borgolnya?”
“lebih baik kita pulang dulu. Lihat awannya” Hyo Jin
mengikuti arah telunjuk L.Joe dan meringis. Awan hitam ternyata sudah menggantikan
langit yang sebelumnya terang benderang. Kenapa
hujan senang sekali turun akhir-akhir ini?
“ke rumah siapa? Rumahku saja ya..” ucap Hyo Jin.
“ne.. kau punya obeng, palu, gergaji…..”
“huh?”
“kurasa kita bisa merusak ini dengan alat-alat itu” L.Joe
mengangkat tangan kirinya, membuat benda yang sedang ia bicarakan terlihat di
hadapan mereka.
“aku tak tahu. Mungkin punya” Hyo Jin mengangkat bahu.
Ketika mereka baru setengah jalan, sedikit demi sedikit
titik-titik air berjatuhan dari langit. “hujan”
“ambilkan payung di tasku” L.Joe menyerongkan badannya
membelakangi Hyo Jin. Gadis itu segera membuka tas L.Joe dan mengambilnya
cepat-cepat. Payung itu cukup besar, setidaknya mampu untuk melindungi mereka
dari serangan hujan. Namun semua hal baik tak pernah berlangsung lama. Terhitung
sepuluh langkah sejak payung itu dibuka, angin bertiup semakin kencang dan
fyung~~ cengkraman tangan L.Joe tak cukup kuat untuk menahan serbuan angin yang
kini telah menerbangkan payungnya. Jauh. Hingga dua orang manusia yang
terborgol itu hanya mampu terdiam kaku sambil memandangi payung mereka yang
terseret-seret menjauh.
“astaga~ lari” dan L.Joe menjadi orang pertama yang sadar
kalau tubuh mereka sudah dihantam oleh ribuan titik air. Hyo Jin terkejut
dengan tubuhnya yang basah kuyup dan segera menoleh pada L.Joe. Lantas keduanya
berlari sambil menyamakan posisi satu sama lain. Berlari menembus hujan dengan
tangan terborgol bukanlah hal yang mudah. Percayalah.
Begitu mereka tiba di rumah Hyo Jin, secara serempak
keduanya memelantingkan tubuh di sofa. Berlari nyaris satu kilometer di tengah
hujan yang dinginnya sampai menusuk tulang benar-benar menguras habis semua
tenaga.
“L.Joe……. berdiri! Nanti sofaku…….. basah” Hyo Jin berkata
dengan napas terengah dan langsung berdiri sambil menarik tangan kirinya.
“aku lelah” racaunya.
“aku juga. Tapi aku tak mau sofaku basah”
“tch… menyusahkan” decak L.Joe. Ia berdiri dari sofa sambil
menatap Hyo Jin kesal.
“aku punya banyak baju pria. Kau mau?”
“baju pria?” ulang L.Joe sambil mengerutkan kening.
“ne.. punya Chunji. Kau mau?”
“kenapa kau menyimpan bajunya? Sebenarnya sedekat apa kalian
berdua?”
“Dan sebenarnya apa hakmu menanyakan itu?” sungut Hyo Jin.
Padahal dia sudah bermaksud baik dengan menawarkan pakaian. Tapi pria ini malah
bertanya sinis dengan gaya menuduh, benar-benar tidak bisa dikasih hati.
“lupakan saja!” Hyo Jin berjalan begitu saja, membuat L.Joe
tertarik. Gadis itu ternyata mengambil kipas angin yang sudah tersimpan lama di
dalam gudang, lalu mendorongnya sampai menemukan stop kontak terdekat. Padahal
L.Joe berada disampingnya, tapi namja itu sama sekali enggan untuk membantu Hyo
Jin mendorong-dorong benda berdebu itu dan mengotori tangannya. Sudahlah! Lagipula dia kan kuat.
Kipas itu berputar-putar begitu Hyo Jin menyalakan tombolnya.
L.Joe langsung berdiri persis di depan benda itu dan merentangkan kanannya
mengeringkan diri, namun Hyo Jin –yang sudah melakukan semuanya sendirian-
tidak terima dan langsung mendorong L.Joe.
“Aku yang nyalakan. Minggir kau!”
“YA! Aku kan tamu! Kau harusnya mendahulukan tamu”
“sejak kapan aku menerimamu sebagai tamu? Lagipula ini
punyaku” walaupun Hyo Jin sangat kuat, tapi ternyata gadis itu tak bisa menahan
tenaga L.Joe. Lagi-lagi pria itu berada di tengah-tengah kipas angin sambil
membuka kancing kemeja putihnya. Membiarkan kaos hitam polos yang dia gunakan
terlihat. Dan saat itulah Hyo Jin kembali mendorongnya. Aksi dorong-mendorong
pun terjadi, lengkap dengan umpatan luar biasa kasar yang dilontarkan satu sama
lain. Padahal beberapa jam lalu mereka baru berpelukan di depan laut biru
dengan ombak yang bergulung-gulung, tapi sekarang semua hal itu seolah tak
pernah terjadi. L.Joe dan Hyo Jin tetaplah seperti kucing dan anjing, persis
seperti apa yang kepala sekolahnya bilang.
Setelah sepuluh menit berbagi kipas angin, mereka sama-sama
lelah –bukan karena berdiri, tapi karena
saling berteriak dan dorong-mendorong- akhirnya kedua orang itu berjalan
mundur dan memelantingkan tubuh di sofa.
“L.Joe ayo ke kamarku” pria itu langsung menoleh pada Hyo
Jin dengan ekspresi terkejut. “a..apa?”
“handphone-ku ada di kamar. Aku harus menelpon Chunji” jelas
Hyo Jin sambil berdiri. L.Joe yang dadanya sudah berdebar keras itu langsung
membuang napas lega.
“apa yang kau pikirkan?”
“menurutmu apa? makanya kalau mau bicara itu yang jelas,
jangan sepotong-sepotong” ketus L.Joe sambil berdiri dan mendorong dahi Hyo Jin
dengan telunjuknya.
In Hyo Jin’s room……
“aku lupa bawa handphone hari ini. Dan lihat…….. Chunji
menelfonku 8 kali! Pasti dia sangat khawatir” gadis itu mengarahkan layar
handphone-nya pada L.Joe lalu menariknya lagi dan langsung menghubungi Chunji. L.Joe
memutar matanya dengan jengah, berlebihan!
Gadis ini kan sudah 18 tahun.
“Chunji~aa…. “
“YA! PARK HYO JIN! KAU KEMANA?”
“aku ke~……” gadis itu menoleh pada L.Joe dan menggigit
bibirnya. “kau bersama L.Joe kan?” Chunji mendesaknya dengan nada tinggi.
“aku masih terborgol bersamanya” Hyo Jin berkata pelan.
“APA?” Teriak Chunji kencang. Suaranya barusan bahkan sampai
terdengar oleh L.Joe.
“ne.. kyojangnim sudah tidak ada di ruangannya dan…….”
Chunji langsung menyelak ucapan gadis itu dan mengomel panjang lebar. Ia
menceramahi Hyo Jin yang membolos saat ujian akhir semakin dekat, terlebih
bersama L.Joe yang merupakan musuh terbesarnya. Chunji juga marah besar karena
Hyo Jin tak membawa ponsel dan membuatnya khawatir bukan main. Nyaris dua menit
penuh pria itu bicara dan bicara tanpa mau mendengarkan Hyo Jin. Hingga L.Joe
yang tak tahan langsung merebut ponsel itu dan berkata….. “Jadi kau mau marah-marah
terus atau membantu kami?”
“KAU! Kalau mau membolos tolong jangan mengajak Hyo Jin!”
“menurutmu kalau kau bicara begitu semuanya akan terulang
huh? Nyatanya Hyo Jin dan aku sudah membolos berdua, jadi tutup mulutmu dan
dengarkan aku!”
“beraninya ka…”
“pergilah ke rumah kyojangnim dan minta kuncinya”
“kenapa jadi kau yang menyuruhku begini?”
“jadi mau bagaimana? Ini sudah malam. Kau mau kami berdua
tidur bersebelahan malam ini?” Mata Hyo Jin membulat begitu mendengar L.Joe
yang sedang berbicara lewat telfon. Ia benar-benar lupa akan konsekuensi lain
dari terborgol bersama. Bagaimana kalau
aku mau ke kamar mandi? Bagaimana kalau aku mau tidur? Ya Tuhan! Ini mulai
menyeramkan.
Hyo Jin langsung merebut ponselnya dan berteriak pada
Chunji, “AYO CEPAT CHUNJI~AA…. DATANG KEMARI!!!”
“tutup” desak L.Joe. Sungguh! Jika pria ini tidak
mendorong-dorong Hyo Jin dan mencoba mengambil ponselnya mungkin sekarang gadis
itu masih terhubung dengan Chunji. Ya.. Hyo Jin sudah memutuskan sambungannya
gara-gara pria itu.
“kenapa kau malah menyuruhnya datang kemari? Suruh dia ambil
kunci di rumah Choi kyojangnim. Kukira dia bisa sedikit lebih berguna. Telfon
orang lain saja!”
“sepertinya aku punya tang, linggis, palu, atau perkakas
lain. Ayo cepat buka ini! Kau harus pulang” Hyo Jin berucap dengan sengit. Ia
lalu berjalan dan menabrakkan bahunya pada L.Joe dengan sengaja. Pria ini benar-benar menyebalkan, lebih dari
apapun.
Sudah hampir setengah jam Hyo Jin menyeret L.Joe berjalan
kesana kemari mencari kotak perkakas. Namun box itu tak kunjung ditemukan. Hyo
Jin bahkan tak ingat kapan terakhir ia memakai alat-alat di kotak itu –atau
bahkan bentuk kotak itu sendiri-.
“percuma! Bilang saja kau tak punya” L.Joe melirik Hyo Jin sinis.
“aku punya…. Ayo cari di dapur”
“dapur? Kau menyimpan kotak perkakas di dapur?” ulang L.Joe
tak percaya. Sementara tangannya sudah tertarik mengikuti pergerakan Hyo Jin.
Setelah beberapa saat membuka-buka lemari dengan gaduh,
Hyo Jin berteriak gembira sambil memaksa
L.Joe untuk menyambut high five-nya. Mereka langsung membuka kotak perkakas itu
di konter dapur dan berteriak bangga
saat mendapati alat-alat di dalamnya yang sangat lengkap.
“lebih baik kau buatkan tamu-mu ini sesuatu. Aku sudah sejam
disini, tapi kau bahkan tak menawarkanku air putih”
“oh… jadi disini ada yang sedang haus ya? Hahaha” ledek Hyo
Jin. Gadis itu melirik L.Joe dan tertawa-tawa. Tangannya bergerak membuka
lemari dan mengambil dua gelas kaca berbentuk piala. “kau mau sirup yang mana?
Aku punya melon, markisa, jeruk, straw…………”
“YA!!… buat saja!” sela L.Joe. Sepertinya namja ini
benar-benar sedang kehausan. Hyo Jin langsung tergelak. Ia mengambil botol
sirup markisa-nya dan menuangkan cairan kental itu di atas gelas. Untuk saat
ini, pemandangan yang tak biasa terjadi. Hyo Jin dan L.Joe terlihat sangat
kompak di dalam dapur. Selama nyaris 5 menit penuh tak sekalipun terdengar kata
‘Awas’ , ‘Gunakan tangan kirimu!’ atau ‘Jangan menarik tanganku’. Detik itu,
mereka bekerjasama dengan baik tanpa harus berteriak. Komunikasi yang terjalin
pun cukup harmonis. Tanpa harus bicara, L.Joe sudah mengerti jika Hyo Jin
sedang membutuhkan tangan kirinya untuk memegangi gelas. Pria itu bahkan
berinisiatif mengangkat tangan kanannya sendiri tanpa harus diperintah. Benar-benar
menakjubkan. Mereka terlihat sudah sangat terbiasa dengan borgol ini. Sudah
tahu kapan harus mengangkat atau menurunkan tangan agar tak ada yang merasa tak
nyaman.
Lagi-lagi, berkat kerja sama yang sangat cemerlang, kedua
orang itu berhasil membawa minuman mereka dan –tak lupa- kotak perkakasnya ke
ruang tengah.
Satu jam berlalu, baik L.Joe maupun Hyo Jin sudah
mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk membuka borgol itu. Mulai dari obeng,
tang, palu sampai gergaji sudah mereka gunakan. Tapi tetap saja tak berhasil.
Kalau sudah begini, L.Joe jadi teringat kalau hal ini seharusnya tidak terjadi.
Ya.. karena Hyo Jin sakit, sebenarnya mereka tidak perlu terborgol. Tapi
gara-gara tadi pagi ia ingin melihat keadaan Hyo Jin di UKS sementara gengsinya
terlalu tinggi untuk bilang ‘menjenguk’, terpaksa ia berdalih datang ke UKS
karena harus menjalankan hukuman. Lagipula ini hari terakhir mereka terborgol
berdua, sayang jika terlewat begitu saja. Dan sepertinya Tuhan memberi dua kali
lipat dari yang L.Joe inginkan, bukan hanya jam istirahat, mereka bahkan
terborgol sampai malam.
Kini, dua orang yang sudah pasrah itu menyandarkan kepalanya
di kepala sofa. Suasana yang hening membuat mata keduanya terpejam. Suasana
sempurna untuk terlelap. “kau dan Chunji benar-benar hanya sahabat?” kelopak
mata Hyo Jin terbuka dengan perlahan, bola matanya menatap lurus pada langit-langit.
“iya” jawab Hyo Jin seadanya. L.Joe tak tahu harus merespon
seperti apa lagi dan hanya terdiam.
“memangnya kenapa?”
“entahlah…. Hanya penasaran. Memangnya kalau sahabat boleh
mencium seperti itu ya?”
“mencium?”
“tadi saat kau pingsan di UKS, Chunji mencium keningmu. Lalu
di dalam kamarmu ada baju-bajunya… jadi kalau bersahabat harus sedekat itu ya?”
L.joe bicara dengan nada menyindir yang sangat kentara. Tapi Hyo Jin tak begitu
memedulikannya dan hanya tersenyum. “kami lahir cuma selisih tiga hari. Dia
bilang, aku seperti kembarannya”
“tapi dia tetap pria dan seharusnya kalian tidak sedekat
itu” Hyo Jin mulai merasa aneh dan langsung menoleh pada L.Joe. Kenapa nada
bicaranya terdengar seperti orang yang sedang cemburu?
“jadi kalian juga akan pergi ke pesta prom berdua?” L.Joe
yang tak sadar kalau Hyo Jin sedang memperhatikannya terus bertanya. Wajahnya
saat menanyakan itu terlihat datar. Hyo Jin jadi tak bisa menebak apa yang pria
itu sebenarnya rasakan.
“menurutmu ia akan mengajakku? Dia pasti bersama Krystal
kan?”
“tapi kan dia masih kelas 2”
“Kata Chunji dia panitia”
“lalu kau?” ekspresi Hyo Jin langsung berubah sedih.
“kuharap Myungsoo mau mengajakku” ujar gadis itu pelan. Ia menarik napas berat
dan memejamkan mata, terlihat benar-benar berharap. L.Joe menoleh dan
mengangguk lemas.
“ini tahun terakhir kita sekolah. Aku sudah menyukai
Myungsoo sejak kelas 1. Benar-benar menyedihkan jika semuanya berakhir hanya
seperti ini. Aku ini fans nomor satu-nya” lanjut Hyo Jin. Dan kali ini L.Joe
sama sekali tak menanggapi. Hanya menatap nanar pada lantai “dan kau??” tanya
Hyo Jin tiba-tiba. Membuat L.Joe yang sedang melamun langsung tersadar.
“wae?” sahutnya
datar. Pikirannya sudah melayang kemana-mana.
“ada yang ingin kutanyakan. Sebenarnya aku sudah lama ingin
menanyakan ini tapi aku tidak enak denganmu jadinya aku tidak pernah berta……..”
“ara ara ara! Jadi apa pertanyaannya?”
“Kau gay ya?”
“APAAA?” L.Joe yang
syok dengan pertanyaan itu langsung bangkit dari posisinya dan menatap Hyo Jin
dengan bola mata yang nyaris keluar.
“begini… begini.. tenang dulu! Setelah 3 tahun kuamati, kau
sepertinya tak pernah dekat dengan perempuan. Maaf jika aku salah… aku kan
stalker-nya Myungsoo bukan stalkermu. Padahal lumayan banyak perempuan yang
sepertinya menaruh hati padamu. Tapi kau ini tetap bersikap dingin pada mereka
semua dan…… entahlah, aku dan Chunji jadi berargumen kalau kau ini…… yah… gay”
setelah mendengarkan pemaparan Hyo Jin, L.Joe jadi kehabisan kata. Ia ingin
membela diri dan meluruskan ini semua, tapi tak mungkin rasanya jika ia bilang
yang sebenarnya.
“aku menyukai seseorang” akhirnya pria itu buka suara.
Terpaksa.
“perempuan kan?”
“tch….”
“oke.. oke… perempuan” ucap Hyo Jin langsung. Ia benar-benar
takut saat pria itu sudah merapatkan rahang dan mendecak, dia terlihat seperti
ingin menelannya.
“Park Hyo Jin, kali ini aku serius” nada suara dan
tatapannya sangat menusuk, sukses membuat mata Hyo Jin terkunci disana. Ya.. Tatapan
mata pria itu memang selalu tajam, tapi berbeda dari biasanya. Kali ini tatapan
itu tak membuat Hyo Jin takut. Malah membuatnya betah berlama-lama. Tatatapan
mata L.Joe seolah mengisyaratkan ‘aku menyukaimu’ tapi Hyo Jin tak mau
buru-buru menyimpulkan sendiri sebelum mendengarnya langsung. Terlebih pria ini
adalah musuhnya.
Aku menyukaimu. Hanya saja caranya sedikit berbeda dari orang-orang
yang lain.
Chunji datang disaat kedua orang itu sedang bertatap-tatapan.
Dia berdiri di tengah-tengah mereka dan bersedekap sambil mendengus. “HALOOO”
teriak Chunji. Kedua orang itu langsung terlonjak dan saling memisahkan diri,
“sejak kapan kau disini?” tanya Hyo Jin kaget.
“sejak kalian bertatap-tatapan dengan sangat mesra. Oh.. aku
jadi menyesal sudah mengganggu” ucap
Chunji sinis. Ia mengeluarkan kunci dari saku jumper-nya dan menatap dua
orang itu dengan sengit. “jadi masih mau terborgol berdua dan melanjutkan
bertatap-tatapan atau mau dilepas?”
“chunji…” Hyo Jin berkata dengan nada memohon. Membuat namja
itu langsung mendesah dan menarik tangan mereka dengan kasar, “besok-besok
bolos lebih sering lagi ya..” ucap Chunji bertepatan dengan suara ‘kreg’ dari
borgol yang terbuka. Tanpa bicara apa-apa lagi Chunji langsung berlalu dan
pergi dari rumah Hyo Jin.
Dia tidak tahu sepanik
apa aku tadi pagi. Dia juga tak tahu berlarian kemana saja aku sepulang sekolah
tadi. Bahkan dia tak tahu kalau aku sudah berteriak pada Krystal karena takut
terjadi apa-apa pada sahabat yang paling kusayang di dunia. Saat gadis itu
menelponku dan bilang dia sudah ada di rumah, aku senang bukan main, rasanya
ingin melompat ke atas bulan. Tapi saat gadis itu bilang ia masih terborgol
bersama L.Joe, aku jadi ingin berteriak dan menjambaknya. Kenapa L.Joe? dia
bukan pria baik. Aku langsung berlari ke rumah kepala sekolah dan meminta kunci
tanpa peduli sopan santun. Tapi saat aku sampai di rumahnya, yang kudapati
malah dua orang yang sedang betatap-tatapan. Entah kenapa rasanya sakit. Tidak
mengertikah dia? Aku hanya
mengkhawatirkanmu, Park Hyo Jin. Aku hanya khawatir. Maaf kalau
berlebihan. Tapi.. karena aku menyayangimu dan aku ingin yang terbaik untukmu, kumohon
jangan L.Joe.
*********
Minggu baru. Setelah diborgol berdua selama 5 hari,
sekarang, setelah borgol itu tak melekat selama jam istirahat, rasanya jadi
asing. L.Joe berjalan pelan tanpa tujuan di selasar sekolah sambil
memperhatikan tangannya. Hingga… BRUK! Bahunya bertabrakan dengan seseorang.
“YA!” teriak L.Joe. Namun ternyata orang yang ia tabrak
adalah seorang perempuan.
“mian L.Joe sunbae” gadis itu berdiri setelah sebelumnya
memungut bukunya yang jatuh. Krystal. “gwaenchana” sahut L.Joe datar, lalu
kembali melanjutkan langkah.
“sunbae” panggil Krystal. Membuat kaki sang pria mau tak mau
berhenti.
“kau tak pernah membuka lokermu ya?” L.Joe menolehkan
kepalanya dengan bingung.
“memangnya kenapa?”
“anio” gadis itu menggeleng dengan malu-malu.
“hmm… kau sudah mengajak seseorang untuk prom?”
“kami bahkan belum ujian akhir. Lagipula aku tidak akan
datang kesana” seketika wajah gadis itu berubah sedih. “k.kenapa? padahal aku
sudah berusaha agar terpilih menjadi panitia demi sunbae”
“demi aku?” gadis itu mengangguk dengan kecewa.
“datanglah! Kalau sunbae memang benar-benar tak punya
seseorang untuk diajak kesana, aku
bersedia kok”
“huh?” L.Joe menatap Krystal dengan sebelah alis terangkat.
Lalu membuang napas bingung dan kembali melanjutkan langkah. Krystal tersenyum
masam, ia memperhatikan punggung L.Joe yang semakin menjauh dengan sesak.
Padahal dia sudah senang karena namja itu bisa berkeliaran sendiri tanpa harus
didampingi Hyo Jin, tapi ternyata sama saja. Bersama atau tanpa Hyo Jin, pria
itu tetap tidak bisa diajak bicara.
“hei… kau mau ke kantin?” seseorang tiba-tiba memegang
punggungnya. Krystal menoleh. Seorang namja yang kemarin berteriak menyuruhnya
diam tiba-tiba saja datang dan bersikap seolah semua baik-baik saja.
“urus saja Hyo Jin-mu itu!” ketus Krystal lalu berjalan
melewati pria itu, Chunji. Sang pria tentu saja tak mau pasrah begitu saja,
sudah berhari-hari ia mengejar gadis ini, tak mungkin ia melepasnya begitu
saja. Chunji mulai berusaha menyamakan langkahnya disamping Krystal sambil
terus meminta maaf dan mengeluarkan sejuta kata manis andalannya.
********
Kakinya membawa sang pemilik ke kantin. Mata L.Joe berpencar
otomatis mencari seseorang –hyo jin-, tapi bukan seseorang itu yang ia dapat,
melainkan idolanya. Tanpa sadar kakinya melangkah lagi, semakin dekat dengan
meja itu, Myungsoo. Ia sedang berbincang bersama teman-temannya sambil
menikmati sarapan. Kepala pria itu terangkat begitu merasa L.Joe berhenti di
depan mejanya.
“ada apa?” tanya Myungsoo langsung.
“hanya ingin memastikan. Kau akan mengajak Hyo Jin ke prom
kan?” Myungsoo meletakkan sumpitnya dan mengerutkan kening menatap L.Joe.
Sementara teman-temannya yang lain sibuk berbisik-bisik dan saling melempar
pandang heran padanya.
“memangnya kenapa? Dia memintamu bicara begini padaku?”
“anio”
“lalu?”
“dia menyukaimu”
“Kudengar kalian bermusuhan. Benarkah?”
“jangan mengalihkan pembicaraan. Katakan saja iya”
“sebelum bilang iya, aku ingin tahu apa alasanmu mengatakan
ini padaku”
“kau tuli ya? Dia menyukaimu”
“lalu urusannya denganmu?” L.Joe langsung terdiam. Semuanya
meluncur begitu saja dari mulutnya. Tanpa direncanakan, saat melihat Myungsoo,
ia hanya ingin memastikan semua akan baik-baik saja bagi Hyo Jin. Ini gila.
“kenapa tidak kau saja yang mengajaknya? Sepertinya kau juga
menyukainya” Myungsoo tersenyum saat mengucapkan itu. L.Joe merasa seperti
sedang diledek.
“aku tidak menyukainya”
“kalau tidak suka, kau tidak akan repot-repot mendatangiku
hanya untuk membuat Hyo Jin bahagia”
“tch… lebih baik kau benar-benar mengajaknya” L.Joe
menggebrakkan tangannya pada meja sambil menatap pria itu dengan sengit, seolah
sedang mengancam. Semua orang di kantin terkejut melihat L.Joe yang selama ini
terlihat dingin dan tak pernah mencari masalah –kecuali dengan Hyo Jin-
bersikap seperti itu pada pria bertitel pangeran sekolah. Lantas L.Joe berbalik
dan melangkah menjauhi meja. Myungsoo tersenyum miring dan menggelengkan
kepalanya, “tanpa kau suruhpun aku akan mengajaknya. Aku juga suka dia” seru
Myungsoo, langkah L.Joe terhenti sesaat, sebelum akhirnya melangkah lagi dengan
perasaan terganjal.
Toh kau juga akan pergi, bodoh. Jangan berharap sesuatu yang tak
mungkin kau dapat!
**********
Karena penasaran, L.Joe membuka lokernya. Dan saat pria itu
menarik pintunya, beberapa kertas berjatuhan. L.Joe memungut kertas-kertas itu
dan melihat nama pengirimnya, ada beberapa nama tak dikenal yang ia lihat
hingga matanya berhenti di kertas terakhir…. Krystal. L.Joe langsung membuka
kertas milik Krystal dan membacanya.
Oppa! walaupun sikapmu
dingin seperti es. Aku yakin kau sebenarnya memiliki hati yang hangat. Ayo
saling mengenal satu sama lain lebih dekat lagi. Jika kau bertanya-tanya kenapa
aku mengirimkan ini padahal aku sedang dekat dengan teman sekelasmu, chunji,
sebenarnya aku tidak menyukainya. Sungguh. Dia saja yang mengejarku
terus.Oppa…. tolong respon suratku.
L.Joe tertegun selama beberapa saat setelah membaca itu. Haruskah aku memberitahukannya pada Chunji?
Namja itu kembali menengok ke dalam loker. Ada cokelat dan
beberap kado juga. Padahal ini bukan hari ulang tahunnya. L.Joe menatap semua
benda itu dengan ekspresi ‘apa ini?’ lantas mengambil benda-benda itu dan
menutup lokernya. Ia berjalan menuju tempat sampah dan menjatuhkan semua
cokelat, surat dan kado ke dalam sana, kecuali satu kertas. Saat ia berbalik,
Hyo Jin ternyata sudah berdiri di depannya dengan mata melebar.
“KAU MEMBUANG COKELATNYA JUGA? DAN ASTAGA….. APA ITU?
BAGAIMANA KALAU ISINYA JAM TANGAN MAHAL ATAU PARFUM?” Hyo Jin berteriak saat
menengok ke tempat sampah. Gadis itu menggulung lengan kemejanya dan siap
mengambil benda-benda itu, namun L.Joe langsung menahannya. “YA! APA YANG KAU
LAKUKAN?”
“HARUSNYA KALAU KAU TAK MAU BERIKAN PADAKU SAJA”
“aku ingin bicara padamu” L.Joe menarik tangan Hyo Jin dan
membawanya pergi. Gadis itu berteriak ‘tunggu sebentar’ sambil menahan tubuhnya
dan mengulurkan tangan ke arah tong sampah. Tapi tenaga L.Joe ternyata semakin
kuat. Buktinya sekarang ia berhasil menarik Hyo Jin dengan mudah.
“lihat ini” Hyo Jin menyambar kertas yang diberikan L.Joe
dan membaca isinya dengan kaget. “astaga! Beraninya gadis itu mempermainkan
Chunji”
“lebih baik kau beritahu dia”
“bagaimana caranya? Chunji sedang tergila-gila dengan gadis
itu”
“jadi mau didiamkan saja?”
“aku akan bicara padanya. Tapi tidak sekarang” Ujar Hyo Jin
pelan. Lalu tiba-tiba saja gadis itu memicingkan matanya pada L.Joe seolah
sedang menilai, “kau yakin tidak menyukainya? Dia kan sangat cantik”
“tidak secantik itu” L.Joe berkata dengan dingin dan
melewati Hyo Jin begitu saja.
**********
“Dance Woo~ I Wanna Dance, Dance, Dance, Dance, Dance
Fantastic Baby” Hyo Jin menggerakkan telapak tangannya di depan mata sambil
menggoyang-goyangkan badan di depan kaca. Di belakangnya, ada Chunji yang
sedang melompat-lompat di atas ranjang sambil bernyanyi dan menggenggam sisir
seolah sedang menggenggam microphone. Speaker yang terhubung dengan mp4 milik
Hyo Jin masih setia berdebum-debum mengumandangkan lagu milik Big Bang,
menguasai kamar minimalis milik pria bermarga Lee itu.
Saat Chorus kedua terdengar, keduanya semakin asik dan mulai
berimajinasi seperti sedang bernyanyi di atas panggung. Hyo Jin ikut melompat
ke ranjang dan bernyanyi lebih keras dari sebelumnya. Sesaat kemudian, asistan
rumah tangga Chunji datang membawakan kue. Secara kompak, Hyo Jin dan Chunji
turun dari tempat tidur dan menggiring sang bibi yang baru meletakkan nampan di
nakas menuju keatas tempat tidur. Walau perempuan itu menolak habis-habisan,
tapi dua anak muda dikanan kirinya tetap tak mau ditolak, sampai akhirnya bibi
itu tak punya pilihan lain selain ikut melompat-lompat di tengah sepasang muda
mudi yang sudah hilang kewarasan.
“Keep it up to bibi Seok Hee, EVRYBODEEEHHHHH” teriak Chunji
di akhir lagu sambil mengarahkan sebelah tangannya yang tidak memegang sisir
kepada sang bibi yang sedang mencoba turun. Sementara Hyo Jin berteriak riuh
sambil memutar-mutar tangannya di udara.
“ahahahaha” mereka tertawa dan berhigh five dengan kompak.
Sementara bibi Seok Hee sudah keluar dari kamar secara diam-diam. Chunji
mematikan speakernya, kemudian berbaring di sebelah Hyo Jin yang tengah
tersenyum menatap langit-langit.
“satu jam non-stop!” ujar pria itu setengah tertawa.
“benarkah?”
“Ne.. sekarang sudah jam 6! Keobwa” Chunji menunjuk jam
dindingnya sambil menyenggol lengan Hyo Jin. “Daebak. Kita benar-benar jjang. Big Bang harusnya mengajak kita konser” Chunji
cuma tersenyum menanggapi khayalan Hyo Jin. Mereka mengontrol napas sambil
menatap lurus pada langit-langit. Hingga…..
“Chunji…” sang pemilik nama menoleh. “soal prom…..” Hyo Jin
menggantungkan ucapannya dan menarik napas dalam.
“belum ada yang mengajakmu?” tebak pria itu tepat sasaran.
“pokoknya kalau tak ada yang mengajakku ke prom, kau juga
tak boleh ikut” putus Hyo Jin. Namja disebelahnya langsung bangkit dan menatap
Hyo Jin seolah berkata ‘ini tidak adil’
“kau rela membiarkanku sendirian di prom?” Hyo Jin
menggunakan nada minta dikasihani dan menatap namja itu dengan lesu.
“lalu Krystal? Aku sudah mengajaknya!”
“APA?” Kali ini Hyo Jin yang bangkit dari posisi
berbaringnya. Mereka saling bertatapan seolah sedang saling menyalahkan.
“Chunji! Kau harus tahu! Krystal itu tidak menyukaimu. Dia
suka L.Joe”
“dan sekarang, karena tak ada yang mau mengajakmu ke Prom,
kau menjelek-jelekkan Krystal di hadapanku?”
“YA! Bukan begitu”
“Aku tak akan percaya semudah itu. Di malam prom nanti aku
akan menembaknya”
“Jangan! Dia tak akan menerimamu, sudah kubilang dia suka
L.Joe” Hyo Jin berdiri dan mulai bicara dengan sewot.
“KAU! Berhenti bilang yang tidak-tidak tentangnya. Dia suka
L.Joe? Apa yang membuatmu berkata begitu? Jangan bertingkah seperti cenayang,
oke?”
“Chunji! Krystal memberikan surat pad….”
“Aku tahu kau kecewa Myungsoo tak mengajakmu pergi. Oh..
atau kau kecewa karena L.Joe juga tak mengajakmu pergi?” Chunji tersenyum sinis
sambil memalingkan muka. Tiba-tiba saja bayangan L.Joe dan Hyo Jin yang sedang
bertatap-tatapan dengan tangan terborgol di ruang tengah terbersit di
kepalanya.
“YAA! KENAPA KAU BERKATA SEPERTI ITU?”
“DAN KAU! MENURUTMU KENAPA KAU BERKATA SEPERTI ITU?”
“APA KRYSTAL SEBEGITU BERARTINYA UNTUKMU HAH?”
“YA! DIA BERARTI BAGIKU. SANGAT”
“TAPI CHUNJI, DIA SUKA….”
“L.JOE? HUH? JANGAN-JANGAN KAU YANG MENYUKAIKU YA?”
“dafuq! Kau masih menganggapku sebagai teman atau tidak huh?
Chunji aku menyayangimu. Aku hanya tak ingin gadis sial itu…..”
“kalau kau hanya mau berkata omong kosong begini lebih baik
keluar saja” Hyo Jin benar-benar tersentak mendengar ucapan itu. Ini pertama
kalinya ia diusir oleh Chunji, oleh sahabat kecil yang sangat ia sayangi. Dan
ternyata rasanya sungguh menyakitkan. Tanpa sadar air mata meluncur bebas dari
matanya, Chunji ikut terkejut melihat Hyo Jin yang tiba-tiba menangis.
“Hyo Jin~aa… mianhae” namja itu memegang punggung Hyo Jin
serba salah. Namun Hyo Jin langsung menepisnya.
“TERSERAH KAU SAJA BRENGSEK! AKU SUDAH MENGINGATKANMU” Jerit
Hyo Jin, lantas berlari pergi. Menghasilkan debuman keras yang memenuhi
ruangan. Chunji refleks berdiri, tapi kakinya sengaja ia tahan. Gadis itu butuh
waktu untuk menenangkan diri, kalau ia menghampiri Hyo Jin sekarang, bukannya
membaik, mereka berdua bisa saling berteriak lagi.
Saat Hyo Jin membuka pintu rumahnya, seorang wanita berdiri
menyambutnya. Tubuh Hyo Jin langsung kaku, ia mematung dan menatap wanita itu
dengan ekspresi kosong. Rasa sakitnya terhadap Chunji semakin menjadi-jadi saat
melihat wanita ini. Ibunya.
“Hyo Jin” Saat suara lirih ibunya terdengar, Hyo Jin
mendadak teringat L.Joe yang menjatuhkan bunga lili ke laut sambil bilang
‘eomma aku disini’ Hatinya bergetar lebih parah lagi. Rasa sakit karena Chunji
mengusirnya bukan apa-apa jika dibandingkan ini.
“eomma tidak bermaksud meninggalkanmu sendiri. Tapi ada
urusan yang sangat mendesak antara eomma dan appa. Sesuatu yang tak bisa
kami……..” ucapan itu terputus. Hyo Jin yang mencoba mendengarkan penjelasan
ibunya baik-baik tak bisa menahan diri untuk memeluk wanita itu. Wanita yang
sudah melahirkannya.
“eomma dan appa bercerai?”
“ah~ maafkan eomma” sang ibu mulai menangis terisak-isak.
“anio. Gwaenchanayo… apapun yang terbaik untuk kalian, Hyo
Jin akan menerima semua keputusan eomma dan appa” Hyo Jin menggigit bibirnya,
berusaha untuk tidak menangis. Tangan gadis itu bergerak di belakang punggung
sang ibu, mencoba berbagi ketenangan.
**********
Hyo Jin menutup pintu kamarnya dan berjalan pelan menuju
ranjang. Masalah keluarganya sudah terselesaikan –sebut saja begitu- setidaknya
ia sudah bicara dengan ibu yang selama ini ia sebut-sebut tidak peduli.
Masalahnya dengan Chunji pun sebenarnya bukan masalah penting. Ia hanya tak
terima diperlakukan seperti itu oleh pria yang biasanya bertingkah sangat
manis. Mereka sering bertengkar, tapi bukan mempertengkarkan hal-hal seperti
ini. Krystal? Harusnya gadis itu tak menjadi bahan penting untuk diributkan.
Kepalanya tertoleh keatas nakas, menatap handphone yang
tergeletak disana. Apa kutelfon saja?
“dan minta maaf, begitu? tapi aku kan tidak salah” gumam Hyo
Jin. Ia menyambar ponsel itu dan berbaring di ranjang. Saat matanya mulai
memejam, ponsel itu bergetar. Satu pesan baru bertengger di inbox-nya. Dari
nomor tak dikenal. Hyo Jin membuka pesan itu dengan malas.
“kau mau ke prom?
Bersamaku?”
Seketika matanya melebar. Gadis itu senang bukan main dan secara
refleks langsung melompat berdiri di atas ranjang. “Ya Tuhan! Ada yang mengajakku”
pekik Hyo Jin sambil membaca pesan itu sekali lagi. Takut-takut salah baca.
Namun, “hei…. tapi siapa dia? Bagaimana kalau orangnya jelek?”
Hyo Jin memperhatikan rangkaian nomor itu seolah sedang
menerka. Hingga tiba-tiba saja handphone yang tengah ia genggam berbunyi. Nomor
tak dikenal itu menghubunginya. Hyo Jin yang terkejut langsung terhuyung dan
memegangi tembok. “bagaimana ini? aku harus bilang apa?” ringisnya tak karuan.
Hingga…. “y..yoo…yoboseo”
“jadi bagaimana? Kau mau?”
“siapa ini?”
“ah~ kukira kau akan mengenali suaraku. Ini aku, Myungsoo”
**********
“hei….. kau mau bersamaku atau Myungsoo akan menjemputmu?”
Chunji mengetuk-ngetuk pintu kamar Hyo Jin sambil mencoba memasang dasinya.
Yep! Malam prom tiba. Semua murid kelas 3 –tentu saja- berusaha tampil maksimal
dengan menggunakan gaun dan setelan jas formal yang elegan. Tak terkecuali dua
manusia itu –chunji dan Hyo Jin- keduanya sibuk mempersiapkan diri, terlebih
Hyo Jin yang sejak pagi sudah menata rambutnya di salon. Ayolah…. Ini malam
yang sangat spesial bagi gadis itu, bukan hanya karena ‘ini adalah pesta
sebelum kelulusannya’ tapi juga karena Myungsoo –sang idola sepanjang masa-
akan berada di sampingnya sepanjang acara. Gadis itu tak ingin terlihat jelek
sedikitpun di mata Myungsoo. Sama sekali tidak.
Hyo Jin membuka pintu kamarnya dan langsung menarik Chunji
masuk. Padahal mereka baru bertengkar karena ‘Krystal’ beberapa hari yang lalu,
tapi sekarang, kedua orang itu bertingkah seperti semuanya baik-baik saja.
“menurutmu aku pakai bando yang mana?”
“kau mau pakai bando? Kau? KAU?” Chunji melebarkan sebelah
matanya dan menunjuk Hyo Jin dengan dramatis. “ayolah…. Aku harus terlihat
feminim di depan Myungsoo” ia memasang bando berwarna putih gading dan
merapikan rambutnya sambil menatap kaca dengan gelisah.
“jadi dirimu sendiri saja. Kau cantik seperti ini” Chunji
mengangkat bando yang baru tersemat di kepala Hyo Jin begitu saja. Membuat sang
gadis langsung mendecak, khawatir rambut yang sudah dicuci bersih di salon itu
jadi kusut.
“tapi Myungsoo suka
gadis feminim” rebutnya lagi.
“kalau begitu kau bukan tipenya”
“aku akan berusaha menjadi tipenya” Ekspresi kecut, kesal,
tak terima mulai terpancar dari wajah sang lawan bicara. Tapi namja itu
berusaha menghargai semua jerih payah Hyo Jin yang ingin tampil sempurna. Ia
menahan semua hasratnya untuk berkomentar. Asalkan gadis itu senang, sebagai
sahabat, ia juga pasti akan senang.
Chunji memegang kedua bahu Hyo Jin dan menatap pantulan
bayangan mereka di cermin, lantas kedua bilah bibirnya tertekan membentuk
senyum. Sesuatu di kepalanya mengusik, mengundang senyum yang lebih lebar lagi.
“aku benar-benar gugup malam ini” Hyo Jin tak merespon, terlalu sibuk memasang
kembali bandonya. “aku akan menembak Krystal di hadapan seluruh kelas 3”
gerakan tangan Hyo Jin langsung terhenti. Ia menatap Chunji yang terlihat
sangat sungguh-sungguh dari kaca, persendiannya terasa kaku. Tak tahu lagi
harus berkata apa.
“kenapa diam saja? kau masih tak setuju aku dengan Krystal?”
“kau masih tak mau mendengarkanku juga?”
“ayolah,….. jangan mulai lagi! kita sudah sering bertengkar
gara-gara ini”
“benar. Persahabatan kita sungguh menjijikkan. Jangan sebut
sahabat jika tak saling percaya” Mereka saling melempar ekspresi marah melalui
kaca. Chunji melepas tangannya dari bahu Hyo Jin dan langsung membalik badan.
Bertengkar lagi? Ya.. akhir-akhir ini, Krystal memang sedang menjadi objek
hangat untuk dipertengkarkan.
**********
Saat semua orang sedang menikmati malam indah di pesta prom.
Hyo Jin justru sibuk menahan jantungnya yang berdegup-degup tak karuan
disamping Myungsoo. Rasanya ia ingin salto di atas panggung lalu naik roket ke
angkasa. Ya Tuhan bagaimana tidak? Myungsoo, idola nasional di sekolahnya,
sejak tadi menggandeng tangan Hyo Jin seolah takut kehilangan. Mungkin ini
perasaannya saja. Tapi pikiran ‘sepertinya Myungsoo menyukaiku’ berputar-putar
di kepala Hyo Jin, siap membuatnya gila. Sejak tadi Myungsoo terus mengajaknya
bicara dengan senyum mempesona dan tatapan yang menggetarkan seluruh sel di
tubuhnya. Lebih dari itu, bahkan saraf-sarafnya berulang kali dibuat lumpuh
saat permukaan kulit namja itu menyentuh kulitnya. Kalau disentuh saja aku langsung kaku, bagaimana mungkin aku bisa
menikahinya? Khayalan Hyo Jin semakin melambung menembus awan, musik rock
yang dibawakan band sekolah malah terdengar seperti musik klasik. Hingga sebuah
tangan terlambai-lambai di depan wajahnya, “Hyo Jin~”
“ah~ ne? Myungsoo?”
“bisa kau lepas tanganku? Aku mau ke toilet……. sebentar”
“Lepas?” kecerdasan Hyo Jin yang luar biasa turun sampai ke
inti bumi. Myungsoo melirik tangan mereka yang bertautan erat, atau lebih
tepatnya tangan Hyo Jin yang meraup tangannya, seolah ingin meremukkan
jari-jarinya.
“Maafkan aku!” Hyo Jin langsung melepaskan genggamannya begitu
sadar kemana arah tatapan itu. Ternyata
dari tadi yang menggenggam tangannya itu aku.
Myungsoo tersenyum seadanya dan mengangguk sambil bilang
‘tidak apa-apa’. Namja itu melirik arah ke kamar mandi seolah sedang
mengirimkan bahasa isyarat, sang gadis mengangguk, memberi izin. Hyo Jin baru
saja ingin mengumpat kebodohannya sendiri saat tiba-tiba saja suara pengang
terdengar dari speaker, membuat seluruh murid refleks menutup telinga sambil
mengerang. Makian pun keluar dari banyak mulut, hingga suara pengang itu
berhenti.
“maaf mengganggu pesta kalian” merasa mengenal suara itu,
Hyo Jin menolehkan kepalanya ke atas panggung. Dan….. Chunji.
Telapak kaki Hyo Jin terasa melayang saat melihat Chunji di
depan sana. Ia rasa ia tahu apa yang akan Chunji lakukan. Pria itu –tentu
saja- ingin menembak Krystal dari atas
panggung. Hyo Jin berusaha tak peduli dan terus-menerus mensugestikan bahwa ini
bukan salahnya, jika namja itu akhirnya ditolak dan dipermalukan di depan
banyak orang seperti ini, Chunji tak berhak menyalahkannya. Toh,… gadis itu
sudah sering mengingatkan. Krystal hanya menyukai L.Joe. Dan Chunji cuma
dianggap sebagai ‘pria yang terus mengejar-ngejarnya’ Kenapa pria itu tak mau
mengerti? Dan kenapa pria itu tak mau mendengar sahabatnya sendiri? Cinta itu
buta…. Ya! Chunji yang sedang jatuh cinta sungguhan. Ini pertama kalinya Chunji
benar-benar seperti orang buta.
Tangan Hyo Jin menyilang di dada. Menunggu kalimat manis
macam apa yang akan digunakan pria itu untuk menembak sang pujaan hati. Namun
belum sempat Chunji bicara, seseorang menarik tangannya. Seorang pria. Hyo Jin
berteriak-teriak menyuruh pria itu melepaskannya, tapi bukan dilepas, ia malah
menggenggam tangan Hyo Jin semakin kuat dan membawanya keluar dari gedung.
Entah kenapa, genggaman tangan ini terasa tidak asing, dan benar saja……. that’s L.Joe!
L.Joe menyentaknya dengan kasar di area taman. Gadis itu
ingin marah, memaki, kalau bisa menjambak. Hei… bagaimana jika Myungsoo sedang
mencari-carinya sekarang? atau… hei… sahabatnya sedang mencoba menembak seorang
gadis disana. Dan jangan lupakan betapa merepotkannya heels dan gaun yang ia
kenakan. Harusnya L.Joe bisa sedikit lebih lembut pada Hyo Jin yang malam ini
terlihat anggun. Hanya malam ini. Tak bisa ya?
“WHAT THE HELL! KENAPA KAU MENARIKKU KESI………….”
“aku akan pergi” tiga kata singkat itu sukses membuat Hyo
Jin terdiam. Ekspresi keras yang terpeta di wajahnya seketika melemah, matanya
menatap resah pada L.Joe. Pergi kemana? Jauh tidak? berapa lama? Untuk apa?
jangan bilang mau kuliah di luar negri? Memang di Korea sudah tidak ada
universitas yang bagus ya? Entah kenapa ia malah memikirkan semua itu, padahal
L.Joe musuhnya. Mungkin 3 tahun bersama-sama membuat perasaan mereka terhubung
dengan cara yang aneh. Dan dari semua pertanyaan yang melesat di otaknya, tak
ada satupun yang bisa terucap.
“yah… aku tahu kau mungkin tak akan peduli. Tapi aku merasa
harus mengatakan ini padamu” padahal L.Joe sudah menekan gengsinya dalam-dalam.
Tapi Hyo Jin yang terus menerus diam membuat pria itu berpikir ulang. Dia sepertinya sama sekali tak peduli. Mungkin
tidak ada gunanya aku mengatakan ini.
“sebelum pindah ke Amerika, aku ingin meluruskan semuanya”
nafas berat L.Joe terhembus. Sementara Hyo Jin masih tetap menahan napasnya.
“selama 3 tahun kita sekolah bersama, maaf sudah membuatmu
tak nyaman. Aku pernah membuatmu olahraga tanpa sepatu, menyirammu dengan
tepung, mencoret wajahmu dengan spidol dan segalanya” L.Joe terkekeh kecil,
seakan semua yang diucapkan baru saja diputar ulang di otaknya. Sementara Hyo
Jin yang seharusnya merasa kesal malah tersenyum tipis seperti mengingat
kenangan manis. Dan pada akhirnya,
seburuk atau sebaik apapun itu, tetap saja akan menjadi kenangan yang tak
terlupakan.
“kenapa harus pergi?”
“kalau aku bisa lebih baik disana, kenapa harus tinggal?”
“kau yakin bisa lebih baik disana, maksudku….. kau tak ingin
kuliah disini? Siapa tahu kita bisa satu kampus? Mungkin aku bisa membuat Hyo
Jin’s prank untukmu… mungkin kita….” suara Hyo Jin saat mengucapkan itu
terdengar semakin lemah dan parau, seolah sedang berupaya menahan sesuatu. Menahan
L.Joe untuk pergi. Ia berusaha terlihat biasa-biasa saja, tapi dadanya semakin
sesak dan sesak kala mata itu menatapnya. L.Joe bisa melihat mata Hyo Jin yang
mulai berair. Ia tersenyum tulus dan mengusap mata berair itu dengan ibu
jarinya. Pria ini tersenyum lagi……
padaku.
L.Joe yang sedang tersenyum sungguh membuat dunia Hyo Jin
terasa berputar. Senyumnya. Ya.. senyumnya memang bukan tipe senyum yang
membuat hati wanita luluh, tapi entah kenapa cara dia tersenyum terasa seperti
sihir. Hyo Jin bahkan sampai ingin menghentikan waktu dan melihat pemandangan
ini terus-menerus. Seperti deburan ombak di musim panas, seperti salju pertama
di musim dingin.
Detik berikutnya, wajah tersenyum yang jarang Hyo Jin lihat
itu menghilang, berganti dengan ekspresi terganggu, “Ya! Sejak kapan kau
memakai benda ini?” L.Joe melepas bando putih yang Hyo Jin pakai dan menjatuhkannya
begitu saja. “ini baru Park Hyo Jin” dan tersenyum lagi sambil merapikan rambut
Hyo Jin. L.Joe menarik napas berat sambil memperhatikan wajah gadis itu,
tangannya turun dan ia selipkan di saku celana. Sementara gadis dihadapannya
masih belum bisa menentukan ekspresi. Terlalu syok, sakit, entahlah…. Perasaan ini sungguh tidak tepat.
“sebenarnya aku bersikap seperti ini selama tiga tahun hanya
untuk menarik perhatianmu” Hyo Jin semakin tidak paham. Ia menatap L.Joe seakan
berkata ‘kau bercanda kan?’ tapi dari mata pria itu, sepertinya ia sedang
serius.
“Aku bukan gay. Aku punya seorang gadis yang kusuka” Hyo Jin
mengarahkan tatapannya ke bawah.
“dan gadis itu kau” darahnya langsung berdesir. Hyo Jin
menarik napas dalam-dalam guna menormalkan kerja jantungnya. Tapi sia-sia.
Efeknya terlalu kuat. Musuh nomor satu-ku
menyukaiku?
Kemudian mereka tak lagi bicara, hanya suara derikan
jangkrik yang terdengar. Tak lama, saat L.Joe baru mau membuka mulut, tiba-tiba
saja suara ‘wuuhhh’ dari gedung pesta terdengar riuh. Hyo Jin langsung teringat
Chunji.
“Chunji! Dia pasti membutuhkanku sekarang. Nanti kita
mengobrol lagi ya..” ucap Hyo Jin cepat. Ia segera membalikkan badan, namun
L.Joe menarik tangannya dengan kuat. Pria itu menatap Hyo Jin tepat di matanya,
minta diperhatikan.
“aku akan pergi. Kau mengerti tidak sih?” L.Joe menggeram.
Tangannya terselip di helaian rambut Hyo Jin, pelan-pelan menggiring wajah
gadis itu mendekat.
Detik berikutnya wajah mereka tak lagi berjarak. Bibirnya
menempel sempurna pada bibir Hyo Jin. Atau dengan kata lain, mereka berciuman.
Otak Hyo Jin seketika kosong, mustahil rasanya berpikir rasional disaat-saat
seperti ini. Suara riuh dari gedung prom tak lagi terdengar, hanya dengungan
tak berarti yang ada. Perlahan Hyo Jin memejamkan mata, larut dalam suasana.
Harusnya aku tak
memikirkan ini. Tapi bibirnya terasa hangat dan…………. Hangat.
L.Joe menjauhkan wajahnya dan menatap Hyo Jin
sungguh-sungguh. “aku menyukaimu, Park Hyo Jin”
“ah? Itu…” Hyo Jin tak tahu harus bicara apa. Ia
menggerakkan matanya kemana-mana sambil menggaruk tengkuk. Lalu..….. “kalau
begitu selamat jalan, semoga harimu di Amerika menyenangkan” dan akhirnya sikap
paling tak biasa ia tampakkan. Benarkah? Setelah berciuman di tengah malam
prom, gadis itu hanya mengucapkan kalimat tanpa makna? Hyo Jin tersenyum paksa
dan langsung berlari, meninggalkan L.Joe yang masih tak percaya. Ayolah…. Ini
pertama kali ia menembak perempuan, dan sekarang ia dicampakkan?
**********
Langkah tak fokus Hyo Jin membawanya persis ke depan
Myungsoo. Walaupun jantungnya bergemuruh parah, wajah gadis itu tetap terlihat
kosong. Masih melamun, masih belum sadar akan keadaan. Myungsoo memegang dagu
Hyo Jin dan menatap gadis itu keheranan.
“kau habis dari mana?” tak ada respon. Myungsoo
memperhatikan bibir Hyo Jin lalu mengganti pertanyaannya, “kau bersama siapa?”
pertanyaannya terasa sangat dingin, membuat Hyo Jin mau tak mau balik memandang
pria itu.
“aku…..”
“L.Joe?” tebak Myungsoo –sangat tepat-. Hyo Jin tak menjawab
lagi. Baiklah….. terserah pria ini mau berpikir seperti apa. Yang pasti
perasaan Hyo Jin sekarang sungguh terasa berat. Dan ia bahkan tak tahu pasti
apa yang membuatnya begini. Karena L.Joe menciumnya? Karena L.Joe mau pergi?
Karena takut tak bisa bertemu L.Joe lagi? padahal
dulu aku selalu berdo’a agar pria itu cepat menghilang dari hidupku.Tapi saat
do’aku dikabulkan…… aku malah ingin menariknya lagi.
Idola yang biasanya terlihat sangat bersinar kini mulai
redup cahayanya –setidaknya di mata Hyo Jin-. Lagu-lagu dansa berputar,
Myungsoo memegang pinggang Hyo Jin dan tersenyum mempesona seperti biasa. Tapi
anehnya, senyum mempesona itu tak berdampak besar bagi Hyo Jin. Benar…. Gadis
itu ikut tersenyum secara otomatis, tapi entah kenapa rasanya berbeda. Ini
semua terlalu diluar akal. Selama 3 tahun ini Myungsoo hanya menjadi idolanya,
dan saat pria itu melakukan semua hal yang biasanya cuma bisa diimpikan, ini
semua malah terasa seperti……. tidak nyata. Mungkin Myungsoo hanya pria impian
negeri dongeng-nya. Bukan seseorang yang benar-benar ia inginkan. Atau tidak.
Atau gadis itu saja yang tak tahu untung. Hyo Jin melirik gadis-gadis yang
menatapnya iri. Ia jadi merasa bersalah. Mereka sepertinya lebih bisa
menghargai kesempatan emas ini dari pada Hyo Jin. Saat semua orang menginginkan posisiku, saat semua orang memandang
penuh cemburu padaku, aku malah kehilangan semua rasaku.
Tiba-tiba saja, Hyo Jin yang sedang berdansa ditarik kasar
oleh seseorang. Oleh Chunji. Kontan membuat keduanya terkejut.
“KAU MAU IKUT AKU PULANG ATAU TETAP BERSAMANYA?” Chunji bertanya
dengan nada membentak. Wajah pria itu terlihat luar biasa merah. Matanya penuh
binar benci dan rahangnya keras. Jelas emosinya sedang berkuasa penuh. Hyo Jin
yang tak bisa memutuskan akhirnya lebih memilih diam dan memandang Chunji
dengan takut. Pria itu mendesah keras, melepas tangannya dengan kasar dan
segera pergi.
Hyo Jin kembali membalik badannya pada Myungsoo yang ikut
syok. “aku baru tahu dia bisa jadi semenyeramkan itu”
“kau dengar Krystal bilang apa tadi? Apa Chunji ditolak?”
“lebih dari itu! ia mengatakan playboy seperti Chunji tak
berhak mendapat cinta yang tulus. Aku baru kembali dari kamar mandi dan
semuanya sudah ribut. Kurasa gadis itu juga bicara banyak hal buruk sebelumnya”
“astaga” Hyo Jin merasa sangat bersalah. Apa ia harus
menemani sahabatnya? Atau tetap disini, berdansa dengan namja favoritnya?
Dan pilihan kedua lah yang Hyo Jin pilih. Ia tak mengerti.
Ia juga bukan bermaksud ‘balas dendam’ karena dulu Chunji selalu mendahulukan
Krystal. Hanya saja….. entahlah.
L.Joe POV
Aku berdiri menyandar diluar gedung sambil terus menatap ke
dalam. Dari sini aku bisa melihat Hyo Jin dan Myungsoo tengah berdansa, gadis
itu tersenyum, begitu pula pria di depannya. Mereka serasi.
Kumohon…. Gadis bodoh.
Menoleh padaku.
Sekali saja.
Menoleh.
Biarkan aku tahu perasaanmu.
Jika kau sungguh tak punya rasa, setidaknya aku bisa pergi
dengan tenang.
Heh gendut!
Ayo menoleh.
Izinkan aku bicara sekali lagi.
Izinkan aku menyuruhmu menungguku.
Aku….. membutuhkanmu.
Apa di Amerika nanti ada gadis yang bisa sesabar dirimu?
Gadis bodoh.
Kau tak mau menoleh juga?
Hampir sepuluh menit sejak pertemuan singkat kami di taman.
Dan hampir sepuluh menit juga aku berdiri disini sambil berharap. Semakin lama,
aku mulai merasa jika tak ada gunanya berdiri lebih lama. Dia sedang bersama
Myungsoo kan? akal sehatnya pasti sudah tak berjalan. Ia pasti tak akan menoleh
kemana-mana dan hanya menatap pria itu saja. Ya.. sebesar itulah Hyo Jin
mencintainya. Cinta? Mengidolakan dan mencintai adalah dua hal yang berbeda
kan? tapi melihat Hyo Jin yang seperti itu, kurasa selain mengidolakan, dia
juga sudah jatuh cinta. Kim Myungsoo, sampai saat ini aku tak tahu apa yang
begitu ‘hebat’ darinya. Tapi ada satu hal luar biasa yang harus kuakui darinya,
dia bisa membuat seorang Park Hyo Jin selemah itu. Sejatuh itu. Sefokus itu.
Aku meremas kaleng soda sampai jemariku sakit. Tapi tidak,
ada hal yang lebih menyakitkan dari jemari itu. Sebuah organ vital di dalam
tubuhku. Rasanya sudah remuk. Harusnya aku tak pernah mengatakan itu pada Hyo
Jin, harusnya biar saja ini semua menjadi rahasia pribadiku. Aku menyesal sudah
bilang menyukainya. Setelah ini, aku tak tahu akan secanggung apa kami berdua
saat bertemu. Dengan perasaan tak menentu aku berbalik, berjalan lurus menuju
pintu keluar.
Jadi hanya begitu? Kalimat terakhir yang bisa kukenang
darimu hanyalah ‘semoga harimu di Amerika menyenangkan’? Jadi semua hal yang
telah kuperbuat kepadamu selama tiga tahun ini sama sekali tak berkesan?
**********
Hyo Jin POV
“Chunji~aa…” tok… tok.. tok… “Chunji maafkan aku” kumohon.
Mungkin namja ini tak akan membukakan pintu untukku. Pasti
dia kecewa, atau marah, atau benci, atau…… ceklek. Pintu terbuka. Ekspresi
lelah dan depresi tampak dari sang pemilik kamar. Ya.. Chunji. Namja itu sudah melepas
jas formalnya, dan kini hanya memakai kemeja putih yang sudah tampak tak
beraturan. Krystal ternyata berdampak sebesar ini baginya.
“maafkan aku. Aku bukannya tidak peduli padamu. Tapi aku……..”
“gwaenchana…. Ini salahku” ujarnya. Wajah pria itu terlihat
sangat kusut, sepertinya dia habis marah besar-besaran dan berteriak tanpa
henti. Aku bicara begini bukan tanpa alasan, saat aku sampai di rumahnya, bibi
Seok Hee langsung mengadu kalau Chunji marah-marah sendiri di dalam kamar. Ya..
itu memang gaya-nya dalam meluapkan emosi. Tidak buruk. Setidaknya dia tidak
merugikan orang lain atau merusak barang apapun.
Chunji meninggalkan pintu dan berjalan gontai menuju
ranjangnya. Aku mengekor di belakang pria itu setelah sebelumnya menutup pintu.
Aku duduk disampingnya. Mengusap bahunya untuk membuat emosi pria ini
benar-benar reda.
“harusnya aku mendengarkanmu” tatapan matanya terlampau
kosong, membuatku serba salah untuk bicara. Kalau mengikuti suara hati, rasanya
aku ingin berteriak di depan mukanya ‘KUBILANG APA? MAKANYA DENGARKAN AKUU!!!!’
tapi melihat kondisi sekarang, lebih baik aku diam dan menenangkannya. Aku tak
mau mengorbankan diriku menjadi bahan amukan Lee Chan Hee, walaupun wajahnya
terlihat feminim, cantik, lembut dan sebangsanya, namja ini bisa terlihat
seperti kerasukan jika sedang marah. Inilah mengapa ia lebih senang marah-marah
sendiri di dalam kamar.
Aku menghembuskan napas dan mulai mengeluarkan segala ucapan
motivasi padanya. Bahwa di dunia ini perempuan bukan hanya Krystal saja, bahwa
dia bisa mendapat puluhan gadis yang lebih cantik darinya, dan lain-lain. Yang
pasti aku terus bicara sampai namja itu mulai bisa tersenyum dan meresponku. Bukan
hanya diam dan diam. Sungguh! Aneh rasanya melihat pria ini diam.
“dan kau?”
“wae?”
“bagaimana kencanmu dengan Myungsoo?”
“ah~ itu”
“kenapa? Myungsoo tidak semenarik itu?”
“bukan begitu. Dia sangat menarik, sangat perhatian, sangat
tampan. Apalagi saat dilihat dari jarak dekat. Kami berdansa bersama dan
semuanya sempurna…. tapi…..”
“ada tapinya?
“menurutmu…… Myungsoo atau……”
“nugu?”
“Myungsoo atau……..” aku menggigit bibir dan menatap Chunji,
masih ragu untuk menyebut namanya.
“L.Joe?”
“HAH?”
“Tadi dia membawaku ke taman, dia bilang dia akan pergi ke
Amerika untuk kuliah, dan yang lebih parah, dia bilang dia menyukaiku”
“MWORAGO? Setelah 3 tahun membuatmu susah sekarang dia malah
bilang suka?”
“L.Joe memang sedikit…. eumm….. berbeda”
“dan sekarang kau membelanya?”
“kita hanya belum memberinya kesempatan untuk menunjukkan
siapa dirinya. Sebenarnya dia baik kok”
“sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian?”
“kami baru saja berciuman” Mata Chunji langsung saja
terbelalak. Entah karena terkejut atau marah
karena aku mendahuluinya.
“dengan L.Joe? bagaimana bisa?”
“semua terjadi begitu saja. Kenapa ya orang yang biasanya
terlihat biasa saja selalu terlihat mempesona di akhir? Maksudku…. Dia bilang
dia akan pergi dan aku tak tahu kapan. Sementara aku masih bingung apa aku
menyukainya atau tidak”
“jadi kau jawab apa?”
“aku bilang selamat jalan dan bersenang-senanglah disana”
“YA! Jawaban apa itu? Tanya hatimu, kau suka dia atau tidak?”
“mollayo”
“jika dibandingkan dengan Myungsoo….. kau memilih siapa?”
“aku…… tak tahu”
“itu artinya kau memilih L.Joe”
“kenapa kau bisa menyimpulkan seperti itu? aku bingung
begini karena L.Joe akan pergi setelah mengucapkan ia menyukaiku. Bukan karena
hal lain…………………. sepertinya” sejujurnya aku tak yakin. Ini terasa seperti, aku
sedang jatuh cinta dengan dua orang sekaligus di waktu yang sama.
“Kau menyukai Myungsoo sejak 3 tahun, lalu tiba-tiba ada
namja yang datang dan bilang menyukaimu. Dan boom! Hanya dalam semalam kau jadi
meragukan cintamu pada Myungsoo. Tentu saja efek L.Joe lebih kuat”
“tapi…….”
“kata orang, pilih pilihan kedua”
“Kenapa harus yang kedua?”
“karena jika kau benar-benar mencintai yang pertama, kau
tidak akan ragu menolak yang kedua”
“if you love two people at the same time, choose the second. Because if you
really loved the first one,
you wouldn't have fallen for the second.” ― Johnny Depp
5 years later…..
High School Reunion
Author POV
Sebuah taksi berhenti tepat di depan gerbang sekolah, gedung
yang sudah 5 tahun ini tak lagi ia datangi. Pria itu turun, menampakkan
rupanya. Berbeda dengan orang-orang disekitar yang memakai setelan jas formal.
Pria ini hanya memakai jins, kaos berlengan pendek dan jaket. Dan jangan
lupakan ransel besar penuh sesak yang masih setia menempel di punggungnya.
Namja itu sudah terlambat. Tak ada waktu lagi untuk berganti pakaian dan
lain-lain. Setelah mendarat kembali di Seoul, ia langsung menuju kesini. Ada
hal yang selalu menjadi prioritas, bahkan setelah 5 tahun.
Kebutuhan untuk melihat seorang gadis terus mendesaknya.
Namja itu berjalan pelan-pelan menyusuri gedung sekolah yang sudah ramai. Sudah
dibilang ia terlambat. Acara reuni SMA-nya sudah dimulai satu jam yang lalu.
Langkahnya terhenti. Ransel yang tersampir di sisi bahunya
ia jatuhkan begitu saja. Seorang gadis tengah berjalan lurus kearahnya,
terlihat sibuk membawa beberapa botol air mineral sambil bercanda dengan
seorang pria. Hingga gadis itu mengarahkan kepalanya ke depan dan….. DEG! L.Joe
merasa udara di sekitarnya tersedot habis. Setelah 5 tahun, ini kali pertama ia
bertatapan dengan Hyo Jin. Dan gadis 18 tahun yang dulu kini telah berubah
menjadi wanita sesungguhnya, yang elegan, yang cantik, yang dewasa. Rambut yang
biasanya lurus kini ia buat agak bergelombang, membuat L.Joe tak berhenti memujanya
dalam hati. Gadis ini jelas melewati standar kesempurnaan.
Mata Hyo Jin melebar begitu ia melihat L.Joe, senada dengan
gerakan kakinya yang berhenti. Chunji –yang berdiri disebelahnya- langsung
menoleh begitu melihat Hyo Jin tertinggal, “YA! Kenapa kau berhenti?” namja itu
menarik tangan Hyo Jin dan kembali melihat ke depan saat…..
“L.JOE!” ikut menyadari apa yang membuat Hyo Jin terpaku.
“hei!” dan pria itu berlari, dengan Hyo Jin di tangannya.
Menghampiri L.Joe yang masih belum benar-benar menarik napas selama 5 detik
terakhir.
“kau benar-benar dari Amerika? Whoaaa….. bagaimana cuaca
disana?”
“jinjjayo? Kau menanyakan cuaca? Bukan perempuannya?” Hyo
Jin meliriknya dengan sinis. Lalu kembali menatap L.Joe dan tersenyum senang.
“jadi mana yang lebih cantik? Perempuan Amerika atau Korea?”
“tentu saja perempuan Korea” saat mengucapkan itu, mata
L.Joe lurus menatap bola mata Hyo Jin.
“YA! LEE CHAN HEE” Panggil seseorang dari belakang mereka.
“cih…. Kenapa semua gadis sama saja? tak ada yang sabaran!”
dengus Chunji, lalu…… “Aku datang!!!” berteriak sambil melambaikan tangannya
pada L.Joe dan Hyo Jin, lantas pergi, menemui yeojachingu barunya itu. Setelah
kejadian di pesta Prom 5 tahun lalu, Chunji sungguh memutus seluruh
komunikasinya dengan Krystal. Bahkan ia selalu pura-pura tidak kenal setiap ada
yang menyebut nama itu. Tapi siapa sangka kalau Chunji masih tak berubah?
nyatanya…. Seminggu setelah kejadian itu, Chunji sudah menggandeng gadis baru.
Ya.. itulah Chunji.
Kini tinggalah L.Joe dan Hyo Jin. Berdua saja di tengah
suara malam. Hyo Jin sibuk memutar otak untuk mencari topik obrolan, tapi
otaknya terus-menerus menolak untuk memikirkan sesuatu. Hingga tiba-tiba L.Joe
berkata, “hei… apa kabar?” mungkin mulutnya berkata seperti itu. Tapi
sesungguhnya ia tengah berteriak-teriak dalam hati. Membisikkan kalimat lain. aku merindukanmu.
“aku baik. Bagaimana denganmu?”
“baik” aku tak bisa
berhenti memikirkanmu 5 tahun terakhir ini.
“baguslah. Kukira kau tak akan datang”
“kukira juga begitu. Tapi ternyata aku bisa sedikit
meluangkan waktu” Tak mungkin aku
melewatkan acara ini. Bolehkah aku memelukmu sekarang?
Terkadang kata-kata yang tak terucap justru lebih mewakili
perasaan. Dan inilah yang terjadi pada L.Joe sekarang. Ia ingin mengucapkan
semua kalimat yang selalu mengiringi ucapannya seperti gema, tapi disisi lain
ia merasa tak mampu. Dan namja itu berusaha untuk mengatakan semua isi hatinya
lewat tatapan mata.
Hyo Jin bisa merasakan sebuah rasa rindu yang tak bisa
terucap, tapi jika L.Joe tak bicara, ia berjanji tak akan menyimpulkan yang
macam-macam. Namja ini sudah meninggalkannya 5 tahun, tanpa apa-apa. Apa
menurutnya ada yang bisa dipertahankan dari sesuatu yang bahkan belum dibangun?
“kau mau ke da……” tiba-tiba saja dari belakang Hyo Jin
seorang pria merangkulnya. Myungsoo. Seperti
yang sudah kubilang, aku tak bisa bertahan jika aku sendiri tak yakin kau akan
kembali atau tidak.
“hei.. L.Joe?”
“ah.. kau!”
“Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Kau menghilang begitu
saja setelah prom”
“benar”
“Hyo Jin~aa…. Kau sudah memberitahukannya?” gadis itu
langsung tersenyum tipis dan buru-buru mengeluarkan sebuah kartu dari tas kecil
yang ia pegang. Kartu itu disodorkan pada L.Joe. Harusnya kau tidak begitu. Harusnya kau bisa membuatku diam dan
menunggumu. Tapi yang kau lakukan malah pergi dan membiarkanku jatuh cinta
lebih dalam dan dalam lagi pada seseorang yang sudah sangat kucintai.
L.Joe terdiam. Seketika lututnya terasa lemas. Disana
tertulis nama ‘Park Hyo Jin’ dan ‘Kim Myungsoo’ berdampingan. Dalam sebuah
surat undangan pernikahan.
“Kau datang kan?” tanya Myungsoo sambil tersenyum
bersahabat. L.Joe menarik napas dalam-dalam sembari menatap kedua orang itu
bergantian. Pasangan serasi yang ia pikirkan 5 tahun lalu ternyata memang
benar-benar serasi. Detik ini, di hadapannya, Myungsoo yang tampan dengan setelan jas rapi tengah
merangkul gadis tercantik di matanya. Sedangkan dirinya sendiri hanya memakai
kaos biasa, lengkap dengan rambut yang tak tertata.
“aku tidak akan datang. Besok aku mau kembali ke Amerika”
padahal bukan ini rencananya.
“kenapa cepat sekali?”
“aku pulang dulu”
“kau bahkan belum masuk”
“aku ada urusan lain” L.Joe langsung membalik badan dengan
ekspresi kecewa yang sama sekali tak bisa ia tutupi. Sementara Myungsoo dan Hyo
Jin hanya terdiam heran di belakangnya.
Jika saja waktu bisa diulang. L.Joe akan kembali ke
masa-masa SMA dan memperbaiki semuanya. Kenapa harus menjadi musuh? Seharusnya
berteman saja. Dan kenapa saat prom malam itu, ia tak meminta Hyo Jin untuk
menunggunya? Bukankah pergi tiba-tiba sama saja dengan memberi gadis itu
kesempatan untuk jatuh cinta lebih jauh lagi pada Myungsoo? Harusnya…… tck
harusnya ia mengatakan ‘aku mencintaimu’ sedikit lebih awal. Dan seharusnya ia
menekan gengsinya selama tinggal di Amerika, menelfon Hyo Jin untuk memastikan
penantiannya tak sia-sia. Tapi lebih dari semua itu, harusnya aku tak berharap banyak. Ia bahkan tak pernah menyukaiku. Jadi
atas dasar apa aku dengan begitu percaya diri datang kembali ke Korea dan
berharap akan mendapat pelukan hangat dari gadis itu? Namja bodoh.
“ah! Dan Park Hyo Jin” L.Joe mendadak berbalik, berseru.
“terimakasih” namja itu menghela napas, emosinya sungguh membuat kepalanya
terbakar. “terimakasih banyak” desisan itu tergumam dengan emosi yang lebih
dalam, seolah mengekspresikan perasaan dari sudut-sudut hatinya yang terluka.
“ Dan Kalian berdua!” L.Joe kini menatap Myungsoo dengan
senyum seadanya. “semoga bahagia”
END
Buat yang udah ngebaca ini tanpa di-skip!
ASDFGHJKLKJHGFDSASDFGHJKL
CONGRATULATION!
THANKS A LOOOOTTTTT!:*<333333333
KALIAN LUAR BISA *gaya ariel NOAH*
Ini panjang banget, dan ngebosenin banget, dan bahasanya jelek banget.
Kl kalian bisa baca ini sampe abis *tarik napas* *buang* PROK PROK PROK
*standing applause*
Aku lagi males nulis dan mohon maklumin kl jadinya ancur. Ini ff udah
lama banget, tapi gitu deh moodnya angin-anginan. Apalagi aku sempet lupa sama
ff ini, seminggu yang lalu baru ketemu lagi pas ngebersihin folder dokumen dan
jeng jeng…… akhirnya aku lanjut. Semoga ada yang terhibur deng! Kapan lagi bisa
berkhayal satu sekolah sama l, chunji, l.joe? dan kapan lagi bisa gabungin
rasanya sahabatan, musuhan sama fangirlingan di satu ff?
para readers GIGSent yang unyu, sedia payung selalu ya.. musim ujannya
lagi parah banget. Tiap jam ujaaaaan mulu! Semoga ga ada yang kena musibah
banjir *doa*. Kalaupun ada langsung ngungsi ke tempat yang ga banjir, jangan
sampe kamu lagi serius-serius baca ff tau-tau nganyut, kan ga lucu//abaikan//
Okeh…. Segitu aja! Bye and see ya^^
Ni ff bagus banget sumveh! Perasaan sedih, seneng, terharu, nyampur jadi satu..sedih banget akhirnya hyo jin malah jadi sama myungsoo, pengennya sih hyo jin jadinya sama l.joe, kekekek xD
ReplyDelete..pokoknya daebak banget lah! Ff terbaik yang pernah aku baca, keep writing ya thor! ^^
aw.. pujian kamu bikin terbang banget sumveh! (ï¼´▽ï¼´) <33333333333
Deletehuhu jangan sedih! Kamu pengen hyo jin ama l.joe? aku malah pengen dia ama Chunji, tapi pengen sama myungsoo juga tapi sebenernya juga mau sama l.joe (¬_¬")
Thanks komennya ya.. ara ara keep writing(งˆ▽ˆ)ง.
Punya fb/twitter/pin bb? Pengen kenalan nih ^^
Deletesadly no(⌣́_⌣̀) aku ga main fb/twitter/bb. kenalan disini aja yah(∩_∩)
Delete