Bad Boy Good Girl (1/2)








Cast : Kim Sora
           Huang Zitao
           Kim Jongdae
           Shim Hayeon

Genre : Romance, comedy

Rating : PG15





Hari yang cukup cerah, begitulah deskpripsinya tentang kabar hari ini. Namun jika ditanya bagaimana kabarnya hari ini, ia hanya akan melenguh lelah kemudian menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sungguh…jika ia kejam, mungkin sudah dari awal ia menggebrak meja sambil memaki orang di depannya.




Suasana hatinya sedang kurang baik, tapi dengan seenaknya orang di depannya menangis, menumpahkan segala kepiluan yang mengganggu hati. Bukankah itu egois? Ia juga memiliki masalah, kenapa semua orang menumpahkan kesedihannya tanpa melihat dulu bagaimana kondisinya.






“ Sudahlah Hayeon…jangan menangisi pria itu terus! Kau itu bodoh atau idiot sih, aku….”





Hayeon, begitulah nama gadis yang tengah menangis histeris di depannya. Kini gadis berwajah imut itu semakin histeris, rasanya benar-benar ingin kabur dari sana secepatnya. Betapa malunya ia karena semua orang di kafe melihat ke arahnya begitu suara tangis Hayeon mengeras.




Ia mendecak. Benar-benar frustasi. Ia bukannya tak berhati atau tak memiliki hati yang lapang untuk menjadi sandaran temannya saat sedih. Bukankah prinsip pertemanan adalah menangis dan tertawa bersama? Namun yang terjadi sekarang hanya Hayeon yang menangis dan ia hanya bisa diam karena dituntut untuk menenangkan temannya itu. Huh…bagaimana bisa menenangkan orang lain jika jiwanya sendiri juga sedang risau?.




“ Cari saja penggantinya! Memangnya dunia sudah krisis pria tampan apa?” rupanya ia memang benar-benar tahu cara untuk membuat tangis Hayeon reda. sesaat setelah kata ‘pria tampan’ terucap, rintihan sekejap hilang. Gadis itu memang memiliki iritabilitas yang tinggi jika sudah menyangkut pria tampan. Matanya membulat, tangisnya berhenti dan kesedihan yang dari tadi dibesar-besarkan enyah entah kemana. Kalau tahu semudah itu, harusnya dari tadi saja dia mengatakan kata tampan.




“ Sora-aa! Kau memang pintar! Daebak!” Hayeon menepuk tangannya dengan heboh. Sekejap gadis itu sudah tidak terlihat seperti orang yang baru saja menangis karena ditinggal kekasihnya.




Sora hanya bisa mengelus dada. Kini ada dua hal yang ia rasakan dalam waktu yang sama, senang dan menyesal. Ia senang karena Hayeon sudah tidak menangis lagi, namun ia menyesal karena setelahnya gadis itu malah seperti orang gila. Ia mengangguki setiap ucapan Hayeon. Ia tak begitu jelas mendengarkan temannya. Setengah jiwanya sedang memikirkan nasibnya sendiri. Memikirkan cara untuk keluar dari masalah yang akan mempengaruhi masa depannya.




“ Benarkah?” Sora tersadar dari lamunannya setelah Hayeon mengguncang lengannya dengan antusias. Karena malas untuk memperpanjang masalah, ia kembali mengangguk. Di lain sisi Sora menganggap masalah akan selesai setelah mengangguki ucapan Hayeon, berbeda dengan Hayeon yang merasa senang bukan main.




“ Ya sudah cepat lakukan!”




Sora menatap Hayeon dengan bingung. Ia benar-benar tidak mengerti dengan maksud temannya itu. Apa ditinggal kekasihnya membuat Hayeon kehilangan seluruh kecerdasannya?. “ Cepat Sora! Kau harus menepati janjimu! Tadi kau sendiri yang menyetujuinya bukan?” Sora semakin bingung, semua ucapan Hayeon benar-benar tak ada yang dapat ia mengerti.




“ Mworago? Memangnya aku bilang apa?” sungguh jika bukan karena berada di tempat umum, mungkin Sora sudah berteriak dengan lantang.



“ Ckk…tadi kau sudah setuju untuk meminta nomor pria itu!” tunjuk Hayeon pada seorang pria yang duduk di meja belakang Sora. Kontan Sora melihat ke belakangnya, tepatnya pria yang sama dengan yang dimaksud Hayeon. Pria dengan kaos tanpa lengan berwarna hitam serta beranting cukup panjang. Ya ampun…dia itu pria atau wanita? Kenapa antingnya banyak sekali?.




Sora kembali menatap Hayeon. “ Kapan aku menyetujuinya?” benar…Sora memang tak pernah menyetujuinya, tapi tanpa sadar ia telah menyetujui ide gila itu. Hayeon menjelaskan betapa antusiasnya ia begitu tahu Sora setuju untuk meminta nomor pria tampan di meja ujung sana, namun Sora berkelit. Ia membantah Hayeon dengan alasan ia mengangguk bukan karena setuju, melainkan untuk membuat masalah selesai dengan cepat, lagipula tadi ia memang tidak mendengar jelas apa yang ditanyakan Hayeon padanya.




Namun sekeras apapun Sora  mempertahankan posisinya, ia tetap kalah. Hayeon yang ia pikir kehilangan seluruh kecerdasannya, ternyata jauh lebih cerdik dari yang ia perkirakan. Gadis itu memiliki sejuta cara untuk membuatnya setuju tanpa syarat.





Hayeon menelengkan kepalanya, memerintah Sora untuk segera beranjak dan menghampiri pria itu. Sepertinya Hayeon memang tak main-main dengan idenya itu dan ia tak akan berhenti sebelum apa yang ia inginkan tercapai. Dasarnya ia memang orang yang cukup ambisius terhadap sesuatu, tak peduli jika ia memang harus mengorbankan temannya sendiri.





Helaan nafas berat menggambarkan dengan jelas bagaimana frustasinya Sora. Ia berulang kali mendecak dan menelan ludanya dengan dramatis yang membuatnya semakin resah. Seumur hidup ia tidak pernah meminta nomor ponsel seorang pria. Ayolah…ia bukan tipikal gadis yang mudah untuk menawarkan pertemanan pada seorang pria. Jika pun ia memang harus melakukannya, ia tidak akan melakukannya pada pria itu. Pria yang memiliki tindik jauh lebih banyak darinya yang jelas-jelas seorang perempuan.





Sora terus menggaruk kulit kepalanya dengan kesal, berharap ia bisa menampilkan kondisi paling menyedihkan agar bisa mengubah keputusan Hayeon. Namun tampaknya sia-sia saja. Karena tiba-tiba Hayeon menarik tangannya hingga berdiri. Pandangan gadis itu menjadi tak terkendali dan terlihat menyeramkan begitu pandangannya beralih kepada Sora. “ Cepat kejar pria itu atau tidak aku akan-“





“ Ah baiklah!” selak Sora dengan cepat, secepat langkahnya yang tengah mengejar pria tadi. Ia benar-benar merasa bodoh, karena harus merasa takut dengan ancaman Hayeon.





Langkah pria itu tak begitu cepat, namun sangat lebar jika dibandingkan dengan langkah Sora. Gadis itu memutuskan untuk berlari, berlari hingga kepalanya terbentur dengan punggung pria itu. Tanpa disangka pria yang tengah ia kejar berhenti tiba-tiba. Yah…pria itu merasa cukup aneh karena ada seseorang yang berusaha mengikutinya.





Pria itu berbalik, menghadap Sora dengan gaya super keren yang ia miliki. Sudut bibirnya tertarik begitu mendapati wajah gugup Sora. Ternyata tak ada yang bisa menolak pesonaku. Kekehnya menyadari bahwa gadis di depannya membatu.




“ Berikan nomor ponselmu!” Sora menyodorkan ponselnya pada pria itu. kepalanya tertunduk dalam, sungguh…ia menunduk bukan karena gugup melihat pria di depannya, ia hanya malu karena tingkah bodohnya.





Pria itu menatap ponsel Sora penuh penilaian. “ Apa yang akan kau berikan jika aku memberikan nomor ponselku?” mata Sora terbelalak. Ia benar-benar tidak menyangka jika jawaban semacam itu yang ia dapatkan.







****







Tidak ada yang gratis di dunia ini, semua mempunyai harga yang mesti dibayar atas hak kepimilikannya. Begitupun dengan serangkaian kombinasi angka yang mati-matian ia dapatkan. Sora tak mengerti kenapa ia harus menuruti kemauan pria itu. Yah…seperti yang telah keduanya sepakati. Ada harga yang harus Sora bayar untuk sebuah nomor ponsel. Dalam kata lain, Sora harus melakukan sesuatu sebagai imbalannya.





Jujur ia paling benci berada di posisi seperti itu. Sementara Hayeon merasa senang karena bisa terus bertegur sapa atau berkomunikasi lewat pesan singkat dengan pria anting itu, ia mesti menelan kesialan atas apa yang seharusnya tidak ia terima. Tidak adil bukan? Jelas tidak adil, karena jika dipikirkan sekali lagi Hayeon-lah yang harusnya menanggung semua ini. Sora tak mendapat keuntungan apapun setelah meminta nomor ponsel pria itu. Benar-benar tidak sama sekali.






“ Kau tidak ingin menanyakan perkembangan hubunganku dengan Hayeon?” Sora memalingkan wajahnya dari jendela di sebelahnya. Ia memandangi pria di depannya dengan perasaan tertahan.





Pria itu tahu jika pertanyaannya benar-benar omong kosong untuk seorang Kim Sora, gadis yang ia temui –secara tidak sengaja- hampir seminggu yang lalu. Ia sangat tahu hingga merasa terlalu senang membuat Sora kesal. Setiap kali bertatap muka, pria itu memang tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengaduk emosi Sora. Oh ayolah…kekesalan Sora seperti mainan tersendiri untuknya. Cukup menyenangkan.





“ Jangan bertele-tele katakan saja apa maumu Tuan Huang Zitao.” Ucap Sora tenang. Ia bukan orang bodoh yang tak mengerti arah pembicaraannya hari ini. Akan ada banyak hal yang harus ia debat, jadi ia tak ingin membuang waktu terbatasnya untuk meladeni guyonan pria di depannya.





Pria itu menumpukan tangannya ke atas meja sembari mencondongkan tubuhnya lebih ke depan. “ Panggil saja Tao, bukankah aku sudah mengatakannya ribuan kali? Ckk…kapasitas otakmu kurang meyakinkan kurasa…” Sora menajamkan pandangannya, menyuruh pria itu menghentikan semua omong kosongnya dan segera memulai langsung ke maksud dan tujuannya. Untung Tao cukup mengerti, ia menghela nafasnya kemudian menyandarkan punggungnya dengan leluasa. “ Aku ingin memastikan keputusanmu, itu saja. Kau masih ingat kan tentang harga dan….”




“ Baik aku mengerti. Tapi, ini tidak adil! Bisakah kau memberi keringanan? Kau bahkan sudah tahu alasan kenapa aku meminta nomor ponselmu. Jikapun kau ingin meminta bayaran atas nomor ponselmu yang berharga itu, jelas Hayeon-lah yang harus menanggungnya bukan aku!”




“ Memang apa buruknya menjadi model untuk projek-ku, huh? Kau hanya perlu mengikuti arahanku dan bersikap baik, bukankah itu sangat mudah?”




Sora mendengus pelan. sebagian dirinya ingin segera mencekik pria di depannya namun sebagiannya lagi terus menahannya agar tak melakukan segala tindakan bodoh yang ia rencanakan. “ Kau fotografer majalah dewasa?” bersamaan dengan sangkaan Sora yang begitu kuat, Tao langsung menatap tak percaya gadis di depannya.




Ia memijat keningnya. Dalam pikirnya Sora terlalu menyimpan banyak dugaan buruk tentang dirinya. “ Oh ayolah….” Tao kehabisan kata. Bukan karena ia merasa tersudut atau merasa jatuh dengan ucapan Sora. “ Sekalipun aku fotografer majalah dewasa, tapi gadis sepertimu…”






“ Kau bahkan tak memenuhi standar. Kau terlihat sangat rata, kau juga tidak semampai dan wajahmu benar-benar tidak seduktif. Benar-benar tidak ada yang bisa dilihat. Huh…bagaimana bisa kau berpikir sejauh itu? Konyol sekali.” Sora hanya bisa diam terpekur setelah mendengar seluruh jawaban paling menakjubkan yang pernah ia dengar di hidupnya. Seorang pria tengah menjabarkan betapa tak menggodanya ia, bahkan pria itu juga tak segan  untuk mengatakan serata apa bagian tubuhnya.






****








Sebagian pekerja sudah meninggalkan kubikelnya dan berjalan menuju elevator. Tentu mereka ingin segera kembali ke rumah setelah seharian tenaga serta perhatian hanya tercurah pada setumpuk berkas dan deadline. Sora yang sudah berada di lobby utama masih menunggu Hayeon yang sedang mengambil mobil di lapangan parkir. Sesekali ia membalas sapaan beberapa rekan kerjanya dengan sopan.





Matanya masih menelisik tanda-tanda kedatangan Hayeon. Yah…mungkin tidak terlalu lama, ia saja yang tidak sabar untuk segera pulang. Tak beberapa lama sebuah mobil Jeep Wrangler berhenti di depannya. Sora tak bergeming atau tertarik untuk mencari tahu siapa pemilik mobil itu. 









Pintu mobil gagah itu terbuka menampakkan sang pengemudi berpenampilan paling nyentrik di tengah-tengah lingkungan perkantoran itu. Bayangkan saja, hampir semua orang di situ mengenakan setelan kemeja atau pakaian formal semacamnya, ia justru hanya menggunakan kaos tipis serta celana jeans panjang. Dan jangan lupakan betapa banyaknya anting yang menggantung di lubang telinganya.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

“ Ayo.” Ia menghampiri Sora. Ia menggelangkan kepalanya ke arah Wrangler kebanggannya. Tapi Sora masih bersikap tak peduli atau mungkin pura-pura tidak mengenali orang itu. Tentu ia tak akan pernah mau pulang bersama atau pergi bersama dengan orang itu.



Honey.. cepatlah…aku tahu kau marah. Maafkan aku ya? Ayolah…jangan seperti ini.” orang itu memang bukan tipikal orang yang senang dengan sekelumit angka atau rentetan tabel keuangan yang membuatnya ingin muntah, tapi yakinlah ia memiliki akal yang sangat cemerlang. Menurutnya untuk menghadapi gadis seperti Sora bukan hal sulit, ia hanya tinggal bertingkah manis sambil merangkul gadis yang jelas-jelas sedang mencoba melepaskan tangannya.





Ia hanya menyeringai kecil begitu menyadari bahwa aksinya mendapat perhatian khusus dari banyak orang yang sedang melintas di sekitarnya. Beberapa diantaranya ada yang merupakan teman kubikel Sora, jadi insiden goda menggoda tak bisa dielakkan. Tentu ia sangat puas, memang siapa yang pertama  menginginkan hal ini? Bukankah Sora sendiri?.



Sora mengerang pelan namun cukup bertenaga. “ Masuk ke mobilku, atau ku buat semua orang di kantormu melihat seorang Kim Sora berciuman mesra dengan kekasihnya.” Desis orang itu pelan. semakin kuat tangannya berusaha untuk menyingkirkan tangan itu di bahunya, Sora malah semakin lelah. Ia benar-benar tak bisa berkonsentrasi karena orang itu terus memajukan wajahnya.




“ Baiklah.” Putus Sora yang diakhiri dengan kesepakatan yang sangat tidak baik. Negosiasipun selesai, Sora masuk ke dalam mobil itu. Duduk tenang meski pikirannya sama sekali tidak tenang.



Sepanjang perjalanan waktunya hanya diisi dengan mendengarkan deretan lagu bergenre R&B yang mengalun dari pemutar musik mobil yang tengah ditumpanginya. Walau memiliki banyak pertanyaan yang harus ditanyakan, nyatanya Sora lebih memilih diam daripada mengajak orang di sebelahnya bicara. Ayolah…setiap kali mereka bicara, pasti akan ada celah dimana keduanya tak bisa bertemu. Sora mengklaim jika dirinya tidak satu paham dan bahasa dengan orang itu. Yah…ia juga tidak ingin berada di paham yang sama dengan Tao.




Karena tidak mendapat penolakan atau protes semacamnya, Tao merasa dirinya tidak bersalah begitu mobilnya berhenti di sebuah klub malam yang begitu gemerlap dengan lampu terang. Namun di satu sisi Sora merasa dirinya dimanipulasi, ia merasa ditipu oleh pria itu. Ia pikir Tao akan mengantarnya pulang.





“ Sebenarnya apa yang kau inginkan? Kau ingin meniduriku?” Tao berhenti menyesap minumannya, untuk kesekian kalinya ia dibuat takjub dengan Sora yang begitu terang-terangan menyampaikan isi pikirannya.




“ Berhentilah melemparkan tuduhan seperti itu padaku! Tentu aku sangat pemilih untuk menentukan siapa teman tidurku. Jujur kau itu tidak menggoda, jadi berhenti mengkhawatirkan hal-hal semacam itu, ok?” Tao tak kembali bicara. Ia menyibukkan dirinya dengan ponsel serta tab-nya. Selain ia memang memiliki banyak hal yang harus dikerjakan, ia juga sedang mengubur rasa kesalnya pada Sora. Apa menurutnya aku sangat brengsek? Bahkan aku tidak pernah meniduri gadis manapun. 





Tak berapa lama beberapa orang menghampiri meja Tao, tanpa meminta izin dari sang penghuni orang-orang itu langsung membaur tanpa sungkan. Mereka merupakan teman-teman Tao, lebih tepatnya rekan kerjanya di studio foto miliknya. Mereka bertegur sapa selayaknya teman dekat yang tak peduli dengan batasan pria atau wanita, bahkan ada beberapa teman-teman wanita Tao yang langsung bersender pada pria itu tanpa canggung. Jelas situasi itu membuat Sora benar-benar tidak nyaman, terlebih saat beberapa teman pria Tao duduk di sampingnya.





Kehadiran Sora di situ jelas menjadi pusat perhatian bagi mereka. Tao pun tak sungkan untuk mengenalkan Sora pada teman-temannya, mengarahkan gadis itu untuk menjabat tangan temannya satu persatu.





“ Aku sudah pernah mendengar tentangmu sedikit. Panggil saja aku Hyerim.” Sora hanya mengangguk sambil mengulas senyum ramah. Menurutnya dari semua orang-orang itu, Hyerim-lah yang setidaknya paling waras. Kelihatan dari gaya bicaranya yang realistis, atau sikapnya pada Tao yang terlihat seperti seorang kakak pada adiknya. Kejam tapi cukup mendidik.





Obrolan terus mengalir tanpa jeda, Sora yang awalnya terkesan cukup menjaga diri, kini terlihat lebih santai. Beberapa kali ia mengoreksi usulan yang disampaikan salah satu rekan Tao. Untuk kesekian kalinya ia merasa malu karena dugaannya salah. Yah…ia mengira Tao ingin melakukan hal tidak senonoh padanya. Ternyata pria itu hanya ingin mempertemukannya dengan rekan kerjanya.






****  








Kalau ada yang bertanya apa yang sebenarnya membuat Sora begitu takut dengan ancaman Hayeon dan lebih memilih untuk terperangkap pada pria bernama Tao, itu semua adalah apa yang tengah ia lihat sekarang ini. Apa yang sedang dihadapi Soobin, adiknya tengah dihakimi oleh sang ayah tanpa dibiarkan memberi pembelaan atau pengertian. Soobin ketahuan menjalin hubungan dengan seorang pria, dan hebatnya hubungan itu baru diketahui sang ayah setelah dua tahun Soobin dan kekasihnya merajut kasih.





Mungkin yang dilakukan Soobin tak sepadan dengan apa yang telah Sora lakukan dulu. Ia memang pernah tertarik pada seorang pria, lebih tepatnya teman sekelasnya saat kuliah dulu. Ia dan pria itu menjalin hubungan tanpa status sepasang kekasih, walau begitu mereka tahu jelas apa arti dari kebersamaan itu. Mereka memiliki perasaan yang sama. Namun kesalahannya belum sampai disitu. Sora yang sudah dijodohkan dengan teman kecilnya, Jongdae, pernah melakukan tindak kriminal yang mungkin tak pernah dipikirkan orang lain. Waktu itu sehari sebelum pertunangannya, Sora mengambil cincin pertunangannya dan menjualnya ke toko perhiasan. Setelah itu ia mendonasikan seluruh uang itu ke panti asuhan di dekat kampusnya. Ulahnya tersebut menyebabkan acara pertunangannya tertunda dan baru dilaksanakan satu bulan kemudian. Ia tak pernah membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Hayeon menceritakan semua itu pada ayahnya.





“ Jangan membantah appa Soobin!” hati Sora mencelos saat suara ayahnya terdengar sangat mencekam. Di tengah ruang keluarga sana, adiknya sedang dijatuhi beberapa kecaman tapi ia sama sekali tidak bisa membantu.




“ Akhiri hubunganmu dengan pria itu! Appa yakin pria itu tak lebih baik dari Minho!”





“ Aku tak peduli sebaik apa Choi Minho yang appa maksud itu! Kalau appa pikir dia lebih baik dari Baekhyun, appa saja yang menikahi pria itu!”





PLAAKK





Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Soobin. Airmatanya langsung mengalir tanpa batas. Rasanya sakit, bukan kulit wajahnya yang terasa sakit. Tapi hatinya, hatinya benar-benar perih. Seumur hidupnya baru kali ini sang ayah menamparnya. Dan penyebab dari itu semua hanya karena masalah siapa yang pantas menjadi pasangan hidupnya. Bukankah itu konyol?.







****  







Sepertinya setelah beberapa hari melakukan pengambilan gambar, Sora merasa cukup senang dengan pekerjaan barunya. Benar apa yang Tao katakan, ia hanya perlu mengikuti arahan pria itu. Yah…pekerjaannya memang sangat menyenangkan. Banyak hal yang ia pelajari selama beberapa hari itu, Sora yang hanya mengerti masalah angka, tabel, keuangan dan administrasi, belajar banyak masalah dunia fotografi, tak hanya itu ia juga sedikit tahu tentang tata busana. Ternyata Hyerim yang ia sangka adalah salah satu senior Tao di studio foto, ternyata merupakan designer muda yang sedang naik daun. Ia baru tahu kalau proyek yang selama ini ia kerjakan adalah proyek untuk memasarkan pakaian rancangan Hyerim.





Walau harus ia akui, tanggungannya belakangan ini menjadi dua kali lipat lebih besar. Dari pagi hingga sore hari ia bergelut dengan tumpukan pekerjaan di kubikelnya dan malamnya ia menjelma menjadi model yang dituntut untuk bergaya sesempurna mungkin. Tapi rasa senang dan puas yang datang setelah pekerjaaannya selesai, membuat Sora tak begitu peduli.





“ Kerjamu cukup bagus. Hyerim sangat puas dengan pekerjaanmu.” Sora hanya mengangkat bahunya dengan santai. Gadis itu tengah menikmati waktunya melewati jalan yang dipenuhi keramaian malam. Ia juga cukup senang dengan pujian dari Tao, karena selama ini pria itu tak pernah memuji hasil kerjanya.




Jika biasanya Sora dan Tao terlibat perdebatan, kini keduanya nampak tenang dan suasana diantara keduanya memang cukup kondusif. Tak ada yang berusaha untuk merusak suasana, keduanya memilih untuk menikmati waktu istirahatnya dengan berkeliling melihat banyaknya gelaran dagangan hingga beberapa seniman jalanan yang tengah beraksi.




Sora menghentikan langkahnya pada sebuah keramaian yang tengah memenui sebuah atraksi battle dance. Seumur hidupnya Sora tak pernah melihat pertunjukkan itu secara langsung, ia hanya pernah melihatnya di beberapa film yang ia tonton. Kelihaian para penari yang menunjukkan bakatnya satu persatu membuat Sora berdecak kagum. Ia tak bisa melepas pandangannya dari setiap gerakan gemulai yang terkesan begitu natural dari seorang penari bertopi hitam di depan. sSolah orang itu benar-benar tenggelam dalam tempo dan jiwanya seperti menyatu dengan melodi musik latar.





Tao? Sejak kapan dia berada di sana?




Kali ini Sora lebih berkonsentrasi memerhatikan pertunjukan tari di depannya. Tao, entah kenapa pria itu maju dan bertingkah seperti sedang menantang penari-penari itu. Ia memang tidak tahu apa Tao memang bisa menari atau hanya ingin bertingkah sok keren. Tapi melihat pria itu berani untuk maju ke depan, sudah cukup untuk membuat Sora mengapresiasi pria itu.




Tao memulai gerakannya dengan liukan pelan yang terkesan seksi. Kakinya melangkah perlahan diiringi dengan tangan kanan yang bergerak menjetikkan jemarinya. Dengan gerakan cepat pria itu berputar, kemudian kedua tangannya menyentak kaos yang ia gunakan. Gerakan-gerakan signifikan yang terkesan lembut tercipta, paduan dari gerakan kaki yang lincah serta gerakan bahu yang dinamis. Ia kembali berputar, kemudian menjajakkan kakinya ke depan, melangkah perlahan ke arah dimana penonton tengah menyorotnya dengan kagum. Ia bukannya ingin memamerkan ketampanannya atau wajah seksinya, ia hanya ingin mengulurkan tangannya pada salah satu gadis di tengah-tengah keramaian itu. Ia menganggukkan kepalanya, begitu gadis itu tak kunjung menggenggam tangannya. Gadis itu tak lain adalah Sora.





“ Aku tak bisa menari Tao.” Desis gadis itu, Sora. Seperti usaha yang sia-sia, karena setelahnya Tao justru membawanya keluar dari keramaian dan menempatkan keduanya menjadi pusat perhatian.




Sora menatap bingung, ia benar-benar gugup. Seumur hidupnya ia tak pernah menari, dan ia memang tak pernah mencobanya. “ Ikuti saja apa yang hatimu katakan.” Bisik Tao. Pria itu mengerti betapa gugupnya Sora saat ini.





Musik bermelodi santai yang kental dengan pengaruh R&B terputar mengiringi pergerakan Tao. Pria itu menjejakkan kakinya, menggerakkan badannya dengan perlahan mengitari Sora dengan meliuk santai. Tubuhnya naik turun mengikuti tempo musik, ia berjalan ke arah salah satu penari dan mengambil topi yang orang itu kenakan. Tao melempar topi itu hingga bertengger di lututnya, kemudian kembali terhempas hingga topi itu melekat di kepalanya. Ia menggerakkan tangannya, mengulurkannya seolah ingin merengkuh wajah Sora.





Ia memang sengaja memancing Sora untuk bergerak, ia yakin gadis itu sangat menikmati lagu yang menjadi pengiringnya. Gadis itu hanya membentengi dirinya terlalu kuat untuk menjamah dunia luar.




Tao melangkah penuh karisma menghampiri Sora, matanya menatap lekat mata hitam Sora yang tak kunjung mengerjap. Ia menyunggingkan senyum seduktifnya, tanpa peduli batasan, Tao merengkuh pinggang Sora, hingga tubuh gadis itu berada di jarak yang sangat dekat dengannya. “ Tidak akan ada yang mendebatmu sekalipun kau salah.” Sora tergelitik dengan hembusan nafas Tao yang menerpa kulit lehernya.





Tak lama pria itu merenggangkan rangkulannya, memberikan jarak untuk Sora. Walau ia ingin gadis itu bergerak, tapi jika akhirnya hanya akan memaksakan gadis itu, Tao tidak akan melakukannya. Tao menatap Sora cukup lama, ia menyerah, ia tak akan memaksa gadis itu. Ia menjauhkan tubuhnya dari Sora, namun gadis itu menahan tangannya sambil tersenyum. Terlalu cepat untuk mencerna apa yang dilihatnya, Tao bahkan tak bisa mencegah Sora yang berhasil merebut topi di kepalanya. Tak bisa dipercaya, tapi gadis itu memang benar-benar menari. Meliukkan badannya, membuka lebar kakinya dan melakukan pergerakan memutar atau sekedar mempermainkan topi hitamnya.




Sora berhenti di depannya, ia menyeringai sambil menelengkan kepalanya. Mengajak Tao untuk menari bersama. dengan senang hati Tao langsung mendekati Sora. Gadis itu menjauh, sambil meliukkan badannya dengan sentakan kaki yang cukup keren. Ia menyentuh ujung topinya dan melepasnya yang diulurkan pada Tao. Pada akhirnya kedua insan itu mempertontonkan tarian yang terkesan mengikuti aliran jazz dengan plot cerita dua orang yang saling merebutkan sebuah topi hitam. 




Tao berhasil merebut kembali topi itu setelah sebelumnya berulang kali berpindah tangan. Hal itu membuat Sora ingin mengambilnya kembali, namun Tao justru menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Tangan kanannya memeluk pinggang Sora, sementara tangan kirinya bersatu dengan tangan kanan Sora. mereka berduapun berdansa, walau bisa dibilang hanya Tao yang mengerti, Sora hanya tinggal mengikuti saja. Tao memutar Sora, membiarkan gadis itu berputar hingga akhirnya ia merapat pada Sora. Membuat gadis itu melengkungkan tubuhnya ke belakang, rambut panjangnya terjuntai ke bawah dan tak berapa lama, Tao kembali menegakkan tubuh Sora. Menuntunnya melangkah beberapa langkah dan kembali memutarnya hingga musik berhenti dan keduanya menutup pertunjukkan dengan saling berpelukkan.





Apresiasi luar biasa diterima Sora dan Tao, penonton begitu terhibur dengan sajian tarian yang dianggap romantis dinamis itu. Banyak yang tak segan mengeluarkan uang bernominal besar di kotak yang biasa digunakan untuk menampung uang sukarela yang diberikan pada para penari jalanan itu.






Di tengah riuh tepuk tangan yang masih terdengar. Sora meregangkan tangannya yang masih memeluk leher Tao. Matanya tak bisa lepas memandang Tao yang sama tak relanya untuk menyudahi kontak itu. Entah terlalu menjiwai lagu tadi atau memang terlanjur tenggelam dengan perasaan hangat yang keduanya rasakan, tapi baik Sora dan Tao memang tak berniat untuk beranjak dari posisinya.






*****  






Setelah menerima tawaran makan gratis dari seniman jalanan tadi, Sora memutuskan untuk pulang. Hari sudah terlalu larut, jika ia pulang lebih larut lagi mungkin appa-nya akan curiga dan mungkin ia akan ketahuan jika selama ini ia menjadi seorang model paruh waktu.






Sedangkan Tao, ia memang tak masalah pulang jam berapapun. Tak akan ada yang mengomelinya karena pulang terlalu malam. Ia sudah tidak tinggal bersama orang tuanya, jadi tak perlu khawatir akan mendapat ceramah tengah malam. Tapi untuk sekarang, ia memutuskan untuk pulang. Tentu ingin mengantar Sora sampai rumah.




“ Kenapa kau tidak membawa mobil gagahmu itu!” dari tadi Sora tak berhenti mengomel. Ia pikir saat Tao menawarkan untuk mengantarnya pulang, ia tidak perlu menunggu lama di halte bus karena Tao membawa mobilnya. Tapi begitu kembali ke studio untuk mengambil tas, ia baru sadar bahwa tidak ada sebuah mobil wrangler yang biasa Tao kendarai.




“ Jangan cerewet! Yang penting kita sudah duduk tenang di dalam sini bukan?” Sora mendecak pelan. Ia tak ingin memperpanjang perdebatannya, lagipula hal seperti itu tidak cukup penting untuk didebatkan. Ia tujukan pandangannya keluar jendela, kebetulan ia duduk di sebelah jendela jadi ia bisa mengisi waktu perjalanannya dengan mengamati gemerlap kotanya yang tak lumpuh karena ketiadaan matahari.




Ia merasa tenang, walau jantungnya belum cukup tenang. Alat pemompa darahnya itu terus bekerja dengan berlebihan, berdegub dengan keras hingga ia merasa jiwanya kebas. Namun setelah itu rongga dadanya terasa lega, nafasnya benar-benar panjang. Rasa itu tak mau pergi apalagi jika ia mengingat kembali betapa dekatnya jarak wajah Tao saat menari tadi.






Sora menoleh spontan begitu ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam telinganya. Ia mengamati Tao yang tengah memainkan ponselnya yang terhubung dengan headset yang terpasang di telinga kirinya dan yang satu lagi terpasang di telinga Tao. Ia kembali menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi begitu alunan musik yang ringan dan menyenangkan terdengar dari benda kecil yang menyumpal telinganya.




Fallin’ out, fallin’ in
Nothing’s sure in this world no, no
Breakin’ out, breakin’ in
Never knowing what lies ahead
We can really never tell it all no, no, no


Say goodbye, say hello
To a lover or friend
Sometimes we never could understand
Why some things begin then just end
We can really never have it all no, no, no




Sora benar-benar menikmati lagu yang ia dengar. Sesekali matanya terpejam, merasakan arti dari setiap kata pada lirik lagu itu. Namun sesekali ia juga memperhatikan Tao yang sudah tertidur. Pria itu benar-benar kelelahan.





But oh, can’t you see
That’s no matter what happens
Life goes on and on
And so baby, just smile.  coz I’m always around you
And I’ll make you see hou beautiful life is for you and me
Take a little time baby
See the butterflies colors
Listen to the birds that were sent to sing for me and you





Sora hanya bisa terdiam karena terlalu terkejut saat kepala Tao tiba-tiba bersandar di bahunya. Ia ingin menyingkirkan kepala Tao, tapi saat melihat wajah pria itu, matanya terpejam membuatnya mengurungkan niatnya. Ia justru mengubah posisi duduknya agar terasa lebih nyaman.




Can you feel me?
This is such a wonderful place to be
Even if there is a pain now, everything will be all right





****







Sora memijit keningnya pelan. Ia sedang terjebak dengan logikanya sendiri. Tatapan Hayeon yang menuntut terasa semakin mempengaruhi rasa pening di kepalanya. sebenarnya ia tak ingin membahas hal yang Hayeon tanyakan. Ia tak ingin membahas bagaimana perasaannya pada Tao. Tidak. Ia terlalu takut untuk berharap akan ada hubungan yang lebih indah jikapun ia terbuka dengan perasaannya sendiri.




“ Tidak mungkin, kau tahu itukan? Lagipula bukankah kau jauh lebih dekat dengannya? Setidaknya kau lebih sering berkomunikasi dengannya, bagaimana mungkin aku…”




“ Jadi kau berpikir aku memiliki hubungan yang lebih dekat dengannya? Ya tuhan…Sora…”



Hayeon menatap temannya dengan belas kasihan. Yah…benar-benar iba karena gadis itu tak bisa memahami apa yang terjadi sebenarnya. Ayolah…tak perlu secerdas Einstein untuk mengerti arti dari setiap perilaku Tao pada Sora, tak butuh banyak hipotesis untuk mengartikan tatapan Tao pada gadis itu, tidak perlu semua itu. Hanya butuh kepekaan dan keterbukaan untuk menerima kenyataan tersirat itu. Secara terbuka pria itu menunjukkan ketertarikannya pada Sora.





“ Kalau kau memang tak memiliki hubungan apapun dengannya, untuk apa kau meminta nomor ponselnya?. Menyusahkan saja!” cecar Sora.






“ Aku memang tertarik padanya, ku pikir awalnya aku bisa menjalin sebuah hubungan. Tapi…mengubah perasaanku tidak mudah. Aku masih sangat menyayangi Jin Woon. Lagipula setiap menelponku, Tao hanya membicarakanmu. Kau percaya itu? Dia menelponku hanya untuk memastikan kau tidak pulang terlalu larut.”




Tiba-tiba ribuan getaran terhantar menghidupkan suasana hatinya yang tak berhenti bergejolak. Ada sesuatu yang hangat menelusup di dalam dadanya. Sora bukanlah gadis bodoh atau naif yang tak mengerti arti dari perasaannya. Ia mengerti jika dirinya memiliki perasaan lebih pada Tao, tapi ia tak bisa. Hidupnya terlalu banyak pembatas yang tak bisa ia terobos. Ia terlalu takut untuk mencobanya.




“ Ayolah Sora…apa salahnya jatuh cinta? Lagipula kau sudah dewasa.” Hayeon menatap Sora dengan intens. Benar-benar ingin memberi dorongan pada sahabatnya untuk melakukan sebuah tindakan. Yah…memang ia harus melakukan sesuatu, setidaknya berusaha untuk memperjuangkan apa yang hatinya katakan.






***** 







Tersenyum dan merasa senang berlebihan menjadi hal umum yang dilakukan oleh tiap insan yang jatuh cinta. Serasa ada ribuan alasan yang membuat hatinya selalu bahagia. Tapi tidak dengan Sora. ia malah merasakan yang sebaliknya. Tentu ia bahagia hanya karena hal kecil yang ia terima dari Tao, seperti pesan singkat atau mendengar suara pria itu saat malam hari. namun beberapa waktu kemudian kebahagiaannya seperti menguap begitu ia tersadar akan kenyataan yang membentengi perasaannya.





Seindah apapun hubungannya saat ini, tak peduli betapa bahagianya ia saat menghabiskan waktunya bersama pria itu, itu tak akan mengubah kenyataan jika Tao bukanlah pria yang akan mendampinginya di sisa hidupnya. Ada pria lain yang sudah dirancang sebagai pendamping hidupnya kelak. Dalam kata lain, apa yang ia jalani bersama Tao hanya sebagai kegiatan pengisi waktunya sebelum menikah dengan pria lain.





Ia terus mengamati layar ponselnya. Untuk beberapa alasan ia menginginkan sebuah nama terpampang disana. Diam-diam hatinya berharap ada panggilan dari Tao. Tapi ia hanya bisa tersenyum miris, saat sebuah pesan masuk diterimanya. Sayangnya bukan pesan dari Tao, tapi Jongdae. Pria yang sedang ditunggunya. Yah…pria itu mengajaknya makan siang bersama, namun karena suatu halangan pria itu terpaksa datang terlambat. Ia meminta maaf sekaligus menyuruh Sora untuk menunggunya.





Walau nyatanya usahanya untuk datang lebih awal sia-sia, Sora tak bermasalah, ia tak terlalu memusingkan hal itu. Ia bahkan sedang melahap makan siang yang baru saja ia pesan. Ia sungguh menikmati keterlambatan Jongdae.




“ Sepertinya enak.” Sora hanya bisa mengerjap tak percaya tanpa bisa melakukan sesuatu. Tadi begitu ia ingin menyuapkan pasta ke dalam mulutnya, tiba-tiba sebuah tangan langsung mencengkram tangannya, memaksa tangannya bergerak menyuapi pemilik tangan itu.





Sekarang Sora percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi memang apa yang harusnya terjadi. Mungkin ia terlalu cepat menarik kesimpulan, tapi ini terlalu ajaib untuknya. Jongdae datang terlambat yang membuatnya harus makan siang sendiri, namun tiba-tiba di tengah makannya, sebuah tangan menginterupsi seluruh jiwa raganya. Bahkan jika setiap keterlambatan mendatangkan akhir yang seperti ini, Sora akan mentoleransi segala bentuk keterlambatan asalkan Tao selalu datang untuk menemaninya. Yah…entah Tuhan memang ingin membiarkan Sora bahagia atau hanya sekedar mempermainkan hatinya saja, tapi memang itulah yang terjadi. Tao datang seperti door prize tersendiri untuk Sora.




Tao duduk dengan santai di depan Sora. Ia memandang jahil ke arah Sora yang masih membatu. Senyuman kecil terulas di bibirnya, entahlah tapi Tao memang merasa senang karena Sora tak jengah menatapnya. “ Kau benar-benar terpesona padaku ya?” ia terkekeh begitu Sora memalingkan wajahnya saat sindiran jahil itu keluar dari mulutnya.





Di sisi lain Sora hanya bisa membisikkan seribu perintah agar hatinya tak tergerak terlalu jauh. Ia harus melakukan antisipasi sedini mungkin. Ia kembali menatap Tao, ia benar-benar berusaha untuk mengendalikan ekspresinya.



Sekuat apapun tekadnya untuk mengabaikan keberadaan Tao, namun tetap saja detakan di dalam dadanya terus berdentum semakin gila. Kehangatan langsung menyergap sekujur tubuhnya saat Tao menatap matanya dengan yakin. Pria itu menyuruhnya untuk memakan pasta yang telah ia suapkan ke arahnya. Tao menganggukkan kepalanya, ia ingin Sora menerima suapannya.




“ Ayolah… Sangat jarang kan kita bertemu seperti ini? Bukankah kelihatan seperti takdir?” ujar Tao masih berharap jika Sora mau memakan suapannya.




Sora menjauhkan tubuhnya, ia sengaja menyandarkan tubuhnya. Untuk menghindari tatapan Tao, ia segera menyibukkan dirinya dengan ponsel hitam miliknya. Ia tahu Tao sangat kecewa padanya, tapi ia tak bisa melakukannya. Terlalu beresiko, ia tidak ingin hanyut dalam perasaannya.





Tidak ada protes dari Tao. Ia bahkan tak melemparkan pertanyaan apapun pada Sora. Walau ia benar-benar penasaran dengan keadaan gadis itu, tapi ia menahan dirinya. Ia tidak ingin keberadaannya membuat Sora tertekan.




“ Sora….” panggil seseorang yang baru sampai di dekat meja Sora. Ia menatap bingung karena kursi yang seharusnya menjadi tempatnya, malah ditempati orang lain. Hal yang sama juga dirasakan Tao, ia bingung dengan kehadiran pria berjas rapi di depannya. Siapa pria itu? Apa hubungannya dengan Sora? Hal-hal semacam itu terus berputar di dalam akalnya.




Sora mengulas senyum kaku, ia mempersilahkan pria itu untuk duduk di sebelahnya. “ Oppa…kenalkan ini Tao, dan Tao ini Jongdae oppa.” Sora mengarahkan dua pria itu untuk berjabat tangan, memperkenalkan diri masing-masing.




“ Huang Zitao.”




“ Kim Jongdae.” balas pria itu sambil tersenyum ramah. Tao mendengus pelan, tatapannya beralih pada Sora yang sedang menghindarinya. Ia memang pernah mendengar nama Jongdae dalam pembicaraannya bersama Hayeon. Setiap kali membahas Sora, nama Jongdae tidak pernah absen dalam perbincangan. Jadi ia tahu betul siapa Kim Jongdae itu. Walau pahit, namun kenyataannya pria itu memang tunangan Sora.




Rasa takut, bingung dan kesal memenuhi meja bernomor 402 itu. Ketiga orang yang menghuninya benar-benar tak bisa mengenyahkan suasana canggung diantara mereka. Obrolan kaku sesekali mewarnai makan siang mereka, tapi sungguh jika ditanya apakah obrolan itu memperbaiki suasana? Jawabannya tidak. Bahkan sebaiknya tidak usah ada perbincangan, karena suasana akan terasa jauh lebih canggung setiap kali Tao menjawab pertanyaan Jongdae.





“ Menari. Dia juga bisa menari.” Tao menyahuti Jongdae yang sedang membicarakan kegemaran Sora. Ia benar-benar tenang, namun berhasil membuat Jongdae menoleh ke arah Sora dengan bingung.




“ Kau teman kecilnya kan? Ckk…tapi bagaimana bisa kau tidak tahu dia bisa menari?” Tao benar-benar puas karena bisa menyudutkan pria di depannya. Ia merasa menang dari pria itu. Ia merasa dirinya jauh lebih pantas untuk bersanding dengan Sora. Aku mengenalnya jauh lebih baik darimu Tuan muda.




Sora kehabisan kesabarannya, ia tak bisa membiarkan Tao kembali bicara. Ia berusaha untuk menghentikan pria itu. “ Sora.. jangan bilang kalau dia belum pernah melihatmu menari?” Tao menyeringai puas kala keheningan menjawab pertanyaannya. Jongdae tak berkata apapun yang menyatakan bahwa pria itu tidak pernah melihat Sora menari. Hal itu jelas membuat Tao seratus kali lipat lebih baik dari pria itu.




“ Tao….” Sora menekan amarahnya, namun hal itu tak bisa terbaca dengan baik oleh Tao. pria itu justru bertingkah seperti tak mengerti apapun. “ Ayo kita pulang!” Sora berdiri, tangannya langsung menarik paksa Tao hingga pria itu berdiri.



“ Hei…kau mau apa?” walau mengerti dan paham, tapi Tao ingin menunjukkan betapa beruntungnya ia di hadapan Jongdae. Ia sengaja bertanya, ia hanya bermaksud agar Sora memperjelas ucapannya.




“ Oppa…aku pulang duluan. Annyeong.”




Jongdae hanya tersenyum, mengangguki kepergian Sora dengan helaan pasrah. Jujur hatinya sakit menghadapi kenyataan bahwa gadis yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai istrinya menyimpan perasaan pada pria lain.






TBC

Oyoyoy….. aku balik lagi!!!
Well….ini panjang bgt dan alurnya cukup cepet, tapi wajar kn ini twoshoots. Oh ya…buat karakter Hayeon di sini itu beda yah sama Hayeon di Another Cinderella Story. Sebenernya ff ini udh aku ketik jauh sebelum aku nulis ACS, jdi untuk nama Hayeon di sini yah…itu ketidaksengajaan aja sih…abis aku kurang kreatif klo ngarang nama OC.

Speaking of the truth…ff ini tuh tdinya mau aku publish pas ultahnya si panda, eh…tpi gak tau deh…aku lagi bosen jadi kepikiran buat publish ini. iseng-iseng padahal bsok TO *istighfar*. Oh ya…aku belum publish painfully smile ya? Ya ampun…maaf yah!!! Heheh…aku lgi gk mood buka ff itu, jdi mungkin updatenya nanti-nanti aja klo aku udh blik normal lagi.. wokelah….cukup sekian untuk kali ini… tungguin Shoot keduanya yah…bye…

Thanks,

GSB

Comments

  1. annyeong...aku reader baru..maaf sebelumnya baru bisa komen...coz komen lewat hp susaah banget...aku g ngerti kenapa biasanya kalo dblog lain gampang..tapi disini kalo lewat hp g bisa langsung...maaf y jd curhat...hehehe..
    baca ff ini bikin penasaran sama kelanjutan hubungan sora n tao..ceritanya menarik...jd pengen baca lanjutannyaa...^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. annyeong!! salam kenal...
      iya gpp, emg agak susah buat komen, aku juga gk tau kenapa
      hehehe...makasih ya udh baca,.

      Delete
  2. oalah jadi sora dan adiknya dijodohkan sama ayahnya,.
    wah kalau sora berpaling dari jongdae dan memilih tao apa yang akan ayahnya lakukan??? O.o

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts