Another Cinderella Story - Chapter 7 (END)






Cast : Jung Cheonsa
           Kris Wu
           Park Hayeon
           Byun Baekhyun
           Park Chanyeol

Genre : Romance, friendship, family

Rating : PG 15 

Previous story:







Sudah dua hari Cheonsa terus mengabaikan suara dering ponselnya. Kris meneleponnya dan pastinya ia tidak mau menjawabnya. Ponselnya terus berdering hingga membuat Himawari sedikit terganggu. Wanita jepang itu tidak hanya terganggu dengan suara dering itu, ia juga terganggu dengan sikap Cheonsa belakangan ini. Wanita itu menjadi lebih pendiam dan terlihat murung. Ia tidak tahan melihatnya, sebagai seorang teman tentu ia tidak senang melihatnya seperti itu.



“ Kris sudah tidak menelponmu lagi?” tanyanya memecah keheningan ruang makan.



“ Dia sudah sadar. Dia cukup pintar untuk memahami keadaan.” Jawab Cheonsa santai. Ia melanjutkan makannya seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Seolah ia tidak merasa tersinggung dengan pertanyaan Himawari barusan.



“ Dia sudah sadar kalau wanita yang ia perjuangkan tidak layak untuk mendapatkannya. Baguslah kalau dia sadar dan aku berharap dia menemukan wanita yang bisa mengerti dirinya.” Himawari bangkit dari kursinya, berlalu begitu saja meninggalkan meja makan. Ia tidak bermaksud jahat dengan mengatakan hal itu pada Cheonsa. Ia hanya ingin membuat temannya sedikit mengerti bahwa ada pria yang begitu setia menunggunya. Ia hanya ingin Cheonsa melihat betapa Kris menginginkannya.



Selepas kepergian Himawari, Cheonsa menundukkan kepalanya. Menekan rasa sakit dan nyeri yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam hatinya. Sekeras apapun ia berpikir, sekeras apapun ia menyangkal, ucapan Himawari memang benar, ia tidak pantas untuk mendapatkan semua itu. Ia hanya wanita egois yang tidak tahu diri.



Ia menyesal tapi ia tidak ingin melangkah untuk mengubah apapun, sama dengan Kris yang sudah benar-benar menyerah dengan usahanya. Pria itu sedang sibuk berkemas, memasukkan baju-baju dan berkas pekerjaannya ke dalam koper hitam miliknya. Ia sudah memutuskan untuk kembali ke Korea lusa.



Walau ia masih memiliki waktu untuk berkemas, ia memilih untuk melakukannya lebih awal. Bersiap-siap jika nanti ia berubah pikiran. Sudah cukup ia berada di sana. Pekerjaan kantornya sudah selesai dan sebenarnya ia bisa kembali hari ini. Tapi ia ingin menikmati Jepang, jadi ia memutuskan untuk tinggal sementara.



Banyak hal terjadi dalam beberapa hari ini. Sebentar ia merasa senang, kemudian ia merasa jantungnya berdebar namun setelahnya ia menemukan bahwa dirinya cemburu begitu menemukan foto Cheonsa bersama pria bernama Hiro. Di dalam foto itu keduanya terlihat sangat akrab, merangkul satu sama lain dengan senyum lebar yang terukir di wajah masing-masing.




Terlalu banyak rasa yang menghampirinya sampai ia bingung harus melakukan apa. Ia cukup senang bisa membantu Tuan Jung untuk mengamati Cheonsa selama satu tahun ini. Beberapa bulan sebelumnya Tuan Jung meminta bantuannya dan ia menyanggupinya. Pria tua itu terlihat menyedihkan pikirnya dalam hati. Ia menyanggupi permintaannya karena ia menghormati pria itu. Ia seorang ayah yang mencoba untuk memperbaiki kesalahannya, tidak seperti ayahnya.





Maka dari itu ia langsung menghubungi Tuan Jung begitu ia mendapat dinas ke Jepang. Mereka setuju untuk bertemu di restoran waktu itu, tapi sayangnya itu tidak berjalan seperti yang ia rencanakan. Cheonsa pergi dan ia gagal. Ia gagal menyatukan seorang ayah dengan putrinya, ia gagal membawa wanita itu kembali. Dan mungkin memang begitulah akhir ceritanya, mereka semua hidup dengan jalan masing-masing sekalipun tidak merasa bahagia.







****







“ Appa!!” keringat dingin bercucuran membasahi keningnya, perasaan takut menghantui jiwa kerdilnya. Lagi-lagi ia bermimpi buruk, ia bermimpi ayahnya sakit dan kemudian meninggal sebelum ia sempat menemuinya.





Cheonsa melirik cemas ke sekitarnya, tubuhnya berjengit pelan begitu pintu kamarnya terbuka. Himawari datang dengan membawa segelas air putih. Perasaannya lebih tenang begitu Hima menyalakan lampu kamarnya. Setidaknya sudah tidak gelap, ia tidak perlu takut lagi.




“ Bermimpi buruk lagi?” ia terus meneguk airnya hingga habis lalu memberikan gelasnya pada Himawari.



Cheonsa tak menjawab, ia hanya mengangguk dalam ketakutannya. Ia belum bisa sepenuhnya tenang biar bagaimanapun ia tidak bisa tenang sementara bayangan buruk itu terus menghantuinya.



“ Ku harap kau melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat.”






**** 







Sepanjang hari ia terus mengamati ponselnya dengan penuh pertimbangan. Berulang kali ia menggenggam ponselnya dan kemudian meletakkannya kembali ke atas meja di depannya. Ia tidak merasa tenang terlebih setelah mendengar ucapan Himawari saat ia terbangun dari mimpi buruknya tadi pagi. Ia terus dihantui dengan berbagai pikiran buruk yang terus melintas di kepalanya.




Ia merasa takut jika ia terlambat. Ia takut jika nanti ia menyesali semuanya. Walau ayahnya terlihat baik-baik saja pada malam itu, tapi tetap saja ia merasa sangat khawatir. Ia merindukan ayahnya, ia ingin memeluknya. Yah…ia berbohong pada Kris, sebenarnya ia sangat menyayangi ayahnya, ia merindukannya. Jika saja ia orang yang baik, ia pasti tidak akan pergi begitu saja malam itu, mungkin juga ia tidak akan pernah meninggalkan ayahnya.




Tatapan matanya masih mengarah pada layar ponselnya. Segenap rasa ragu dan khawatir bercampur sempurna hingga ia mesti memejamkan matanya kemudian menghela napasnya dengan perlahan sebelum memutuskan untuk menggeser tombol hijau di layar ponselnya. Ia memutuskan untuk menghubungi Kris, sekalipun ia akan kehilangan harga dirinya.




Tangannya bergerak menempelkan ponselnya ke samping telinga. Hatinya cemas begitu telinganya terus disuguhi bunyi nada tunggu yang tak berkesudahan. Kenapa Kris tidak segera menjawab panggilannya?. Perasaannya cemas dan resah dengan penantian itu.




Namun tak lama setelahnya bunyi membosankan itu berakhir dan terganti dengan suara tebal milik Kris di seberang sana. Cheonsa menarik napasnya dalam, bibirnya mengatup rapat begitu suara itu menyebut namanya dengan terkejut.




“ Kris…apa kau masih berada di Jepang?” suaranya mengalun rendah seolah ia tidak benar-benar yakin dengan pertanyaannya. Ia mengangguk paham kemudian terdiam sejenak begitu Kris menjawab pertanyaannya. Pandangannya lurus ke depan ketika Kris kembali bersuara, pria itu bertanya padanya.




Ia masih terdiam, masih ragu untuk menyatakan keinginannya. Ia bukan orang yang mudah mengatakan keinginannya, terlebih setelah apa yang ia lakukan pada pria itu. Apa ia masih pantas untuk meminta bantuan dari Kris? Ia terus berpikir, mencoba untuk mengalahkan rasa sungkannya.




“ Dimana alamatmu?” ia akhirnya bersuara walau setelahnya ia kembali diam meski Kris menanyakan tujuannya. Ia hanya menghela pendek. “ Berikan saja, ku mohon.” 







**** 







 TING TONG TING TONG






Cheonsa terus menekan bel di depan apartemen Kris. Ia benar-benar merasa tidak sabar karena pintu di depannya tak kunjung terbuka. Ia pun kembali menekannya dan terus menekannya hingga suara deritan pintu terdengar. Pintunya terbuka.




Tepat di hadapannya telah berdiri Kris yang sedang menatapnya dalam. Tatapan pria itu bagai mengulitinya, seolah ingin tahu semua isi hatinya. Cheonsa menunduk rendah, menghindari tatapan Kris yang sedang menilainya.




“ Ada apa?” tanya Kris datar. Pria itu masih seperti sebelumnya, masih berdiri bersandar pada kusen pintunya sambil menyedekapkan tangannya.




Perlahan Cheonsa memberanikan diri untuk menegakkan kepalanya, menyejajarkan pandangan matanya dengan mata Kris. “ Apa….” ia menggantungkan kalimatnya, rupanya masih ragu untuk mengatakan maksud dan tujuannya.



“ Apa…appa-ku masih di sini?” tanyanya pelan.




Sejuta rasa takut dan malu menyerang benaknya hingga Cheonsa tak berani membalas tatapan mata Kris yang terasa lebih menyeramkan daripada sebelumnya. Cheonsa mencoba mengalihkan pandangannya kemana saja. Ia yakin jauh di dalam hatinya, Kris sedang memaki kebodohannya saat ini.




“ Memangnya kenapa?” suara dingin itu kembali terdengar bagai angin malam yang membuat bulu kuduknya berdiri. Cheonsa merasa sangat dikucilkan dengan cara pria itu bertanya padanya. Entah itu mengejek atau justru bentuk simpati yang tak tersampaikan dengan baik, tapi ia rasa mengejek lebih tepat.




Hasil respirasinya keluar dengan bergetar begitu ia mencoba untuk menuturkan jawabannya dan itu membuat Kris semakin penasaran. Pria itu menatapnya semakin intens.




“ Apa kau bisa membawaku untuk menemuinya?” Cheonsa merasa harga dirinya hilang begitu saja. Ia merasa benar-benar malu saat ini. Baru beberapa hari yang lalu ia menolak untuk menemui ayahnya, tapi kini ia mengemis untuk dipertemukan dengan sang ayah. Itu memalukan? Yah..sangat. Tapi entah kenapa ia tidak begitu peduli dengan hal itu sekarang, ia lebih takut menyesal daripada merasa malu.




Setelah Cheonsa mengutarakan keinginannya keheningan melanda keduanya. Suasana menjadi terasa begitu menegangkan, mencengkram jiwa lemahnya begitu Kris terus menahan ucapannya dan justru menatap Cheonsa lebih dalam. Ia bagai sedang menghakimi Cheonsa yang terlihat semakin cemas.




“ Kris…aku ingin menemuinya. Kau bisa kan membantuku?” kali ini rasa ragu, takut, enggan, semuanya ia buang jauh-jauh. Ia tak peduli lagi dengan opini Kris terhadapnya, ia hanya peduli dengan ayahnya saat ini. Ia ingin bertemu ayahnya, walau ia tahu ini terlambat. Tapi terlambat jauh lebih baik daripada tidak sama sekali, bukan?.




Kris menjatuhkan pandangannya ke lantai sebelum akhirnya ia menghela pendek sambil menatap Cheonsa yang penuh pengharapan. “ Baiklah..tunggu di sini sebentar!” ia kembali masuk ke dalam apartemennya hingga akhirnya kembali setelah memakai mantel hitamnya.




Ia menatap yakin ke arah Cheonsa, kali ini bukan karena ia ingin mengejek, ia hanya ingin menghapus ketakutan yang tergambar jelas di wajah itu.




Berulang kali Kris terus mengarahkan pandangannya pada Cheonsa yang terlihat tak sabaran begitu mereka berada di dalam taksi. Wanita itu kelihatan sangat takut  dan cemas. Entah apa yang telah terjadi padanya hingga membuatnya seperti ini, tapi apapun itu ia berharap agar wanita itu bisa lebih tenang setelah ini.




Perjalanan yang mereka tempuh cukup panjang. Jarak apartemen Kris dengan rumah yang disinggahi Tuan Jung memang cukup jauh, setidaknya butuh waktu sekitar tigapuluh menit untuk sampai di sana. Kris mengalihkan pandangannya ke luar jendela untuk memastikan bahwa mereka sudah hampir sampai. Matanya sangat waspada begitu mengawasi jalanan sekitar hingga akhirnya ia menyuruh sang supik taksi untuk memberhentikan mobil.




Ia hanya mengangguk singkat saat Cheonsa menatapnya dengan bingung. Ia menyuruh wanita itu untuk turun bersamanya.




“ Dia tinggal di sini.” Gumam Cheonsa pelan walau masih dapat terdengar oleh Kris. Wanita itu masih termenung dengan bangunan megah di hadapannya. Halaman yang luas yang dibalut dengan salju putih menyapa perjalanannya menuju pintu masuk rumah itu.




Cheonsa kembali menoleh pada Kris yang berada satu langkah di depannya. Ia menahan lengan pria itu, menatap sejenak saat ia merasa cemas. Ia takut kalau kedatangannya mengganggu sang ayah.




“ Tenang saja.”Kris mengangguk dan kembali berjalan hingga seorang wanita tua berbaju rapi khas seorang pelayan menyapanya.




Kelihatannya Kris dan wanita tua itu sudah akrab, setidaknya wanita tua itu langsung membiarkan Kris dan ia masuk. Wanita tua itu menunjukkan arah pada mereka, membawa mereka pada seorang pria berumur yang tengah membaca surat kabar miliknya di ruang tengah.




Pria itu Tuan Jung. Ayahnya. Cheonsa merasa tarikan napasnya jauh lebih berat begitu ia memandangi sang ayah yang terlihat memakai kacamata baca-nya. Tiba-tiba rasa sakit, takut, cemas, rindu, semuanya bersatu padu hingga ia merasa sesak. Ada sensasi kuat yang menerjang dadanya.




“ Appa…” ucapnya bergetar.




Tuan Jung menoleh begitu suara Cheonsa terdengar. Ia tercekat melihat sang putri telah berdiri tak jauh darinya, putrinya ada di sini, ia berada di ruangan yang sama dengannya. Tuan Jung bangkit dari duduknya, beranjak perlahan sambil meyakinkan dirinya jika sosok di hadapannya bukan sekedar imajinasinya. Rasanya lega begitu ia mendekat dan merasakan bahwa sosok di depannya bukanlah sekedar imajinasinya.




“ Cheonsa kau datang? Appa senang sekali.” Ucap Tuan Jung sumringah. Kelihatan dari wajahnya yang bahagia, senyum kecil membingkai wajah lelahnya. Ia ingin memeluk putrinya, namun permata hatinya itu terus menundukkan kepalanya.




“ Ada apa Cheonsa?” ia menatap dalam, mencoba untuk bertemu pandang dengan sang putri.




“ Ada apa? Setelah lama tidak bertemu kau tanya ada apa? aku…” Tuan Jung langsung memeluk Cheonsa yang tak kuasa berkata lagi. Putrinya sudah tak kuat menahan gejolak dalam hatinya, ia mengerti karena ia juga merasakannya. Ia merengkuh putri kecilnya dengan lembut, mencoba untuk menyampaikan kata maaf untuk semua kesalahannya yang lalu.





Cheonsa mengeratkan pelukannya, menyalurkan rasa rindu dan kasihnya. Ia terisak, mengeluarkan semua perasaannya yang tumpah tak terbendung. Ia terus terisak sementara sang ayah terus mengelus punggungnya dengan sabar.





“ Maafkan appa Cheonsa.” Tuan Jung mencoba untuk menenangkan Cheonsa yang terlihat begitu emosional. Cheonsa masih terlarut dalam tangisnya, ia bagai tenggelam hingga ia hanya bisa mendekap erat tubuh sang ayah. Rasanya semua penghalang hancur begitu saja. Dinding tinggi yang dibangun atas dasar kebencian rupanya tak dapat bertahan begitu dekapan hangat itu merengkuh hati kerasnya.





Sementara Cheonsa masih hanyut dalam tangis dan sesalnya, Tuan Jung mengangguk kemudian senyumnya melebar begitu ia menyadari keberadaan Kris. Ia tersenyum pada pria muda itu. Ia menyampaikan rasa terimakasihnya pada Kris. Biar bagaimanapun berkat pria itulah ia bisa mendekap putrinya saat ini.    







*****  







Makan siang yang menyenangkan. Makan siang pertama mereka setelah tiga tahun terpisahkan. Tuan Jung benar-benar bahagia karena ia bisa berkumpul lagi dengan Cheonsa. Ia bisa berbincang dengan putrinya lagi. Meski suasana canggung masih terasa diantara keduanya, tapi itu bukan masalah besar. Karena ia yakin dengan seiring berjalannya waktu, ia dan putrinya bisa kembali seperti dulu. 





Ia melayangkan pandangannya pada sang putri yang masih berceloteh panjang mengenai kehidupannya selama di Jepang. Sesekali senyum kecilnya terlukis manakala Cheonsa merengut sebal saat menceritakan kejadian buruk yang menimpanya.





Cheonsa tersenyum sambil mengangguk pelan. Rasanya benar-benar lega bisa berbagi cerita dengan ayahnya. Namun senyumnya memudar begitu benaknya teringat akan sesuatu. Ia memandang sang ayah, memerhatikan senyum kecil yang masih tercetak jelas di wajah tuanya.




“ Appa…kenapa, kenapa kau bercerai dengan Nyonya Lee?” tanya Cheonsa hati-hati.




Perlahan senyum kecil itu memudar, berganti dengan ekspresi serius Tuan Jung. Pria itu menjatuhkan pandangannya ke atas piring makannya. Ia menghela pelan sebelum akhirnya mulai memberi penjelasan pada Cheonsa.




“ Setelah appa pikir, sepertinya tidak akan ada yang bisa merasa tenang selama Mija masih berada di dalam rumah, jadi appa memutuskan untuk berpisah.” Tutur Tuan Jung. Ia terlihat tegar, setidaknya ia sudah tidak terlalu memikirkan perpisahan itu.



Namun berbeda dengan Cheonsa yang terenyuh setelah mendengar penjelasan sang ayah. Ia tahu ayahnya sangat mencintai wanita itu, ia pun tahu kalau mereka saling mencintai, maka dari itulah ia selalu berusaha untuk menghindari pertengkaran dengan ibu tirinya. Ia tahu Mija adalah seseorang yang ayahnya butuhkan, Mija pun sangat mencintai ayahnya. Tapi wanita itu terlalu egois karena ingin menguasai semua perhatian ayahnya. Wanita itu bertingkah seolah ingin menyingkirkannya jauh-jauh dari sisi ayahnya. Itulah yang tidak bisa ia terima.




“ Maafkan aku appa.” Ucap Cheonsa. Ia menatap ayahnya dengan sungguh-sungguh. Ia ingin ayahnya bisa memahami kesungguhan hatinya. Ia ingin ayahnya tahu jika ia benar-benar tulus mengucapkannya. Walau ia sadar kata maaf saja tidak cukup, tapi ia tidak bisa melakukan apapun, ia harap ayahnya pun mengerti.




“ Itu sudah berlalu Cheonsa.” seulas senyum kecil penuh pengertian tergambar jelas di wajah tuan Jung yang terlihat tak ingin membebani Cheonsa. Ia kembali melanjutkan makannya.




Ia tidak pernah menyinggung masalah itu lagi dan memang saat ia memutuskan untuk bercerai, ia sudah bertekad untuk tidak membahas hal itu di kemudian hari. Ia tidak menyesalinya walau itu cukup berat untuknya. Tuan Jung merasa putrinya jauh lebih penting. Bicara mengenai putrinya, sesungguhnya banyak hal yang ingin ia tanyakan padanya. Salah satunya adalah masalah pendamping hidup. Apa putrinya telah memiliki seorang kekasih? Hal-hal seperti itu menghantuinya selama ini. Biar bagaimanapun Cheonsa tetap seorang anak perempuan. Ia tidak bisa berhenti mengkhawatirkan kondisi putrinya yang tinggal sendirian di negeri orang.




Pandangannya bergerak menuju pada Cheonsa yang sedang menyantap makanannya. Beribu dugaan berterbangan di dalam kepalanya. Ia hanya seorang ayah seperti ayah lainnya di luar sana. Ia tidak ingin putrinya berhubungan dengan pria tidak baik yang bisa menyakitinya kapan saja. Namun pikiran-pikiran aneh itu langsung terbantah begitu bayangan Kris terbesit dalam pikirannya.




Ia tidak tahu hubungan macam apa yang terjalin antara putrinya dan pria muda itu. Selama ini ia hanya tahu kalau Kris cukup dekat dengan Hayeon dan ia pernah berpikir jika pemuda itu memilki hubungan khusus dengan anak tirinya itu. Namun setelah ia bercerai dengan Lee Mija, pemuda itu masih sering mengunjunginya sekalipun Hayeon sudah pergi dari rumahnya. 




Ia mulai merangkai dugaannya sendiri begitu kecurigaannya mendekati sebuah kebenaran. Walau ia tidak pernah benar-benar tahu perasaan yang Kris miliki, tapi ia bisa memastikan kalau pria itu menyukai putrinya. Ia bukannya mengada-ngada, tapi memang begitulah kenyataannya.




Selepas kepergian Cheonsa, hanya pada pria itu ia bisa mencurahkan kegundahannya. Bahkan pria itu mau membantunya untuk bertemu dengan Cheonsa. Tentu semua itu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan kecurigaannya. Ada sesuatu yang tidak biasa antara putrinya dan Kris.




“ Cheonsa..”



“ Ya appa.” Cheonsa menatapnya dengan penuh perhatian. Menunggunya untuk mengatakan sesuatu yang penting. Ia menarik napasnya dalam kemudian menatap serius sang putri yang terlihat bingung dengan gerak-geriknya. 




“ Apa kau menyukai Kris?”



“ Tidak! Mana mungkin!” bantah Cheonsa cepat. Wanita muda itu langsung mengalihkan pandangannya. Ia terlihat gugup dan panik. Untung saja ia cukup pandai mengendalikan reaksinya, kalau tidak, mungkin saja ia sedang tersedak saking terkejutnya.





Menyadari tingkah putrinya, Tuan Jung semakin yakin jika ia tidak salah sangka selama ini. Ia semakin penasaran dengan yang sebenarnya terjadi. Ia terus memandangi putrinya yang tengah melirik gugup.





“ Appa! Berhenti menatapku seperti itu! Sudah ku katakan aku tidak menyukainya!” oceh Cheonsa gelagapan begitu mendapati sang ayah yang masih menatapnya. Ia gugup, sekujur tubuhnya gemetar hebat hingga ia tidak bisa bersikap tenang. Perasaannya kacau manakala pertanyaan sang ayah terdengar bagai tuduhan beralasan. Yah…lebih tepatnya sangat amat beralasan. Ia takut kalau sang ayah benar-benar mengetahui perasaannya. Ia bukan takut jika nantinya sang ayah akan marah, ia hanya terlalu gengsi untuk mengakuinya.





Ia bergerak bingung, dadanya terasa engap karena sesuatu di dalamnya terus berdetak tak karuan. Ia mengangkat gelasnya, menempelkan bibirnya pada bibir gelas. Ia membutuhkan air putih untuk menenangkan pikirannya sejenak.




“ Kau tahu kenapa Kris menolak makan siang bersama kita?” lagi-lagi ia merasa darahnya berdesir hebat begitu nama Kris kembali terdengar.



“ Mungkin karena dia sudah kenyang.” Jawabnya pura-pura tak peduli.




“ Bukan. Ia harus melakukan banyak hal hari ini karena besok ia akan kembali ke Korea.” Sanggah Tuan Jung.




Cheonsa membiarkan kepalanya mengangguk pelan seiring dengan helaan napas beratnya yang berhembus perlahan. Ia tak tahu kalau Kris akan pergi, ia tidak tahu karena pria itu tidak pernah memberitahunya. Mungkin Kris sengaja, karena pria itu tidak ingin menemuinya lagi. Yah…bagus sekali, setidaknya ia bisa melakukan hal yang sama.




“ Besok antarlah dia ke bandara. Selama ini appa selalu merepotkannya, jadi temani dia besok.” Ujar Tuan Jung santai.





Cheonsa tercekat, ia langsung menatap sang ayah dengan mata melebar. “ Appa! Kenapa aku harus melakukannya? Aku tidak mau! Lagipula aku tidak begitu akrab dengannya, akan sangat aneh kalau aku menemaninya. Biarkan saja dia pergi sendiri! Lagipula dia menolong appa dengan tulus jadi appa tidak perlu merasa harus membalasnya.” Cheonsa mendengus kasar. Ia tidak bisa menerima perintah sang ayah. Baru beberapa waktu yang lalu ia memutuskan untuk tidak menemui pria itu lagi, tapi sekarang ayahnya justru menyuruhnya untuk menemani pria itu.




“ Ayolah Cheonsa…appa tahu ia melakukannya dengan tulus, tapi appa tidak ingin terkesan tidak  menghargai usahanya. Appa minta tolong padamu Cheonsa! Besok appa harus menemui seorang teman lama, jadi tolong datanglah untuk mewakili appa.” Tuan Jung menatap putrinya dengan wajah memelas.




Cheonsa menghela kasar. “ Baiklah..tapi aku tidak janji akan bersikap ramah!”







*****






At Haneda Airport







Ia sama sekali tidak pernah berpikir jika menemani Kris ke bandara sama dengan menjemput pria itu di apartemennya, duduk di mobil yang sama, melewati waktu setengah jam bersamanya, kemudian mengikuti pria itu selama di bandara.





“ Kau bisa pulang sekarang, aku tidak tahan melihat wajah terpaksamu itu!” ucap Kris sambil menoleh ke arahnya. Pria itu memang benar. Karena sepanjang perjalanan hingga mereka berada di dalam bandara, ia terus merengut kesal. Mendengus-denguskan napasnya kemudian menghentakkan kakinya dengan bosan.




Cheonsa tak menanggapi ucapan Kris. Ia melanjutkan kegiatannya seperti limabelas menit yang lalu, terdiam dalam rasa kacau dan berdebarnya. Ia juga heran kenapa ia tidak langsung pulang saja, ia pun bingung kenapa ia masih duduk bersama Kris, menemani pria itu menunggu keberangkatannya. Huh…benar-benar membingungkan.




“ Penumpang dengan tujuan Seoul-Korea selatan diharapkan untuk segera memasuki pesawat karena pesawat akan segera lepas landas.” Suara pengingat itu telah terdengar. Kris langsung bangkit dari duduknya, tangannya langsung menarik erat koper berukuran sedang miliknya.




Spontan Cheonsa pun ikut berdiri, berhadapan dengan Kris yang tengah memastikan paspornya. Cheonsa hanya diam begitu pikirannya kosong, Kris akan segera pergi. Apa yang harus ia lakukan?  hatinya gundah, kacau begitu pria itu mulai bersiap untuk menjauh.




“ Sudah waktunya aku bergegas, kau bisa pulang sekarang.” ucap Kris datar. Pria itu enggan untuk memulai banyak pembicaraan. Sudah cukup sulit baginya untuk mengucapkan kata perpisahan, andai saja ia bisa merangkai kalimatnya lebih baik.




“ Ya…hati-hati kata appa, jaga dirimu.” Kris hanya mengangguk cepat, menahan debaran yang semakin mengacaukan pikirannya. Ia tidak bisa terus melihat Cheonsa, ia tidak yakin mampu meninggalkan wanita itu lagi.


“ Ya…terimakasih.”




Cheonsa terdiam sejenak begitu perasaannya meledak-ledak. “ Terimakasih…” Cheonsa terlihat ragu, kini ia merasa benar-benar takut untuk menuntaskan kalimatnya. Kris akan pergi setelah ia menyelesaikan kalimatnya dan ia tidak ingin hal itu terjadi. 



Perasaan yang sama pun dirasakan oleh Kris. Untuk alasan yang sama ia berharap wanita itu terus bicara, rasanya sulit sekali untuk melangkahkan kakinya. Tapi ia berusaha untuk menguasai dirinya sebelum debaran di hatinya yang menentukan tindakannya.




“ Appa sangat berterimakasih atas semua yang telah kau lakukan untuknya. Maaf karena ia tidak bisa mengantarmu.” Ucap Cheonsa tanpa mengalihkan pandangannya dari Kris. Ia hanya memiliki waktu sebentar, jadi ia ingin menatap pria itu selama yang ia bisa.




Darahnya berdesir kian hebat begitu ia semakin tenggelam dalam iris hitam pekat itu. Ada seberkas rasa ngilu yang membelai hatinya, ada sesuatu yang harus ia lakukan. Tapi…maukah ia melakukannya? Bersediakah Cheonsa melepas semua perisainya dan membiarkan hatinya mengejar apa yang ia inginkan?.




“ Sampaikan pada ayahmu kalau aku melakukannya dengan senang hati. Aku juga sangat memaklumi ketidakhadirannya. Yah…” Kris kembali mengangguk canggung, menutupi keresahan dan kegelisahannya.




Kris menarik napas dalam kemudian menghembuskannya dengan cepat. “ Baiklah..aku pergi sekarang.” ucap Kris. Ia kemudian menarik tongkat dorong pada koper hitamnya.




Cheonsa pun tak dapat mengatakan sesuatu, ia hanya mengangguk dan mengamati kepergian pria itu. Ia tak sempat mengatakan isi hatinya, ia hanya mengatakan semua pesan ayahnya.




Punggung Kris mulai menjauh dan semakin menjauh. Pikirannya kian kacau begitu perang hebat terjadi dalam dirinya. Haruskah ia mengalah pada hatinya atau justru hatinya yang harus mengalah? Ia menggeleng cepat.




“ Kris!” panggilnya yang tak terdengar oleh Kris. Banyaknya orang dalam ruangan itu membuat suaranya kalah kencang, ia pun memutuskan untuk berlari. Berusaha untuk menghampiri Kris yang tenggelam bersama jutaan orang lainnya.




“ Kris tunggu!” panggilnya lagi begitu punggung Kris sudah tak begitu jauh. Ia berhasil, Kris mendengarnya. Pria itu langsung berbalik ke belakang dan menemukan dirinya sedang mengatur napasnya yang terengah.



Ia terus menarik napasnya dalam-dalam, dadanya cukup sesak.




“ Ada apa?”




“ Apa ada sesuatu yang terlupa? Apa ada pesan dari ayahmu yang terlupakan?” tebak Kris tak yakin. Ia sendiri tidak tahu kenapa ia sangat berdebar begitu tahu Cheonsa mengejarnya.




Cheonsa menggeleng pelan, ia melangkah maju. Mendekat pada Kris yang masih bingung di tempatnya. “ Ada yang ingin ku bicarakan dan itu bukan pesan dari ayahku, itu…itu…sesuatu yang ingin ku katakan.” Ucap Cheonsa gugup.




Ia terlihat kebingungan merangkai jutaan kata dalam kepalanya. Ia melirik Kris yang masih menunggunya untuk bicara, ia semakin kacau begitu menemui mata itu. Seolah mata itu mengacaukan semua kata yang telah terangkai dalam benaknya.




“ Jadi…..” Kris menggantungkan kalimatnya. Ia benar-benar menantikan apa yang Cheonsa ingin katakan, ia tidak sabar, waktunya tidaklah banyak.




“ Cheonsa aku harus segera pergi!” Kris menghela frustasi. Ia tidak bisa terus menunggu, ia harus segera masuk ke dalam, tapi di satu sisi ia ingin mendengarkan semua yang ingin Cheonsa katakan.




Namun ia tak memiliki pilihan lain. Ia harus pergi karena percuma saja, mungkin Cheonsa tidak merasakan apa yang ia rasakan. Ia menghela pendek sebelum akhirnya memutar langkahnya, namun belum sempat ia melangkah, sebuah tangan mencengkram lengannya.



“ Ada apa?” desaknya tak sabaran. Itu benar-benar terlihat jelas dari kedua matanya.




“ Tidak bisakah kau bersabar sedikit?” protes Cheonsa kesal, ia belum sempat mengatakan apapun tapi pria itu sudah mau pergi begitu saja.




“ Baiklah...sekarang cepat katakan apa yang ingin kau katakan! Aku harus—“




Kris merasakan jantungnya berhenti berdetak, napasnya nyaris hilang dan sekujur tubuhnya menegang. Ia hanya bisa melebarkan matanya begitu Cheonsa mencium bibirnya, wanita itu memejamkan matanya. Wanita itu menarik kerah mantelnya dan kemudian menangkupkan kedua tangannya di kedua sisi wajahnya.




Perlahan Cheonsa menjauhkan wajahnya, menunduk malu begitu Kris terus menghujaninya dengan tatapan tajam. Ia tahu seharusnya ia tidak mencium pria itu, tapi ia tidak memiliki pilihan lain. Ia tidak bisa merangkai kalimatnya, ia tidak mampu mengucapkan isi hatinya. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menyampaikan isi hatinya pada Kris.




“ Apa yang kau lakukan?” ucap Kris serius. Pria itu menatapnya dengan dalam, meneliti baik-baik isi hatinya.




Cheonsa merasa lidahnya kelu, tapi untuk sekali ini saja ia ingin mengatakan semuanya. Ia ingin membiarkan pria itu tahu semua yang ia simpan dalam hatinya.



“ Menciummu.” Jawabnya santai yang membuat Kris menatapnya dengan tidak percaya. Pria itu kelihatan semakin kacau.




Jawaban seperti itu persis seperti yang pernah Kris katakan tiga tahun lalu ketika mencium Cheonsa di Pulau Nami. Dan hal itu benar-benar membuat pria itu frustasi. Apa Cheonsa sedang berusaha untuk mempermainkannya?.




Kris tahu apa yang baru saja Cheonsa lakukan. Ia tidak sebodoh itu! Ia tahu Cheonsa baru saja menciumnya, tapi ia tidak tahu kenapa wanita itu menciumnya. Apa wanita itu ingin kembali memberinya harapan tinggi kemudian menjatuhkannya begitu saja? Begitukah?.




Menyadari hal itu Krispun menahan hatinya, ia memutuskan untuk berbalik. Lebih baik ia segera pergi daripada harus kembali tersakiti. Ia tidak ingin menerka-nerka hingga jiwanya merasa melayang tinggi. 




“ Kenapa kau malah pergi, hah? Katakan sesuatu! Aku tidak bisa mengatakan apapun saat ini! baiklah…apa menurutmu aku salah? Apa aku salah kalau aku mencium orang yang ku sukai? Jawab aku Kris!” teriak Cheonsa kesal. Ia sudah membiarkan dirinya untuk berterus terang tapi pria itu malah meninggalkannya dengan wajah kesal seolah ia baru saja melakukan sebuah kesalahan.




Di satu sisi Kris terus menggerutu, di balik punggungnya ia menyembunyikan kebingungan dan keraguan hatinya. Ia tidak ingin kembali berharap, tapi di belakang sana Cheonsa justru memberinya harapan sebesar dunia. Apa yang harus ia lakukan?.  




“ Apa kau ingin mendengar kalau aku menyukaimu? Aku menyukaimu! Aku mencintaimu! Berbaliklah ku mohon! Kris Wu, Wu Yi Fan, siapapun namamu tolong lihat aku!” Kris mengepalkan tangannya dengan kuat, berusaha untuk tidak terpengaruh dengan semua yang Cheonsa katakan, tapi rupanya ia tidak cukup kuat untuk menolak wanita itu. Ia memang bodoh dan payah. Ia mendengus kesal, hingga akhirnya ia berbalik menghadap wanita itu. Berjalan cepat ke arahnya dengan perasaan meledak-ledak.




“ Kau pikir kau pantas mengatakan semua itu setelah apa yang kau lakukan padaku?” Ujar Kris kesal dengan nada tinggi, pria itu nyaris berteriak. Ia sudah berada tepat di hadapan Cheonsa yang tengah mendecak kesal.




“ Memangnya apa yang ku lakukan padamu?”




Kris mendecakkan lidahnya. “ Kau mencampakkanku, kau membuangku, kau meninggalkanku!. Apa kau tidak merasa telah melakukan itu semua?” papar Kris setengah berteriak. Ia masih tidak bisa menahan kekesalannya, ia terlalu kesal hingga ia tidak mampu menguasai dirinya. Kini ia terlihat sangat kekanakan.



“ Jadi kau dendam padaku?” simpul Cheonsa. Wanita itu menatap Kris dengan segenap rasa ingin tahunya.   


“ Baiklah…aku minta maaf….”


 
“ Jangan katakan itu! Aku tidak mau mendengarnya!”





Setelah itu Cheonsa tak lagi bersuara. Semua kata yang ingin terucap bagai tertelan kembali hingga ia hanya bisa memendamnya dalam hati. Ia ingin meminta maaf, tapi sayangnya Kris tidak ingin mendengarnya. Mungkin pria itu sudah muak dengannya dan ia tahu ia pantas menerimanya.




“ Bukan salahmu. Aku harusnya tidak kembali dan menghampirimu, tapi apa yang ku lakukan? Aku justru terus kembali datang dan kembali menerima penolakan. Aku saja yang terlalu bodoh, aku tidak pernah bisa benar-benar melepaskanmu. Aku terlalu percaya diri kalau aku bisa meyakinkanmu dan mengatakan padamu bahwa kau bisa bersandar padaku.” Ucap Kris tanpa melepas pandangannya dari Cheonsa. Ia menatap dalam wanita itu, seolah ingin memasuki dunia dalam iris hitam di depannya.




Sensasi hebat menerjang dua hati yang kini memutuskan untuk saling terbuka. Setelah berteriak, meluapkan kekesalan masing-masing, mereka terlihat lebih damai. Terdiam dalam perasaan hangat yang kini menelusup masuk hingga ke ujung jari. Debaran dalam dada yang kian hebat menjadikan setiap detik yang terlewati terasa lebih berharga. Mereka baru menyadari jika yang mereka butuhkan adalah waktu untuk memahami satu sama lain, memberi kesempatan untuk menerima perasaan masing-masing.




Cheonsa pun merasa begitu, ia merasa benar-benar berharga. Kris telah melakukan banyak hal untuknya seolah ia adalah seseorang yang pantas untuk mendapatkannya. Tapi ia merasa benar-benar tertampar karena nyatanya ia tidak pernah melakukan apapun untuk pria itu, yang ia lakukan hanya terus menyakiti pria itu. Ia selalu berlari sementara Kris terus mengulurkan tangannya di saat ia terjatuh. Ia terus menepis uluran tangan itu seolah tidak membutuhkannya. Namun ia harus mengakui satu hal mulai detik ini, sekeras apapun ia mengusir sosok Kris dari hidupnya, tapi nyatanya ia tidak bisa mengenyahkan pria itu dari pikirannya. Ia terus mengingatnya dengan baik, sebaik ia mengingat namanya sendiri.




“ Terimakasih…” ucapnya bagai berbisik. Tapi Kris mendengarnya dan ia memahami sejuta arti dari satu kata itu.




Lama berpandangan, mereka pun merasakan betapa damainya begitu semua kata dapat tercerna dengan baik. Begitu kondisi mulai mendukung, Kris memberanikan diri untuk membelai wajah Cheonsa, memastikan pada wanita itu jika ia benar-benar tulus. Ia menelusupkan helaian rambut panjang Cheonsa ke belakang telinga. “ Tidak perlu.” Kris menatap jauh ke dalam bola mata Cheonsa, ia ingin wanita itu tahu jika ia melakukan semua ini karena ia benar-benar mencintainya.




Kehangatan perlahan menyelimuti hati Cheonsa, perlahan kehangatan itu menjamin sebuah rasa aman hingga ia merasa sangat nyaman untuk terus menatap pria itu. Mereka berdua berdiri di tengah ribuan orang yang sedang berlalu lalang membawa kopernya, mereka terus saling menatap dan memahami arti dari cinta yang mereka miliki.




Mereka berusaha memahami isi hati satu sama lain. Hingga waktu terasa berjalan lebih lambat manakala Kris mendekatkan wajahnya, ia mulai memiringkan kepalanya. Ia semakin mendekat hingga hembusan napasnya menyapu permukaan bibir merah muda Cheonsa, sementara wanita itu memejamkan matanya, membiarkan rasa hangat dan lembut menyapu bibirnya. Membiarkan bibir itu bergerak di atas bibirnya.




Rasanya sangat indah dan menyenangkan begitu penyatuan itu terjadi. Mereka berciuman di tengah orang-orang yang sedang sibuk dengan tujuan masing-masing. Mereka tidak peduli begitu beberapa orang menatap ke arah mereka dengan cemburu dan wajah bersemu.




Kris melingkarkan tangannya di pinggang Cheonsa, menarik wanita itu untuk mendekat padanya. Tidak ada perlawanan dari Cheonsa, ia hanya membiarkan lengan kokoh Kris mendekapnya, menjamin sebuah rasa aman untuknya. Ia membiarkan dirinya tenggelam dalam sensasi gila yang telah terlanjur menguasai akal sehatnya, kini ia di luar kendali. Semua perisainya telah hancur, ia tak segan membalas kecupan Kris, ia mengecup, melumat dan membiarkan perasaannya selama ini tercurahkan.




Tak terasa Cheonsa sudah mengalungkan kedua tangannya di belakang leher Kris. Memberi sebuah pemberitahuan pada Kris, jika ia tidak ingin semuanya berakhir dengan cepat. Ciuman mereka semakin dalam dan semakin hangat. Tapi perlahan Kris menyudahinya, pria itu melepaskan tautannya. Ia membiarkan kening mereka beradu, ia ingin menatap Cheonsa dari jarak sedekat ini.




“ Ada yang ingin kau katakan?” tanyanya pelan. Ia terus menatap Cheonsa dengan intens, menyelami isi pikiran wanita itu sementara ibu jarinya mengusap permukaan bibir Cheonsa yang sedikit basah. Ia tersenyum kecil begitu Cheonsa berjengit kaget dengan ulahnya. Ia bisa merasakan cengkraman tiba-tiba di tengkuknya, dan ia juga tidak bisa berpaling dari wajah yang kini tengah merona merah.




“ Sudah waktunya kau pergi.” jawab Cheonsa.




Kris mengangguk seiring dengan senyum kecil yang masih merekah di bibirnya. “ Tapi kau harus berjanji akan segera kembali! Kau sudah berjanji untuk kembali ke Korea bersama ayahmu kan?”




Kini giliran Cheonsa yang mengangguk. “ Ayahku memberitahumu?” Cheonsa mengulum senyumnya, menahan ledakan dalam dirinya. Ia tidak bisa menekan debaran dalam hatinya, ia tidak bisa berhenti tersenyum.




Kris langsung menarik Cheonsa ke dalam dekapannya. Ia memeluk erat wanita itu, melingkarkan kedua tangannya pada tubuh kurus Cheonsa. Ia menundukkan kepalanya, membiarkan bibirnya mengecup bahu wanita itu.




“ Aku akan menunggumu, jadi cepatlah kembali, mengerti?” Cheonsa hanya mengangguk. Menyanggupi permintaan Kris dengan seluruh jiwa dan raganya, ia tidak main-main kali ini. Ia benar-benar akan kembali dan hidup bersama pria itu. Ia pikir ia memang harus melakukannya, karena Kris pantas untuk mendapatkannya.




Ia sadar jika selama ini ia begitu egois, ia begitu keras kepala untuk menoleh ke arah belakang, ke arah dimana Kris selalu menunggunya. Ia terlalu takut untuk mengakuinya, tapi mulai hari ini ia tidak akan membiarkan Kris menunggunya lagi. Ia akan datang menyambut pria itu, memeluknya sebelum ia benar-benar pergi. Ia akan menyerahkan hatinya pada pria itu, pria hebat yang telah melakukan banyak hal untuknya, pria tangguh yang mengembalikan ayah dan dunianya, pria menakjubkan yang bersedia menghabiskan seluruh hidupnya untuk bersamanya. Dan mulai detik ini ia tidak akan sungkan memberitahu dunia jika ia mencintai Kris Wu, sebagaimana pria itu mencintainya.




“ Kalau kau tidak juga datang, aku akan menikahi Hayeon.” Kris menarik dirinya, membiarkan matanya menatap Cheonsa yang tengah mendengus angkuh. Oh…jadi sekarang Cheonsa sudah kembali dengan sikap angkuhnya.  





END 





Yeaayyyy!!!!!! Finally!!!*atur napas*relaks*
Oke! Halo semua!!!! Apa kabar?? Pada baek, kan ya? Huftt…akhirnya selesai juga!!
Rasanya seneng bgt bisa update ini lg, tpi ngerasa sedikit…ehmm…kehilangan gitu krna udh g ada yang bisa dipublish lg. Tapi semuanya kebayar kok dgn adanya komen dari readers tercinta yg bkin aku ngerasa ff ini g nyampah-nyampah bgtlah.. Makasih yah yg udh ngikutin ff ini dri awal smpe akhir, makasih buat siapapun yg udh baca, siapapun yg udh mencet tombol reaksi, siapapun yg udh ninggalin komen, dan gak lupa buat Kim Dhira sama Salsa. Makasih krna kalian udh baca dan ngasih pendapat kalian, makasih yah girls!!! 



Cckk…tuh kan aku mulai alay!! Tapi sumpah aku seneng bgt! Rasanya bener-bener puas! Biar gimanapun ff ini tuh lahir dari sebuah ide yg tiba-tiba melintas beberapa hari setelah aku nonton kartun Cinderella di globaltv pas liburan tahun bru kemrin..dan sekarang udh abis aja. Walau ending-nya GARING bgt.


Baiklah….penyakit bawelku mulai kambuh. Sebenernya aku gak bawel-bawel amat kok, kdg” aja klo lagi kumat bawelnya keluar. Mohon maklum. 




Oke sekali lagi makasih! Mungkin abis ini aku bakal jarang update ff, mungkin hiatus karena aku udh kelas 3 sma. Aku punya tanggung jawab yg harus aku lakuin, entah itu US, try out, UN dan berbagai ujian lainnya. Tapi don’t worry be happy, aku anaknya santai kok. Kalo ada ide dan nekad buat nyuri-nyuri waktu, aku bakal nulis.. heheheh…



Yoweslah…karena semuanya udh bahagia, Cheonsa-Kris juga udh bersama. aku pamit undur dri yawww…. Sampai jumpa di ff alay lainnya!!! Terus tongkrongin GIGSent yah… dadah!!!!


Meet my casts 








Thanks,

GSB


Comments

  1. yeii.. akhirnya happy ending juga

    gag tahu mau ngomong apalagi, daebak deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yeye lala....*bwa" pompom brng sahabat dahsyat*
      yapss....happy ending!!! makasih yah...udh komen*peluk erat reader*

      Delete
  2. Yeayyyy happy ending ^^
    Akhirnya keluar juga part akhirnya udah bolak-balik berapa kali untuk bacanya akhinya dipost juga ^^

    Terus semangat thor,fighthing^^
    Ditunggu fanfiction selanjutnya:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sorry yah updatenya agak ngaret..tdinya mau senin siang, tpi yah...aku ketiduran.
      heheh...tpi smg gak bkin kesel ya*peace*, btw thanks lho udh bolak-balik ke sini..
      fighting juga buat kmu^-^

      Delete
  3. Paling bahagia kalau sudah ikutin kisahnya dari awal dan berakhir happy ending. Jujur sempat buka blog ini beberapa x sambil berharap part ini dipost. Semua masalah Cheonsa diselesaikan dengan baik, dia kembali pada ayahnya dan menemukan cinta sejati. Agak kecewa sebab jujur aku berharap ada porsi Chanyeol dan Byunbaek di last part tapi tidak apa-apa asal Cheonsa bisa bersama Kris.

    Always writing :). Good luck for your national exam

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih ya udh ngkutin dri awal!!
      yah...chanyeol ama baekhyun g keliatan di sini..
      abis aku mau critanya fokus ke cheonsa-kris, soalnya klo baekyeol dimasukin ngerinya jdi kocak.

      Delete
  4. Nice story. Love it . Di tunggu ceritamu yg lain eonni . Hwaiting !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks....^^0^^!!
      onnie??*tunjuk muka sendiri* okelah...btw I'm glad to know that u luv this story..

      Delete
  5. aku udah baca dari part awal tapi baru komen di terakhir ini wkwkwk abisnya nanggung
    well, aku suka ceritanya^^ tapi kenapa kris gak tinggal aja di jepang jadi baliknya bareng #okeabaikanyangini
    Sifat Cheonsa yang tiba-tiba dingin, trus manis, baik, kadang-kadang emosian itu bikin aku sedikit geregetan. apalagi pas nolaku kris T.T
    daaaan aku suka sifat Kris di sini, cool tapi perhatian.
    Authornim daebaaaak^0^)b jjang!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. helo!! aku seneng bgt klo kmu ska critanya..
      oke kenapa kris g tinggal di jepang? *tanyakan pada peta*
      hmm..smua butuh proses, kris-cheonsa juga bukan abg nanggung lg yg mesti ngesampingin kewajiban mrka..
      lgian di ff lain udh sring ada scene cowonya g jadi pergi trus brngn lgi deh sma cewenya...aku cma mau buat sesuatu yg lbih manusiawi...hehehe*anak aneh*
      btw thx yh udh baca+komen!!

      Delete
  6. Hello. I've been watching this fanfic since sunday. Well, I mean since I found this fanfic in exo fanfiction. Lucky me, I got your website and here I am, make a racing of read this one by one. What a really good fanfic I have to say :)
    And lucky Kris. I'm sayin' this when I saw that scene up there : "Well Kris, you'll not got any scene like that in my fanfic. Not in a million years, not sorry thought." Yes I'm mean, lol. But I love to bully him HAHAHA. Enough with this blabs.
    Ah babe, if you interest with this, can we make a partnership someday? Imma kinda interesting with how you write down your idea :) contact me @__AnaSophie ah this is embarrasing LOL. Big hug!!!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. wow...thx for your compliment!!
      hehehe...u're such an evil u know? btw..I'd love to know how meanie u're toward him, kekekek
      what? partnership?? well...it's just like a honor for me..
      but well..I'll contact u.. Let's guess what will happened, let's make a friends!!
      once again thx...

      Delete
    2. Yes I am an evil woman lol.
      Oh really? Good I'll wait for it then! Kkk

      Delete
  7. annyeong! sebenernya aku udah baca ff ini d exofanfiction tapi karena aku penasaran sama kelanjutannya jadi aku mampir kesini, gpp kan? :D
    ffnya keren, aku suka banget! alurnya enak diikutin sama ceritanya bikin penasaran. tapi aku ga rela kalo ffnya ending disini ã… ã… ã… ã… ã… ã…  *apaan sih*

    ReplyDelete
    Replies
    1. gpp kok...
      btw makasih..
      yah...relain dong...

      Delete
  8. Meskipun baru komen tapi aku udah baca sampe akhir, haa akhirnya sikap egoisnya cheonsa bisa mereda dikit haha. Suka banget ceritanya. Aku seneng sama karakter kris di sini, meskipun dia udah di tinggalin tapi dia masih mau bantu keluarganya chonsa. Kris terlampau setia dan penyabar dengan sikapnya cheonsa. Keep writing thor ^^ aku tunggu karya selanjutnya dan pengen juga punya namja chingu kayak kris hahahaha *apa ini? Abaikan thor :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya dong...klo mau bhagia emg cheonsanya mesti ngurangin sifat egoisnya..
      kris penyabar? g sbar-sbr bgt kok...*diinjek kris* ya tapi lumayanlah...
      makasih ya...smoga kmu dapet namjachingu kayak kris!!^^

      Delete
  9. daebak endingnya, akhirnya mereka dapet bersatu juga. suka banget karakter krisnya duh *tipeidealsayalah
    semangat ya buat ujiannya. ditunggu karya2 lainnya^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih...
      ya dong merekanya bersatu..
      fufufu....oke..aku smpt bca bbrpa komen tentang karakter kris..
      gak nyangka aja klo kesan karakternya kris tuh 'kayak keren' bgt..
      hehehe...soalnya dri awal aku g maksud untuk gitu, tpi y udhlah biarin sekali aja kris terkesan kren..
      oke once again thanks, wish the best luck for me, ok?

      Delete
  10. akhirnyaa cheonsa baikan lagi sama appanya...hubungan mereka jadi lebih hangat dari sebelumnya...endingnya juga sweet...kereeeeeen..chingu jjang..\\^0^//

    ReplyDelete
    Replies
    1. biar gitu kan cheonsa sayang sma appa-nya...
      bneran nih sweet? asal g kemanisan aja ampe kamu diabetes..
      thanks yah udh komen^^

      Delete

Post a Comment

Popular Posts