We Are Different






Cast : Kim Sora
         Huang Zitao

Genre : Romance, Fluff

Rating : PG – 15





Sebelumnya Sora tak pernah membayangkan sosok pria seperti apa yang akan mendampinginya. Ia tak pernah memikirkannya, karena ia berpendapat jodoh ada di tangan Tuhan. Ia tak perlu mencarinya, mengejarnya sekuat tenaga hingga napasnya berantakan. Ia yakin, entah di bagian dunia yang mana, ada sosok pria yang Tuhan takdirkan untuknya. Yang diciptakan khusus untuk berpasangan dengannya.





Ia selalu meyikini pendapatnya, dan semakin yakin manakala ia bertemu dengan Tao. Yah…pria jangkung yang setahun lalu datang ke kantor notarisnya untuk mengatur surat-surat kepemilikan tanah. Saat itu Sora tak pernah mengira jika pria pemalu yang ternyata sangat bawel itu akan menjadi pasangannya. Bahkan tak pernah sekalipun terlintas ide untuk meminta Tao menjadi kekasihnya. Oh…ayolah!! Mau dilihat dari sisi manapun, Tao dan dirinya bukan sepasang manusia yang berjodoh. Mereka terlalu berbeda.




Tao itu sangat bawel, berbanding terbalik dengan dirinya yang tak banyak bicara. Kadang Tao juga suka  bertingkah seperti anak umur lima tahun yang tak segan merajuk untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, dan jujur saja Sora menginginkan pria mandiri yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sora benci segala kegiatan yang berhubungan dengan olahraga, sedangkan Tao, pria itu sangat gila olahraga.




Bayangkan saja! Sora yang juga benci bangun pagi harus turun dari ranjangnya karena Tao terus menghubungi ponselnya, pria itu telah menunggunya di luar pagar rumah lengkap dengan jaket parasut serta celana training. Bahkan matahari masih enggan menampakkan wujudnya, tapi Tao dengan senyum bodohnya mengajak Sora untuk lari pagi. Tao bilang udara pagi sangat baik untuk tubuh Sora.




Tak jarang Tao memandang hidup sebagai permainan tanpa akhir yang harusnya tak perlu dijalani dengan sangat serius, tentu itu bertentangan dengan pendapat Sora yang menanggapi hidup sebagai ajang kompetisi. Kau harus terus waspada dan selalu siap dengan segala tantangan yang akan merintangi jalanmu.




“ Aku kan sudah bilang jangan film yang itu!” protes Tao masih dengan wajah memerah.





Dari sekian banyak perbedaan yang mereka miliki, perbedaan paling mencolok diantara mereka adalah masalah kepekaan. Tao terlahir sebagai pria dengan hati paling sensitif, pria itu mudah menangis, sangat berbeda dengan Sora yang jarang menangis. Lihat saja. Setelah menyelesaikan film Miracle in Cell No.7, airmata Tao mengalir deras membanjiri wajahnya. Tak habis-habisnya ia menggumam kesal sejak pertengahan cerita sampai detik ini. Sampai Sora telah mematikan TV-nya dan kembali duduk bersila di sebelah Tao.




“ Sudahlah… Filmnya kan sudah selesai.” Ucap Sora datar. Meski Tao terlihat emosi lengkap dengan deraian airmata, Sora malah terlihat biasa saja.




Ia memang cukup kesal begitu kisahnya memasuki pertengahan, tapi entah kenapa airmatanya tak mau jatuh. Dan ia pun tak begitu mempermasalahkannya. Ia merasa sangat tersentuh dengan cerita pilu itu, tapi baginya merasa sedih tak harus ditunjukkan dengan menitikan airmata.




“ Ayolah Tao…itukan hanya film.” Ia menyentuh tangan Tao, menggenggam tangan besar itu dengan harapan bisa meredakan gejolak yang masih bergemuruh dalam dada pria itu.




Tapi bukannya berhenti, pria itu malah sesegukan. Airmatanya kembali mengalir dan itu membuat Sora tak habis pikir dengan orang di hadapannya. Sora menghela pendek sebelum akhirnya teringat akan jurus terakhir yang biasa ia lakukan untuk menenangkan Tao. Ia merapatkan dirinya, menarik pria itu ke dalam pelukannya, membiarkan si cengeng itu bersembunyi di balik lekukan lehernya.





Dan berhasil. Memang tak ada cara lain yang paling hebat, selain memeluk pria itu dan mengelus punggungnya pelan-pelan. Yah…meski sebenarnya Sora sangat membenci segala bentuk kedekatan fisik. Tapi semenjak bertemu dengan Tao, ia bisa menerimanya. Tapi…jangan pikir ia telah berubah. Ia masih Kim Sora yang benci olahraga, ia masih Sora yang selalu ingin menjadi nomor satu, ia masih dirinya seperti sebelum ia bertemu dengan Tao. Namun bedanya, Sora tak lagi membenci olahraga sebanyak yang ia lakukan sebelumnya. Kini Sora tak bekerja segila dulu dimana ia selalu terobsesi untuk menjadi yang pertama, membiarkan dirinya lelah bahkan bekerja terlalu berat hingga tak jarang tubuhnya sakit sendiri.




“ Aku membayangkan bagaimana kalau hal itu terjadi padaku dan anakku. Aku tidak bisa membiarkan anakku sendirian begitu Sora.” urai Tao dengan suaranya yang terdengar parau.





Pria itu masih memeluknya persis seperti koala yang memeluk pohon Eucalyptus. Jika sudah begini Sora hanya bisa membiarkan pria itu memeluknya lebih lama. Membiarkan pria itu bicara sementara tangannya memainkan helaian rambut lembut Tao.




“ Hanya karena ia berbeda, orang-orang menganggapnya sebagai lelucon. Seolah ia elemen tak penting hingga mereka bisa memperlakukannya dengan buruk.” Ucap Tao menguraikan pendapatnya tentang kisah Yong Gu, si pria keterbelangan mental dalam film tersebut.




“ Aku kesal. Kau tahu…sepanjang film tadi, aku membayangkan orang itu adalah aku.”




Sora terkekeh pelan. meski tak sepenuhnya kekanakan, tapi Tao bisa menjadi sosok anak kecil yang sangat menggemaskan. Yah…contohnya yang terjadi saat ini.




“ Aku berbeda dari pria lain. Aku mudah menangis, aku kekanakan, aku juga sangat suka mengoleksi tas-tas yang biasanya dilakukan oleh seorang perempuan. Bagaimana bisa aku yang seperti ini bersamamu denganmu yang begitu sempurna?” keluhan Tao terdengar semakin emosional. Sora bisa merasakan riak-riak emosi dalam suara Tao.




Sora menghentikan gerak tangannya. Ia menjauhkan tubuhnya, memaksa Tao untuk menatap matanya. Ia menghela pelan begitu mendapati setumpuk keresahan yang tersimpan dalam bola mata Tao. Ini memang bukan pertama kalinya mereka membicarakan hal semacam ini. Mereka sudah cukup sering membahas hal yang sama, mencari jawaban atas pertanyaan besar yang sering mereka tanyakan pada diri masing-masing.




Kita sangat berbeda, tapi kenapa kita bisa bertahan selama ini?




Tapi mereka telah sepakat untuk tidak membesar-besarkan hal itu di kemudian hari, dan kini Sora merasa sedikit kesal karena nyatanya Tao kembali mengungkit hal itu. Untuk apa mereka mempermasalahkan segala perbedaan yang ada, jika mereka sendiri bisa saling memahami.




“ Kita sudah sepakat untuk tidak membahas hal ini! Kenapa kau melanggarnya?”




“ Aku tahu Sora! Tapi aku tetap tak bisa mengenyahkan pikiran-pikiran itu dari kepalaku! Kau dengan dirimu yang seperti ini bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dariku. Tapi apa? Kini kau bersamaku di sofa rumahmu, menghabiskan waktu malam minggu dengan menonton film sedih.” Tao berhenti sejenak, menciptakan jeda panjang untuk menghirup udara.



“ Lalu apa masalahnya? Aku senang bersamamu.” Suara Sora memelan, mengalun lembut hingga Tao merasa sedikit bersalah karena telah membentaknya.



“ Itulah masalahnya. Kau terlalu baik hingga aku merasa tidak tenang.”



Sora mengulurkan tangannya ke wajah Tao. Ia menyapukan jemarinya pada pipi kanan Tao sebelum akhirnya berhenti. Kemudian Tao menggenggam tangannya yang masih menangkup pipi tirus pria itu.



“ Bagaimana kalau nanti kau menemukan pria lain? Bagaimana jika kau bertemu dengan pria tangguh yang takkan menangis setelah menonton film sedih? Aku takut…aku takut kau akan meninggalkanku.”




Pandangan mereka bertemu. Masing-masing bisa merasakan ikatan kuat yang menarik diri mereka bersatu dalam segala perbedaan yang ada. Mereka sadar sebanyak apapun perbedaan yang membuat mereka sangat berlawanan, tapi itu bukan alasan untuk saling melepaskan. Mereka sadar, mereka hanya memerlukan satu hal sama untuk terus bersama.




They love each other, that’s it.




“ Saat perjumpaan kita yang pertama, aku hanya berharap jika kau bukanlah seseorang yang Tuhan kirimkan untukku. Kau bawel, gaya bicaramu sangat bersemangat, kau juga suka diam tiba-tiba dan mengasingkan diri dari keramaian. Kau aneh. Dan aku menyadari bahwa kita sangat berbeda, dan sangat mustahil untuk bisa bersama.” Sora masih menyorot Tao dengan serius. Menyorot pria yang tengah mengerutkan dahinya dengan dalam.




Helaan napas meluncur dari lubang hidung Sora, membuat kedua bahunya turun serentak.




“ Tapi ternyata akulah pihak yang paling aneh dalam masalah ini. Aku yang selalu berharap jika kau bukan jodohku, malah menyelipkan namamu dalam tiap doaku. Entah bagaimana caranya, aku tak ingin kau meninggalkan diriku. Aku selalu berharap jika Tuhan tak benar-benar mengabulkan doaku yang dulu, aku ingin kau yang Dia berikan untukku. Yang Ia kirimkan untuk menemaniku, seseorang yang akan menghabiskan sisa hidupnya bersamaku.” Rentetan kata yang sebelumnya tak pernah meluncur dari bibirnya, kini terurai dengan lantang. Meledak bagai luapan air yang tak lagi mampu dibendung. 




Beginilah kenyataannya. Sora begitu menginginkan Tao. Sora menyayangi pria itu. Ia mencintainya tak peduli jika orang-orang akan menertawai mereka karena terlihat konyol dengan perbedaan yang ada. Memang apa salahnya memiliki perbedaan selama perbedaan itu mengisi kekurangan satu sama lain? Memang apa salahnya bertentangan selama mereka bisa mengatasinya?.




Sora merasakan gejolak hebat dalam dadanya yang lambat laun mengguncang sekujur tubuhnya. Entah kenapa matanya terasa panas dan…airmatanya mulai mengalir. Meluncur, membasahi pipinya. Ia segera menjatuhkan pandangannya pada bantal di atas pangkuannya. Konyol. Ia bahkan tidak menangis setelah menonton film tadi, tapi kenapa sekarang ia tak bisa mengendalikan tangisnya?.



“ Sora…” Tao menyentuh pipi Sora. Menangkupkan wajah gadis itu dan menuntunnya untuk menemui matanya. 



Sora masih tak mau menatapnya. Gadis itu masih mengarahkan tatapannya ke arah lain.



“ Kau tahu apa yang ku rasakan? Aku pun takut jika suatu hari nanti kau bertemu dengan gadis yang sabar, keibuan, pandai memasak, memiliki pikiran yang sama denganmu. Aku takut kau akan lebih memilihnya daripada aku!” akhirnya mata itu menemui mata Tao, menyorot mata hitam itu dengan sisa kewarasan yang ia miliki.




“ Aku tidak akan melakukannya. Kau bisa mempercayaiku.”




Tao menatap Sora dengan sungguh-sungguh. Ia ingin gadis itu meyakini ucapannnya. Karena ucapannya bukan sekedar kalimat penenang, ia memang tidak akan melakukannya. Ia sadar jika Sora sangat berbeda dengan gambaran gadis yang selama ini ia idamkan, tapi entah sejak kapan ia tak lagi mempermasalahkan hal itu. Sora tidak bisa memasak, tapi gadis itu bisa belajar. Sora memang bukan seorang penyabar dan tak jarang membuatnya kesal, tapi ia tak peduli karena setelahnya Sora akan memeluknya dan meminta maaf atas kekurangannya. Jika Sora bisa menerima segala kekurangannya, kenapa ia tak bisa?. 




Kedua sisi bibirnya tertarik, melengkung indah sebelum akhirnya mengecup bibir Sora. Menahannya selama beberapa saat, hingga lambat-lambat melumatnya. Menyesap rasa manis cokelat dari susu cokelat yang masih tertinggal di bibir tipis itu. Ia memperdalam ciumannya begitu kedua tangan Sora melingkari lehernya. Menariknya semakin dekat, membawanya tenggelam semakin dalam hingga keduanya tak menyadari posisi mereka yang telah memasuki zona berbahaya. Tao menindih tubuh Sora yang telah sepenuhnya merebah di atas sofa.





Suara erangan lolos dari mulut Sora begitu ia kehabisan napas. Bibir mereka berpagut begitu lama hingga keduanya tak ingat untuk menarik napas. Sora menahan dada Tao, meminta pria itu untuk menjauh. Ia butuh bernapas atau tidak ia akan mati detik berikutnya.




Dengan berat hati Tao menghentikan kegiatannya. Namun ia tak lantas mengubah posisinya, ia merasa begitu tenang saat menatap Sora dalam jarak sedekat itu. Ia pun senang bisa merasakan detakan jantung gadis itu dari balik kaosnya.



“ Kalau begitu berjanjilah padaku. Jangan pernah membahas hal ini lagi, ok?” ucap Sora menuntut.



Tao tak langsung menjawab, ia sibuk memilin helaian rambut hitam milik Sora yang menyebabkan gadis itu menggeram.



“ Tao!” 




Pria itu hanya terkekeh pelan, menatap jenaka Sora yang tengah menyorotnya dengan tegas. Ia membelai kepala gadis itu, kemudian turun mengusap kulit wajahnya lembut. Setelahnya ia kembali mendekatkan wajahnya ke arah Sora. “ Ya..mulai hari ini aku tidak akan membahas hal itu lagi. Karena aku sadar kita tak perlu menjadi sama untuk bisa bersama. Kita hanya perlu memiliki perasaan yang sama dan kita telah memilikinya. Aku benar, kan?” tuntas Tao kemudian mengulas senyumnya kembali.




Sora mengangguk pelan, kemudian menyambut bibir Tao yang kembali merekat di atas bibirnya. Ini gila. Tapi Sora menyukainya, ia menikmati tiap desiran yang menggerayangi jutaan sel dalam tubuhnya. Meski membenci segala bentuk kontak fisik, ia tak akan keberatan jika Tao yang melakukannya.




Ia tak keberatan jika Tao terus memeluknya setiap kali pria itu merasa kesepian, justru ia selalu menantikan saat dimana Tao akan memeluknya sepanjang malam, menjadi orang pertama yang ia lihat saat ia membuka mata di pagi hari, orang yang akan menuntut ciumannya setiap ingin berangkat bekerja. Tak peduli seberapa banyak apapun perbedaan yang mereka miliki, tak peduli jika mereka tetaplah dua orang yang saling bertolak belakang, Sora akan menggenggam tangan Tao yang tak lelah untuk menggenggamnya. Ia akan tersenyum dan mengatakan. We are different, but it’s okay. As long as you love me, there is no big deal for us.






END




YUHUUUUUU!!!! Hello semuanya!!!! Gilzzz…akhirnya balik juga. Udh brpa lama nih aku g publish? Ckk…masih kurang lama kok.. Cie…ceritanya aku balik nih..tapi ya gitu…pdhl pengennya oneshot, tpi ini g nyampe.. sebenrnya sih udh lama pengen nulis, tpi tiap kali nulis rasanya gak tenang. Ini aja bikin super maksa, dan huftt..butuh perjuangan besar. Buat nulis ff incrit gini aja aku ngetiknya seharian!!! 




Oke…sebenernya publish sehari sebelum SBMPTN adalah salah satu aksi gila dari jutaan aksi gila yg pernah aku lakuin. Bayangin!!! Orang-orang mah pada bljar, berdoa, aku malah ngetik. Tapi buat siapapun yg pengen nulis, tpi g bisa nulis entah itu karena lg gak mood dan terdesak keadaan, pasti ngerti deh apa yg aku rasain. Pas mulai nulis lg tuh kaya bru pertama kali nulis, mesti mikir lama buat nyiptain satu adegan keren yg padahal udh cihuy bgt di otak. Huftt…intinya aku lagi bosen aja, dan pengen publish ini. that’s all!!! Oh ya doain yah buat kita *merapat brng Kim Dhira sama Salsa* semoga SBMPTN bsk dilancarin, bsa ngerjain soalnya dan mendapatkan yang terbaik. Amin…




Fighting,

GSB






Comments

  1. Meski OS tapi feelnya dapat. Taonya melankolis. Hahah , ada squelnya gk author?? Bgs nih klo ada squelnya dgn konfliknya. D tunggu karya lainnya aja deh. Dan smoga SBMPTN nya lancar. Amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. a-yo!!! untuk sequel kyknya enggak deh, coz wktu bikin aku ga mikir ini bakal ada lanjutannya...
      ok..thanks ya udh baca

      Delete

Post a Comment

Popular Posts