The Ominous Meeting
CAST :
Kang Sena
Lee Minhyuk
GENRE : Romance
Kim Dhira, Salsa, GSB
Present
The Ominous Meeting
Author POV
Teriknya matahari siang itu membuat hembusan angin seperti
membakar kulit manakala sebuah mobil melaju kencang dari arah berlawanan.
Semuanya terjadi dengan cepat. Dan sekarang, saat pria bertopi itu membuka
mata, hal pertama yang ia lihat adalah kondisi motornya yang sudah tak
berbentuk. Belum lagi pesanan yang hendak ia antar juga ternyata sudah tercecer
di jalanan. Pria itu berdiri, mengabaikan rasa sakit yang menjalar di kakinya
dan menghampiri sang pembuat kekacauan.
“YA! Keluar kau!” teriak pria itu sambil menggedor kaca
mobil di hadapannya. Tak butuh waktu lama, kaca mobil itu mulai turun,
menampakkan wajah tak peduli sang gadis pengemudi.
“Bisakah kau tak menggedor mobilku sekencang itu? bagaimana
jika mobilku rusak, eo?! Apakah kau bisa menggantinya??” ucap gadis itu dingin
seakan kejadian yang baru saja terjadi hanyalah sebuah angin lalu yang tak
merugikan siapapun.
Pria itu mendecak pelan kemudian menatap gadis di depannya
dengan nanar.
“disaat seperti ini kau masih memikirkan mobilmu?” cerca pria
itu dengan kesal. Pria itu benar-benar jengkel, terlebih saat gadis itu
kelihatan mengabaikan dirinya.
“lihat! yang harusnya ganti rugi itu kau! lihat….. semua
pesanan yang ingin kuantar jatuh di jalanan dan jangan lupakan motor butut yang
sudah ringsek itu!”
Panas dan marah. Perpaduan itu nampaknya bercampur dengan
sangat baik hingga menarik perhatian orang-orang yang melintas di jalan.
Kekacauan, dalam hal ini motor rusak, makanan yang berceceran diatas jalan dan
juga keributan yang ditimbulkan oleh seorang pria berseragam pelayan yang
tengah berteriak-teriak meminta pertanggung jawaban, menarik rasa ingin tahu
dari para pengguna jalan lainnya.
“Dengar ya tuan berisik, motor bututmu rusak bukan salahku.
Makananmu berceceran di jalan juga bukan karena diriku. Jadi berhenti
menyalahkan diriku. Dasar pengganggu!” pria itu makin kesal mendengar
pernyataan tidak bersalah yang diucapkan gadis itu, kepalanya seperti terbakar
begitu gadis itu hendak menaikkan kaca mobilnya.
Ia menggedor kacanya dengan cepat yang membuat gadis itu
mendecak.
“Apa Lagi?? Jangan ganggu aku!” pekik gadis itu.
“tidak sebelum kau membayar semua kerugian ini”
“begini ya… sekarang ini aku harus segera sampai di salon!
Jadi menyingkir dan biarkan aku pergi!”
“kau bisa pergi sesukamu jika saja kau membayar ganti rugi!”
pria itu masih bersikeras mendebat, berusaha mendapatkan apa yang harus
diterimanya. Tangannya bertumpu yakin di atas kaca mobil sedan itu dengan
tujuan agar gadis itu tidak melarikan diri.
“lepaskan!” perintah gadis itu.
“tidak!” jawaban sama kerasnya dilontarkan pria itu.
“oh baiklah……. terserah kau saja”
Pria itu mengangguk, menunggu tindakan gadis itu
selanjutnya. Namun bukannya mendapat biaya ganti rugi, pria itu justru
terhuyung karena gadis gila yang membuat harinya sial, malah menjalankan
mobilnya.
“kau gila? Hentikan mobilnya!” pria itu masih berusaha
menjaga keseimbangannya. Tangannya masih mencengkram kaca mobil itu. Ia tidak
mungkin melepaskannya, jika ia melakukannya, ia pasti akan terhempas.
“sebelumnya aku sudah memperingati dirimu. Jadi jangan
salahkan aku sekarang” mobil masih melaju, tak perduli seorang pria sudah
kewalahan menyamakan langkahnya.
Cciitt……
Mobil pun berhenti mendadak, hingga detik kemudian seorang
pria malang sudah tersungkur di aspal. Pria bertopi itu meringis kesakitan
manakala ia merasa bokongnya nyeri.
“hei tuan…. Apa tidur di jalanan itu menyenangkan? Kalau
begitu, selamat menikmati santai siangmu. Aku duluan ya!” tak lama mobil sedan
berwarna merah itu kembali melaju meninggalkan seorang pria yang tengah
merintih kesakitan di aspal.
**********
Minhyuk keluar dari ruangan atasannya dengan wajah
tertunduk. Belum juga luka di sekujur tubuhnya terobati, kini hatinya juga ikut
teriris manakala mengingat ucapan wanita tua yang belum juga menginjak
pelaminan di usianya yang sudah memasuki kepala lima. Ucapan yang membuat ia
benar-benar mengutuk sosok pengemudi tak berotak dan tak tahu diri yang telah
membuat ia mendapatkan surat peringatan, sekaligus merusak gelarnya sebagai pekerja
terbaik.
Ya.. dia Lee Minhyuk. Pria yang baru saja menggenapkan
usianya menjadi 21 tahun. Pria pekerja keras yang tak mudah putus asa. Pria
muda yang harus menjadi seorang pekerja demi kelangsungan kehidupannya. Dan
seorang pria yang harus merasakan kasar dan panasnya aspal di siang hari karena
tindakan tak bertanggung jawab seorang gadis tak dikenal.
Minhyuk menghela napasnya. Panas siang itu telah benar-benar
membakar seluruh tubuhnya. Tak hanya kulit tubuhnya saja, tetapi otaknya juga
telah ikut terbakar. Ia meletakkan baskom berisi air di atas pangkuannya.
Menyelupkan kain yang ia bawa ke dalam, setelahnya ia keringkan dan ia usapkan
pada kulit tangannya yang memerah akibat terjatuh di aspal. Berulang kali ia
usapkan kain itu pada bagian tubuhnya yang lain yang juga telah memerah bahkan
sampai mengeluarkan cairan kental yang juga berwarna merah. Dan semuanya ia
akhiri dengan menempelkan plester pada tulang pipinya.
**********
“darimana saja kau?” sergah seorang gadis saat sosok itu
baru saja muncul dan langsung mendudukkan tubuhnya pada salah satu kursi
disana.
Sosok itu mendengus. Wajahnya tiba-tiba saja memerah. Dan
tangannya terkepal. “ini semua karena pelayan bodoh itu!” desisnya.
“pelayan?” ulang gadis itu. Ia memicingkan matanya, menatap
bingung sosok itu melalui kaca di hadapannya.
“Ya.. pelayan bodoh yang meminta ganti rugi karena motor
butut serta pesanan yang akan ia antar” jelas sosok itu. Ia menyenderkan
tubuhnya dan tak lama muncul seorang pelayan yang telah siap dengan sebuah
handuk kecil di tangannya.
“nona, mari ikut saya”
**********
Minhyuk POV
Helaan napas panjang kembali terhembus. Aku tak kuat lagi.
Dengan jalan pincang begini, kapan aku bisa sampai di kelas? Cih… gadis itu!
gadis tanpa perasaan dan tanggung jawab. Jika saja Tuhan mengizinkanku bertemu
dengannya sekali lagi, kupastikan gadis sial itu akan membayar semuanya. Jika
saja Tuhan mempertemukan kami sekali lagi, aku janji akan membuatnya bertekuk
lutut dan mengemis-ngemis maaf. Jika saja……………………. TUNGGU!
Serentak seluruh sarafku menegang. Aku tidak sedang berkhayal
kan? Jangan bilang ini halusinasi. Dia…….. disini? Di universitas yang sama
denganku? “Kang Sena!” panggil seseorang, membuat gadis itu menoleh. Dan benar!
Tidak salah lagi, gadis yang dipanggil ‘Kang Sena’ itu adalah gadis kurang ajar
yang kemarin.
Tanpa pikir panjang, aku memaksakan kakiku yang luar biasa
nyeri ini berlari. Aku masih dapat mengingat wajah angkuhnya dengan jelas, dan
aku yakin perempuan itu adalah dia. “HEH!” Aku menarik lengannya, membuat gadis
itu otomatis berbalik. Dan begitu mata kami bertemu, air mukanya langsung
berubah. Kaku. Jadi dia mengingatku? Baguslah!
“KAU!”
“Ne.. aku… wae? kau takut?”
“apa yang harus kutakuti?”
“tck… kau tahu seberapa besar kerugian yang kualami
karenamu? Sekarang lebih baik kau tanggung jawab!”
“tanggung jawab? Untuk apa? mobilku juga lecet kok, kurasa
kita impas”
“impas katamu? Hei… motorku rusak, tubuhku luka, aku tak
bisa berjalan dengan benar dan…”
“hentikan! Jika aku benar-benar salah, aku akan ganti rugi.
Tapi ini…, bukankah kau yang tidak hati-hati?” gadis itu tetap bersikeras
mengatakan bahwa ini bukan salahnya. Lantas mengambil langkah memutar dan
melanjutkan jalannya. CUKUP! Gadis ini
benar-benar keterlaluan! Melihat sikapnya yang seperti itu, jelas saja aku tak
lagi bisa bersabar.
Dengan kasar, aku meraih kedua bahu gadis itu dan membalik
tubuhnya secara paksa, lantas kuhempas sampai menghantam tembok. Rahangku
mengeras, aku menatap gadis itu dengan tatapan sadis.
“How Dare You!!” teriaknya dengan wajah syok berat.
“aku tak akan melepasmu sampai kau mau bertanggung jawab”
“apa maumu?” gadis itu balik menatapku dengan tajam. Jelas
tak terima.
“pertama, kau harus membayar penuh perbaikan motornya.
Kedua, aku tak mau tahu kau harus membelikan semua obat luka yang kubutuhkan,
dan ketiga………..” aku mengambil jeda dan menatap gadis itu sambil menyeringai.
“katakan ‘aku minta maaf’. Mudah kan?”
Gadis itu terlihat tak habis pikir. Ia menundukkan
kepalanya, lalu tanpa peringatan………. BUK!!! Ia menendang perutku dengan
lututnya. Tidak bisa disebut keras. Tapi tendangan itu sudah cukup membuatnya
lolos dan membuatku mual. Aku memegangi perutku sambil meringis, sementara
gadis itu menjulurkan lidahnya dan berlari menjauh. Sial!
Sena POV
Ketukan jariku terhenti, aku menoleh dan tersenyum menyambut
namja yang langsung mengambil posisi duduk disampingku. Jang Ji Hoo,
namjachinguku sejak sebulan terakhir. “kudengar kau diganggu seorang namja pagi
ini” ujarnya.
Aku terdiam sebentar, menatapnya lemah dan mengangguk.
“ne.. dia minta ganti rugi”
“siapa namanya? Perlukah kuberi pelajaran?”
“aku tak mengenalnya”
“aku bisa cari tahu. Bagaimana?”
“terserah kau saja”
**********
Sena berlari kencang melewati selasar gedung universitasnya.
‘Sena~ya……. Ji Hoo memukuli seorang pria’
kalimat itulah yang membuatnya begini. Ia menyesal sudah mengatakan
‘terserah kau saja’ sebagai jawaban. Tck…. Harusnya gadis itu menolak sejak
awal.
Langkah Sena terhenti. “CUKUP” teriaknya. Namun Ji Hoo tak
mendengarkan. Gadis itu lantas berlari semakin dekat dan menarik-narik lengan Ji Hoo.
“Dasar tak tahu diri! Kudengar kau bisa masuk universitas
ini hanya karena beasiswa kan?” Minhyuk, pria yang sudah tersungkur lemah itu
tak menjawab. Ia sudah menyahuti semua perkataan Ji Hoo sebelumnya, membuat
pria itu kehilangan kesabaran dan memukulinya sampai begini.
“wae? kenapa sekarang kau malah diam?” ujarnya sambil
menendang kepala Minhyuk, membuat pria yang hendak bangkit itu kembali jatuh.
“Oppa! hentikan! Ayo pergi dari sini” ucap Sena tak tahan. Gadis
itu berusaha menghilangkan rasa bersalah yang memenuhi hatinya, tapi saat ia
melihat Minhyuk tersungkur kesakitan, dadanya malah semakin sesak. Ji Hoo
menarik lengan gadis itu dan berjalan meninggalkan lapangan.
Saat berjalan, Sena tak dapat menahan kepalanya untuk menoleh.
Dan saat itulah matanya bertemu dengan mata Minhyuk. Namja itu tengah menyeka
darah di bibirnya, terlihat tak berdaya. Sena semakin terenyuh. Dengan
tatapannya, gadis itu mencoba menyampaikan permintaan maaf, tapi Minhyuk malah
membuang muka.
**********
Sena yang merasa sangat bersalah akhirnya memutuskan untuk
berbohong pada Ji Hoo. Gadis itu bilang bahwa ia memiliki urusan lain dan harus
pergi saat itu juga. Ji Hoo percaya begitu saja dan pulang lebih dulu. Setelah
terlepas dari pria itu, Sena segera membeli beberapa obat luka dan mencari-cari
Minhyuk.
Minhyuk POV
Gedung universitas semakin sepi. Dan aku masih tak tahu
bagaimana caranya pulang. Masih merintih sakit sambil bersandar lemah di
pinggir lapangan. Hingga tiba-tiba saja sepasang kaki menghalangi pandanganku.
Aku mendongak, mencari tahu pemilik kaki itu dan…
“Kuharap ini belum terlalu terlambat untuk minta maaf”
ujarnya sambil mengulurkan sebuah bungkusan. Aku menatap gadis itu dengan
sinis, lantas membuang muka. “pergilah!”
Bukannya pergi, gadis itu malah berjongkok di hadapanku. Ia
mengeluarkan kapas dan meneteskan obat merah di atasnya, kemudian
mengulurkannya ke sudut mataku yang berdarah. Dengan cepat aku menghindar.
Menatapnya dengan tatapan terganggu.
“aku tak membutuhkan bantuanmu” gadis itu terlihat tak peduli
dan tetap mengusapkan kapasnya di wajahku. Aku langsung meraih tangannya, membuat
gadis itu kontan menatapku. “kubilang aku tak butuh bantuanmu. Pergilah!”
Ia mendesah, “oke…. kau mungkin tak membutuhkanku, tapi aku
yakin kau membutuhkan ini” ia mendekatkan bungkusan hitamnya padaku, lalu
berdiri.
“sekali lagi aku minta maaf, aku tak tahu Ji Hoo akan
berbuat sejauh itu padamu”
Setelah mengatakan itu, ia bergegas mengenakan tasnya dan
pergi meninggalkanku. Tunggu…… meninggalkanku? Tck… kalimat macam apa itu? itu
bukan dirimu Lee Minhyuk!! Itu terdengar seperti kau laki-laki lemah! Tak
seharusnya kau mengatakan itu!! bahkan terhadap gadis yang telah membuat
hidupmu menjadi runyam!
Author POV
Minhyuk membungkukkan tubuhnya singkat sebelum kembali
menuju dapur tempatnya bekerja. Ya tentunya dengan berbagai macam luka yang
bersarang di wajahnya. Mengingat luka-luka itu membuat laki-laki tampan
tersebut bagaikan tersengat aliran bertekanan tinggi. Kesal, marah, tak terima,
semua berbaur menjadi satu dan membentuk lingkaran dendam di hatinya. Namun
bukan Minhyuk jika ia juga melakukan hal bodoh seperti yang Ji Hoo lakukan
padanya. Dan menurutnya, waktunya terlalu amat berharga untuk seorang Jang Ji Hoo.
Kembali kepada apa yang tengah laki-laki itu lakukan, ia
mengambil satu buah mangkuk berisikan sup jagung dan juga segelas jus jeruk dan
membawanya keluar dari dapur menuju meja bernomorkan 5 di atasnya. Namun
kemunculan seseorang berhasil membuat langkahnya terhenti dan hampir membuat ia
menabrak atasannya yang ternyata tengah berjalan ke arahnya.
“ah mian sajangnim………” ucapnya sembari membungkuk.
Wanita itu mengangguk singkat. “lebih baik kau segera
antarkan makanan itu sebelum pelanggan kita menunggu” perintah wanita itu
dengan tangan yang ia lipat di depan dada.
Minhyuk mengangguk. Kemudian ia segera bergegas mengantar
makanan yang dibawanya.
“untuk apa gadis itu ada disini?” batinnya.
Hari telah larut dan cafe telah ditutup sejak beberapa saat
yang lalu. Sementara pelayan-pelayan yang lain telah bersiap-siap untuk kembali
ke rumah masing-masing, Minhyuk masih disibukkan dengan beberapa kantong hitam
besar dimana sisa-sisa olahan makanan dibuang. Ia membawa kantong-kantong itu
menuju tempat pembuangan sampah yang berada di belakang cafe.
Setelah membersihkan kantong-kantong dengan bau menyengat
yang dapat mengganggu pernapasan,
laki-laki itu segera kembali ke dalam menuju ruang karyawan. Ia membuka
lokernya dan kemudian mengganti pakaian kerjanya dengan pakaian miliknya. Namun
wajah gadis yang hampir membuat ia menabrak atasannya kembali muncul di
pikirannya. Membuat berbagai macam pertanyaan akan gadis itu kini hadir di benaknya.
**********
Mentari baru saja bangkit dan menyinarkan sinarnya ke
seluruh seluk bumi. Burung-burung baru akan memperdengarkan suara merdu mereka
kepada khalayak ramai. Namun hal itu tak membuat Minhyuk masih berada di
ranjangnya. Karena dalam kenyataannya laki-laki itu telah mengenakan tas
sekolahnya dan bersiap untuk berangkat menuju tempat dimana ia akan menuntut
ilmu.
Ia meraih jaketnya dan segera berangkat keluar menuju tempat
pemberhentian bus. Tak berapa lama kendaraan besar itu datang, dan Minhyuk
segera masuk mencari tempat terbaik guna mengulang kembali apa yang telah ia
pelajari sebelumnya. Ya.. namja itu memang tipe mahasiswa giat yang tak suka
menyia-nyiakan waktu.
**********
Sena POV
Bukankah itu pria yang kemarin? maksudku Lee Minhyuk. Tanpa
pikir panjang, aku segera menghampirinya. “apa kakimu masih sakit?” pria itu
mengernyit aneh mendengar pertanyaanku. Oh.. benar. Ada apa denganku?
“kau cuma mau menanyakan itu?” tanyanya aneh.
“ti…………… dak” ujarku, mungkin terlihat sangat bodoh.
“kalau begitu apa?” aku masih tak tahu harus melakukan apa.
Dan masih tak mengerti kenapa aku menghampirinya. Entahlah, tapi sesuatu dalam
diriku menyuruhku begitu.
“kuhitung sampai tiga, jika kau tak bicara juga, aku akan
pergi! Satu…………….. dua……………”
“AKU AKAN BERTANGGUNG JAWAB” Semua orang berhenti dan
menoleh pada kami, padaku lebih tepatnya. Namja itu terkejut menatapku, tapi
aku bahkan lebih terkejut dari itu. Dan sedetik selanjutnya, ia tertawa geli.
“kau tahu? kata ‘tanggung jawab’ terdengar terlalu…………………”
namja itu memutar matanya, memilah kata yang tepat.
“ara… ara… ara… bagaimana kalau kuralat? Aku akan ganti
rugi, eotte?”
Author POV
Minhyuk diam. Ia mengamati Sena baik-baik, seolah sedang
menilai gadis itu. “kau yakin?” tanyanya dengan suara tenang. Minhyuk terlihat
sangat serius, ia seperti tak yakin dengan Sena dan hal itu jelas membuat gadis
itu jengkel bukan main.
Sena menghembuskan napasnya kasar, kemudian menatap Minhyuk
dengan tatapan terganggu. “aku tidak pernah seyakin ini tuan Lee. Jadi cepat
katakan apa yang harus kulakukan sebelum aku berubah pikiran” ucap Sena.
Untuk sejenak Minhyuk kembali berpikir, hingga kemudian
mengangguk pelan. “Baiklah kalau begitu. Besok datang ke kafe tempat kubekerja.
Ingat! Datang jam 10, tidak ada terlambat atau alasan lainnya” Minhyuk
berbalik, pria itu langsung meninggalkan Sena begitu ia menyelesaikan
ucapannya. Dengan langkahnya yang menyedihkan Minhyuk pergi, tak memperdulikan
Sena yang masih terkejut. Aku? bekerja di
kafe? What the…..
Sena POV
Aku tidak mengerti kenapa aku harus melakukan aksi ganti
rugi ini. Bisa saja kan aku mengabaikan kejadian waktu itu dan bersikap biasa.
Lagipula, walau berada di satu kampus, aku jarang bertemu dengannya. Tapi
kenapa? Kurasa ini karena perbuatan Ji Hoo oppa waktu itu. Demi Tuhan aku tidak
bisa mengenyahkan rasa bersalah begitu mengingat kondisinya yang mengenaskan.
Ia sudah dalam keadaan yang menyedihkan dengan luka di tangan dan kakinya
sebelum Ji Hoo oppa menghajarnya. Jadi bisa bayangkan setragis apa kondisinya
saat ini.
Seorang pria berkemeja putih mendatangiku. Ia menyambutku
begitu aku berada di dalam kafe. “anda nona Kang Sena?” tanya pria itu. Aku
mengangguk cepat, “kalau begitu mari
ikuti saya” ia mempersilakan aku jalan terlebih dulu.
Ia menuntunku memasuki ruang dalam kafe yang masih sepi dan
terlihat sangat rapi. Aku mengedarkan pandangan. Dimana tuan-babak-belur itu?
“silahkan nona” suara pria tadi menyadarkanku. Ia
mengarahkan tangannya ke arah toilet. “ini baju kerjamu. Kau bisa menggantinya
disana” jelasnya sambil memberiku seragam kerja yang masih terlipat rapi. Aku
mengangguk kemudian bergegas ke toilet.
**********
Minhyuk POV
“heh… Lee Minhyuk!” ucap seseorang, kontan membuatku
menoleh. Dan… Kang Sena? dia benar-benar
datang?
“kau? kukira gadis sepertimu tak akan memenuhi janji”
cibirku.
“tck…. Aku bukan gadis seperti itu! Sekarang, apa yang harus
kulakukan?”
Aku menyedekapkan tangan dan menatapnya serius, “sama
seperti pelayan yang lain. Jika ada pelanggan yang datang, tanyakan pesanannya
dengan sopan! Kau juga harus mengantar makanan dan mengerjakan beberapa tugas
lain di dapur”
“Cuma itu?” aku mengangguk. “lalu, berapa lama aku harus
bekerja disini?”
“sampai kakiku sembuh total”
“apa? tapi tidak lama kan?”
“tergantung kakiku”
“bagaimana bisa begitu? aku harus membayar perbaikan motor
dan bekerja disini dalam kurun waktu yang tidak jelas. Ini keterlaluan!!”
“wae? tidak terima? Mau mengadu lagi pada pacarmu?”
“mengadu? Aku tak pernah mengadu padanya! dia tahu segalanya
sendi……..YAA!! MINHYUK! BENAR-BENAR TIDAK SOPAN! LEE MINHYUK” Sebelum ucapannya
tuntas, aku membalik badan dan pergi. Cih…
tak pernah katanya?
Author POV
Berbagai macam manusia datang silih berganti memenuhi kafe
yang berada tak jauh dari pusat perbelanjaan utama di Seoul itu. Mulai dari
hanya sekedar menyesap segelas kopi hingga mengisi perut mereka dengan
makanan-makanan lezat yang tersedia disana. Ramai….. adalah kata yang paling
tepat untuk menggambarkan keadaan dalam kafe siang itu.
“cepat antarkan makanan ke meja no. 5!”
“satu mango passion dan satu fetuccini”
“Yak! Mana pesanan untuk meja no. 17? Mereka sudah menunggu
lama!”
Dan masih banyak lagi teriakan-teriakan yang memenuhi dapur
kafe itu. Hingga jam antik yang berada disana berbunyi untuk yang keempat
kalinya, barulah keadaan kafe perlahan mulai berangsur sepi.
“aahh…. Aku lelah” gadis itu melenguh lelah.
“cih dasar anak manja! Baru bekerja seperti itu saja sudah
mengeluh!” cibir seorang pria yang baru saja mendudukkan tubuhnya.
“mwo? Apa yang kau katakan? Manja?!”
Pria itu menatap gadis tersebut malas sebelum akhirnya ia
menganggukkan kepalanya.
“heh~ dengar ya tuan Lee yang terhormat. Aku bukanlah gadis
manja!”
Pria itu kembali menatap sosok gadis tersebut dengan
pandangan meremehkan, ia bangkit dari duduknya. Berjalan ke hadapan gadis itu
yang ternyata juga tengah berdiri dengan tangannya yang terkepal di sisi
tubuhnya.
“oh benarkah? Kalau begitu buktikan apa yang kau ucapkan
Kang Sena!”
Pria itu pergi. Meninggalkan Sena dan juga kemarahan gadis
itu.
**********
Sena merasa sangat lelah. Gadis itu merasa jiwanya begitu
lemah, ia butuh waktu istirahat. Sejak tiga hari yang lalu ia bekerja di kafe,
dan semenjak itu pula ia merasakan punggungnya yang remuk. Setiap kali ia
merebahkan tubuhnya, bunyi regangan tulangnya sampai terdengar. Huh… kalau
bukan karena merasa bersalah, ia juga tidak akan berada di kafe itu lagi.
“hei cepat antarkan ini ke meja no. 3!” matanya mengerjap
kaget. Ia langsung bergerak cepat mengambil nampan berisi pesanan yang harus ia
antar.
Setelah selesai meletakkan semua pesanan meja No. 3, Sena
kembali masuk ke dapur. Aroma sedap dari tumisan bumbu rempah-rempah
menyambutnya begitu ia sampai di dalam dapur. Ia memerhatikan orang-orang yang
tengah serius memasak. Sesekali ia mengangkat alisnya, begitu melihat atraksi
api di wajan salah satu koki yang memasak. Ya.. sejauh ini ia hanya tenang
menyaksikan hiruk pikuk di sekitarnya, tanpa berinisiatif untuk menawarkan
bantuan.
“kau lelah?”
Ia mengangkat kepalanya begitu suara familiar terdengar
olehnya. Sena mengulas senyumnya pada Tae Joon yang berdiri di depannya. Tae
Joon, si pria tampan yang selalu memperlakukannya dengan baik, tidak seperti
Minhyuk yang selalu menyuruhnya untuk melakukan ini dan itu.
“ya lumayan” jawab Sena.
Tae Joon tersenyum singkat, “oh ini untukmu. Kau sudah
bekerja dengan baik” ucap pria itu sambil menyodorkan sekaleng kopi krimer.
Tanpa merasa tidak enak, Sena menerima kopi kalengan itu.
“gomawo” ucapnya.
“kalau begitu aku kembali bekerja dulu ya” Sena mengangguk,
melepas kepergian Tae Joon dengan reaksi tenang.
Sementara ia menikmati kopinya, keadaan di dapur semakin
sibuk. Semua orang bolak-balik mengerjakan tugasnya dengan penuh tanggung
jawab. Ada yang tengah menggoyang wajan besarnya, ada yang sedang mencicipi
makanannya, ada juga yang berlarian untuk mengambil piring dan segala
perlengkapan alat makan lainnya. Berbeda sekali dengan Sena yang sedang
menghabiskan waktu santainya dengan sekaleng kopi di kursi kecil yang terletak
di sudut dapur.
Tak berapa lama setelah itu muncul Minhyuk dari balik pintu.
Pria itu baru kembali setelah sebelumnya bolak-balik mengantar makanan. Titik
peluh menghiasi wajahnya yang tengah serius memperhatikan rekan-rekannya. Walau
kondisi tubuhnya tidak sebaik biasanya, meski lebam-lebam serta rasa nyeri
masih terasa, Minhyuk tidak pernah lalai dalam pekerjaannya.
Pria muda itu hendak membawa nampan berisi pesanan lengkap
yang sudah siap diantar ke meja pelanggan. Kakinya berhenti saat ia hampir
sampai di depan pintu keluar. Tidak sengaja matanya menemukan Sena yang tengah
duduk santai di dekat lemari penyimpanan bahan makanan.
Ia meradang. Ia langsung menghampiri gadis itu. Apa gadis
itu tidak punya otak? Orang-orang sedang sibuk bekerja, sementara ia malah
bersantai ria! Ckk… Minhyuk menggeram kesal. Matanya menatap tajam Sena yang
menoleh padanya.
“sudah puas bersantai-santainya nona muda?” sindir Minhyuk.
Hawa panas di selasar dapur terasa semakin panas begitu Minhyuk datang. Sena
menghembuskan napasnya dengan kasar kemudian bangun dari duduknya.
“yang lain sedang sibuk…..” Minhyuk menggeleng tidak
percaya, terlebih saat melihat sekaleng kopi yang tergeletak di meja kecil di
sebelah kursi yang tadi Sena duduki.
“dan kau masih bisa duduk tenang seperti itu?”
Minhyuk mendecak, memancing Sena yang mulai emosi. “aku
hanya beristirahat sebentar! Jangan berlebihan begitu! biar bagaimanapun aku
lelah” elak Sena tak mau disalahkan.
“siapa yang berlebihan? Kau yang berlebihan Kang Sena! Semua
orang disini juga lelah, tapi mereka tidak sepertimu. Mereka tidak manja!”
“apa kau bilang?” Sena menjerit heboh. Sontak perdebatan
yang tadinya tidak menarik perhatian, kini membuat semua orang di dapur menoleh
ke arah mereka berdua.
“harusnya aku sudah memperkirakannya dari awal!” Minhyuk
melirik ke bawah, ia tahu semua orang tengah memperhatikannya saat ini. “kau
hanya anak manja yang bisanya cuma mengeluh” lanjut Minhyuk kemudian pergi
meninggalkan Sena yang terdiam.
**********
Sena POV
Huft…. Rasanya ingin mati kalau mengingat aku harus ke kafe
setelah kuliah nanti. Aku akui aku baru satu minggu bekerja disana, aku juga
sadar kalau aku bukan tipe pekerja yang giat atau bagaimana tapi rasanya ingin
sekali berhenti. Aku lelah, aku sudah tidak kuat. Memangnya bekerja sampai
malam itu tidak lelah apa? memangnya bolak-balik mengantar pesanan, berpindah
dari satu meja ke meja lain itu tidak melelahkan? Tanganku sering sakit karena
setiap hari mengangkat banyak piring. Perlu dicatat itu sangat berat.
“kau masih bekerja di tempatnya si pecundang itu?” aku
menoleh pada Ji Hoo oppa yang tengah menyesap jus jeruknya.
Seperti biasa beginilah rutinitas seorang gadis yang terikat
hubungan dengan seorang pria. Kemana-mana selalu bersama, walau kadang aku juga
merasa kurang nyaman dengan sikap protektifnya. Setelah keluar dari ruang
sosiologi awalnya aku ingin ke kantin, makan sambil menenangkan diri. Tapi seperti
biasa Ji Hoo oppa telah berdiri diluar menunggu, hingga beginilah nasibku saat
ini. Duduk berhadapan dengannya, tanpa bisa menikmati makan siangku dengan
tenang ia terus menatapku dengan serius, bertanya banyak hal tentang
pekerjaanku dan tentunya Minhyuk.
“ya begitulah” jawabku malas.
Sepertinya ia tidak puas dengan jawabanku, terlihat dari
bagaimana ekspresi wajahnya sekarang.
“aku tak mengerti kenapa kau mau melakukan hal sebodoh itu?
seharusnya biarkan saja. Itu bukan tanggung jawabmu!” suaranya meninggi.
Seperti biasa begitulah intonasinya saat pendapatnya berseberangan denganku.
Tak kuhiraukan dirinya yang berulang kali menghela kasar.
Aku lelah menjelaskan alasanku padanya. Apa salah kalau aku bersedia melakukan
apapun untuk membayar kesalahanku? Lagipula aku hanya harus bekerja, itupun
pekerjaan yang biasa.
“kau mulai menyukai si brengsek itu?” tuduhnya sambil
menggebrak meja. Kontan aku berdiri. “jangan berteriak-teriak seperti itu!” pekikku.
“kenapa? Kau merasa tersinggung?” ucapnya.
Aku menghela napas dan menatapnya lelah. “aku tidak
menyukainya”
“benarkah?” namja itu menyandarkan badannya dan mengeluarkan
ekspresi sinis.
“kau tak mempercayaiku?” tanyaku tak habis pikir. Dia tidak
menanggapi.
“Baik. Aku menyukainya. Kau puas sekarang,huh?” aku menjerit,
sudah terlampau kesal menghadapi sikapnya yang kekanakan, lantas pergi. Dan
pria itu bahkan tak punya inisiatif untuk mengejarku dan minta maaf. Oh..
Bagus! Pria macam apa yang sudah kukencani?
**********
Author POV
Sena sampai di kafe dengan mood yang berantakan. Ia bahkan
tak tersenyum saat pelayan lain menyapanya. Minhyuk yang melihat sikap Sena
langsung mendecak, ia menghampiri gadis itu dan bersedekap di hadapannya. “heh”
baru itu ucapan yang keluar dari mulut Minhyuk, tapi Sena sudah terlanjur
pergi. Gadis itu mengabaikannya, ia mengambil seragam kerja dan menghilang di
balik pintu ruang ganti. “kenapa lagi gadis itu?” gumam Minhyuk heran. Ia
akhirnya memutuskan untuk menunggu Sena dan menanyakan apa yang terjadi.
Pintu terbuka. Minhyuk langsung merubah posisinya dan
menghadap Sena. “ada apa denganmu?” ujar Minhyuk tanpa basa-basi.
“apapun yang terjadi padaku, bukan urusanmu” jawab Sena
tanpa menatapnya.
“tapi….. ah tidak! kau benar! Untuk apa aku peduli padamu?”
Minhyuk memutar langkahnya membelakangi Sena. Namja itu menggigit bibir,
menyesali setiap kata yang keluar dari mulutnya. Sebenarnya bukan itu yang ingin ia katakan,
tapi cara Sena menjawab pertanyaannya tadi benar-benar membuat Minhyuk emosi.
**********
Sena POV
Aku membuka apron dan duduk di sudut dapur. “charanda. Kau
bisa jadi chef hebat jika lebih sering berlatih” Tae Joon tersenyum dan
menyodorkan segelas air. “gomawo” balasku singkat. Tae Joon duduk di sebelahku
dan meneguk minumannya.
“sebenarnya apa yang kau tidak bisa? Kau pria, dan bisa
memasak sehebat itu? mengagumkan!” Tae Joon tersenyum. Ya.. pria itu memang
baru saja mengajariku memasak dengan teknik yang sangat menarik. Ia mengajariku
bagaimana caranya membuat api menyembur dari atas wajan.
“YA! Kim Tae Joon! Siapkan motormu, pesanan delivery harus
segera diantarkan ke alamat ini” Tae Joon meringis.
“ah.. aku benci melakukan delivery! Pasti diluar panas”
keluhnya sambil berdiri.
“Tae Joon!” namja itu menoleh padaku. “Fighting!” ia
tersenyum kecil, lalu “yep… fighting”
Sesaat setelah Tae Joon menghilang di balik pintu keluar,
seorang perempuan bersedekap di hadapanku. Aku mendongak dan mendapati tatapan
sinis seorang Han Yura, manusia menyebalkan yang senang sekali mengancamku ini
itu.
“setelah mendekati Minhyuk, sekarang kau juga mau mencari
perhatian Tae Joon, huh?” aku tak bereaksi, bahkan tak menatapnya. Ini bukan
kali pertama aku menerima perlakuan seperti ini darinya, jadi lebih baik
diabaikan saja.
“Heh wanita penggoda! Aku bicara padamu!” Yura berteriak
sambil menggebrak meja. Sontak membuatku berdiri, tak terima.
“aku tak pernah mencoba untuk menarik perhatian siapapun,
dan siapa yang kau maksud dengan wanita penggoda?”
“Tentu saja kau! perempuan brengsek, tak berguna”
“A-APA KATAMU? BRENGSEK? HYAAAAA” Karena tak tahan, akhirnya
tanganku bergerak menjambak rambutnya. Gadis itu tentu saja membalas, ia
menarik rambutku tak kalah kuat, bahkan mencoba mencakar wajahku dengan
kuku-kukunya yang tajam. Perkelahian kami terus berlanjut hingga…… ”YAA!
HENTIKAN!” Minhyuk melerai kami.
“Minhyuk~aa, Dia menyerangku!” Yura, dengan nada tak berdaya
yang dibuat-buat, berlindung di balik tubuh Minhyuk. Aku menggeleng tak habis
pikir lalu beralih menatap Minhyuk yang tengah balik menatapku tajam. Dia tak
mungkin percaya begitu saja kan dengan nenek sihir ini?
“Minhyuk, aku………….”
“kau tak bosan ya membuat kekacauan terus?” Minhyuk
membelanya. Aku terdiam, terenyuh dengan caranya bicara dan menatapku. Seolah
aku adalah penyebab seluruh kesalahan di muka bumi. Ya Tuhan! Bagaimana bisa ia
mempercayai Yura begitu saja? bahkan ia malah menyudutkanku duluan sebelum
mendengarku bicara apa-apa. Aku menghembuskan napas pelan, lantas menatap Yura
yang tengah tersenyum menang di belakang
Minhyuk. Oh Benar! Aku salah. Semuanya salahku!
**********
Aku mendekati salah satu pelanggan yang baru datang dan
membungkuk sopan. “silahkan! Jika sudah siap memesan aku akan…………..”
“sepertinya ini kali pertama aku melihatmu disini” seorang
namja berusia kira-kira akhir 30~an menyela ucapanku. Ia mengambil buku menu
yang kuberikan dan membukanya.
“ne.. aku pelayan sementara disini. Eung,…. Apa anda sudah
siap memesan, tuan?” tanyaku, merujuk pada buku menu yang sudah ia tutup
kembali.
“apa kau tak masuk dalam menu?”
“a..apa?” aku tersenyum getir, dan tiba-tiba saja pria itu
meraih tanganku.
“oh.. lihat ini! kenapa tanganmu bisa sehalus ini?”
“tuan, maaf. Tolong lepaskan tanganku” bukannya melepas,
ahjussi sial itu malah sengaja menarikku mendekat, lantas menyentuh pinggangku
seenak jidatnya. Tak terima mendapat pelecehan seperti itu, aku akhirnya
mengangkat tanganku dan menamparnya. Membuat semua tatapan dari seluruh penjuru
kafe tertuju padaku. Aku tak peduli, bahkan dengan terang-terangan memberikan
tatapan tajam berkilat-kilat pada pria itu dan berteriak mengusirnya keluar.
Dan tiba-tiba saja sebuah tangan mencengkramku dari belakang. Minhyuk.
“Minhyuk! Dia……. “ PLAAKK.. Belum sempat aku mengadu, pria
itu telah menamparku terlebih dulu. Ya Tuhan, Lee Minhyuk! Dengarkan aku dulu!! Kumohon! Aku merunduk
sambil memegangi pipi, rasanya panas,
mataku juga terasa panas. Minhyuk……. Wae? tadi kau membela Yura dan sekarang
pun kau tak mau mendengarku? Wae? Kenapa kau memperlakukanku seperti ini?
Tiba-tiba saja seorang wanita berpakaian rapi keluar dari
ruangannya. Ia menatapku dan Minhyuk bergantian. “jadi kau membuat onar lagi,
Kang Sena?” tanya wanita itu dengan geram. Tubuhku terasa semakin lemas. Kenapa
semua orang terus menyalahkanku seperti ini?
“harus berapa kali aku memperingatimu?” Minhyuk bergumam di
sebelahku. Ia menghembuskan napas berat dan berlalu. Aku menarik tangannya,
membuat pria itu berhenti.
“sepertinya kakimu sudah sembuh, bisakah aku keluar dari
tempat ini sekarang?” Saat menanyakan itu, air mataku jatuh. Aku tak sanggup
lagi menahannya. Ini terlalu menyakitkan.
“Ne” ia mengangguk singkat, lalu kembali melangkahkan
kakinya.
Perlahan, aku melepas apronku dan berjalan lemas ke arah
wanita pemilik kafe. “terima kasih sudah menerimaku disini” ujarku sambil
menunduk dalam, lantas mengembalikkan apron tersebut padanya. Wanita itu tak
bicara, bahkan masih terdiam saat aku
berbalik dan berjalan lurus ke arah pintu keluar. Yura yang kebetulan
sedang berjaga di pintu langsung membukakan pintunya dengan wajah yang sangat
ceria.
“selamat tinggal” bisik gadis itu. Ia tersenyum lebar dan
melambaikan tangannya tepat di hadapanku. Oh.. tentu saja! aku mengerti
sebahagia apa dia sekarang.
*********
Author POV
Minhyuk masuk ke dalam dapur sambil memijit keningnya. Ia
bisa merasakan rasa aneh di hatinya. Yang benar saja, kenapa harus menamparnya,
Lee Minhyuk? Bagaimanapun juga Kang Sena adalah perempuan. Tadi tangannya
bergerak di luar kendali, dan saat ia sadar, Sena sudah menunduk sambil
memegangi pipinya.
“sena keluar? Dia tidak bekerja lagi?” tanya pelayan lain
yang sedang mengintip lewat jendela.
“tck… Minhyuk~aa….. kenapa kau tidak mencegahnya?”
“dia berlaku tidak sopan pada pelanggan. Dia yang salah,
jadi untuk apa kucegah?” sahut Minhyuk, berusaha terlihat tidak peduli.
“ei.. changkaman! Apa masalahnya dengan ahjussi itu?”
Minhyuk ikut mengintip lewat jendela dan mengangguk.
“ahjussi itu memang sering melecehkan pelayan perempuan
disini. Jadi Sena melawannya? Wa… gadis itu sangat berani”
“benarkah?” mendengar penjabaran rekannya, perasaan Minhyuk semakin
tidak enak. Ia mengedarkan matanya ke penjuru kafe, namun ternyata Sena sudah
benar-benar pergi.
**********
Pagi sudah cukup lama datang. Cicitan-cicitan burung yang
selalu memanjakan telinga, telah berganti menjadi suara riuh kendaraan yang
berlalu lalang. Membuat telinga seakan ingin pecah ketika puluhan klakson
saling bersautan memenuhi jalan.
Sebuah sedan berwarna merah yang dikemudikan seorang gadis,
baru saja menyusuri jalan keluar dari salah satu perumahan elit di daerah
Gangnam. Dengan headset yang telah terpasang dan menutup pendengarannya dari
suara-suara diluar list musik ponselnya. Ia menghela napas begitu lampu lalu
lintas berubah warna menjadi merah. Membuat ia harus menggerakkan kakinya yang
sudah sangat malas, untuk menginjak rem.
Malas? Ya…. Gadis itu telah berubah menjadi seekor kucing
yang tengah berhibernasi. Mengunci dirinya di dalam kamar, tidak makan, tidak
minum, bahkan mengganti pakaian pun tidak. Berbeda dengan beruang yang memakan
banyak makanan sebelum saat hibernasinya datang. Yang ia lakukan hanya
menenggelamkan wajahnya di bantal dan sesekali suara isakan terdengar.
Lampu lalu lintas telah kembali menjadi hijau. Dengan cepat
gadis itu melajukan mobilnya menembus
keramaian jalan. Tak lama, sedan merah itu sudah bergerak di area parkir
bangunan universitasnya. Dan lagi-lagi, gadis itu menghela napas. Namun kali
ini lebih panjang dan lebih terdengar dari sebelumnya.
Ia turun dari mobilnya. Berjalan memasuki area universitas
dengan wajah tertunduk. Rasa lelah membuat kepalanya terasa lebih berat hingga
membuat ia tak mampu untuk mengangkatnya. Dan sekaligus menutupi bekas
kemerahan di pipinya, akibat….. akibat…. Pentingkah?? Bahkan gadis itu sudah
sangat enggan untuk mengingatnya.
Masih dengan alunan musik yang mengalun di telinganya, hanya
di telinganya, gadis itu, ah panggil saja dia Sena. Kang Sena. Ia berjalan
menuju kelas dimana ia seharusnya berada sejak pagi tadi. Namun, belum sempat
tangannya meraih gagang pintu, seseorag telah lebih dulu menariknya pergi.
Ia terkejut. Ya... tentu saja. Di saat tubuhnya terasa lemas
dan rasa malas tengah merajainya, tiba-tiba saja seseorang muncul. Mencengkram
tanganmu dan menarikmu pergi. Seperti nyawamu tertinggal saat ragamu ditarik.
Sena mengerutkan keningnya. Wajah sosok itu tak terlihat.
Yang bisa ia lihat hanya tubuh belakang sosok itu. Ia hendak menepiskan tangan
pria yang menariknya. Namun urung karena sosok itu lebih dulu melepaskannya,
dan langsung mendorong tubuhnya. Membuat ia langsung terduduk di salah satu kursi
yang berada disana. Sena hendak memaki pria itu, namun pria itu telah lebih
dulu pergi meninggalkannya.
“ruang kesehatan?” gumam Sena saat ia baru menyadari tempat
apa itu.
Sena hendak bangkit dari duduknya. Namun lagi-lagi tangan
pria itu mendorong tubuhnya, membuat ia kembali terduduk.
“aaa…” ia merintih begitu sesuatu mendarat di pipinya.
Memberikan sensasi dingin dan pedih secara bersamaan. Sementara itu, pria tadi
terus saja menyusuri wajah Sena dengan kapas putih yang telah ia lumuti
alkohol.
“apa yang kau lakukan?” Desis Sena tertahan. Ia hendak
memaki pria itu, namun rasa pedih di wajahnya membuat ia tak bisa melakukannya.
Sena memicingkan matanya. Tetapi pria itu tetap saja tak
menggubrisnya. Ia malah terus menggerakkan tangannya, menyentuh pipi Sena
dengan kapas yang ia pegang.
“aku bertanya padamu! Apa yang kau lakukan?!” ulang Sena
lagi dengan nada suara yang mulai meninggi.
“apakah kau tidak bisa melihat apa yang sedang aku lakukan?”
Bukannya menjawab, pria itu malah balik bertanya. Dan hal itu
kembali menambah pundi-pundi amarah Sena yang telah ia coba redam. Dan dengan
sekali gerakan, Sena menepiskan tangan pria itu. Beranjak dari duduknya dan
menatap pria itu sengit.
“aku tak butuh bantuanmu!!!”
Ia memutar tubuhnya, hendak pergi namun pria itu menahan
pergerakannya. “apa lagi?!!” tanyanya. Ia menatap pria itu jengah.
“duduk dan diamlah!” pria itu menarik Sena. Membuat gadis
itu kembali duduk dengan wajahnya yang sudah mengeras. Ya.. Sena tengah menahan
amarahnya.
Pria itu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat
tertunda. Ia mengeluarkan obat merah dari dalam kotak. Sena yang melihat itu,
mengepalkan tangannya. Oh… melihat wajah pria itu membuat ia ingin mencakar
habis wajahnya. Dingin, dan tak berdosa. Oh ayolah… Semua orang juga sudah tahu
dari mana asal luka di wajahnya itu.
“selesai” ucap pria itu. Ia merapikan seluruh perlengkapan
yang tadi digunakannya.
Pria itu bangkit, hendak meletakkan kembali kotak yang ia
gunakan. Namun tak jadi dilakukan karena tangannya bergerak meraih tangan Sena.
“apa lagi??! kau telah selesai bukan, jadi sekarang kau tak
berhak untuk menahanku?!!” Sena mencoba melepaskan tangan pria itu dari
tangannya. Namun sayangnya, tenaga pria itu lebih besar dibanding dirinya.
Semua yang ia lakukan tak membuahkan hasil apapun.
“bisakah kau diam disini sampai aku mengizinkanmu pergi!”
“nde? Apa yang kau katakan? Hei Lee Minhyuk-ssi, siapa
dirimu!? Apa hakmu untuk memerintahku !?” geram Sena.
Ia menepiskan tangan pria itu. Berjalan pergi dan membiarkan
pundaknya menabrak tubuh sang pria. Sena berjalan menuju area parkir. Melupakan
mata kuliah yang seharusnya ia hadiri.
**********
Kelas baru saja berakhir. Namun keributan sudah terdengar di
seluruh penjuru universitas. Tak terkecuali kelas yang baru saja ditinggal oleh
seorang pria bertubuh tambun dengan kacamata yang bertengger di hidungnya.
Panggil saja pria iti Shin-saem. Guru dengan pembawaan menyeramkan yang akan
selalu menciptakan keadaan mencekam di setiap kelas yang diajarinya.
Minhyuk, ya.. pria itu kini tengah merapikan seluruh
barang-barangnya ke dalam tas. Setelah mencatat beberapa point yang dituliskan
oleh Shin seosaengnim, pria itu dengan cepat merapikannya. Ia kemudian berlari
meninggalkan kelas, menuju cafeteria. Bukan untuk mengisi perutnya, tetapi mencari
seorang gadis yang memenuhi pikirannya selama tiga hari ini. Dan tiga hari,
selama itu pula ia mencari keberadaan gadis itu namun tak pernah membuahkan
hasil apapun. Gadis itu tak dapat ia temukan dimanapun di bangunan universitasnya.
“kemana dia? Ini sudah hari ketiga?!!” Minhyuk mengacak
rambutnya frustasi.
“apakah dia sakit? Atau…….” Kini pikiran pria itu tengah
ditumbuhi dengan berbagai spekulasi yang membuat ia merasa tak nyaman sendiri.
Ia kembali melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Ia membasuh mukanya
beberapa kali. Mencoba menyegarkan pikirannya yang terasa panas.
“ada apa denganku? Kenapa aku menjadi seperti ini??” ia
menatap pantulan dirinya di cermin. Mengamati raut wajahnya yang terlihat….
Sungguh wajahnya kini tak dapat dideskripsikan.
“apa yang aku lakukan? Kenapa aku memikirkan gadis manja
itu???” ia kembali mengacak rambutnya. Benar-benar merasa frustasi akan dirinya
sendiri.
**********
Seminggu telah berlalu. Namun hingga saat itu, Minhyuk belum
juga bisa menemukan keberadaan gadis itu. Ya.. Kang Sena. Gadis yang tanpa
sadar ia berikan tanda pada wajahnya beberapa hari yang lalu.
Kelas baru saja berakhir, namun Minhyuk sudah berada di
koridor. Berjalan menuju area parkir dimana motornya terparkir. Namun sebuah
pemandangan berhasil membuat langkahnya terhenti. Sekelompok orang tengah
berdiri tepat di depan motornya. Mengerubungi motornya dengan sesekali
melayangkan kaki mereka pada badan motor itu. Melihat itu, dengan cepat ia
berlari menuju motornya. Menyingkirkan sosok-sosok tersebut. Namun belum sempat
ia melakukannya, seseorang dari belakang telah lebih dulu menariknya hingga
membuat tubuhnya mendarat di atas kerasnya aspal.
Minhyuk mengaduh. Dengan memperhatikan setiap orang yang
tengah mengerubunginya, ia mencoba bangkit. Namun sebuah tendangan keras pada
pundaknya berhasil membuat tangannya yang ia gunakan sebagai penompang melemah.
Dan hal itu kembali membuat tubuh pria itu berada di atas aspal. Mendapatkan
satu kali tendangan tak membuat pria itu menyerahkan begitu saja tubuhnya
kepada orang-orang tersebut. Dengan sedikit rasa sakit yang mulai menjalar di
area tangannya, pria itu masih mencoba untuk bangkit. Namun lagi-lagi, untuk
kedua kalinya sebuah tendangan berhasil mengenai tubuh pria itu dengan baik.
Membuat erangan kesakitan lolos begitu saja dari mulutnya.
“itu untuk apa yang telah kau lakukan pada wajah Sena!” ucap
sosok yang menendang tubuh Minhyuk, dan juga yang membuat tubuh pria itu berada
di atas aspal.
Dan setelah itu, Minhyuk berkali-kali mendapatkan tendangan dari
orang-orang yang mengerubunginya. Orang-orang yang diketahui sebagai
teman-teman Jang Ji Hoo, kekasih Sena. Jumlah yang tak sebanding membuat
Minhyuk bagaikan sebongkah daging yang dimasukkan ke dalam kolam piranha. Tak
berdaya dengan tubuh yang dipenuhi dengan luka.
Orang-orang itu masih terus saja menendangi tubuh Minhyuk,
bagaikan tubuh pria itu sebuah bantal yang tak akan merasakan sakit walaupun
tubuh itu ditendang, dipukul, bahkan hingga ditusuk sekalipun. Mereka bagaikan pembunuh
berdarah dingin yang tak akan berhenti sampai sang korban menghembuskan napas
terakhirnya. Namun semua itu berakhir saat tiba-tiba saja dua orang gadis
muncul dan menghentikan pengroyokan tersebut.
“apa yang kalian lakukan?! Apakah kalian sudah gila?!!”
sungut salah satu gadis.
“Rae Ah~aa, tolong bawa dia pergi” sambung gadis itu kepada
temannya.
Mendengar hal tersebut, gadis bernama Rae Ah itu langsung
membantu Minhyuk berdiri, dan membopong tubuh pria itu meninggalkan area parkir
yang dipenuhi mahasiswa-mahasiswa lain yang menonton pengroyokan tersebut.
Sementara gadis yang menghentikan adegan kekerasan itu dengan geram menarik
pergi seorang pria yang ia yakini sebagai dalang dari semuanya.
“oppa! sebenarnya apa yang oppa pikirkan? Ini urusanku. Oppa
tak berhak mencampurinya!”
“oppa melakukan ini karena pria tak tahu diri itu memang
pantas mendapatkannya. Bisa-bisanya ia menamparmu padahal pengunjung sialan itu
yang salah!”
Sena menghela napasnya. Ia telah memperkirakan bahwa hal seperti itu akan terjadi. “ini hanya
salah paham. Ia..”
“jadi kau membelanya? Ya Kang Sena! Aku ini kekasihmu, bukan
pria miskin itu! jadi se….”
Sena melangkah mundur. Saat itu, saat dimana ada sesuatu
yang menghantam perasaannya hingga membuat ia tak mampu untuk berkedip. Saat
dimana napasnya menjadi tak teratur hingga membuat ia bagaikan kehabisan
oksigen untuk bernapas. Melihat perubahan yang terjadi pada Sena, Ji Hoo
menghentikan ucapannya. Ia menyadari kesalahan apa yang baru saja diperbuatnya.
Dengan gerakan cepat, pria itu menarik tubuh Sena ke dalam dekapannya namun gagal karena Sena yang telah lebih dulu
membuat jarak di antara mereka.
“mian.. oppa tak..”
“cukup. Sudah cukup! Aku tak mau mendengar penjelasan apapun
lagi dari oppa. Aku sudah mengerti. Oppa tak akan pernah bisa berubah. Dan
sampai kapanpun oppa tak akan pernah bisa menepati janji oppa. Jadi lebih baik,
kita akhiri saja hubungan ini!” ucap Sena. Suaranya terdengar bergetar dan
genangan sudah mulai muncul di pelupuk matanya, namun nampaknya gadis itu
menahan mati-matian agar genangan itu tidak tumpah dan membasahi pipinya.
Sena memutar tubuhnya. Hendak pergi namun tertahan karena
sosok Ji Hoo yang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang. Sena sempat
tersentak, namun gadis itu buru-buru melepaskan pelukan pria itu dan berlari pergi
meninggalkan Ji Hoo yang terus saja memanggil namanya.
Saat itu hanya ketenangan yang ia butuhkan. Bentakan itu..
bentakan yang baru saja dilontarkan Ji Hoo benar-benar memberikan tamparan
besar atas dirinya. Tamparan yang berhasil membuka ingatan menyakitkan yang
sudah ia kubur dalam-dalam. Ingatan masa lalu yang membuatnya menjadi seorang
Kang Sena yang sekarang. Kang Sena yang manja dan egois.
*********
Suara ketukan berhasil menyadarkan gadis yang tengah
terbaring di atas ranjang dari istirahat singkatnya. Gadis itu mengerang pelan,
dan kemudian mengusap matanya sebelum bangkit dari ranjang menuju pintu.
“aku tak lapar. Aku tak ingin makan” ucap Sena begitu ia
membuka pintu kamar dan mendapati Song ahjumma –kepala asisten rumah tangga-
tengah berdiri disana.
“maaf sebelumnya nona Sena, tetapi di bawah ada teman yang
mencari nona”
Masih dengan setengah mengantuk, Sena kembali bertanya pada
Song ahjumma. “siapa ahjumma?”
“ahjumma tidak tahu, dia hanya mengatakan teman satu
universitas nona Sena. Dan dia seorang laki-laki”
Mendengar kata laki-laki, gadis itu membulatkan matanya. Ia
mencoba mengingat-ingat siapa teman laki-lakinya yang mengetahui dimana ia tinggal.
Dan satu-satunya laki-laki yang tahu hanyalah Jang Ji Hoo. Namun tak mungkin
pria itu yang datang, karena Sena tahu bagaimana watak pria itu.
“ck.. kalau begitu terima kasih. Aku akan segera turun”
Sena kembali menutup pintu kamarnya dan segera beralih
menuju kamar mandi guna membasuh wajahnya. Setelah merasa lebih segar, barulah
gadis itu beranjak meninggalkan kamarnya menuju ruang tamu yang berada di
lantai satu. Namun langkahnya terhenti begitu melihat wajah sosok itu dari
pantulan pada kaca lemari.
“Neo! Ba- bagaimana kau bisa disini?!” tanya Sena terkejut.
Matanya membulat dan tangannya terangkat menunjuk sosok itu.
“aku meminta Rae Ah memberikan alamatmu”
“oh..” balas Sena, ia berjalan menuju sofa, mendudukkan
tubuhnya pada sofa yang berhadapan dengan sofa yang sosok itu duduki.
“untuk apa kau datang?” tanya Sena. Ia melipat kedua
tangannya di depan dada, dan menatap sosok itu dingin.
“em… aku, aku ingin meminta maaf atas kejadian di kafe tempo
hari”
“ya.. kumaafkan. Sudah? Itu saja?”
“Tidak! Tidak! aku benar-benar minta maaf. Saat itu aku
sedang sangat emosi dan semua terjadi begitu saja”
“Ne Lee Minhyuk-ssi! Kumaafkan. Sekarang kau mau bicara apa
lagi? Kalau tidak ada, kau tahu pintu keluarnya kan?” Ujar Sena yang langsung
berdiri, kontan membuat lawan bicaranya ikut berdiri.
“kau tak terlihat seperti sudah memaafkanku” kali ini
Minhyuk bicara dengan tegas. Sena menyedekapkan tangan dan menatap pria di
hadapannya dengan jengah.
“lalu sekarang apa maumu?” Minhyuk tak menjawab. Ia
mengalihkan tatapannya dari wajah Sena yang terlihat sangat muak, lalu menatap
gadis itu lagi dengan ekspresi memohon.
“Kau tahu? saat melihatmu keluar dari restoran, aku merasa sangat bersalah”
“aku tak tertarik mendengar ceritamu. Dan aku juga tak
peduli pada apapun yang kau rasakan”
“oh ya? Tak peduli? Lalu kenapa kemarin kau menghentikan Ji
Hoo saat ia memukulku?” Minhyuk menatapnya dengan tajam, membuat Sena yang
sejak tadi terus bersikap dingin menjadi tak berkutik. “kau peduli padaku.
Hanya saja kau tak mau mengakuinya”
“aku hanya….. “ Sena memutus ucapannya sendiri, kehilangan
kata. “ah! Sudahlah! Lebih baik kau pulang sekarang juga” gadis itu mendorong
Minhyuk sampai ke pintu keluar. Namun Minhyuk menahan kakinya dan berbalik
menghadap Sena.
“Kang Sena! Bagaimana kalau aku menyukaimu?”
BRAK!
Karena terkejut dengan pengakuan Minhyuk yang terlalu
mendadak, secara refleks Sena menutup pintunya hingga berdebam keras. Lantas
bersender membelakangi pintu itu sambil memegangi dadanya.
“ Sena maafkan aku…tolong dengarkan aku dulu.” Ujar Minhyuk pelan.
“ Jangan katakan lagi bodoh! Kau pikir aku tuli? Kau pikir aku bodoh? Kau pikir aku idiot?”
“ Kau pikir aku tidak melihat kalau setiap hari kau bersama Jiyoung? Kau pikir aku tidak merasa kesal setiap kali melihat kalian berdua? Kau pikir aku tidak jengkel melihatmu tersenyum padanya? Huh…kau pikir….kau pikir aku tidak menyukaimu, hah?”
****
Malam itu, entah mengapa langit begitu gelap. Terlalu kelam
tanpa hiasan apapun yang biasa mempercantik dirinya. Tak ada satupun bintang di
sana. Tak tahu mengapa, tapi yang jelas keadaan di luar sama gelapnya dengan
keadaan kamar seorang gadis berparas cantik dengan berbagai macam benda-benda
elektronik berlabel buah apel yang menempel di bagian belakangnya.
Gadis itu bangkit dari ranjangnya. Berjalan menuju meja
dimana buku-buku bergambar diagram miliknya berada, ia kemudian menduduki kursi
di depannya. Ia menghela napas panjang. Helaannya terdengar begitu lelah. Ia
meraih ponselnya, membuka kunci dan mulai memainkan jarinya pada layar benda
tersebut.
“ Apakah yang kau katakan itu benar?” gadis itu menggumam
pada sebuah gambar dengan seorang laki-laki yang tengah membersihkan meja.
“ Akkkhhh…Kang Sena!! APA YANG KAU PIKIRKAN?” teriak gadis
itu. Ia mengacak rambutnya. Ia benar-benar frustasi dengan seluruh perasaan
yang tengah bersemayam di hatinya.
****
Ia tidak tahu kenapa ia mesti merasa panik begitu matanya menemukan sosok Minhyuk yang berkeliaran di sekitarnya. Ia tidak tahu kenapa ia
harus menghindari pria itu. Ia tidak tahu kenapa kakinya tak juga lelah
melangkah demi menghindar dari seorang Lee Minhyuk.
Ia…benar - benar tidak tahu kenapa jantungnya berdebar tak
karuan setiap kali melihat sosok Minhyuk sekalipun itu dari jarak yang sangat
jauh. Ia tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu. Ia terlalu takut untuk
menghadapi kenyataan atas rasa paniknya tiap kali pria itu mendekat, jantungnya
berdegup kencang setiap melihatnya. Ia takut…ia takut menghadapi kenyataan
bahwa ia memiliki perasaan yang sama dengan yang pria itu miliki. Ia mencintai
Lee Minhyuk.
Walau begitu ia tidak ingin mengakui perasaan yang mulai
tumbuh seiring dengan jarak yang membentang kian jelas. Ia selalu berusaha
untuk mengedepankan akal sehatnya tiap kali desiran itu hadir. Bagaimana
mungkin seorang Kang Sena yang cantik dan populer menyukai Lee Minhyuk si
pelayan café?.
Sena berusaha untuk membantah perasaannya, bahkan ia
langsung mencoret hasil goresan pena pada bukunya. Lagi-lagi ia menulis nama
Minhyuk tanpa sadar.
“ Menulis namanya lagi” sena langsung menutup bukunya. Ia berusaha
untuk menampakkan wajah tanpa ekspresinya pada Rae Ah yang baru saja menyenggol
bahunya.
“ Akuilah Sena..” Ujar Rae Ah. Ia merangkul bahu Sena, tak
sedikitpun memberi kesempatan untuk Sena mengelak.
Di lain sisi Sena ingin sekali menyentak tangan Rae Ah
kemudian berlari, menjauh dari temannya itu. tapi tidak, ia tidak ingin Rae Ah
semakin mencurigainya.
“ Ku sarankan agar kau segera mengakuinya, sebelum semuanya
terlambat.” Rae Ah hanya tersenyum singkat sambil mengerlingkan matanya. Ia yakin
jika Sena menyimpan rasa istimewa pada pria bernama Lee Minhyuk.
****
Kini Sena mengerti apa yang dimaksud dengan kata terlambat
yang pernah Rae Ah ucapkan. Ia kini mengerti dan berharap tak pernah mengerti,
tapi sayang hal itu terlalu jelas untuk ia abaikan. Kedekatan Minhyuk dan
Jiyoung terlalu jelas untuk ia hindari.
Kedua orang itu bagai sepasang burung kasmaran yang tak bisa
lepas dari satu sama lain. Dimanapun ada Minhyuk pasti disitu terlihat
sosok lembut Jiyoung. Sungguh ia merasa sangat kesal tiap kali melihat kedua
orang itu bersama. Dan sialnya Tuhan seolah ingin membuatnya tersiksa dalam
perasaan kesalnya. Entah sengaja atau bagaimana, tapi ia sering melihat dua
orang itu bersama.
Ia cemburu. Yah… biar bagaimanapun ia harus mengakui bahwa
rasa jengkelnya beralasan. Ia cemburu. Kang Sena cemburu karena Minhyuk terus
bersama Jiyoung . Ia cemburu karena Minhyuk bisa tertawa lepas bersama gadis
cantik itu. ia cemburu dan berusaha untuk tidak merasakan apapun. Ia sudah
berusaha tapi bayangan Minhyuk dan Jiyoung selalu muncul bagai mimpi buruk yang
menghantui tidur malamnya.
Seperti ini contohnya. Lagi-lagi Minhyuk dan Jiyoung
bersama. Sena menghela nafasnya, berusaha membuang energi negatif dari dalam
tubuhnya. Ia berniat untuk memutar langkah. Tentu ia masih sangat waras. Ia tidak
ingin berhadapan dengan dua sejoli itu dan menjadi gadis paling menyedihkan.
“ Sena!”
Tapi sayangnya Tuhan memiliki rencana lain. Saat ia hendak
berbalik, Minhyuk memanggil namanya. Sena memejamkan mataya, berusaha untuk
menekan sensasi aneh yang tengah bergejolak dalam hatinya. Sungguh ini bukan
situasi yang baik. Ia tidak mungkin berbalik dan menyapa Minhyuk, tapi ia juga
tidak ingin menghindar. Bukankah itu akan terlihat sangat jelas jika ia
cemburu?.
“ Kang Sena! Tunggu!” panggil Minhyuk. Pria itu berlari,
berusaha agar Sena tak pergi. Bertemu dengan Sena merupakan kesempatan langka
dan ia tidak ingin melewatkannya.
Terdengar suara derap langkah yang semakin mendekat dan Sena
benci mendengarnya.
“ Sena..”
Sena tidak memiliki pilihan lain selain berbalik menghadap
Minhyuk yang sudah berdiri di belakangnya. Rasa tidak nyaman, kaku, canggung
langsung mendominasi pertemuan itu. Ia yakin bahkan sangat yakin kalau ekspresi
wajahnya saat ini sangat aneh, apalagi setelah matanya bertemu sosok Jiyoung
yang tengah mengulas senyum padanya. Astaga…gadis itu manis sekali!.
“ Sena..”
Sena terkesiap dan langsung tersadar dari alam bawah
sadarnya. Ia menatap Minhyuk yang terlihat masih terengah dengan napasnya.
Kau pasti bisa Kang Sena!. Sugesti
Sena pada hati kecilnya.
Ia mengubah ekspresi wajahnya. Ia kembali dengan lakonnya
sebagai gadis manja yang angkuh. “ Ada Apa Tuan Lee?” tanyanya.
Sena benar – benar mempertahankan sikapnya. Seolah memagari
hati rapuhnya di balik wajah angkuh yang coba ia tampilkan.
“ Ada yang ingin ku bicarakan! Kita harus bicara sebentar.” Tukas
Minhyuk serius. Ia menatap Sena dengan sungguh-sungguh, berharap gadis itu mau
meluangkan sedikit waktunya untuk mendengarkan semua hal yang ingin ia katakan.
Ia ingin gadis mau memberinya kesempatan.
“ Maaf Tuan Lee, tapi ku pikir tidak ada yang perlu dibicarakan. Sekali
lagi maaf..aku permisi.” Ucap Sena sebelum membalikkan badannya.
Gadis itu beranjak, ia benar-benar tidak ingin memberikan
waktunya. Tidak…apapun yang ingin pria itu katakan, ia tidak ingin
mendengarnya. Tidak.. ia tidak yakin akan sanggup mendengarnya.
Ia terus melangkah, melangkah secepat yang ia bisa. Ia ingin
segera pergi hingga pria itu tak bisa menemukannya, tapi sayangnya Minhyuk sudah berada
tak jauh di belakangnya. Pria itu mengejarnya.
“ Sena! Dengarkan aku!”
“ Sena!”
Sena tak lagi bisa menghindar begitu Minhyuk menahan
lengannya dan menariknya dengan kuat. Ia tak bisa mengelak, ia hanya bisa
meronta dan berharap pria itu mau melepasnya.
“ Dengarkan aku! kenapa kau terus menghindar, huh?” racau
Minhyuk kesal. Pria itu benar-benar tak bisa menahan kekesalannya.
“ Lepaskan! Ku bilang aku tidak ingin bicara denganmu!”
ronta Sena yang masih berusaha untuk melepaskan diri.
“ Sena! Tenanglah! Ku mohon..” Minhyuk mencoba berkompromi,
tapi nampaknya Sena tidak akan mendengarnya.
“ KANG SENA!” kali
ini seluruh pertahanannya runtuh, ia sudah tidak bisa menahannya.
Walau tidak ingin berbuat demikian, tapi nampaknya ia tidak
perlu menyesal. Karena suara tingginya memang satu-satunya cara untuk
membungkam gadis itu. Gadis itu tak lagi berteriak atau meronta. Gadis itu
menghela panjang dengan segenap jiwanya yang lelah, dan lambat-lambat panasnya
airmata terasa mulai menumpuk di pelupuk matanya.
“ Sena…maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membentakmu.”
Ujar Minhyuk berusaha untuk merengkuh perhatian Sena. Ia sama sekali tidak
ingin membuat Sena ketakutan. Ia hanya ingin Sena mendengarnya, mendengar isi
hatinya.
“ Sena…” Minhyuk mendekat, memangkas jarak yang
memisahkannya dengan gadis di hadapannya.
Tangannya bergerak di udara hingga akhirnya berlabuh di
wajah Sena. Ia menangkup wajah itu dan mengelusnya perlahan.
“ Menyingkirlah!” desis Sena. Gadis itu mencoba untuk
memberi perlawanan, tapi yang bisa ia lakukan hanyalah melayangkan tangannya ke
udara.
“ Sena..”
“ Ku bilang menyingkir! Pergi! Jangan pernah temui aku lagi!”
Sena kembali histeris. Ia kembali meronta dan mencoba untuk
melepaskan diri. Namun Minhyuk tak hanya diam, tangannya masih mencengkram
lengan Sena.
“ Kenapa kau tidak pergi? Kenapa kau selalu mengganggu
hidupku? Kenapa kau selalu mengusik ketenanganku?” racau Sena dengan sisa-sisa
tenaganya.
Ia berteriak dan terus berteriak hingga air mata yang dari tadi ia
pertahankan merembes, kemudian mengalir deras membasahi wajahnya.
“ Sena maafkan aku…tolong dengarkan aku dulu.” Ujar Minhyuk pelan.
“ Untuk apa? Untuk membuatku kesal? Memangnya apa lagi yang
harus ku dengar Lee Minhyuk? APA?” teriak Sena. Gadis itu tak bisa
mengendalikan luapan emosinya. Ia benar-benar tidak bisa menahan gejolak
amarahnya. Ia mencengkram kerah kaos Minhyuk dan mengguncangnya berulang
kali.
“ Sena kau tidak perlu berteriak seperti itu. Tenggorokanmu
akan terluka kalau kau terus berteriak seperti itu.”
“ Apa pedulimu, hah? Tidak usah memedulikan aku! Pedulikan
saja kekasih barumu itu! Sekarang lepaskan aku!”
Sena kembali meronta, ia berusaha melepas cengkraman
Minhyuk.
Tak ada cara lain yang Minhyuk miliki. Ia pun memutuskan
untuk menarik gadis itu, membawa gadis itu ke dalam rengkuhannya kemudian memeluknya
dengan erat. Hal itu sangat mengejutkan Sena. Ia tidak pernah membayangkan jika
Minhyuk akan memeluknya. Ia tidak pernah membayangkan tangan besar itu akan
menjaganya, melindunginya dan memberinya ketenangan.
“ Lepaskan aku!” desis Sena.
“ Dia bukan kekasihku. Jika yang kau maksud adalah Jiyoung,
ku katakan padamu.. dia bukan kekasihku.” Ujar Minhyuk. Ia meregangkan
pelukannya, membiarkan matanya bertemu dengan sepasang mata Sena.
“ Dia bukan kekasihku Sena..percayalah.” tutur Minhyuk lagi.
Ia berucap dengan yakin, seyakin kedua matanya yang menatap Sena.
Ia ingin gadis itu meyakini ucapannya, ia ingin Sena
mempercayainya, mempercayai isi hatinya.
“ Aku hanya mencintaimu Kang Sena.” Ucapnya dan untuk
kesekian kalinya ia berusaha untuk memperlihatkan ketulusannya.
Di lain sisi Sena merasa tubuhnya melemas. Ia merasa seluruh
tulang dan persendiannya tak lagi berguna. Ia bisa terjatuh jika saja Minhyuk
tidak memegangi kedua sisi tubuhnya. Ia tidak bisa membantah bahwa ucapan
Minhyuk barusan mendatangkan sejuta sensasi yang membuatnya melemas. Walau ia
berusaha untuk tidak merasakannya, tapi itu terlalu berpangaruh bagi tubuhnya.
“ Sena…aku mencintaimu.” Minhyuk masih menatap Sena dengan serius.
“ Sena aku…”
Minhyuk hampir mati dalam keterkejutannya. Ia hampir saja
tak bernapas dalam ketidakpercayaannya. Sena memeluknya.
“ Jangan katakan lagi bodoh!” Racau Sena. Gadis itu
mengalungkan kedua tangannya di leher Minhyuk. Ia berusaha untuk menekan sejuta
sensasi mendebarkan dengan menenggelamkan wajahnya di bahu Minhyuk.
“ Jangan katakan lagi bodoh! Kau pikir aku tuli? Kau pikir aku bodoh? Kau pikir aku idiot?”
Sena meregangkan pelukannya, ia menatap Minhyuk dengan mata
sembab dan wajah yang penuh dengan bekas airmata yang mulai mengering.
“ Kau pikir aku buta?” desisnya.
Ia menggigit bibir bawahnya dan tangannya tak berhenti
memukul pelan dada Minhyuk.
“ Kau pikir aku tidak melihat kalau setiap hari kau bersama Jiyoung? Kau pikir aku tidak merasa kesal setiap kali melihat kalian berdua? Kau pikir aku tidak jengkel melihatmu tersenyum padanya? Huh…kau pikir….kau pikir aku tidak menyukaimu, hah?”
“ Aku menyukaimu bodoh! Aku mencintaimu!” pertahanan Sena
kembali runtuh, ia langsung bersandar di depan dada pria itu. ia terisak.
Helaan lega terdengar bersamaan dengan sepasang lengan besar
melingkupi tubuh Sena. Minhyuk memeluk gadis itu, gadisnya. Ia membiarkan
tangannya mengelus punggung Sena.
“ Aku mencintaimu Kang Sena.”
“ Aku juga mencintaimu bodoh!” balas Sena yang masih
terisak.
Minhyuk tersenyum senang. Akhirnya…setelah melalui waktu
yang cukup lama. Setelah melalui perpisahan yang tidak ia inginkan, akhirnya ia
bisa memeluk gadis itu. Akhirnya cinta yang ia miliki terbalas.
“ Mulai dari sekarang kau tidak boleh tersenyum atau tertawa
pada Jiyoung atau gadis manapun! Kau hanya boleh memperlihatkannya padaku,
mengerti?” Sena memundurkan tubuhnya, menatapnya dengan galak sambil
menunjuknya dengan jari telunjuknya.
Minhyuk hanya mengangguk kemudian mengulas senyum indah
hingga kedua matanya menyipit. Senyum indah itu terlalu manis, terlalu hebat
hingga Sena tidak sanggup melihatnya lagi. Ia yakin ada semburat merah yang
mewarnai pipinya dan ia tidak ingin Minhyuk melihatnya.
Ia pun kembali memeluk pria itu. Membiarkan kepalanya
bersandar di dada bidang itu. Membiarkan senyum kecilnya bersembunyi di balik
tubuh kokoh itu.
“ Bodoh!” umpat Sena tanpa bisa menahan senyumnya.
END
HOAAHHHH….finally!!! Ini ff kelar juga!!!!
Gak nyangka bisa berakhir juga… oke berhubung yg dapet giliran ngetik
bagian akhirnya aku, jadi yg kebagian nulis cuap-cuapnya aku deh….
Dan berhubung yg nulis bagian akhirnya aku, jadi aku mau say sorry
kepada dua author sesepuh, Kim Dhira sama Salsa. Maaf ya…ini akhirnya jadi
begitu…sumpah itu doang yang ada dipikiran gue….ya udahlah masih mending gua
bisa mikir…(gak mau disalahin)
Oke…first of all….HAPPY NEW YEAR ALL!!!! Gila…udah tahun baru aja! Padahal
kayanya baru kemaren tahun baruan, *yah..maksudnya tahun baru hijriah*. Semoga di
tahun baru ini kita semua makin sukses, baik itu authornya, readersnya,
atau GIGSent-nya. Pokonya semua harus lebih sukses dan kece dari tahun
sebelumnya yah….
Talk about this fic…yah kayak yang mungkin ada di benak kalian. FF ini
tuh ff kolaborasi klo bahasa nyanyinya featuring. Klo gak salah ini cukup lama
digarapnya dan aku sempet nyangka g bakal dilanjut karena sempet macet karena
aku..hehehe.. tapi setelah berikhtiar sekeras mungkin, akhirnya ini ff bisa
rampung juga.. walau aku harus nerima banyak omelan, siksaan dan
penganiayaan.
Well…yah ini mungkin ff terunik. Bukan dari segi ceritanya tapi dari
cara kita nentuin pemain sampe karakter pemainnya. Sumpah ini konyol…masa kita
nentuin cast aja pake acara kocokan arisan!! So…ini THE MOST UNIQUE FF EVER!! Terlepas
dari segala fakta yg ada tentang ff ini, aku, kim dhira sama salsa berharap ff
ini dapet respon yg baik dari kalian. Entah itu dari segi perhatian atau
komentar…yah…moga-moga ada yg ngasih kritik dan saran yah…
Karena hri ini spesial…makanya aku beserta Kim Dhira sama Salsa
berharap bisa dapet sesuatu yang lebih baik lagi. Entah itu di bidang FF atau
urusan sekolah kita. Doain kita yah semoga sukses di UN terus PTN dan dukung
serta ikutin GIGSent terus…
Aku mewakili yang lainnya mungkin mau negasin hal ini lagi. Karena kita
udh kelas tiga, pastinya kegiatan kita udh penuh sama ujian, belajar, dan
target UN ama PTN..so pasti kita bakal jarang bgt update. Aku gak mau bilang
kita bakal hiatus tanpa pubslihan satupun, cuma mungkin yang biasanya satu author
mungkin bisa dua kali publish dalam sebulan, nanti bakal satu atau mungkin gak
sama sekali. Tapi tenang aja kok…selalu ada jalan menuju roma! Selalu ada jalan
untuk publish…
Oke deh…buat readers tercinta…sekali lagi makasih. Bener-bener makasih
karena masih ngikutin kita sampe tahun ini… Thanks..
Best Wishes
Kim Dhira, Salsa, GSB
mau juga dong dibopong sama rae ah.. <3 <3
ReplyDelete