But You Didn't
Genre = Angst,
general, life, romance
Length = Poetry-Fic, Ficlet
(1256 words)
Author = Salsa
Saat matahari nyaris tergelincir, suara ketukan di pintu
kamarku terdengar. Walau malas, aku tetap memaksakan kaki ini melangkah,
menyentuh kenop pintu itu dan membukanya. Hal pertama yang kulihat adalah wajah
bahagiamu. Seketika saja aku ikut tersenyum. Kau menunjukkan sebuah kotak yang
sedari tadi kau sembunyikan di belakang badan. Kotak handphone. Detik itu juga
aku membekap mulutku karena terlalu senang.
Demi Tuhan aku tak percaya. Smartphone yang seminggu lalu
kulihat di etalaseā¦ Ya, smartphone yang kutatap dengan penuh rasa ingin itu,
kini sudah berada di genggaman tanganmu. Kau menyerahkannya padaku sambil
tersenyum puas. Aku tahu kau bangga dengan hasil kerja kerasmu. Karena aku
bahkan lebih bangga lagi padamu. Terima kasih!
Kau bukanlah anak seorang saudagar kaya. Bukan juga pemilik
perusahaan. Kau hanyalah pria biasa berhati tulus. Pria biasa yang selalu
berusaha menyenangkan hatiku. Sekali lagi terimakasih.
Karena terlalu bahagia, aku membukanya dengan terburu-buru.
Kau memperingatkanku. Kau menyuruhku untuk berhati-hati. Tapi gadis bodoh yang
kelewat senang ini tak mau mendengarkanmu. Hingga akhirnya handphone itu
terjatuh. Layarnya retak. Smartphone mahal yang kau beli dengan uang tabunganmu
itu hancur bahkan sebelum aku sempat menggunakannya.
Kukira kau akan marahā¦..
Tapi ternyata tidakā¦..
Kau malah memungut benda itu dan tersenyum menatapku yang
menangis meminta maaf. Bukannya marah, kau malah mengusap kepalaku dan berjanji
akan membelikan yang baru.
Remember the day you
bought me that new phone?
And remember how
fool I am to dropped it?
I thought youād get
mad at me
But you didnāt
Aku mengetuk pintu rumahmu dengan ragu. Ibumu yang baik hati
itu tersenyum menyambutku. Sebenarnya aku tahu kabar bahwa kau sedang sakit
sejak dua hari yang lalu. Tapi jadwal kuliah membuatku tak punya pilihan lain.
Maafkan aku yang tidak bisa sepertimu. Aku tidak bisa
berlari kapan saja kau membutuhkanku. Tapi itu bukan berarti kasih sayangku ini
tidak tulus. Aku hanyaā¦ā¦. belum bisa sehebat dirimu. Maafkan aku!
Cokelat masih jadi favoritmu kan? Untuk itu, aku
berinisiatif membuatkan cokelat panas sebagai bentuk perhatianku. Aku naik ke
kamarmu dan membuka pintunya sambil tersenyum cerah. Begitu melihatku, wajahmu
yang tadinya pucat itu berubah bercahaya.
Senang rasanya melihatkmu begitu. Jujur, ini seperti
tamparan bagiku. Seharusnya aku datang kesini lebih awal, menghibur dan
mengajakmu bicara. Bukankah orang yang sakit itu sebenarnya lebih membutuhkan
perhatian daripada obat? Pacar macam apa aku ini!
Aku berjalan mendekat kearahmu dengan semangat. Namun,
karena terlalu semangat, aku tersandung kakiku sendiri dan seketika cokelat
panas itu tumpah mengotori selimutmu. Aku benar-benar terkejut. Kau yang sedang
sakit kontan berdiri.
Kukira kau akan berteriakā¦ā¦ā¦
Tapi ternyata tidakā¦ā¦ā¦
Aku menunduk, tak berani menatapmu, bahkan tak berani pula
membuka mulut untuk meminta maaf. Dan kau malah menjadi orang pertama yang
menatapku dan bilang tidak apa-apa.
Dalam satu tarikan, kau berhasil mengambil selimut itu dan
membawanya ke kamar mandi. Sambil bercanda kau menarik tanganku dan menyuruhku
membantumu mencucinya. Kau bilang ini gaya baru untuk berkencan. Padahal aku
yang seharusnya menghiburmu disini, tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Remember the time I
spilled hot chocolate all over your blanket?
I thought youād yell
at me
But you didnāt
Suara dering ponsel yang nyaring sukses mengusik tidurku.
Setengah sadar aku mengangkatnya. Aku terus menguap sambil berusaha fokus. Dengan
kepala yang terantuk-antuk, aku masih bisa mendengar suara lantang seorang pria
yang entah sedang mengucapkan apa. Hinggaā¦ā¦
ājangan lupa bilang pada pacarmu ituā
āhuh? Apa? Ohā¦ iya iyaā¦,ā tuuut. Secepat kilat aku memutus
sambungan itu. Lantas kembali menenggelamkan diri dalam selimut. Terlelap.
Keesokan paginya, handphone-ku kembali berdering. Aku segera
berlari dan mengangkat panggilan itu dengan semangat.
āyoboseyoā
ākau sudah memberitahu pacarmu kan? Kenapa dia belum datang?ā
āberitahu apa?ā
āAstaga~ semalam kan aku menelfonmu! Latihan futsalnya
pindah ke Wangsimni-ro!ā detik itu juga mataku melebar. Aku menggeletakkan
ponselku begitu saja di meja makan dan segera berlari keluar. Menyusulmu.
Saat aku datang, mataku dengan cepat menangkap bayanganmu.
Kau duduk sendirian di pinggir lapangan indoor kosong dengan tampang gelisah.
Handphone-mu rusak beberapa hari yang lalu dan seharusnya aku menjadi pacar
yang bisa diandalkan. Tapi aku benar-benar bodoh. Maafkan aku~~
Langkahku melambat. Perasaan bersalah dan takut menguasai
ragaku. Hingga akhirnya jarak kita semakin dekat dan langkahku terhenti. Aku
memanggilmu takut-takut. Kau menoleh dan terkejut akan kehadiranku. Aku
menjelaskan semuanya dan meminta maaf dengan kepala tertunduk.
Kukira kau akan membencikuā¦ā¦ā¦
Tapi ternyata tidakā¦ā¦
Kau malah meraih tanganku sambil tersenyum teduh. Kau
membawaku ke tengah lapangan dan mengajariku futsal sampai siang. Futsal date, katamuā¦.
Remember the time I
forgot to tell you the futsal trainingās location was changed?
I thought youād hate
me
But you didnāt
Di musim panas, bukankah pergi ke taman air adalah ide yang
baik? Aku benar-benar tak mengerti kenapa kau tak setuju. Di hari secerah ini,
kau masih bisa-bisanya mengira siang nanti akan hujan? Ayolahā¦.. mana mungkin?
Pada akhirnya, kau mengabulkan keinginanku. Kita pergi ke
taman air. Semuanya menyenangkan di awal. Selama perjalanan, matahari musim
panas bersinar terik di atas langit. Tapi tepat saat kita sampai, awan gelap
justru menutupi matahari itu. Dan sesuai prediksimu, hujan deras mengguyur
bumi.
Aku sungguh kehabisan kata sampai tak berani menatapmu. Di
dalam sana, semua orang berebut tempat berteduh. Yah.. bagus sekali! Kita tidak
kebagian tempat dan mau tak mau harus berlari lagi keluar arena taman air itu.
Tubuh kita basah kuyup diserbu milyaran titik air dari angkasa. Kau menyewa payung
di luar pintu masuk dan kita berdua pun berjalan sampai menemukan halte bus
untuk berteduh.
Kukira kau akan bilang āAPA KATAKU!ā
Tapi ternyata tidakā¦ā¦.
Kau malah memeluk tubuhku yang menggigil. Lalu dengan
tatapan khawatir menanyakan apakah aku kedinginan? Apa aku baik-baik saja? Menanyakan
ini itu dan memastikan semuanya benar. Sebelum akhirnya tanganmu yang dingin
itu menangkup wajah dan mencium bibirku dengan lembut.
Remember the time when
I dragged you to the pool and you said it would rain and it did?
I thought youād say āI
told you soā
But you didnāt
Ya.. ada banyak hal yang seharusnya kau lakukan tapi tidak
kau lakukan. Bukannya meninggalkan gadis ceroboh ini, kau malah memilih untuk
tetap bersamaku, mencintaiku dan melindungiku. Hingga akhirnya lamaran itu
datang dan kita menikah.
Empat tahun kemudian seorang anak perempuan yang cantik
dikaruniakan Tuhan, menyempurnakan keluarga kecil kita. Aku tak tahu bagaimana
bisa Tuhan memberikanku kebahagiaan yang bertumpuk-tumpuk seperti ini.
Terimakasih. Terimakasih banyak.
Belum genap lima tahun umur anak kita, kau dikirim untuk
bertugas di Vietnam. Aku menunggu di rumah. Setiap sore kita rutin bertukar
pesan menanyakan kabar. Walau tak tahan, aku tetap berupaya menekan kerinduanku
dan memahami pekerjaanmu. Aku janji, bila saatnya kau kembali nanti, aku akan
membuat banyak kejutan yang tak terlupakan. Membayar semua waktu yang terlewat
ini.
Namun sebulan sebelum jadwal dinasmu habis. Pesan-pesan yang
biasa kudapat setiap sore itu menghilang. Kau berhenti mengirimiku pesan. Tak
ada siapapun yang datang membawa kabar. Jadi aku tetap disini, duduk gelisah di
beranda, menunggumu setiap sore.
Hari demi hari terlewati dengan cepatnya. Kabar tentara
Korea yang gugur di perang Vietnam mulai ramai menghiasi TV. Ada lebih dari
seratus orang yang tewas tapi belum diketahui identitasnya. Harapku masih
tinggi. Sejak kita masih pacaran dulu, kau tak pernah sekalipun mengecewakanku,
dan aku yakin kali ini pun begitu. Jadi aku tak gentar menunggumu di sore hari.
Tahun demi tahun berlalu. Rambutku mulai memutih dan kulitku
berkerut. Tapi hati dan kaki ini masih kuat menunggumu. Kau tahu? Anak perempuan
kita sekarang sudah dilamar dan akan menikah. Banyak sekali momen yang kau
lewatkan.
Hingga akhirnya dia menikah, dan meninggalkanku. Hatiku
masih luar biasa setia menunggumu, tapi tubuh rentaku tak bisa berbohong. Kakiku
mulai sakit dan semakin hari mataku terasa semakin berat. Dan bersamaan dengan
langit yang semakin senja, mata sayu ini tak dapat lagi bisa kubuka
Saat melepasmu pergi ke Vietnam duluā¦ā¦..
Kukira kau akan kembaliā¦ā¦ā¦.
Tapi ternyata tidakā¦ā¦.
END
Based from Chinese/English poem But You Didnāt
Aku masih dalam masa hiatus, But You Didnāt cuma Ficlet singkat buat
ngisi betapa kosongnya GIGSent akhir-akhir ini. Bahkan bulan Mei kemaren kita cuma
publish 5 ff (banyakan GSB sih yang publsh) Trus ini udah tanggal 10 dan blog
ini masih sunyi senyap. Tapi ff ini bukan berarti aku bisa nulis dgn produktif
lagi. Aku juga hiatusnya baru sebulanan kan? Masih belum puas. Dan jujur aku ga
bisa ngetik yang panjang-panjang dulu sekarang.
Harusnya aku emang ga hiatus dulu, karena Kim Dhira sama GSB lagi
sibuk-sibuknya belajar buat ujian masuk univ, sedangkan aku malah udah dua
minggu ini ga nyentuh buku. *bad influence. Jangan ditiru* Aku lagi
sibuk sama hal lain, kl buat universitas, aku udah dftr swasta dan emang g begitu
ngejar negri. Wellā¦ sorry, jadi mungkin kalo GIGSent emang bener-bener sepi,
aku bakal usahain nulis drabble atau oneshot. Yang pasti ga akan ada series dulu
dari aku sampai bulan Agustus atau bahkan September.
Mohon doanya buat kita bertiga ya.. Semoga masing-masing dari kita bisa
dapet yang terbaik^^
Makasih
Comments
Post a Comment